Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep Tentang Peranan
Pemahaman peranan berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
berasal dari kata peran. Peran memiliki makna, yaitu seperangkat tingkat
diharapkan yang di miliki oleh yang berkedudukan di masyarakat. Sedangkan
Peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan.
Pengertian peranan yang dikemukakan oleh Soekanto (2006:243) adalah
sebagai berikut :
“Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila
seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan
kedudukannya. Maka ia menjalankan sesuatu peranan, peranan
menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatankesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat kepadanya”.
Sesuai dengan pendapat di atas, peranan merupakan aspek dinamis
kedudukan atau status seseorang. Seseorang akan dinyatakan melaksanakan
peranan setelah menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya.
Hak dan kewajiban tersebut juga menentukan tindakan-tindakan seseorang dalam
melaksanakan peranan. Masyarakat akan memberikan tanggapan-tanggapan atas
peranan yang dilakukan oleh seseorang. Menurut pendapat Soekanto peranan
dapat mencakup 3 (tiga) hal, yaitu :
1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau
tempat seseorang dalam masyarakat, peranan dalam arti merupakan
11
12
rangkaian-rangkaian peraturan yang membimbing seseorang dalam
kehidupan kemasyarakatan.
2. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dilakukan oleh individu
dalam masyarakat sebagai organisasi.
3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting
bagi struktur sosial masyarakat.
Ketika istilah peran digunakan dalam lingkungan pekerjaan, maka
seseorang yang diberi (atau mendapatkan) sesuatu posisi, juga diharapkan
menjalankan perannya sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pekerjaan
tersebut. Karena itulah ada yang disebut dengan role expectation. Harapan
mengenai peran seseorang dalam posisinya, dapat dibedakan atas harapan dari si
pemberi tugas dan harapan orang yang menerima manfaat dari pekerjaan/posisi
tersebut.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa peranan merupakan
penilaian sejauh mana fungsi utama yang dilakukan seseorang, tugas dan pola
perilaku yang diharapkan dapat dilakukan oleh seseorang atau bagian akibat
kedudukan atau status yang melekat padanya, dalam menunjang usaha pencapaian
tujuan yang ditetapkan.
2.2
Pengertian Audit Internal
Audit Internal yang modern tidak lagi terbatas fungsinya dalam bidang
pemeriksaan finansial tetapi sudah meluas ke bidang lainnya seperti manajemen
audit, audit lingkungan hidup, sosial audit dan lain-lain. Bahkan mulai tahun 2000
13
an kegiatan intemal audit sudah mencakup konsultasi yang didesain untuk
menambah nilai dan meningkatkan kegiatan operasi suatu organisasi.
Menurut Tugiman (2006:11) pengertian audit internal adalah sebagai
berikut:
“Internal Auditing atau pemeriksaan internal adalah suatu fungsi penilaian
yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi
kegiatan organisasi yang dilaksanakan.”
Sedangkan menurut Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal
(SPAI 2004:9) pengertian Audit Internal adalah sebagai berikut:
“Audit Internal adalah kegiatan assurance dan konsultasi yang independen
obyektif
yang
dirancang
untuk
memberikan
nilai
tambah
dan
meningkatkan kegiatan operasi organisasi”.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa audit
internal adalah suatu aktivitas penilaian yang bersifat independen dan objektif
sehingga dengan adanya independensi ini diharapkan auditor internal dapat
memberikan laporan yang objektif kepada manajemen atas hasil temuan dan
kesimpulan selama pemeriksaan.
Pemeriksaan Internal adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian
internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi
perusahaan, maupun ketaatan terhadap kebijakan manajemen puncak yang telah
ditentukan dan ketaatan terhadap peraturan pemerintah dan ketentuan-ketentuan
dari ikatan profesi yang berlaku. Ketentuan dari ikatan profesi misalnya standar
akuntansi keuangan.
14
Karena yang melakukan internal audit adalah pegawai perusahaan sendiri
(orang dalam perusahaan). Dapat dipastikan bahwa untuk meningkatkan efisiensi
dan efektifitas dari kegiatan usahanya, suatu perusahaan sangat memerlukan
adanya intemal audit departemen yang efektif, terutama di perusahaan menengah
dan besar termasuk BUMN. Auditor mengawali perencanaan audit dengan
meletakan akhir audit di benaknya. 1
Berbeda dengan pemeriksaan yang dilakukan oleh KAP yang tujuannya
adalah untuk memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan yang
disusun oleh manajemen, maka tujuan pemeriksaan yang dilakukan oleh internal
auditor adalah untuk membantu semua pimpinan perusahaan (manajemen) dalam
melaksanakan tanggung jawabnya dengan memberikan analisa, penilaian, saran
dan komentar mengenai kegiatan yang diperiksanya.
2.2.1 Ruang Lingkup Audit Internal
Ruang lingkup audit intern yaitu menilai keefektifan sistem pengendalian
intern, pengevaluasian terhadap kelengkapan dan keefektifan sistem pengendalian
internal yang dimiliki organisasi, serta kualitas pelaksanaan tanggung jawab yang
diberikan.
Menurut Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (SPAI
2004:20) mendefinisikan ruang lingkup fungsi audit internal sebagai berikut :
“Fungsi audit internal melakukan evaluasi dan memberikan kontribusi
terhadap peningkatan proses pengelolaan risiko, pengendalian dan
governance, dengan menggunakan pendekatan yang sistematis, teratur dan
menyeluruh”
1
William C. Boynton. 2003. Modern Auditing ed. 7 Jilid 1, Jakarta: Erlangga
15
Dengan demikian lingkup penugasan audit internal menurut Konsorsium
Organisasi Profesi Audit Internal (SPAI 2004:20), yaitu :
1.
Pengelolaan Risiko
Fungsi audit internal harus dapat membantu organisasi dengan cara
mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko signifikan dan memberikan
kontribusi terhadap peningkatan pengelolaan risiko dan sistem pengendalian
intern.
2.
Pengendalian
Fungsi audit internal harus dapat membantu organisasi dalam memelihara
pengendalian intern yang efektif dengan cara mengevaluasi kecukupan,
efisiensi, dan efektivitas pengendalian tersebut, serta mendorong peningkatan
pengendalian secara berkesinambungan.
3.
Proses Governance
Fungsi audit internal harus menilai dan memberikan rekomendasi yang sesuai
untuk meningkatkan proses governance dalam mencapai tujuan-tujuan
berikut :
a. Mengembangkan etika dan nilai-nilai yang memadai di dalam perusahaan;
b. Memastikan pengelolaan kinerja organisasi yang efektif dan akuntabilitas;
c. Secara efektif mengkomunikasikan risiko dan pengendalian kepada unit
unit yang tepat dalam perusahaan;
d. Secara efektif mengkoordinasikan kegiatan dan mengkomunikasikan
informasi di antara pimpinan, dewan pengawas, auditor internal, dan
eksternal serta manajemen.
16
2.3
Pengertian Satuan Pengawasan Internal ( SPI )
Auditor Internal dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dikenal
dengan sebutan Satuan Pengawasan Internal (SPI). Ketentuan perundangundangan yang mendukunng eksistensi Satuan Pengawasan Internal BUMN sudah
cukup memadai. Didalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 mengenai
BUMN sebagaimana diatur lebih lanjut dalam PP Nomor 45 Tahun 2005 perihal
Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran BUMN, diatur mengenai
eksistensi, tugas dan tanggung jawab serta pelaporan SPI.
