BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Dessler (2005, p4) manajemen sumber daya manusia adalah suatu kebijakan dan praktek yang melibatkan seseorang atau aspek sumber daya manusia dari posisi manajemen yang termasuk perekrutan, memilih, melatih, memberikan penghargaan, dan menilai. Jadi dari definisi sumber daya manusia di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa, manajemen sumber daya manusia adalah suatu fungsi organisasi yang terdiri atas proses dan sistem yang dapat memengaruhi kepegawaian yang efektif dan efisien, sehingga tujuan organisasi dan individual pun dapat dicapai. Menurut pendapat Robert L. Mathis – John H. Jackson Manajemen Sumber Daya manusia adalah rancangan sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan-tujuan organisasional. Sedangkan menurut Sony B Fonataba (Jurnal Aplikasi Manajemen, Volume 6, Nomor 1, April 2008) Sumber Daya Manusia merupakan salah satu asset sebuah organisasi yang paling berharga, karena dengan sumber daya manusia yang baik 10 11 maka diharapkan mampu untuk menjawab semua tantangan yang datang baik dari dalam maupun luar organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Kualitas Sumber Daya Manusia yang dibutuhkan dapat terpenuhi dengan dilakukannya pengembangan yang mengarah kepada pendidikan dan pelatihan Sumber Daya Manusia. Pendidikan dan pelatihan merupakan upaya untuk mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM), terutama untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian manusia. 2.1.2 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk mencapai tujuan, strategi, misi, dan kebijakan dari perusahaan, manajemen sumber daya manusia memiliki fungsi-fungsinya sehingga perusahaan dapat bersaing secara baik dengan perusahaan lainnya (Bohlander dan Snell 2010, p150). Fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia tersebut adalah: 1) Recruitment Karyawan merupakan seseorang yang dibutuhkan oleh perusahaan dalam menjalankan kegiatan perusahaan. Untuk itu sebelum perusahaan dijalankan maka pihak perusahaan akan melakukan suatu proses yang disebut dengan proses pencarian para karyawan (Bohlander dan Snell 2010, p150). Proses pencarian para karyawan dilakukan berdasarkan standarisasi perusahaan. Standarisasi tersebut haruslah berkaitan dengan kriteria-kriteria yang dibutuhkan perusahaan, seperti contohnya seorang karyawan haruslah mempunyai pengetahuan yang baik dan cakap, kemampuan intelektual, efisiensi dalam bekerja, karakter khusus yang baik dan 12 beberapa pemikiran yang nantinya dapat membantu sebuah perusahaan dalam menjalankan bisnisnya (Bohlander dan Snell 2010, p150). 2) Selection Tahap selanjutnya adalah perusahaan akan menjalankan sebuah proses yang disebut dengan proses penyeleksian. Calon karyawan yang telah memberikan data mengenai data diri mereka atau data yang berhubungan dengan spesifikasi sebuah pekerjaan akan diseleksi dan dipilih oleh perusahaan berdasarkan kualifikasinya. Dalam tahap penyeleksian biasanya perusahaan. melakukan suatu proses calon karyawan di mana kriteria dan data calon karyawan tersebut sesuai dengan yang diinginkan perusahaan. Dalam tahap tersebut perusahaan melakukan pendataan dan pencatatan, dan kemudian perusahaan akan memasukkan dan mengkategorikan calon karyawan tersebut kepada deskripsi pekerjaan atau yang biasa disebut job description. Arti dari job description adalah penetapan akan sebuah pekerjaan, tanggung jawab dan kewajiban seorang karyawan dalam melakukan tugasnya (Bohlander dan Snell 2010, p151). 3) Training dan developing Setelah itu tahap selanjutnya adalah proses pelatihan dan pengembangan dimana dalam tahap ini karyawan yang telah diterima oleh perusahaan harus melakukan beberapa proses pelatihan dan pengembangan sehingga nantinya karyawan tersebut menjadi terbiasa kepada pekerjaan yang ada dalam perusahaan tersebut. Proses tersebut karyawan baru akan diberikan baik itu materi teori maupun praktek kerja lapangan (Bohlander dan Snell 2010, p151). 