konsorsium perpustakaan di indonesia

advertisement
KONSORSIUM PERPUSTAKAAN
DI INDONESIA
Oleh:
Hetty Gultom, S.Sos.
PERPUSTAKAAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M ED A N
2013
Kata Pengantar
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Segala puji bagi Allah yang telah
memberikan taufiq dan hidayahNya sehingga penulis dapat mempersembahkan karya tulis ini
kepada para pembaca yang budiman. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada
baginda tercinta Nabi Muhammad SAW.
Konsorsium perpustakaan telah lazim dilakukan di luar negeri dan dewasa ini dalam
perkembangan pesat bidang teknologi informasi dan akses internet, konsorsium menjadi
bentuk kerjasama baru yang sangat menguntungkan bagi perpustakaan. Penulis merasa tertarik
untuk memunculkan tulisan ini karena berharap agar di Indonesia juga sudah sewajarnya
dilakukan konsorsium dalam berbagai bidang untuk mempercepat pengembangan perpustakaan
di Indonesia.
Sebagai penutup pengantar ini, penerjemah mengutip pepatah tiada gading yang tak retak,
yang berarti bahwa karya ini pun tidak luput dari kekurangan. Karena itu penulis
mengharapkan kritik membangun untuk penyempurnaan karya ini.
Medan,
Mei 2013.
Hetty Gultom, S.Sos.
Kata Pengantar
i
Konsorsium Perpustakaan di Indonesia
Oleh : Hetty Gultom, S.Sos.
Daftar Isi
Pendahuluan ………………………………………….
Konsep konsorsium perpustakaan …………………...
Isu-isu utama konsorsium ……………………………
Jenis-jenis konsorsium ……………………………….
Manfaat berpartisipasi dalam konsorsium …………...
Sekilas konsorsium perpustakaan di Cina, India dan
Bangladesh …………………………………………..
Konsorsium perpustakaan di Indonesia ……………..
Hambatan pembentukan konsorsium di Indonesia ….
Kesimpulan ………………………………………….
Daftar Pustaka ……………………………………….
1
2
4
4
5
6
8
9
9
10
Pendahuluan
Indonesia memiliki banyak (ribuan) perpustakaan tetapi secara umum dapat dikatakan
masih sangat lemah dalam memenuhi tuntutan kebutuhan informasi para penggunanya karena
mereka beroperasi hanya mengandalkan sumberdaya sendiri secara terisolasi tanpa
berkolaborasi antara satu dan lainnya. Kenyataan ini telah disadari para ilmuan dan pimpinan
perpustakaan di Indonesia sejak 42 tahun yang lalu dimana pada tahun 1970-an telah terjadi
pembentukan jaringan yang cukup banyak di Indonesia (± 36 sistem jaringan informasi). Di
kalangan perpustakaan perguruan tinggi juga kita mengenal berbagai bentuk kerjasama yaitu
kerjasama perpustakaan Perguruan Tinggi Negeri Bagian Barat dan Timur (PTN-B dan PTNT), kerjasama perpustakaan IAIN se Indonesia dan kerjasama APTIK se Indonesia.
Apabila kita melakukan review setelah 42 tahun pembentukan kerjasama dan jaringan
informasi tersebut ternyata hanya sebatas semangat yang tidak dibarengi tindakan nyata ,
dengan kata lain hanya pertemuan seremonial para pimpinan perpustakaan dan tidak
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemajuan pengembangan perpustakaan di
Indonesia. Penyebab kegagalan tersebut menurut penulis adalah sangat kompleks tetapi yang
utama adalah kondisi internal perpustakaan peserta pada saat itu belum siap baik dari segi
manajemen pengelolaan, sumberdaya manusia, sumberdaya koleksi dan dukungan anggaran
dari lembaga induk perpustakaan yang bersangkutan dan tentunya pihak pemerintah dalam
hal ini Kementerian Pendidikan. Sebagai perbandingan untuk yang disebut terakhir ini adalah
di daerah Minnesota (salah satu negara bagian Amerika Serikat) yang dapat kita baca dari
Minnesota Department of Education: Minnesota Library Statistics (2008) sebagai berikut:
1
•
Penyelenggaraan kerjasama perpustakaan di seluruh wilayah Minnesota diatur
dalam peraturan Minnesota State (MS.134, MS.317 dan MS.471.59)
•
jumlah perpustakaan: public, special, academic dan school adalah 1.601
•
seluruh kerjasama perpustakaan dikoordinasikan oleh 7 perpustakaan koordinator
tingkat county (kabupaten)
•
anggaran kerjasama perpustakaan sebesar US$ 166,803,195 bersumber dari
pemerintah lokal, negara bagian, pusat dan donatur lainnya.
