4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Organ Telinga Secara

advertisement
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Anatomi Organ Telinga
Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
-
Telinga luar
-
Telinga tengah
-
Telingan dalam
Telinga luar dan tengah berkembang dari alat brankial. Telinga dalam
seluruhnya berasal dari plakoda otika. Dengan demikian suatu bagian dapat
mengalami kelainan kongenital sementara bagian lain berkembang secara normal
(Liston dan Duvall, 1997).
Gambar 2.1. Anatomi Telinga
Sumber: Netter (2014).
5
2.1.1. Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar,
sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjanganya kirakira 2,5- 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar
serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit
liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen
(Soetirto, Hendarmin, dan Bashiruddin, 2007).
2.1.2. Telinga Tengah
Rongga telinga tengah berasal dari celah brankial pertama endoderm. Rongga
berisi udara ini meluas ke dalam resesus tubotimpanikus yang selanjutnya meluas di
sekitar tulang-tulang dan saraf dari telinga tengah dan meluas kurang lebih ke daerah
mastoid. Osikula berasal dari rawan arkus brankialis. Untuk mempermudah
pemikiran ini maleus dapat dianggap berasal dari rawan arkus brankialis pertama
(kartilago Meckel), sedangkan inkus dan stapes dari rawan arkus brankialis kedua
(kartilago Reichert). Saraf korda timpani berasal dari arkus kedua (fasialis) menuju
saraf pada arkus pertama (madibularis-lingualis). Saraf timpanikus (dari Jacobson)
berasal dari saraf arkus brankialis ketiga (glosofaingeus) menuju saraf fasialis. Kedua
saraf ini terletak dalam rongga telinga tengah. Otot-otot telinga tengah berasal dari
otot-otot arkus brankialis. Otot tensor timpani yang melekat pada maleus, berasal
dari arkus pertama dan dipersarafi oleh saraf mandibularis (saraf kranial kelima).
Otot stapedius berasal dari arkus kedua, dipersarafi oleh suatu cabang persarafan
yaitu saraf ketujuh (Liston dan Duvall, 1997).
Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas, yaitu :

Batas luar
: membran timpani

Batas depan
: tuba eustachius

Batas bawah
: vena jugularis (bulbus jugularis)

Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis

Batas atas
: tegmen timpani (meningen/otak)
6
 Batas dalam
: berturut-turut dari atas kebawah kanalis semi sirkularis
horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window),
tingkap bundar
(round window) dan promontorium
(Soetirto, Hendarmin, dan Bashiruddin, 2007).
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran
propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit
liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa
saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang
terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di
bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam (Soetirto, Hendarmin, dan Bashiruddin,
2007).
Membrana timpani tersusun oleh suatu lapisan epidermis di bagian luar,
lapisan fibrosa di bagian tengah di mana tangkai maleus dilekatkan, dan lapisan
mukosa bagian dalam. Lapisan fibrosa tidak terdapat di atas prosesus lateralis maleus
dan ini menyebabkan bagian membran yang disebut membran Shrapnell menjadi
lemas (flaksid). Tuba eustacius menghubungkan rongga telinga tengah dengan
nasofaring. Bagian lateral tuba eustacius adalah yang bertulang sementara duapertiga
bagian medial bersifat kartilaginosa. Origo otot tensor timpani terletak di sebelah
atas bagian bertulang sementara kanalis karotikus terletak di bagian bawahnya.
Bagian bertulang rawan berjalan melintasi dasar tengkorak untuk masuk ke faring di
atas otot konstriktor superior. Bagian ini biasanya tertutup tapi dapat dibuka melalui
kontraksi otot levator palatinum dan tensor palatinum yang masing-masing disarafi
pleksus faringealis dan saraf mandibularis. Tuba eustacius berfungsi untuk
menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membrana timpani ( Liston dan
Duvall, 1997).
7
2.1.3. Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau
puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan
skala vestibuli. Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala
vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dari skala media (duktus
koklearis) di antaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan
skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda
dengan endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut
sebagai membran vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media
adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ Corti. Pada skala media
terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada
membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam sel rambut luar
dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti (Soetirto, Hendarmin, dan
Bashiruddin, 2007).
2.2.
Otitis Media Supuratif Kronik
2.2.1. Definisi
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan suatu inflamasi persisten
pada telinga bagian tengah atau rongga mastoid. Sebutan lain untuk penyakit ini
adalah otitis media kronik, mastoiditis kronik, dan timpanomastoiditis kronik.
OMSK ditandai dengan adanya sekret telinga atau otorrhoea yang berulang lebih
dari 2 sampai 6 minggu yang disebabkan oleh perforasi dari membran timpani
(Morris, 2012). OMSK biasanya diawali dengan penyakit Otitis Media Akut (OMA)
dengan perforasi pada masa anak-anak. Hal ini disebabkan karena tuba eustachius
pada anak sangat mudah dilalui oleh bakteri yang terdapat di nasofaring (Afolabi,
Salaudeen, Ologe, Nwabuisi, dan Nwawolo, 2012). Pada umumnya dijumpai juga
penebalan granula dari mukosa telinga tengah dan mukosa polip. Dalam beberapa
kasus, OMSK mempunyai hubungan dengan koleastoma pada telinga bagian tengah.
