4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Organ Telinga Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: - Telinga luar - Telinga tengah - Telingan dalam Telinga luar dan tengah berkembang dari alat brankial. Telinga dalam seluruhnya berasal dari plakoda otika. Dengan demikian suatu bagian dapat mengalami kelainan kongenital sementara bagian lain berkembang secara normal (Liston dan Duvall, 1997). Gambar 2.1. Anatomi Telinga Sumber: Netter (2014). 5 2.1.1. Telinga Luar Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjanganya kirakira 2,5- 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen (Soetirto, Hendarmin, dan Bashiruddin, 2007). 2.1.2. Telinga Tengah Rongga telinga tengah berasal dari celah brankial pertama endoderm. Rongga berisi udara ini meluas ke dalam resesus tubotimpanikus yang selanjutnya meluas di sekitar tulang-tulang dan saraf dari telinga tengah dan meluas kurang lebih ke daerah mastoid. Osikula berasal dari rawan arkus brankialis. Untuk mempermudah pemikiran ini maleus dapat dianggap berasal dari rawan arkus brankialis pertama (kartilago Meckel), sedangkan inkus dan stapes dari rawan arkus brankialis kedua (kartilago Reichert). Saraf korda timpani berasal dari arkus kedua (fasialis) menuju saraf pada arkus pertama (madibularis-lingualis). Saraf timpanikus (dari Jacobson) berasal dari saraf arkus brankialis ketiga (glosofaingeus) menuju saraf fasialis. Kedua saraf ini terletak dalam rongga telinga tengah. Otot-otot telinga tengah berasal dari otot-otot arkus brankialis. Otot tensor timpani yang melekat pada maleus, berasal dari arkus pertama dan dipersarafi oleh saraf mandibularis (saraf kranial kelima). Otot stapedius berasal dari arkus kedua, dipersarafi oleh suatu cabang persarafan yaitu saraf ketujuh (Liston dan Duvall, 1997). Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas, yaitu : Batas luar : membran timpani Batas depan : tuba eustachius Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis) Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak) 6 Batas dalam : berturut-turut dari atas kebawah kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan promontorium (Soetirto, Hendarmin, dan Bashiruddin, 2007). Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam (Soetirto, Hendarmin, dan Bashiruddin, 2007). Membrana timpani tersusun oleh suatu lapisan epidermis di bagian luar, lapisan fibrosa di bagian tengah di mana tangkai maleus dilekatkan, dan lapisan mukosa bagian dalam. Lapisan fibrosa tidak terdapat di atas prosesus lateralis maleus dan ini menyebabkan bagian membran yang disebut membran Shrapnell menjadi lemas (flaksid). Tuba eustacius menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring. Bagian lateral tuba eustacius adalah yang bertulang sementara duapertiga bagian medial bersifat kartilaginosa. Origo otot tensor timpani terletak di sebelah atas bagian bertulang sementara kanalis karotikus terletak di bagian bawahnya. Bagian bertulang rawan berjalan melintasi dasar tengkorak untuk masuk ke faring di atas otot konstriktor superior. Bagian ini biasanya tertutup tapi dapat dibuka melalui kontraksi otot levator palatinum dan tensor palatinum yang masing-masing disarafi pleksus faringealis dan saraf mandibularis. Tuba eustacius berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membrana timpani ( Liston dan Duvall, 1997). 7 2.1.3. Telinga Dalam Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dari skala media (duktus koklearis) di antaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ Corti. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti (Soetirto, Hendarmin, dan Bashiruddin, 2007). 