Satuan pengawas intern atau lebih dikenal SPI adalah satuan pengawas
yang dibentuk untuk
membantu terselenggaranya pengawasan terhadap
pelaksanaan tugas unit kerja di lingkungan Perusahaan. SPI disini mengawasi
seluruh kegiatan dan fungsi organisasi yang bertujuan untuk mengendalikan
kegiatan, meningkatkan efektivitas dan efisiensi, serta mendeteksi secara dini
terjadinya penyimpangan dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Menurut Anthony dan Govindarajan “pengawasan intern merupakan
suatu proses dimana manajemen memastikan bahwa orang-orang yang mereka
awasi mengimplementasikan strategi yang dimaksudkan”. Untuk mengawasi
itulah dibutuhkan SPI yang independen sebagai penengah dan pencegah apabila
nantinya terdapat suatu kecurangan.
Untuk mempertahankan independensi dari fungsi-fungsi bisnis lainnya,
biasanya SPI melapor langsung pada direktur utama jika di lingkungan
perusahaan. Pekerjaan SPI tidak dapat digunakan sebagai pengganti pekerjaan
17
auditor independen atau auditor eksternal seperti BPK. Namun demikian,
pekerjaan SPI dapat menjadi pelengkap yang penting bagi auditor independen.
Untuk menentukan pengaruh SPI bagi audit, auditor
mempertimbangkan kompentensi
dan objektivitas
independen harus
auditor
internal
serta
mengevaluasi mutu pekerjaan SPI.
2.3.1
Fungsi Satuan Pengawasan Internal ( SPI )
Menurut Zarkasyi (2008), Satuan Pengawasan Intern (SPI) bertanggung
jawab kepada Direktur dan seluruh unit kerja yang membawahi tugas pengawasan
internal. Satuan pengawasan intern berfungsi dan bertugas membantu dalam
memastikan pencapaian tujuan dan misi perusahaan dengan :
1. Melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program perusahaan.
2. Memperbaiki efektifitas proses pengendalian risiko.
3. Melakukan evaluasi kepatuhan perusahaan terhadap peraturan perusahaan
dan perundang-undangan.
4. Memfasilitasi kelancaran pelaksanaan audit oleh auditor eksternal.
Jadi inti fungsi dari SPI ini terdiri dari melakukan penyusunan, pengawasan
dan pemantauan terhadap satuan unit perusahaan yang nantinya hasilnya dapat
ditinjau kembali guna menyusun laporan hasil pemeriksaan yang berisi tentang
pemberian saran dan rekomendasi kepada Direktur.
2.3.2 Tugas dan Tanggung Jawab SPI
Ketentuan perundang-undangan yang medukung eksistensi Satuan
Pengawasan Intern (SPI) BUMN sudah cukup memadai. Di dalam Undangundang 19/2003 mengenai BUMN sebagaimana diatur lebih lanjut dalam PP
18
45/2005 perihal Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran BUMN,
diatur mengenai eksistensi, tugas dan tanggung jawab, serta pelaporan SPI sebagai
berikut:
1. Pada setiap BUMN dibentuk SPI yang dipimpin seorang kepala yang
bertanggung jawab kepada Direktur Utama.
2. SPI bertugas: (a) membantu Direktur Utama dalam
melaksanakan
pemeriksaan operasional dan keuangan BUMN, menilai pengendalian,
pengelolaan dan pelaksanaannya pada BUMN serta memberikan saransaran perbaikannya; (b) memberikan keterangan tentang hasil pemeriksaan
atau hasil pelaksanaan tugas SPI kepada Direktur Utama; dan (c)
memonitor tindak lanjut atas hasil pemeriksaan yang telah dilaporkan.
3. Direktur Utama menyampaikan hasil pemeriksaan SPI kepada seluruh
anggota Direksi, untuk selanjutnya ditindaklanjuti dalam Rapat Direksi.
Direksi wajib memperhatikan dan segera mengambil langkah-langkah
yang diperlukan atas segala sesuatu yang dikemukakan dalam setiap
laporan hasil pemeriksaan yang dibuat oleh SPI.
4. Atas permintaan tertulis Komisaris/Dewan Pengawas, Direksi memberikan
keterangan hasil pemeriksaan atau, hasil pelaksanaan tugas SPI.
Satuan internal audit juga bertanggung jawab secara berkesinambungan atas
organisasi dan akuntabilitas organisasi, etika dan kinerja untuk kepentingan
auditee. Dengan kata lain SPI dituntut untuk memelihara dan mengembangkan
kompetensi profesional auditor mereka sesuai dengan standar kompetensi Institute
of Internal Auditor.
19
Dalam melaksanakan kegiatan pemantauannya, Satuan Pengawas Intern
akan melakukan kegiatan-kegiatan utama pemeriksaan yang terbagi dalam enam
kegiatan, yaitu:
-
Complience test, yaitu pemeriksaan tentang sejauh mana kebijakan,
rencana, dan prosedur-prosedur telah dilaksanakan, meliputi :
a. Ketaatan terhadap prosedur akuntansi
b. Ketaatan terhadap prosedur operasional
c. Ketaatan terhadap peraturan pemerintah
-
Verification, yang menjurus pada pengukuran akurasi dan kehandalan
berbagai laporan dan data manajemen serta evaluasi manfaat dari laporan
tersebut yang akan membantu manajemen dalam pengambilan keputusan.
-
Protection of assets, Pemeriksa intern harus dapat menyatakan bahwa
pengedalian intern yang ada benar-benar dapat diandalkan untuk
memberikan proteksi terhadap aktiva perusahaan.
-
Appraisal of control, Pemeriksaan intern merupakan bagian dari struktur
pengendalian
intern
yang
bersifat
mengukur,
menilai,
dan
mengembangkan struktur pengendalian intern yang ada dari waktu ke
waktu mengikuti pertumbuhan perusahaan.
-
Appraising performance, Suatu kegiatan pemeriksaan intern dalam suatu
area operasional tertentu yang sangat luas sehingga membutuhkan
keahlian khusus.
20
Recommending operating improvements, Merupakan tindak lanjut dari evaluasi
terhadap area-area dimana rekomendasi yang akan disusun hendaknya
memperhatikan pula rekomendasi-rekomendasi sebelumnya.
Dengan adanya peran SPI ini maka akan dapat meminimalisir terjadinya
penyimpangan dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang
nantinya bisa merugikan perusahaan dan negara.
2.4
Pengertian Corporate Governance
Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI),
definisi corporate governance adalah :
“Seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham,
pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan
intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka
atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan”.
Menurut Sutedi (2011), definisi corporate governance adalah :
“Suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ perusahaan (Pemegang
Saham/Pemilik Modal, Komisaris/Dewan Pengawas dan Direksi) untuk
meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan
nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan
kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundang-undangan
dan nilai etika”.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, corporate governance secara
singkat dapat sebagai suatu proses sistem yang mengatur pihak internal
perusahaan dengan eksternal perusahaan yang mempunyai kepentingan masingmasing namun bertujuan untuk menciptakan nilai tambah bagi suatu perusahaan
atau organisasi tersebut.
