STRATEGI KOMUNIKASI GURU DALAM PENANAMAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN AGAMA PADA ANAK PENYANDANG TUNAGRAHITA DI SLB-C TUNAS KASIH I KABUPATEN BOGOR Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I) Oleh : Rizqi Nurul Ilmi NIM: 109051000058 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H / 2013 M STRATEGI KOMUNIKASI GURU DALAM PENANAMAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN AGAMA PADA ANAK PENYANDANG TUNAGRAHITA DI SLB-C TUNAS KASIH I KABUPATEN BOGOR Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I.) Oleh: Rizqi Nurul Ilmi NIM : 109051000058 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H /2013 M LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. ABSTRAK RIZQI NURUL ILMI Strategi Komunikasi Guru Dalam Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Agama Pada Anak Penyandang Tunagrahita Di SLB-C Tunas Kasih I Kabupaten Bogor Strategi Komunikasi adalah paduan antara perencanaan komunikasi dengan manajemen komunikasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam mencapai tujuan tersebut perlu adanya strategi komunikasi yang mampu menunjukkan bagaimana operasionalnya secara praktis yang harus dilakukan, artinya pendekatan bisa berbeda sewaktu-waktu bergantung pada situasi dan kondisi. Alasan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui bagaimana dan dengan strategi komunikasi apa saja yang guru pergunakan untuk melakukan komunikasi dengan murid-murid SLB penyandang tunagrahita. Khususnya tentang bagaimana bentuk strategi komunikasi guru dalam proses penanaman nilai-nilai agama pada anak penyandang tunagrahita di SLB-C Tunas Kasih I Kabupaten Bogor.Komunikasi yang terjalin disini adalah komunikasi antarpribadi yang mana guru secara langsung berinteraksi dan mengajarkan berbagai pelajaran kepada murid penyandang tunagrahita. Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah: Apa bentuk strategi komunikasi yang digunakan guru dalam penanaman nilai-nilai agama pada anak penyandang tunagrahita? Bagaimana upaya guru dalam proses penanaman nilai-nilai agama pada anak penyandang tunagrahita? Dan apa saja faktor penentu keberhasilan komunikasi guru dalam penanaman nilai-nilai agama? Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif deskriptif analisis dimana penelitian ini akan mendeskripsikan apa saja fenomena yang didapatkan dan dihasilkan di lokasi penelitian. Adapun data-data diperoleh dengan cara pencarian melalui dokumentasi berupa data-data yang bersifat teoritis berupa buku, data-data, dari dokumen yang berupa catatan formal, jurnal, dan sebagainya yang bersangkutan dengan judul. Penelitian juga melakukan observasi langsung di SLB-C Tunas Kasih I Kabupaten Bogor, sebagai lokasi studi penelitian. Peneliti juga melakukan wawancara kebeberapa narasumber yang dianggap tepat dalam memberikan informasi. Teori yang penulis gunakan adalah:Teori interaksionisme simbolik dikembangkan oleh George Herbert Mead. Teori ini mengajarkan bahwa makna muncul sebagai hasil dari interaksi diantara manusia, baik secara verbal maupun non verbal. Kesimpulan dari penelitian ini adalah adanya bentuk strategi komunikasi yang digunakan oleh guru untuk mengajar kepada murid penyandang tunagrahita, cara atau strategi yang digunakan berupa metode ceramah yang mana guru terlihat lebih aktif untuk penanaman nilai-nilai agama islam pada anak penyandang tunagrahita di SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor. Komunikasi verbal dan non verbal juga digunakan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar. Adanya materi agama yang diajarkan kepada murid SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor, dan materi ajar pun disesuaikan dengan kondisi anak muridnya karena keterbatasan mental yang dimiliki menjadi upaya dan faktor penentu keberhasilan komunikasi guru dalam penanaman nilai-nilai agama pada anak penyandang tunagrahita di SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor. Kata kunci: Strategi, komunikasi, nilai-nilai pendidikan agama, tunagrahita. i KATA PENGANTAR Bismillahirrahmaanirrahiim. Alhamdulillahirabbil’aalamin, dengan penuh rasa syukur kehadirat Allah SWT tiada kalimat yang lebih pantas diucapkan kepada-Nya, karena Dia adalah Dzat yang telah memberikan Taufiq dan Hidayah-Nya serta memberikan banyak nikmat serta rizki kepada penulis, sehingga dengan izin Allah dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Strategi Komunikasi Guru dalam Penanaman Nilai-nilai Pendidikan Agama Pada Anak Penyandang Tunagrahitadi SLB-C Tunas Kasih I Kabupaten Bogor.” Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah curahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat-sahabatnya dan seluruh umatnya hingga hari akhir nanti. Penulisan skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta. Disamping itu penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bimbingan dan dorongan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini izinkan penulis untuk menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan partisipasinya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini, yang utama dari lubuk hari yang paling dalam penulis sampaikan rasa hormat dan ta’zim yang setinggi-tingginya kepada keluarga terutama kedua orang tua tercinta, ayahanda H. M. Bunyamin M.Pd dan ibunda Hj. Pujiati Prihatiningsih, yang senantiasa selalu mendo’akan ananda ii dalam sujudnya kepada Allah SWT, dan telah memberikan dukungan baik materil maupun imateriil.Semoga ayahanda dan ibunda selalu diberikan kesehatan dan kebahagian dunia dan akhirat oleh Allah SWT. Amin Syukur Alhamdulillah penulis bisa menyelesaikan skripsi ini mulai dari penelitian sampai pada penyusunannya, banyak sekali pihak-pihak yang membantu dan mendo’akan, sehingga penulis memberikan perhargaan yang tinggi dengan ucapan terima kasih yang tiada tara kepada: 1. Bapak Dr. Arief Subhan, M. A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Bapak Drs. Wahidin Saputra, M. A. selaku Pembantu Dekan Akademik, Bapak Drs. Mahmud Djalal, M. A. selaku Dekan Bidang Administrasi dan Keuangan, dan juga Bapak Drs. Study Rizal LK, M. A. Selaku Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Drs. Jumroni, M.Si selaku Ketua Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) dan Ibu Umi Musyarofah, MA. selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Dra. Rini L. Prihatini. M.Si selaku dosen pembimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Para Staff Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sudah melayani penulis dalam memenuhi literatur dari awal perkuliahan sampai akhir penulisan skripsi ini. 5. Dosen KPI yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama penulis menimba ilmu di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. iii 6. Adik-adikku tersayang, Lutfi Agustian, Januar Rivaldi, Nazqya Khalifatunnisa, dan seluruh saudara-saudaraku yang tidak dapat disebutkan satu persatu. 7. Ibu Nunung Djumarningsih, S.Pd selaku kepala sekolah SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor beserta guru-guru yang telah membantu dalam penyusunan skripsi penulis. 8. Anak-anak tunagrahita di SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor. 9. Teman-teman seperjuangan KPI 2009dan KPI B 2009. 10. Dimas Anugrah Dwisatria S. Kom. I dan Ruhiyanah S. Kom. I yang selalu mendampingi dan memberikan supportnya kepada penulis, baik dalam suka maupun duka. 11. Seluruh Pihak yang tidak bisa disebutkan seluruhnya yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Demikian, semoga Allah SWT memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan segala bantuannya. Kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat penulis harapkan karena penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kelemahan dan kekurangan. Harapan penulis semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya dan umumnya bagi teman-teman lainnya, dan dapat digunakan dengan sebaik-baiknya. Jakarta, 22 Agustus 2013 Rizqi Nurul Ilmi iv DAFTAR ISI ABSTRAK ......................................................................................................... i KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii DAFTAR ISI...................................................................................................... v DAFTAR TABEL ............................................................................................. viii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah................................................................ 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah............................................ 9 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 10 D. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 11 E. Sistematika Penulisan ................................................................... 12 BAB II TINJAUAN TEORI A. Strategi Komunikasi Guru ............................................................... 14 1. Pengertian Strategi ............................................................ 14 2. Pengertian Komunikasi ..................................................... 15 3. Bentuk-bentuk Komunikasi ............................................. 20 4. Pengertian Strategi Komunikasi ........................................ 23 5. Strategi Komunikasi Pendidikan ....................................... 24 6. Teori Interaksi Simbolik ................................................... 26 B. Nilai-nilai Agama Islam ................................................................. 28 1. Pengertian Nilai Pendidikan Agama Islam........................ 28 2. Metode Pendidikan Agama ............................................... 34 3. Metode Pendidikan Agama Islam Bagi Anak Tunagrahita ........................................................................ v 35 C. Gambaran Tentang Anak Berkebutuhan Khusus ......................... 38 1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus.......................... 38 2. Pengertian Tunagrahita ................................................... 41 3. Karakteristik Tunagrahita................................................ 42 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ......................................................................... 48 B. Lokasi Dan Jadwal Penelitian ....................................................... 49 C. Subyek Dan Objek Penelitian ....................................................... 50 D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 52 E. Sumber Data.................................................................................. 54 F. Fokus Pertanyaan Penelitian ......................................................... 55 G. Teknik Analisis Data..................................................................... 55 BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA PENELITIAN A. Gambaran Umum Sekolah SLB Tunas Kasih I Kab. Bogor........ B. 58 1. Sejarah Berdirinya SLB Tunas Kasih I ................................ 58 2. Visi, Misi, Tujuan Sekolah ........................................... 60 3. Struktur Organisasi SLB Tunas Kasih I ....................... 61 4. Keadaan Tenaga Pengajar SLB Tunas Kasih I ............ 62 5. Keadaan Siswa SLB Tuna Kasih I................................ 63 6. Keadaan Sarana Dan Prasarana SLB Tunas Kasih I ... 63 Hasil Dan Analisis Data Penelitian ........................................... 64 1. Bentuk Strategi Komunikasi Yang Digunakan Guru Dalam Penanaman Nilai-nilai Agama Pada Anak Tunagrahita .................................................................... vi 64 2. Upaya Guru Dalam Penanaman Nilai-nilai Agama Pada Anak Tunagrahita .................................................. 3. 71 Faktor Penentu Keberhasilan Guru Dalam Penanaman Nilai-nilai Agama Pada Anak Tunagrahita ................... 80 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................... 84 B. Saran. .................................................................................. 85 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN vii DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Murid Tunagrahita Yang Sedang Mendapatkan Pengetahuan Agama Secara Verbal, Guru Juga Menggunakan Metode Ceramah ................................................................................ 66 Gambar 2. Murid Tunagrahita Yang Sedang Diberi Arahan Dengan Menggunakan Sistem Isyarat Bahasa Indonesia ................... 66 Gambar 3. Contoh Sistem Isyarat Bahasa Indonesia Huruf Vokal .......... 67 Gambar 4. Murid Tunagrahita Yang Sedang Dibimbing Secara Perorangan, Dimaksudkan Karena Anak Tunagrahita Memiliki Kemampuan Yang Terbatas ....................................................................... 68 Gambar 5. Murid Tunagrahita Yang Sedang Dianjarkan Kesenian Angklung Dengan Musik Keagamaan, Ini Merupakan Salah Satu Bentuk Komunikasi Nonverbal ..................................... 68 Gambar 6. Murid Tunagrahita Yang Sedang Diberi Arahan Tentang Tata Cara Sholat, Ini Merupakan Salah Satu Bentuk Komunikasi Nonverbal Dengan Menggunakan Gambar ........................... 69 Gambar 7. Murid Tunagrahita Yang Sedang Mendapatkan Pengetahuan Agama .................................................................................... 74 Gambar 8. Murid Tunagrahita Yang Sedang Berolahraga Guna Kebiasaan Hidup Sehat Dalam Proses Penanaman Nilai-nilai Agama Islam .......................................................................... 76 Gambar 9. Doa Sebelum Dan Sesudah Belajar Merupakan Rutinitas Murid Tunagrahita Yang Harus Dilakukan Sebagai Bentuk Ibadah Kepada Allah SWT ............................................................... 78 Gambar 10. Murid Tunagrahita Yang Sedang Mempraktekkan Tata Cara Berwudhu .............................................................................. 78 Gambar 11. Murid Tunagrahita Yang Sedang Mempraktekkan Tata Cara Shalat Yang Dibimbing Oleh Gurunya.......................... 79 Gambar 12. Murid Tunagrahita Yang Sedang Salim Gurunya, Merupakan Bentuk Penanaman Nilai-nilai Agama Islam Yaitu Kesopanan Terhadap Guru ....................................................................... viii 83 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang aktifitas kesehariannya melakukan hubungan komunikasi, baik itu komunikasi yang lazim digunakan menurut daerah masing-masing maupun komunikasi yang sudah mengikuti aturan-aturan secara ilmiah yang sudah dipelajari dibangku perkuliahan. Komunikasi pada dasarnya adalah proses penyampaian dan penerimaan lambang-lambang (pesan) yang mengandung arti/makna antara komunikator dan komunikannya, dengan tujuan mewujudkan kesamaan makna dan kebersamaan.1 Sebagai bagian dari keseharian manusia, komunikasi senantiasa digunakan sebagai dasar dalam membangun hubungan timbal balik antara satu orang dengan orang yang lain di lingkungannya untuk mencapai pengertian yang sama. Komunikasi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, tidak mengenal batas usia, waktu, bahkan tempat. Kapanpun, dimanapun, dan bersama siapapun manusia pasti akan selalu berkomunikasi. Agar komunikasi berlangsung efektif dan informasi yang disampaikan oleh komunikator dapat diterima dan dipahami dengan baik oleh komunikan, maka seorang komunikator perlu menetapkan pola komunikasi yang baik pula.2 Dalam kehidupan manusia, komunikasi semakin dirasakan keberadaannya. Hasrat dasar manusialah yang menjadikan manusia itu membutuhkan komunikasi dengan lawan/manusia lainnya. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh 1 2 Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007). h. 1-2. Asnawir dan Basyirudin Usman, Media Pembelajaran, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hal. 31. 1 2 Wilbur Shcramm, bahwa komunikasi didasarkan atas kesangkutpautan (relationship). Kesangkutpautan ini biasa terjadi antara dua orang atau lebih. Berkaitan dengan fungsi komunikasi dalam pendidikan, yakni sebagai pengalihan ilmu pengetahuan sehingga mendorong perkembangan intelektual, pembentuk watak dan pendidikan keterampilan dan kemahiran yang diperlukan pada semua bidang kehidupan.3 Komunikasi pendidikan adalah komunikasi antara guru sebagai komunikator dan murid sebagai komunikan. Dalam bidang pendidikan melibatkan komunikasi antara guru dan murid, maka satu sama lain dapat menyampaikan pesan, maksud dan tujuan menurut caranya masing-masing.4 Pesan yang disampaikan tersebut dapat direncanakan terlebih dahulu kepada murid selaku komunikan. Pihak komunikator atau guru dalam hal ini mengharapkan feedback dari komunikan atas ide-ide dan pesan-pesan yang disampaikan, sehingga dengan pesan disampaikan tersebut terjadilah perubahan sikap dan tingkah laku yang diharapkan. Seorang guru mengupayakan perubahan sikap peserta didik selaku komunikan dalam pembentukan kepribadian berdasarkan nilai-nilai tertentu yang disampaikan melalui proses kegiatan belajarmengajar (KBM). Begitu juga dengan sekolah SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor, setiap materi yang diberikan oleh guru terhadap murid tunagrahita diterima dengan hasil yang baik berupa jawaban pada setiap pertanyaan yang diberikan kepada murid tunagrahita walaupun dengan hanya gerakan nonverbal, misalnya menganggukkan kepala tanda bahwa mereka mengerti dan paham. Hal tersebut 3 H. A. Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, (Jakarta: Bumi Askara, 1997), h.11. 4 Yosal Iriantara dan Usep Syaripudin, Komunikasi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), h. 77. 