2.2. Otitis Media Supuratif Kronik 2.2.1. Definisi Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan suatu inflamasi persisten pada telinga bagian tengah atau rongga mastoid. Sebutan lain untuk penyakit ini adalah otitis media kronik, mastoiditis kronik, dan timpanomastoiditis kronik. OMSK ditandai dengan adanya sekret telinga atau otorrhoea yang berulang lebih dari 2 sampai 6 minggu yang disebabkan oleh perforasi dari membran timpani (Morris, 2012). OMSK biasanya diawali dengan penyakit Otitis Media Akut (OMA) dengan perforasi pada masa anak-anak. Hal ini disebabkan karena tuba eustachius pada anak sangat mudah dilalui oleh bakteri yang terdapat di nasofaring (Afolabi, Salaudeen, Ologe, Nwabuisi, dan Nwawolo, 2012). Pada umumnya dijumpai juga penebalan granula dari mukosa telinga tengah dan mukosa polip. Dalam beberapa kasus, OMSK mempunyai hubungan dengan koleastoma pada telinga bagian tengah. OMSK sendiri berbeda dari otitis media kronik dengan efusi, dimana ada suatu 8 membran timpani yang utuh dengan cairan di telinga tengah tetapi bukan infeksi yang bersifat aktif .Kolesteatoma adalah suatu akumulasi abnormal dari epithelium squamous yang biasa dijumpai pada rongga telinga tengah dan proses mastoid dan tulang temporal. Jaringan granulasi dan sekret telinga sering dihubungkan dengan infeksi dari deskuamasi epithelium. Koleastoma juga sering terdeteksi oleh pemeriksaan otoskopi yang teliti pada anak-anak atau dewasa dengan sekret yang menetap yang tidak memiliki respon dalam pengobatan (Morris, 2012). Otitis media supuratif kronik (OMSK) ini termasuk suatu penyakit kronik yang tidak mudah ditanggulangi (Istiantoro, 1990). Mengerti akan patologi dan patogenesis OMSK sangat penting untuk memprediksikan pengobatan, prognosis, dan gejala sisa dari penyakit ini (Sharma, Manjari, dan Salaria, 2013). 2.2.2. Epidemiologi Prevalensi OMSK di seluruh dunia adalah 65-330 juta orang, dan 39-200 juta (60%) memiliki gangguan pendengaran yang signifikan secara klinis (Morris, 2012). Semakin besar perforasi membran timpani, semakin besar kemungkinan pasien menderita OMSK. Beberapa studi memperkirakan insiden pertahun dari OMSK mencapai 39 kasus per 100.000 jiwa pada anak-anak dan remaja umur 15 tahun kebawah. Di Inggris, 0.9% anak- anak dan 0.5% dewasa menderita OMSK. Di Israel, hanya 0.039% dari anak- anak yang menderita OMSK. Pada bagian populasi tertentu, resiko meningkat pada OMSK yang berkembang. The Native and Eskimo populations mendemostrasikan suatu peningkatan resiko pada infeksi. Delapan persen dari Native Americans dan hampir mencapai 12% dari populasi Eskimo menderita OMSK. Anatomi dan fungsi dari tuba Eustasius memainkan peranan yang penting dalam peningkatan resiko ini. Tuba eustachius lebih lebar dan lebih terbuka dalam populasi ini dari pada populasi lain, sehingga menempatkan populasi ini pada peningkatan risiko untuk refluks hidung dari bakteri yang biasa menyebabkan otitis media akut dan otitis media akut berulang dan menyebabkan pengembangan yang lebih sering terhadap OMSK. Pada populasi lain yang memiliki peningkatan resiko yaitu termasuk pada anak-anak dari Guam, Hong Kong, Afrika Selatan, dan Kepulauan Solomon. Prevalensi OMSK tampaknya merata antara pria dan wanita. 9 Prevalensi yang tepat dalam kelompok usia yang berbeda tidak diketahui. Namun, beberapa studi memperkirakan kejadian tahunan OMSK menjadi 39 kasus per 100.000 pada anak-anak dan remaja berusia 15 tahun kebawah (Roland, 2015). Tidak seperti otitis media dengan efusi yang lebih sering menginfeksi daerah barat, otitis media supuratif kronik lebih sering menginfeksi daerah tropis termasuk Asia Selatan (Dayasena, Dayasiri, Jayasuriya, Perera, 2011). Pada penelitian Sembiring (2014), dijumpai bahwa dari 25 penderita OMSK yang berobat ke RSUP H. Adam Malik Medan dari September 2013- April 2014, kelompok umur terbanyak adalah 21- 30 tahun sebanyak 28% diikuti kelompok umur 11-20 tahun dan 31- 40 tahun yaitu masing- masing sebanyak 24%. 2.2.3. Etiologi dan Faktor Resiko Untuk mendiagnosa OMSK perlu dijumpai membran timpani yang mengalami perforasi. Perforasi ini mungkin timbul akibat trauma, iatrogenik dengan penempatan tabung, atau setelah episode dari otitis media akut yang dekompresi melalui perforasi timpani. Mekanisme infeksi pada telinga tengah ini akan menjadi tempat translokasi bakteri dari saluran pendengaran eksternal melalui suatu perforasi ke dalam telinga tengah. Beberapa penulis mengatakan bahwa organisme patogen dapat masuk melalui refluks pada tuba eustachius. Data pendukung teori ini tidak dapat disimpulkan. Sebagian besar bakteri patogen yaitu bakteri yang umum untuk saluran pendengaran eksternal (Roland, 2015). Mikroorganisme yang paling sering ditemukan adalah Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus. Pseudomonas