21
2.4.1 Tujuan Corporate Governance
Corporate Governance yang baik merupakan langkah yang penting dalam
membangun kepercayaan pasar (market confidence) dan mendorong arus investasi
internasional yang lebih stabil dan bersifat jangka panjang. Berikut merupakan
tujuan dari corporate governance :
1. Menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan
2. Memastikan bahwa sasaran yang ditetapkan telah dicapai
3. Memastikan bahwa aktiva perusahaan dijaga dengan baik
4. Memastikan bahwa menjalankan praktik-praktik usaha yang sehat
5. Memastikan kegiatan-kegiatan perusahaan bersifat transparan
Menurut Keputusan Menteri BUMN Nomor 117/M-MBU/Pasal 4
tujuan dari penerapan corporate governance adalah :
1. Memaksimalkan
BUMN
dengan
cara
meningkatkan
prinsip
keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab dan
adil agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara
nasional maupun internasional.
2. Mendorong pengelolaan BUMN secara professional, transparan dan
efisien serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian
organ.
3. Mendorong agar organ dalam membuat keputusan dan menjalankan
tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku serta kesadaran akan
22
adanya tanggung jawab sosial BUMN terhadap stakeholder maupun
kelestarian lingkungan.
4. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional.
5. Meningkatkan iklim investasi nasional.
6. Menyukseskan program privatisasi BUMN.
2.4.2 Manfaat Corporate Governance
Menurut Forum of Corporate Governance in Indonesia (FCGI)
pelaksanaan corporate governance diharapkan dapat memberikan beberapa
manfaat berikut :
1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan
keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan
serta lebih meningkatkan pelayanan terhadap stakeholders.
2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah sehingga
meningkatkan corporate value.
3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya ke
perusahaan.
4. Pemegang saham akan merasa puas atas kinerja perusahaan karena
sekaligus akan meningkatkan shareholders value dan dividen.
2.4.3 Komponen dan Prinsip Corporate Governance
Prinsip-prinsip internasional mengenai corporate governance mulai
muncul dan berkembang baru-baru ini. Prinsip-prinsip corporate governance
yang dikembangkan oleh Organization for Economic Co-operation and
Development (OECD) bermaksud untuk membantu anggota dan non-anggota
23
dalam usaha untuk menilai dan memperbaiki kerangka kerja legal, institusional
dan pengaturan untuk corporate governance di negara-negara mereka dan
memberikan petunjuk dan usulan untuk pasar modal, investor, korporasi dan
pihak lain yang mempunyai peranan dalam proses mengembangkan corporate
governance.
Menurut Tunggal dan Tunggal (2002), Good corporate governance
adalah hubungan antara stakeholders yang digunakan untuk menentukan arah dan
pengendalian kinerja suatu perusahaan. Corporate governance yang efektif, yang
menyelaraskan kepentingan manjer dengan pemegang saham, dapat menghasilkan
keunggulan kompetitif bagi perusahaan.
Komponen atau prinsip Good Corporate Governance:
1. Transparansi
yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan
keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan
mengenai perusahaan.
2. Kewajaran
yaitu perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hakhak
stakeholder
yang
timbul
berdasarkan
perjanjian
serta
peraturan
perundangan yang berlaku.
3. Akuntabilitas
yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggungjawaban organ
perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
24
4. Responsibilitas
yaitu kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap
prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.
5. Kemandirian
yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa
benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang
tidak sesuai dengan peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku
dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
Menurut Sutedi (2011), Corporate Governance dapat didefinisikan
sebagai berikut:
“Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham,
pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta
pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak
dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan”.
Sesuai dengan pendapat di atas, suatu tata hubungan antara para
stakeholders yang digunakan untuk menentukkan dan mengendalikan arah strategi
dan kinerja perusahaan.
Menurut Sutedi (2011) prinsip-prinsip dasar yang diperhatikan dalam
corporate governance antara lain :
1. Transparansi
Penyediaan informasi harus memadai, akurat dan tepat waktu kepada
stakeholders harus dilakukan oleh perusahaan agar dapat dikatakan
transparan. Perusahaan harus meningkatkan kualitas, kuantitas dan
frekuensi dari pelaporan keuangan.
25
2. Dapat Dipertanggungjawabkan
Manajemen perusahaan duduk dalam dewan pengurus harus melakukan
sesuai dengan keadaan sehingga laporan yang digunakan dapat dipercaya,
dalam kata lain laporan dapat dipertanggungjawabkan.
3. Kejujuran
Prinsip ketiga dari pengelolaa perusahaan penekanan pada kejujuran,
terutama untuk pemegang saham minoritas. Investor harus memiliki hakhak yang jelas tentang kepemilikan dan sistem dari aturan dan hukum yang
dijalankan untuk melindungi hak-haknya.
4. Sustainability
Ketika perusahaan menghasilkan keuntungan, dalam jangka panjang
mereka juga harus menemukan cara untuk memuaskan pegawai dan
komunitasnya
agar
berhasil.
Perusahaan harus tanggap terhadap
lingkungan, memperhatikan hukum dan memperlakukan pekerja secara
adil.
Menurut Organization for Economic Co-operation and Development
(OECD) menguraikan prinsip dalam corporate governance, yaitu :
1. Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham (the rights of
shareholders). Hak-hak para pemegang saham harus diberi informasi
dengan benar dan tepat pada waktunya mengenai perusahaan, dapat
ikut
berperan serta
dalam
pengambilan keputusan
mengenai
perubahan-perubahan yang mendasar atas perusahaan dan turut
memperoleh bagian dari keuntungan perusahaan.
26
2. Persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham (the equitable
treatment of shareholders). Dalam hal ini terutama kepada pemegang
saham minoritas dan pemegang saham asing, dengan keterbukaan
informasi yang penting serta melarang pembagian untuk pihak sendiri
dan perdagangan saham orang dalam (insider trading).
3. Peran stakeholders yang terkait dengan perusahaan (the role of
shareholders). Peranan pemegang saham harus diakui sebagaimana
ditetapkan oleh hukum dan kerjasama yang aktif antara perusahaan
serta para pemegang kepentingan dalam menciptakan kekayaan,
lapangan kerja dan perusahaan yang sehat dari aspek keuangan.
4. Keterbukaan
dan
transparansi
(disclosure
and
transparency).
Pengungkapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta transparansi
mengenai semua hal yang penting bagi kinerja perusahaan,
kepemilikan serta pemegang kepentingan (shareholders).
5. Akuntabilitas dan komisaris (the responsibilities of the board).
Tanggung jawab pengurus dalam manajemen, pengawasan manajemen
serta pertanggungjawaban kepada perusahaan dan pemegang saham.
2.5
Pengertian Mekanisme Corporate Governance
Mekanisme merupakan cara kerja sesuatu secara tersistem untuk
memenuhi persyaratan tertentu (Wahyuningtyas,2010). Mekanisme corporate
governance merupakan suatu prosedur dan hubungan yang jelas antara pihak yang
27
mengambil keputusan dengan pihak yang melakukan kontrol atau pengawasan
terhadap keputusan (Ningsaptiti,2010).
Menurut Bruce (2011), “the effect of Corporate Governance using a
performance measure directly linked to the production process as the core
of a business organization is it efficient operation of resources to achieve
optimal outputs”
Dari pengertian di atas bahwa pengaruh corporate governance dengan
menggunakan ukuran kinerja secara langsung terkait dari sebuah organisasi bisnis
adalah untuk mencapai output atau tujuan yang optimal.
Menurut Walsh dan Seward (1990) dalam Gunarsih (2003) terdapat dua
mekanisme corporate governance yaitu mekanisme pengendalian internal dan
eksternal perusahaan.