13 4) Performance appraisal Proses ini haruslah didukung dan dibantu dengan kemampuan dan keahlian karyawan dalam mengembangkan dan membuat suatu inovasi terhadap pekerjaannya. Apabila karyawan tersebut dapat bekerja sesuai target atau bekerja melebihi batas kemampuan dan standarisasi perusahaan maka karyawan tersebut berhak atas suatu penghargaan yang didasari kepada kinerja atau performance appraisal (Bohlander dan Snell 2010, p151). 5) Compensation management Tahap yang terakhir adalah proses pemberian kompensasi dimana setiap karyawan bekerja atas keinginan pencapaian akan suatu materi, sedangkan di lain pihak perusahaan sangat membutuhkan karyawan untuk dapat menggunakan kemampuan dan keahlian mereka untuk dapat menjalankan perusahaan tersebut. Selain itu juga perusahaan membutuhkan karyawan untuk pencapaian suatu tujuan tertentu berupa keuntungan (Bohlander dan Snell, 2010, p151). 2.1.3 Pengembangan Karyawan Mathis and Jackson (2006) juga menyatakan bahwa pengembangan karyawan adalah usaha-usaha untuk meningkatkan kemampuan para karyawan untuk menangani beraneka tugas dan untuk meningkatkan kapabilitas di luar kapabilitas yang dibutuhkan pekerjaan saat ini. 14 Salah satu bagian dari fungsi manajemen sumber daya manusia yaitu fungsi pengembangan karyawan. Robert L. malthis and John H. Jackson (2006:362) mengungkapkan bahwa fungsi pengembangan karyawan adalah sebagai berikut : 1. Pelatihan 2. Penilaian kinerja 3. Rotasi jabatan 4. Tugas atau penilaian komite 5. Posisi atau asisten 6. Pengembangan secara online 7. Pengembangan karir 8. Organisasi pembelajaran Menurut Dyah Ayu Lestari Windi Astuti (Jurnal Manajemen, Volume 6, No.1, November 2006) pengembangan dilakukan organisasi untuk menyiapkan karyawannya memegang jabatan tertentu di masa yang akan datang. Veithzal Rivai (2009, p236) menyebutkan pengembangan karyawan juga merupakan cara yang efektif untuk menghadapi beberapa tantangan, termasuk keusangan atau ketertinggalan karyawan, diversifikasi tenaga kerja domestik dan internasional. Dengan dapat teratasinya tantangan-tantangan (affirmation action) dan turnover karyawan, pengembangan karyawan mempertahankan tenaga kerja yang efektif. juga dapat menjaga atau 15 Seiring dengan berkembangnya tuntutan pekerjaan dan jabatan dari perusahaan atau badan instansi maka para ahli mengemukakan definisi yang beragam mengenai pengembangan karyawan seperti yang ditunjukkan dibawah ini : Menurut Veithzal Rivai (2004, p225) pengembangan karyawan adalah proses pelatihan secara sistematis mengubah tingkah laku karyawan untuk mencapai tujuan organisasi. Sedangkan menurut Hasibuan (2007, p69) pengembangan karyawan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan atau jabatan melalui pendidikan dan latihan. Pengembangan karyawan mampu untuk meningkatkan kemampuan teoritis, konseptual, teknis, dan moral karyawan. Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pengembangan karyawan adalah suatu upaya peningkatan keterampilan teknis, teoritis, konseptual hingga manajerial serta mengubah tingkah laku karyawan dalam mencapai tujuan perusahaan atau badan instansi. 2.1.3.1 Tujuan Pengembangan karyawan Pengembangan karyawan memiliki tujuan bagi perusahaan atau badan instansi, karyawan, dan seluruh pihak yang ikut merasakan manfaat yang diberikan. Maka dari itu, tujuan hakikat dari pengembangan karyawan adalah : 16 a. Produktivitas Kerja Melalui pengembangan, produktivitas kerja akan meningkat hingga kualitas dan kuantitas produksi menjadi semakin baik dikarenakan technical skills, human skills, dan managerial skills karyawan yang semakin baik. b. Efisiensi Pengembangan bertujuan untuk meningkatkan efisiensi tenaga, waktu, bahan baku, dan mengurangi ausnya mesin-mesin produksi. Selain itu juga mengurangi pemborosan sehingga biaya produksi relatif dan daya saing perusahaan menjadi semakin besar. c. Kerusakan Pengembangan bertujuan untuk mengurangi kerusakan barang, produksi, dan mesin-mesin