BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Definisi

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Definisi Hipertensi
Seseorang dikatakan mengalami hipertensi apabila tekanan darah
sistolik > 140 mmHg dan diastolik > 90 mmHg (Rachman, 2011). Hipertensi
adalah keadaan peningkatan tekanan darah gejala yang akan berlanjut ke
suatu organ target seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner
(untuk pembuluh darah jantung) dan hipertrofi ventrikel kanan / left ventricle,
hypertrophy (untuk otot jantung) dengan target organ diotak berupa stroke,
hipertensi menjadi penyebab utama stroke yang membawa kematian (Bustan,
2007).
2. Klasifikasi Hipertensi
Secara klinis hipertensi dapat dikelompokan sesuai rekomendasi dari
“Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure” (Muchid, A., 2006)
sebagai berikut :
9
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah untuk dewasa umur ≥ 18 tahun
Klasifikasi tekanan darah
Normal
Tek darah sistolik
mm Hg
<120
Tek darah diastolic
mm Hg
<80
Prehipertensi
120-139
80-89
Hipertensi stage 1
140-159
90-99
Hipertensi stage 2
≥ 160
≥ 100
3. Jenis jenis hipertensi
a. Hipertensi esensial / primer
Tekanan darah meningkat disebabkan oleh beberapa faktor
sekaligus seperti keturunan, perubahan pada jantung dan pembuluh darah,
bertambahnya umur, juga stress psikologis (Martuti, A., 2009). Hipertensi
primer atau yang dikenal dengan hipertensi essensial atau idiopatik
merupakan kasus hipertensi terbanyak, yaitu sekitar 95% dari kejadian
hipertensi secara keseluruhan (Adrogué & Madias, 2007 dalam Widyasari,
D.F., & Candrasari, A., 2010).
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi yang penyebab spesifiknya sudah diketahui, seperti
gangguan pada ginjal, terganggunya keseimbangan hormon yang
merupakan faktor pengatur tekanan darah, pengaruh obat obatan seperti pil
KB, kortikosteroid, siklosporin, eritropeitin, kokain, penyalahgunaan
alkohol, kayu manis (dalam jumlah yang sangat besar) (Martuti, A., 2009).
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
4. Pengendalian Hipertensi
Hipertensi adalah memang penyakit yang berbahaya. Namun penyakit
hipertensi dapat dikontrol, untuk itu dibutuhkan pengendalian tekanan darah
yang tepat, salah satunya yaitu dengan memodifikasi gaya hidup. Oleh sebab
itu semua pasien hipertensi harus melakukan perubahan pola hidup
(therapeutic lifestylechanges), seperti berolahraga teratur, menurunkan berat
badan bagi yang kelebihan berat badan, berhenti merokok, mengurangi asupan
garam, dan lain-lain (Tedjasukmana, P., 2012).
Sutomo, B. (2009) mengelompokan menjadi 2
faktor risiko
hipertensi, yaitu faktor yang bisa diubah dan tidak bisa diubah.
a. Faktor risiko yang tidak bisa diubah
1. Ras
Suku berkulit hitam berisiko lebih tinggi terkena hipertensi (Sutomo,
B., 2009).
2. Usia
Hipertensi bisa terjadi pada semua usia. Tetapi semakin bertambahnya
usia seseorang, risiko terserang hipertensi semakin meningkat. Hal ini
terjadi akibat perubahan alami pada jantung, pembuluh darah, dan
hormon (Sutomo, B., 2009). Tingginya hipertensi sejalan dengan
bertambahnya umur, disebabkan oleh perubahan struktur pada
pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi lebih sempit dan
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku, sebagai akibat adalah
meningkatnya tekanan darah sistolik (Hardiman, A., 2006).
3. Riwayat keluarga
Hipertensi bisa diturunkan. Anak yang salah satu orangtuanya
mengidap hipertensi, memiliki risiko 25% menderita hipertensi juga.