OMSK sendiri berbeda dari otitis media kronik dengan efusi, dimana ada suatu
8
membran timpani yang utuh dengan cairan di telinga tengah tetapi bukan infeksi
yang bersifat aktif .Kolesteatoma adalah suatu akumulasi abnormal dari epithelium
squamous yang biasa dijumpai pada rongga telinga tengah dan proses mastoid dan
tulang temporal. Jaringan granulasi dan sekret telinga sering dihubungkan dengan
infeksi dari deskuamasi epithelium. Koleastoma juga sering terdeteksi oleh
pemeriksaan otoskopi yang teliti pada anak-anak atau dewasa dengan sekret yang
menetap yang tidak memiliki respon dalam pengobatan (Morris, 2012). Otitis media
supuratif kronik (OMSK) ini termasuk suatu penyakit kronik yang tidak mudah
ditanggulangi (Istiantoro, 1990). Mengerti akan patologi dan patogenesis OMSK
sangat penting untuk memprediksikan pengobatan, prognosis, dan gejala sisa dari
penyakit ini (Sharma, Manjari, dan Salaria, 2013).
2.2.2. Epidemiologi
Prevalensi OMSK di seluruh dunia adalah 65-330 juta orang, dan 39-200 juta
(60%) memiliki gangguan pendengaran yang signifikan secara klinis (Morris, 2012).
Semakin besar perforasi membran timpani, semakin besar kemungkinan pasien
menderita OMSK. Beberapa studi memperkirakan insiden pertahun dari OMSK
mencapai 39 kasus per 100.000 jiwa pada anak-anak dan remaja umur 15 tahun
kebawah. Di Inggris, 0.9% anak- anak dan 0.5% dewasa menderita OMSK. Di Israel,
hanya 0.039% dari anak- anak yang menderita OMSK. Pada bagian populasi
tertentu, resiko meningkat pada OMSK yang berkembang. The Native and Eskimo
populations mendemostrasikan suatu peningkatan resiko pada infeksi. Delapan
persen dari Native Americans dan hampir mencapai 12% dari populasi Eskimo
menderita OMSK. Anatomi dan fungsi dari tuba Eustasius memainkan peranan yang
penting dalam peningkatan resiko ini. Tuba eustachius lebih lebar dan lebih terbuka
dalam populasi ini dari pada populasi lain, sehingga menempatkan populasi ini pada
peningkatan risiko untuk refluks hidung dari bakteri yang biasa menyebabkan otitis
media akut dan otitis media akut berulang dan menyebabkan pengembangan yang
lebih sering terhadap OMSK. Pada populasi lain yang memiliki peningkatan resiko
yaitu termasuk pada anak-anak dari Guam, Hong Kong, Afrika Selatan, dan
Kepulauan Solomon. Prevalensi OMSK tampaknya merata antara pria dan wanita.
9
Prevalensi yang tepat dalam kelompok usia yang berbeda tidak diketahui. Namun,
beberapa studi memperkirakan kejadian tahunan OMSK menjadi 39 kasus per
100.000 pada anak-anak dan remaja berusia 15 tahun kebawah (Roland, 2015). Tidak
seperti otitis media dengan efusi yang lebih sering menginfeksi daerah barat, otitis
media supuratif kronik lebih sering menginfeksi daerah tropis termasuk Asia Selatan
(Dayasena, Dayasiri, Jayasuriya, Perera, 2011).
Pada penelitian Sembiring (2014), dijumpai bahwa dari 25 penderita OMSK
yang berobat ke RSUP H. Adam Malik Medan dari September 2013- April 2014,
kelompok umur terbanyak adalah 21- 30 tahun sebanyak 28% diikuti kelompok umur
11-20 tahun dan 31- 40 tahun yaitu masing- masing sebanyak 24%.
2.2.3. Etiologi dan Faktor Resiko
Untuk mendiagnosa OMSK perlu dijumpai membran timpani yang
mengalami perforasi. Perforasi ini mungkin timbul akibat trauma, iatrogenik dengan
penempatan tabung, atau setelah episode dari otitis media akut yang dekompresi
melalui perforasi timpani. Mekanisme infeksi pada telinga tengah ini akan menjadi
tempat translokasi bakteri dari saluran pendengaran eksternal melalui suatu perforasi
ke dalam telinga tengah. Beberapa penulis mengatakan bahwa organisme patogen
dapat masuk melalui refluks pada tuba eustachius. Data pendukung teori ini tidak
dapat disimpulkan. Sebagian besar bakteri patogen yaitu bakteri yang umum untuk
saluran pendengaran eksternal (Roland, 2015).