produksi karena karyawan semakin ahli dan terampil dalam melaksanakan pekerjaannya. d. Kecelakaan Pengembangan bertujuan untuk mengurangi tingkat kecelakaan karyawan di lingkungan kerja sehingga jumlah biaya pengobatan yang dikeluarkan oleh perusahaan dapat berkurang pula. e. Pelayanan Pengembangan bertujuan untuk meningkatkan pelayanan yang lebih baik dari karyawan perusahaan kepada klien perusahaan, karena pemberian 17 pelayanan yang baik akan menjadi daya tarik yang sangat penting bagi partner-partner perusahaan yang bersangkutan. f. Moral Dengan pengembangan, moral karyawan akan menjadi lebih baik karena terdapat kesesuaian antara keahlian dan keterampilan yang dimiliki dengan pekerjaannya sehingga mereka antusias untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik. g. Karier Dengan pengembangan, kesempatan untuk meningkatkan karier karyawan semakin besar karena keahlian, keterampilan, dan prestasi kerjanya lebih baik. Hal ini pada akhirnya akan mengacu kepada promosi jabatan diperusahaan. h. Konseptual Dengan pengembangan, manajer semakin cakap dan cepat dalam mengambil keputusan yang lebih baik, karena technical skills, human skills, dn managerial skills-nya lebih baik. i. Kepemimpinan Dengan pengembangan, kepemimpinan seorang manajer akan menjadi lebih baik, human relations-nya menjadi fleksibel, terciptanya motivasi yang lebih terarah sehingga pembinaaan kerjasama vertikal dan horizontal semakin harmonis. 18 j. Balas jasa Dengan pengembangan, balas jasa berupa gaji, upah insentif, dan benefits karyawan akan meningkat karena prestasi kerja yang ditunjukkan semakin baik. k. Konsumen Pengembangan karyawan akan memberikan manfaat yang baik bagi masyarakat konsumen karena mereka akan memperoleh barang atau pelayanan yang lebih bermutu. A. Ruky (2003, p228) menyatakan bahwa pengembangan sumber daya manusia bertujuan agar organisasi tersebut mampu merealisasikan visi mereka dan mencapai tujuan-tujuan jangka menengah dan jangka pendek. Sedangkan bagi karyawan, program pengembangan sumber daya manusia dapat berarti suatu proses belajar dan berlatih secara sistematis untuk meningkatkan kompetensi dan prestasi kerja mereka dalam pekerjaanya sekarang dan menyiapkan diri untuk peran dan tanggung jawab yang akan datang. 2.1.3.2 Metode-metode Pengembangan Pelaksanaan pengembangan karyawan (training and education) harus didasarkan pada metode-metode yang telah diterapkan dalam program pengembangan perusahaan. Metode-metode pengembangan harus pula didasarkan kepada sasaran yang ingin dicapai. 19 Sasaran pengembangan karyawan menurut Drs. H. Malayu S. P. hasibuan adalah sebagaji berikut : 1. meningkatkan kemampuan dan keterampilan teknis mengerjakan pekerjaan atau technical skills. 2. meningkatkan keahlian dan kecakapan mempimpin serta mengambil keputusan atau managerial skills dan conceptual skilss. Metode pengembangan terdiri atas : 1. metode pelatihan atau training Metode pelatihan harus berdasarkan kepada kebutuhan pekerjaan tergantung pada berbagaji faktor, yaitu waktu, biaya, jumlah peserta, tingkat pendidikan dasar peserta, latar belakang peserta, dan lain-lain. pelatihan adalah salah satu bentuk edukasi dengan prinsip-prinsip pembelajaran. Menurut Veithzal Rivai (2004, p226), langkah-langkah berikut dapat diterapkan dalam pelatihan. a. pihak uang diberikan pelatihan harus dapat dimotivasi untuk mau belajar. b. Proses pembelajaran harus dipaksakan atau diperkuat. c. Pelatihan harus menyediakan bahan-bahan yang dapat dipratikkan atau diterapkan. d. Bahan-bahan yang dipresentasikan harus memiliki arti yang lengkap dan memenuhi kebutuhan. e. Materi yang diajarkan harus memiliki arti yang lengkap dan memenuhi kebutuhan. 