aeruginosa telah terlibat terutama sebagai penyebab nekrosis tulang dan penyakit mukosa. Satu review sistematis menemukan bahwa kurangnya penelitian untuk menilai peran antibiotik profilaksis dalam mencegah perkembangan penyakit ke OMSK ini (Morris, 2012). Risiko dari otorrhea yang berkembang melalui tabung ventilasi tetapi tidak harus OMSK dilaporkan 21-50%. Setiap tahun, lebih dari satu juta tabung ditempatkan di Amerika Serikat untuk otitis media yang berulang dan otitis media dengan efusi. Penelitian telah melaporkan bahwa 1-3% dari pasien dengan tabung ventilasi mengembangkan penyakit ini. 10 Risiko terjadinya OMSK meningkat dengan diikuti oleh keadaan berikut: - Adanya riwayat dari beberapa episode otitis media akut - Hidup dalam kondisi penuh sesak atau bising - Merupakan bagian dari keluarga besar Beberapa studi mencoba untuk mengkorelasikan frekuensi dari penyakit dengan pendidikan orang tua, perokok pasif, menyusui, status sosial ekonomi, dan jumlah tahunan dari infeksi saluran pernapasan atas yang masih diragukan. Pasien dengan anomali kraniofasial merupakan populasi khusus yang beresiko untuk terinfeksi OMSK. Sindrom down, sindrom cri du chat, atresia choanal, sindrom DiGeorge, bibir sumbing, dan microcephaly merupakan penyakit lain yang meningkatkan risiko OMSK, mungkin dari perubaham anatomi dan fungsi tabung eustachius (Roland, 2015). OMSK biasanya merupakan komplikasi dari OMA, tetapi faktor risiko OMSK bervariasi dalam pengaturan yang berbeda. Infeksi saluran pernapasan atas yang berulang dan kondisi sosial ekonomi yang buruk (perumahan padat dan kebersihan yang buruk dan gizi buruk) sering dikaitkan dengan perkembangan OMSK. Di negara-negara maju dan populasi yang diuntungkan, sekarang ini insersi tabung tympanostomy merupakan faktor etiologi yang paling penting. Dari anakanak dengan pemasangan tabung tympanostomy, riwayat OMA yang berulang, dan kebisingan meningkatkan risiko terjadinya OMSK. Di negara-negara berkembang dan populasi yang kurang beruntung, kemiskinan, kepadatan penduduk, riwayat keluarga, dan paparan asap menjadi hal yang penting (Morris, 2012). 11 2.2.4. Klasifikasi Menurut perubahan patologi yang terjadi pada telinga tengah, maka OMSK dibagi atas dua jenis, yaitu: 1. Tipe tubo-timpani (mukosa/benigna/non dangerous) Proses penyakit masih terbatas pada mukosa kavum timpani, tuba eustachius dan mukosa sel-sel kavum mastoid. Tipe ini jarang menimbulkan komplikasi. Pada tipe ini ditandai dengan: - Perforasi sentral (perforasi pada pars tensa) - Mukosa menebal - Tidak dijumpai kolesteatoma 2. Tipe atiko-antral (tulang/maligna/dangerous) Proses penyakit ini mempunyai tendensi untuk menginvasi tulang sehingga terjadi osteomielitis atau destruksi tulang akibat pressure necrosis kolesteatoma. Tipe ini berbahaya sehingga disebut tipe maligna, oleh karena mempunyai tendensi untuk terjadi komplikasi yang serius dan mengancam jiwa penderita (Djaafar, 1997 dan Dhingra, 2004 dalam Suhaimi, 2007). Pada tipe ini ditandai dengan : - Perforasi total, marginal atau atik - Dijumpai kolesteatoma - Destruksi tulang pada margo timpani OMSK tipe atiko-antral bersifat agresif, kolesteatoma yang semakin luas akan mendestruksi tulang yang dilaluinya. Infeksi sekunder akan menyebabkan keadaan septik lokal dan menyebabkan apa yang disebut nekrosis septik di jaringan lunak yang dilalui kolesteatoma dan di jaringan sekitarnya sehingga juga menyebabkan destruksi jaringan lunak yang mengancam akan terjadinya komplikasikomplikasi (Helmi dkk, 2002 dalam Suhaimi, 2007). Perbedaan tipe klinik penyakit ini dibuat berdasarkan apakah penyakit melibatkan pars tensa atau pars plasida membran timpani sehingga perbedaan anatomi inilah yang selanjutnya menimbulkan istilah “tubotimpanal” dan “atikoantral” (Aboet, 2007). 12 2.2.5. Patogenesis Menurut Bailey (1998) dalam Suhaimi (2007), fungsi khusus tuba eustachius menjadi faktor penting dalam patogenesis penyakit telinga tengah. Faktor- faktor yang memungkinkan adalah : 1. Infeksi mukosa pernafasan khususnya telinga tengah, tuba eustachius, dan nasofaring. 2. Alergi dan disfungsi ciliary. 