3 terjadi karena guru di sana mengetahui kondisi setiap muridnya dan dibantu dengan bimbingan perorangan secara tatap muka. Adapun menyampaikan suatu pesan dalam berkomunikasi dapat digunakan dengan dua cara, yaitu: 1. Komunikasi verbal, yaitu komunikasi dengan menggunakan lambang bahasa, ini mencakup komunikasi dengan bahasa lisan maupun bahasa tulisan. 2. Komunikasi non verbal, yaitu komunikasi dengan menggunakan gejala yang menyangkut gerak-gerik, sikap, ekspresi wajah, pakaian yang bersifat simbolik, isyarat, dan gejala lain, yang tidak menggunakan bahasa lisan dan tulisan. Kedua cara penyampaian pesan di atas sama-sama efektif dalam penyampaiannya, hanya saja ditinjau dari segi waktu dan tempat proses komunikasi yang berlangsung.5 Seperti yang penulis lihat di sekolah tersebut ketika guru menyampaikan pelajaran kepada murid tunagrahita, guru secara langsung berkomunikasi dengan metode ceramah. Artinya guru aktif berbicara di depan kelas kemudian dibantu dengan bahasa isyarat dan juga dibantu dengan bimbingan perorangan setiap murid tunagrahita. Tindakan komunikasi juga dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Bicara secara tatap muka, berbicara di depan kelas dalam proses belajar mengajar, berbicara melalui telepon, menulis surat kepada seseorang, sekelompok orang atau organisasi, ini adalah contoh dari tindakan komunikasi langsung. Sementara yang termasuk tindakan komunikasi tidak langsung adalah komunikasi 5 Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), h. 92-94. 4 yang dilakukan secara perorangan tetapi melalui medium atau alat perantara tertentu. Misalnya penyampaian informasi melalui surat kabar, majalah, radio, TV, film, pertunjukan kesenian dan lain-lain.6 Seperti yang penulis lihat pada saat penelitian, adanya interaksi atau cara komunikasi yang baik antara guru dengan murid pada saat penyampaian dan penerimaan pesan dalam berkomunikasi di kelas. Misalnya saja ketika guru sedang menerangkan pelajaran, murid tunagrahita juga ikut mendengarkan dan menyambutnya dengan meanggukkan kepalanya. Dari hal kecil saja misalnya guru mengucapkan salam, murid tunagrahita juga bisa menjawabnya karena sudah biasa dilakukan dan ditanamkan sejak awal masuk sekolah oleh gurunya. Dalam agama islam penanaman nilai-nilai agama merupakan hal yang sangat penting, terutama dalam menghadapi era globalisasi. Penanaman nilai-nilai tersebut penting untuk semua anak muslim baik anak berkebutuhan umum maupun anak berkebutuhan khusus (ABK), khususnya anak penyandang tunagrahita. Untuk menunjukkan pentingnya nilai-nilai agama dalam kehidupan manusia, Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW dan menjadikannya suri tauladan yang baik bagi umat manusia. Penanaman nilai-nilai pendidikan agama islam juga selalu ditanamkan dan diberikan kepada murid tunagrahita di SLB-C Tunas Kasih I Kabupaten Bogor, antara lain yaitu adanya jadwal pelajaran agama pada hari jum’at dengan materi tentang doa sehari-hari, tatacara wudhu, sholat, dan beribadah yang lainnya. Di sana Juga diajarkan bagaimana cara berakhlak yang baik serta mengucapkan salam sebelum/sesudah melakukan kegiatan belajar mengajar (KBM). 6 Sasa Djuarsa Sendjaja, Pengantar Komunikasi, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1993), cet. Ke-4, h.2. 5 Sebelum menuju pembahasan tentang tunagrahita, akan dijelaskan terlebih dahulu tentang anak berkelainan atau anak berkebutuhan khusus. Istilah berkelainan dikonotasikan sebagai sesuatu yang menyimpang dari rata-rata umumnya. Penyimpangan tersebut mempunyai nilai lebih atau kurang, baik dalam hal fisik, mental maupun karakteristik perilaku sosialnya. Anak berkebutuhan khusus yang memiliki kelainan dalam aspek fisik, meliputi kelainan indera penglihatan (tunanetra), kelainan indera pendengaran (tunarungu), kelainan kemampuan berbicara (tunawicara), dan kelainan fungsi anggota tubuh (tunadaksa). Kelainan dalam aspek mental meliputi tunagrahita dan anak jenius. Anak tunagrahita adalah anak yang memiliki, kelemahan mental sedangkan anak jenius adalah anak yang memiliki kelebihan dalam hal kecerdasan IQ. Anak yang memiliki kelainan dalam aspek sosial adalah anak yang memiliki kesulitan dalam menyesuaikan perilakunya terhadap lingkungan sekitarnya, anak yang termasuk dalam kelompok ini dikenal dengan sebutan tunalaras.7 Penelitian ini akan membahas anak berkelainan dalam aspek mental atau tunagrahita. Dalam pelaksanaannya pendidikan anak tunagrahita harus dikhususkan atau dibedakan dari anak-anak normal pada umumnya yaitu dengan diadakan bimbingan-bimbingan yang lebih khusus seperti bimbingan Islam. Pentingnya bimbingan Islam bagi anak tunagrahita yakni agar anak tunagrahita memiliki kepercayaan kepada Allah SWT, mereka dapat mengembangkan potensi diri dan mampu mengatasi persoalan yang dihadapinya sebagai perwujudan diri secara optimal dan mampu melakukan penyesuaian diri dengan lingkungannya, karena secara garis besar bimbingan agama islam adalah membantu individu 7 Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 3. 6 mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.8 Penanaman nilai-nilai agama bertujuan untuk menuntun siswa agar meniru akhlak yang ditujukan Allah melalui RasulNya dan siswa juga tidak mengalami penyimpangan perilaku, sehingga memiliki akhlak terpuji. Suatu perubahan terpuji menurut pandangan akal dan syara (hukum Islam) disebut akhlak yang baik.9 Untuk itu, komunikasi yang dijalankan perlu diatur dengan perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi, juga haruslah seimbang dengan intelektual, cita, rasa, karsa dan tingkah laku. Sehingga pesan yang disampaikan mudah dipahami, dan berjalan dengan baik. Seperti halnya yang penulis lihat pada saat penelitian berlangsung, adanya aktivitas nilai-nilai agama seperti dibiasakannya do’a bersama sebelum dan sesudah belajar dan pada saat aktivitas berlangsung lainnya. Namun hal ini berbeda bagi para penyandang tunagrahita, mereka memiliki keterbelakangan fisik dan mental. Sehingga sulit untuk mengapresiasikan apa yang mereka inginkan dalam lingkungan sosial. Dari keterbatasan kemampuan secara fisik dan mental, keadaan yang tidak normal yang disebabkan oleh penyakit atau cacat sejak lahir dapat membuat orang tersebut menjadi kurang memiliki kepercayaan diri, serta sulit untuk mengembangkan potensi diri. Anak tunagrahita secara umum mempunyai tingkat kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Selain itu juga mengalami hambatan terhadap perilaku adaptif selama masa perkembangan hidupnya dari 0 tahun hingga 18 tahun, sesuai dengan 8 Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2001), h. 35. 9 Hafidz Dasaki, Dkk, Dewan Redaksi EI, Ensiklopedia Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), cet. Ke-4, h.102. 7 batasan dari American Asociation on Mental Deficiency (AAMD). AAMD (1983) mengisyaratkan adanya kemampuan intelektual jika diukur dengan WISC-RIII, mempunyai skor IQ 70, dan mempunyai hambatan pada komponen yang tidak bersifat intelektual, yakni perilaku adaptif (adaptif behavior).10 Dalam kondisi apapun semua orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk buah hatinya, dengan memberikan perhatian dan kasih sayang yang membuat anak menjadi merasa aman. Bagi anak-anak tunagrahita, komunikasi juga merupakan hal yang sangat penting, mengingat cara berkomunikasi yang lumrah atau biasa tidak bisa mereka ikuti. Artinya komunikasi juga bisa dapat dilakukan oleh anak tunagrahita walaupun dengan segala keterbatasannya, dan dalam hal pelajaran yang mereka terima, tentu saja tidak sama dengan kebanyakan anak lainnya yang dapat belajar membaca, berhitung, pelajaran seni dan lain-lain yang didapatkan pada sekolah biasa. Mereka memang lahir dan hidup dalan kondisi kekurangan dan memiliki beragam kelainan, namun mereka berhak untuk mendapatkan kasih sayang, pengobatan, perawatan serta dapat mengembangkan kemampuannya secara optimal. Untuk itu dibutuhkan orang dan cara yang khusus agar dapat berkomunikasi dengan mereka, sehingga apa yang diharapkan yaitu komunikasi efektif akan terjadi meskipun dengan keterbatasan dan ketidaksempurnaan seseorang secara fisik. Orangtua yang memiliki anak berkelainan, dalam hal merawat, mengasuh, berinteraksi, dan berkomunikasi dengan anak penyandang cacattidaklah mudah dan sangat berbeda dengan anak-anak lain pada umumnya. Oleh karena itu banyak orang tua yang memiliki anak-anak dengan kekurangan ini akhirnya 10 Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus, (Bandung: PT. Refika Aditama,2006), h.15. 8 menitipkannya ke sekolah atau yayasan anak berkebutuhan khusus. Sekolah tersebut merupakan sekolah atau yayasan berbadan hukum dan bergerak dibidang sosial, baik milik pemerintah maupun milik swasta. Pemaparan di atas membuat penulis tertarik dan ingin meneliti tentang strategi komunikasi guru dalampenanaman nilai-nilai agama pada anak penyandang tunagrahita di SLB-C Tunas Kasih I Kabupaten Bogor. Karena sekolah ini sangat berperan penting bagi pembentukan dan perkembangan anak penyandang tunagrahita. Lembaga ini juga bertujuan untuk mengembangkan potensi dan kemampuan anak berkebutuhan khusus sekaligus merupakan salah satu wadah yang signifikan dalam membentuk sarana keagamaan pada diri seorang penyandang tunagrahita. Penulis melihat di SLB ini memiliki peranan penting dalam membina anak-anak yang menyandang tunagrahita dalam mengaktualisasikan nilai-nilai agama kepada muridnya agar mereka mampu mengenali dan merealisasikan tujuan dalam hidupnya sebagaimana umat Islam yang digariskan beribadah kepada Allah SWT. Karena pada masa anak-anak merupakan langkah awal dalam pembentukan kepribadian yang baik dengan cara memberikan penanaman nilai-nilai agama islam dalam proses pembelajarannya. Sekolah ini memiliki dominan siswa penyandang tunagrahita dan prestasi yang diraih juga cukup membanggakan. Di antaranya, juara I deklamasi putera A PORSENI SLB III sewilayah II Bogor tahun 1993, juara I tari daerah B puteri PORSENI SLB III sewilayah II Bogor tahun 1993, juara II lomba menyanyi siswa SLB A peringatan hari anak nasional Bogor tahun 1994, juara III solo putera A PORSENI SLB IV sewilayah II Bogor tahun 1996, juara II tari daerah C 9 PORSENI SLB IV sewilayah II Bogor tahun 1996, dan juara umum III tunanetra PORSENI SLB ke IV sewilayah II Bogor pada tahun 1996.11 Berdasarkan pemaparan di atas, akhirnya penulis tertarik untuk membahas dan mendalami skripsi yang berjudul: “Strategi Komunikasi Guru dalam Penanaman Nilai-nilai Pendidikan Agama Pada Anak Penyandang Tunagrahita di SLB-C Tunas Kasih I Kabupaten Bogor”. B. Batasan dan Rumusan Masalah Banyak hal yang dapat dibahas dalam strategi komunikasi penanaman nilai- nilai agama pada anak penyandang tunagrahita, akan tetapi agar pembahasan ini tidak meluas, dan tetap terarah, penulis tetap fokus pada ruang lingkupnya yaitu bentuk komunikasi yang digunakan antara guru dengan murid penyandang tunagrahita dalam penanaman nilai-nilai agama. Adapun rumusan masalahnya, sebagai berikut: 1. Apa bentuk strategi komunikasi yang digunakan guru dalam penanaman nilai-nilai agama pada anak penyandang tunagrahita? 2. Bagaimana upaya guru dalam penanaman nilai-nilai agama pada anak penyandang tunagrahita? 3. Apa faktor penentu keberhasilan guru dalam penanaman nilai-nilai agama pada anak tunagrahita? 11 Dokumen sekolah (lemari piala penghargan) SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor, 2001. 10 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian: 1. Mendeskripsikan dan menjelaskan bentuk komunikasi yang dilakukan oleh guru dalam penanaman nilai-nilai agama pada anak penyandang tunagrahita. 2. Mendeskripsikan dan menjelaskan upaya guru dalam penanaman nilainilai agama pada anak penyandang tunagrahita. 3. Mendeskripsikan dan menjelaskan faktor penentu keberhasilan komunikasi guru dalam penanaman nilai-nilai agama pada anak penyandang tunagrahita. Adapun penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat: a. Secara teoritis, diharapkan dapat memperkaya kajian ilmu komunikasi, karena dalam skripsi ini akan dibahas mengenai bagaimana strategi komunikasi yang baik terhadap anak-anak yang memiliki hambatan khusus tunagrahita. b. Secara akademis dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan penelitian melalui pendekatan ilmu komunikasi sebagai alat bantu utama pada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam. c. Secara Praktis diharapkan dapat menjadi acuan dan bahan pegangan bagi orang yang ingin mendalami ilmu komunikasi dan pendidikan, baik guru, orang tua, dan masyarakat dalam berkomunikasi terhadap anak-anak berkebutuhan khusus, khususnya anak tunagrahita. Sehingga pembaca dapat mengerti, berinteraksi dan lebih peduli terhadap mereka. 11 D. Tinjauan Pustaka Dalam menyusun karya ilmiah ini, penulis terlebih dahulu mengkaji karya ilmiah yang mempunyai judul hampir sama dengan yang akan penulis teliti. Dimaksudkan agar penelitian yang akan dilakukan berbeda permasalahannya dengan penelitian sebelumnya. Perlu diakui bahwa penulis banyak menemukan skripsi yang judulnya hampir sama dengan yang akan penulis lakukan, yang lebih mengarah kepada unsur komunikasi dan nilai-nilai pendidikan agama islam, dan agar lebih efektif penulis hanya mengambil beberapa tinjauan saja. Skripsi tersebut antara lain: 1. “Efektivitas Komunikasi Verbal dan Non Verbal Dalam Proses Pembinaan Akhlak Terhadap Anak Pra Sekolah Taman Kanak-Kanak Islam Al Istiqomah Tangerang”, yang disusun oleh Faridlatun Nikmah pada tahun 2009. Dalam skripsi ini membahas tentang gambaran keefektifan komunikasi verbal dan non verbal dalam proses pembinaan akhlak dan perkembangan seorang anak agar mendapatkan perubahan perilaku agama dan perilaku sosial di TKIT Al Istiqomah Tangerang. 2. “Pola Komunikasi Pramurawat Terhadap Anak Penyandang Cacat Ganda Majemuk Pada Proses Perawatan Di Wisma Tuna Ganda Palsigunung, Cimanggis-Depok”, yang disusun oleh Rezki Puji Lestari pada tahun 2012. Dalam skripsi ini membahas tentang bagaimana pola komunikasi yang digunakan oleh pramurawat dalam proses perawatan tuna ganda di Palsigunung, Depok. 3. “Upaya Guru Dalam Menanamkan Nilai-nilai Pendidikan Agama Islam Pada anak Penyandang Autis Di Sekolah Autis River Kids Malang”, 12 yang disusun oleh Dewi Imroatul Azizah pada tahun 2009. Dalam skripsi ini membahas tentang upaya apa saja yang dilakukan dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan agama islam pada anak penyandang autis di sekolah autis River kids Malang. Perbedaan ketiga penelitian diatas dengan penelitian yang akan penulis lakukan adalah dapat dilihat dari subjek, objek dan lokasi penelitian. Penelitian ini lebih mengarah kepada bentuk komunikasi yang digunakan oleh guru dalam penanaman nilai-nilai agama baik di dalam maupun di luar kelas, objek dan lokasi pun berbeda dengan penelitian sebelumnya, objek yang akan diteliti oleh penulis yaitu anak tunagrahita di SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor. E. Sistematika Penulisan Guna mengetahui gambaran yang jelas mengenai hal-hal yang diuraikan dalam penulisan ini, maka peneliti membagi sistematika penyusunan kedalam lima bab, masing-masing bab dibagi kedalam sub bab dengan perincian sebagai berikut: Bab I. Pendahuluan Merupakan bab pendahuluan yangberisi empat sub bab, antara lain: latar belakang masalah, batasan penelitian dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan. Bab II. Landasan Teoritis Landasan teoritis mengenai pengertian komunikasi, unsur-unsur komunikasi, bentuk-bentuk strategi komunikasi, dan teori interaksi simbolik. Lalu menjelaskan tentang pengertian nilai-nilai agama, pengertian anak penyandang 13 tunagrahita, serta strategi komunikasi pembelajaran untuk murid penyandang tunagrahita. Bab III. Metodologi Penelitian Bab ini merupakan penjelasan metode yang digunakan dalam penelitian. Meliputi lokasi dan jadwal penelitian, subjek dan objek penelitian, model penelitian, teknik pengumpulan data, sumber data, fokus pertanyaan penelitian, dan teknik analisis data. Bab IV. Temuan Dan Analisis Data Bab ini berisi sejarah berdirinya SLB-C Tunas Kasih I Kabupaten Bogor. Meliputi tujuan, visi dan misi, sarana dan prasarana, program kegiatan sekolah, dan struktur organisasi pendidik di SLB-C Tunas Kasih I Kabupaten Bogor. Lalu berisi temuan dan analisis data mengenai strategi komunikasi guru yang digunakan dalam penanaman nilai-nilai agama di SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor. Bab V. Penutup Berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan, sebagai kesimpulan jawaban masalah yang telah dipaparkan secara singkat, kemudian dilengkapi dengan saran-saran yang berkaitan dengan hasil temuan dalam penelitian yang dilakukan. BAB II TINJAUAN TEORI A. Strategi Komunikasi Guru 1. Pengertian Strategi Dalam kamus besar bahasa Indonesia, strategi adalah ilmu dan seni bagaimana menggunakan semua sumber daya bangsa-bangsa untuk melaksanakan kebijakan tertentu dalam keadaan perang dan damai atau rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.1 Onong Uchjana Effendi mengatakan, strategi pada hakekatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen untuk mencapai suatu tujuan.2 Sedangkan menurut William F. Glueck bahwa strategi adalah rencana yang dipersatukan, komprehesif terintegrasi yang menghubungkan keunggulan strategi perusahaan atau lembaga terhadap tantangan lingkungan dan yang dirancang untuk meyakinkan bahwa sasaran dasar perusahaan akan dicapai dengan pelaksanaan tepat oleh organisasi itu.3 Berbeda dengan Syarif Usman, mendefinisikan strategi yaitu sebagai kebijaksanaan menggerakkan dan membimbing seluruh potensi (kekuatan, daya, dan kemampuan) bangsa untuk mencapai kemakmuran dan kebahagiaan. 