BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN

advertisement
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1
Harga
2.1.1
Pengertian Harga
Harga adalah sejumlah uang yang dibayarkan atas barang dan jasa, atau
jumlah nilai yang konsumen tuturkan dalam rangka mendapatkan manfaat dari
memiliki atau menggunakan barang atau jasa (Kotler dan Amstrong, 2004, p430).
Menurut Kotler (2001, p439), harga telah menjadi faktor penting yang
mempengaruhi pilihan pembeli. Oleh karena itu, harga dapat mempengaruhi
konsumen dalam memutuskan apakah akan membeli produk tersebut atau tidak, dan
berapa jumlah yang akan dibeli berdasarkan harga tersebut. Ketika konsumen
membeli suatu produk, mereka menukar suatu nilai (harga) untuk mendapatkan suatu
nilai lainnya (manfaat karena memiliki atau menggunakan suatu produk). Harga
sering dijadikan indikator kualitas bagi konsumen. Orang sering memilih harga yang
lebih tinggi diantara 2 barang sejenis, karena beranggapan kualitasnya lebih baik.
Harga terbentuk dari kompetensi produk untuk memenuhi tujuan kedua
pihak : produsen dan konsumen. Produsen memandang harga adalah sebagai nilai
barang yang mampu memberikan manfaat keuntungan di atas biaya produksinya.
8
9
Konsumen memandang harga adalah sebagai nilai barang yang mampu memberikan
manfaat atas pemenuhan kebutuhan dan keinginannya (misalnya prestisius, hemat,
syarat
pembayaran). Bagi produsen, penetapan harga sangat penting dan peka.
Keputusannya dapat mempengaruhi perkembangan, keberadaan dan kemajuan
usahanya. Oleh karena itu penentuan harga perlu diperhitungkan dengan cermat dan
hari-hati.
2.1.2
Metode Penetapan Harga
Menurut Kotler (2002, p529) metode penetapan harga meliputi sebagai berikut :
1) Mark up pricing
Harga jual ditentukan berdasarkan presentasi keuntungan yang diharapkan
ditambahkan dengan keseluruhan biaya produksi sebagai keuntungan atau
laba.
2) Target return pricing
Perusahaan
menentukan
tingkat
harga
yang
akan
menghasilkan
pengembalian dengan target yang sudah ditentukan.
3) Precieved value pricing
Harga ditentukan berdasarkan penilaian konsumen terhadap produk, bila
konsumen menilai produk tinggi maka harga yang ditetapkan atau
produk juga tinggi.
4) Going rate pricing
10
Harga yang ada mengikuti harga pasar yang ada berdasarkan harga jual
yang ditetapkan pesaing.
5) Sealed bid pricing
Harga ditentukan berdasarkan dugaan perusahaan tentang berapa besar
harga yang akan ditetapkan pesaing, bukan biaya dan permintaannya
sendiri yang digunakan ketika perusahaan ingin memenangkan produk.
2.1.3
Tujuan Penetapan Harga
Menurut Tjiptono (2002: p152), terdapat 5 jenis tujuan penetapan harga, yaitu :
•
Tujuan berorientasi pada laba
Dengan berasumsi mengenai teori ekonomi klasik yang menyatakan
bahwa setiap perusahaan selalu memilih harga yang dapat menghasilkan
laba paling tinggi. Tujuan ini dikenal dengan istilah maksimisasi laba.
•
Tujuan berorientasi pada volume
Selain tujuan berorientasi laba, ada pula perusahaan yang menetapkan
harganya berdasarkan tujuan yang berorientasi pada volume tertentu atau
disebut volume pricing objective. Harga ditetapkan sedemikian rupa agar
dapat mencapai target volume penjualan, nilai penjualan atau pangsa pasar.
Tujuan ini banyak ditetapkan oleh perusahaan penerbangan, lembaga
pendidikan, perusahaan tour and travel, dan perusahaan bioskop.
•
Tujuan berdasarkan pada citra
11
Perusahaan dapat menetapkan harga tinggi untuk membentuk atau
mempertahankan citra prestisius, sementara itu harga rendah dapat
digunakan untuk citra nilai tertentu, misalnya dengan memberikan
jaminan bahwa harganya merupakan harga yang paling rendah disuatu
wilayah tertentu.
• Tujuan stabilisasi harga
Tujuan stabilisasi dilakukan dengan jalan menetapkan harga untuk
mempertahankan hubungan yang stabil antara harga suatu perusahaan dan
harga pemimpin industry. Dalam pasar yang konsumennya sangat
sensitive terhadap harga, bila suatu perusahaan menurunkan harganya
maka pesaing harus menurunkan pula harga mereka.
•
Tujuan – tujuan lainnya
Harga dapat pula ditetapkan dengan tujuan lain, yaitu mencegah
masuknya pesaing, mempertahankan loyalitas pelanggan, mendukung
penjualan ulang atau menghindari campur tangan pemerintah.
2.1.4
Fungsi dan Faktor Penentu Harga
•
Bagi perusahaan maupun konsumen, harga berfungsi sebagai :
1)
Sumber pendapatan dan atau keuntungan perusahaan untuk mencapai
tujuan produsen.
2)
Pengendali tingkat permintaan dan penawaran
3)
Mempengaruhi program pemasaran dan fungsi-fungsi bisnis lainnya
12
4)
•
Mempengaruhi perilaku konsumsi dan pendapatan masyarakat
Faktor penentu harga dipengaruhi pleh faktor eksternal dan internal :
a.