20 2. Metode pendidikan atau education Philip H. Combs dalam tulisan Rochayat Harun, Jurnal Diklat Aparatur (2005, p48) mengklasifikasikan pendidikan ke dalam tiga bagian, yaitu : a. Pendidikann informal (pendidikan luar sekolah yang tidak dilembagakan), sering disebut juga informal education, yaitu proses pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar. b. Pendidikan formal (pendidikan sekolah) atau formal education, adalah pendidikan disekolah yang teratur, sistematis, mempunyai jenjang dan yang dibagi dalam waktu-waktu tertentu dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. c. Pendidikan non formal (pendidikan luar sekolah yang dilembagakan) atau non formal education, adalah semua bentuk pendidikan yang diselenggarakan dengan sengaja, tertib, terarah, dan berencana diluar kegiatan persekolahan. 2.1.4 Beban Kerja Beban kerja merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan oleh setiap perusahaan, karena beban kerja salah satu yang dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Menurut Irwandy (2007), dalam merencanakan kebutuhan tenaga kesehatan, departemen kesehatan Republik Indonesia telah menyusun modul Dasar Susunan Personalia (DSP) yang memuat tentang metode perhitungan tenaga kesehatan yaitu 21 estimasi beban kerja. Dalam metode ini tiap-tiap pegawai dapat dihitung beban kerjanya berdasarkan tugas dan fungsinya. Beban kerja adalah frekuensi kegiatan rata-rata dari masing-masing pekerjaan dalam jangka waktu tertentu. Beban kerja meliputi beban kerja fisik maupun mental. Akibat beban kerja yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan seorang pegawai menderita gangguan atau penyakit akibat kerja, (Irwandy, 2007). “beban kerja adalah suatu proses analisa terhadap waktu yang digunakan oleh seseorang atau sekelompok orang dalam menyelesaikan tugas-tugas suatu pekerjaan (jabatan) atau kelompok jabatan (unit kerja) yang dilaksanakan dalam keadaan atau kondisi normal” (Adil Kurnia 2010). Perhitungan beban kerja dapat dilihat dari 3 aspek, yakni fisik, mental dan panggunaan waktu. Aspek fisik meliputi beban kerja berdasarkan kriteria-kriteria fisik manusia. Aspek mental merupakan perhitungan beban kerja dengan mempertimbangkan aspek mental (psikologis). Sedangkan aspek pemanfaatan waktu lebih mempertimbangkan pada aspek pengunaan waktu untuk bekerja (Adipradana, 2008). Sedangkan pengertian beban keja menurut PERMENDAGRI no.12/2008 ; “Beban kerja adalah besaran pekerjaan yang harus dipikul oleh suatu jabatan atau unit organisasi dan merupakan hasil kali antara volume kerja dan norma waktu”. 22 2.1.4.1 Beban kerja Berlebih Beban kerja berlebih, timbul sebagaji akibat dari kegiatan yang terlalu banyak diberikan kepada tenaga kerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu. Munandar (2008) menyatakan bahwa beban kerja berlebih secara fisik dan mental adalah melakukan terlalu banyak kegiatan baik fisik maupun mental, dan ini dapat merupakan sumber stres pekerjaan. Beban kerja berlebih, akan membutuhkan waktu untuk bekerja dengan jumlah jam yang sangat banyak untuk menyelesaikan semua tugas yang telah ditetapkan, dan ini yang merupakan sumber tambahan beban kerja. Setiap pekerjaan diharapkan dapat diselesaikan secara cepat, dalam waktu sesingkat mungkin. Waktu merupakan salah satu ukuran, namun bila desakan waktu dapat menyebabkan timbulnya banyak kesalahan atau menyebabkan kondisi kesehatan pekerja menurun, maka itulah yang merupakan cerminan adanya beban kerja berlebih. Adanya beban berlebih mempunyai pengaruh yang tidak baik pada kesehatan pekerja. Menurut Munandar (2008) menunjukkan bahwa desakan waktu tampaknya memberikan pengaruh tidak baik, pada sistem cardiovasculer, terutama serangan jantung prematur dan tekanan darah tinggi. 2.1.4.2 Beban Kerja Terlalu Sedikit atau Kurang Beban kerja terlalu sedikit atau kurang, merupakan sebagaji akibat dari terlalu sedikit pekerjaan yang akan diselesaikan, dibandingkan waktu yang tersedia menurut standar waktu kerja, dan ini juga akan menjadi pembangkit stres. Pekerjaan yang 23 terlalu sedikit dibebankan setiap hari, dapat mempengaruhi beban mental atau psikologis dari tenaga kerja. Berdasarkan pendapat Munandar (2008) dapat disimpulkan bahwa beban kerja terlalu sedikit, karena tenaga kerja tidak diberi peluang untuk menggunakan keterampilan yang diperolehnya atau untuk mengembangkan kecakapan potensinya secara penuh. Keadaan ini menimbulkan kebosanan dan akan menurunkan semangat kerja serta motivasi kerja, timbul rasa ketidakpuasan bekerja, kecenderungan meninggalkan pekerjaan, depresi, peningkatan kecemasan, mudah tersinggung dan keluhan psikosomatik. 