4 Dalam suatu organisasi, kesuksesan sangat ditentukan oleh strategi yang digunakan oleh organisasi atau lembaga tersebut. Jika strategi yang digunakan sesuai dan baik 1 Departemen Pendidikan Nasional RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2004), edisi III, h. 1092. 2 Onong Uchjana Effendi, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1992), cet. Ke-4, h. 32. 3 William F. Glueck, Manajemen Strategis dan Kebijakan Perusahaan, (Jakarta: Erlangga, 1987), edisi II, h. 24. 4 Syarif Usman, Strategi Pembangunan Indonesia dan Pembangunan dalam Islam, (Jakarta: Firma Djakarta), cet. Ke-1, h. 6. 14 15 maka hasilnya pun akan mudah tercapai, sebaliknya jika strategi salah aturan atau kurang efektif, maka hasilnya pun kemungkinan besar akan gagal dan tidak menuju sasaran. Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa strategi itu adalah cara yang tepat untuk memperoleh hasil yang memuaskan dalam mencapai suatu tujuan tertentu. 2. Pengertian Komunikasi Kata atau istilah “komunikasi” merupakan terjemahan dari bahasa Inggris Communication yang dikembangkan di Amerika Serikat dan komunikasipun berasal dari unsur persurat kabaran, yakni Journalism. Adapun definisi komunikasi dapat dilihat dari dua sudut, yaitu: dari sudut bahasa (etimologi) dan dari sudut istilah (terminologi). Pengertian komunikasi secara etimologi ini memberi pengertian bahwa komunikasi yang dilakukan hendaknya dengan lambang-lambang atau bahasa yang mempunyai kesamaan arti antara orang yang memberi pesan dengan orang yang menerima pesan. Jadi jika komunikasi itu menggunakan lambang atau bahasanya tidak dimengerti oleh yang menerima, maka bukanlah komunikasi yang efektif. Bahasa bisa saja sama, tetapi maknanya mungkin berbeda. Contoh: kata “cokot”, dalam bahasa Jawa berarti “gigit”, dalam bahasa Sunda berarti “ambil”. Selama orang yang memberi pesan dengan yang menerima pesan tidak menyamakan maknanya, maka tidaklah terjadi komunikasi yang komunikatif. 5 Secara etimologi atau bahasa, menurut Onong Uchjana Effendy kata komunikasi berasal dari bahasa Latin yaitu communication yang berarti sama atau 5 Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Pers, 2007), h. 19-20. 16 sama makna mengenai suatu hal. Komunikasi akan berlangsung apabila antara komunikan dan komunikator terdapat kesamaan makna mengenai suatu hal yang dikomunikasikan.6 Menurut Deddy Mulyana, kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris dari kata Latin communis yang berarti sama, communico, communicatio, atau communicare yang berarti membuat sama (to make common). Istilah communis adalah istilah yang paling sering disebut sebagai asal-usul kata komunikasi yang merupakan akar kata dari bahasa Latin yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama.7 Sedangkan secara terminologi komunikasi merupakan proses menyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Adapun menurut Carl I Hovland, komunikasi adalah proses dimana seorang individu mengoper stimuli (biasanya lambang kata-kata) untuk merubah tingkah laku individu lainnya.8 Berbeda dengan kutipan Alo Liliweri dari Saundra Hibels dan Richard L. Weafer II, bahwa komunikasi merupakan setiap proses pertukaran informasi, gagasan, dan perasaan. Proses itu meliputi informasi yang disampaikan tidak hanya lisan dan tulisan, tetapi juga dengan bahasa tubuh, gaya maupun penampilan diri, atau menggunakan alat bantu di sekeliling kita untuk memperkaya sebuah pesan.9 6 Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1992), cet. Ke-22, h. 6. 7 Dedy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), h. 46 8 Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1992), cet. Ke-22, h. 3-4. 9 Alo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta: Lkis, 2003), h.3. 17 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa seseorang yang berkomunikasi berarti mengharapkan orang lain ikut berpartisipasi atau bertindak sesuai dengan tujuan, dalam kegiatan komunikasi harus memiliki kesamaan arti dan harus samasama mengetahui hal yang dikomunikasikan. Baik dengan lambang bahasa maupun dengan isyarat, gambar, gaya, yang antara keduanya sudah terdapat kesamaan makna. Jika tidak demikian, maka kegiatan komunikasi tersebut tidak akan berlangsung dengan baik. Menurut Stewart L. Tubbs dan Silva Moss ciri-ciri komunikasi yang baik dan efektif paling tidak menimbulkan hal: a. Pengertian, yaitu penerimaan yang cermat dari isi stimuli seperti apa yang dimaksud oleh komunikator. b. Kesenangan, yaitu menjadikan hubungan yang hangat dan akrab serta menyenangkan. c. Mempengaruhi sikap, yaitu dapat mengubah sikap orang lain sehingga bertindak sesuai dengan kehendak komunikator tanpa merasa terpaksa. d. Hubungan sosial yang baik, yaitu menumbuhkan dan mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan orang lain dalam hal interaksi. e. Tindakan, yaitu membuat komunikan melakukan suatu tindakan yang sesuai dengan stimuli.10 10 Onong Uchjana Effendi, Dinamika komunikasi, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1992), cet. Ke-22, h. 6. 18 Dengan demikian dalam komunikasi akan menimbulkan empat tindakan, yaitu: 1. Membentuk pesan, artinya menciptakan sesuatu ide atau gagasan, yang terjadi dalam benak kepala seseorang melalui proses kerja sistem syaraf. 2. Menyampaikan, artinya pesan yang telah dibentuk kemudian disampaikan kepada orang lain, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Bentuk pesannya dapat berupa pesan-pesan verbal dan non verbal. 3. Menerima, artinya disamping membentuk dan menyampaikan pesan, seseorang akan menerima pesan yang disampaikan oleh orang lain. 4. Mengolah, artinya pesan yang telah diterima, kemudian akan diolah melalui sistem syaraf dan diinterpretasikan. Setelah diinterpretasikan pesan dapat menimbulkan tanggapan atau reaksi dari orang tersebut.11 Dalam prosesnya komunikasi dibangun oleh tiga unsur yang fundamental, yaitu orang yang berbicara/komunikator, materi pembicaraan/pesan, dan orang yang menerima pesan/komunikan. 1) Komunikator Komunikator adalah orang yang menyampaikan pesan. Komunikator memiliki fungsi sebagai encoding yakni orang yang memformulasikan pesan atau informasi yang kemudian akan disampaikan kepada orang lain. Komunikator merupakan unsur yang sangat menentukan, proses komunikasi harus memiliki persyaratan dan menguasai bentuk, model dan strategi komunikasi 11 Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Pers, 2007), h. 20-21. 19 untuk mencapai tujuannya. Faktor-faktor tersebut akan dapat menimbulkan kepercayaan dan daya tarik komunikan kepada komunikator. Syarat-syarat yang diperlukan oleh komunikator di antaranya: a) Memiliki kredibilitas yang tinggi bagi komunikan b) Kemampuan berkomunikasi c) Mempunyai pengetahuan yang luas d) Sikap e) Memiliki daya tarik. 2) Pesan Pesan adalah keseluruhan dari pada apa yang disampaikan oleh komunikator. Pesan harus mempunyai inti pesan sebagai pengarah didalam usaha mencoba mengubah sikap dan tingkah laku komunikan. Pesan yang disampaikan komunikator adalah pernyataan sebagai paduan pikiran dan perasaan, dapat ide, informasi, keluhan, dan lain sebagainya. Pesan dapat diarahkan kepada tujuan akhir dari komunikasi.12 Adapun pesan yang dianggap berhasil disampaikan oleh komunikator harus memenuhi beberapa syarat berikut ini: a) Pesan harus direncanakan (dipersiapkan) secara baik serta sesuai dengan kebutuhan. b) Pesan dapat menggunakan bahasa yang dimengerti kedua belah pihak. c) Pesan harus menarik minat dan kebutuhan pribadi penerima serta menimbulkan efek. 12 Onong Uchjana Effendi, Dinamika komunikasi, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1992), cet.Ke-22, h. 6. 20 3) Komunikan Komunikan merupakan orang yang menerima pesan. Fungsinya sebagai decoding, yaitu orang yang menginterpretasikan, menerjemahkan dan menganalisi isi pesan yang diterimanya. Jika komunikan dapat memberikan reaksi atau umpan balik, maka akan terjadi komunikasi dua arah.13 Dari ketiga komponen proses komunikasi tersebut merupakan satu rangkaian aktifitas komunikasi yang tidak dapat dipisahkan,karena komunikasi yang kita lakukan sehari-hari secara otomatis membentuk proses komunikasi yang efektif, komunikator yang menyampaikan pesan, lalu diterima dengan baik oleh komunikan. 3. Bentuk-bentuk Komunikasi Komunikasi dapat digolongkan dalam empat bentuk, yaitu komunikasi pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi massa dan komunikasi medio.14 Dari empat bentuk-bentuk komunikasi diatas dalam skprsi ini hanya dipakai tiga yaitu, komunikasi pribadi, komunikasi kelompok, dan komunikasi medio. 1) Komunikasi Pribadi (Personal Communication) Komunikasi pribadi, terbagi dua macam, diantaranya: a). Komunikasi Intrapersonal Menurut Wilbur Schrarmm, yang dikutip oleh Phil. Astrid S. Susanto, bahwa manusia apabila dihadapi dengan suatu pesan untuk mengambil keputusan menerima ataupun menolaknya akan mengadakan 13 Ending Lestari dan Maliki, Komunikasi yang Efektif: Bahan Ajar Diklat Prajabatan Golongan III, (Jakarta: Lembaga Admintrasi Negara, 2003) h. 8. 14 Onong Uchjana Effendi, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), h. 7 21 terlebih dahulu suatu “komunikasi dengan dirinya”. Khususnya menimbang untung rugi usul yang diajukan oleh komunikator.15 Komunikasi akan berhasil apabila pikiran disampaikan dengan menggunakan perasaan yang disadari, sebaliknya komunikasi akan gagal jika sewaktu menyampaikan pikiran, perasaan tindak terkontrol. b). Komunikasi Interpersonal Menurut Onong Uchjana Effendy, komunikasi antrapersonal adalah komunikasi antara komunikator dengan komunikan. Komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam hal mengubah sikap, pendapat, atau prilaku seseorang, karena sifatnya dialogis, berupa percakapan. Komunikasi antrapersona dampaknya dapat dirasakan pada waktu itu juga oleh pihak yang terlibat. Hubungan antarpersonal adalah hubungan yang langsung, keuntungan dari padanya ialah bahwa reaksi atau arus balik dapat diperoleh segera. Dalam hubungan antarpersonal, proses komunikasi semakin jelas dan dalam komunikas antarpersonal, komunikan dapat memberikan arus balik secra langsung kepada kemunikator. 2) Komunikasi Kelompok Komunikasi kelompok adalah komunikasi antara seseorang (komunikator) dengan sejumlah orang (komunikan) yang berkumpul bersama-sama dalam bentuk kelompok.16 15 16 Phil Astrid S. Susanto, Komunikasi Dalam Teori dan Praktek, h. 7 Onong Uchjana Effendy, Dimensi-dimensi Komunikasi, (Bandung: Alumni, 1986), h. 5 22 Komunikasi kelompok terbagi dua, yaitu: a) Komunikasi Kelompok Kecil Komunikasi kelompok kecil adalah kelompok komunikan yang dalam situasi komunikasi terdcapat kesempatan untuk memberi tanggapan secara verbal dengan lain perkataan dalam komunikasi kelompok kecil. Komunikator dapat melakukan komunikasi intrapersonal dengan salah satu anggota kelompok.17 Banyak kalangan menilai komunikasi kelompok kecil ini sebagai tipe komunikasi antarpribadi karena pertama, anggota-anggotanya terlibat dalam suatu proses komunikasi yang berlangsung secara tatap muka. Kedua, pembicara berlangsung secara terpotong-potong dimana semua peserta bisa berbicara dalam kedudukan yang sama, dengan kata lain tidak ada pembicara tunggal yang mendominasi situasi. Dan ketiga, sumber dan penerima sulit diidentifikasi, dalam artian semua anggota bisa menjadi sumber dan juga sebagai penerima. Dalam situasi kelompok kecil, seorang komunikator haruslah memperhatikan umpan balik dari komunikan sehingga ia dapat segara mengubah gaya komunikasinya. Karena komunikasi kelompok kecil bersifat tatap muka, maka tanggapan komunikan dapat segara diketahui. b) Komunikasi Kelompok Besar Komunikasi kelompok besar adalah proses komunikasi dimana pesan-pesan disampaikan oleh pembicara dalam situasi tatap muka di depan khalayak yang lebih besar. 17 Onong Uchjana Effendy, Kepemimpinan dan Komunikasi, h. 88 23 Komunikasi kelompok besar mempunyai ciri-ciri yaitu: dalam komunikasi ini penyampaian pesan berlangsung secara continue, dapat diidentifikasi sikap yang pembicara dan siapa pendengarnya. Interkasi antara sumber dan penerima sangat terbatas, dan jumlah khalayak relative besar. Sumber sering kali tidak dapat mengidentifikasi satu persatu pendengarnya. c) Komunikasi Medio Komunikasi medio adalah komunikasi yang maknanya sama dengan media umum yaitu media yang dapat digunakan oleh segala bentuk komunikasi. Contohnya surat, telepon dan lain sebagainya. 18 4. Pengertian Strategi Komunikasi Strategi Komunikasi adalah paduan antara perencanaan komunikasi dengan manajemen komunikasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu adanya strategi komunikasi yang mampu menunjukkan bagaimana operasionalnya secara praktis harus dilakukan. Dalam arti kata bahwa pendekatan bisa berbeda sewaktu-waktu bergantung pada situasi dan kondisi.19 Dengan demikian strategi komunikasi adalah keseluruhan perencanaan, taktik, cara yang akan dipergunakan guna melancarkan komunikasi dengan memperhatikan segala aspek yang ada pada proses komunikasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam strategi komunikasi, peran komunikator sangatlah penting. Strategi haruslah bersifat dinamis, sehingga komunikator sebagai pelaksana dapat segera mengadakan perubahan jika ada suatu faktor yang mempengaruhi proses 18 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, h. 34-35. Onong Uchjana Effendi, Dinamika komunikasi, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002), cet. Ke-6, h. 28. 19 24 pencapaian kesuksesan. Begitupun dengan komunikan yang memiliki kemampuan dan strategi untuk melakukan perubahan sikap, pendapat, dan tingkah laku komunikasinya melalui daya tarik. Jika seorang komunikator menyampaikan keinginannya dengan baik dan komunikan merasa ada kesamaan tujuan, maka akan menimbulkan ketertarikan dan rasa simpatik dari komunikan kepada komunikator sebagai peran utama dari sebuah strategi komunikasi.20 5. Strategi Komunikasi Pendidikan Ada banyak strategi dalam proses pembelajaran, strategi-strategi tersebut di antaranya ceramah, diskusi kelas, kerja kelompok, dan kegiatan berbasis sumber belajar. Pada semua strategi tersebut, komunikasi efektif guru penting untuk pembelajaran. a) Guru sebagai Penceramah Ceramah merupakan strategi yang paling sering digunakan guru dalam komunikasi pembelajaran. Akan tetapi ceramah juga dipandang metode pembelajaran yang kurang efektif karena siswa diposisikan pasif, hanya menyimak dan kurang mendorong kegiatan tahap pembelajaran tingkat tinggi seperti aplikasi analasis atau evaluasi. Dengan demikian guru perlu memiliki pengetahuan dan mengkomunikasikannya dengan cara yang mudah dipahami. Materi ceramahnya terorganisasi sehingga mudah diikuti, menarik, sesuai dengan konteks siswa.21 20 Onong Uchjana Effendi, Dinamika komunikasi, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002), cet. Ke-6, h. 29. 21 Yosal Iriantara dan Usep Syaripudin, Komunikasi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), h. 76. 25 b) Guru sebagai Moderator Salah satu ciri kelas yang efektif adalah adanya interaksi positif antara guru dengan murid serta diantara sesama siswa. Peran guru di kelas yang interaktif adalah sebagai moderator, dan guru tersebut perlu memiliki keterampilan sehingga menjadi moderator yang baik. c) Dalam Guru sebagai Manajer membangun suasana belajar dan mengefektifkan proses pembelajaran, biasanya guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok belajar. Siswa yang belajar dalam kelompok biasanya terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, melatih, dan meningkatkan kemampuan siswa dalam komunikasi interpersonal, dan meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran. Sebagai manajer sumber belajar, guru memutuskan komposisi tugas kelompok dan cara siswa dikelompokkan. Guru mengatur komposisi siswa yang ada dalam satu kelompok sehingga siswa yang berada dalam kelompok cukup beragam yakni siswa yang berkemampuan diatas rata-rata, rata-rata, dan dibawah rata-rata. Tujuannya agar menjaga keseimbangan interaksi antarkelompok.22 d) Guru sebagai Kordinator dan Inovator Komunikasi pembelajaran tidak hanya membutuhkan kemampuan verbal dalam berkomunikasi, tetapi juga kemampuan mendesain sumber belajar dan media pembelajarannya. Bagi guru yang kreatif dan inovatif, apa saja yang ada di kelas bisa menjadi alat bantu pembelajaran. Di era digital seperti sekarang, ada banyak hal yang bisa dijadikan sebagai sumber belajar dan alat bantu 22 Yosal Iriantara dan Usep Syaripudin, Komunikasi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), h. 76-77. 26 pembelajaran seperti email, jejaring sosial, dan blog. Keberadaan media tersebut memudahkan guru mengkomunikasikan pembelajaran.23 6. Teori Interaksi Simbolik Setelah melihat penjelasan diatas mengenai strategi komunikasi dan bentuknya, penulis meninjau teori yang sesuai dengan bahasan apa yang akan diteliti. Selama penelitian berlangsung, penulis melihat adanya interaksi yang baik antara guru dengan murid tunagrahita ketika berkomunikasi dalam kegiatan belajar mengajar. Selain guru berbicara langsung terhadap muridnya, guru juga menggunakan gambar dan sistem isyarat bahasa Indonesia yang digunakan untuk anak berkebutuhan khusus. Ini artinya ada interaksi yang dibentuk oleh guru dengan murid tunagrahita dengan menggunakan simbol-simbol tertentu baik itu berupa gambar/mimik tubuh seorang guru. Sehingga teori yang digunakan dalam penelitian yang berjudul Strategi Komunikasi Dalam Penanaman Nilai-nilai Pendidikan Agama Pada Anak Penyandang Tunagrahita di SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor yaitu teori interaksi simbolik. Jadi, setiap makna yang dibentuk dan dimiliki oleh anak tunagrahita itu sesuai dengan lambang atau simbol yang diterima dari komunikator ketika mereka saling berinteraksi. Teori interaksi simbolik dikembangkan oleh George Herbert Mead. George Herbert Mead memiliki pemikiran orisinal dan melakukan kontribusi penting bagi ilmu sosial dengan memperkenalkan perspektif teoritis yang kemudian dikenal sebagai interaksioinisme simbolik atau symbolic interactionis.24George Herbert Mead mengajarkan bahwa makna muncul sebagai hasil dari interaksi diantara 23 Yosal Iriantara dan Usep Syaripudin, Komunikasi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), h. 77. 