Faktor internal :
1) Tujuan pemasaran (biaya, penguasaan pasar dan usaha)
2) Strategi marketing-mix (aspek harga dan non-harga)
3) Organisasi (struktur, skala, tipe)
b.
Faktor eksternal :
1) Elastisitas permintaan dan kondisi persaingan pasar
2) Harga pesaing dan reaksi pesaing terhadap perubahan harga
3) Lingkungan eksternal yang lain, lingkungan makro maupun mikro
2.1.5
Peranan Harga
Harga memiliki peran penting dalam keberhasilan pemasaran suatu produk
dan kelangsungan hidup suatu perusahaan. Menurut Sutojo (2001: p64-69) peranan
harga adalah sebagai berikut :
1. Harga adalah salah satu faktor penentu jumlah permintaan produk di pasar.
Dalam kehidupan sehari-hari harga dapat bersifat elastis dan tidak
elastis terhadap perubahan harga. Permintaan dapat dikatakan elastis
apabila permintaan berubah setiap kali harga naik atau turun. Sedangkan
harga tidak elastis apabila permintaan tidak banyak berubah karena
perubahan harga. Termasuk dalam kategori produk yang elastis adalah
13
barang atau jasa yang dipergunakan untuk pemenuhan kebutuhan
sekunder.
2. Harga menentukan hasil penjualan dan keuntungan.
Hasil penjualan produk yang diterima perusahaan setiap masa tertentu
sama dengan jumlah satuan yang terjual dikali harga persatuan produk.
Sedangkan keuntungan yang diperoleh setiap masa tertentu sama dengan
hasil penjualan dikurangi jumlah biaya yang ditanggung perusahaan dalam
masa yang sama .
3. Harga dalam strategi harga mempengaruhi distribusi produk.
Harga per satuan produk, struktur potongan harga dan syarat
pembayaran mempunyai peranan penting terhadap kesediaan distributor
dalam mendistribusikan produk. Dimana harga tersebut harus kompetitif,
dalam arti tidak terlalu besar bedanya dengan harga produk yang setara.
Apabila perbandingan harga tersebut terlalu besar maka kelancaran
penjualan produk dapat terhambat. Akibatnya resiko yang ditanggung
distributor lebih besar dibandingakan apabila mereka mendistribusikan
produk lain yang lebih laku. Hal itu dapat menimbulkan keseganan
distributor, mendistribusikan produk yang bersangkutan, apalagi jika
syarat penjualan adalah kredit penjualan bukan konsinyasi.
4. Harga dapat mempengaruhi segmen pasar dan dapat menembus
perusahaan.
14
Melebarkan sayap pemasaran produk sengan memasuki segmen pasar
lain yang belum pernah ada sebelumnya dapat menambah keuntungan.
Dengan penentuan segmen pasar, perusahaan harus menetapkan harga dan
kualitas yang sesuai dengan segmen pasar yang dituju. Salah satu segmen
pasar dibanyak negara yang digunakan sebagai sarana melebarkan
jangkauan pemasaran adalah segmen pasar tingkat bawah.
Harga telah menjadi faktor penting yang akan mempengaruhi pilihan pembeli. Oleh
karena itu, harga dapat mempengaruhi konsumen dalam memutuskan apakah akan
membeli produk (jasa) tersebut atau tidak. Harga memiliki beberapa indikator yaitu,
kuantitas (elastisitas harga) dan segmen pasar (jaminan kualitas dan kesesuaian
harga).
2.1.6
Batas Penentu Harga
Harga berubah dan diubah tidaklah tanpa batas. Penentu harga terbatasi oleh
permintaan (customer demand), biaya (cost) maupun persaingan (competition). Posisi
ataupun tingkat harga akan bergerak berfluktuasi dalam gerak persaingan mengikuti
kekuatan persaingan yang besar. Perubahannya tetapi tidak sampai melebihi batas
tertinggi dari permintaan pasar (batas atas) maupun tidak akan lebih rendah dari biaya
yang akan ditanggung produsen (batas bawah).
2.1.7
Kaitan antara Tujuan, Orientasi dan Strategi Harga
Tujuan, orientasi dan strategi harga mempunyai kekuatan yang erat satu sama
lain. Pemilihan tujuan dan orientasi harga akan menentukan dalam pemilihan strategi
15
harga. Struktur dari ketiga elemen tersebut dapat digambarkan seperti sebagai
berikut :
Sumber : Fornell 1992
Gambar 2.1. Tujuan, Strategi dan Orientasi Harga
2.2
Kualitas Pelayanan
Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berpengaruh dengan produk,
jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan
16
(Tjiptono, 2001). Sehingga definisi kualitas pelayanan dapat diartikan sebagai upaya
pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatannya dalam
mengimbangi harapan konsumen (Tjiptono, 2007).
Davis dalam Yamit (2004:p8), membuat definisi kualitas yang lebih luas
cakupannya, yaitu kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan
dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi
harapan. Pendekatan yang dikemukakan Davis, menegaskan bahwa kualitas bukan
hanya menekankan pada aspek akhir yaitu produk dan jasa tetapi juga menyangkut
kualitas manusia, kualitas proses dan kualitas lingkungan. Sangatlah mustahil
menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas tanpa melalui manusia dan produk
yang berkualitas.