Mekanisme
internal
didesain untuk
menyamakan
kepentingan antara manajer dengan pemegang saham. Sedangkan mekanisme
eksternal adalah pengendalian perusahaan yang dilakukan oleh pasar. Mekanisme
internal dalam perusahaan antara lain struktur kepemilikan dan pengendalian yang
dilakukan oleh dewan komisaris dalam hal ini komposisi dewan (World Bank,
1999 dalam Boediono, 2005).
Mekanisme corporate governance seperti kepemilikan manajemen,
kepemilikan institusional, komposisi dewan komisaris independen, dan jumlah
anggota komite audit dipandang sebagai mekanisme control yang tepat untuk
mengurangi konflik keagenan (Rustiarini, 2010).
Menurut Kim dan Nofsinger (2009), mekanisme corporate governance
dibutuhkan agar agar aktivitas didalam sebuah organisasi dapat berjalan secara
sehat sesuai dengan arah yang ditetapkan. Mekanisme internal corporate
28
governance meliputi pemegang saham, rapat umum pemegang saham (RUPS),
dewan komisaris, dewan direksi dan manajemen.
Menurut Organization for Economic Co-Operation and Development
(OECD) ada enam komponen utama dari mekanisme corporate governance agar
konsep corporate governance dapat berjalan dengan baik yaitu :
1. Dasar keyakinan untuk menerapkan konsep corporate governance
yang efektif (penjelasan mengenai transparansi dalam laporan
keuangan seperti tanggung jawab perusahaan, fungsi pengawasan oleh
pihak manajemen perusahaan).
2. Hak dari para pemegang saham (shareholders) dimana perusahaan
harus melindungi kepentingan dari para pemegang saham.
3. Perlakuan yang sesuai terhadap para pemilik perusahaan baik pemilik
mayoritas dan minoritas seperti hak untuk meminta informasi penting
berkaitan dengan perusahaan.
4. Peran dari para pemilik dalam mekanisme corporate governance
seperti hak yang dimiliki oleh pemilik terhadap transfer-wealth yang
harus dilakukan oleh manajemen perusahaan.
5. Transparansi dan pengungkapan yang memadai dalam laporan
keuangan.
6. Tanggung jawab dari para direktur (board of directors).
29
2.6
Pengertian Efektivitas
Sebelum membahas tentang pengertian efektivitas, terlebih dahulu harus
kita ketahui bahwa kata efektivitas berasal dari bahasa inggris effect yang berarti
akibat, dari kata effect ini berkembang suatu istilah yaitu effective. Effective
diartikan sebagai suatu yang berakibat, jadi bila seseorang bekerja secara efektif,
hal ini karena orang tersebut mengharapkan apa yang dikerjakannya menghasilkan
akibat yang dikehendaki. Akibat yang dikehendaki tersebut adalah akibat-akibat
yang telah direncanakan terlebih dahulu kemudian dijadikan tujuan seseorang
dalam mengerjakan sesuatu, begitu juga dengan organisasi. Pengertian efektivitas
organisasi biasanya diartikan sebagai keberhasilan yang dicapai oleh suatu
organisasi dalam usahanya mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Berikut ini adalah pengertian efektivitas menurut Gie (2000:131) yang
mengemukakan bahwa pengertian efektivitas adalah :
“Kata efektif berarti terjadinya efek atau akibat yang dikehendaki dalam suatu
perbuatan. Setiap pekerjaan yang efektif dan efisien, karena dilihat dari hasil
tujuan atau akibat yang dikehendaki dengan perbuatan ini telah mencapai bahkan
secara maksimal (mutu dan jumlahnya). Setiap pekerjaan yang efektif belum tentu
efisien, karena hasil dapat tercapai apabila dengan penghamburan tenaga dan
waktu”.
Menurut Amsyah (2005:130) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
efektivitas adalah :
“Efektivitas adalah kegiatan mulai dengan adanya fakta kegiatan sehingga
menjadi data, baik yang berasal dari hubungan dan transaksi internal dan eksternal
maupun berasal dari hubungan antar unit dan di dalam unit itu sendiri”.
Dari berbagai pendapat di atas maka dapat disimpulkan efektivitas
merupakan kemampuan suatu organisasi untuk memperoleh dan memanfaatkan
30
sumber daya yang ada sebaik mungkin dalam usahanya mencapai tujuan
organisasi. Suatu unit dapat dikatakan sebagai tolok ukur keberhasilan organisasi
dalam mencapai tujuan organisasi tersebut yang berhubungan dengan hasil operasi
perusahaan.
2.7
Efektivitas Kerja
Efektivitas kerja merupakan suatu masalah yang kompleks. Ada banyak
pengertian tentang efektivitas tetapi ciri yang sama dari berbagai pengertian yang
diberikan yaitu menyangkut keberhasilan suatu kegiatan yang dilakukan dalam
suatu organisasi Nahdiyan (2012).
Efek secara umum dapat diartikan sebagai dampak atau akibat. Efektivitas
terdiri dari gabungan dua kata yaitu efek dan aktivitas. Pengertian efek adalah
dampak yang terjadi sedangkan aktivitas berarti tindakan (aksi) atau kegiatan
yang dilakukan secara rutin pada waktu tertentu. Jadi arti sederhana dari
efektivitas adalah dampak atau akibat dari tindakan yang dilakukan secara rutin
pada waktu tertentu.
2.7.1 Pengertian Efektivitas Kerja
Suatu organisasi selalu berupaya untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya. Dalam usaha mencapai tujuan itu, efektivitas kerja
karyawan sangat diperlukan karena keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai
tujuannya sangat tergantung dari efektivitas kerja karyawan yang bekerja di
dalamnya.
31
Sebelum membahas pengertian efektivitas kerja, terlebih dahulu
mengetahui pengertian kerja. Pengertian kerja menurut Gie (2000:108) adalah :
“Keseluruhan pelaksanaan aktivitas-aktivitas jasmaniah dan rohaniah yang
dilakukan manajemen untuk mencapai tujuan tertentu yang berhubungan dengan
kelangsungan hidup”.
Sedangkan menurut Hasibuan (2007:94) mengemukakan bahwa yang
dimaksud kerja adalah :
“Kerja adalah pengorbanan jasa, jasmani dan pikiran untuk menghasilkan
barang-barang atau jasa-jasa dengan memperoleh imbalan prestasi tertentu”.
Berdasarkan kedua pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
kerja merupakan suatu usaha yang dikehendaki untuk mencapai tujuan tertentu
atau dapat juga dikatakan apabila seorang karyawan yang melakukan suatu
kegiatan atau aktivitas dengan menggunakan tenaga, baik jasmani maupun rohani
untuk mencapai sasaran.
Setelah mengetahui pengertian kerja menurut para ahli, berikut adalah
pengertian efektivitas kerja menurut Gie (2000:108), yaitu :
“Efektivitas kerja manusia adalah keadaan atau keberhasilan sesuatu kerja
yang dilakukan oleh manusia untuk memberikan guna yang diharapkan”.
Sedangkan
pengertian
efektivitas
kerja
menurut
Argris
dalam
Tangkilisan (2005:139), yaitu :
“Efektivitas kerja adalah keseimbangan atau pendekatan optimal pada
pencapaian tujuan, kemampuan dan pemanfaatan tenaga manusia. Jadi konsep
tingkat efektivitas menunjukan pada tingkat seberapa jauh organisasi
melaksanakan kegiatan atau fungsi-fungsi sehingga tujuan yang telah ditetapkan
dapat tercapai dengan menggunakan secara optimal alat-alat dan sumber-sumber
yang ada”.