Mikroorganisme yang paling sering ditemukan adalah Pseudomonas
aeruginosa dan Staphylococcus aureus. Pseudomonas aeruginosa telah terlibat
terutama sebagai penyebab nekrosis tulang dan penyakit mukosa. Satu review
sistematis menemukan bahwa kurangnya penelitian untuk menilai peran antibiotik
profilaksis dalam mencegah perkembangan penyakit ke OMSK ini (Morris, 2012).
Risiko dari otorrhea yang berkembang melalui tabung ventilasi tetapi tidak
harus OMSK dilaporkan 21-50%. Setiap tahun, lebih dari satu juta tabung
ditempatkan di Amerika Serikat untuk otitis media yang berulang dan otitis media
dengan efusi. Penelitian telah melaporkan bahwa 1-3% dari pasien dengan tabung
ventilasi mengembangkan penyakit ini.
10
Risiko terjadinya OMSK meningkat dengan diikuti oleh keadaan berikut:
-
Adanya riwayat dari beberapa episode otitis media akut
-
Hidup dalam kondisi penuh sesak atau bising
-
Merupakan bagian dari keluarga besar
Beberapa studi mencoba untuk mengkorelasikan frekuensi dari penyakit
dengan pendidikan orang tua, perokok pasif, menyusui, status sosial ekonomi, dan
jumlah tahunan dari infeksi saluran pernapasan atas yang masih diragukan. Pasien
dengan anomali kraniofasial merupakan populasi khusus yang beresiko untuk
terinfeksi OMSK. Sindrom down, sindrom cri du chat, atresia choanal, sindrom
DiGeorge, bibir sumbing, dan microcephaly merupakan penyakit lain yang
meningkatkan risiko OMSK, mungkin dari perubaham anatomi dan fungsi tabung
eustachius (Roland, 2015).
OMSK biasanya merupakan komplikasi dari OMA, tetapi faktor risiko
OMSK bervariasi dalam pengaturan yang berbeda. Infeksi saluran pernapasan atas
yang berulang dan kondisi sosial ekonomi yang buruk (perumahan padat dan
kebersihan yang buruk dan gizi buruk) sering dikaitkan dengan perkembangan
OMSK. Di negara-negara maju dan populasi yang diuntungkan, sekarang ini insersi
tabung tympanostomy merupakan faktor etiologi yang paling penting. Dari anakanak dengan pemasangan tabung tympanostomy, riwayat OMA yang berulang, dan
kebisingan meningkatkan risiko terjadinya OMSK. Di negara-negara berkembang
dan populasi yang kurang beruntung, kemiskinan, kepadatan penduduk, riwayat
keluarga, dan paparan asap menjadi hal yang penting (Morris, 2012).
11
2.2.4. Klasifikasi
Menurut perubahan patologi yang terjadi pada telinga tengah, maka OMSK
dibagi atas dua jenis, yaitu:
1. Tipe tubo-timpani (mukosa/benigna/non dangerous)
Proses penyakit masih terbatas pada mukosa kavum timpani, tuba eustachius
dan mukosa sel-sel kavum mastoid. Tipe ini jarang menimbulkan komplikasi.
Pada tipe ini ditandai dengan:
- Perforasi sentral (perforasi pada pars tensa)
- Mukosa menebal
- Tidak dijumpai kolesteatoma
2. Tipe atiko-antral (tulang/maligna/dangerous)
Proses penyakit ini mempunyai tendensi untuk menginvasi tulang sehingga
terjadi osteomielitis atau destruksi tulang akibat pressure necrosis
kolesteatoma. Tipe ini berbahaya sehingga disebut tipe maligna, oleh karena
mempunyai tendensi untuk terjadi komplikasi yang serius dan mengancam
jiwa penderita (Djaafar, 1997 dan Dhingra, 2004 dalam Suhaimi, 2007).
Pada tipe ini ditandai dengan :
- Perforasi total, marginal atau atik
- Dijumpai kolesteatoma
- Destruksi tulang pada margo timpani
OMSK tipe atiko-antral bersifat agresif, kolesteatoma yang semakin luas
akan mendestruksi tulang yang dilaluinya. Infeksi sekunder akan menyebabkan
keadaan septik lokal dan menyebabkan apa yang disebut nekrosis septik di jaringan
lunak yang dilalui kolesteatoma dan di jaringan sekitarnya sehingga juga
menyebabkan destruksi jaringan lunak yang mengancam akan terjadinya komplikasikomplikasi (Helmi dkk, 2002 dalam Suhaimi, 2007).
Perbedaan tipe klinik penyakit ini dibuat berdasarkan apakah penyakit
melibatkan pars tensa atau pars plasida membran timpani sehingga perbedaan
anatomi inilah yang selanjutnya menimbulkan istilah “tubotimpanal” dan
“atikoantral” (Aboet, 2007).
12
2.2.5. Patogenesis
Menurut Bailey (1998) dalam Suhaimi (2007), fungsi khusus tuba eustachius
menjadi faktor penting dalam patogenesis penyakit telinga tengah. Faktor- faktor
yang memungkinkan adalah :
1. Infeksi mukosa pernafasan khususnya telinga tengah, tuba eustachius, dan
nasofaring.