Jika kedua orangtua hipertensi, 60% keturunannya mendapatkan
hipertensi (Sutomo, B., 2009). Riwayat keluarga dekat yang menderita
hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena
hipertensi, terutama pada hipertensi primer (esensial) (Hardiman, A.,
2006).
4. Jenis kelamin
Hipertensi banyak ditemukan pada laki-laki dewasa muda dan paruh
baya. Sebaliknya, hipertensi sering terjadi pada sebagian besar wanita
setelah berusia 55 tahun, atau yang mengalami menepouse (Sutomo,
B., 2009).
b.
Faktor risiko yang bisa dikendalikan dan di ubah (berupa pola hidup)
1. Status berat badan
Ada beberapa sebab mengapa kelebihan berat badan bisa memicu
hipertensi. Massa tubuh yang besar membutuhkan lebih banyak darah
untuk menyediakan oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Artinya,
darah yang mengalir dalam pembuluh darah semakin banyak sehingga
dinding arteri mendapatkan tekanan lebih besar. Tak hanya itu,
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
kelebihan berat badan membuat frekuensi denyut jantung dan kadar
insulin dalam darah meningkat. Kondisi ini menyebabkan tubuh
menahan natrium dan air.
Lemak jenuh dan lemak trans yang masuk ke dalam tubuh patut
diwaspadai. Konsumsi kedua lemak ini secara terus-menerus
menyebabkan penumpukan lemak di dalam pembuluh darah.
Akibatnya arteri menyempit dan perlu tekanan lebih besar untuk
mengalirkan darah ke seluruh tubuh (Sutomo, B., 2009).
Kegemukan (obesitas) adalah persentase abnormalitas lemak yang
dinyatakan dalam Indeks Masa Tubuh (Body Mass Index) yaitu
perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat dalam
meter (Kaplan dan Stamler, 1991 dalam Hardiman, A., 2006).
Nilai IMT dihitung menurut rumus :
Indeks Massa tubuh (IMT) =
Berat badan (kg)
Tinggi badan (m2)
Tabel 2.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (II\/IT) Menurut WHO
Indeks Massa Tubuh
(IMT) (Kg/cm2)
<16
16,00 -16,99
17,00 -18,49
18,50 -24,99
25,00 -29,99
30,00 -39,99
>40
Kategori
Kurus tingkat berat
Kurus tingkat ringan
Kurus ringan
Normal
Kelebihan berat badan tingkat 1
Kelebihan berat badan tingkat 2
Kelebihan berat badan tingkat 3
Sumber : WHO Exper Committee, 1996
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
Tabel 2.3 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) Orang Indonesia
IMT
(Kg/cm2)
< 17
Keadaan
Kategori
Kekurangan berat badan tingkat berat
17,0 - 18,5
18,5 -25,0
Kekurangan berat badan tingkat ringan
> 25,0 - <
Kelebihan berat badan tingkat rinqan
Kurus
Normal
Gemuk
27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat
> 27
Sumber: Oil. Gizi Oepkes RI Jakarta, 1994
2. Aktivitas fisik
Faktor ini merupakan salah satu langkah mengatasi faktor pertama dan
kedua. Jika seseorang kurang gerak, frekuensi denyut jantung menjadi
lebih tinggi sehigga memaksa jantung bekerja lebih keras setiap
kontraksi (Sutomo, B., 2009).
. a. Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan
pengeluaran tenaga/energi dan pembakaran energi. Aktivitas fisik
dikategorikan cukup apabila seseorang melakukan latihan fisik
atau olah raga selama 30 menit setiap hari atau minimal 3-5 hari
dalam seminggu (Mukti, A. G., 2012). Menurut Karim, F. (2002),
Bergerak/aktifitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang
meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi (pembakaran
Kalori). Dengan majunya dunia tehnologi memudahkan semua
kegiatan
sehingga
menyebabkan
kita
kurang
bergerak
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
(hypokinetic), seperti penggunaan remote kontrol, komputer, lift
dan tangga berjalan, tanpa dimbangi dengan aktifitas fisik yang
akan menimbilkan penyakit akibat kurang gerak
b.