24 Muhammad Budyatna dan Lelia Mona Ganiem, Teori Komunikasi Antarpribadi, (Jakarta: Prenada Media Group, 2011), cet. I, h. 189-190. 27 manusia, baik secara verbal maupun non verbal. Ide dasar teori ini menyatakan bahwa lambang atau simbol kebudayaan dipelajari melalui interaksi, orang memberi makna terhadap segala hal yang akan mengontrol sikap mereka. Teori ini memfokuskan perhatiannya pada cara-cara yang digunakan manusia untuk membentuk makna dan struktur masyarakat melalui percakapan.25 Perilaku manusia dapat dimengerti dengan mempelajari bagaimana para individu memberi makna pada informasi simbolik yang mereka pertukarkan dengan pihak lain. Interaksi simbolik didasarkan pada pemikiran bahwa para individu bertindak terhadap objek atas dasar pada makna yang dimiliki objek itu bagi mereka.26 Ada sejumlah asumsi pokok dari teori Interaksi Simbolik: 1. Individu dilahirkan tanpa memiliki konsep diri. Konsep diri dibentuk dan berkembang melalui komunikasi dan interaksi sosial. 2. Konsep diri terbentuk ketika seseorang bereaksi terhadap orang lain dan melalui persepsi atau perilaku tersebut. 3. Konsep diri, setelah mengalami perubahan, menjadi motif dasar dari tingkah laku. 4. Manusia adalah makhluk yang unik karena kemampuannya menggunakan dan mengembangkan simbol untuk keperluan hidupnya. 5. Manusia bereaksi terhadap segala sesuatu tergantung bagaimana ia mendefinisikan sesuatu tersebut. 25 Morissan, M.A., Teori Komunikasi Massa, (Bogor: PT. Ghalia Indonesia, 2010), h. 126 Muhammad Budyatna dan Lelia Mona Ganiem, Teori Komunikasi Antarpribadi, (Jakarta: Prenada Media Group, 2011), cet. Ke-1, h. 189-190. 26 28 6. Makna merupakan kesepakatan bersama di lingkungan sosial sebagai hasil interaksi.27 Dengan demikian semakin sering kita berinteraksi melaui simbol yang berupa kata, gerak tubuh, peraturan, dan peran dengan suatu lingkungan atau suatu masyarakat, kita akan dapat memaknai dan menginterpretasikan lingkungan tersebut. B. Nilai-nilai Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Nilai-nilai Pendidikan Agama Islam Nilai artinya sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan.28 Sedangkan pengertian dari nilai-nilai agama islam itu sendiri merupakan sifat-sifat atau hal-hal yang melekat dalam agama islam yang digunakan sebagai dasar manusia untuk mencapai tujuan hidup yaitu mengabdi kepada Allah SWT, dan nilai-nilai tersebut perlu ditanamkan pada anak sejak kecil karena pada masa itulah yang tepat untuk menanamkan prilaku yang baik. Sebelum melangkah pada pengertian pendidikan Islam akan dibahas arti pendidikan terlebih dahulu. Menurut H. M. Arifin, pendidikan adalah usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik dalam bentuk pendidikan formal maupun non formal.29 27 Muhammad Mufid, Etika dan Filsafat Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2009), cet. Ke-1, hal. 150. 28 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa indonesia Edisi Kedua, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), h. 690. 29 H. M. Arifin, Timbal Balik Pendidikan Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h. 12. 29 Adapun Ahmad D. Marimba mengartikan pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.30 Dari beberapa pendapat yang telah diuraikan secara terperinci, dapat disimpulkan bahwa pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha manusia untuk dapat membantu, melatih, dan mengarahkan anak melalui transmisi pengetahuan, pengalaman, intelektual, dan keberagaman orang tua (pendidik) dalam kandungan sesuai dengan fitrah manusia agar dapat berkembang sampai pada tujuan yang dicita-citakan yaitu kehidupan yang sempurna dengan terbentuknya kepribadian yang utama. Terkait dengan pengertian pendidikan agama islam menurut Nur Uhbiyati adalah bimbingan yang dilakukan oleh orang dewasa kepada terdidik dalam masa pertumbuhan agar ia memiliki kepribadian muslim. Nur Uhbiyati juga mengutip pendapatnya Ahmad D Marimba yang mengartikan pendidikan Agama Islam adalah bimbingan jasmani maupun rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.31 Dari sekian banyak pengertian pendidikan Islam yang dapat kita petik, pada dasarnya pendidikan Islam adalah usaha bimbingan jasmani dan rohani pada tingkat kehidupan individu dan sosial untuk mengembangkan fitrah manusia berdasarkan hukum-hukum Islam hingga terbentuknya manusia ideal yang berkepribadian muslim dan berakhlak terpuji serta taat pada Islam sehingga dapat mencapai kebahagiaan dunia dan di akherat. 30 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: PT. Al-maarif, 1989), h. 31 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1996), h. 11. 19. 30 Dari pemaparan di atas maka dapat disimpulkan nilai-nilai pendidikan Islam adalah sifat-sifat atau hal-hal yang melekat pada pendidikan Islam yang digunakan sebagai dasar manusia untuk mencapai tujuan hidup manusia yaitu mengabdi kepada Allah SWT. Dan nilai-nilai tersebut perlu ditanamkan pada anak sejak kecil, karena pada masa itulah yang tepat utuk menanamkan kebiasaan yang baik padanya. Pokok-pokok pendidikan agama islam yang harus ditanamkan pada anak didik yaitu, keimanan, kesehatan, dan ibadah. 1. Keimanan (Aqidah Islamiyah) Iman adalah kepercayaan yang terhujam dalam hati dengan penuh keyakinan, tak ada perasaan ragu-ragu serta mempengaruhi orientasi kehidupan, sikap, dan aktivitas keseharian. Iman adalah mengucapkan dengan lidah, mengakui benarnya dengan hati dan mengamalkan dengan anggota badan.32 Pendidikan keimanan termasuk aspek pendidikan yang patut mendapat perhatian pertama dan utama dari orang tua dan iman merupakan pilar yang mendasari keislaman seseorang. Pembentukan iman harus diberikan pada anak sejak kecil, sejalan dengan pertumbuhan kepribadiannya. Nilai-nilai keimanan harus dimulai diperkenalkan pada anak dengan cara: 32 Tim Direktorat Jenderal Kelembagaan Agam Islam dan Pondok Pesantren, Aqidah Akhlak”rukun iman”, (Jakarta Tim Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam dan Pesantren, 2004), h. 1. 31 a. Memperkenalkan nama Allah SWT dan Rasul-Nya b. Memberikan gambaran tentang siapa pencipta alam raya ini melalui kisah-kisah teladan c. Memperkenalkan ke-Maha Agungan Allah SWT.33 Anak berkebutuhan khusus juga perlu diajarkan tentang keimanan seorang muslim. Nilai-nilai keimanan yang dikenalkan atau diajarkan di sekolah anak berkebutuhan khusus harus sesuai juga dengan kemampuan anak didiknya. Mulai dari mengetahui nama Tuhan dan Rasul-Nya, mengetahui siapa pencipta alam raya ini, dan mengetahui ke-Maha Agungan Allah SWT, merupakan hal kecil yang wajib mereka ketahui sejak dini. 2. Kesehatan Kesehatan adalah masalah penting dalam kehidupan manusia, terkadang kesehatan dipandang sebagai sesuatu yang biasa dalam dirinya. Orang baru sadar akan pentingnya kesehatan bila suatu saat dirinya atau keluarganya sakit. Dengan kata lain arti kesehatan bukan hanya terbatas pada pokok persoalan sakit, kemudian dicari obatnya. Kesehatan dibutuhkan setiap orang, apalagi orang-orang Islam. Dengan kesehatan aktifitas keagamaan dan dunia dapat dikerjakan dengan baik. Orang bekerja memerlukan tubuh yang sehat, begitu juga dalam melaksanakan ibadah kepada Allah SWT. Semua aktifitas didunia memerlukan kesehatan jasmani dan rohani. Mengingat pentingnya kesehatan bagi umat Islam apalagi dalam era modern seperti sekarang ini banyak sekali penyakit baru yang bermunculan. Maka 33 M. Nippan Abdul Halim, Anak Shaleh Dambaan Keluarga, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2002), cet. Ke-2, h. 176. 32 perlu kiranya bagi orang tua muslim untuk lebih memperhatikan anak-anaknya dengan memasukkan pendidikan kesehatan sebagai unsur pokok. Usaha penanaman kebiasaan hidup sehat dapat dilakukan dengan cara mengajak anak gemar berolahraga, memberikan keteladanan dalam menjaga kebersihan diri dan lingkungan serta memberikan pengetahuan secukupnya tentang pentingnya kebersihan. Ajaran Islam sangat memperhatikan tentang kebersihan dan kerapihan umat setiap anak harus diajarkan hidup yang bersih, karena Allah SWT menyukai orang-orang yang bersih.34 Dengan demikian Islam menganjurkan agar orang tua menjaga kesehatan anak dimulai sejak dini atau masih bayi, karena membiasakan hidup bersih dan sehat dapat dibiasakan sejak kecil. Maka mulailah membangun hidup sehat dan bersih sejak anak dilahirkan dan terus dididik hingga menjadi kebiasaan dalam hidupnya. 3. Ibadah Ibadah merupakan bukti nyata bagi seorang muslim dalam meyakini dan mempedomani aqidah Islamiyah. Sejak dini anak-anak harus diperkenalkan dengan nilai-nilai ibadah dengan cara: a) Mengajak anak ke tempat ibadah. b) Memperlihatkan bentuk-bentuk ibadah. c) Memperkenalkan arti ibadah. 34 M. Nippan Abdul Halim, Anak Shaleh Dambaan Keluarga, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2002), cet. Ke-2, h. 176. 33 Pendidikan anak dalam beribadah dianggap sebagai penyempurna dari pendidikan aqidah. Karena nilai ibadah yang didapat dari anak akan menambah keyakinan kebenaran ajarannya. Semakin tinggi nilai ibadah yang ia miliki maka akan tinggi nilai keimanannya. Ibadah merupakan penyerahan diri seorang hamba pada Allah SWT. Ibadah yang dilakukan secara benar sesuai dengan syari’at Islam merupakan implementasi secara langsung dari sebuah penghambaan diri pada Allah SWT. Manusia merasa bahwa ia diciptakan di dunia ini hanya untuk menghamba kepada-Nya, pembinaan ketaatan ibadah pada anak juga dimulai dalam keluarga kegiatan ibadah yang dapat menarik bagi anak yang masih kecil adalah yang mengandung gerak. Anak-anak suka melakukan solat, meniru orang tuanya kendatipun ia tidak mengerti apa yang dilakukannya itu. Ibadah bagi anak akan membiasakan melaksanakan kewajiban.35 Ibadah dalam Islam bertujuan membawa manusia agar selalu ingat kepada Allah, oleh karena itu ibadah merupakan tujuan hidup manusia diciptakan-Nya dimuka bumi. Ibadah yang dimaksud adalah ibadah dalam arti umum dan khusus, yaitu segala amalan yang diizinkan Allah SWT dan ibadah yang segala sesuatunya tetlah ditetapkan Allah SWT. Salah satu kewajiban yang dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari adalah sholat lima waktu. Orang tua wajib mendidik anakanaknya melaksanakan solat. Orang tua dapat menanamkan nilai-nilai pendidikan ibadah pada anak dan berharap kelak ia akan tumbuh menjadi insan yang tekun beribadah secara benar sesuai ajaran Islam. 35 M. Nippan Abdul Halim, Anak Shaleh Dambaan Keluarga, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2002), cet. Ke-2, h. 176. 34 2. Metode Pendidikan Agama Kata metode berasal dari dua kata, yaitu meta berarti melalui, dan hodos yang berarti jalan atau cara. Metode berarti cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai sutu tujuan. Menurut Abuddin Nata, metode pendidikan Islam adalah jalan untuk menanamkan pengetahuan Islam pada diri seseorang sehingga terlihat dalam dalam pribadi sasaran, yaitu pribadi Islami.36 Dalam menyampaikan materi pendidikan Islam, Alquran menawarkan berbagai macam pendekatan metode, diantaranya: a. Metode teladan Metode ini dilakukan dengan cara memberi contoh berupa tingkah laku, sifat, dan cara berfikir. b. Metode pembiasaan Metode pembiasaan dilakukan dengan membiasakan melakukan sesuatu secara bertahap termasuk merubah kebiasaan-kebiasaan yang buruk dan tidak sesuai dengan norma susila. Metode ini perlu ditanamkan sejak anak masih kecil, karena kebiasaan akan tertanam kuat dan sulit berubah. c. Metode nasehat Nasehat adalah penjelasan tentang kebenaran dan kemaslahatan. Dengan memberi nasehat, pendidik dapat menanamkan pengaruh yang baik pada anaknya. 36 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h. 78. . 35 d. Metode motivasi Metode ini banyak digunakan oleh masyarakat luas. Alquran juga menggunakan metode ini ketika menggambarkan surga dengan kenikmatannya dan neraka dengan kepedihan siksanya, serta melipatgandakan pahala bagi orang yang melakukan amal baik dan membalas keburukan dengan keburukan yang setimpal. e. Metode hukuman Metode ini merupakan metode terburuk, karena membuat anak menjadi patah semangat. Akan tetapi dalam kondisi tertentu harus digunakan.37 3. Metode Pendidikan Agama Islam Bagi Anak Tunagrahita Dalam penanaman nilai-nilai agama yang diajarkan pada anak tunagrahita memiliki banyak hambatan, berdasarkan atas kemampuan mental dan adaptasi sosial, maka siswa penyandang tunagrahita memerlukan pendidikan khusus. Mereka sulit mengikuti pendidikan sekolah dasar bersama siswa-siswa normal, sehingga perlu adanya metode pendidikan Islam untuk anak berkebutuhan khusus, yaitu diantaranya: 1. Metode ceramah Metode ceramah ialah cara menyajikan pelajaran melalui penuturan secara lisan atau penjelasan secara langsung kepada sekelompok siswa. Dengan kata lain dapat pula diartikan bahwa metode ceramah adalah suatu cara penyajian atau penyampaian informasi melalui penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru 37 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h. 78. 36 terhadap peserta didiknya. Metode ceramah banyak dipakai, karena mudah dilaksanakan. Nabi Muhammad dalam memberikan pelajaran terhadap umatnya banyak mempergunakan metode ceramah disamping metode lain. 2. Metode tanya jawab Metode tanya jawab ialah suatu cara mengajar seorang guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada murid tentang pelajaran yang telah diajarkan atau bacaan yang telah mereka baca sambil memperhatikan proses berpikir diantara murid-murid.38 3. Tugas Tugas adalah suatu pekerjaan yang harus dilakukan baik tugas datangnya dari orang lain maupun dari dalam diri kita sendiri. Di sekolah biasanya datang dari guru atau kepala sekolah. Tugas ini biasanya bersifat edukatif dan bukan berunsur pekerjaan. 4. Belajar Perubahan tingkah laku seseorang dipengaruhi oleh apa yang dimiliki seseorang itu seperti: sifat, pengalaman, pengetahuan, keterampilan, keadaan jasmaniah, dan juga dipengaruhi oleh lingkungan. Hasil belajar dipengaruhi pula oleh motif bahan yang dipelajari dengan mempergunakan alat-alat, waktu, cara belajar, dan sebagainya. 38 Ramayulis, Metode Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), h. 245-285. 37 5. Resitasi Resitasi adalah penyajian kembali sesuatu yang sudah dimiliki, diketahui, atau dipelajari. Metode ini sering disebut metode pekerjaan rumah. 6. Metode demonstrasi Istilah demonstrasi dalam pengajaran dipakai untuk menggambarkan suatu cara mengajar yang pada umumnya penjelasan verbal dengan suatu keja fisik atau pengoprasian peralatan barang atau benda. Dalam mengajarkan praktek-praktek agama, Nabi Muhammad sebagai pendidik agung banyak mempergunakan metode ini, seperti mengajarkan cara berwudhu, sholat, haji, dan sebagainya. Seluruh cara-cara ini dipraktekkan oleh Nabi ketika menerangkan sesuatu hal kepada umatnya.39 7. Mengajar beregu Mengajar beregu ialah suatu sistem mengajar yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dalam mengajar sejumlah peserta didik yang mempunyai perbedaan minat, kemampuan atau tingkat kelas. 8. Metode latihan Metode latihan dimaksudkan untuk memperoleh ketangkasan atau keterampilan latihan terhadap apa yang dipelajari, karena hanya dengan melakukan secara praktis suatu pengetahuan dapat disempurnakan. 39 Ramayulis, Metode Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), h. 245-285.. 38 9. Metode karya wisata. Metode karya wisata adalah metode pengajaran yang dilakukan dengan mengajak siswa keluar kelas untuk mengunjungi suatu tempat yang ada kaitannya dengan pokok bahasan. Sebelum keluar, guru memberitahu aspek-aspek yang harus diperhatikan siswa.40 C. Gambaran Umum Tentang Anak Berkebutuhan Khusus 1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki kelainan fisik, mental, tingkah laku (behavioral) atau inderanya memiliki kelainan yang sedemikian sehingga untuk mengembangkan secara maksimum kemampuannya (capacity) membutuhkan pendidikan luar biasa.41 Mereka memiliki hak yang sama dengan anak normal untuk tumbuh dan berkembang ditengah lingkungan keluarga, maka sekolah luar biasa harus dikemas dan dirancang sedemikian rupa sehingga program dan layanannya dekat dengan lingkungan ABK. Anak berkebutuhan khusus dapat dibagi kedalam dua kelompok untuk keperluan pendidikan luar biasa, yaitu: 1. Masalah dalam Sensorimotor. Anak yang memiliki kelainan sensorimotor secara umum lebih mudah diidentifikasi dan menemukan kebutuhannya dalam pendidikan, karena efek terhadap kemampuan melihat, mendengar, dan bergeraknya. Sebagian besar anak 40 Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 53-55. 41 Hargio Santoso, Cara Memahami dan Mendidik Anak Berkebutuhan Khusus, (Yogyakarta: Goysen Publishing, 2012), h. 4. 