bab 2 tinjauan pustaka - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Struktur Kristal
Bahan Kristal merupakan suatu bahan yang terdiri dari atom-atom yang tersusun
secara berulang dalam pola tiga dimensi dengan rangkaian yang panjang (Callister
& William, 2003).
Gambar 2.1 Skema tentang struktur kristal (Callister, 2003)
Pada sistem kristal terdapat konstanta kisi yang terbentuk dalam 3 dimensi
yang diberi symbol dengan a, b, dan c. Sudut antara ketiga konstanta kisi tersebut
diberi simbol dengan
. Misalnya, untuk kristal yang berbentuk kubik,
konstanta kisinya sama dalam ketiga arah koordinat ( a = b = c) dan sudut antara
ketiga sisinya sama besar yaitu 90º (
= 90º ), sedangkan untuk kristal
yang bukan kubik konstanta kisinya berbeda dalam ketiga arah koordinat. Volume
sel satuan ditetapkan oleh 3 kisi (a, b, dan c) dan sudut 3 (
). Jarak
bidang kristal merupakan panjang garis yang diambil secara tegak lurus antara 2
bidang kristal yang sama dalam sebuah kristal. Penentuan jarak antara bidang
kristal bergantung pada sistem kristal, karena setiap sistem kristal memiliki rumus
jarak yang berbeda (Takafumi, dkk, 2012).
Tujuh bentuk sel satuan yang berbeda bias dibentuk dari parameterparameter yang dikenal sebagai sel satuan konvensional, dan bila
dikombinasikan dengan posisi atom khusus dengan sel satuan, akan
menghasilkan 14 kisi bravais, yang rincinya dapat dilihat pada tabel 2.1
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Sel satuan konvensional dan 14 kisi Bravais (Kittle, 2002)
Sistem
Kristalografi
Panjang Sumbu
dan Sudut
Kisi Bravais
Simbol
Kisi
Kubik
α = β = γ = 90o
a=b=c
-Simple
-Face-centered
-Body-centered
P
F
I
Tetragonal
α = β = γ = 90o
a=b≠c
-Simple
-Body-centered
P
I
Ortorombik
α = β = γ = 90o
a ≠ b ≠c
- Simple
- Base-centered
- Face-centered
- Body-centered
P
C
F
I
Monoklinik
α = γ = 90o ≠ β
a ≠ b ≠c
- Simple
- Base-centered
P
C
α ≠ β ≠ γ = 90o
a ≠ b ≠c
- Simple
P
Hexagonal
α = β = 90o, γ =
120o
a=ac
- Simple
P
Rombohedral
α = β = γ 90o
< 120o
a=b=c
- Simple
P
Triklinik
Skeme Tiga
Dimensi
Simple
Universitas Sumatera Utara
Pada sebuah kristal dapat ditentukan dengan menentukan titik-titik potong
dari sebuah kristal tiga dimensi kemudian membalikkan nilai titik-titik potong
tersebut dengan menjadikan penyebut suatu pecahan yang memiliki pembilang 1,
nilai dari ketiga bilangan tersebut dibuat dalam bentuk <hkl> yang disebut dengan
indeks miller. Jarak antara bidang (d) merupakan fungsi dari indeks bidang (hkl).
Jarak antar bidang kristal merupakan panjang suatu garis yang diambil
secara tegak lurus antara 2 bidang yang sama dalam sebuah kristal, menentukan
jarak antara bidang kristal tergantung pada sistem kristal (Kittle, 2002).