Davis dalam Yamit (2004:p9), mengidentifikasikan lima pendekatan
perspektif kualitas yang dapat digunakan oleh para praktisi bisnis, yaitu :
1) Transcendental Approach
Kualitas dalam pendekatan ini adalah sesuatu yang dapat dirasakan, tetapi
sulit didefinisikan dan dioperasioalkan maupun diukur.
2) Product-based Approach
Kualitas dalam pendekatan ini adalah suatu karakteristik atau atribut yang
dapat diukur. Perbedaan kualitas mencerminkan adanya perbedaan atribut
17
yang dimiliki produk secara objektif, tetapi pendekatan ini tidak dapat
menjelaskan perbedaan dalam selera dan preferensi individual.
3) User-based Approach
Kualitas dalam pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas
tergantung pada orang yang memandangnya, dan produk yang paling
memuaskan preferensi seseorang atau cocok dengan selera (fitnes for used)
merupakan produk yang berkualitas paling tinggi.
4) Manufacturing-based Approach
Kualitas dalam pendekatan ini adalah bersifat supply-based atau dari sudut
pandang produsen yang mendefinisikan kualitas sebagai sesuatu yang sesuai
dengan persyaratan (conformance quality) dan prosedur. Pendekatan ini
berfokus pada kesesuaian spesifikasi yang ditetapkan perusahaan secara
internal. Oleh karena itu, yang menentukan kualitas adalah standar-standar
yang ditetapkan perusahaan, dan bukan konsumenyang menggunkannya.
5) Value-based Approach
Kualitas dalam pendekatan ini adalah memandang kualitas dari segi nilai dan
harga. Kualitas didefinisikan sebagai affordable ascellence. Oleh karena itu
kualitas dalam pandangan ini bersifat negatif, sehingga produk yang memiliki
kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Produk yang
paling bernilai adalah produk yang paling tepat beli.
2.2.1
Dimensi Kualitas
18
Berdasarkan
perspektif
kualitas,
Garvin
dalam
Yamit
(2004:p10),
mengembangkan dimensi kualitas ke dalam delapan dimensi yang dapat digunakan
sebagai dasar perencanaan strategis terutama bagi perusahaan atau manufaktur yang
menghasilkan barang. Kedelapan dimensi tersebut adalah sebagai berikut :
1) Performance (kinerja)
Misalnya, kecepatan, konsumsi bahan bakar, jumlah penumpang yang dapat
diangkut, kemudahan dan kenyamanan dalam mengemudi dan sebagainya.
2) Features
Adalah karakteristik sekunder atau pelengkap. Misalnya, kelengkapan interior
dan eksteriornya.
3) Reliability
Yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai.
4) Conformance
Yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar yang
telah ditetapkan sebelumnya.
5) Durability
Berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan.
6) Serviceability
Meliputi kecepatan, kenyamanan, kemudahan, serta penanganan keluhan
secara memuaskan.
7) Aestetics
19
Yaitu daya tarik produk terhadap panca indra. Misalnya, bentuk fisik produk
yang menarik, warna serta desainnya.
8) Percived quality
Citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya.
2.2.2
Biaya Kualitas
Menurut Yamit (2004:p12), biaya kualitas adalah biaya yang terjadi atau yang
mungkin akan terjadi karena produk cacat atau kualitas jelek. Biaya yang terjadi atau
yang mungkin akan terjadi berhubungan dengan desain, pengidentifikasian, perbaikan
dan pencegahan kerusakan.
Biaya dan kualitas merupakan salah satu kesatuan dan bukanlah suatu yang
perlu dipertentangkan atau sesuatu yang berlawanan. Oleh karena itu, dalam
pengertian ini tidak mungkin menghasilkan produk yang berkualitas tinggi dan biaya
rendah.
Kualitas yang lebih tinggi berarti biaya yang lebih tinggi pula, dengan kata
lain peningkatan kualitas pasti berkaitan dengan peningkatan biaya. Biaya tinggi
berarti harga jual yang tinggi, tetapi harga jual tinggi tidak selalu mencerminkan
kualitas tinggi, karena tingginya harga produk dapat pula disebabkan oleh faktor lain
seperti: terlalu jauhnya proses produksinya, terlalu rumit dalam proses, margin yang
diperoleh terlalu tinggi, pengaruh daya beli konsumen dan pengaruh hukum
permintaan dan penawaran.
20
2.2.3 Pengukuran Kualitas
Pengukuran kualitas dapat dilakukan melalui perhitungan biaya kualitas dan
melalui penelitian pasar mengenai persepsi konsumen terhadap kualitas produk.
Pengukuran kualitas melalui penelitian pasar tersebut dapat menggunakan berbagai
cara seperti, menemui konsumen, survey, sistem pengaduan, dan panel konsumen
(Yamit, 2004:p19).
Pengukuran kualitas melalui perhitungan biaya kualitas dapat dilakukan
dengan berbagai cara, yaitu :
1) Biaya kualitas diukur berdasarkan biaya kerusakan per jam dari tenaga
kerja langsung.
2) Biaya kualitas diukur berdasarkan biaya produksi termasuk biaya tenaga
kerja langsung, biaya bahan baku dan biaya overhead pabrik.
3) Biaya kualitas diukur berdasarkan penjualan bersih.
4) Biaya kualitas diukur berdasarkan satuan unit, seperti kilogram.
Pengukuran biaya kualitas berdasarkan keempat cara tersebut, dapat dianalisis
dengan menggunakan analisis trend dan analisis pareto agar ditemukan konsep biaya
kerusakan yang optimum.
