BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seksualitas

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seksualitas adalah aspek kehidupan yang menjadi kebutuhan dasar
manusia. Teori Abraham Maslow menggambarkan kebutuhan manusia
sebagai hirearki, dan menempatkan seksualitas sebagai kebutuhan fisiologis
paling mendasar yang harus dipenuhi untuk mencapai standar derajat
kesehatan paling tinggi (Poston, 2009). Seksualitas dialami dan diekspresikan
salah satunya melalui sikap seksual (WHO, 2006). Sikap seksual sesorang
akan memengaruhi keputusan dan bentuk perilaku seksual yang dipilihnya
(Mercer et. al, 2013).
Pada narapidana, ekspresi dan pemenuhan kebutuhan seksual
mengalami hambatan untuk disalurkan. Kondisi tersebut akan berpengaruh
pada kecenderungan keputusan sikap individu (Campbell, 1950). Narapidana
yang menjalani masa hukuman di Lapas sering mengalami hambatan dalam
beradaptasi terhadap lingkungan penjara maupun dalam upaya memenuhi
kebutuhan-kebutuhan, baik kebutuhan biologis maupun psikologis. Cooke,
Baldwin, dan Howison (1990), menyatakan bahwa narapidana menghadapi
berbagai masalah, tidak hanya dari dalam lapas, tetapi juga dari luar lapas.
Narapidana mengalami pidana secara fisik dan pidana secara psikologis,
seperti hilangnya kebebasan individu, kasih sayang dari anak atau pasangan.
1
Pidana secara psikologis merupakan beban terberat bagi setiap
narapidana. Dampak psikologis dari pidana penjara salah satunya adalah lost
of heterosexual yaitu hilangnya naluri seks, kasih sayang, rasa aman bersama
keluarga (Harsono, 1995). Di antara para narapidana ada yang merasa kurang
nyaman karena ruangan sel yang cenderung sempit dan pengap, kebutuhan
seks yang tidak tersalurkan, terpisah dari keluarga dan lain sebagainya
(Sudirohusodo,
2002).
Kondisi
tersebut
menimbulkan
prisonisasi
(prizonization). Sykes (1958) dengan “Pain of imprisontment theory”
mengatakan bahwa pada hakikatnya prisonisasi terbentuk sebagai respon
terhadap penyesuaian-penyesuaian masalah yang dimunculkan sebagai akibat
pidana penjara itu sendiri dengan segala bentuk perampasan (deprivation).
Pidana penjara tidak hanya mengakibatkan perampasan kemerdekaan, tetapi
juga menimbulkan akibat negatif terhadap hal-hal yang berhubungan dengan
dirampasnya kemerdekaan itu sendiri (Arief, 2005).
Studi homoseksual di penjara pernah dilakukan oleh Helen M.
Eigenberg dalam Laksono (2009) yang menitikberatkan pada proses-proses
terjadinya perubahan orientasi seks di penjara pria. Pria yang awalnya
memiliki orientasi seks yang heteroseksual berubah menjadi homoseksual.
Isolasi yang lama karena disekap dalam penjara itu mengakibatkan efek-efek
antara lain; praktek-praktek homoseksual berkembang (Kartini Kartono,
1992). Homoseksualitas di dalam kehidupan masyarakat dianggap sebagai
sesuatu yang tabu dan kontroversial, namun di penjara hal itu menjadi biasa.
2
Sebuah penelitian empiris di US Amerika menyebutkan bahwa sekitar
seperlima dari narapidana laki-laki melaporkan pernah mengalami kekerasan
seksual di penjara (Struckman et.al, 1996). Studi yang sama juga dilakukan
pada tahanan wanita dan didapatkan hasil 8-27 persen wanita melaporkan hal
yang sama saat disurvey (Struckman et.al, 2002). Berdasarkan data Bureu of
Justice Statistic (2013) yang dilakukan pada 233 penjara negara, 358 penjara
lokal dan 15 penjara khusus yang dilakukan dalam kurun waktu tahun 20112012 menemukan bahwa 4,0% narapidana pada penjara negeri dan 3,2% pada
penjara federal telah menjadi korban seksual oleh sesama narapidana maupun
staf selama periode 12 bulan. Penelitian lain menemukan bahwa satu dari 5
narapidana di 14 penjara telah mengalami pelecehan seksual oleh narapidana
lainnya selama 6 bulan sebelumnya (Wolff et.al.2010). Penelitian mengenai
gambaran perilaku seks narapidana di lembaga pemasyarakatan kelas II A
muara padang (Febrian, 2010) menemukan bahwa 57,6% narapidana memiliki
tindakan beresiko terhadap penyimpangan seks.