Olahraga adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana dan
terstruktur, yang melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dan
ditujukan untuk meningkatkan kebugaran jasmani (Karim, F.,
2002). Olahraga yang teratur adalah olahraga yang dilakukan
dengan frekuensi 3 – 5 kali seminggu dengan selang waktu satu
hari istirahat (Mukti, A. G., 2012).
3. Konsumsi garam
a. Natrium
Beberapa orang lebih sensitive terhadap natrium. Tubuh mereka
akan menahan natrium di dalam tubuh sehingga terjadi retensi air
dan peningkatan tekanan darah. Usia pun
mempengaruhi
kemampuan tubuh menahan natrium. Semakin tua umur seseorang,
tubuhnya semakin sensitif terhadap natrium (Sutomo, B., 2009).
Data dari suatu penelitian meta analisis didapatkan bahwa, adanya
penurunan Na di dalam urine sebesar 1,8 gr per hari berbanding
lurus dengan penurunan tekanan darah; (1) sistolik sebesar 2
mmHg dan 1 mmHg untuk tekanan darah diastolik pada pasien
nonhipertensi, (2) 5 mmHg untuk tekanan darah sistolik dan 2,7
mmHg untuk tekanan darah diastolik pada pasien hipertensi. Dari
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
penelitian ini disimpulkan bahwa penurunan asupan natrium dapat
mencegah hipertensi (Janah, M., Sulastri, D., & Lestari, Y., 2013)
Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan
makan penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan
sulit dilaksanakan. Batasi sampai dengan kurang dari 5 gram (1
sendok teh) per hari pada saat memasak (Hardiman, A., 2006).
b. Penyedap rasa
Budiarso (2003), menyatakan bahwa sumber utama natrium atau
sodium di negara negara Barat adalah garam dapur. Akan tetapi di
Indonesia, disamping garam dapur dan ikan asin, sumber lain yang
lebih potensial adalah monosodium glutamate (MSG/Vetcin).
Kadar Natrium/sodium dalam 1 gram garam dapur setara dengan
kadar natrium/sodium yang terkandung dalam 3 gram (1 sendok
teh) MSG/Vetcin. Satu gram garam dapur membuat 1 mangkok
sop atau mie menjadi asin, Sebaliknya 3 gram MSG/Vetcin tidak
terasa asin, malah terasa lezat dan gurih. Sehingga secara tidak
sadar, bisa keracunan natrium atau sodium karena penambahan
MSG/Vetcin yang berlebih.
4. Manajemen Stres
Tekanan darah bisa sangat tinggi ketika stress datang, tetapi sifatnya
hanya sementara. Stres juga bisa memicu seseorang berperilaku buruk
yang bisa meningkatkan risiko hipertensi (Sutomo, B., 2009). Stres
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
adalah realitas kehidupan setiap hari yang tidak bisa dihindari, stres
atau
ketegangan
emosional
dapat
mempengaruhi
sistem
kardiovaskuler, khususnya hipertensi, dan stres dipercaya sebagai
faktor psikologis yang dapat meningkatkan tekanan darah (Muhlisin,
A., & Laksono, R.A., 2011). Stres adalah reaksi tubuh terhadap situasi
yang menimbulkan tekanan, perubahan, ketegangan emosi dan lain
lain (Sunaryo., 2002). Untuk itu dibutuhkan manajemen stress.
Memanajemen stres berarti Membuat perubahan dalam cara berpikir
dan mekanisme koping dalam menghadapi tekanan hidup dan cara
berperilaku dalam lingkungan ( Margiati, L.,(1999)).