21
2.2.4
Pengertian Pelayanan atau Jasa
Menurut Kotler (2002: p83), definisi pelayanan adalah setiap tindakan atau
kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada
dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksinya
dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan pada satu produk fisik. Pelayanan merupakan
perilaku produsen dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen itu
sendiri. Kotler juga mengatakan bahwa perilaku tersebut dapat terjadi pada saat
sebelum dan sesudah terjadinya transaksi. Pada umumnya pelayanan yang bertaraf
tinggi akan menghasilkan kepuasan yang tinggi serta pembelian ulang yang lebih
sering.
Pelayanan (Jasa) memiliki empat karakteristik berbeda yang sangat
mempengaruhi desain program pemasaran, yaitu: 1) tak berwujud (intangibility), 2)
tak terpisahkan (inseparibility), 3) bervariasi (variability), dan 4) mudah lenyap
(perishability).
1) Tak berwujud (intangibility)
Sifat jasa tak berwujud artinya tidak dapat dilihat, dirasakan, diraba, didengar,
atau dicium sebelum jasa tersebut dibeli. Untuk mengurangi ketidakpastian
pembeli akan mencari bukti kualitas dengan mengambilnkesimpulan dari tempat,
orang, peralatan, bahan komunikasi, simbol, dan harga.
22
2) Tak terpisahkan (inseparibility)
Sifat jasa tak terpisahkan, bahwa sementara barang fisik dibuat, dimasukan
dalam persediaan , didistribusikan melalui berbagai perantara, dan dikonsumsi
kemudian. Jasa pada umumnya diproduksi dan dikonsumsi sekaligus.
3) Bervariasi (Variability)
Sifat jasa bervariasi berarti, kualitas jasa tergantung pada siapa yang
menyediakannya, kapan dan dimana, dan kepada siapa, jasa sangat bervariasi.
4) Mudah musnah (Perishability)
Hubungan antara kualitas pelayanan dan kepuasan konsumen sangat
berkaitan, kualitas layanan merupakan hal yang sangat penting pada suatu bisnis
pelayanan. Sifat jasa ini tidak dapat disimpan, jadi dapat musnahnya jasa bisa
menjadi masalah ketika berfluktuasi.
Intangibility
Inseparability
Jasa tidak dapat dilihat,
dirasa, diraba,
didengar, atau
dinikmati sebelum
Jasa tidak dapat
dipisahkan dari penyedia
dan pelanggannya.
SERVICE
Variability
Perishability
Kualitas jasa
tergantung pada siapa
yang menyediakan,
kapan, dan dmana,
dan bagaimana.
Jasa tidak dapat
disimpan untuk
penjualan atau
pemakaian
Sumber : Kotler dan Armstrong, 2010, p269
23
Gambar 2.2. Empat Karakteristik Jasa
2.2.5
Kualitas Pelayanan
Kualitas
pelayanan
(service
quality)
dapat
diketahui
dengan
cara
membandingkan persepsi para konsumen atas pelayanan yang nyata-nyata mereka
terima atau peroleh dengan pelayanan yang sesungguhnya mereka harapkan atau
inginkan terhadap atribut-atribut pelayanan suatu perusahaan. Jika jasa yang diterima
atau dirasakan (percived quality) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas
pelayanan yang dipersepsikan baik dan memuaskan, jika jasa yang diterima
melampaui harapan konsumen, maka kualitas pelayanan dipersepsikan dengan sangat
baik dan berkualitas. Sebaliknya, jika jasa yang diterima lebih rendah daripada yang
diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan buruk.
Hubungan antara produsen dan konsumen menjangkau jauh melebihi dari
waktu pembelian ke pelayanan purna jual, kekal abadi melampaui masa kepemilikan
produk. Perusahaan menganggap konsumen sebagai raja yang harus dilayani dengan
baik, mengingat dari konsumen tersebut akan memberikan keuntungan kepada
perusahaan agar terus dapat hidup.
2.2.6
Dimensi Kualitas Pelayanan
Menurut Parasuraman dkk (1998), untuk mengevaluasi kualitas jasa
pelanggan umumnya menggunakan lima dimensi, yaitu :
24
1) Tangibles (bukti nyata)
Tangibles merupakan bukti nyata dari kepedulian dan perhatian yang
diberikan oleh penyedia jasa kepada konsumen. Pentingnya dimensi
tangibles ini akan menumbuhkan image penyedia jasa, terutama bagi
konsumen baru dalam mengevaluasi kualitas jasa. Perusahaan yang tidak
memperhatikan fasilitas fisiknya akan menumbuhkan kebingungan atau
bahkan merusak image perusahaan.
2) Reliability (keandalan)
Reliability atau keandalan merupakan kemampuan perusahaan untuk
melaksanakan jasa sesuai dengan apa yang telah dijanjikan secara tepat
waktu. Pentingnya dimensi ini adalah kepuasan konsumen akan menurun
bila jasa yang diberikan tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Jadi,
komponen atau unsur dimensi reliability ini merupakan kemampuan
perusahaan dalam menyampaikan jasa secara tepat dan pembebanan biaya
secara tepat.