Di Indonesia apabila kita perhatikan pada Undang-Undang tentang Perpustakaan No. 43
Tahun 2007, komitmen kerjasama dan penterapan jaringan informasi jelas dinyatakan dalam pasal 14
ayat (5,6,7) dan pasal 42 ayat (3) sebagai berikut:
Pasal 14:
(5). Layanan perpustakaan diselenggarakan sesuai dengan standar nasional
Perpustakaan untuk mengoptimalkan pelayanan kepada pemustaka.
(6) Layanan perpustakaan terpadu diwujudkan melalui kerjasama antar perpustakaan
(7) Layanan perpustakaan secara terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
dilaksanakan melalui jejaring telematika.
Pasal 42:
(3) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan peningkatan layanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan memanfaatkan sistem
jejaring perpustakaan yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
Selanjutnya undang-undang ini memerintahkan agar pengaturan lebih lanjut
dijabarkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah yang sampai sekarang belum diterbitkan
sehingga kita belum mengetahui jelas bagaimana pembangunan perpustakaan akan diarahkan,
dan yang lebih memprihatinkan adalah bahwa Kementerian Pendidikan dan jajaran
Pemerintah Daerah belum menunjukkan komitmennya melaksanakan undang-undang ini
terutama dalam hal pengalokasian anggaran dalam rangka percepatan pembangunan
pendidikan di Indonesia sebagaimana diamanatkan konstitusi kita Undang-Undang Dasar
1945.
Konsep Konsorsium Perpustakaan
Istilah konsorsium berasal dari bahasa Latin ‘consortium’ atau bentuk jamak
‘corsortia’ yang artinya ‘persekutuan’. Sinonim istilah ini sering digunakan sebagai: aliansi,
2
koalisi, kemitraan, kerjasama, kolaborasi. Konsep konsorsium sebenarnya bukanlah hal baru
tetapi merupakan evolusi dari kerjasama perpustakaan yang telah dikenal sejak lama. Bahkan
Chatterjee (2008) menunjukkan historis tahapan kerjasama tradisional ke bentuk konsorsium
sebagai berikut:
“Tahap pertama: beberapa perpustakaan datang bersama-sama untuk kepentingan
bersama dari pengguna masing-masing (terbentuk kerjasama perpustakaan). Tahap
kedua: perpustakaan dihubungkan bersama dengan bantuan TIK (terbentuk jaringan
perpustakaan). Tahap ketiga: perpustakaan datang bersama-sama untuk memperoleh
dan berbagi sumberdaya elektronik (terbentuk konsorsium perpustakaan)”.
Bedi (2008) mengatakan bahwa konsorsium adalah ‘seni’ dalam kerjasama perpustakaan
yang menggejala dalam beberapa tahun terakhir. Konsorsium merupakan sistem yang lebih
diterima dalam hal berbagi sumberdaya berhubung kemudahan-kemudahan yang muncul dari
akibat kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi (ICT) saat ini. Arnold Hirshon
(dalam Pal, 2008) mendefenisikan konsorsium perpustakaan sebagai “ istilah umum untuk
menunjukkan setiap kelompok perpustakaan yang bekerjasama mencapai tujuan bersama,
baik untuk memperluas kerjasama pada layanan perpustakaan tradisional atau layanan
pengembangan informasi elektronik”.