3. Abnormalitas primer dan sekunder dari mukosa pernafasan, khususnya di telinga tengah, tuba eustachius, dan nasofaring yang bisa memperburuk fungsi tuba eustachius. Disfungsi musculare tuba eustachius khususnya pada tensor veli palatine juga bisa menyebabkan otitis media. 2.2.6. Patofisiologi OMSK dimulai dengan suatu episode infeksi akut, dengan iritasi dan peradangan dari mukosa telinga tengah. Edema mukosa timbul sebagai respon inflamasi. Peradangan yang berkelanjutan pada akhirnya menyebabkan ulserasi terhadap mukosa dan kerusakan dari lapisan epitel. Upaya host untuk menghentikan infeksi atau inflamasi memiliki tanda yaitu adanya jaringan granulasi yang dapat berkembang menjadi polip di dalam ruang telinga tengah. Siklus peradangan, ulserasi, infeksi, dan pembentukan jaringan granulasi berlangsung terus menerus, akhirnya menghancurkan margin sekitar tulang dan pada akhirnya menyebabkan berbagai komplikasi OMSK. Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Proteusspecies, Klebsiella pneumoniae, dan Diphtheroid adalah bakteri yang paling sering menyebabkan OMSK. Bakteri anaerob dan jamur dapat tumbuh bersamaan dengan bakteri aerob dalam hubungan simbiosis. Meskipun belum terbukti secara signifikan, teori mengenai virulensi meningkat dari infeksi. Memahami aspek mikrobiologi dari penyakit ini, akan memungkinkan dokter untuk membuat rencana pengobatan dengan khasiat terbaik dan paling morbiditas. 13 P. aeruginosa adalah organisme yang paling sering pulih dari OMSK. Berbagai penelitian selama beberapa dekade terakhir telah menemukan kepulihan Pseudomonas sebesar 48-98% pada pasien dengan OMSK. P. aeruginosa menggunakan pili untuk menyerang atau menekrosiskan epitel pada telinga tengah. Kemudian organisme tersebut menghasilkan protease, lipopolisakarida, dan enzim lain untuk mencegah mekanisme pertahanan imunologi yang normal dari memerangi infeksi. Berikutnya kerusakan dari enzim bakteri dan inflamasi menciptakan kerusakan lebih lanjut, nekrosis, dan akhirnya erosi tulang yang mengarah ke beberapa komplikasi OMSK. Untungnya, pada individu yang imunokompeten, infeksi jarang menyebabkan komplikasi yang serius atau penyakit yang meluas. Infeksi Pseudomonas umumnya menolak makrolid, penisilin spektrum luas, dan sefalosporin generasi pertama dan kedua. Hal ini dapat mempersulit rencana pengobatan, terutama pada anak-anak. S. aureus adalah organisme yang paling umum kedua yang terisolasi dari telinga tengah yang memiliki penyakit kronis. Data yang dilaporkan memperkirakan tingkat infeksi 15-30% dari telinga dengan kultur positif. Sisanya, infeksi disebabkan oleh berbagai macam organisme gram negatif. Klebsiella (10-21%) dan Proteus (1015%), spesies ini sedikit lebih umum daripada organisme gram negatif lainnya. Infeksi polymicrobial terlihat pada 5-10% kasus, sering menunjukkan kombinasi organisme gram-negatif dan S. aureus. Bakteri anaerob (Bacteroides, Peptostreptococcus, Peptococcus) dan jamur (Aspergillus, Candida) melengkapi spektrum organisme yang bertanggung jawab untuk penyakit ini. Bakteri anaerob sebanyak 20-50% dari isolat di OMSK dan cenderung berhubungan dengan kolesteatoma. Jamur telah dilaporkan hingga 25% dari kasus, namun kontribusi patogen untuk penyakit ini tidak jelas (Roland, 2015). 14 2.2.7. Gejala Klinis Pasien dengan otitis media supuratif kronik (OMSK) datang dengan keluhan telinga yang berair dalam beberapa durasi dan riwayat premorbid dari otitis media akut yang berulang , perforasi traumatis, atau dari penempatan tabung ventilasi. Pada umumnya, pasien menyangkal rasa sakit atau rasa yang tidak nyaman. Suatu keluhan utama yang umum yaitu gangguan pendengaran pada telinga yang terinfeksi. Kasus demam, vertigo, dan nyeri harus menjadi perhatian dan kekhawatiran dalam komplikasi intratemporal atau intrakranial. Riwayat OMSK persisten setelah perawatan medis yang tepat, tetap harus diwaspadai untuk mempertimbangkan kolesteatoma. Pada kanal auditori eksternal bisa dijumpai edema atau tidak dan biasanya edema tersebut tidak lunak. Jenis sekret bervariasi mulai dari berbau busuk, bernanah, dan seperti keju yang jernih dan berbentuk serosa. Jaringan granulasi sering terlihat di kanal medial atau rongga telinga tengah. Mukosa telinga tengah bisa digambarkan melalui proses perforasi mungkin edema atau bahkan polypoid, pucat, atau eritematosa (Roland, 2015). Gejala- gejala klinis yang sering dikeluhkan pasien diantaranya: 1. Telinga berair OMSK memberikan gejala berupa telinga berair (otore) yang berulang. Umunya otore bersifat purulen, mukoid atau mukopurulen. Sekret yang sangat berbau, berwarna kuning abu-abu kotor menunjukkan adanya kolesteatoma atau produk degenerasinya (Mills, 1997 dalam Suhaemi 2007). Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air atau encer) tergantung stadium peradangannya. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktifitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning kotor memberi kesan kolesteatoma. Dapat terlihat keping- keping kecil berwarna putih mengkilap (Paparella dkk, 1994 dalam Suhaimi, 2007). Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adanya sekret (Ramalingam, 1990 dalam Suhaimi, 2007). 2. Gangguan pendengaran (tuli) Biasanya terdapat tuli konduktif namun bisa bersifat campuran, gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat karena 15 daerah yang sakit dapat menghantarkan bunyi dengan efektif ke fenestra ovale (Paparella dkk, 1994 dalam Suhaimi, 2007). 3. Nyeri Nyeri tidak lazim di keluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda yang serius. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya duramater atau dinding sinus lateralis atau ancaman pembentukan abses otak (Paparella dkk, 1994 dalam Suhaimi, 2007). 4. Vertigo Vertigo dengan pasien supurasi kronis telinga tengah merupakan gejala serius lainnya. Gejala ini memberikan kesan adanya suatu fistula, berarti ada erosi pada labirin tulang seringkali pada kanalis semisirkularis horizontalis. Fistula merupakan temuan yang serius karena infeksi dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada setiap kasus supurasi kronis telinga tengah dengan riwayat verigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada membrana timpani. Uji ini perlu rutin dikerjakan pada penderita OMSK karena fistula seringkali ada sekalipun tanpa vertigo ( Paparella dkk, 1994 dalam Suhaimi, 2007). 5. Perforasi membrana timpani Perforasi membrana timpani dapat bersifat sentral, subtotal, total, atik ataupun marginal. Pada perforasi atik atau marginal perlu dicurigai adanya koleastoma. Jaringan granulasi atau polip dapat juga ditemukan ( Helmi dkk, 2002 dalam Suhaimi, 2007). 6. Perdarahan Perdarahan dapat terjadi karena granulasi atau polip yang tersentuh saat membersihkan telinga ( Dhingra, 2010 dalam Sembiring, 2014). Mukosa telinga tengah dapat dilihat melalui perforasi membrana timpani yaitu erythematous dan granular. Jaringan granulasi sering mengelilingi perforasi dan keluar menuju liang telinga. Keadaan seperti ini dapat terjadi pada OMSK dengan atau tanpa kolesteatoma. 16 Tanda- tanda klinis OMSK tipe maligna: 1. Terdapat abses atau fistel retroaurikuler 2. Terdapat polip atau jaringan granulasi di liang telinga luar yang berasal dari dalam telinga tengah. 3. Terlihat kolesteatoma pada telinga tengah terutama di epitimpanum 4. Sekret berbentuk nanah dan berbau khas (aroma kolesteatoma) 5. Terlihat bayangan kolesteatoma pada foto Rontgen mastoid (Djaafar, 2001 dalam Suhaimi 2007). 2.2.8. Diagnosis Diagnosis OMSK ditegakkan dengan cara: 1. Anamnesis Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang paling sering dijumpai adalah telinga berair, adanya sekret di liang telinga yang pada tipe tubotimpanal sekretnya lebih banyak dan seperti berbenang (mukous), tidak berbau busuk dan intermiten, sedangkan pada tipe atikoantral, sekretnya lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai pembentukan jaringan granulasi atau polip, maka sekret yng keluar dapat bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah. 2. Pemeriksaan otoskopi Pemeriksaan otoskopi akan menunjukkan adanya dan letak perforasi.Dari perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah. 3. Pemeriksaan audiometri Evaluasi audiometri, pembuatan audiogram nada murni untuk menilai hantaran tulang dan udara, penting untuk mengevalusi tingkat penurunan 17 pendengaran dan untuk menetukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur berguna untuk menilai ‘speech reception threshold’ pada kasus dengan tujuan untuk memperbaiki pendengaran. 