2. Alergi dan disfungsi ciliary.
3. Abnormalitas primer dan sekunder dari mukosa pernafasan, khususnya di
telinga tengah, tuba eustachius, dan nasofaring yang bisa memperburuk
fungsi tuba eustachius.
Disfungsi musculare tuba eustachius khususnya pada tensor veli palatine juga
bisa menyebabkan otitis media.
2.2.6. Patofisiologi
OMSK dimulai dengan suatu episode infeksi akut, dengan iritasi dan
peradangan dari mukosa telinga tengah. Edema mukosa timbul sebagai respon
inflamasi. Peradangan yang berkelanjutan pada akhirnya menyebabkan ulserasi
terhadap mukosa dan kerusakan dari lapisan epitel. Upaya host untuk menghentikan
infeksi atau inflamasi memiliki tanda yaitu adanya jaringan granulasi yang dapat
berkembang menjadi polip di dalam ruang telinga tengah. Siklus peradangan,
ulserasi, infeksi, dan pembentukan jaringan granulasi berlangsung terus menerus,
akhirnya menghancurkan margin sekitar tulang dan pada akhirnya menyebabkan
berbagai komplikasi OMSK.
Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Proteusspecies, Klebsiella
pneumoniae, dan Diphtheroid adalah bakteri yang paling sering menyebabkan
OMSK. Bakteri anaerob dan jamur dapat tumbuh bersamaan dengan bakteri aerob
dalam hubungan simbiosis. Meskipun belum terbukti secara signifikan, teori
mengenai virulensi meningkat dari infeksi. Memahami aspek mikrobiologi dari
penyakit ini, akan memungkinkan dokter untuk membuat rencana pengobatan
dengan khasiat terbaik dan paling morbiditas.
13
P. aeruginosa adalah organisme yang paling sering pulih dari OMSK.
Berbagai penelitian selama beberapa dekade terakhir telah menemukan kepulihan
Pseudomonas sebesar 48-98% pada pasien dengan OMSK. P. aeruginosa
menggunakan pili untuk menyerang atau menekrosiskan epitel pada telinga tengah.
Kemudian organisme tersebut menghasilkan protease, lipopolisakarida, dan enzim
lain untuk mencegah mekanisme pertahanan imunologi yang normal dari memerangi
infeksi. Berikutnya kerusakan dari enzim bakteri dan inflamasi menciptakan
kerusakan lebih lanjut, nekrosis, dan
akhirnya erosi tulang yang mengarah ke
beberapa komplikasi OMSK. Untungnya, pada individu yang
imunokompeten,
infeksi jarang menyebabkan komplikasi yang serius atau penyakit yang meluas.
Infeksi Pseudomonas umumnya menolak makrolid, penisilin spektrum luas, dan
sefalosporin generasi pertama dan kedua. Hal ini dapat mempersulit rencana
pengobatan, terutama pada anak-anak.
S. aureus adalah organisme yang paling umum kedua yang terisolasi dari
telinga tengah yang memiliki penyakit kronis. Data yang dilaporkan memperkirakan
tingkat infeksi 15-30% dari telinga dengan kultur positif. Sisanya, infeksi disebabkan
oleh berbagai macam organisme gram negatif. Klebsiella (10-21%) dan Proteus (1015%), spesies ini sedikit lebih umum daripada organisme gram negatif lainnya.
Infeksi polymicrobial terlihat pada 5-10% kasus, sering menunjukkan
kombinasi organisme gram-negatif dan S. aureus. Bakteri anaerob (Bacteroides,
Peptostreptococcus, Peptococcus) dan jamur (Aspergillus, Candida) melengkapi
spektrum organisme yang bertanggung jawab untuk penyakit ini. Bakteri anaerob
sebanyak 20-50% dari isolat di OMSK dan cenderung berhubungan dengan
kolesteatoma. Jamur telah dilaporkan hingga 25% dari kasus, namun kontribusi
patogen untuk penyakit ini tidak jelas (Roland, 2015).
14
2.2.7. Gejala Klinis
Pasien dengan otitis media supuratif kronik (OMSK) datang dengan keluhan
telinga yang berair dalam beberapa durasi dan riwayat premorbid dari otitis media
akut yang berulang , perforasi traumatis, atau dari penempatan tabung ventilasi. Pada
umumnya, pasien menyangkal rasa sakit atau
rasa yang tidak nyaman. Suatu
keluhan utama yang umum yaitu gangguan pendengaran pada telinga yang terinfeksi.
Kasus demam, vertigo, dan nyeri harus menjadi perhatian dan kekhawatiran dalam
komplikasi intratemporal atau intrakranial. Riwayat OMSK persisten setelah
perawatan medis yang tepat, tetap harus diwaspadai untuk mempertimbangkan
kolesteatoma. Pada kanal auditori eksternal bisa dijumpai edema atau tidak dan
biasanya edema tersebut tidak lunak. Jenis sekret
bervariasi mulai dari berbau
busuk, bernanah, dan seperti keju yang jernih dan berbentuk serosa. Jaringan
granulasi sering terlihat di kanal medial atau rongga telinga tengah. Mukosa telinga
tengah bisa digambarkan melalui proses perforasi mungkin edema atau bahkan
polypoid, pucat, atau eritematosa (Roland, 2015).