2.1.4.3 Kapasitas Kerja Kapasitas Kerja merupakan berat ringannya beban kerja yang dapat diterima oleh tenaga kerja, dan dapat digunakan untuk menentukan berapa lama seseorang tenaga kerja dapat melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya. Semakin berat beban kerja, akan semakin pendek waktu kerja seseorang untuk bekerja tanpa kelelahan dan gangguan fisiologis yang berarti atau sebaliknya. Herrianto (2010) menyatakan bahwa untuk pekerjaan manual di sektor industri yang menggunakan waktu selama 8 jam per hari, seseorang dapat bekerja paling banyak 33 %, dari kapasitas maksimal tanpa merasa kelelahan. Sedangkan untuk pekerjaan manual selama 10 jam per hari, seseorang dapat bekerja hanya 28 %, dari kapasitas maksimal tanpa merasa kelelahan. Kapasitas kerja individu tergantung pada derajat kebugaran tubuh, kapasitas kerja otot dan kapasitas kerja jantung. 24 2.1.4.4 Waktu Kerja Waktu kerja merupakan waktu yang ditetapkan untuk melaksanakan pekerjaan, yang dapat dilakukan pada siang, sore dan malam hari. Waktu kerja adalah penggunaan tenaga dan penggunaan organ tubuh secara terorganisasi dalam waktu tertentu. Semakin lama waktu kerja yang dimiliki oleh seorang tenaga kerja maka akan menambah berat beban kerja yang diterimanya dan sebaliknya jika waktu yang digunakan oleh tenaga kerja itu dibawah waktu kerja sebenarnya maka akan mengurangi beban kerja. Suma’mur (2009) menyatakan bahwa aspek terpenting dalam hal waktu kerja meliputi, lamanya seseorang mampu bekerja dengan baik, hubungan antara waktu kerja dan istirahat, dan waktu bekerja menurut periode waktu (pagi, sore, dan malam hari) . Lamanya seseorang bekerja secara normal dalam sehari pada umumnya 8 jam, sisanya 16 jam lagi dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga dan masyarakat, istirahat, tidur, dan lain-lain. Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan, biasanya tidak disertai efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja yang optimal, bahkan biasanya terlihat penurunan kualitas. Bekerja dalam waktu yang berkepanjangan, timbul kecenderungan terjadi kelelahan, gangguan kesehatan, penyakit dan kecelakaan kerja serta ketidakpuasan. Dalam seminggu, seseorang umumnya dapat bekerja dengan baik selama 40 jam. 25 2.1.5 Kepuasan Kerja Kepuasan kerja merupakan salah satu elemen yang cukup penting dalam organisasi. Hal ini disebabkan kepuasan kerja dapat memengaruhi perilaku seperti malas, rajin, produktif, dan lain-lain, atau memiliki hubungan dengan beberapa jenis perilaku yang sangat penting dalam organisasi. Kepuasan kerja merupakan respon afektif atau emosional terhadap berbagaji segi atau aspek pekerjaan seseorang sehingga kepuasan kerja bukan merupakan konsep tunggal. Seseorang dapat relatif puas dengan salah satu aspek pekerjaan dan tidak puas dengan satu atau lebih aspek lainnya. Kepuasan kerja merupakan sikap positif tenaga kerja terhadap pekerjaannya, yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi kerja. Adapun menurut Sutrisno (2010, p74), “Kepuasan kerja adalah suatu sikap karyawan terhadap pekerjaan yang berhubungan dengan situasi kerja, kerjasama antar karyawan, imbalan yang diterima dalam kerja, dan hal-hal yang menyangkut faktor fisik dan psikologis”. Penilaian tersebut dapat dilakukan terhadap salah satu pekerjaannya, penilaian dilakukan sebagai rasa menghargai dalam mencapai salah satu nilai-nilai penting dalam pekerjaan. Karyawan yang puas lebih menyukai situasi kerjanya daripada tidak menyukainya. Senada dengan yang dikemukakan Veithzal Rivai (2008, p475) bahwa “Kepuasan kerja merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja”. Perasaan-perasaan yang berhubungan dengan kepuasan dan ketidakpuasan kerja cenderung mencerminkan penaksiran dari tenaga kerja tentang pengalaman- 26 pengalaman kerja pada waktu sekarang dan lampau daripada harapan-harapan untuk masa depan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat dua unsur penting dalam kepuasan kerja, yaitu nilai-nilai pekerjaan dan kebutuhan-kebutuhan dasar. Menurut A.A Anwar Prabu Mangkunegara (2009, p117), “Kepuasan Kerja adalah perasaan menyokong atau tidak menyokong yang dialami karyawan dalam bekerja”. Wexley dan Yuki dalam A.A Anwar Prabu Mangkunegara (2009, p117) mendefinisikan bahwa kepuasan kerja ‘is the way an employee feels about his or her job’. Kepuasan kerja merupakan cara karyawan merasakan dirinya atau pekerjaannya. Berdasarkan pendapat diatas. A.A Anwar prabu Mangkunegara (2009, p117) mendefinisikan lebih rinci bahwa kepuasan kerja adalah : “Perasaan yang menyokong atau tidak meyokong diri karyawan yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun dengan kondisi dirinya. Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan yang melibatkan aspek-aspek seperti : gaji atau upah yang diterima, kesempatan pengembangan karier, hubungan dengan karyawan lainnya, penempatan kerja, jenis pekerjaan, struktur organisasi perusahaan, mutu pengawasan. Sedangkan perasaan yang berhubungan dirinya, antara lain umur, kondisi kesehatan, kemampuan dan pendidikan”. Dengan meninjau beberapa pengertian dari pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan cara pandang karyawan menyangkut pekerjaan yang dihadapinya baik mengenai pekerjaan maupun faktor-faktor tertentu dalam pekerjaan tersebut. Kepuasan kerja bersifat individual dan tergantung pada 27 persepsi seseorang tentang apa yang dirasakannya mengeai pekerjaan. Demikian juga setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda dengan nilai yang berlaku pada dirinya. Semakin banyak aspek-aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan tersebut, maka semakin tinggi kepuasan yang dirasakannya dan juga sebaliknya. 2.1.5.1 Variabel-variabel Kepuasan Kerja Menurut A.A Anwar Prabu Mangkunegara (2009, p118-119), kepuasan kerja berhubungan dengan variabel-variabel seperti turnover, tingkat absensi, umur, tingkat pekerjaan, dan ukuran organisasi perusahaan. 1. Turnover Kepuasan kerja lebih tinggi dihubungkan dengan turnover karyawan yang rendah. Sedangkan karyawan-karyawan yang kurang puas biasanya turnovernya lebih tinggi. 2. Tingkat ketidakhadiran (absen) kerja Karyawan-karyawan yang kurang puas cenderung tingkat ketidakhadiran (absen) tinggi. Mereka sering tidak hadir kerja dengan alas an yang tidak logis dan subjektif. 3. Umur Ada kecenderungan karyawan yang lebih tua merasa puas daripada karyawan yang berumur relatif muda. Hal ini diasumsikan bahwa karyawan yang lebih tua lebih berpengalaman menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaannya. Sedangkan karyawan usia muda biasanya mempunyai harapan yang ideal 28 tentang dunia kerjanya, sehingga apabila antara harapannya dengan realita kerja terdapat kesenjangan atau ketidakseimbangan dapat menyebabkan mereka menjadi tidak puas. 4. Tingkat Pekerjaan Karyawan-karyawan yang menduduki tingkat pekerjaan yang lebih tinggi cenderung lebih puas daripada karyawan yang menduduki tingkat pekerjaan yang lebih rendah. Karyawan-karyawan yang tingkat pekerjaannya lebih tinggi menunjukkan kemampuan kerja yang baik dan aktif dalam mengemukakan ide-ide serta kreatif dalam bekerja. 5. Ukuran Organisasi Perusahaan Ukuran organisasi perusahaan dapat memengaruhi kepuasan karyawan. Hal ini karena besar kecil suatu perusahaan berhubungan pula dengan koordinasi, komunikasi, dan partisipasi karyawan. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa variabel kepuasan kerja dapat dilihat dari berbagai tolak ukur, ada yang berhubungan positif dan ada pula yang berhubungan secara negative. Dimana perasaan yang timbul dalam diri karyawan berdampak pada kepuasan yang dirasakan masing-masing karyawan. 