2.2 Bahan Dielektrik
Bahan dielektrik merupakan suatu bahan yang secara kelistrikan bersifat isolator
dan bisa memperlihatkan struktur dipole listrik, yaitu adanya pemisahan antara
muatan positif dan muatan listrik negatif pada tingkatan molekuler atau atomik
(Callister,1994). Bahan dielektrik memiliki suatu konstanta yang dikenal dengan
konstanta dielektrik. Konstanta dielektrik suatu bahan dapat ditentukan dari
perbandingan antara permitivitas vakum (ruang hampa), yang diberikan oleh
persamaan :
;
Dengan:
(2.1)
= Konstanta Dielektrik
= permitivitas dielektrik bahan (F/m)
= permitivitas vakum (8,85 x 10-12 F/m)
d = tebal bahan (m)
C = nilai kapasitansi (F)
A = luas permukaan bahan (m2)
Konstanta dielektrik suatu bahan tidak memiliki satuan karena merupakan
perbandingan antara 2 besaran yang memiliki satuan yang sama. Permitivitas
dielektrik bahan itu sendiri ditentukan melalui pengukuran dengan alat atau dari
percobaan. Bahan dielektrik biasanya terikat kuat oleh masing-masing atom
Universitas Sumatera Utara
sehingga tidak dapat bergerak walaupun bahan itu berada dalam medan listrik.
Jika suatu bahan dielektrik diberi medan listrik, maka dipol listrik yang terjadi
akan mengarahkan diri sehingga pada permukaan bahan akan timbul muatanmuatan listrik induksi. Muatan tersebut menimbulkan medan listrik baru didalam
bahan menjadi lebih lemah, yaitu 1/k kali medan listrik luar, sedangkan tetapan k
disebut konstanta dielektrik.
Piezoelektrik merupakan bahan dielektrik bahan yang polarisasinya
disebabkan oleh pengaruh gaya dari luar seperti tekanan. Bahan piezoelektrik
bersifat ferroelektrik (Smallman, 2000).
2.3 Piezoelektrik
Kata piezoelektrik berasal bahasa Latin, piezein yang berarti diperas atau ditekan
dan piezo yang bermakna didorong. Bahan piezoelektrik ditemukan pertama kali
pada tahun 1880‐an oleh Jacques dan Pierre Curie.
Kata piezo berarti tekanan, sehingga efek piezoelektrik terjadi jika medan
listrik tebentuk ketika material dikenai tekanan mekanik. Efek piezoelektrik
adalah suatu efek yang reversibel, dimana terdapat efek piezoelektrik langsung
(direct piezoelectric effect) dan effek piezoelektrik balikan (converse piezoelectric
effect).
Efek piezoelektrik langsung adalah produksi potensial listrik akibat adanya
tekanan mekanik. Sedangkan efek balikan adalah ketika suatu benda mendapatkan
perlakuan tekanan dari luar maka akan menghasilkan tegangan listrik. Seperti
yang ditujukan pada gambar 2.2
Gambar 2.2 Efek piezoelektrik langsung dan efek balikan (Sumber: Physics
Instrument, 2010).
Pada suatu material piezoelektrik, terdapat muatan listrik positif dan
muatan listrik negatif namun terdistribusi simetris sehingga kristal keseluruhan
Universitas Sumatera Utara
secara elektrik bersifat netral. Ketika suatu bahan yang diberi tekanan, maka
distribusi muatan yang simetris akan terganggu sehingga muatan menjadi tidak
simetris lagi, muatan yang tidak simestris inilah yang menimbulkan medan listrik
dan setelah medan listrik mempengaruhi bahan tersebut maka akan menimbulkan
deformasi mekanik yang menyebabkan perubahan dimensi (struktur kristalnya
dari
kubik menjadi tetragonal), dikarenakan karena pada saat medan listrik
melewati material molekul yang terpolarisasi akan menyesuaikan dengan medan
listrik sehingga dihasilkan dipole yang terinduksi dengan molekul atau struktur
kristal materi, sehingga mengakibatkan perubahan dimensi pada material
(Sharma, 2006).
2. 4 Bismut Natrium Titanium (BNT)
Pada tahun 1956, seorang peneliti dari Soviet mengganti ion Pb2+ dengan ion Bi3+
dan ion Na+ dalam struktur perovskite untuk membentuk Bi0,5 Na0,5TiO3 atau
BNT (Isupov, 2005). BNT termasuk material ferroelektrik (yang didalamnya ada
piezoelektrik). Keramik BNT dilanjutkan dan dikembangkan oleh Smolenski pada
tahun 1960 (Hosono et al, 2001).