Gejala- gejala klinis yang sering dikeluhkan pasien diantaranya:
1. Telinga berair
OMSK memberikan gejala berupa telinga berair (otore) yang berulang.
Umunya otore bersifat purulen, mukoid atau mukopurulen. Sekret yang
sangat berbau, berwarna kuning abu-abu kotor menunjukkan adanya
kolesteatoma atau produk degenerasinya (Mills, 1997 dalam Suhaemi 2007).
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air atau encer)
tergantung stadium peradangannya. Sekret yang mukus dihasilkan oleh
aktifitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Sekret yang sangat
bau, berwarna kuning kotor memberi kesan kolesteatoma. Dapat terlihat
keping- keping kecil berwarna putih mengkilap (Paparella dkk, 1994 dalam
Suhaimi, 2007). Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adanya sekret
(Ramalingam, 1990 dalam Suhaimi, 2007).
2. Gangguan pendengaran (tuli)
Biasanya terdapat tuli konduktif namun bisa bersifat campuran, gangguan
pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat karena
15
daerah yang sakit dapat menghantarkan bunyi dengan efektif ke fenestra
ovale (Paparella dkk, 1994 dalam Suhaimi, 2007).
3. Nyeri
Nyeri tidak lazim di keluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan
suatu tanda yang serius. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi
akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya duramater atau dinding sinus
lateralis atau ancaman pembentukan abses otak (Paparella dkk, 1994 dalam
Suhaimi, 2007).
4. Vertigo
Vertigo dengan pasien supurasi kronis telinga tengah merupakan gejala serius
lainnya. Gejala ini memberikan kesan adanya suatu fistula, berarti ada erosi
pada labirin tulang seringkali pada kanalis semisirkularis horizontalis. Fistula
merupakan temuan yang serius karena infeksi dapat berlanjut dari telinga
tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana
mungkin berlanjut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada setiap
kasus supurasi kronis telinga tengah dengan riwayat verigo. Uji ini
memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada membrana timpani.
Uji ini perlu rutin dikerjakan pada penderita OMSK karena fistula seringkali
ada sekalipun tanpa vertigo ( Paparella dkk, 1994 dalam Suhaimi, 2007).
5. Perforasi membrana timpani
Perforasi membrana timpani dapat bersifat sentral, subtotal, total, atik
ataupun marginal. Pada perforasi atik atau marginal perlu dicurigai adanya
koleastoma. Jaringan granulasi atau polip dapat juga ditemukan ( Helmi dkk,
2002 dalam Suhaimi, 2007).
6. Perdarahan
Perdarahan dapat terjadi karena granulasi atau polip yang tersentuh saat
membersihkan telinga ( Dhingra, 2010 dalam Sembiring, 2014).
Mukosa telinga tengah dapat dilihat melalui perforasi membrana timpani
yaitu erythematous dan granular. Jaringan granulasi sering mengelilingi perforasi dan
keluar menuju liang telinga. Keadaan seperti ini dapat terjadi pada OMSK dengan
atau tanpa kolesteatoma.
16
Tanda- tanda klinis OMSK tipe maligna:
1. Terdapat abses atau fistel retroaurikuler
2. Terdapat polip atau jaringan granulasi di liang telinga luar yang berasal dari
dalam telinga tengah.
3. Terlihat kolesteatoma pada telinga tengah terutama di epitimpanum
4. Sekret berbentuk nanah dan berbau khas (aroma kolesteatoma)
5. Terlihat bayangan kolesteatoma pada foto Rontgen mastoid (Djaafar, 2001
dalam Suhaimi 2007).
2.2.8. Diagnosis
Diagnosis OMSK ditegakkan dengan cara:
1. Anamnesis
Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita
seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala
yang paling sering dijumpai adalah telinga berair, adanya sekret di liang
telinga yang pada tipe tubotimpanal sekretnya lebih banyak dan seperti
berbenang (mukous), tidak berbau busuk dan intermiten, sedangkan pada tipe
atikoantral, sekretnya lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai
pembentukan jaringan granulasi atau polip, maka sekret yng keluar dapat
bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan keluhan kurang
pendengaran atau telinga keluar darah.
2. Pemeriksaan otoskopi
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukkan adanya dan letak perforasi.Dari
perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.
3. Pemeriksaan audiometri
Evaluasi audiometri, pembuatan audiogram nada murni untuk menilai
hantaran tulang dan udara, penting untuk mengevalusi tingkat penurunan
17
pendengaran dan untuk menetukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur
berguna untuk menilai ‘speech reception threshold’ pada kasus dengan tujuan
untuk memperbaiki pendengaran.