39 yang mengalami masalah dalam sensorimotor dapat belajar dan bersekolah dengan baik seperti anak yang tidak mengalami kelainan. Tiga jenis kelainan yang termasuk masalah sensorimotor, yaitu: a. Hearing disonders (kelainan pendengaran/tunarungu) b. Visual impairment (kelainan penglihatan/tunanetra) c. Physical disability (kelainan fisik/tunadaksa) 2. Masalah dalam belajar dan tingkah laku. Kelompok Anak Berkebutuhan Khusus yang mengalami masalah belajar adalah: a. Intellectual disability (keterbelakangan mental/tunagrahita) b. Learning disability (ketidakmampuan belajar/kesulitan belajar khusus) c. Behaviour disonders (anak nakal/tunalaras) d. Giftet dan talented (anak berbakat) e. Multy handicap (cacat lebih dari satu/tunaganda)42 Penyebab umum terjadinya kelainan pada anak berkebutuhan khusus dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: 1. Pre Natal (sebelum kelahiran) Didalam kandungan sebelum kelahiran dapat terjadi disaat konsepsi atau bertemunya sel sperma dari bapak bertemu dengan sel telur ibu, atau juga dapat terjadi pada saat perkembangan janin dalam kandungan. Kejadian tersebut disebabkan oleh faktor internal yaitu faktor genetik dan keturunan. 42 Hargio Santoso, Cara Memahami dan Mendidik Anak Berkebutuhan Khusus, (Yogyakarta: Goysen Publishing, 2012), h. 5-6. 40 Penyebab kelainan prenatal dari faktor eksternal dapat berupa benturan pada kandungan ibu, jatuh sewaktu hamil, atau akibat makanan atau obat yang menciderai janin dan sebagainya. 2. Natal (saat kelahiran) Penyebab kelainan pada anak bisa terjadi pada saat ibu sedang melahirkan menjadi misalnya kelahiran yang sulit, pertolongan yang salah, infeksi karena ibu mengidap Sepilis dan sebagainya. 3. Post natal (setelah diluar kandungan) Kelainan yang disebabkan oleh faktor-faktor setelah anak ada diluar kandungan. Ini dapat terjadi karena kecelakaan, bencana alam, sakit, keracunan, dan sebagainya.43 Klasifikasi pendidikan bagi anak berkelainan adalah sebagai berikut: a) SLB A untuk kelompok anak tunanetra. b) SLB B untuk kelompok anak tunarungu. c) SLB C untuk kelompok anak tunagrahita. d) SLB D untuk kelompok anak tunadaksa. e) SLB E untuk kelompok anak tunalaras. f) SLB F untuk kelompok anak dengan kemampuan diatas rata-rata g) SLB G untuk kelompok anak tunaganda.44 43 Hargio Santoso, Cara Memahami dan Mendidik Anak Berkebutuhan Khusus, (Yogyakarta: Goysen Publishing, 2012), h. 6-7. 44 Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h. 31. 41 2. Pengertian Tunagrahita Anak Tunagrahita secara umum mempunyai tingkat kemampuan intelektual di bawah rerata. Selain itu juga mengalami hambatan terhadap perilaku adaptif selama masa perkembangan hidupnya dari 0 tahun hingga 18 tahun, sesuai dengan batasan dari American Asociation on Mental Deficiency (AAMD).45 Tunagrahita sering disebut juga dengan keterbelakangan mental (retardasi mental). Tunagrahita atau cacat mental adalah mereka yang memiliki kemampuan intelektual (IQ) dan keterampilan dibawah rata-rata teman seusianya.46 Menurut AAMR (American Assosiation on Mental Retardartion) adalah keterbelakangan mental menunjukkan adanya keterbatasan dalam fungsi intelektual yang dibawah rata-rata, dimana berkaitan dengan keterbatasan pada dua atau lebih dari keterampilan adaftif seperti komunikasi, merawat diri sendiri, keterampilan sosial, kesehatan dan keamanan, fungsi akademis, waktu luang dan lain-lain. Keadaan ini tampak sebelum usia 18 tahun.47 Sedangkan menurut ICD WHO Geneve, retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap yang ditandai oleh adanya hendaya (Impairment), keterampilan (skill) selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensi, yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial.48 45 Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus, (Bandung: PT. Refika Aditama,2006), h.15. 46 Nur’aeni, Intervensi Dini Bagi Anak Bermasalah, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997), cet. Ke-1, h. 102. 47 Frieda Mangunsong, Psikologi dan Pendidikan Luar Biasa, (Jakarta: LPSP 3 UI, 1998), cet. Ke-1, h. 102. 48 Lumbantobing, Anak Dengan Mental Terbelakang, (Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI), h. 2. 42 3. Karakteristik Tunagrahita Karakteristik anak dengan hendaya perkembangan (tunagrahita), meliputi hal-hal sebagai berikut: a. Mempunyai dasar secara fisiologis, sosial, dan emosional sama seperti anak-anak yang tidak menyandang tunagrahita. b. Selalu bersifat eksternal locus of control sehingga mudah sekali melakukan kesalahan (expectancy for filure). c. Suka meniru perilaku yang benar dari orang lain dalam upaya mengatasi kesalahan-kesalahan yang mungkin ia lakukan (outerdirectedness). d. Mempunyai perilaku yang tidak dapat mengatur diri sendiri. e. Mempunyai permasalahan berkaitan dengan perilaku sosial (social behavioral). f. Mempunyai masalah berkaitan dengan karakteristik belajar. g. Mempunyai masalah dalam bahasa dan pengucapan. h. Mempunyai masalah dalam kesehatan fisik. i. Kurang mampu untuk berkomunikasi. j. Mempunyai kelainan pada sensori dan gerak. k. Mempunyai masalah berkaitan dengan psikiatrik, adanya gejala-gejala depresif.49 Drs. Tamsih Udin AM dan E. Tejaningsih di dalam bukunya yang berjudul “Dasar-dasar Pendidikan Luar Biasa SPG/SPO/KPG” menyebutkan ciri-ciri anak tunagrahita dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu: 49 Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus, (Bandung: PT. Refika Aditama,2006), h.17. 43 a. Ciri-ciri jasmaniah anak tunagrahita. 1. Anak tunagrahita ringan. Keadaan fisik anak tunagrahita ringan (mampu didik) pada umumnya masih sama dengan anak normal maupun anak lambat belajar. Bentuk kepala, mata, hidung, bentuk tubuhnya tidak ada bedanya. Jadi, dengan melihat keadaan fisik saja tidak dapat membedakan mana anak yang mampu didik, mana anak yang menentukan seseorang anak itu tergolong mampu didik setelah mengadakan observasi dan tes psikologi.50 2. Anak tunagrahita sedang. Keadaan fisik anak mampu latih (tunagrahita sedang) pada umumnya berbeda dengan anak normal. Letak perbedaannya mungkin pada kepala, mata, bentuk muka, mulut, dan pada bentuk badannya. Ada yang tubuhnya kecil, bentuk mukanya bulat telur, bibirnya tebal dan selalu terbuka, kadang-kadang air liurnya selalu keluar, serta adapula yang kepalanya lebih besar dari kepala anak normal dan tidak seimbang dengan badannya. Para guru SLB-C dan para pengasuh yang sudah berpengalaman akan dengan mudah mengenal anak mampu latih. 3. Anak tunagrahita berat. Keadaan fisik anak perlu rawat (tunagrahita berat) seperti halnya anak mampu latih. Beda dengan anak mampu didik dan anak lambat belajar, bahkan perbedaannya lebih menonjol. Orang awam akan dapat membedakan anak perlu dirawat daripada anak normal. Akan tetapi, mereka tidak akan mengerti bahwa anak itu tergolong anak perlu rawat yang diketahuinya bahwa anak itu gila. 50 Tamsih Udin AM dan E. Tejaningsih, Dasar-dasar Pendidikan Luar Biasa SPG/SPO/KPG, (Bandung: Epsilon Grup Bandung Anggota IKAPI, 1988), cet. Ke-1, h. 42-44. 44 b. Ciri-ciri rohaniah/mental/intelektual anak tunagrahita. 1. Anak tunagrahita ringan. Kemampuan berfikir anak tunagrahita ringan (mampu didik) lebih rendah dibandingkan dengan kemampuan berfikir anak lambat belajar, sehingga mereka selalu mengalami kesulitan dalam memecahkan suatu masalah, walaupun masalah itu sederhana, perhatian dan ingatannya lemah. Mereka tidak dapat memperhatikan sesuatu hal dengan serius dan lama, sebentar saja perhatiannya akan berpindah kepada soal lain. Apalagi dalam hal memperhatikan pelajaran mereka lekas jemu. Pada umumnya mereka mampu mengingat peristiwa 3 bulan yang lalu, mereka hanya mampu mengingat kurang lebih 10% dari bahan bacaan yang telah dibaca sebanyak dua kali itupun lekas lupa.51 2. Anak tunagrahita sedang. Kemampuan berfikir anak tunagrahita sedang(mampu latih) sangat rendah sehingga tidak mampu melihat suatu masalah. Terhadap masalah yang sederhana saja mereka akan mengalami kesulitan. Anak usia 6 tahun tidak mampu menghitung 1-5, pada umumnya mereka hanya mampu menghitung 1-2 saja dan juga tidak dapat menyebutkan nama-nama saudara-saudaranya secara lengkap. Sudah jelas tidak akan mampu menyebutkan nama-nama anggota badannya sendiri, perhatian, dan ingatannya sangat lemah dapat dikatakan mereka hanya hidup pada saat ini. Masa lampau hampir terlupakan sama sekali, hanya sedikit yang dapat diingat. Mereka tidak mempunyai imajinasi untuk masa yang akan 51 Tamsih Udin AM dan E. Tejaningsih, Dasar-dasar Pendidikan Luar Biasa SPG/SPO/KPG, (Bandung: Epsilon Grup Bandung Anggota IKAPI, 1988), cet. Ke-1, h. 42-44. 45 datang dan dalam proses belajar-mengajar di sekolah apa yang diajarkan guru pada pagi hari akan terlupakan pada sore hari.52 3. Anak tunagrahita berat Kemampuan berfikir anak tunagrahita berat (perlu rawat) hampir tidak ada. Biarpun sudah berusia 15 tahun anak itu tidak dapat berhitung, tidak dapat melihat suatu masalah sehingga segala sesuatu dibiarkan dengan acuh tak acuh. Biar lapar itu hanya dapat merasakan perutnya lapar tetapi tidak mengerti lapar itu dan bagaimana meminta makanan. Ingatan anak perlu rawat sangat lemah hampir tidak mampu lagi mengungkap kesan-kesan dari apa yang dilihat/didengar. Mereka sulit untuk menirukan sesuatu kata yang panjang. Misalnya disuruh menirukan kata Indonesia tetapi yang terucapkan enak, karena anak itu baru mengucap kata enak. c. Ciri-ciri sosial anak tunagrahita 1. Anak tunagrahita ringan Keadaan sosial anak tunagrahita ringan mengalami hambatan, mereka kurang dapat mengendalikan diri, hal ini dikarenakan terbatasnya kemampuan mereka. Karena mereka tidak mampu mempertimbangkan baik dan buruk, boleh dan tidak boleh. Mereka tidak dapat menghayati norma-norma sosial yang berlaku didalam masyarakat, pada umumnya anak tunagrahita ringan mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dengan masyarakat luas, mereka hanya mampu menyesuaikan diri dengan saudara-saudaranya didalam keluarga dan temantemannya. 52 Tamsih Udin AM dan E. Tejaningsih, Dasar-dasar Pendidikan Luar Biasa SPG/SPO/KPG, (Bandung: Epsilon Grup Bandung Anggota IKAPI, 1988), cet. Ke-1, h. 45-48. 46 Anak tunagrahita ringan masih mampu menghitung uang dalam pecahan mata uang yang kecil, menghitung jual-beli makanan di sekolah masih dapat dilakukan tetapi mereka tidak akan dapat belajar di pasar/di toko. 2. Anak tunagrahita sedang Anak tunagrahita ringan dan sedang tidak dapat mengendalikan diri, apa yang diinginkannya dan dilakukannya mereka tidak mempertimbangkan baik buruk, sopan dan tidak sopan, untung-rugi, suka mengganggu temannya, tetapi kalau ia diganggu akan lekas marah. Sehingga sering terjadi pertengkaran, hampir setiap hari di SLB-C ada anak yang menangis karena tidak dapat mengendalikan dirinya maka pada umumnya anak tunagrahita sedang tidak dapat menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial.53 Pada umumnya sikap dan tingkah lakunya lebih lamban bila dibandingkan dengan anak tunagrahita ringan. Akan tetapi, ada kalanya terjadi sebaliknya. Banyak gerakan-gerakan anggota tubuhnya tidak terkendali, kadang-kadang suaranya juga tidak terkendali, bahkan mereka bicara semaunya. 3. Anak tunagrahita berat Anak tunagrahita berat tingkah lakunya tidak wajar, oleh karena tidak ada dorongan untuk meniru dan tidak dapat menanggapi suatu masalah. Maka sikapnya diam saja, hidupnya kosong tanpa gairah sedikitpun. Biasanya gerakangerakan yang dilakukan hanya untuk memenuhi kepuasan atau untuk mencapai kenikmatan, kalau dengan mengerak-gerakkan salah satu kakinya terasa nikmat, maka ia akan terus menggerak-gerakkan kaki itu. 53 Tamsih Udin AM dan E. Tejaningsih, Dasar-dasar Pendidikan Luar Biasa SPG/SPO/KPG, (Bandung: Epsilon Grup Bandung Anggota IKAPI, 1988), cet. Ke-1, h. 49-52. 47 Ada suatu dugaan dari sementara orang bahwa dengan gejala dan tingkah lakunya seperti diatas, anak tunagrahita berat tidak mempunyai kesadaran ruang dan waktu, mereka tidak mengetahui dimana dan kapan suatu peristiwa atas dirinya sendiri, kesadaran akan rasa panas dan sakit masih dimiliki. Buktinya jika dikenai api dapat menghindarkan diri dan jika dicubit masih merasakan kesakitan.54 54 Tamsih Udin AM dan E. Tejaningsih, Dasar-dasar Pendidikan Luar Biasa SPG/SPO/KPG, (Bandung: Epsilon Grup Bandung Anggota IKAPI, 1988), cet. Ke-1, h. 49-52. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Kata “metodologi” berasal dari Yunani methodologia yang berarti “teknik” atau “prosedur”. Metodologi sendiri merujuk kepada alur pemikiran umum atau menyeluruh (general logic) dan gagasan teoritis (theoritic perspective) suatu penelitian. Sedangkan kata metode menunjuk pada teknik yang digunakan dalam sebuah penelitian seperti survey, wawancara atau observasi. 1 Maka secara umum dapat dimengerti bahwa metode penelitian adalah suatu kegiatan ilmiah yang memiliki langkah-langkah yang perlu dilalui secara bertahap. A. Metode Penelitian Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan representatif dalampenelitian ini, maka penulis menggunakan metode Deskriptif Analisis melalui pendekatan kualitatif. Penelitian komunikasi kualitatif biasanya tidak dimaksudkan untuk memberikan penjelasan-penjelasan (explanations), mengontrol gejala-gejala komunikasi, mengemukakan prediksi-prediksi, atau menguji teori apapun, tetapi lebih dimaksudkan untuk mengemukakan gambaran-gambaran atau pemahaman (understanding) mengenai bagaimana dan mengapa suatu gejala atau realitas komunikasi terjadi.2Dimana pendekatan kualitatif ini akan mendeskripsikan atau menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai faktor-faktor, sifat, serta hubungan antara fenomena yang diteliti dan data yang akan dihasilkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. 1 J.R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif Janis, Karakter dan Keunggulannya, (Jakarta: PT Grasindo, 2010), h. 1. 2 Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, (Yogyakarta: LKIS, 2007), cet. Ke-1, h. 35. 48 49 Peneliti terlibat dalam penelitian dengan melakukan observasi dan wawancara tentang kegiatan penanaman nilai-nilai agama pada anak penyandang tunagrahita. Peneliti juga tidak memberikan arahan atau masukan apapun pada guru yang bersangkutan, ataupun anak penyandang tunagrahita sendiri sebagai objeknya. Hal ini dimaksudkan agar hasil penelitian yang didapat benar-benar akurat sesuai yang ada di lokasi penelitian. Kegiatan keseharian yang dilakukan oleh guru akan terlihat bagaimana sebernarnya tantangan yang dihadapi mereka mengenai faktor penentu dalam proses penanaman nilai-nilai agama pada anak penyandang tunagrahita.3 B. Lokasi dan Jadwal Penelitian Penelitian ini dilakukan di SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor, yang terletak di Jl. Karehkel No. 9,kecamatan Leuwiliang,kabupaten Bogor. Dalam mendapatkan data dan hasil yang akurat, maka penulis membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk melakukan penelitian langsung ke lapangan lokasi). Adapun lamanya penelitian ini, yaitu enam bulan dimulai dari bulan Januari 2013 hingga bulan Juli 2013 Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian ini didasari oleh pertimbanganpertimbangan sebagai berikut: 1. Lokasi penelitian tersebut cukup strategis, sehingga mudah dijangkau. Disamping itu juga dapat hemat biaya dan tenaga. 2. SLB Tunas Kasih ini merupakan SLB pertama dan satu-satunya di kabupaten Bogor. 3 Lexy, J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosdakarya, 2007),h. 9-10. 50 3. SLB Tunas Kasih ini merupakan sarana yang signifikan untuk mengaktualisasikan nilai-nilai keagamaan kepada anak penyandang tunagrahita. C. Subyek dan Objek Penelitian Subjek peneliti adalah orang yang dapat memberikan informasi. Proses penentuan subjek dan atau sumber data dalam penelitian kualitatif umumnya menampilkan karateristik (1) diarahkan tidak pada jumlah sampel yang besar, melainkan kasus-kasus yang tipikal sesuai dengan kekhususan masalah penelitian; (2) tidak ditentukan secara kaku sejak awal, tetapi dapat berubah baik dalam jumlah maupun karateristik sampelnya, sesuai dengan pemahaman konseptual yang berkembang dalam penelitian, dan (3) tidak diarahkan pada keterwakilan dalam arti jumlah atau peristiwa acak, melainkan dalam kecocokan konteks.4 Subyek dalam penelitian ini adalah guru sebagai komunikator yang juga menyampaikan informasi. Dan yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah murid SLB-C Tunas Kasih I Kabupaten Bogor sebagai penerima pesan/informasi. Dengan demikian, berdasarkan pemilihan informan di atas adalah dari kepala sekolah, pertama memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti kemudian dianalisis, setelah itu peneliti mengembangkan informasi atas data yang diberikan oleh subjek pertama. Kemudian subjek pertama memberikan petunjuk atau saran siapa yang layak menjadi subjek selanjutnya berkenaan dengan data yang diinginkan peneliti. 4 E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia, (Depok: LPSP3 Universitas Indonesia, cet ke- 4, 2011), h. 109-110. 