Banyak defenisi yang dikemukakan para ahli tentang konsorsium perpustakaan tetapi
fokus umum dari semua defenisi adalah bergabungnya berbagai perpustakaan yang memiliki
kepentingan dan kebutuhan yang sama untuk mencapai tujuan bersama yang melampaui apa
yang dapat dicapai oleh perpustakaan tunggal (individu).
Kecenderungan yang terjadi akhir-akhir ini adalah bahwa konsorsium perpustakaan
lebih banyak dilakukan untuk membeli bersama sumberdaya elektronik seperti berbagai
lisensi akses database dan e-journal meskipun tidak menutup kemungkinan untuk hal lainnya
seperti pembuatan katalog induk akses online, peningkatan kwalitas sumberdaya manusia dan
lain-lain. Bostick (2001) mengatakan bahwa Perpustakaan di Amerika Serikat terus
bergabung bersama untuk berbagi sumberdaya, menggabungkan daya beli mereka untuk
harga yang lebih baik, untuk mencapai pengaruh kuat terhadap kualitas produk, untuk
membantu menentukan kebijakan terhadap penerbit dan vendor dan untuk menangani
serangkaian kebutuhan dan jasa yang selalu berkembang dan berubah.
Tujuan dari konsorsium adalah untuk mencapai apa yang tidak dapat dicapai oleh
anggota kelompok secara individu dan tujuan berbagi sumberdaya, uang, tenaga kerja dan
lain-lain. Hal ini dianggap sebagai strategi yang efektif untuk meningkatkan daya beli dan
pembagian resiko diantara perpustakaan individu dalam jangka pendek. Hal ini juga untuk
3
memaksimalkan pengembangan koleksi bersama dan berbagi sumberdaya dalam jangka
panjang.
Isu-isu utama konsorsium
Masalah utama dari pendekatan konsorsium yang umum telah terbentuk di berbagai
negara adalah sebagai berikut:
 Memilih badan koordinasi untuk menangani tata kelola atas nama seluruh kelompok
peserta dan melaksanakan dan memantau pelaksanaan konsorsium.
 Sumber dana untuk memenuhi biaya pembelian bersama sumberdaya elektronik
berlangganan.
 Mengidentifikasi dan negosiasi penerbit potensial / vendor atau agregator untuk
menyediakan akses pembelian di bawah konsorsium.
 Sumber dana untuk memenuhi biaya berlangganan.
 Masalah hukum berkaitan dalam pembuatan kontrak dan penggunaan bahan dalam
konsorsium tersebut.
 Identifikasi perpustakaan yang tertarik untuk berpartisipasi dan menyetujui persyaratan
umum dan kondisi (terms and conditions) yang ditentukan pihak vendor.
 Mengidentifikasi infrastruktur yang dibutuhkan untuk akses sumber daya elektronik.
 Isu yang terkait dengan backup dan arsip database.
 Dokumentasi dan pelatihan untuk staf.
Jenis-jenis Konsorsium
Konsorsium sangat bervariasi dalam hal tujuan, jenis perpustakaan peserta, struktur,
keanggotaan dan pendanaan. Sebuah konsorsium mungkin berbentuk informal yaitu untuk
kegiatan insidental pembelian bersama langganan e-jurnal yang dikelola secara bersama.
Tetapi dapat juga berbentuk formal yaitu dengan pembentukan nota kesepahaman,
penunjukan koordinator yang mengatur tata kelola manajemen, system administrasi terpusat,
tenaga kerja terpusat yang diwakilkan oleh para anggota konsorsium, dan lain.lain.
Pembentukan konsorsium ada yang didasarkan pada jenis perpustakaan misalnya konsorsium
tertutup, yaitu konsorsium jenis perpustakaan yang sama dan konsorsium terbuka yakni
konsorsium multi-jenis perpustakaan. Berdasarkan cakupan wilayah geografis ada
konsorsium tingkat lokal, nasional, regional dan internasional. Berdasarkan pembentukannya
dikenal pula jenis konsorsium dengan sponsor dan konsorsium non sponsor. Bentuk
konsorsium lainnya mungkin juga pembentukannya berdasarkan disiplin tunggal atau
berorientasi pada multi-disiplin keilmuan. Ada juga konsorsium yang dilaksanakan dengan
4
Model Pendanaan Pusat, selain dengan Model Anggaran Bersama. Beberapa konsorsium
mungkin didasarkan pada beberapa kategori sekaligus.