Menurut Ibnu, I.F., & Saleh, U., ( 2010) untuk mencegah mengalami
stress, setidaknya ada 3 lapis.
a. Lapis pertama (primary prevention) dengan cara merubah cara kita
melakukan sesuatu. Untuk keperluan ini kita perlu memiliki skills
yang relevan, misalnya: skill mengatur waktu, skill menyalurkan,
skill mendelegasikan, skillmengorganisasikan, menata, dst.
b. Lapis
kedua
(Secondary
prevention),
strateginya
kita
menyiapkandiri menghadapi stressor, dengan cara exercise, diet,
rekreasi, istirahat , meditasi, dst.
c. Lapis
ketiga
(Tertiary
prevention),
strateginya
kita
menanganidampak stress yang terlanjur ada, kalau diperlukan
meminta bantuanjaringan supportive (social-network) ataupun
bantuan profesional.
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
5. Status merokok
Zat-zat kimia tembakau seperti nikotin dan karbonmonoksida dari asap
rokok, membuat jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah
(Sutomo, B., 2009). Dari segi kesehatan, pengaruh bahan-bahan kimia yang
dikandung rokok seperti nikotin, CO (karbonmonoksida) dan tar akan
memacu kerja dari susunan syaraf pusat dan susunan syaraf simpatis
sehingga mengakibatkan tekanan darah meningkat dan detak jantung
bertambah cepat, menstimulasi kanker dan berbagai penyakit lain
(Komalasari & Helmi, 2000 dalam Oroh, D.N., kandou, G.D.,& Malonda,
N.S., 2013).
6. Sindroma resistensi insulin atau sindroma metabolik
Faktor ini dipercaya para dokter sebagai faktor genetik. Glukosa hasil
sintesa makanan akan diangkut oleh darah ke seluruh tubuh lalu diubah
menjadi sumber energi. Agar glukosa bisa masuk ke dalam sel-sel
tubuh dibutuhkan insulin. Namun, ada beberapa orang yang kurang
mampu merespon insulin sehingga tubuh memproduksi lebih banyak
insulin. Lama-kelamaan, pankreas tidak mampu lagi mengatasi
resistensi insulin. Kondisi ini akan mengarah ke diabetes tipe II. Inilah
kenyataan mengapa diabetes sangat berkaitan dengan hipertensi
(Sutomo, B., 2009). Sindrom metabolik terutama disebabkan oleh
obesitas dan resistensi insulin. Pada obesitas, terjadi resistensi insulin
dan gangguan fungsi endotel pembuluh darah yang menyebabkan
vasokonstriksi dan reabsorbsi natrium di ginjal dan menyebabkan
hipertensi. (Haris, S., & Tambunan, T., 2009).
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
7. Kalium rendah
Kalium membantu tubuh menjaga keseimbangan jumlah natrium di
dalam cairan sel. Apabila tubuh kekurangan kalium, natrium yang
berlebihan di dalam tubuh tidak bisa dikeluarkan sehingga risiko
hipertensi meningkat (Sutomo, B., 2009).
8. Konsumsi minuman beralkohol
Sekitar 5-20% kasus hipertensi disebabkan oleh alkohol. Hubungan
alkohol dan hipertensi memang belum jelas. Tetapi penelitian
menyebutkan, risiko hipertensi meningkat dua kali lipat jika
mengonsumsi alkohol tiga gelas atau lebih (Sutomo, B., 2009).