29 2.1.5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Ada lima faktor penentu kepuasan kerja yang disebut dengan Job Descriptive Index (JDI) (Luthans dan Spector dalam Robins, 2006), yaitu : 1. Pekerjaan itu sendiri Tingkat dimana sebuah pekerjaan menyediakan tugas yang menyenangkan, kesempatan belajar dan kesempatan untuk mendapatkan tanggung jawab. Hal ini mejadi sumber mayoritas kepuasan kerja. Menurut Locke, ciri-ciri intrinsik yang menentukan kepuasan kerja adalah keragaman, kesulitan, jumlah pekerjaan, tanggung jawab, otonomi, kendali terhadap metode kerja, kemajemukan, dan kreativitas. 2. Gaji Menurut penelitian Theriault, kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolute dari gaji yang diterima, derajad sejauh mana gaji memenuhi harapanharapan tenaga kerja, dan bagajimana gaji diberikan. Upah dan gaji diakui merupakan faktor yang signifikan terhadap kepuasan kerja. 3. Kesempatan atau promosi Karyawan memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri dan memperluas pengalaman kerja, dengan terbukanya kesempatan untuk kenaikan jabatan. 4. Supervisor Kemampuan supervisor untuk menyediakan bantuan teknis dan perilaku dukungan. Menurut Locke, hubungan fungsional dan hubungan keseluruhan 30 yang positif memberikan tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan atasan. 5. Rekan kerja Kebutuhan dasar manusia untuk melakukan hubungan sosial akan terpenuhi dengan adanya rekan kerja yang mendukung karyawan. Jika terjadi konflik dengan rekan kerja, maka akan berpengaruh pada tingkat kepuasan karyawan terhadap pekerjaan. Sementara itu, menurut A.A Anwar Prabu Mangkunegara (2009, p120), ada dua faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu faktor yang ada pada diri karyawan dan faktor pekerjaannya : a. Faktor pegawai, yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berpikir, persepsi, dan sikap kerja. b. Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat (golongan), kedudukan, mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial, dan hubungan kerja. Sutrisno (2010, p80) menambahkan, kepuasan kerja karyawan mempengaruhi banyak faktor, meliputi : 31 a. Faktor Kepuasan Psikologis, yaitu faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan. Hal ini meliputi minat, ketentraman dalam bekerja, sikap terhadap kerja, bakat dan keterampilan. b. Faktor Kepuasan Sosial, yaitu Faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik antara sesama karyawan, dengan atasannya maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya. Hal ini meliputi rekan kerja yang kompak, pimpinan yang adil dan bijaksana, serta pengarahan dan perintah yang wajar. c. Faktor Kepuasan Fisik, yaitu faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan. Hal ini meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan atau suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan dan umur. d. Faktor Kepuasan Finansial, yaitu terpenuhinya keinginan karyawan terhadap kebutuhan finansial yang diterimanya untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari sehingga kepuasan kerja bagi karyawan dapat terpenuhi. Hal ini meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan serta promosi. Selain penyebab kepuasan kerja, ada juga faktor penentu kepuasan kerja. Diantaranya adalah gaji, kondisi kerja dan hubungan kerja (atasan dan rekan kerja). 