51 Informasi dilanjutkan oleh peneliti dalam mengumpulkan data-data untuk dianalisis kemudian dicari persamaan dan perbedaan dalam pemberian informasi oleh beberapa subjek tersebut diatas. Ketika dirasakan cukup dalam perolehan data-data atas informasi yang diperlukan barulah peneliti dapat menyimpulkan apa yang menjadi kajian peneliti. Penetapan subjek pertama dimulai dari kepala sekolah yang merupakan guru sekaligus pembina di SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor. Dengan adanya informasi tersebut bertujuan menggali informasi sebanyak-banyaknya mengenai strategi komunikasi guru dalam penanaman nilai-nilai agama pada anak penyandang tunagrahita yang akan diteliti oleh peneliti sehingga mendapatkan informasi yang mendalam. Informan terpilih sesuai dengan kriteria yang ada antara lain: Nunung Djumarningsih, S.Pd selaku kepala sekolah, Hodijah S. Pd selaku guru penyandang tunagrahita, Wiwit Wiriawan S.Pd selaku guru penyandang tunagrahita, dan Sunifah selaku pembimbing kelas tunagrahita di SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor, Teknik informan sendiri tertuju kepada orang yang dianggap paling mengetahui dan terlibat secara langsung pada aktivitas kegiatan belajar mengajar dalam penanaman nilai-nilai agama pada anak penyandang tunagrahita berdasarkan informasi dari responden sebelumnya. Peneliti terlibat dalam penelitian dengan melakukan observasi dan wawancara tentang kegiatan penanaman nilai-nilai agama pada anak penyandang tunagrahita. Peneliti juga tidak memberikan arahan atau masukan apapun pada guru yang bersangkutan, ataupun anak penyandang tunagrahita sendiri sebagai 52 objeknya. Hal ini dimaksudkan agar hasil penelitian yang didapat benar-benar akurat sesuai yang ada di lokasi penelitian. Kegiatan keseharian yang dilakukan oleh guru akan terlihat bagaimana sebenarnya tantangan yang dihadapi mereka mengenai upaya dan faktor penentu dalam proses penanaman nilai-nilai agama pada anak penyandang tunagrahita. D. Teknik Pengumpulan data Dalam penelitian ini, data merupakan perwujudan dari informasi yang digali dan dikumpulkan untuk mendeskripsikan suatu peristiwa atau kegiatan lainnya. Sehingga penulis menekankan pada observasi dan wawancara mendalam dalam menggali data, serta menggunakan dokumentasi. a) Observasi Observasi berarti pengamatan dan pencatatan dengan sistematik terhadap fenomena yang diselidiki.5Dalam praktik penggunaannya, metode observasi dapat dibedakan menjadi dua jenis sesuai dengan tingkat keterlibatan peneliti dalam atau terhadap proses penelitian yaitu, observasi dengan ikut terlibat dalam kegiatan komunitas yang diteliti (participant observation) dan observasi tidak terlibat (nonparticipant observation). Participant observation dibagi menjadi dua jenis: pertama, peneliti yang melibatkan diri secara total dalam setiap proses dan aktivitas masyarakat yang ditelitinya (total participant observation), yang kedua peneliti ikut mengambil bagian sampai tingkat tertentu dalam kegiatan-kegiatan 5 Sutrisno Hadi, Metodologi Reseach, (Yogyakarta: Andi offset, 1992), cet. Ke-2 h.129. 53 penting, namun hanya sebatas melakukan pengamatan (active participant observation).6 Observasi yang akan peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah totalparticipant observation. Peneliti akan ikut serta dalam segala kegiatan yang terjadi disekolah SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor, khususnya pada kegiatan belajar mengajar. Hal ini peneliti lakukan agar mengerti dan memahami fenomena yang ada di sekolah tersebut, juga menemukan strategi komunikasi, upaya, dan faktor penentu keberhasilan komunikasi guru dalam penanaman nilai-nilai agama. b) Wawancara Disamping pengamatan, wawancara juga merupakan teknik pengumpulan data yang sering digunakan untuk mendapatkan informasi dalam situasi praktis. Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil tatap muka antara sipenanya dan sipenjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara).7 Wawancara dilakukan dengan kepala sekolah, guru wali kelas, serta pembimbing kelas di SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor. Maka dengan wawancara tersebut diharapkan dapat memperoleh jawaban atau keterangan dari responden sesuai dengan tujuan penelitian. Dengan metode ini penulis gunakan untuk mencari dan mengungkap data sedalam-dalamnya dan sebanyak-banyaknya tentang rumusan yang digali dalam penelitian. 115. 6 Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, cet. Ke-1, (Yogyakarta: LKIS, 2007), h. 114- 7 M.hajir, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Ghalis Indonesia,1985), h. 63. 54 c) Dokumentasi Dokumentsi merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian kualitatif. Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang berarti barang-barang tertulis. Maka teknik ini dapat dikatakan sebagai teknik pengumpulan data dengan cara mencari data mengenai hal-hal yang berupa catatan, transkrip, buku, majalah, surat kabar, prasasti, notulen rapat, agenda, serta foto-foto kegiatan. Segala bentuk informasi dapat memperkuat data penelitian, dan data ini juga diperoleh dari SLB Tunas Kasih I Bogor Barat. d) Catatan Lapangan Catatan yang berisi tentang hal-hal yang diamati, yang oleh penulis dianggap penting. Catatan lapangan harus dibuat secara lengkap dan deskriptif dengan keterangan tanggal dan waktu, juga menyertakan informasi-informasi dasar seperti di mana observasi dilakukan, siapa saja yang hadir, bagaimana fisik lingkungan, interaksi sosial, aktifitas apa saja yang berlangsung dan lain sebagainya.8 E. Sumber Data Dalam penelitian ini, yang dijadikan sumber data adalah sebagai berikut: 1. Data Primer Data yang diperoleh melalui observasi atau pengamatan langsung, berperan serta, sebagai pengamat dan wawancara langsung lagi mendalam kepada responden, yaitu dari guru dan anak penyandang tunagrahita SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor. 8 h. 135. Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya ,2002), 55 2. Data Sekunder Data yang diperoleh dari catatan-catatan atau dokumen yang berkaitan dengan penelitian baik dari instansi pemerintah swasta atau berbagai referensi buku, majalah, surat kabar yang bersangkutan dalam penelitian ini.9 F. Fokus Pertanyaan Penelitian 1. Strategi Komunikasi Guru a. Metode komunikasi pendidikan. b. Komunikasi verbal dan nonverbal. c. Komunikasi langsung dan tak langsung. 2. Upaya guru dalam penanaman nilai-nilai agama a. Materi yang diberikan kepada murid tunagrahita. b. Metode yang digunakan pada proses penanaman nilai-nilai agama. c. Media yang digunakan pada proses penanaman nilai-nilai agama. G. Teknik Analisis Data Setelah penulis mendapatkan data-data dan informasi yang dibutuhkan, maka dalam analisisnya teknik yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, permusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan lapangan. Reduksi dialakukan sejak pengumpulan data, dimulai dengan membuat ringkasan, mengkode, menelusuri tema, membuat gugus, menulis memo, dan lain sebagainya dengan maksud menyisihkan 9 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya ,2002), h. 135. 56 data/informasi yang tidak relevan, dan mengorganisasikan data sedemikian rupa sehingga akhirnya data yang terkumpul dapat diverifikasi. Disini penulis melihat terlebih dahulu mana saja data yang akan dijadikan bahan yang akan diteliti, lalu dirangkum hingga semuanya terlihat akurat. Data tersebut didapat dari observasi di SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor. 2. Penyajian data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data kualitatif disajikan dalam teks naratif. Penyajian juga dapat berbentuk matriks, grafik, jaringan dan bagan. Semuanya dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam bentuk yang padu dan mudah dipahami. Penyajian data dimaksudkan agar penulis dan pembaca mengerti apa yang disajikan dalam bab analisis, karena dibuat dengan berurutan dan berbentuk narasi. 3. Penarikan kesimpulan atau verifikasi merupakan kegiatan diakhir penelitian kualitatif. Peneliti harus sampai pada kesimpulan dan verifikasi, baik dari segi makna maupun kebenaran kesimpulan yang disepakati oleh subjek tempat penelitian itu dilaksanakan. Makna yang dirumuskan peneliti dari data harus diuji kebenaran, kecocokan, dan kekokohannya.10 Penulis menarik kesimpulan dari data wawancara responden, tinjauan teori, dan mencantumkan data yang sudah akurat hingga dijadikan sebagai kesimpulan dari jawaban rumusan masalah. Apabila seluruh data telah terkumpul maka untuk menganalisisnya digunakan teknik analisis deskriptif,yaitu peneliti berupaya mendeskripsikan 10 Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), cet. Ke-1, h. 85-87. 57 kembali data-data yang telah terkumpul mengenai persepsi dan pemahaman tentang strategi komunikasi guru dalam penanaman nilai-nilai agama. Upaya guru dalam proses penanaman nilai-nilai agama, serta faktor penentu keberhasilan dalam proses penanaman nilai-nilai agama pada anak penyandang tunagrahita di SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor. Sebagaimana pandangan Bogdan Biklen menyebutkan bahwa analisis data kualitatif ialah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting, dan menemukan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.11 11 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya ,2002), h. 248. BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA PENELITIAN A. Gambaran Umum SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor 1. Sejarah Berdirinya SLB Tunas Kasih I Berdasarkan data di kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor pada bulan Mei 1987 anak berkebutuhan khusus ada 64 orang. Berdasarkan hasil penjaringan mahasiswa IKIP D3 jurusan PLB bersama kepala/guru SLB Sejahtera di beberapa Desa, ditemukan anak tunanetra, tunarungu, dan tunagrahita yang belum sekolah. Orang tua belum mengerti bahwa anaknya masih bisa dikembangkan potensinya melalui pendidikan. Tetapi jika harus menyekolahkan ke SLB Sejahtera di Jalan Gunung Batu Bogor, mereka keberatan karena jaraknya 20 km sehingga merasa kesulitan transportasi dan banyak dari keluarga yang tidak mampu. Jika ada SLB di Leuwiliang, mereka mau menyekolahkan anaknya.1 Hasil penjaringan tersebut dilaporkan oleh Bapak Hanan Abidin selaku Kepala TK Sejahtera Jl. Gunung Batu Bogor dilaporkan kepada kepala kantor Departemen Pendidikan Kebudayaan Kecamatan Leuwiliang Bapak Anang Supriatna BA untuk dicarikan solusinya sehingga anak berkebutuhan khusus di Leuwiliang bisa sekolah. Kepada pengurus yayasan keluarga Sejahtera perwakilan kabupaten Bogor dan yayasan keluarga Sejahtera Provinsi Jawa Barat dilaporkan dan diusulkan agar didirikan SLB Sejahtera di Leuwiliang. Pengurus yayasan keluarga Sejahtera Provinsi Jawa Barat berkeberatan karena tidak ada dana, 1 Dokumen sekolah SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor, 2001. 58 59 bahkan menyarankan agar kepala SLB Sejahtera mendirikan yayasan untuk mengelolanya. Tindak Lanjut: 1. Masalah anak berkebutuhan khusus di Leuwiliang dikemukakan pada rapat Kepala Sekolah Sejahtera (TK, SLB, SMP, SMA). Alhamdulillah Kepala Sejahtera Leuwiliang akan menyediakan 1 ruang kelas untuk dipakai belajar anak berkebutuhan khusus, selama belum memiliki gedung sendiri. 2. Dengan momentum hari anak-anak Nasional pada tanggal 23 Juli 1987 Bapak Hanan Abidin menghadap Bapak Anang Supriatna Kepala Kandepdikbud Kecematan Leuwiliang untuk meminta izin memulai kegiatan belajar anak berkebutuhan khusus disalah satu ruangan TK Sejahtera yang ada di komplek SD 1 Negeri dekat Kantor Kandepdikbud Kecamatan Leuwiliang. 3. Berdasarkan kerjasama, koordinasi dan bantuan Kepala Kandepdikbud Kecamatan Leuwiliang, Kepala TK Sejahtera dan Kepala SD 1 Negeri Leuwiliang pada hari senin awal Agustus dimulai kegiatan belajar SLB. Tetapi hari senin calon murid tidak datang, guru yang disiapkan ada tiga orang. Pada hari selasa murid pertama tunarungu yaitu Delia cucunya Ibu Hj. Marzuki warga setempat. Berdasarkan peraturan bahwa sekolah swasta harus mempunyai yayasan. Mengingat tersebut maka Bapak Hanan Abidin menghubungi beberapa pejabat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, orang tua murid, Lions Club, Liones Club untuk menjadi pengurus yayasan.2 2 Dokumen sekolah SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor. 60 Adapun calon pengurus yang telah terkumpul di yayasan itu, antara lain: 1. Bapak Anang Supriatna BA Kepala Kemdepdikbud Kecamatan Leuwiliang 2. Bapak Dudung Ijudin bagian rumah tangga Kandepdikbud Kab. Bogor 3. Bapak Ito Sasmita orang tua murid 4. Ibu Pauline Sahertian Presiden Liones Bogor 5. Bapak D. Z. Sahertian anggota Lions Club Bogor 6. Ibu Hj. Muryati anggota liones Bogor 7. Bapak Hanan Abidin Kepala SALB Sejahtera Kab. Bogor. Setelah beberapa kali pertemuan maka terbentuklah Yayasan Tunas Kasih pada tanggal 2 Mei 1988 dengan akta Notaris no. 1 dengan notaris Harvey t. Sondak SH. Dan sekarang SLB Tunas Kasih I Bogor Baratterletak di Jl. Karehkel No. 9. Kecamatan Leuwiliang,kabupaten Bogor. Lokasinya sangat strategis karena tidak begitu jauh dari pusat kota, dan juga mudah dijangkau oleh angkutan umum. Sehingga para murid yang berasal dari daerah sekitar Kecamatan Leuwiliang mudah menemukannya. Dengan keadaan geografis yang juga tenang dan jauh dari keramaian maupun polusi, sehingga dapat mendukung proses belajar mengajar anak berkebutuhan khusus yang perlu adanya suasana yang tenang dan damai.3 2. Visi, Misi, dan Tujuan Sekolah Sebagai langkah awal untuk mengoptimalkan penyelenggaraan pendidikan di lembaga sekolah anak berkebutuhan khusus, perlu adanya visi dan misi yang 3 Dokumen sekolah SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor, 2001. 61 merupakan gambaran visual yang dinyatakan dalam kata-kata. Adapun visi dan misi SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor adalah: Visi SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor sebagai pusat dukungan layanan anak berkebutuhan khusus dan berbasis teknologi di wilayah Kabupaten Bogor bagian Barat tahun 2015. Misi Untuk mewujudkan visi sekolah ditetapkan misi sekolah sebagai berikut: 1. Menyelenggarakan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang berbasis teknologi. 2. Mengembangkan nilai-nilai luhur pendidikan karakter bangsa. 3. Meningkatkan dan mengembangkan mutu tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang berorientasi pada kompetensi dan kecakapan hidup. 4. Menyiapkan sarana dan prasarana yang memadai. Tujuan Sekolah: 1. Membentuk peserta didik yang beriman, bertakwa, dan berkepribadian. 2. Mempersiapakan peserta didik agar mampu memiliki kecakapan hidup dan dapat beradaptasi dengan lingkungan dan berbudaya. 3. Menciptakan lingkungan sekolah yang ramah. 4. Memiliki tenaga pendidik dan kependidikan yang profesional. Mempersiapkan peserta didik ke jenjang yang lebih tinggi dan atau 5. memasuki dunia kerja.4 4 Dokumen sekolah SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor, 2001. 62 3. Struktur Organisasi SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor Organisasi merupakan gambaran tentang hubungan kerjasama yang harmonis dan didasarkan atas tanggung jawab untuk mencapai tujuan bersama. Adanya struktur organisasi yang jelas, akan dapat memudahkan untuk melaksanakan tanggung jawab yang ada dalamsuatu lembaga. Hal ini akan bermuara pada tujuan yang hendak dicapai oleh lembaga tersebut. Keberadaan organisasi dalam suatu lembaga merupakan hal yang sangat urgen. Dengan adanya suatu organisasi yang baik, seluruh tugas dan tanggung jawab akan mudah dan cepat terselesaikan. Begitu juga dengan organisasi yang ada di SLB Tunas Kasih Iyang telah jelas pembagian tugas dan tanggung jawab masing-masing anggota sekolah tersebut, sehingga sedikit kemungkinan akan terjadi tumpang tindih tugas dan tanggung jawab. Dengan demikian programprogram yang telah direncanakan akan berjalan dengan baik. Adapun struktur organisasi SLB Tunas Kasih I yaitu sebagai berikut: 1. Kepala sekolah: Nunung Djumarningsih, S. Pd, M. M. 2. Bidang kurikulum: Wiwit Wiriawan, M. Pd. 3. Bidang Kesiswaan: Sri Mulyaningsih, S. Pd. 4. Bidang sarana: M. Rafli. 5. Bidang Humas: Hodijah, S. Pd.5 4. Keadaan Tenaga Pengajar SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor Keberadaan tenaga pengajar yang sesuai dengan bidang keilmuannya yang diajarkan pada anak didik akan mendukung terhadap upaya peningkatan kualitas belajar anak. Oleh karena itu SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor telah 5 Dokumen sekolah SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor, 2001. 63 menetapkan tenaga pengajar yang kompeten dalam dibidangnya. Akan tetapi lebih ditekankan pada komitmen masing-masing tenaga pengajar, karena yang paling diperlukan dalam diri seorang pengajar terutama dalam penanganan anak tunagrahita adalah mau menerima dan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan sepenuh hati dan disertai rasa kasih sayang dan juga banyak belajar untuk memperbanyak pengetahuan dan wawasan. Untuk mengetahui secara jelas nama-nama tenaga pengajar yang ada di SLB Tunas Kasih 1 Kabupaten Bogor dapat dilihat pada lampiran tabel 1. 5. Keadaan Siswa SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor Keadaan murid tunagrahita di SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor setiap tahunnya mengalami penambahan, adapun untuk jumlah murid pada saat ini mencapai 22 anak yang mengalami gangguan tunagrahita, dan latar belakangnya rata-rata dari kalangan menengah kebawah.6 Untuk daftar nama murid tunagrahita di SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor dapat dilihat pada lampiran tabel 2. 6. Keadaan sarana dan Prasarana SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor Dalam proses terapi, diperlukan sarana dan prasarana yang memadai. Akan tetapi hal ini tidak bisa maksimal dikarenakan terbatasnya alokasi dana untuk sarana dan prasarana, yang didalamnya termasuk alat peraga. Adapun daftar sarana dan prasarana yang dimiliki oleh SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor terdapat pada lampiran tabel 3. 6 Dokumen sekolah SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor, 2001. 