4. Pemeriksaan radiologi
Radiologi konvensional, foto polos radiologi, posisi Schüller berguna untuk
menilai kasus kolesteatoma, sedangkan pemeriksaan CT scan dapat lebih
efektif menunjukkan anatomi tulang temporal dan kolesteatoma (Aboet,
2007).
Sebuah CT scan beresolusi tinggi pada tulang temporal dapat memberikan
informasi tambahan yang berguna pada pasien dengan OMSK yang tidak responsif
terhadap pengobatan. CT scan tulang temporal dapat menunjukkan erosi tulang dari
scutum, ossicles, saluran telinga, mastoid, kapsul otic, kanal fallopian, atau tegmen,
yang biasanya menunjukkan kolesteatoma. Dengan menggunakan CT scan didapati
temuan lain yang mengungkapkan abses subperiosteal atau abses intrakranial, dan
dalam beberapa kasus, trombosis sinus lateral. Kemungkinan alasan lain untuk
OMSK yang persisten termasuk kolesteatoma yang tersembunyi atau dikarenakan
oleh benda asing.Secara universal CT scan direkomendasikan jika klinisi menduga
kasus neoplasma atau untuk mengantisipasi komplikasi intratemporal atau
intrakranial.
Pemeriksaan MRI pada tulang temporal dan otak harus diperoleh jika diduga
terdapat komplikasi intratemporal atau intrakranial. Dikarenakan dengan jelas
menggambarkan jaringan lunak, MRI dapat mengungkapkan peradangan dural,
trombosis sinus sigmoid, labyrinthitis, dan abses ekstradural dan intrakranial.
Pemeriksaan audiogram harus dilakukan setiap sebelum operasi otologic,
kecuali dalam beberapa kasus di mana diperlukan operasi segera sebagai upaya
penyelamatan kehidupan. Dalam pemeriksaan ini umumnya didapatkan gangguan
pendengaran konduktif, tapi kehilangan pendengaran sensorineural dan campuran
bisa didapatkan sebagai pertunjuk penyakit yang lebih luas dan dokter yang merawat
18
harus waspada terhadap munculnya komplikasi, termasuk fistula labirin atau
labyrinthitis.
Perawatan otitis media supuratif kronis (OMSK) dapat dikembangkan tanpa
penelitian laboratorium. Pertimbangkan sebelum memberikan terapi sistemik yaitu
pemeriksaan dengan metode kultur harus dilakukan untuk memperoleh sensitivitas
terhadap bakteri (Roland, 2015).
2.2.9. Penatalaksaan
Prinsip dasar penatalaksanaan medis pada OMSK adalah:
1. Aural toilet
Pembersihan telinga dari sekret.
2. Terapi mikroba topikal
Pemberian tetes telinga antibiotik topikal (Aboet, 2007). Terapi antibiotik oral
yang rutin tidak begitu direkomendasikan (Minovi dan Dazert, 2014).
Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta harus berulangulang. Sekret yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini
antara lain disebabkan oleh satu atau beberapa kelainan, yaitu:

Adanya perforasi membran timpani yang permanen, sehingga telinga tengah
berhubungan dengan dunia luar

Terdapat sumber infeksi dari faring, nasofaring, hidung dan sinus paranasal

Sudah terbentuk jaringan patologik yang irreversibel dalam rongga mastoid

Gizi dan higiena yang kurang
Prinsip
terapi
OMSK
tipe
aman
ialah
konservatif
atau
dengan
medikamentosa. Bila sekret yang keluar terus-menerus, maka diberikan obat pencuci
telinga, berupa larutan H202 3% selama 3-5 hari. Setelah sekret berkurang, maka
terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung
antibiotika dan kortikosteroid. Banyak ahli berpendapat bahwa semua obat tetes yang
dijual di pasaran saat ini mengandung antibiotika yang bersifat ototoksik. Oleh sebab
itu penulis menganjurkan agar obat tetes telinga jangan diberikan secara terusmenerus lebih dari 1 atau 2 minggu atau pada OMSK yang sudah tenang. Secara oral
19
diberikan antibiotika dari golongan ampisilin, atau eritromisin (bila pasien alergi
terhadap penisilin), sebelum hasil tes resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai
karena penyebabnya telah resisten terhadap ampisilin dapat diberikan ampisilin asam
klavulanat. Bila sekret sudah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi
selama 2 bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi
ini bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran
timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi dan kerusakan pendengaran
yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran. Bila terdapat sumber infeksi yang
menyebabkan sekret tetap ada, atau terjadinya infeksi berulang, maka sumber infeksi
itu harus diobati terlebih dahulu, mungkin juga perlu dilakukan pembedahan,
misalnya adenoidektomi atau tonsilektomi.
Prinsip terapi OMSK tipe bahaya ialah pembedahan, yaitu mastoidektomi.
Jadi, bila terdapat OMSK tipe bahaya, maka terapi yang tepat ialah dengan
melakukan mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi konservatif
dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan
pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal retroaurikuler, maka insisi abses
sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum mastoidektomi (Djaafar, Helmi, dan Restuti,
2007).