4. Pemeriksaan radiologi Radiologi konvensional, foto polos radiologi, posisi Schüller berguna untuk menilai kasus kolesteatoma, sedangkan pemeriksaan CT scan dapat lebih efektif menunjukkan anatomi tulang temporal dan kolesteatoma (Aboet, 2007). Sebuah CT scan beresolusi tinggi pada tulang temporal dapat memberikan informasi tambahan yang berguna pada pasien dengan OMSK yang tidak responsif terhadap pengobatan. CT scan tulang temporal dapat menunjukkan erosi tulang dari scutum, ossicles, saluran telinga, mastoid, kapsul otic, kanal fallopian, atau tegmen, yang biasanya menunjukkan kolesteatoma. Dengan menggunakan CT scan didapati temuan lain yang mengungkapkan abses subperiosteal atau abses intrakranial, dan dalam beberapa kasus, trombosis sinus lateral. Kemungkinan alasan lain untuk OMSK yang persisten termasuk kolesteatoma yang tersembunyi atau dikarenakan oleh benda asing.Secara universal CT scan direkomendasikan jika klinisi menduga kasus neoplasma atau untuk mengantisipasi komplikasi intratemporal atau intrakranial. Pemeriksaan MRI pada tulang temporal dan otak harus diperoleh jika diduga terdapat komplikasi intratemporal atau intrakranial. Dikarenakan dengan jelas menggambarkan jaringan lunak, MRI dapat mengungkapkan peradangan dural, trombosis sinus sigmoid, labyrinthitis, dan abses ekstradural dan intrakranial. Pemeriksaan audiogram harus dilakukan setiap sebelum operasi otologic, kecuali dalam beberapa kasus di mana diperlukan operasi segera sebagai upaya penyelamatan kehidupan. Dalam pemeriksaan ini umumnya didapatkan gangguan pendengaran konduktif, tapi kehilangan pendengaran sensorineural dan campuran bisa didapatkan sebagai pertunjuk penyakit yang lebih luas dan dokter yang merawat 18 harus waspada terhadap munculnya komplikasi, termasuk fistula labirin atau labyrinthitis. Perawatan otitis media supuratif kronis (OMSK) dapat dikembangkan tanpa penelitian laboratorium. Pertimbangkan sebelum memberikan terapi sistemik yaitu pemeriksaan dengan metode kultur harus dilakukan untuk memperoleh sensitivitas terhadap bakteri (Roland, 2015). 2.2.9. Penatalaksaan Prinsip dasar penatalaksanaan medis pada OMSK adalah: 1. Aural toilet Pembersihan telinga dari sekret. 2. Terapi mikroba topikal Pemberian tetes telinga antibiotik topikal (Aboet, 2007). Terapi antibiotik oral yang rutin tidak begitu direkomendasikan (Minovi dan Dazert, 2014). Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta harus berulangulang. Sekret yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara lain disebabkan oleh satu atau beberapa kelainan, yaitu: Adanya perforasi membran timpani yang permanen, sehingga telinga tengah berhubungan dengan dunia luar Terdapat sumber infeksi dari faring, nasofaring, hidung dan sinus paranasal Sudah terbentuk jaringan patologik yang irreversibel dalam rongga mastoid Gizi dan higiena yang kurang Prinsip terapi OMSK tipe aman ialah konservatif atau dengan medikamentosa. Bila sekret yang keluar terus-menerus, maka diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan H202 3% selama 3-5 hari. Setelah sekret berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotika dan kortikosteroid. Banyak ahli berpendapat bahwa semua obat tetes yang dijual di pasaran saat ini mengandung antibiotika yang bersifat ototoksik. Oleh sebab itu penulis menganjurkan agar obat tetes telinga jangan diberikan secara terusmenerus lebih dari 1 atau 2 minggu atau pada OMSK yang sudah tenang. Secara oral 19 diberikan antibiotika dari golongan ampisilin, atau eritromisin (bila pasien alergi terhadap penisilin), sebelum hasil tes resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai karena penyebabnya telah resisten terhadap ampisilin dapat diberikan ampisilin asam klavulanat. Bila sekret sudah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2 bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi dan kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran. Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau terjadinya infeksi berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih dahulu, mungkin juga perlu dilakukan pembedahan, misalnya adenoidektomi atau tonsilektomi. Prinsip terapi OMSK tipe bahaya ialah pembedahan, yaitu mastoidektomi. Jadi, bila terdapat OMSK tipe bahaya, maka terapi yang tepat ialah dengan melakukan mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal retroaurikuler, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum mastoidektomi (Djaafar, Helmi, dan Restuti, 2007). Operasi mastoidektomi terdiri dari: 1. Mastoidektomi sederhana Bertujuan untuk mengevauasi penyakit yang hanya terbatas pada rongga mastoid. 2. Mastoidektomi radikal Bertujuan untuk megeradikasi seluruh penyakit di mastoid dan telinga tengah, di mana rongga mastoid, telingah tengah, dan liang telinga luar digabungkan menjadi satu ruangan sehingga drainase mudah. 3. Untuk kasus-kasus yang akan dilakukan perbaikan fungsi pendengaran dilakukan timpanoplasti (Aboet, 2007). 20 2.2.10. Komplikasi Komplikasi otitis media terjadi bila barier pertahanan normal telinga tengah dilewati sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke struktur di sekitarnya. Pertahanan pertama adalah mukosa kavum timpani yang menyerupai mukosa jalan nafas mampu melokalisir dan mengatasi infeksi. Bila barier ini ruptur masih ada barier kedua yaitu dinding tulang telinga tengah. Bila barier ini ruptur juga maka struktur lunak di sekitarnya akan terkena. Rupturnya korteks mastoid akan menyebabkan abses subperiosteal. Penyebaran infeksi ke dalam tulang temporal dapat menyebabkan paresis fasial, labirinitis, dan petrositis. Penyebaran ke arah kranial akan menyebabkan abses ekstra dura, abses perisinus, meningitis atau abses otak. Jalan infeksi tidak selalu sama. Pada kasus akut atau suatu eksaserbasi akut, penyebaran biasanya melalui osteotromboflebitis (penyebaran hematogen melalui aliran balik vena). Pada kasus kronik penyebarannya biasanya melalui erosi tulang oleh kolesteatoma (Helmi, 1990). Kolesteatoma diperkirakan sebagai komplikasi dari retraksi di membran timpani. Hal tersebut terkait dengan berulangnya penyakit telinga tengah, riwayat keluarga, dan kelainan kraniofasial. Jika tidak diobati, kolesteatoma mungkin semakin membesar dan mengikis struktur sekitarnya (Morris, 2012). Cara penyebaran lain adalah melalui jalan yang sudah ada misalnya meatus akustikus internus, duktus perilimpatik atau endolimpatik dan sebagainya. Dari 77 kasus OMSK tipe ganas yang menjalani operasi mastoidektomi radikal di Bagian THT FKUI/ RSCM dalam periode Januari 1989 s/d April 1990 didapatkan 2 kasus tuli total, 14 kasus tuli campuran (tuli konduktif dan tuli syaraf terjadi bersama pada telinga yang sama. Kelainan telinga tengah hampir selalu menyebabkan tuli konduktif), 9 kasus paresis fasial, 6 meningitis, 2 kasus abses otak. Pada waktu operasi didapatkan pada 29 kasus proses penghancuran tulang sudah menembus kortek mastoid menyebabkan abses retoaurikuler, pada 17 kasus dengan sinus lateralis otak yang sudah telanjang, dan 6 kasus dengan dura yang terpapar ke rongga mastoid (Helmi, 1990). Komplikasi OMSK ini dapat dibagi atas : 21 1. Komplikasi intratemporal (ekstrakranial) : parese nervus fasial dan labirinitis 2. Komplikasi ekstratemporal (intrakranial) : abses ekstradural, subdural, sinus lateral, abses tromboflebitis meningitis, abses otak, hidrosefalus otitis (Aboet, 2007). Beberapa komplikasi dari OMSK yaitu: a. Labirinitis Infeksi labirin dapat berasal dari fistel pada kanalis semisirkuler lateral atau penyebaran infeksi melalui jendela bulat di telinga tengah. Fistel labirin ditandai dengan vertigo dan nistagmus serta muntah misalnya bila kepala digerakkan. Dengan tes fistel yaitu memberikan tekanan positif atau negatif ke dalam telinga tengah, vertigo dan nistagmus akan lebih jelas. Labirinitis bisa dalam bentuk labirinitis serosa ataupun labirinitis supuratif. Gejala dan tanda-tandanya serupa hanya berbeda dalam gradasinya. Akan didapatkan gejala vestibuler dan gejala kohlear. Gejala vestibular akan ditandai dengan nistagmus spontan ke arah kontralateral, nausea, vomitus, dan vertigo. Gejala kohlear berupa tuli saraf terutama nada tinggi. Pada labirinitis supuratif dapat terjadi tuli total. Gejala verstibular hebat akan terjadi pada saat invasi supuratif, tetapi kemudian berkurang secara perlahan- lahan sampai terjadi komplensasi setelah 3-5 minggu. b. Petrositis Peradangan bagian pedrosa tulang temporal ini ditandai dengan rasa nyeri di daerah tulang temporal yang terkena dan otore yang menetap. Bila daerah apeks tulang petrosum terkena akan terjadi diplopia akibat paresis N. VI. Tiga gejala tersebut yaitu otore yang menetap, rasa nyeri di daerah temporal ataupun di belakang mata, dan diplopia disebut Gradenigo. 