Beberapa penelitian yang telah di lakukan sebelumnya menyebutkan
bahwa religiusitas memiliki hubungan yang lebih kuat pada sikap positif
dibandingkan pada sikap negatif. Religiusitas juga memiliki efek signifikan
pada perilaku yang merusak (Starrels & Holm, 2000) serta memberikan efek
positif pada masalah
perilaku seperti
merokok, konsumsi
alkohol,
diskriminasi, dan aktivitas seksual yang beresiko (Parcel &Dufur, 2001).
Selain itu, religiusitas memiliki peran positif dalam pola psikologi, sosial serta
perilaku seseorang terutama pada kelompok minoritas dan imigran (Kang dan
3
Laura F. Romo, 2011), serta berhubungan dengan menurunnya frekuensi
aktivitas seksual serta menurunnya jumlah pasangan untuk melakukan
aktivitas seksual (Gold, 2010). Penelitian oleh Atkinson & Bourrat (2011)
menunjukkan bahwa tingkat reeligiusitas seseorang akan berpengaruh pada
kepercayaan personal, kepercayaan terhadap tuhan dan neraka, serta
berhubungan kuat dengan sikap menghindari aktivitas seksual yang
menyimpang.
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Wirogunan Yogyakarta
merupakan Lapas terbesar yang ada di Provinsi DIY dengan total penghuni
313 orang narapidana. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah
dilakukan oleh peneliti, pembinaan agama menjadi salah satu program
pembinaan utama di Lapas kelas II A Yogyakarta selain pembinaan skill.
Berbeda dengan Lapas lain di Indonesia, Lapas kelas II A Yogyakarta tidak
memberikan masa cuti kepada narapidana selama menjalani masa hukuman.
Kondisi ini tentu akan berefek pada pemilihan sikap oleh narapidana dalam
upaya mengadaptasikan kebutuhan seksualnya selama menjalani masa pidana
di Lapas. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih
lanjut mengenai hubungan tingkat religiusitas dengan sikap seksual
narapidana yang tinggal di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Yogyakarta.
4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut diatas, dapat
dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: “Apakah ada hubungan
antara tingkat religiusitas narapidana dengan sikap seksual narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum dari penelitian ini adalah:
Mengetahui hubungan
tingkat religiusitas dengan sikap seksual pada
narapidana yang tinggal di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Yogyakarta.
2. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:.
a. Mengetahui gambaran tingkat religiusitas narapidana di
Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Yogyakarta selama menjalani masa pidana.
b. Mengetahui
gambaran
sikap
seksual
narapidana
di
Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Yogyakarta selama menjalani masa pidana.
3. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan dan memerkaya
khasanah ilmu pengetahuan khususnya bidang kesehatan reproduksi untuk
kelompok rentan.
5
2. Manfaat Praktis
a. Bagi pihak Lembaga Pemasyarakatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tingkat
religiusitas narapidana, sikap seksual narapidana, serta hubungan antara tingkat
religiusitas dan sikap seksual pada narapidana. Selanjutnya, penelitian ini dapat
menjadi
salah
satu
acuan
bagi
Lembaga
Pemasyarakatan
untuk
memprediksikan kemungkinan terjadinya perilaku penyimpangan seksual serta
menjadi acuan dalam menentukan kebijakan sebagai bentuk upaya prevensi
guna meminimalkan kemungkinan terjadinya perilaku seksual menyimpang
pada narapidana.
b. Bagi Tenaga Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk meningkatkan
kualitas dan kuantitas layanan serta fasilitasi kesehatan pada narapidana.
c. Bagi Kalangan Akademik
Penelitian ini dapat menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya, terutama terkait
dengan
intervensi
spiritual
sebagai
bentuk
pengalihan
permasalahan
pemenuhan kebutuhan seksual yang dialami oleh narapidana.
d. Bagi Peneliti
Penelitian ini menjadi pengalaman yang sangat berharga yang melatih peneliti
dalam melakukan penelitian ilmiah. Selanjutnya, penelitian ini dapat menjadi
langkah awal yang memicu peneliti untuk melakukan penelitian-penelitian
selanjutnya.