Widyanto, F.C., (2013) penatalaksanaan hipertensi dapat dibedakan
menjadi 2, yaitu
1. Terapi Non farmakologis
Terapi non farmakologis dalam mengatasi hipertensi
ditekankan pada berbagai upaya berikut :
a. Mengatasi obesitas dengan menurunkan berat badan berlebih
b. Latihan fisik (olahraga) secara teratur
c. Pemberian kalium dalam bentuk makanan dengan konsumsi buah
dan sayur
d. Mengurangi asupan garam dan lemak jenuh
e. Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alcohol
f. Menciptakan keadaan rileks
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
2. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis dilakukan dengan menggunakan obat
anti hipertensi yang secara khusus diharapkan :
a. Mempunyai bioavailabilitas yang tinggi dan konsisten sehingga
evektifitasnya dapat diperkirakan ( predictable)
b. Mempunyai waktu paruh (plasma elimination half-life) yang
panjang sehingga diharapkan mempunyai efek pengendalian
tekanan darah yang panjang pula
c. Smooth onset of action dengan kadar puncak plasma setelah 6 –
12 jam untuk mengurangi kemungkinan efek mendadak seperti
takikardia
d. Mengingatkan survival dengan menurunkan risiko gagal jantung
dan mengurangi recurrent (serangan balik) infark miokard
Beberapa obat yang digunakan dalam penanganan hipertensi dengan
farmakologis :
a. Diuretik thiazide
Diuretik thiazide biasanya merupakan obat pertama yang diberikan
untuk mengobati hipertensi. Diuretik membantu ginjal membuang
garam dan air, yang akan mengurangi volume cairan di seluruh
tubuh
sehingga
menurunkan
tekanan
darah.
Diuretik
juga
menyebabkan hilangnya kalium melalu air kemih, sehingga kadang
diberikan tambahan kalium atau obat penahan kalium. Diuretik
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
sangat efektif pada orang kulit hitam, lanjut usia,kegemukan, dan
penderita gagal jantung atau penyakit ginjal menahun.
b. Penghambat andrenergik
Penghambat adrenergik merupakan sekelompok obat yang terdiri
dari a-blocker, b-bloker dan a-b-bloker labetalol. Obat ini
menghambat efek system saraf simpatis yang merupakan sistem
saraf yang dengan segera akan memberikan respon terhadap stres,
dengan cara meningkatkan tekanan darah. Obat jenis ini yang paling
sering digunakan adalah b-blocker, yang efektif diberikan pada klien
usia muda, klien dengan riwayat serangan jantung, klien dengan
denyut jantung yang cepat, angina pectoris (nyeri dada), dan sakit
kepala migren.
c.
ACE-inhibitor (angiotensin-converting enzyme)
ACE-inhibitor menyebabkan penurunan tekanan darah dengan cara
melebarkan arteri. Obat ini efektif diberikan pada orang kulit putih,
usia muda, klien gagal jantung, klien proteinuria karena penyakit
ginjal menahun atau penyakit ginjal diabetik, dan klien dengan
impotensi sebagai efek samping dari obat yang lain.
d. Angiotensin-II-bloker
Angiotensin-II-bloker menyebabkan penurunan tekanan darah
dengan suatu mekanisme yang mirip dengan ACE-inhibitor.
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
e. Antagonis kalsium
Penggunanaan
antagonis
kalsium
menyebabkan
melebarnya
pembuluh darah dengan mekanisme yang berbeda. Obat ini efektif
diberikan pada orang kulit hitam, lansia, klienangina pectoris (nyeri
dada), takikardi, dan sakit kepala migren. Contoh golongan obat
antagonis kalsium adalah nifedipine dengan kerja yang cepat dan
dapat diberikan per-oral (ditelan). Obat ini dapat menyebabkan
hipotensi, sehingga pemberiannya harus diawasi secara ketat.
f.
Vasodilator langsung
Vasodilator langsung menyebabkan melebarnya pembuluh darah.
Obat dari golongan ini hampir selalu digunakan sebagai tambahan
terhadap obat anti-hipertensi lainnya.
5. Tekanan darah
Tekanan darah adalah tekanan yang dihasikan oleh darah terhadap
pembuluh darah. Tekanan darah dipengaruhi oleh volume darah dan elastisitas
pembuluh darah. Peningkatan tekanan darah disebabkan peningkatan volume
darah atau penurunan elastisitas pembuluh darah. Sebaliknya penurunan volume
darah akan menurunkan tekanan darah (Ronny, Setiawan , & Fatimah S., 2008).