Dengan meningkatnya permintaan material piezoelektrik bebas timbal (Pb)
dan ramah lingkungan, BNT dianggap sebagai calon dielektrik bahan untuk masa
depan yang dapat dikembangkan sebagai material piezoelektrik yang bebas Pb.
Bismuth sodium titanat merupakan keluarga material piezoelektrik yang
relatif baru. BNT dipelajari karena memiliki nilai temperatur dielektrik yang
tinggi, 3200 C (Nagata dan Takenaka, 2001).
BNT merupakan bahan keramik piezoelektrik yang memiliki tipe kristal
perovskite ABO3. BNT dipelajari ini diharapkan bisa menggantikan standar
industri sekarang yaitu barium titanat (BT) dan PZT. Karakteristik sifat piezo
pada BNT dialami pada perubahan fase diffusi dari kubik ke tetragonal
/rhombohedral pada temperatur dibawah 3200C. (Pronin et al., 1980). Pada
temperatur ruangan, keramik BNT mempunyai struktur kristal rhombohedral
(Park and Chung, 1994 ; Chue et al., 2002b ; Jones and Thomas, 2002).
Universitas Sumatera Utara
2.5 Struktur Bismut Natrium Titanat
Bismut Natrium Titanat mempunyai sturuktur kristal perovskite terdistorsi ABO3.
Dimana atom Bi3+ dan Na+3 menempati sudut-sudut sel satuan kubik, sedangkan
Ti menempati pusat sel satuan kubik Body Centred Cubic (BCC). Akan tetapi
atom O-2 ditengah bidang-bidang dari sel satuan kubik Fase Centred Cubic
(FCC).
Gambar 2.3 Struktur perovskite BNT (Sumber: Materials, 2015)
Fase transisi adalah salah satu dari penentu utama dari sifat dielektrik
material. BNT dapat dipilih dengan fase transisi yang terjadi dalam berbagai
temperatur. Struktur perovskite merupakan salah satu jenis struktur dari material
ferroelektrik. Sekarang ratusan dari formula ABO3 divariasikan dengan
menggantikan larutan padatan atau penambahan bahan pengotor atau dopants
(Shrout dan Swartz, 1992).
2.6 Metode Padatan (solid state reaction)
Solid State Reaction (metode padatan) adalah suatu metode yang paling banyak
digunakan untuk bahan-bahan anorganik bersuhu tinggi, metode ini sering disebut
dengan metode kering. Metode ini merupakan reaksi padatan yang terjadi antar
partikel yang bereaksi diatas permukaan, yang dipengaruhi oleh sifat
kehomogenan bahan, tekanan saat kompaksi dan suhu sintering.
Tahapan dari metode solid state reaction adalah :
a) Penggerusan / Blending
Tujuan dari proses ini adalah untuk menghomogenisasi bahan dengan
adanya pengecilan butiran agar permukaan kontak antar partikel dapat
lebih baik.
Universitas Sumatera Utara
b) Kompaksi / Compacting
Tujuan dari proses ini adalah pemberian tekanan terhadap bahan
sehingga memungkinkan terjadinya proses difusi yang lebih cepat.
c) Pemanasan / Sintering
Proses sintering adalah proses pemanasan serbuk pada suhu dibawah
titik lelehnya dalam rentang waktu yang cukup lama dengan tujuan
mendapatkan kualitas bahan yang lebih bagus. Selain itu, agar butiranbutiran yang berdekatan dapat bereaksi dan berdekatan.
Pada metode padat ini bahan tidak dapat tercampur secara homogen sehingga
akan mempengaruhi proses reaksinya, untuk itu diperlukan suhu tinggi pada
proses sintering agar bahan dasar dapat tercampur secara homogen. Metode padat
diawali dengan proses penggerusan, dimana akan mengurangi rongga antar
partikel pereaksi dan juga membuat ukuran serbuknya lebih kecil, sehingga
permukaan partikel yang dapat bereaksi lebih luas.
Kemudian proses kompaksi atau pemberian tekanan terhadap bahan yang
dapat meningkatkan luas kontak anatarmuka pereaksi-pereaksi. Proses sintering
atau proses pemadatan dari serbuk bahan yang dibentuk pada suhu tinggi, namun
masih berada di bawah titik leleh bahan tersebut untuk menjadi bahan padat.