3) Responsiveness (ketanggapan)
Responsiveness atau daya tanggap merupakan kemampuan perusahaan,
yang dilakukan langsung oleh karyawan untuk memberikan pelayanan
dengan cepat dan tanggap. Daya tanggap dapat menumbuhkan persepsi
yang positif terhadap kualitas jasa yang diberikan. Termasuk didalamnya,
jika terjadi kegagalan atau keterlambatan dalam penyampaian jasa, pihak
penyedia jasa berusaha memperbaiki atau meminimalkan kerugian
25
konsumen dengan segera. Dimensi ini menekankan pada perhatian dan
kecepatan karyawan yang terlibat untuk menanggapi perminaan,
pertanyaan, dan keluhan konsumen.
4) Assurance (jaminan)
Assurance atau jaminanan merupakan pengetahuan dan perilaku employee
untuk membangun kepercayaan dan keyakinan pada diri konsumen dalam
mengkonsumsi jasa yang ditawarkan. Dimensi ini sangat penting karena
melibatkan persepsi konsumen terhadap resiko ketidakpastian yang tinggi
terhadap kemampuan penyedia jasa. Perusahaan membangun kepercayaan
dan kesetiaan konsumen melalui karyawan yang terlibat langsung
menangani konsumen. Jadi, komponen dari dimensi ini terdiri dari
kompetensi karyawan yang meliputi keterampilan, pengetahuan yang
dimiliki karyawan untuk melakukan melakukan pelayanan dan kredibilitas
perusahaan yang meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan
konsumen kepada perusahaan seperti, reputasi perusahaan, prestasi dan
lain-lain.
5) Empathy (empati)
Empathy merupakan kemampuan perusahaan yang dilakukan secara
langsung oleh karyawan untuk memberikan perhatian kepada konsumen
secara individu, termasuk juga kepekaan akan kebutuhan konsumen. Jadi,
komponen dari dimensi ini merupakan gabungan dari akses (access) yaitu
kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan.
26
Komunikasi merupakan kemampuan melakukan untuk menyampaikan
informasi kepada konsumen atau memperoleh masukan dari konsumen
dan pemahaman merupakan usaha untuk mengetahui dan memahami
kebutuhan dan keinginan konsumen.
2.2.7
Faktor Penyebab Buruknya Kualitas Pelayanan
Menurut Tjiptono & Chandra (2011, p255-259) setiap perusahaan harus benar
– benar memahami sejumlah faktor potensial yang dapat menyebabkan buruknya
kualitas jasa/pelayanan, diantaranya :
1) Produksi Dan Konsumsi Yang Terjadi Secara Simultan
Salah satu karakteristik unik jasa adalah inseparability, artinya jasa diproduksi
dan dikonsumsi pada saat bersamaan. Hal ini membutuhkan kehadiran dan
partisipasi pelanggan dalam proses penyampaian jasa. Beberapa kelamahan
yang ada pada karyawan yang berdampak negatif terhadap kualitas jasa /
pelayanan meliputi:
• Tidak terampil dalam melayani pelanggan
• Cara berpakaian karyawan kurang rapi dan tidak sesuai dengan konteks
• Tutur kata karyawan kurang sopan atau bahkan menyebalkan
• Bau badan karyawan menggangu kenyamanan pelanggan
• Karyawan selalu cemberut
2) Intensitas Tenaga Kerja Yang Tinggi
27
Keterlibatan secara intensif dalam penyampaian jasa dapat menimbukan
masalah kualitas, yaitu berupa tingginya variabilitas jasa yang dihasilkan.
Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi diantaranya : upah rendah, pelatihan
yang kurang memadai, serta tingkat perputaran karyawan terlalu tinggi.
3) Dukungan Terhadap Pelanggan Internal Kurang Memadai
Untuk dapat memberikan jasa secara efektif, dibutuhkan adanya dukungan dari
fungsi – fungsi utama manajemen. Dukungan tersebut dapat berupa peralatan,
pelatihan keterampilan, maupun informasi.
4) Gap Komunikasi
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa komunikasi merupakan faktor esensial dalam
menjalani kontak dan relansi dengan pelanggan. Jika terjadi gap komunikasi
maka dapat timbul penilaian atau persepsi negatif terhadap kualitas
jasa/pelayanan, berupa :
Penyedia jasa memberikan janji yang berlebihan, sehingga tidak dapat
memenuhinya
Penyedia jasa tidak dapat selalu menyajikan informasi terbaru kepada
palanggan
Pesan komunikasi penyedia jasa dapat tidak dipahami pelanggan
Penyedia jasa tidak memperhatikan atau tidak segera menanggapi keluhan
dan saran pelanggan
5) Memperlakukan Semua Pelanggan Dengan Cara Yang Sama
28
Dalam hal interaksi dengan penyedia jasa, tidak semua pelanggan bersedia
menerima jasa yang sama (standardizedsevice). Hal ini merupakan tantangan
bagi penyedia jasa untuk dapat memiliki kemampuan dalam memahami
kebutuhan spesifik pelanggan individual dan memahami perasaan pelanggan
terhadap penyedia jasa dan layanan yang mereka terima.
6) Perluasan atau Pengembangan Jasa Secara Berlebihan
Menyempurnakan jasa lama dapat meningkatkan peluang pertumbuhan bisnis
dan menghindari terjadinya layanan buruk. Jika terlampau banyak jasa baru
serta tambahan terhadap jasa yang sudah ada, hasil yang didapatkan belum tentu
optimal, bahkan tidak dipungkiri timbul masalah – masalah seputar standar
kualitas jasa. Selain itu, pelanggan juga akan bingung membedakan variasi
penawaran jasa, baik dari segi fitur, keunggulan, maupun tingkat kualitasnya.