Operasi mastoidektomi terdiri dari:
1.
Mastoidektomi sederhana
Bertujuan untuk mengevauasi penyakit yang hanya terbatas pada rongga
mastoid.
2.
Mastoidektomi radikal
Bertujuan untuk megeradikasi seluruh penyakit di mastoid dan telinga tengah,
di mana rongga mastoid, telingah tengah, dan liang telinga luar digabungkan
menjadi satu ruangan sehingga drainase mudah.
3.
Untuk kasus-kasus yang akan dilakukan perbaikan fungsi pendengaran
dilakukan timpanoplasti (Aboet, 2007).
20
2.2.10. Komplikasi
Komplikasi otitis media terjadi bila barier pertahanan normal telinga tengah
dilewati sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke struktur di sekitarnya.
Pertahanan pertama adalah mukosa kavum timpani yang menyerupai mukosa jalan
nafas mampu melokalisir dan mengatasi infeksi. Bila barier ini ruptur masih ada
barier kedua yaitu dinding tulang telinga tengah. Bila barier ini ruptur juga maka
struktur lunak di sekitarnya akan terkena. Rupturnya korteks mastoid akan
menyebabkan abses subperiosteal. Penyebaran infeksi ke dalam tulang temporal
dapat menyebabkan paresis fasial, labirinitis, dan petrositis. Penyebaran ke arah
kranial akan menyebabkan abses ekstra dura, abses perisinus, meningitis atau abses
otak. Jalan infeksi tidak selalu sama. Pada kasus akut atau suatu eksaserbasi akut,
penyebaran biasanya melalui osteotromboflebitis (penyebaran hematogen melalui
aliran balik vena). Pada kasus kronik penyebarannya biasanya melalui erosi tulang
oleh kolesteatoma (Helmi, 1990).
Kolesteatoma diperkirakan sebagai komplikasi dari retraksi di membran
timpani. Hal tersebut terkait dengan berulangnya penyakit telinga tengah, riwayat
keluarga, dan kelainan kraniofasial. Jika tidak diobati, kolesteatoma mungkin
semakin membesar dan mengikis struktur sekitarnya (Morris, 2012). Cara
penyebaran lain adalah melalui jalan yang sudah ada misalnya meatus akustikus
internus, duktus perilimpatik atau endolimpatik dan sebagainya. Dari 77 kasus
OMSK tipe ganas yang menjalani operasi mastoidektomi radikal di Bagian THT
FKUI/ RSCM dalam periode Januari 1989 s/d April 1990 didapatkan 2 kasus tuli
total, 14 kasus tuli campuran (tuli konduktif dan tuli syaraf terjadi bersama pada
telinga yang sama. Kelainan telinga tengah hampir selalu menyebabkan tuli
konduktif), 9 kasus paresis fasial, 6 meningitis, 2 kasus abses otak. Pada waktu
operasi didapatkan pada 29 kasus proses penghancuran tulang sudah menembus
kortek mastoid menyebabkan abses retoaurikuler, pada 17 kasus dengan sinus
lateralis otak yang sudah telanjang, dan 6 kasus dengan dura yang terpapar ke rongga
mastoid (Helmi, 1990).
Komplikasi OMSK ini dapat dibagi atas :
21
1. Komplikasi intratemporal (ekstrakranial)
: parese nervus fasial dan
labirinitis
2. Komplikasi ekstratemporal (intrakranial)
:
abses
ekstradural,
subdural,
sinus
lateral,
abses
tromboflebitis
meningitis,
abses otak, hidrosefalus otitis
(Aboet, 2007).
Beberapa komplikasi dari OMSK yaitu:
a. Labirinitis
Infeksi labirin dapat berasal dari fistel pada kanalis semisirkuler lateral atau
penyebaran infeksi melalui jendela bulat di telinga tengah. Fistel labirin
ditandai dengan vertigo dan nistagmus serta muntah misalnya bila kepala
digerakkan. Dengan tes fistel yaitu memberikan tekanan positif atau negatif
ke dalam telinga tengah, vertigo dan nistagmus akan lebih jelas. Labirinitis
bisa dalam bentuk labirinitis serosa ataupun labirinitis supuratif. Gejala dan
tanda-tandanya serupa hanya berbeda dalam gradasinya. Akan didapatkan
gejala vestibuler dan gejala kohlear. Gejala vestibular akan ditandai dengan
nistagmus spontan ke arah kontralateral, nausea, vomitus, dan vertigo. Gejala
kohlear berupa tuli saraf terutama nada tinggi. Pada labirinitis supuratif dapat
terjadi tuli total. Gejala verstibular hebat akan terjadi pada saat invasi
supuratif, tetapi kemudian berkurang secara perlahan- lahan sampai terjadi
komplensasi setelah 3-5 minggu.
b. Petrositis
Peradangan bagian pedrosa tulang temporal ini ditandai dengan rasa nyeri di
daerah tulang temporal yang terkena dan otore yang menetap. Bila daerah
apeks tulang petrosum terkena akan terjadi diplopia akibat paresis N. VI. Tiga
gejala tersebut yaitu otore yang menetap, rasa nyeri di daerah temporal
ataupun di belakang mata, dan diplopia disebut Gradenigo.