64 B. Hasil dan Analisa Data Penelitian 1. Bentuk strategi komunikasi yang digunakan guru dalam penanaman nilai-nilai pendidikan agama pada anak tunagrahita. SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor merupakan sekolah yang mencoba untuk membantu anak-anak berkebutuhan khusus seperti anak penyandang tunagrahita agar mereka dapat sekolah seperti anak-anak lain di sekolah formal. Karena pendidikan begitu penting bagi anak normal pada umumnya juga penting bagi anak berkebutuhan khusus agar membantu mereka dalam merubah tingkah laku dan perkembangannya. Dalam proses penanaman nilai-nilai agama islam untuk anak tunagrahita perlu bimbingan khusus agar mereka mudah mengerti apa itu penanaman nilai-nilai agama islam. Sehingga komunikasi yang digunakan oleh guru pun lebih banyak. Setelah melakukan observasi langsung di sekolah tersebut, penulis melihat komunikasi yang digunakan oleh guru terhadap murid tunagrahita yaitu dengan komunikasi verbal dan non verbal. Bentuk komunikasi di sekolah tersebut juga merupakan komunikasi kelompok kecil yaitu kelompok komunikan yang dalam situasi komunikasi terdapat kesempatan untuk memberi tanggapan secara verbal dengan lain perkataan dalam komunikasi kelompok kecil. Komunikator dapat melakukan komunikasi intrapersonal dengan salah satu anggota kelompok.7 Banyak kalangan menilai komunikasi kelompok kecil ini sebagai tipe komunikasi antarpribadi karena pertama, anggota-anggotanya terlibat dalam suatu proses komunikasi yang berlangsung secara tatap muka. Kedua, pembicara berlangsung secara terpotong-potong dimana semua peserta bisa berbicara dalam kedudukan 7 Onong Uchjana Effendy, Kepemimpinan dan Komunikasi, h. 88. 65 yang sama, dengan kata lain tidak ada pembicara tunggal yang mendominasi situasi. Dan ketiga, sumber dan penerima sulit diidentifikasi, dalam artian semua anggota bisa menjadi sumber dan juga sebagai penerima. Dalam situasi kelompok kecil, seorang komunikator haruslah memperhatikan umpan balik dari komunikan sehingga ia dapat segara mengubah gaya komunikasinya. Karena komunikasi kelompok kecil bersifat tatap muka, maka tanggapan komunikan dapat segara diketahui. Begitu juga di sekolah tersebut, setiap guru cukup profesional dalam menyampaikan materinya kepada murid tunagrahita karena anak tunagrahita itu perlu bimbingan khusus. Hal kecil yang penulis lihat, guru di sekolah tersebut memberikan penjelasan secara langsung dan tatap muka dan dibantu dengan bimbingan langsung terhadap muridnya karena keterbatasan yang dimiliki murid tunagrahita. Ketika guru mengetahui anak tersebut kurang memahami, ia langsung mendekati anak tersebut dan membimbingnya satu persatu. Komunikasi verbal yang digunakan di SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor dengan cara metode ceramah yang dilakukan oleh guru secara lisan menjelaskan pelajaran kepada muridnya, dan dengan tulisan yang dituangkan di papan tulis. Misalnya mengenalkan dan menjelaskan apa itu agama islam, siapa Tuhan kita, apa saja rukun Islam dan rukun iman itu, serta diajarkan huruf-huruf hijaiyah. Kemudian komunikasi non verbal yang dilakukan berupa sistem isyarat bahasa Indonesia yang biasa diguankan untuk anak berkebutuhan khusus. Seperti diungkapkan oleh guru anak penyandang tunagrahita. Ia mengatakan: 66 “Ibu biasanya menjelaskan dengan lisan terus ditambah dengan sistem isyarat bahasa indonesia untuk anak tunagrahita. Mereka itu harus dijelaskan berulang-ulang supaya mengerti penjelasan ibu, soalnya kan susah ya kalau anak berkebutuhan khusus itu”8 Gambar 1.Murid Tunagrahita yang sedang mendapatkan pengetahuan agama secara verbal, guru juga menggunakan metode ceramah. 8 Wawancara Ibu Hodijah, 19 April 2013, 09.45 WIB, di ruang kelas. 67 Gambar 2. Murid tunagrahita yang sedang diberi arahan dengan menggunakan sistem isyarat bahasa Indonesia. Gambar 3. Contoh sistem isyarat bahasa Indonesia huruf vokal (bawah ke kanan atas). 68 Komunikasi yang dilakukan juga bersifat langsung, artinya pelajaran yang disampaikan oleh guru secara langsung dan dijelaskan secara tatap muka dengan anak tunagrahita. Serta komunikasi yang dilakukan secara tidak langsung, yaitu guru menjelaskan kepada murid secara perorangan dengan menggunakan media tertentu misalnya alat peraga/gambar dan kesenian. Seperti yang dikatakan oleh Ibu Ida selaku guru murid tunagrahita: “Nah dikelas kita sebagai guru kalau menjelaskan pelajaran untuk anak tunagrahita perlu dibina secara tatap muka dan juga memakai media komunikasi misalnya dengan gambar tata cara wudhu dan sholat, juga memakai alat kesenian angklung”9 Gambar 4. Murid tunagrahita yang sedang dibimbing secara perorangan, dimaksudkan karena anak tunagrahita memiki kemampuan yang terbatas. 9 Wawancara Ibu Hodijah, 19 April 2013, 09.45 WIB, di ruang kelas. 69 Gambar 5. Murid tunagrahita yang sedang diajarkan kesenian angklung dengan musik keagamaan (Lagu aku cinta Allah), ini merupakan salah satu bentuk komunikasi nonverbal. Gambar 6. Murid tunagrahita yang sedang diberi arahan tentang tata cara sholat, ini merupakan salah satu bentuk komunikasi nonverbal dengan menggunakan gambar. 70 Dalam penanaman nilai-nilai agama, guru lebih lama dalam menjelaskan tentang pemahaman agama islam. Karena anak berkebutuhan khusus berbeda dengan anak normal pada umumnya. Ia harus banyak mengulang apa yang telah disampaikan oleh gurunya. Guru juga harus menjelaskan secara perorangan baik menggunakan komunikasi verbal maupun nonverbal. Hal ini sesuai apa yang dikatakan oleh ibu kepala sekolah dalam wawancara: “Ya apalagi kalau dalam memberikan pemahaman tentang penanaman nilai-nilai agama islam, anak tunagrahita itu butuh bimbingan khusus satu persatu. Jangankan tentang agama islam, yang bahasan umum saja anak tunagrahita itu harus diulangi setiap materinya. Makanya harus ditulis juga di papan tulis materinya itu...”10 Komunikasi verbal yang dilakukan oleh guru dilakukan secara langsung/tatap muka dengan murid tunagrahita dengan menggunakan metode ceramah. Guru terlebih dahulu mengenalkan dan menjelaskan apa itu agama islam, siapa Tuhan kita, apa saja rukun Islam dan rukun iman itu, serta diajarkan huruf-huruf hijaiyah. Kemudian komunikasi nonverbal yang dilakukan berupa materi yang dituangkan di papan tulis, adanya bahasa isyarat yang biasa digunakan anak berkebutuhan khusus, pengenalan huruf hijaiyah yang menggunakan alat peraga/gambar, lalu tata cara wudlu dan solat juga menggunakan gambar selain dijelaskan secara langsung kepada murid tunagrahita. Kesimpulan yang didapatkan dari hasil penelitian yang sudah dilakukan sudah terlihat sesuai teori yang digunakan, yaitu teori interaksi simbolik yang dikembangkan oleh George Herbert Mead. Teori ini mengajarkan bahwa makna muncul sebagai hasil dari interaksi diantara manusia, baik secara verbal maupun 10 sekolah. Wawancara Ibu Nunung Djumarningsih,19 April 2013, 08.15 WIB, di ruang kepala 71 non verbal. Ide dasar teori ini menyatakan bahwa lambang atau simbol kebudayaan dipelajari melalui interaksi, orang memberi makna terhadap segala hal yang akan mengontrol sikap mereka. Teori ini memfokuskan perhatiannya pada cara-cara yang digunakan manusia untuk membentuk makna dan struktur masyarakat melalui percakapan.11 Interaksi yang dilakukan oleh guru dengan murid tunagrahita juga memperlihatkan interaksi yang baik karena guru memberikan materi penanaman nilai-nilai agama menggunakan komunikasi verbal dan nonverbal dengan metode ceramah, juga ditambah dengan bimbingan perorangan. Sehingga murid tunagrahita pun mengerti apa makna dari materi dan arahan yang diberikan oleh gurunya. 2. Upaya guru dalam penanaman nilai-nilai agama pada anak tunagrahita Penanaman nilai-nilai agama islam sejak dini sangat berperan penting agar anak dapat mengendalikan hawa nafsunya. Dalam proses penanaman nilai-nilai agama islam, aktualisasi nilai-nilai agama islam sesungguhnya dalam keseharian kegiatan belajar mengajar menjadi hal yang sangat urgen. Islam menghendaki agar manusia dididik agar mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah SWT. Aplikasi nilai-nilai Islam menjadi aspek penting untuk meraih manusia menjadi manusia yang bertakwa yang hanya diciptakan semata-mata untuk beribadah kepada Allah SWT. Dalam proses ibadah tentunya dengan keteladanan dan kebiasaan menjadi faktor penting terbentuknya kepribadian anak didik. Begitu pula dalam proses pelaksanaan penanaman nilai-nilai agama islam dalam segala aspek kehidupan. 11 Morissan, M.A., Teori Komunikasi Massa, (Bogor: PT. Ghalia Indonesia, 2010), h. 126 72 Sekolah luar biasa ini telah menanamkan nilai-nilai agama islam pada anak didiknya dengan berbagai bentuk penanaman nilai-nilai agama islam yang juga dilakukan oleh anak normal pada umumnya.Hal ini diperjelas oleh ibu kepala sekolah selaku guru anak tunagrahita: “penting sekali, kami mengupayakan penanaman nilai-nilai agama islam tetap tertanam oleh semua anak didik tidak hanya anak normal pada umumnya. Akan tetapi anak bekebutuhan khusus penyandang tunagrahita juga perlu ada basic agama islam”12 Materi yang disampaikan juga tidak memberatkan anak tunagrahita. Karena disesuaikan dengan kemampuan anak didik. Hal ini sesuai apa yang dikatakan ibu Ida dalam wawancara: “Materinya pun kita tidak susah-susah karena kita mulai dari nol. Misalnya pengenalan Tuhan, nama agama kita apa? Barulah diperkenalkan huruf-huruf hijaiyah. Kalau sudah cukup mengerti, baru anak diperkenalkan doa sehari-hari, gerakan wudhu dan sholat”13 Selain upaya diatas, kepala sekolah SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor juga menambahkan upaya dalam penanaman nilai-nilai agama islam yang dilakukan di sekolah. Dengan cara mengulang materi yang sudah diberikan oleh guru dipraktekkan pada pada hari tertentu yaitu hari jumat. Ia mengatakan: “Dari materi-materi yang sudah disampaikan oleh guru, setiap hari jumat mereka diajarkan secara konsep atau praktik dalam penanaman nilai-nilai agama islam. Baik melalui media gambar maupun media lainnya”14 Sarana yang digunakan dalam penanaman nilai-nilai agama islam di SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor juga merupakan penunjang dalam upaya 12 Wawancara Bapak Wiwit Wiriawan, 20 April 2013, 09.45 WIB, di ruang guru. Wawancara Ibu Hodijah, 19 April 2013, 09.45 WIB, di ruang kelas. 14 Wawancara Ibu Nunung Djumarningsih, 19 April 2013, 08.15 WIB, di ruang kepala sekolah. 13 73 penanaman nilai-nilai agama. Berupa papan tulis, alat kesenian, dan alat solat. Seperti yang dijelaskan oleh ibu Sunifah selaku pembimbing di kelas: “Media papan tulis, alat kesenian dan alat sholat merupakan media pendukung dalam proses penanaman nilai-nilai agama islam. Misalnya saja alat kesenian angklung dipakai untuk merelaxasi anak tunagrahita akan tetapi dengan lagu islami yang memperkenalkan rukun islam dan rukun iman”15 Pokok-pokok pendidikan agama islam yang harus ditanamkan pada anak didik yaitu, keimanan, kesehatan, dan ibadah. Ketiga pokok ajaran agama tersebut juga diberikan kepada murid tunagrahita yang ada di SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor. 1. Keimanan (aqidah islamiyah) Iman adalah kepercayaan yang terhujam dalam hati dengan penuh keyakinan, tak ada perasaan ragu-ragu serta mempengaruhi orientasi kehidupan, sikap, dan aktivitas keseharian. Iman adalah mengucapkan dengan lidah, mengakui benarnya dengan hati dan mengamalkan dengan anggota badan.16 Pendidikan keimanan termasuk aspek pendidikan yang patut mendapat perhatian pertama dan utama dari orang tua dan iman merupakan pilar yang mendasari keislaman seseorang. Pembentukan iman harus diberikan pada anak sejak kecil, sejalan dengan pertumbuhan kepribadiannya. Nilai-nilai keimanan harus dimulai diperkenalkan pada anak dengan cara: 15 Wawancara Ibu Sunifah, 20 April 2013, 11.13 WIB, di ruang kelas. Tim Direktorat Jenderal Kelembagaan Agam Islam dan Pondok Pesantren, Aqidah Akhlak”rukun iman”, (Jakarta Tim Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam dan Pesantren, 2004), h. 1. 16 74 a. Memperkenalkan nama Allah SWT dan Rasul-Nya. b. Memberikan gambaran tentang siapa pencipta alam raya ini melalui kisah-kisah teladan. c. Memperkenalkan ke-Maha Agungan Allah SWT.17 Gambar 7. Murid Tunagrahita yang sedang mendapatkan pengetahuan agama. Di SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor anak didiknya dibekali pembentukan iman yang harus diberikan. Karena hal itu sangat penting dan tidak hanya diberikan pada anak normal saja. Setidaknya mereka mengetahui Tuhan mereka, agama mereka apa, serta pembelajaran ibadah sesuai yang diajarkan oleh agama islam. 2. Kesehatan Kesehatan adalah masalah penting dalam kehidupan manusia, terkadang kesehatan dipandang sebagi sesuatu yang biasa dalam dirinya. Orang baru sadar 17 M. Nippan Abdul Halim, Anak Shaleh Dambaan Keluarga, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2002), cet. Ke-2, h. 176. 75 akan pentingnya kesehatan bila suatu saat dirinya atau keluarganya sakit. Dengan kata lain arti kesehatan bukan hanya terbatas pada pokok persoalan sakit, kemudian dicari obatnya. Kesehatan dibutuhkan setiap orang, apalagi orang-orang Islam. Dengan kesehatan aktifitas keagamaan dan dunia dapat dikerjakan dengan baik. Orang bekerja memerlukan tubuh yang sehat, begitu juga dalam melaksanakan ibadah kepada Allah SWT. Semua aktifitas didunia memerlukan kesehatan jasmani dan rohani. Mengingat pentingnya kesehatan bagi umat Islam apalagi dalam era modern seperti sekarang ini banyak sekali penyakit baru yang bermunculan. Maka perlu kiranya bagi orang tua muslim untuk lebih memperhatikan anak-anaknya dengan memasukkan pendidikan kesehatan sebagai unsur pokok. Usaha penanaman kebiasaan hidup sehat dapat dilakukan dengan cara mengajak anak gemar berolahraga, memberikan keteladanan dalam menjaga kebersihan diri dan lingkungan serta memberikan pengetahuan secukupnya tentang pentingnya kebersihan. Ajaran Islam sangat memperhatikan tentang kebersihan dan kerapihan ummat setiap anak harus diajarkan hidup yang bersih, karena Allah SWT menyukai orang-orang yang bersih. Melihat pentingnya kesehatan dalam penanaman nilai-nilai agama islam, SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor juga memiliki jadwal olah raga pada setiap hari kamis, dengan tujuan agar anak didik tunagrahita juga sehat jasmani dan rohani.Seperti yang kita lihat pada gambar berikut. 76 Gambar 8. Murid tunagrahita yang sedang berolahraga guna kebiasaan hidup sehat dalam proses penanaman nilai-nilai agama islam. 3. Ibadah Ibadah merupakan bukti nyata bagi seorang muslim dalam meyakini dan mempedomani aqidah Islamiyah. Sejak dini anak-anak harus diperkenalkan dengan nilai-nilai ibadah dengan cara: a) Mengajak anak ke tempat ibadah b) Memperlihatkan bentuk-bentuk ibadah c) Memperkenalkan arti ibadah18 Pendidikan anak dalam beribadah dianggap sebagai penyempurna dari pendidikan aqidah, karena nilai ibadah yang didapat dari anak akan menambah keyakinan kebenaran ajarannya. Semakin nilai ibadah yang ia miliki maka akan 18 M. Nippan Abdul Halim, Anak Shaleh Dambaan Keluarga, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2002), cet. Ke-2, h. 176. 77 tinggi nilai keimanannya. Ibadah merupakan penyerahan diri seorang hamba pada Allah SWT. Ibadah yang dilakukan secara benar sesuai dengan syari’at Islam merupakan implementasi secara langsung dari sebuah penghambaan diri pada Allah SWT. Manusia merasa bahwa ia diciptakan didunia ini hanya untuk menghamba kepada-Nya pembinaan ketaatan ibadah pada anak juga dimulai dalam keluarga kegiatan ibadah yang dapat menarik bagi anak yang masih kecil adalah yang mengandung gerak. Anak-anak suka melakukan solat, meniru orang tuanya kendatipun ia tidak mengerti apa yang dilakukannya itu. Ibadah bagi anak akan membiasakan melaksanakan kewajiban.19 Dalam proses penanaman nilai-nilai agama islam, SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor juga tidak hanya memberi penjelasan secara teori, akan tetapi juga dilaksanakan langsung atau dipraktekkan dalam kesehariannya. Selain di sekolah, anak didik juga dibiasakan untuk mengulang materi penanaman nilainilai agama islam yang dibimbing oleh orang tuanya sendiri.Membaca doa sebelum dan sesudah belajar merupakan kewajiban murid tunagrahita agar mereka terbentuk menjadi insan yang mulia. Seperti yang kita lihat pada gambar berikut ini: 19 M. Nippan Abdul Halim, Anak Shaleh Dambaan Keluarga, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2002), cet. Ke-2, h. 176. 78 Gambar 9. Berdoa sebelum dan sesudah belajar merupakan rutinitas murid tunagrahita yang harus dilakukan sebagai bentuk ibadah kepada Allah SWT. Gambar 10. Murid tunagrahita yang sedang mempraktekkan tata cara berwudhu. 79 Gambar 11. Murid tunagrahita yang sedang mempraktekkan tata cara sholat yang dibimbing oleh gurunya. Kesimpulannya, upaya yang dilakukan guru dalam penanaman nilai-nilai agama antara lain diberikannya materi keagamaan yang disesuaikan dengan kondisi anak berkebutuhan khusus.Yaitu diajarkan tentang kesopanan, Tuhan mereka siapa, agama mereka apa, doa sehari-hari, tata cara wudhu dan sholat. Upaya lain yaitu materi yang sudah diberikan biasanya dipraktekkan pada hari jumat karena jadwal materi dan praktek agama, juga dilengkapi dengan sarana 80 yang cukup memadai. Antara lain papan tulis, gambar tata cara solat, alat solat dan alat kesenian angklung. 3. faktor penentu keberhasilan dalam penanaman nilai-nilai agama pada anaktunagrahita. Menurut Abuddin Nata, metode pendidikan Islam adalah jalan untuk menanamkan pengetahuan Islam pada diri seseorang sehingga terlihat dalam dalam pribadi sasaran, yaitu pribadi Islami.20 Dalam menyampaikan materi pendidikan Islam, Alquran menawarkan berbagai macam pendekatan metode, diantaranya: 1. Metode teladan Metode ini dilakukan dengan cara memberi contoh berupa tingkah laku, sifat, dan cara berfikir. 