7) Visi Bisnis Jangka Pendek
Visi jangka pendek dapat merusak kualitas jasa yang sedang dibentuk untuk
jangka panjang .
2.3
Kepuasan Konsumen
2.3.1
Pengertian Kepuasan Konsumen
Ada beberapa pakar yang memberikan definisi mengenai kepuasan atau
ketidakpuasan konsumen. Kepuasan atau ketidakpuasan konsumen adalah respon
konsumen terhadap eveluasi ketidaksesuaian (disconfirmation) yang dirasakan antara
29
harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang
dirasakan setelah pemakaiannya. Menurut J. Supranto (2006:p233), kepuasan adalah
tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil) yang dirasakan
dengan yang diharapkan. Harapan pelanggan dapat dibentuk dari pengalaman masa
lalu, komentar dari kerabatnya serta janji dan informasi dari pemasar dan saingannya.
Pelanggan yang puas akan setia lebih lama, kurang sensitif terhadap harga dan
memberikan komentar yang baik terhadap perusahaan.
Menurut Irawan (2003:p16), kepuasan pelanggan dapat dianggap sebagai
pengukur kualitatif dari output yang dikonsumsi atau digunakan komsumen.
Menurut Gerson (2002:p3), kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan
bahwa harapannya telah terpenuhi atau terlampaui. Kesimpulannya kepuasan
pelanggan adalah konsep penting dalam pemasaran dan penelitian konsumen sudah
menjadi pendapat umum bahwa jika konsumen merasa puas dengan suatu produk,
maka mereka cenderung akan terus menggunakannya dan membeli kembalo di
kemudian hari. Kotler (2001:p46), berpendapat bahwa kepuasan konsumen adalah
tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia
rasakan dibandingkan dengan harapannya. Bila kinerja melebihi harapan mereka akan
merasa puas dan sebaliknya, bila kinerja tidak sesuai harapan maka konsumen akan
kecewa.
30
2.3.2
Faktor Pendorong Kepuasan Konsumen
Menurut Irawan (2004:p37), faktor-faktor pendorong kepuasan konsumen
adalah sebagai berikut :
1) Kualitas produk
Pelanggan puas kalau setelah membeli dan menggunakan produk tersebut,
ternyata kualitas produknya baik. Beberapa dimensi yang berpengaruh dalam
membentuk kualitas produk adalah performance, reliability, conformance,
durability dan lain-lain.
2) Harga
Untuk pelanggan yang sensitif, biasanya harga murah adalah sumber
kepuasan yang penting karena pelanggan akan mendapatkan value for money
yang tinggi.
3) Kualitas pelayanan
Kepuasan terhadap kualitas pelayanan biasanya sulit ditiru. Pelanggan akan
merasa puas jika mereka mendapat pelayanan yang baik atau yang sesuai
dengan yang mereka harapkan. Dimensi kualitas pelayannan ini banyak
dikenal sebagai berikut reliability, responsiveness, assurance, empathy dan
tangible. Dalam banyak hal, kualitas pelayanan seringkali mempunyai daya
diferensiasi yang lebih kuat dibandingkan dengan kualitas produk.
4) Faktor emosional
31
Pelanggan akan merasa puas (bangga) karena adanya emotional value yang
diberikan oleh brand dari produk tersebut.
5) Biaya dan kemudahan
Untuk mendapatkan produk dan jasa, pelanggan akan semakin puas apabila
tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu,
nyaman dan efisien dalam mendapatkan produk.
2.3.3
Model Kepuasan Konsumen
Pada dasarnya tujuan sebuah bisnis adalah menciptakan para pelanggan yang
puas. Sejalan dengan itu, berbagai upaya telah dilakukan untuk menyusun rangka
teoritikal guna menjelaskan determinan, proses pembentukan, dan konsekuensi
kepuasan pelanggan. Secara garis besar riset – riset kepuasan pelanggan didasarkan
pada tiga teori utama yaitu : contrast theory, assimilation theory, dan assimilation –
contrast theory (Tjiptono, 2011, p.298):
a. Contrast theory
Konsumen akan membandingkan kinerja produk aktual dengan ekspektasi
pra-pembelian. Apabila aktual lebih besar atau sama dengan ekspektasi, maka
pelanggan akan puas. Dan begitupun sebaliknya.
b. Assimilation theory
Evaluasi purna beli merupakan fungsi positif dari ekspektasi konsumen pra –
pembelian.
32
c. Assimilation – contrast theory,
Bahwa terjadinya efek asimilasi atau efek kontras merupakan fungsi dari
tingkat kesenjangan antara kinerja yang diharapkan dan kinerja aktual.
2.3.4
Pengukur Kepuasan Konsumen
Ada beberapa metode yang bisa dipergunakan setiap perusahaan untuk
mengukur dan memantau kepuasan pelanggannya dan pelanggan pesaing. Kotler
(2004), mengidentifikasi empat metode untuk mengukur kepuasan pelanggan yaitu :
1) Sistem keluhan dan saran
Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer oriented) perlu
menyediakan kesempatan dan akses yang mudah dan nyaman bagi para
pelanggannya guna menyampaikan saran, kritik, pendapat dan keluhan
mereka. Media yang digunakan bisa berupa kotak saran yang ditempatkan di
lokasi-lokasi strategis (yang mudah dijangkau atau sering dilewati pelanggan),
kartu komentar (yang bisa diisi langsung maupun dikirim via pos kepada
perusahaan), saluran telepon khusus bebas pulsa, websites, dan lain-lain.