Selama proses sintering terjadi pengurangan pori-pori bahan yang disertai oleh
pembesaran dari masing-masing butir sehingga jarak dari butir semakin kecil,
sehingga terjadi ikatan yang kuat antar masing-masing butir (Ahda, 2010).
2.7 Temperatur Curie
Temperatur
Curie
(Tc)
merupakan
karakterisasi
penting
dari
material
ferroelektrik, Ketika terjadi penurunan temperatur hingga berada dibawah
temperatur Curie (Tc). Terjadi transisi fase kristal dari fasa ferroelektrik ke fasa
paraelektrik (Sharma, 2006).
Temperatur kristal saat berada di atas temperatur Curie, maka struktur kristal
bahan tersebut adalah kubik dan kristal tidak memperlihatkan ferroelektrisitas.
Sedangkan ketika temperatur berada dibawah temperatur Curie strukturnya
menjadi
tetragonal
atau
rhombohedral
dan
kristal
memperlihatkan
ferroelektrisitasnya. Perubahan struktur ferroelektrik ke struktur non-ferroelektrik
Universitas Sumatera Utara
(kubik) ditunjukkan dengan konstanta dielektrik mencapai puncak yang tajam.
Fenomena temperatur curie (Tc) dapat dijelaskan oleh hukum Curie-Weiss:
=
(2.2)
Dengan :
= konstanta dielektrik
A = konstanta curie
T = suhu untuk suatu bahan
= suhu yang dekat dengan suhu curie (bukan suhu curie)
2.8 Difraksi Sinar-X
Difraksi sinar-X digunakan dalam karakterisasi material untuk mendapatkan
informasi tentang kristal maupun non kristal. Difraksi tergantung pada struktur
kristal dan panjang gelombangnya. Jika panjang gelombang lebih besar dari pada
ukuran atom atau konstanta kristal maka tidak akan terjadi peristiwa difraksi
karena sinar akan dipantulkan sedangkan jika panjang gelombangnya mendekati
atau lebih kecil dari ukuran atom atau kristal maka akan terjadi peristiwa difraksi
(Kittle, 2002).
Hukum Bragg merupakan rumusan matematika tentang persyaratan yang
harus dipenuhi agar berkas sinar-X yang dihamburkan tersebut merupan berkas
difraksi. Berkas sinar-X monokromatik yang dating pada permukaan kristal akan
dipantulkan, dan pantulan terjadi hanya jika sudut datangnya mempunyai sudut
tertertu. Alat X-Ray Diffraction (XRD) digunakan untuk mengetahui struktur
kristal, perubahan fasa, dan ukuran kristalin.
Gambar 2.4 Difraksi sinar-X oleh bidang kristal (Kittle, 2002)
Universitas Sumatera Utara
Metode XRD bedasarkan sifat difraksi sinar-X, yaitu hamburan cahaya
dengan panjang gelombang λ saat melewati kisi kristal dengan sudut θ dan jarak
antara kristal sebesar d (Callister, 2003).
Berkas sinar pantul akan saling berinterferensi pada detektor dan terjadi
interferensi konstruktif hanya jika perbedaan lintasan antara sinar 1 dan sinar 2
sama dengan bulat dari panjang gelombang.
n λ = 2 d sin θ
(2.3)
Dengan: n = orde difraksi (n = 1, 2,3,…)
λ = panjang gelombang sinar-X ( λ = 1,54056 )
d = jarak antar bidang kristal
θ = sudut difraksi
Persamaan ini disebut sebagi hukum Bragg. Pantulan Bragg hanya terjadi
untuk gelombang dengan λ
2d, dan itulah sebabnya cahaya tampak tidak dapat
digunakan dalam hal ini. Sudut θ yang ditentukan berdasarkan persamaan 2.3,
untuk jarak antar bidang d dan λ tertentu merupakan sudut unik terjadinya
pantulan. Pada sudut yang lain, berkas sinar pantulan akan saling berinterferensi
dekstruktif satu sama lain, sehingga pantulan efektifnya nol. Istilah difraksi lebih
banyak dipakai dalam hal ini dari pada pantulan, sehingga sebutan lainnya
”difraksi sinar-X”(Cullity, 1978).