Tekanan darah normal (normotensif) sangat dibutuhkan untuk mengalirkan
darah ke seluruh tubuh, yaitu untuk mengangkut oksigen dan zat-zat gizi. Darah
mengalir melalui pembuluh darah dan memiliki kekuatan untuk menekan
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
dinding pembuluh darah tersebut, inilah yang disebut sebagai tekanan darah
(Martuti, A., 2009)
Martuti, A. (2009) terjadinya peningkatan tekanan darah dapat
disebabkan oleh hal-hal berikut :
a.
Meningkatkan kerja jantung yang memompa lebih kuat sehingga volume
cairan yang megalir setiap detik bertambah besar.
b.
Arteri besar kaku, tidak lentur sehingga pada saat jantung memompa darah
melalui arteri tersebut ia tidak dapat mengembang. Darah kemudian akan
mengalir melalui pembuluh yang lebih sempit sehingga tekanan naik.
Menebal dan kakunya dinding arteri pada orang usia lanjut, dapat terjadi
karena arteriosklerosis (penyumbatan pembuluh arteri). Peningkatan
tekanan darah juga mungkin terjadi oleh adanya rangsang saraf atau
hormone di dalam darah sehingga arteri kecil mengerut untuk sementara
waktu.
c. Pada penderita kelainan fungsi ginjal terjadi ketidakmampuan membuang
sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh
meningkat, sehingga tekanan darah juga naik.
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
B. Lansia
1. Definisi Lansia
Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab I Pasal 1 Ayat 2
yang berbunyi “lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60
(enampuluh) tahun ke atas”.
2. Batasan – batasan Lanjut Usia
Menurut World Health Organization (WHO) dalam Efendi, F., & Makhfudli.
(2009), lanjut usia antara lain :
a. Usia pertengahan (middle age) adalah kelompok usia 45 – 59 tahun
b. Lanjut usia (erderly) adalah kelompok usia 60 – 74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) adalah kelompok usia 75 – 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) adalah kelompok usia di atas 90 tahun.
3. Tipe Lansia
5 tipe kepribadian lansia menurut Kartinah, & Sudaryanto, A, (2008) sebagai
berikut:
a. Tipe Kepribadian Konstruktif (construction personalitiy)
Biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap
sampai sangat tua.
b. Tipe Kepribadian Mandiri (independent personality)
Pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi
jika pada masa lansia.
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
c. Tipe Kepribadian Tergantung (dependent personalitiy)
Pada tipe ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila
kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak
bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang
ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari
kedukaannya.
d. Tipe Kepribadian Bermusuhan (hostility personality)
Pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan
kehidupannya,
banyak
diperhitungkan
secara
keinginan
seksama
yang
sehingga
kadang-kadang
menyebabkan
tidak
kondisi
ekonominya menjadi morat-marit.
e. Tipe Kepribadian Kritik Diri (self hate personalitiy)
Pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya
sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.
Sedangkan bila dilihat dari tingkat kemandiriannya yang dinilai
berdasarkan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari (indeks
kemandirian katz), para lansia dapat digolongkan menjadi beberapa tipe
yaitu lansia mandiri sepenuhnya, lansia mandiri dengan bantuan langsung
keluargannya, lansia mandiri dengan bantuan
secara tidak langsung,
lansia dengan bantuan badan sosial, lansia di panti wredha, lansia yang di
rawat di rumah sakit, dan lansia dengan gangguan mental (Maryam, R.S.,
et al, 2008).
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
4. Tugas perkembangan lansia
Menurut Erikson dalam Maryam, R.S., et al, (2008), kesiapan lansia
untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap tugas perkembangan usia
lanjut di pengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada saat sebelumnya.
Apabila seseorang pada tahap tumbuh kembang sebelumnya
melakukan kegiatan sehari-hari dengan teratur dan baik serta membina
hubungan yang serasi dengan orang-orang di sekitarnya, maka pada usia lanjut
mereka akan tetap melakukan kegiatan yang biasa ia lakukakn pada tahap
perkembangan sebelumnya seperti olahraga, mengembangkan hobi bercocok
tanam, dan lain-lain.