Informasi-informasi yang diperoleh melalui metode ini dapat memberikan
ide-ide baru dan masukan yang berharga kepada perusahaan, sehingga
memungkinkannya untuk bereaksi secara tanggap dan cepat untuk mengatasi
masalah-masalah yang timbul. Berdasarkan karakteristiknya, metode ini
bersifat pasif, karena perusahaan menunggu inisiatif pelanggan untuk
menyampaikan keluhan atau pendapat.
33
2) Ghost shipping (Mystery shopping)
Salah satu cara memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah
dengan mempekerjakan beberapa orang ghost shoppers untuk berperan atau
berpura-pura sebagai pelanggan potensial produk perusahaan atau pesaing.
Mereka diminta berinteraksi dengan staf penyedia jasa dan menggunakan
produk/jasa perusahaan. Berdasarkan pengalamannya tersebut, mereka
kemudian
diminta
melaporkan
temuan-temuannya
berkenaan
dengan
kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing. Biasanya para ghost
shopper diminta mengamati secara seksama dan menilai cara perusahaan dan
pesaingnya melayani permintaan spesifik pelanggan, menjawab pertanyaan
pelanggan dan menangani setiap keluhan. Bilamana memungkinkan, ada
baiknya pula jika para manajer perusahaan terjun langsung menjadi ghost
shopper untuk mengetahui langsung bagaimana karyawannya berinteraksi dan
memperlakukan pelanggannya.
3) Lost customer analysis
Sedapat mungkin perusahaan seyogyanya menghubungi para pelanggan yang
telah berhenti membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami
mengapa
hal
itu
terjadi
dan
supaya
dapat
mengambil
kebijakan
perbaikan/penyempurnaan selanjutnya. Bukan hanya exit interview saja yang
diperlukan, tetapi pemantauan customer loss rate juga penting, di mana
peningkatan customer loss rate menunjukan kegagalan perusahaan dalam
memuaskan pelanggannya. Hanya saja kesulitan penerapan metode ini adalah
34
pada mengidentifikasi dan mengontak mantan pelanggan yang bersedia
memberikan masukan dan evaluasi terhadap kinerja perusahaan.
4) Survei kepuasan pelanggan
Perusahaan tidak dapat beranggapan bahwa sistem keluhan dan saran dapat
menggambarkan secara lengkap kepuasan dan ketidak puasan pelanggan, oleh
karena itu perlu dilakukan survei kepada para pelanggan agar diperoleh data
yang lebih akurat dan rinci. Melalui survei, perusahaan akan memperoleh
tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan sekaligus juga
memberikan tanda positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap
pelanggannya
2.3.5
Atribut Pembentuk Kepuasan Konsumen
Menurut
Hawkins dan Lonney (2003:p102), atribut-atribut pembentuk
customer satisfaction dikenal dengan “The Big Eight” yakni terdiri dari:
a) Value to Price Relationship
Artinya, hubungan antara harga dan nilai produk ditentukan oleh
perbedaan antara nilai yang diterima pelanggan terhadap suatu produk
yang dihasilkan oleh badan usaha.
b) Product Quality
Mutu dari semua komponen-komponen yang membentuk produk sehingga
produk tersebut mempunyai nilai tambah.
c) Product Features
35
Komponen-komponen fisik dari suatu produk yang menghasilkan.
d)
Reliability
Merupakan gabungan dari kemampuan suatu produk dari badan usaha
yang dapat diandalkan, sehingga suatu produk yang dihasilkan dapat
sesuai dengan apa yang dijanjikan oleh badan usaha.
e) Warranty
Adalah penawaran untuk pengembalian harga pembelian atau mengadakan
perbaikan terhadap produk yang rusak dalam suatu kondisi dimana suatu
produk mengalami kerusakan setelah pembelian.
f) Response to and Remedy of Problems
Merupakan sikap dari karyawan di dalam memberikan tanggapan terhadap
keluhan atau membantu pelanggan didalam mengatasi masalah yang
terjadi.
g) Sales experience
Hubungan semua antar pribadi antara karyawan dengan pelanggan
khususnya dalam hal komunikasi yang berhubungan dengan pembelian.
h) Convenience of Acquisition
Merupakan suatu kemudahan yang diberikan oleh badan usaha kepada
pelanggan terhadap produk yang dihasilkannya.
36
2.3.6
Tipe – Tipe Kepuasan dan Ketidakpuasan Konsumen
Berdasarkan model kepuasan kualitatif yang dikembangkan, Stauss &
Neuhaus (1997) membedakan tiga tipe kepuasan dan dua tipe ketidakpuasan
berdasarkan kombinasi antara emosi-emosi spesifik terhadap penyedia jasa,
ekspektasi menyangkut kapabilitas kinerja masa depan pemasok jasa, dan minat
berperilaku untuk memilih lagi penyedia yang bersangkutan. Tiga tipe kepuasan
tersebut meliputi: 1) Demanding satisfaction, 2) Stable satisfaction, dan 3) Resigned
satisfaction. Sedangkan dua tipe ketidakpuasan adalah: 1) Stable dissatisfaction, dan
2) Demanding dissatisfaction. Tipe tipe kepuasan dan ketidakpuasan tersebut
berdasarkan tiga komponen: 1) Emosi, 2) Ekspektasi, dan 3) Minat berperilaku.