32 a. Gaji atau Upah Kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolut dari gaji yang diterima, darajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga kerja dan bagajimana gaji diberikan. Selain untuk pemenuhan kebutuhan dasar, uang juga merupakan symbol dari pencapaian (achievement), keberhasilan dan pengakuan atau penghargaan. Jika dianggap gajinya terlalu rendah, pekerja akan merasa tidak puas. Tapi jika gaji dirasakan tinggi atau sesuai dengan harapan, pekerja tidak lagi tidak puas, artinya tidak ada dampak pada motivasi kerjanya. Gaji atau imbalan akan mempunyai dampak terhadap motivasi kerja seseorang jika besarnya imbalan disesuaikan dengan tingkat prestasi kerjanya. b. Kondisi kerja yang menunjang Bekerja dalam ruangan atau tempat kerja yang tidak menyenangkan (uncomfortable) akan menurunkan semangat untuk bekerja. Oleh karena itu perusahaan harus membuat kondisi kerja yang nyaman dan menyenangkan sehingga kebutuhan-kebutuhan fisik terpenuhi dan menimbulkan kepuasan kerja. c. Hubungan kerja 1) Hubungan dengan rekan kerja Ada tenaga kerja yang dalam menjalankan pekerjaannya memperoleh masukan dari tenaga kerja lain (dalam bentuk tertentu). Keluarannya (barang yang 33 setengah jadi ) menjadi masukkan untuk tenaga kerja lainnya. Misalnya pekerja konveksi. Hubungan antar pekerja adalah hubungan ketergantungan sepihak yang berbentuk fungsional. Kepuasan kerja yang ada timbul karena mereka dalam jumlah tertentu berada dalam satu ruangan kerja sehingga dapat berkomunikasi. Bersifat kepuasan kerja yang tidak menyebabkan peningkatan motivasi kerja. Dalam kelompok kerja dimana para pekerjanya harus bekerja sebagaji satu tim kepuasan kerja mereka dapat timbul karena kebutuhan-kebutuhan tingkat tinggi mereka seperti harga diri, aktualisasi diri dapat dipenuhi dan mempunyai dampak pada motivasi kerja mereka. 2) Hubungan dengan atasan Kepemimpinan yang konsisten berkaitan dengan kepuasan kerja adalah tenggang rasa (consideration). Hubungan fungsional mencerminkan sejauh mana atasan membantu tenaga kerja untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja. Hubungan keseluruhan didasarkan pada ketertarikan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa, misalnya keduanya mempunyai pandangan hidup yang sama. Tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan atasan adalah jika kedua jenis hubungan adalah positif. Atasan yang memiliki ciri pemimpin yang transformasional, maka tenaga kerja akan meningkat motivasinya dan sekaligus dapat merasa puas dengan pekerjaannya. 34 Sutrisno (2010:80) menyimpulkan faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja antara lain : a. Faktor Psikologis b. Faktor Sosial c. Faktor Fisik d. Faktor Finansial Dari berbagaji pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa, faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan seperti yang disebutkan diatas, menyangkut hal-hal yang berkaitan langsung dengan pekerjaan maupun hal-hal lain yang mempengaruhi apresiasi karyawan terhadap pekerjaannya. Dimana dalam hal ini aspek masing-masing individu yang terkait dalam diri karyawan (kebutuhan) yang terpenuhi, dapat memberikan kepuasan tersendiri. 2.2 Kerangka Pemikiran Beban Kerja Pengembangan Karyawan Kepuasan Kerja Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran 35 2.3 Hipotesis Dugaan sementara analisis pengaruh Pengembangan Karyawan terhadap Beban Kerja dan Kepuasan Kerja Karyawan pada PT. PLN (Persero) Pusat Litbang, analisanya adalah : Ho dan Ha 1) Menganalisis kondisi Pengembangan Karyawan terhadap Beban Kerja Karyawan pada PT. PLN (Persero) Puslitbang 2) Menganalisis pengaruh Pengembangan Karyawan terhadap Kepuasan Kerja Karyawan pada PT. PLN (Persero) Puslitbang 3) Menganalisis pengaruh Pengembangan Karyawan terhadap Beban Kerja dan Kepuasan Kerja Karyawan pada PT. PLN (Persero) Puslitbang Pernyataan I Ho = Tidak ada pengaruh kondisi Pengembangan Karyawan terhadap Beban Kerja dan Kepuasan Kerja Karyawan PT. PLN (Persero) Puslitbang Ha = Ada pengaruh kondisi pengembangan karyawan terhadap beban kerja dan kepuasan kerja karyawan PT. PLN (Persero) Puslitbang Pernyataan II Ho = Tidak ada pengaruh Pengembangan Karyawan terhadap Beban Kerja PT. PLN (Persero) Puslitbang Ha = ada pengaruh Pengembangan Karyawan terhadap Beban Kerja PT. PLN (Persero) Puslitbang 36 Pernyataan III Ho = Tidak ada pengaruh Pengembangan Karyawan terhadap Kepuasan Kerja Karyawan PT. PLN (Persero) Puslitbang Ha = ada pengaruh Pengembangan Karyawan terhadap Kepuasan Kerja Karyawan PT. PLN (Persero) Puslitbang