Adapun tugas perkembangan pada lansia adalah sebagai berikut :
a. Mempersiapkan diri untuk kondisi menurun
b. Mempersiapkan diri unttuk pensiun
c. Membentuk hubungan baik dengan seusianya
d. Mempersiapkan kehidupan baru
e. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial/masyarakat secara
santai
f. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
5. Peran Keluarga dalam Perawatan Lansia
Dukungan dari keluarga merupakan unsur terpenting dalam
membantu individu menyelesaikan masalah (Tamher, S.,& Noorkasiani.,
2009). Keluarga memiliki beberapa fungsi dukungan antara lain dukungan
informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental, dukungan
emosional (Kresnawati, I., & Kartinah., 2010).
6. Kesehatan Lanjut Usia
Menurut Bustan (2007) dalam Simanullang, P., Suska, F., & Asfriyati.
(2011), secara umum kondisi fisik seseorang yang telah memasuki masa lanjut
usia mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa perubahan: (1)
perubahan penampilan pada bagian wajah, tangan, dan kulit, (2) perubahan
bagian dalam tubuh seperti sistem saraf: otak, isi perut: limpa,hati, (3)
perubahan panca indra: penglihatan,pendengaran, penciuman, perasa, dan (4)
perubahan motorik antara lain berkurangnya kekuatan, kecepatan di dalam
bergerak.
Selanjutnya menurut Bustan (2007) dalam Simanullang, P., Suska,
F., & Asfriyati. (2011), penyakit atau gangguan yang menonjol pada
kelompok lansia adalah: gangguan pembuluh darah (dari hipertensi sampai
stroke), gangguan metabolik (diabetes mellitus), gangguan persendian
(arthritis, encok dan terjatuh), gangguan psikososial (kurang penyesuaian diri
dan merasa tidak berfungsi lagi).
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
C. Kerangka Teori
Teori Hendrik L Blum (1974) menyatakan bahwa status kesehatan seseorang
dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu:
1.Lingkungan
2. perilaku
3. pelayanan kesehatan
4. keturunan
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
D. Kerangka Teori
Faktor risiko yang tidak bisa
diubah:
1. Ras
2. Usia
3. Riwayat keluarga
4. Jenis kelamin
+
Faktor risiko yang bisa
dikendalikan dan di ubah :
1. Status berat badan
2. Aktivitas fisik
3. konsumsi garam
4. manajemen stres
5. status merokok
6. Sindroma resistensi
insulin atau sindroma
metabolik
7. Kalium rendah
8. Konsumsi minuman
beralkohol
status tekanan darah
status kesehatan seseorang
dipengaruhi oleh faktor
yaitu:
1.Lingkungan
2. perilaku
3. pelayanan kesehatan
4. keturunan
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian
Ket : Tidak diteliti-------------------- (garis putus putus)
sumber : Sutomo, B. (2009), Hendrik L Blum dalam Siswanto, H. (2002).
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
E. Kerangka Konsep
Faktor risiko yang bisa
dikendalikan dan di ubah :
1.Status berat badan
2.Aktivitas fisik
status tekanan darah
3.konsumsi garam
4.Manajemen stres
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
F. Hipotesis
Hipotesis yang diangkat dalam penelitian ini penulis rumuskan dalam hipotesis
sebagai berikut :
1. Ada hubungan status berat badan lansia dengan hipertensi terhadap status
tekanan darah
2. Ada hubungan aktivitas fisik lansia dengan hipertensi terhadap
status
tekanan darah
3. Ada hubungan konsumsi garam lansia dengan hipertensi terhadap status
tekanan darah
4. Ada hubungan manajemeng stres lansia dengan hipertensi terhadap status
tekanan darah.
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
Download