Secara lengkap keterkaitan antara tipe dan komponen tersebut dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 2.1 Tipe-Tipe Kepuasan dan Ketidakpuasan
No.
Tipe kepuasan
dan
Ketidakpuasan
1.
Demanding
satisfaction
2.
Stable
satisfaction
3.
Resigned
satisfaction
Komponen
Emosi
Ekspektasi
Optimisme/
confidence
... harus bisa
mengikuti
perkembangan
kebutuhan saya
di masa depan.
Steadiness/ trust
Indifference/
... segala
sesuatu harus
sama seperti
apa adanya.
... Saya tidak
bisa berharap
Minat Berperilaku
Ya, kerena sehingga
saat ini mereka
mampu memenuhi
ekspektasi saya
yang terus
meningkat.
Ya, karena hingga
saat ini semuanya
memenuhi harapan
saya.
Ya, karena
penyedia jasa lain
37
resignation
4.
5.
Stable
dissatisfaction
Demanding
dissatisfaction
Dissapointment/
Indecision
lebih.
... Saya
berharap lebih
tapi apa yang
harus saya
lakukan?
tidak lebih baik
Tidak, tetapi saya
tidak bisa
menyebutkan alasan
spesifik.
Tidak, karena
meskipun saya telah
... perlu banyak melakukan berbagai
Protest/opposition
perbaikan.
upaya, mereka tidak
menanggapi
kebutuhan saya.
Sumber : Stauss & Neuhaus (1997)
Dimana dapat dijelaskan seperti berikut ini :
1) Demanding customer satisfaction
Tipe ini merupakan tipe kepuasan yang aktif. Relasi dengan penyedia jasa
diwarnai emosi positif , terutama optimisme dan kepercayaan. Berdasarkan
pengalaman positif masa lalu, pelanggan dengan tipe kepuasan ini berharap
bahwa penyedia jasa akan mampu memuaskan ekspektasi mereka yang
semakin meningkat di masa depan. Selain itu mereka bersedia meneruskan
relasi yang memuaskan dengan penyedia jasa. Kendati demikian, loyalitas
akan tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam meningkatkan
kinerjanya seiring dengan meningkatnya tuntutan pelanggan.
2) Stable customer satisfaction
Pelanggan dalam tipe ini memiliki tingkat aspirasi pasif dan perilaku
demanding . Emosi positifnya terhadap penyedia jasa bercirikan steadiness
dan trust dalam relasi yang terbina saat ini. Mereka menginginkan segala
38
sesuatunya tetap sama. Berdasarkan pengalaman positif yang telah terbentuk
hingga saat ini, merkea bersedia melanjutkan relasi dengan penyedia jasa.
3) Resigned customer satisfaction
Pelanggan dalam tiipe ini juga merasa puas. Namun, kepuasannya bukan
disebabkan oleh pemenuhan ekspektasi, namun lebih didasarkan pada kesan
bahwa tidak realistis untuk berharap lebih. Perilaku konsumen tipe ini
cenderung positif. Mereka tidak bersedia melakukan berbagai upaya dalam
rangka menuntut perbaikan situasi.
4) Stable customer dissatisfaction
Pelanggan dalam tipe ini tidak puas terhadap kinerja penyedia jasa, namun
mereka cenderung tidak melakukan apa-apa. Relasi mereka dengan penyedia
jasa diwarnai emosi negatif dan asumsi bahwa ekspektasi mereka tidak bakal
terpenuhi di masa datang. Mereka juga tidak melihat adanya peluang untuk
perubahan atau perbaikan.
5) Demanding customer dissatisfaction
Tipe ini bercirikan tingkat aspirasi aktif dan perilaku demanding. Pada tingkat
emosi, ketidakpuasannya menimbulkan protes dan oposisi. Hal ini
menyiratkan bahwa mereka akan aktif dalam menuntut perbaikan. Pada saat
bersamaan, mereka juga merasa tidak perlu tetap loyal pada penyedia jasa.
Berdasarkan pengalaman negatifnya, mereka tidak akan memilih penyedia
jasa yang sama lagi di kemudian hari.
39
2.4
Kerangka Pemikiran
Kepuasan konsumen banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
harga dan kualitas pelayanan. Harga memiliki 2 (dua) dimensi yaitu kuantitas dan
segmen Pasar. Sedangkan kualitas pelayanan memiliki 5 (lima) dimensi yaitu
keandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (Assurance), empati
(Empathy), dan bukti nyata (tangibles). Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka
dapat digambarkan kerangka pemikiran seperti berikut ini :
Harga (X1) :
•
•
Kuantitas
Segmen Pasar
Kepuasan
Konsumen (Y) :
Kualitas Pelayanan
(X2) :
•
•
•
•
•
Keandalan
Ketanggapan
Jaminan
Empati
Bukti nyata
•
•
•
Emosi
Ekspektasi
Minat
Berperilaku
Sumber : penulis (2012)
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
40
2..5 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan masalah, dan landasan teori yang ada
maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
1)
Diduga harga berpengaruh terhadap kepuasan konsumen pada Kita Jaya
Laundry.
2)
Diduga kualitas pelayanan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen pada
Kita Jaya Laundry.
3)
Diduga harga dan kualitas pelayanan berpengaruh secara bersamaan terhadap
kepuasan konsumen pada Kita Jaya Laundry.
Download