32
Berikut ini adalah pengertian efektivitas kerja ditinjau dari ketetapan
waktu menurut Siagian (2009), yaitu:
“Efektivitas kerja adalah penyelesaian pekerjaan tepat waktu yang telah
ditentukan artinya pelaksanaan suatu pekerjaan dinilai baik atau tidak sangat
bergantung pada penyelesaian tugas tersebut, bagaimana cara melaksanakan dan
berapa biaya yang dikeluarkan untuk itu”.
Dari pengertian di atas, terdapat empat hal yang menonjol dalam unsur
efektivitas kerja, yaitu :
1. Pencapaian tujuan, yaitu suatu kegiatan dikatakan efektif apabila dapat
mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya.
2. Ketepatan waktu, yaitu suatu kegiatan dikatakan efektif apabila
penyelesaian atau tercapai tujuan sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.
3. Manfaat, yaitu suatu kegiatan dikatakan efektif apabila tujuan itu
memberikan
manfaat
bagi
masyarakat
setempat
sesuai
dengan
kebutuhannya.
4. Hasil, yaitu suatu kegiatan dikatakan efektif apabila kegiatan tersebut
mendatangkan hasil.
Berdasarkan pendapat ahli di atas mengenai efektivitas kerja secara
keseluruhan dapat disimpulkan, bahwa efektivitas kerja merupakan suatu
keberhasilan pelaksanaan seluruh program kerja dengan pencapaian tujuan,
ketepatan waktu, manfaat dan hasil yang sempurna sesuai dengan rencana yang
telah ditetapkan, sehingga tujuan awal perusahaan dapat tercapai.
33
2.7.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Kerja
Organisasi selalu berusaha untuk meningkatkan efektivitas kerja guna
dapat mencapai tujuannya, keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan sangat
ditentukan oleh kemampuan para pegawai yang secara hirarki menjalankan tugas
dan tanggung jawabnya. Efektivitas kerja karyawan erat hubungannya dengan
kinerja karyawan itu sendiri dan akan menentukan tingkat keberhasilan organisasi
dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Menurut Mangkuprawira dan Hubeis (2007:155), bahwa kinerja
seseorang dalam rangka mencapai efektivitas kerja ditentukan oleh :
1. Personal, meliputi unsur pengetahuan keterampilan, kemampuan,
kepercayaan diri, motivasi dan komitmen yang dimiliki tiap individu
karyawan.
2. Kepemimpinan, meliputi aspek kualitas manajer dan team leader
dalam memberikan dorongan, semangat arahan dan dukungan kerja
kepada karyawan.
3. Tim, meliputi kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh
rekan satu tim kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kepercayaan
terhadap sesama anggota tim, kekompakan dan keeratan anggota tim.
4. Sistem meliputi sistem kerja, fasilitas kerja atau instruktur yang
diberikan oleh organisasi, proses organisasi dan kultur kinerja dalam
organisasi.
5. Konstektual (situasional), meliputi tekanan dan perubahan lingkungan
eksternal dan internal.
34
Menurut
Steers (2005:151)
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
efektivitas kerja yaitu :
1. Karakteristik Organisasi
Karakteristik organisasi terdiri dari struktur dan teknologi organisasi.
Struktur yang dimaksud adalah hubungan yang relatif tetap sifatnya,
seperti dijumpai dalam organisasi sehubungan dengan susunan sumber
daya manusia. Struktur meliputi bagaimana cara organisasi menyusun
orang-orang
atau
mengelompokan
orang-orang
di
dalam
menyelesaikan pekerjaan sedangkan yang dimaksud teknologi adalah
mekanisme suatu perusahaan untuk mengubah bahan baku menjadi
barang jadi.
2. Karakteristik Pekerja
Pada
kenyataannya,
para
karyawan
atau
pekerja
perusahaan
merupakan faktor pengaruh yang paling penting atas efektivitas karena
perilaku merekalah yang dalam jangka panjang akan merupakan
sumber daya yang langsung berhubungan dengan pengelolaan semua
sumber daya yang ada di dalam organisasi, oleh sebab itu perilaku
pekerja sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan organisasi.
3. Kebijakan dan Praktek Manajemen
Makin rumitnya proses teknologi dan kejamnya lingkungan, maka
peranan manajemen dalam mengkoordinasi orang dan proses demi
keberhasilan organisasi semakin sulit. Kebijaksanaan dan praktek
manajemen dapat mempengaruhi atau dapat merintangi pencapaian
35
tujuan,
ini tergantung
bagaimana kebijaksanaan dan praktek
manajemen dalam tanggung jawab terhadap para karyawan dan
organisasi.
Menurut Siagian (2009:40), bahwa kinerja seseorang ditentukan oleh
tiga faktor utama, yaitu :
1. Motivasi
2. Kemampuan
3. Ketepatan Penugasan
Dari faktor tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Motivasi adalah daya dorong yang dimiliki, baik secara intrinsik
maupun ekstrisik yang membuatnya mau dan rela untuk bekerja sekuat
tenaga dengan mengerahkan segala kemampuan yang ada demi
keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan.
2. Kemampuan yang bersifat fisik dan ini lebih diperlukan oleh karyawan
yang dalam pelaksanaan tugasnya lebih banyak menggunakan fisik. Di
lain pihak, ada kemampuan yang bersifat mental intelektual yang lebih
banyak
dituntut
oleh
penyelesaian
tugas
pekerjaan
dengan
menggunakan otak. Sudah tentu mereka yang lebih banyak
menggunakan fisik tetap harus menggunakan otak dan sebaliknya,
mereka yang lebih banyak menggunakan otak tetap dituntut untuk
memiliki kemampuan fisik.
3. Dalam dunia manajemen ada ungkapan yang mengatakan bahwa
“tidak ada karyawan yang bodoh, yang bodoh adalah para manajer
36
yang tidak mengenali secara tepat pengetahuan, keterampilan,
kemampuan, bakat dan minat para bawahannya”. Memang telah
terbukti bahwa dengan penempatan yang tepat, kinerja seseorang akan
sesuai dengan harapan dan tuntutan organisasi untuk mencapai tujuan.
Dari faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas kerja yang dikemukakan
oleh beberapa ahli di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi efektivitas kerja antara lain adanya koordinasi atau
kerjasama, pengawasan, perincian tugas, pertimbangan biaya, waktu dan sarana,
kemampuan, pembuatan keputusan, penetapan tujuan, pemberian dukungan dan
ketepatan penugasan, yang hal ini perlu untuk dipertimbangkan dan dilakukan
dalam setiap organisasi agar setiap karyawan ada rasa senang dan puas dalam
menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya untuk
mencapai tujuan.
2.7.3 Kriteria-kriteria Efektivitas Kerja
Efektivitas kerja karyawan yang tinggi sangat diperlukan oleh organisasi
dalam mencapai tujuan. Adapun manfaat dari efektivitas kerja karyawan antara
lain: para karyawan mempunyai kepuasan kerja, prestasi kerja karyawan, adanya
disiplin kerja dan kepatuhan terhadap peraturan kerja, dengan kondisi yang
demikian lebih mudah bagi organisasi untuk menggerakan pegawai dalam
mengolah sumber daya secara optimal.