22 c. Paresis Fasial Kelumpuhan syaraf motorik muka ini bisa terjadi akibat proses peradangan pada infeksi akut ataupun akibat erosi tulang kanalis fasialis oleh koleastoma. Akan terjadi paresis fasial tipe perifer. Muka mencong ke arah kontrealateral, kelopak mata ipsilateral tidak dapat ditutup. d. Abses Ekstradura dan Perisinus Bila lapisan tulang tipis yang membatasi rongga telinga tengah dan sinus lateral ruptur akan terbentuk abses ekstra dura dan perisinus. Gejala dan tanda- tandanya tidak jelas sehingga sering baru ditemukan sewaktu operasi. Salah satu gejala yang khas adalah keluarnya sekret purulen yang jelas berdenyut. Denyutan akan bertambah hebat bila vena jugularis interna ditekan. e. Tromboflebitis Sinus Lateral Tromboflebitis sinus lateral timbul akibat perluasan langsung proses di mastoid dan hampir setengahnya didahului oleh abses perisinus. Pada hampir 45% kasus terdapat juga lesi di serebrum, serebelum, meningen, dan ruang subdural. Komplikasi ini sering berakibat fatal bila tidak ditangani secara baik. Infeksi di sinus biasanya menyebabkan terbentuknya trombus intrasinus. Seringkali di dalam trombus itu terbentuk abses. Infeksi bisa menjalar secara perikontinuitatum ataupun dengan hanyutnya trombus yang terinfeksi sehingga dapat terjadi septikami, piemi, ataupun invasi ke dalam jaringan otak. Gejala yang khas dan kadang-kadang merupakan satu-satunya adalah suhu badan yang meninggi dan naik turun seperti malaria tetapi kurbeinya tidak teratur. Diantara waktu demam penderita sadar dan tidak tampak sakit. Akibat penyumbatan pada sinus lateral didapati gejala sakit kepala, meningginya tekanan cairan otak, dan kelainan fundus mata seperti edema papil, dilatasi vena retina sampai perderahan retina. Kadang- kadang terdapat 23 edema pada bagian posterior prosesus mastoid akibat trombosis vena emisari (Greisinger’s sign). f. Hidrosefalus Otikus Pada radang akut atau eksaserbasi akut telinga tengah kadang-kadang terjadi penambahan cairan otak secara mendadak baik oleh karena produksinya bertambah maupun karena penyerapannya kembali terganggu sehingga timbul gejala dan tanda hidrosefalus. Pada pemeriksaan antara lain didapati edema papil dan naiknya tekanan cairan otak secara mendadak sampai 300 mm H20. Sifat likuor normal. g. Meningitis Otogenik dan Abses Otak Meningitis dan abses otak masih merupakan penyebeb kematian tersering pada otitis media (Helmi, 1990). 2.2.11. Prognosa Pasien dengan OMSK memiliki prognosis yang baik apabila infeksi terkendalikan. Pemulihan terkait gangguan pendengaran bervariasi tergantung pada penyebabnya. Sebagian gangguan pendengaran konduktif sering dikoreksi dengan operasi. Tujuan pengobatan adalah untuk memberikan pengamanan pada telinga pasien. Sebagian besar morbiditas OMSK berasal dari hubungan gangguan pendengaran konduktif dan stigma sosial dari pengeluaran cairan berbau busuk dari telinga yang terkena. Mortalitas OMSK karena timbulnya komplikasi intrakranial yang terkait. OMSK sendiri bukanlah penyakit fatal, meskipun beberapa studi melaporkan kehilangan pendengaran sensorineural sebagai komplikasi dari OMSK morbid, tetapi bukti lain bertentangan dengan pendapat ini. Sebuah penelitian oleh Jensen et al. dari dua kelompok anak-anak di Greenland ditemukan bahwa di antara anak-anak dengan OMSK, 91% mengalami gangguan pendengaran permanen yang lebih besar dari 15 dB HL (tingkat pendengaran desibel). Kelompok ditindaklanjuti selama 10 dan 15 tahun. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Aarhus et al. gangguan pendengaran pada berbagai jenis otitis media ditemukan bahwa gangguan 24 pendengaran pada anak-anak yang disebabkan oleh OMSK berhubungan dengan gangguan pendengaran pada saat dewasa, dengan efek pada ambang batas pendengaran yang lebih besar di usia pertengahan (usia 40-56 tahun) dari pada anak dewasa (usia 20-40 tahun). Hal yang sama ditemukan pada otitis media akut yang berulang ( Roland, 2015).