Manfaat berpartisipasi dalam Konsorsium
1. Berbagi sumberdaya
Selain berbagi sumberdaya keuangan, anggota konsorsium dapat juga berbagi dalam
berbagai sumberdaya lainnya, seperti: pembuatan katalog bersama, pengembangan koleksi
bersama, dan pembuatan konten misalnya dalam bentuk dokumen fullteks, berbagi
sumberdaya elektronik, berbagi sumberdaya penyimpanan dan pengarsipan, berbagi
keahlian staf, pembagian resiko, berbagi sukses dan profesionalisme kepustakawanan.
2. Meningkatkan layanan perpustakaan kepada pengguna,
Manfaat dari konsorsium adalah berfokus pada pengguna. Jika menjadi anggota
konsorsium
tidak
menguntungkan
kepada
pengguna
maka
perpustakaan
harus
mempertanyakan alasan untuk menjadi member.
3. Meningkatkan kualitas layanan perpustakaan dan untuk mengurangi biaya operasional
sebagai bagian dari proses praktek terbaik dari perpustakaan dalam pengembangan dan
kemajuan.
4. Meningkatkan keuntungan finansial.
Salah satu alasan paling umum bagi perpustakaan untuk bergabung dalam konsorsium
adalah untuk mendapatkan beberapa keuntungan finansial.
5. Mendorong kreatifitas dan aktif berdiskusi, berfikir kolektif dan kepemimpinan, karena hal
ini juga merupakan bagian penting dari manajemen perpustakaan.
6. Menunjukkan efisiensi dan efektifitas pembiayaan.
Dalam situasi keterbatasan dana setiap kebijakan yang diambil dapat dilihat oleh para
pemangku kepentingan (stakeholder) dan masyarakat, sebagai cara positif untuk
memaksimalkan perpustakaan.
7. Memfasilitasi manajemen perubahan
Manajemen perubahan adalah proses meminimalkan resiko dan mengoptimalkan peluang.
Suatu organisasi membutuhkan pelatih eksternal untuk mengkatalisis, membimbing dan
memfasilitasi proses perubahan karena mereka yang sudah dalam organisasi sangat dekat
dengan situasi untuk melihat hal-hal objektif.
8. Memberikan pelatihan dan lokakarya.
Untuk mengelola perubahan perpustakaan harus memiliki pemahaman tentang isu-isu
yang muncul. Konsorsium tersebut dapat memainkan peran yang sangat berharga dengan
5
memberikan pelatihan dan pengorganisasian program baru atau kegiatan promosi untuk
meningkatkan staf yang ada.
9. Memungkinkan akses yang lebih baik: mempromosikan lebih baik, lebih cepat dan biaya
yang lebih efektif dengan cara memberikan akses ke sumberdaya informasi elektronik
untuk para pencari informasi.
10. Memfasilitasi pengelolaan yang lebih baik
Konsorsium dapat mengelola dan menyimpan sumberdaya informasi elektronik dengan
cara yang lebih baik dari kerumitan manajemen penyimpanan sumberdaya cetak.
11. Menopang tekanan
Perpustakaan akan lebih mudah menopang tekanan pengurangan anggaran, dan
peningkatan tuntutan kebutuhan pengguna.
12. Menghindari duplikasi
Duplikasi bahan pustaka (biaya), waktu dan usaha dapat diminimalkan. Tabungan dan
akses dapat dimaksimalkan. Sebuah konsorsium juga melindungi duplikasi tenaga kerja,
ahli, panduan, kontrol serial online, manajer, analis sistem, pengelola jaringan, dan lainlain.