Sebaliknya apabila efektivitas kerja karyawan rendah sulit bagi organisasi
untuk mencapai tujuan organisasi, ini dikarenakan unsur-unsur efektivitas kerja
37
rendah, meskipun sumber daya dan sarana yang mendukung pelaksanaan kerja
telah tersedia namun proses pelaksanaan pekerjaan tidak akan berjalan lancar.
Menurut Gibson et al. (2005:141) mengatakan bahwa efektivitas dapat
diukur sebagai berikut :
1. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai
2. Kejelasan strategi pencapaian tujuan
3. Proses analisis dan perumusan kebijaksanaan yang mantap
4. Perencanaan yang matang
5. Penyusunan program yang tepat
6. Tersedianya sarana dan prasarana
7. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik
Menurut Amsyah (2005:131) menyebutkan tolok ukur efektivitas kerja
sebagai berikut :
1. Volume pekerjaan
2. Akurasi hasil pengolahan
3. Tepat waktu
4. Peningkatan biaya
Menurut Hasibuan (2007), efektivitas merupakan suatu keadaan
keberhasilan kerja yang sempurna sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Hal ini
dilakukan agar dapat menjamin suatu keberhasilan usaha dalam meningkatkan
efektivitas kerja karyawan dalam suatu organisasi perlunya pengaruh dari struktur
organisasi sehingga dapat menimbulkan kuantitas kerja, kualitas kerja dan
pemanfaatan waktu.
38
1. Kuantitas kerja, merupakan volume kerja yang dihasilkan dibawah
kondisi normal. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya beban kerja dan
keadaan yang didapat atau dialaminya selama bekerja. Setiap
perusahaan akan selalu berusaha agar efektivitas kerja dari
karyawannya dapat ditingkatkan. Oleh karena itu, suatu perusahaan
selalu berusaha agar setiap karyawannya memiliki moral kerja yang
tinggi.
2. Kualitas kerja, merupakan sikap yang ditunjukkan oleh karyawan
berupa hasil kerja dalam bentuk kerapian, ketelitian dan keterkaitan
hasil dengan tidak mengabaikan volume pekerjaan di dalam
mengerjakan pekerjaan.
3. Pemanfaatan waktu, setiap karyawan juga harus dapat menggunakan
waktu seefisien mungkin, terutama dengan cara datang tepat waktu ke
kantor dan berusaha untuk menyelesaikan tugas sebaik-baiknya dengan
memanfaatkan waktu selama penggunaan masa kerja yang disesuaikan
dengan kebijakan perusahaan.
Berdasarkan uraian di atas, penulis menyimpulkan yang dimaksud
efektivitas kerja adalah keberhasilan pelaksanaan seluruh program kerja yang
menjadi tugas dan tanggung jawab para pegawai sehingga mencapai hasil yang
sama atau lebih besar dari sasaran yang telah ditentukan, melalui kriteria
efektivitas kerja meliputi: waktu, produktivitas, kepuasan kerja, semangat kerja,
kemampuan menyesuaikan diri, kedisiplinan, hubungan kerjasama, perlengkapan
dan fasilitas, pengawasan dan evaluasi kerja.
39
Untuk memperjelas kriteria-kriteria efektivitas kerja tersebut, dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. Waktu
Tepat waktu adalah disiplin karyawan. Dalam penilaian waktu kerja
biasanya dilakukan dengan absensi kehadiran karyawan dan ketepatan
waktu dalam menyelesaikan suatu pekerjaan merupakan faktor utama.
Semakin lama tugas yang dibebankan itu dikerjakan, maka semakin
banyak tugas lain menyusul dan hal ini akan memperkecil tingkat
efektivitas kerja karena memakan waktu yang tidak sedikit.
2. Produktivitas
Menurut Hasibuan (2007:94) produktivitas merupakan perbandingan
hasil keluaran (output) yang dicapai dengan masukan (input) yang
diberikan. Jadi, efektivitas kerja mengandung pengertian perbandingan
antara hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja per satuan
waktu. Produktivitas kerja adalah suatu kemampuan untuk melakukan
kegiatan yang menghasilkan suatu produk atau hasil kerja dari sumbersumber daya (man, money, material and machine) yang ada dalam
organisasi sesuai dengan mutu yang ditetapkan dalam waktu yang
lebih singkat dari seorang tenaga kerja yang pada akhirnya tercapai
tujuan organisasi, ini berarti efektivitas kerja tercapai.
3. Kepuasan kerja
Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual.
Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda
40
sesuai dengan sistem nilai-nilai yang berlaku pada dirinya. Makin
tinggi persepsinya terhadap kegiatan yang sesuai dengan keinginan.
Dengan
demikian,
kepuasan
merupakan
evaluasi
yang
menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak
senang, puas atau tidak puas dalam bekerja.
4. Semangat kerja
Kecenderungan anggota organisasi berusaha lebih keras mencapai
tujuan dan sasaran organisasi termasuk perasaan terikat. Semangat
kerja adalah gejala kelompok yang melibatkan kerjasama dan perasaan
memiliki. Masalah semangat kerja adalah masalah yang sangat penting
untuk dipecahkan oleh setiap manajemen dalam rangka menciptakan
kerjasama pegawai untuk mencapai tujuan organisasi. Semangat
merupakan pendorong utama untuk mempengaruhi orang lain dan
secara sadar maupun tidak sadar semangat akan menyebabkan “sugesti
diri” secara otomatis. Sewaktu kita memberikan semangat pada orang
lain, kita juga akan terpengaruh dengan sendirinya. Semangat dapat
menyelesaikan masalah kehidupan karena semangat merupakan salah
satu emosi terbesar yang secara otomatis akan membuat kita memiliki
pandangan yang positif.
5. Kedisiplinan
Banyak orang memberikan pengertian bahwa kedisiplinan adalah
apabila karyawan selalu dan datang serta pulang tepat pada waktunya.
Disiplin terutama ditinjau dari perspektif organisasi dapat dirumuskan
41
sebagai ketaatan setiap anggota organisasi terhadap semua aturan yang
berlaku di dalam organisasi tersebut yaitu terwujud melalui sikap,
perilaku dan perbuatan yang baik sehingga tercipta keteraturan,
keharmonisan, tidak ada perselisihan serta keadaan-keadaan baik
lainnya. Menegakkan suatu kedisplinan penting bagi suatu organisasi
sebab dengan kedisiplinan itu dapat diharapkan sebagian besar dari
peraturan-peraturan itu ditaati oleh karyawannya. Dengan demikian,
adanya kedisplinan tersebut, dapat diharapkan pekerjaan akan
dilakukan seefektif dan seefisien mungkin.
6. Perlengkapan dan Fasilitas
Perlengkapan dan fasilitas kerja merupakan suatu bentuk pelayanan
perusahaan terhadap karyawan agar menunjang kinerja dalam
memenuhi kebutuhan kerja karyawan, sehingga dapat meningkatkan
produktivitas kerja karyawan. Fasilitas yang kurang lengkap akan
mempengaruhi kelancaran karyawan dalam bekerja. Adanya fasilitas
kerja yang disediakan juga akan mempengaruhi dalam pencapaian
tujuan atau hasil yang diharapkan.