6
4. Keaslian Penelitian
Penelitian terkait dengan hubungan tingkat religiusitas dengan sikap telah
banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya. Akan tetapi, sejauh
pengetahuan peneliti selama ini penelitian yang telah ada berfokus pada
masyarakat secara umum, masyarakat korban bencana, maupun remaja
sebagai kelompok rentan terhadap sikap seksual menyimpang. Sedangkan,
penelitian terkait tingkat religiusitas yang memengaruhi sikap seksual pada
narapidana yang tinggal di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Yogyakarta belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian yang berhubungan
dengan penelitian ini adalah:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Herlina Widya Lestari dari Program
Pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Departemen Kriminologi
Universitas Indonesia pada tahun 2009 dengan judul “Upaya pemenuhan
kebutuhan seksual narapidana laki-laki di Rumah Tahanan Negara Klas I
Jakarta Pusat”. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan
menggunakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh oleh
peneliti dengan melakukan in depth interview, serta melakukan observasi
langsung di lokasi. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi pustaka
berbagai artikel, hasil penelitian, dan data lain yang relevan. Alat analisis
yang digunakan adalah teori hirearki maslow, konsep The Pains
Imprisonment Gresham M.Sykes dan konsep konjugal visit. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa upaya Rumah Tahanan Negara Klas I
Jakarta Pusat untuk memenuhi kebutuhan seksual ditempuh menggunakan
7
3 cara, yaitu; upaya formal dengan cara memberikan asimilasi,
pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, cuti bersyarat, dan cuti
mengunjungi keluarga; informal dengan memberikan kunjungan bagi
narapidana
dalam
rutan;
pemenuhan
menyimpang
yaitu
dengan
memberikan fasilitas ruang kunjungan yang bisa dipergunakan untuk
berhubungan seksual. Asimilasi dan cuti mengunjungi keluarga tidak
berjalan optimal. Pemenuhan informal menyimpang, masih ditemukan
narapidana menggunakan PSK untuk pemenuhan kebutuhan seksualnya.
Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah; 1.
metode penelitian yang digunakan kualitatif, sedangkan dalam penelitian
ini digunakan metode kuantitatif; 2. Sampel yang digunakan dalam
penelitian berbeda yaitu di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Yogyakarta; 3. Terdapat vareabel independent berupa pengukuran tingkat
religiusitas untuk diketahui hubungannya terhadap pemenuhan kebutuhan
seksual.
2. Penelitian yang dilakukan oleh L. Merotte (2012) dengan judul dengan
judul “Sexuality in Prison: Three Investigation Methods Analysis”.
Penelitian ini dilakukan di penjara Lille Perancis dengan narapidana lakilaki dan perempuan. Peneliti menggunakan tiga metode dalam
pengumpulan data. Metode pertama dengan warga binaan laki-laki yang
ditahan kurang dari 1 tahun dengan diberikan kuesioner yang diisi sendiri
oleh responden. Metode kedua diberikan kepada warga binaan laki-laki
yang ditahan lebih dari 1 tahun, kuesioner dibacakan dan dijelaskan
8
maksudnya kepada responden. Metode ketiga dilakukan di penjara wanita
untuk mengkaji status pernikahan dan hubungan keluarga dengan
interview. Hasil dari penelitian dengan metode pertama menunjukkan
bahwa 49% narapidana mengungkapkan mengalami perubahan orientasi
seksual, 10% mengalami penurunan minat seksual, terdapat 46%
narapidana yang melakukan masturbasi, 20% melakukan masturbasi sekali
setiap bulan, dan tidak ada yang melaporkan pernah melakukan hubungan
seksual di dalam penjara. Namun, diketahui 5% pernah melakukan
tindakan homoseksual. Metode kedua menghasilkan data 80% narapidana
menggunakan pornografi untuk menimbulkan fantasi, 25% pernah
melakukan perilaku seksual di ruang kunjungan, dan hanya 15%
narapidana yang tidak mengalami perubahan orientasi seksual. Metode
ketiga menunjukkan hasil 81% narapidana mengalami perubahan orientasi
seksual, 62% mengalami penurunan emosi, 19% pernah melakukan
hubungan homoseksual di penjara, 47% menyatakan alasan homoseksual
dikarenakan tidak ada laki-laki di sekitar mereka, dan 12% pernah
melakukan hubungan seksual dengan pasangan mereka di ruang
kunjungan. Perbedaan penelitian yang dilakukan adalah; 1. Karakteristik
sampel yang digunakan berbeda ditinjau dari lokasi dan budayanya; 2.
Terdapat tiga metode yang digunakan dalam penelitian, sementara
penelitian yang dilakukan oleh peneliti menggunakan satu metode yaitu
metode kuantitatif dengan kuesioner.
9
3. Penelitian yang dilakukan oleh Chau-Kiu Cheung dan Jerf Wai-Keung
Yeung (2010) dengan judul “Meta-analysis of relationships between
religiosity
and
constructive
and
destructive
behaviors
among
adolescents”. Penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
tingkat religiusitas dan perilaku konstruktif atau destruktif pada dewasa.
Penelitian dilakukan denagn menganalisis 40 penelitian terkait yang telah
ada sebelumnya melalui data base Social Sciences Citation Index, PsyInfo,
dan Medline dengan kata kunci “Religio” AND “Involvement” AND
“Adolescents OR Youths” AND “Behaviors OR Health Outcomes”. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan agama memiliki hubungan
yang positif terhadap perilaku konstruktif dan memiliki hubungan negatif
terhadap perilaku destruktif. Penelitian ini menggunakan meta analisis
sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti menggunakan deskriptif
korelasional. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti
adalah pada vareabel independen yang diukur yaitu tingkat religiusitas.
10
Download