2. Metode pembiasaan Metode pembiasaan dilakukan dengan membiasakan melakukan sesuatu secara bertahap termasuk merubah kebiasaan-kebiasaan yang buruk dan tidak sesuai dengan norma susila. Metode ini perlu ditanamkan sejak anak masih kecil, karena kebiasaan akan tertanam kuat dan sulit berubah. 3. Metode nasehat Nasehat adalah penjelasan tentang kebenaran dan kemaslahatan. Dengan member nasehat, pendidik dapat menanamkan pengaruh yang baik pada anaknya. 20 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h. 78 81 4. Metode motivasi Metode ini banyak digunakan oleh masyarakat luas. Alquran juga menggunakan metode ini kenikmatannya dan neraka ketika menggambarkan dengan melipatgandakan pahala bagi orang kepedihan surga siksanya, dengan serta yang melakukan amal baik dan membalas keburukan dengan keburukan yang setimpal. 5. Metode hukuman Metode ini merupakan metode terburuk, karena membuat anak menjadi patah semangat. Akan tetapi dalam kondisi tertentu harus digunakan..21 Dari kelima metode tersebut, guru di SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor perlu mengerti bagaimana kondisi anak. Sehingga mengkomunikasikannya pun lebih mudah. Metode teladan dilakukan agar anak mengerti bagaimana contoh sikap atau tingkah laku yang baik. Metode pembiasaan dilakukan dengan tujuan agar anak tidak lupa terhadap materi agama yang disampaikan. Metode nasehat dilakukan agar anak tetap terjaga dengan sikap dan tingkah laku yang baik. Metode motivasi dilakukan agar anak tetap semangat dan senang dalam menerima arahan penanaman niali-nilai agama islam. Lalu metode hukuman ini ada di SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor akan tetapi berupa peringatan agar anak tidak melakukan kesalahan lagi. Faktor lain yaitu dari materi yang diberikan kepada anak tunagrahita berupa pengetahuan tentang agama islam. Diantaranya pengenalan nama Tuhan, agama yang dianut, rukun Islam, rukun iman, dan praktek tentang wudhu serta tatacara sholat. 21 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h. 78. 82 Dalam penanaman nilai-nilai agama islam yang menjadi faktor penentu keberhasilan agar materinya tersampaikan dengan baik yaitu sesuai kemampuan tenaga pengajar dalam mengerti kondisi anak, artinya guru menyampaikan materi disesuaikan dengan kecerdasan anak didiknya. Sehingga tidak ada paksaan yang memberatkan anak tunagrahita. Hal ini sesuai wawancara dengan kepala sekolah SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor: “Yang menentukan keberhasilan penanaman nilai-nilai agama islam ya guru nya sendiri. Guru itu harus ngerti kemampuan muridnya, supaya materi yang disampaikan juga tidak memberatkan dan tumpang tindih”22 Selain faktor dari guru, orang tua juga menjadi faktor penentu karena setiap materi nilai-nilai agama yang diajarkan disekolah, orang tua wajib mengingatkan anaknya agar rutin diulang sehingga anak menjadi paham dari teori dan praktek di rumah. Hal ini juga dijelaskan oleh Pak Wiwit yang juga selaku guru SLB-C: “Orang tua merupakan faktor penentu setelah guru karena apa yang disampaikan oleh guru harus diulang dirumah, apalagi anak tunagrahita itu cepat lupa. Praktek dirumahlah yang menentukan anak itu paham atau tidak dengan kebiasaan yang sering dilakukan”23 Adanya perubahan sikap yang awalnya murid tunagrahita tidak biasa mengucapkan salam ketika masuk/keluar ruangan, berdoa sebelum dan sesudah kegiatan belajar mengajar. Akan tetapi perlahan setelah ditanamkannya nilai-nilai agama islam, murid tunagrahita menjadi biasa mengucapkan salam, dan berdoa sebelum/sesudah kegiatan belajar mengajar dilakukan. Hal ini dikatakan juga oleh ibu Sunifah selaku pembimbing di kelas: 22 Wawancara Ibu Nunung Djumarningsih, 19 April 2013, 08.15 WIB, di ruang kepala sekolah. 23 Wawancara Bapak Wiwit Wiriawan, 20 April 2013, 09.45 WIB, di ruang guru. 83 “Dulu itu anak-anak ga ngucapin salam kalau masuk kelas, tapi karna diberi pemahaman tentang tata cara masuk ruangan dan harus mngucapkan salam, akhirnya lama-kelamaan anak terbiasa dan sudah mengerti. Begitupun dengan bacaan doa sebelum/sesudah kegiatan belajar mengajar, murid juga diajarkan seperti itu”24 Gambar 12. murid tunagrahita yang sedang salim kepada gurunya, merupakan bentuk penanaman nilai-nilai agama islam yaitu kesopanan terhadap guru. Kesimpulannya, faktor penentu keberhasilan komunikasi dalam proses penanaman nilai-nilai agama islam di SLB Tunas kasih I Kabupaten Bogor antara lain faktor dari metode pengajaran guru yang dilakukan disesuaikan dengan kecerdasan anak, materi yang disampaikan juga tidak memberatkan anak didik tunagrahita. Serta dibantu oleh orang tua yang mengingatkan anaknya untuk mengulang setiap materi yang telah disampaikan agar dapat dipraktekkan di rumah. 24 Wawancara Ibu Sunifah, 20 April 2013, 11.13 WIB, di ruang kelas. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Setelah melakukan observasi, menganalisis data, dan menjawab rumusan masalah dalam skripsi ini, maka penulis membuat beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Bentuk strategi komunikasi yang digunakan oleh guru di SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor yaitu antara lain komunikasi kelompok kecil, komunikasi verbal dan nonverbal dengan metode ceramah. Komunikasi verbal yang dilakukan oleh guru terhadap murid tunagrahita yaitu dengan memberikan materi dan arahan secara lisan dan ceramah, artinya guru yang aktif berbicara di depan murid tunagrahita. Kemudian komunikasi nonverbal yang dilakukan diantaranya yaitu ketika guru memberikan materi penanaman nilai-nilai agama, guru menggunakan gambar dan sistem bahasa isyarat yang biasa digunakan oleh anak berkebutuhan khusus. 2. Upaya guru dan pembimbing kelas dalam penanaman nilai-nilai agama pada anak penyandang tunagrahita, yaitu seperti apa yang telah peneliti amati selama observasi dan wawancara yaitu antara lain adanya materi agama islam dan praktek langsung oleh murid penyandang tunagrahita setiap hari jumat.Kemudian guru juga menyesuaiakan kondisi murid tunagrahita sehingga materi penanaman nilai-nilai agama islam dipahami dengan baik. Selain upaya tersebut guru juga menggunakan media yang tepat, seperti menggunakan alat peraga/gambar tata cara solat dan papan tulis sebagai media utama. 84 85 materi keagamaan yang disesuaikan dengan kondisi anak berkebutuhan khusus. Yaitu diajarkan tentang kesopanan, Tuhan mereka siapa, agama mereka apa, doa sehari-hari, tata cara wudlu dan solat. Upaya lain yaitu materi yang sudah diberikan biasanya dipraktekkan pada hari jumat karena jadwal materi dan praktek agama, juga dilengkapi dengan sarana yang cukup memadai. Antara lain papan tulis, gambar tata cara solat, alat solat dan alat kesenian angklung. 3. faktor penentu keberhasilan komunikasi dalam proses penanaman nilai-nilai agama islam di SLB Tunas kasih I Kabupaten Bogor antara lain faktor dari metode pengajaran guru yang dilakukan disesuaikan dengan kecerdasan anak, materi yang disampaikan juga tidak memberatkan anak didik tunagrahita.Serta dibantu oleh orang tua yang mengingatkan anaknya untuk mengulang setiap materi yang telah disampaikan agar dapat dipraktekkan di rumah, sehingga anak tersebut menjadi terbiasa dan mudah mengerti terhadap pelajaran yang telah mereka terima. B. Saran 1. Strategi komunikasi yang digunakan oleh guru di SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor sudah cukup bagus, akan tetapi jika anak sudah terlihat aktif dan mengerti apa yang dipelajarinya di sekolah, perlu ditambah dengan media yang lebih canggih sehingga anak bekebutuhan khusus juga menerima media tekonologi baru yang dan tetap menjaga keharmonisan komunikasi antara guru dengan murid tunagrahita karena tidak menghilangkan unsur metode ceramah yang digunakan sebelumnya. Hal kecil saja misalnya murid tunagrahita diberikan pengetahuan teknologi, dan 86 untuk prakteknya bisa dilakukan study tour ke gedung IPTEK di TMII Jakarta. Selain itu, pelatihan komunikasi terhadap anak penyandang tunagrahita di SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor sangat diperlukan agar mereka semakin lancar dalam berbicara dan bersosialisasi. Singkatnya, guru harus profesional dalam menyampaikan pelajaran yang disesuaikan dengan kondisi anak tunagrahita. 2. Kualitas dan tenaga pendidik di SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor harus lebih ditingkatkan agar kemampuan komunikasi anak didik dalam bersosialisasi juga bisa lebih meningkat dari sebelumnya. Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara mengikuti pelatihan komunikasi atau public speaking bagi guru anak berkebutuhan khusus, dan bisa dipraktekkan di kelas bersama murid tunagrahita. DAFTAR PUSTAKA Dasaki, Hafidz, Dkk, Dewan Redaksi EI, Ensiklopedia Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997. Delphie, Bandi, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus, Bandung: PT. Refika Aditama,2006. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa indonesia Edisi Kedua, Jakarta: Balai Pustaka, 1991. Departemen Pendidikan Nasional RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2004. Dokumen sekolah SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor, 2001. Effendi, Onong Uchjana, Dinamika komunikasi, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1992. _____________________, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002. _____________________, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1992. Effendy, Dedy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007. Faisal, Yusuf Amir, Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1995. Faqih, Aunur Rahim, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, Yogyakarta: UII Press, 2001. Glueck, William F., Manajemen Strategis dan Kebijakan Perusahaan, Jakarta: Erlangga, 1987. H. M. Arifin, Timbal Balik Pendidikan Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1976. Hadi, Sutrisno, Metodologi Reseach, Yogyakarta: Andi offset,1992. Halim M. Nippan, Abdul,Anak Shaleh Dambaan Keluarga, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2002. 87 88 Heriyanto, Sandjaja dan Albertus, Panduan Penelitian, Jakarta: Prestasi Pustakarya, 2006. Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi Aksara, 2008. Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya ,2002. Liliweri, Alo,Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, Yogyakarta: Lkis, 2003. Lumbantobing, Anak Dengan Mental Terbelakang, Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI. M. Hajir, Metodologi Penelitian, Jakarta: Ghalis Indonesia,1985. M. Nippan Abdul Halim, Anak Shaleh Dambaan Keluarga, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2002. Maliki, dan Ending Lestari,Komunikasi yang Efektif: Bahan Ajar Diklat Prajabatan Golongan III, Jakarta: Lembaga Admintrasi Negara, 2003. Mangunsong, Frieda, Psikologi dan Pendidikan Luar Biasa, Jakarta: LPSP 3 UI, 1998. Marimba, Ahmad D., Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: PT. Al-maarif, 1989. Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, Jakarta: Bumi Aksara, 2006. Mona Ganiem, Muhammad Budyatna dan Lelia, Teori Komunikasi Antarpribadi, Jakarta: Prenada Media Group, 2011. Nur’aeni, Intervensi Dini Bagi Anak Bermasalah, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997. Rakhmat, Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996. Ramayulis, Metode Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2005. Roudhonah, Ilmu Komunikasi, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007. Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pers, 2002. Santoso, Hargio, Cara Memahami dan Mendidik Anak Berkebutuhan Khusus, Yogyakarta: Goysen Publishing, 2012. 89 Sendjaja, Sasa Djuarsa, Pengantar Komunikasi, Jakarta: Universitas Indonesia, 1993. Soehartono, Irawan, Metode Penelitian Sosial, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004. Syaripudin, Yosal Iriantara dan Usep, Komunikasi Pendidikan, Bandung: Reamaja Rosdakarya, 2013. Tamsih Udin AM dan E. Tejaningsih, Dasar-dasar Pendidikan Luar Biasa SPG/SPO/KPG, Bandung: Epsilon Grup Bandung Anggota IKAPI, 1988. Tim Direktorat Jenderal Kelembagaan Agam Islam dan Pondok Pesantren, Aqidah Akhlak ”rukun iman”, Jakarta Tim Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam dan Pesantren, 2004. Uhbiyati, Nur, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: CV Pustaka Setia, 1996. Usman, Basyiruddin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2002. Usman, Syarif, Strategi Pembangunan Indonesia dan Pembangunan dalam Islam, Jakarta: Firma Djakarta, tt Wawancara bapak Wiwit Wiriawan, 20 April 2013, 09.45 WIB, di ruang guru. Wawancara ibu Hodijah, 19 April 2013, 09.45 WIB, di ruang kelas. Wawancara ibuNunung Djumarningsih, 19 April 2013, 08.15 WIB, di ruang kepala sekolah. Wawancara ibu Sunifah, 20 April 2013, 11.13 WIB, di ruang kelas. Widjaja,H. A. Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, Jakarta: Bumi Askara, 1997. Yosal Iriantara dan Usep Syaripudin, Komunikasi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013. TABEL I Daftar Nama Tenaga Pengajar SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor NO 1 NAMA PENDIDIK/TENAGA KEPENDIDIKAN TEMPAT LAHIR TGL. LAHIR JABATAN PENDIDIKAN TERAKHIR Bahasa Sunda, S2 A.IV/M.M. Olahraga Kepala /2011 Sekolah NunungDjumarningsih, S.Pd Bandung, 24-05-1963 Kepala Sekolah Bandung, 29-06-1964 Guru PNS Sri Mulyaningsih, S.Pd 2 3 Wiwit Wiriawan, S.Pd 4 Hodijah, S.Pd 5 Moch.Rafly Herdiansyah 6 Yeti Muspiroh 7 Elida Rahayu 8 Sunifah S1 A.IV/PPKN/ 2008 TUGAS MENGAJAR SDLB-B, Bendahara Umum,Kesiswaan SMALB,Urusan S1 A.IV/PLB/ Kurikulum,Urusan 2004 Humas SDLB-C, Bogor, S1 A.IV/PLB/ Pembina Guru PNS 10-09-1971 2008 Pramuka,Sarana Prasarana, Sumedang, SMPLB, TU Guru Honor SMU 13-11-1985 SDLB-D1,Ka Bogor, Guru Honor SMU Gudep Putra, 30-04-1991 Perpustakaan SDLB-D1,Ka Bogor, Guru Honor SMU Gudep Putri, 19-02-1991 Inventaris Barang Semarang, Petugas Pembimbing SMP 16-11-1964 Kebersihan Bandung, 16-05-1981 Guru PNS TABEL 2 Daftar Nama Murid SLB-C Tunas Kasih I Kabupaten Bogor NO 1 2 3 4 NAMA ANAK/SISWA TEMPAT LAHIR TGL. LAHIR NOMOR INDUK SISWA PEKERJAAN ORANG TUA Sri Rahayu Bogor, 23-04-98 C.00534 PNS Maemunah Bogor, 24-04-00 C.00535 Pedagang Rohmi Nazylla Pekalongan, 10-95 C.00328 Pedagang Oki Muzikal Bogor, 22-10-94 C.00432 Wiraswasta 11- 5 6 7 8 Siti Latifah Bogor, 09-04-01 C.01048 Wiraswasta Annisa Bogor, 05-05-00 C.01049 Wiraswasta M. Dzakwan Bogor, 29-06-01 C.01050 Bidan 9 Arya Mahdi Bogor, 05-08C00942 2002 Bogor, 23-06-03 C.01045 10 Raina Restu Bogor, 26-03-01 C.00944 Guru 11 M. Halimi Bogor, 16-05-02 C.01052 Buruh AzrielAra Yanuar Bogor, 19-12-02 C.01053 Karyawan A. SirojulMunir Bogor, 30-03-04 C.01150 Wiraswasta Windu Jakarta, 21-06-99 C.01151 Karyawan Bella Spica Mumu Jakarta, 09-02-97 C.01152 Swasta Veronya Aurelia 12 13 14 15 16 Nurul Halizar 17 Sugiarta Nugraha 18 Iqbal 19 Irpan 20 Panji 21 Muhammad Kadavi 22 Nazwa Bogor, 28 -11C.01153 2002 Bogor, 07-11C.01154 2001 Bogor, 15-18C.01155 1993 Garut,14-03-1998 Bogor, 1993 Bogor, 2003 28-0623-02- Wiraswasta Satpam Wiraswasta Guru C.01156 Buruh C.01157 PNS C.01358 Buruh C.01359 Buruh 1 1 Pedagang Dokumen sekolah SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor, 2001. TABEL 3 Daftar Sarana dan Prasaran SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor NO NAMA BARANG BANYAKNYA KEADAAN 1 Meja Guru 1 Baik 2 Kursi Guru 1 Baik 3 Meja Siswa 6 Baik 4 Kursi Siswa 6 Baik 5 Lemari guru 1 Kurang Baik 6 Lemari Siswa 6 Baik 7 Radio 1 Rusak 8 Jam Dinding 1 Baik 9 Papan Tulis 1 Kurang Baik 10 Kunci Kelas 1 Hilang 11 Kipas Angin 1 Baik 12 Bingkai foto presiden dan wakil presiden 2 Baik 13 Bingkai lambang dan pancasila 1 Baik 14 Gunting 6 Baik 15 Buku gambar 6 Habis 16 Hitngan 6 Rusak 17 Gambar dinding 10 Baik 18 Penggaris lingkaran 6 Baik 19 Buku gambar 6 pack Baik 20 Buku Tulis 6 pack Baik 21 Buku Halus 6 buah Baik 22 Buku Kotak 12 buah Baik 23 Pensil warna 6 buah Baik 24 Gunting siswa 6 buah Baik 25 Gunting guru 1 buah Baik 26 Buku besar 1 buah Baik 27 Sampul 1 100 lembar Baik 28 Binder Clip 1 lusin Baik 29 Penghapus white board 1 buah Baik 30 Hitungan besar 6 buah Baik 31 Hitungan Kecil 6 buah Baik 32 Tissu 1 pack Baik 33 Handuk kecil siswa 6 Baik 34 Handuk besar siswa 6 Baik 35 Handuk kecil guru 2 Baik 36 Handuk besar guru 2 Baik 37 Lem fox 6 Baik 38 Lem biasa 6 Baik 39 Bindex 1 Baik 40 Pensil siswa 2 lusin Baik 41 Pulpen siswa 2 lusin Baik 42 Pulpen merah 1 lusin Baik 43 Lilin mainan 1 lusin Baik 44 Penghapus siswa 18 biji Baik 45 Tipex siswa 6 Baik 46 Penggaris 1 Baik 47 Kipas angin 1 Baik 48 Jam dinding 1 Baik 49 Papan tulis 1 Baik 50 Pulpen guru hitam 4 biji Baik 51 Pulpen guru merah 2 biji Baik 52 Pensil 2B 4 biji Baik 53 Spidol white board merah 2 biji Baik 54 Spidol white board hitam 4 biji Baik 55 Lilin mainan guru 3 buah Baik 56 Penghapus guru 3 buah Baik 57 Stapler 1 buah Baik 58 Isi stapler 1 buah Baik 59 Meja guru 1 buah Baik 60 Kursi guru 1 Baik 61 Komputer 1 Baik 62 Meja komputer 1 Baik 63 Jam dinding 1 Baik 64 Rak sepatu 1 Baik 65 Tempat sampah 1 Baik 66 Sapu 3 Habis 67 Bingkai foto dan pancasila 3 Baik 68 Papan tulis 1 Kurang baik 69 Lemari guru 1 Kurang Baik 70 Lemari siswa 6 Baik 71 Penghapus papan tulis 1 Baik 72 Kapur tulis 2 1 pack habis 73 Kapur berwarna 1 Cukup 74 Radio 1 Rusak 75 Kaset senam 1 Rusak 76 Gambar dinding 10 Baik