7. Pengawasan
Pengawasan adalah suatu proses kegiatan yang merupakan salah satu
fungsi manajemen, umumnya dilakukan oleh pimpinan untuk
mencegah terjadinya
penyimpangan,
mengevaluasi pelaksanaan
pekerjaan dan mengadakan tindakan perbaikan apabila diperlukan
dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana
42
yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan adanya pengawasan maka
kinerja karyawan dapat terus terpantau dan hal ini dapat memperkecil
risiko kesalahan dalam pelaksanaan tugas.
8. Evaluasi kerja
Evaluasi kerja adalah suatu proses yang digunakan pimpinan untuk
menentukan apakah karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan
tugas dan tanggungjawabnya. Manajer memberikan dorongan, bantuan
dan
informasi
kepada
bawahan,
sebaliknya
bawahan
harus
melaksanakan tugas dengan baik dan menyelesaikannya. Hal ini
dilakukan untuk menjamin pencapaian sasaran dan tujuan perusahaan
terutama jika terjadi keterlambatan atau penyimpangan. Dengan
demikian, evaluasi kerja dapat dikatakan sebagai suatu sistem dan cara
penilaian pencapaian hasil kerja individu karyawan, unit kerja maupun
organisasi secara keseluruhan.
2.8
Konsep Pengiriman Barang
Menurut Mulyadi (2001:201), sistem pengiriman barang merupakan suatu
kegiatan mengirim barang dikarenakan adanya penjualan barang dagang. Penjualan
terdiri dari transaksi penjualan barang atau jasa, baik secara tunai atau kredit.
Secara umum pengirman barang merupakan mempersiapkan pengiriman fisik
barang dari gudang ketempat tujuan yang disesuakan dengan dokumen pemesanan
dan pengiriman serta dalam kondisi yang sesuai dengan persyaratan penanganan
barangnya.
43
2.8.1 Sistem dan Prosedur Pengiriman Barang
Sebelum melakukan pengiriman, aktivitas yang dilakukan setelah barang
disiapkan adalah pengepakan (pack) dan pemilahan (sortasi). Packaging
dilakukan secara sendiri-sendiri atau digabungkan untuk kenyamanan/keamanan
barang. Sedangkan sortasi adalah mengumpulan picking atau packaging ke rute
yang benar dan harus membandingkan antara kapasitas dan rute yang akan dilalui.
(Logistik Indonesia 2010, diakses pada tanggal 8 Oktober 2015)
Yang terpenting dilakukan didalam proses pack dan sortasi adalah:
1. Adanya alamat/label untuk per tujuan
2. Mengurangi waktu pencarian dalam packaging
3. Pengelompokan antara karton, boxes atau pcs
4. Memberikan label khusus untuk packaging boxes
5. Menghitung jumlah
6. Mengelompokan packaging kedalam alur keberangkatan yang benar
2.9
Peranan Satuan Pengawasan Internal dan Mekanisme Corporate
Governance dalam menunjang Efektivitas Kerja
Sebagaimana telah dibahas sebelumnya tentang pengertian satuan
pengawasan internal, mekanisme corporate governance dan efektivitas kerja,
bahwa ketiganya berfungsi sebagai alat yang mempermudah pimpinan perusahaan
dalam melaksanakan aktivitas perusahaan. Dalam hal ini perlu diketahui
bagaimana peranan yang ada antara ketiga pengertian tersebut, agar dapat
44
diketahui letak dan peranan satuan pengawasan internal dan mekanisme corporate
governance dalam menunjang efektivitas kerja.
Oleh karena itu, dalam usaha meningkatkan pengendalian internal
perusahaan yang efektif dan efisien untuk meminimalisasi hal-hal yang dapat
merugikan perusahaan. Risiko pengendalian yang dimaksud merupakan
pengendalian atas risiko yang mungkin muncul dalam aktivitas perusahaan.
Risiko tersebut dapat terjadi karena kesalahan karyawan yang menangani suatu
aktivitas, kelemahan suatu sistem yang telah dibuat, kemajuan teknologi dan lain
sebagainya. Adanya pengendalian menjamin kebijakan dan pengarahanpengarahan manajemen menjadi cukup memadai (Christyanto,2011). Selain
independen, seorang auditor internal (SPI) dituntut untuk memiliki kompetensi
yang memadai agar dapat menjalankan fungsinya secara efektif. Fungsi audit
internal secara kolektif harus memiliki atau memperoleh pengetahuan,
keterampilan, dan kompetensi lainnya yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas
dan tanggung jawabnya (SPAP,2011).
Auditor Internal (SPI) juga harus dibekali dengan pengetahuan tertentu.
Pengetahuan tersebut dapat diperoleh dari pengalaman maupun pendidikan. Selain
pendidikan formal yang telah dimiliki, auditor internal harus mengikuti
pendidikan
tertentu
sesuai
dengan
bidang
yang
menjadi
tugasnya
(Tugiman,2006:48).
Satuan Pengawasan
lnternal
juga
bertugas
mengidentifikasi dan
menangani risiko pengendalian internal perusahaan karena Satuan Pengawasan
Internal (SPI) merupakan mata dan telinga pimpinan, Satuan Pengawasan Internal
45
(SPI) memberikan peranan penting untuk memberikan masukan dalam
perencanaan strategis bisnis dan peringatan dini atas masalah yang akan terjadi
dan dihadapi oleh perusahaan (Puspitawati,2002). Satuan Pengawasan Internal
membantu organisasi untuk mencapai tujuannya dengan menggunakan metode
yang sistematis disertai disiplin dalam mengevaluasi dan memperbaiki efektivitas
dari pengendalian internal dan proses governance.
Satuan Pengawasan Internal (SPI) berperan membantu organisasi untuk
mencapai tujuannya dalam mengevaluasi dan memperbaiki efektivitas kerja dari
pengendalian internal dan proses governance untuk menjaga aktivitas pekerjaan
yang baik, transparan, dapat dipertanggung jawabkan dan adil kepada seluruh
pemangku kepentingan (Priscilla,2012), dapat dikatakan apabila ketiga alat
tersebut berjalan bersama-sama dalam suatu perusahaan yang telah menjalankan
satuan pengawasan internal, mekanisme corporate governance baik maka
efektivitas kerja akan baik juga. Di pihak lain efektivitas kerja yang telah berjalan
harus ditunjang oleh satuan pengawasan internal dan mekanisme corporate
governance yang baik, agar efektivitas kerja dapat mencapai sasaran yang dapat
diandalkan, sehingga tujuan awal perusahaan dapat tercapai.
2.9
Kerangka Pemikiran
Satuan Pengawasan Internal
Pengertian Satuan Pengawasan Internal menurut Zarkasyi (2008:103)
adalah sebagai berikut:
“Satuan pengawasan internal merupakan pengawas internal yang
bertanggung jawab kepada Direktur Utama atau Direktur yang
46
membawahi tugas pengawas internal. Satuan pengawasan internal
mempunyai hubungan fungsional dengan Dewan Komisaris melalui
Komite Audit”.
Menurut Undang-undang RI No. 19 Tahun 2003 Pasal 67, “Satuan
Pengawasan Internal merupakan aparat pengawas internal perusahaan dipimpin
oleh seorang kepala yang bertanggung jawab kepada Direktur Utama”. Dari
pengertian di atas, penulis mendefinisikan bahwa satuan pengawasan internal
adalah unit internal yang bersifat independen dan berkedudukan langsung
dibawah Direktur Utama. Tugas Satuan Pengawasan Internal dilakukan dengan
tujuan-tujuan untuk dikonsultasikan dengan manajemen dan membantu anggota
organisasi dalam menjalankan tanggung jawabnya secara efektif (Prativi,2012).