22
c. Paresis Fasial
Kelumpuhan syaraf motorik muka ini bisa terjadi akibat proses peradangan
pada infeksi akut ataupun akibat erosi tulang kanalis fasialis oleh koleastoma.
Akan terjadi paresis fasial tipe perifer. Muka mencong ke arah kontrealateral,
kelopak mata ipsilateral tidak dapat ditutup.
d. Abses Ekstradura dan Perisinus
Bila lapisan tulang tipis yang membatasi rongga telinga tengah dan sinus
lateral ruptur akan terbentuk abses ekstra dura dan perisinus. Gejala dan
tanda- tandanya tidak jelas sehingga sering baru ditemukan sewaktu operasi.
Salah satu gejala yang khas adalah keluarnya sekret purulen yang jelas
berdenyut. Denyutan akan bertambah hebat bila vena jugularis interna
ditekan.
e. Tromboflebitis Sinus Lateral
Tromboflebitis sinus lateral timbul akibat perluasan langsung proses di
mastoid dan hampir setengahnya didahului oleh abses perisinus. Pada hampir
45% kasus terdapat juga lesi di serebrum, serebelum, meningen, dan ruang
subdural. Komplikasi ini sering berakibat fatal bila tidak ditangani secara
baik. Infeksi di sinus biasanya menyebabkan terbentuknya trombus intrasinus.
Seringkali di dalam trombus itu terbentuk abses. Infeksi bisa menjalar secara
perikontinuitatum ataupun dengan hanyutnya trombus yang terinfeksi
sehingga dapat terjadi septikami, piemi, ataupun invasi ke dalam jaringan
otak. Gejala yang khas dan kadang-kadang merupakan satu-satunya adalah
suhu badan yang meninggi dan naik turun seperti malaria tetapi kurbeinya
tidak teratur. Diantara waktu demam penderita sadar dan tidak tampak sakit.
Akibat penyumbatan pada sinus lateral didapati gejala sakit kepala,
meningginya tekanan cairan otak, dan kelainan fundus mata seperti edema
papil, dilatasi vena retina sampai perderahan retina. Kadang- kadang terdapat
23
edema pada bagian posterior prosesus mastoid akibat trombosis vena emisari
(Greisinger’s sign).
f. Hidrosefalus Otikus
Pada radang akut atau eksaserbasi akut telinga tengah kadang-kadang terjadi
penambahan cairan otak secara mendadak baik oleh karena produksinya
bertambah maupun karena penyerapannya kembali terganggu sehingga
timbul gejala dan tanda hidrosefalus. Pada pemeriksaan antara lain didapati
edema papil dan naiknya tekanan cairan otak secara mendadak sampai 300
mm H20. Sifat likuor normal.
g. Meningitis Otogenik dan Abses Otak
Meningitis dan abses otak masih merupakan penyebeb kematian tersering
pada otitis media (Helmi, 1990).
2.2.11. Prognosa
Pasien dengan OMSK memiliki prognosis yang baik apabila infeksi
terkendalikan. Pemulihan terkait gangguan pendengaran bervariasi tergantung pada
penyebabnya. Sebagian gangguan pendengaran konduktif sering dikoreksi dengan
operasi. Tujuan pengobatan adalah untuk memberikan pengamanan pada telinga
pasien. Sebagian besar morbiditas OMSK berasal dari hubungan gangguan
pendengaran konduktif dan stigma sosial dari pengeluaran cairan berbau busuk dari
telinga yang terkena. Mortalitas OMSK karena timbulnya komplikasi intrakranial
yang terkait. OMSK sendiri bukanlah penyakit fatal, meskipun beberapa studi
melaporkan kehilangan pendengaran sensorineural sebagai komplikasi dari OMSK
morbid, tetapi bukti lain bertentangan dengan pendapat ini. Sebuah penelitian oleh
Jensen et al. dari dua kelompok anak-anak di Greenland ditemukan bahwa di antara
anak-anak dengan OMSK, 91% mengalami gangguan pendengaran permanen yang
lebih besar dari 15 dB HL (tingkat pendengaran desibel). Kelompok ditindaklanjuti
selama 10 dan 15 tahun. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Aarhus et al.
gangguan pendengaran pada berbagai jenis otitis media ditemukan bahwa gangguan
24
pendengaran pada anak-anak yang disebabkan oleh OMSK berhubungan dengan
gangguan pendengaran pada saat dewasa, dengan efek pada ambang batas
pendengaran yang lebih besar di usia pertengahan (usia 40-56 tahun) dari pada anak
dewasa (usia 20-40 tahun). Hal yang sama ditemukan pada otitis media akut yang
berulang ( Roland, 2015).
Download