2.9 Metode Hanawalt (JCPDS)
Pola difraksi dari suatu bahan kristal adalah khas dan unik sehingga tak ada dua
fase kristal yang mempunyai pola difraksi yang sama. Sifat inilah dimanfaatkan
untuk kegunaan analisis kualitatif. Analisis kuantitatif dengan metode sinar-X,
pada prinsipnya adalah bahwa pola difraksi suatu bahn merupakan “sidik jari”.
Setiap pola serbuk, dicirikan dengan sekumpulan posisi sudut difraksi (2θ) dan
intensitas relatif (I/ ).
Dari hukum Bragg kita ketahui bahwa posisi sudut difraksi tergantung pada
gelombang sinar-X yang digunakan, sehingga jarak antar bidang atom (d)
Universitas Sumatera Utara
merupakan suatu besaran yang penting. Karena Hanawalt menyatakan setiap pola
suatu bahan terdiri dari besaran d dan I/ .
Pada tabel 2.2 ditunjukkan model bentuk kartu Hanawalt (JCPDS) beserta
keterangan data bahan.
Tabel 2.2 Salah satu contoh kartu Hanawalt (JCPDS) dari bahan Ta2O5
Pada Tabel 2.2 Nomor-nomor yang terdapat pada kartu Hanawalt tersebut
berisikan data seperti yang ditujukan berikut ini:
1. Nomor kode kartu
2. Data fisik bahan
3. Data kristalografi seperti jenis sistem kristal, struktur kristal, dan harga
parameternya
4. Kondisi percobaan seperti radiasi yang digunakan, filter yang dipakai dan
lain-lainnya
5. Rumus kimia, nama kimia, dan nama sebutan
6. Daftar harga d atau 2θ, intensitas relatifnya dan indeks Miller
Pada sudut atas data kartu data, dituliskan symbol yang mengandung arti:
* = Untuk data yang mempunyai nilai kepercayaan yang besar
o = Untuk data kurang dapat dipercaya
Universitas Sumatera Utara
2.10 LCR meter
LCR meter adalah impedansi meter dimana digunakan panel sentuh sebagai bahan
penghubung. LCR meter digunakan untuk mengukur besar induktansi,
kapasitansi, dan resistansi. Panel interakif sangat mudah untuk di operasikan.
Pengujian frekuensi bisa di set DC dan dari MHz sampai 100 kHz pada resolusi
tinggi. Nilai maksimum 4 buah dari 14 tes parameter termasuk didalamnya, tidak
hanya impedansi (Z), sudut fase (θ), tetapi juga L, C, R, dan sebagainya. Keempat
parameter dapat serentak tampil pada layar monitor.
2.11 BET (Brunauer-Emmet-Teller)
Material berpori didefinisikan sebagai padatan yang mempunyai pori sehinga
mempunyai luas permukaan besar. Porositas merupakan fraksi volume pori
terhadap volume total padatan. Pengukuran adsorbsi isoterm gas pada temperatur
mendekati titik kondensasi gas adsorbat merupakan teknik konvensional dan
sederhana dalam karakterisasi padatan berpori.
Teknik ini dilakukan dengan mengukur jumlah gas diadsorbsi oleh suatu
padatan pada variasi tekanan gas dalam keadaan isotermal. Gas yang digunakan
adalah yang sifatnya inert seperti Nitrogen dan Argon. Berbagai metode teori dan
persamaan telah dikembangkan diantaranya adalah metode Brunauer-EmmetTeller (BET). Metode digunakan untuk menentukan volume total pori, luas
permukaan spesifik suatu padatan dari data adsorbsi isoterm gas. Luas permukaan
merupakan salah satu parameter penting yang menentukan kualitas padatan
berpori ( Hartanto et al. 2011).
Universitas Sumatera Utara
Download