Menurut Zarkasyi (2008:45), “Satuan pengawasan internal sangat besar
fungsinya terhadap perusahaan dalam membantu organisasi untuk
mencapai tujuannya, melalui suatu pendekatan yang sistematis dan teratur
untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektifitas pengelolaan risiko,
pengendalian dan proses governance”.
Mekanisme Corporate Governance
Mekanisme merupakan cara kerja sesuatu secara tersistem untuk
memenuhi persyaratan tertentu (Wahyuningtyas,2010). Mekanisme corporate
governance merupakan suatu prosedur dan hubungan yang jelas antara pihak yang
mengambil keputusan dengan pihak yang melakukan kontrol atau pengawasan
terhadap keputusan (Ningsaptiti,2010).
Menurut Bruce (2010), “the effect of Corporate Governance using a
performance measure directly linked to the production process as the core
of a business organization is it efficient operation of resources to achieve
optimal outputs”
47
Dari pengertian di atas bahwa pengaruh corporate governance dengan
menggunakan ukuran kinerja secara langsung terkait dari sebuah organisasi bisnis
adalah untuk mencapai output atau tujuan yang optimal.
Menurut Walsh dan Seward (1990) dalam Gunarsih (2003) terdapat dua
mekanisme corporate governance yaitu mekanisme pengendalian internal dan
eksternal perusahaan.
Mekanisme
internal
didesain
untuk
menyamakan
kepentingan antara manajer dengan pemegang saham. Sedangkan mekanisme
eksternal adalah pengendalian perusahaan yang dilakukan oleh pasar. Mekanisme
internal dalam perusahaan antara lain struktur kepemilikan dan pengendalian yang
dilakukan oleh dewan komisaris dalam hal ini komposisi dewan (World Bank,
1999 dalam Boediono, 2005).
Mekanisme corporate governance seperti kepemilikan manajemen,
kepemilikan institusional, komposisi dewan komisaris independen, dan jumlah
anggota komite audit dipandang sebagai mekanisme control yang tepat untuk
mengurangi konflik keagenan (Rustiarini, 2010).
Efektivitas Kerja
Menurut Emerson dalam Handayaningrat (1996) : “Effectiveness is a
measuring in term of attaining prescribed goals or objectives.” Pengertian di atas
dapat diartikan bahwa efektivitas yaitu bila sasaran atau tujuan telah tercapai
sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya adalah efektif, tetapi kalau tujuan
atau sasaran itu tidak selesai sesuai dengan waktu yang telah ditentukan maka
pekerjaan itu tidak efektif. Atau dengan kata lain efektivitas dapat diartikan
sebagai suatu upaya peningkatan untuk mencapai suatu tujuan secara tepat yang
48
ditimbulkan dari pengaruh suatu hal tertentu.
1. Tujuan dan Upaya-upaya Dalam Efektivitas Kerja
Tujuan dari efektivitas kerja yaitu :
1)
Mencegah dan mengurangi terjadinya tindakan-tindakan yang tidak
diharapkan dari karyawan yang dapat mengganggu jalannya pekerjaan.
2) Mencapai produktivitas yang tinggi, perusahaan harus dapat menimbulkan
semangat kerja yang tinggi dari karyawan.
3) Memproduksi lebih banyak keluaran (nilai rupiah dan unit jasa) dari setiap
masukan.
4) Mengembangkan rencana-rencana untuk mencapai tujuan-tujuan
Upaya yang dilakukan dalam meningkatkan efektivitas kerja antara lain :
a. Menetapkan standar-standar pelaksanaan kerja
Standar-standar pelaksanaan kerja harus ditetapkan untuk semua pekerjaan,
agar tanggungjawab dan apa yang diharapkan para karyawan jelas.
b. Merumuskan secara jelas tanggungjawab perusahaan
Bila tanggungjawab pekerjaan tidak jelas dan berubah-ubah, para karyawan
akan frustasi, hasilnya dapat berupa kualitas rendah.
c. Komitmen dengan implementasi
Harus mengimplementasikan segala yang akan menghasilkan peningkatan
produktivitas.
Penelitian ini memperkuat penelitian sebelumnya yang dilakukan Putra (2014).
Penelitian dilakukan pada PT. Kereta Api Indonesia Kantor Pusat Bandung, hasilnya
49
membuktikan bahwa Audit internal berpengaruh secara signifikan terhadap Pendeteksian
Kecurangan.
Sementara dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Pratami
(2012) yang menghasilkan adanya bahwa Mekanisme Corporate Governance
berpengaruh secara kuat terhadap Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, begitu pula
dengan penelitian yang dilakukan Citra (2013) dimana Mekanisme Corporate
Governance berpengaruh pada integritas laporan keuangan di BUMN Kota Padang. Good
Governance yang sejalan dengan penerapan Mekanisme Corporate Governance dalam
menunjang Efektivitas Kerja pada Proses Pengiriman Barang.
Sementara dengan penelitian sebelumnya Nurlisnawati (2015) bahwa audit
intern secara berpengaruh dan signifikan terhadap Efektivitas Kinerja Karyawan
pada PT Telkom Indonesia yang sejalan dengan penerapan Efektivitas Kerja pada
Proses Pengiriman Barang.
Dari
pernyataan
di
atas
dapat
disimpulkan
bahwa
sebenarnya
penyalahgunaan itu dapat dikurangi bahkan dicegah dengan cara membudayakan
iklim kejujuran, keterbukaan, dan saling membantu satu sama lain.
50
Rumusan masalah dan keterangan tersebut dapat digambarkan sebuah
paradigma sebagai berikut:
Satuan Pengawasan Internal
Kualifikasi Audit Internal (SPI)
Yang Memadai, menurut
Tugiman (2006:11) :
a.Independensi Audit Internal
b.Kompetensi Audit Internal
c.Program Audit Internal
d.Pelaksanaan Audit Internal
e.Laporan Hasil Audit Internal
f.Tindak Lanjut Audit Internal
H1
Efektivitas Kerja (Y)
H3
Mekanisme Corporate Governance
Menurut Tunggal dan Tunggal
(2002). Prinsip-prinsip dasar
yang diperhatikan dalam
corporate governance antara
lain:
1 Transparansi
2. Kewajaran
3. Akuntabilitas
4. Responsibilitas
5. Kemandirian
Menurut Siagian (2009)
unsur efektivitas kerja,
yaitu:
1.Pencapaian tujuan
2.Ketepatan waktu
3.Manfaat
4.Hasil
H2
KETERANGAN GARIS
: Hubungan secara
Parsial
: Hubungan secara
Simultan
Gambar 2.1
Bagan Kerangka Pemikiran
51
2.10
Hipotesis Penelitian
Menurut Sugiyono (2011) hipotesis adalah jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya
disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dari uraian diatas, penulis
mengemukakan suatu hipotesis, Bahwa :
H1:
Satuan Pengawasan Internal dapat berperan terhadap Efektivitas Kerja
pada proses pengiriman barang
H2:
Mekanisme Corporate Governance dapat berperan terhadap Efektivitas
Kerja pada proses pengiriman barang
H3:
Satuan Pengawasan Internal dan Mekanisme Corporate Governance dapat
berperan terhadap Efektivitas Kerja pada proses pengiriman barang
Download