13. Mempercepat pertumbuhan yang berkelanjutan dari perpustakaan.
Kekuatan kolektif dari anggota konsorsium memfasilitasi perpustakaan untuk
mendapatkan manfaat yang sama dari akses yang lebih luas terhadap sumberdaya
elektronik dengan harga yang lebih terjangkau dan dengan persyaratan dan kondisi
terbaik. Hal ini juga menunjukkan manfaat yang ditawarkan tidak hanya dalam hal diskon
tariff berlangganan tetapi juga nilai tambah layanan seperti DDS (document delivery
services) dan antarmuka pencarian (search enginee) dan akhirnya membawa pertumbuhan
seragam, standard dan kompatibilitas, antara perpustakaan anggota untuk situasi yang
lebih baik. Semua ini menunjukkan ke arah keberlanjutan pertumbuhan perpustakaan.
Sekilas Konsorsium Perpustakaan di Cina, India dan Bangladesh
Di Indonesia konsorsium perpustakaan belum banyak dilakukan masih tertinggal bila
dibandingkan dengan negara-negara yang hampir setara kemajuannya pada bidang kerjasama
perpustakaan seperti India dan Cina. Pada kedua negara ini perkembangan jaringan dan
kerjasama perpustakaan sampai tahun 1980-an hanya terlaksana dibidang pinjam antar
perpustakaan
dan
layanan
pengiriman
dokumen,
tetapi
perpustakaan sejak tahun 1980 sudah banyak diselenggarakan.
6
pembentukan
konsorsium
 Cina
Perpustakaan di Cina telah membentuk berbagai jenis konsorsium, misalnya
dikalangan perpustakaan perguruan tinggi dikenal China Academic Library & Information
System (CALIS, 20008) melibatkan 600 perpustakaan di 28 propinsi di Cina, Net Library of
Beijing High Education (2008), Tianjin Academic Library Information System (2008). China
Academic Social Sciences and Humanities Library (CASHL, 2008) konsorsium ini khusus
melanggan 2.800 judul ejournal internasional. Untuk perpustakaan umum beberapa
konsorsium antara lain: Shenzhen Acquisitions and Cataloging Center (ILAS) pada tahun 1993
melibatkan 2000 perpustakaan, China Regional Libraries Network (CRLNet, 2008),
Guangdong Province Public Library Automation Network, dll. Contoh untuk konsorsium
multi-tipe perpustakaan adalah Shanghai Information Resources Network (SIRN, 2008) yang
pada tahun 2003 juga membuat agreement dengan OCLC untuk akses lebih dari 1000 judul ebooks. National Cultural Resources Project (NCRP, 2008) adalah konsorsium yang disupport
oleh pemerintah pusat untuk jenis perpustakaan umum di Cina.
 India
Pada tahun 1981 sebelas lembaga penelitian sejenis membentuk konsorsium yang
disebut FORSA (Forum for Resource Sharing in Astronomy and Astrophysics) yaitu forum
berbagi sumberdaya bidang Astronomi dan Astrofisika. HELINET (Health Sciences Library
& Information Network) adalah konsorsium perpustakaan ilmu kesehatan yang dikoordinir
oleh Rajiv Gandhi University of Health Science. IIM’s Library Consortia (The Indian
Institute of Management). Suatu konsorsium dengan pendanaan pusat oleh The Ministry of
Human Resource Development (MHRD) untuk 161 perpustakaan perguruan tinggi adalah
INDEST (Indian National Digital Library in Engineering Sciences and Technology.
 Bangladesh
Trend pertumbuhan konsorsium di Bangladesh masih lambat bila dibandingkan
dengan kedua negara di atas, Md.Anwarul Islam (2008) mengatakan bahwa tidak ada
konsorsium perpustakaan di Bangladesh. Sejak tahun 1980-an telah ada sejumlah upaya yang
diprakarsai oleh The University Grants Commission of Bangladesh (UGC) untuk menyatukan
sistem katalog perpustakaan dan bahkan untuk mengatur beberapa bentuk kerjasama berbagi
berlangganan jurnal, namun tidak terealisasi akibat kendala keuangan. Pada tahun 1998 ada
upaya membangun Jaringan Nasional Perpustakaan dan Informasi (BANSLINK) oleh
7
BANSDOC yang juga gagal karena kurangnya apresiasi berbagai perpustakaan universitas.
Tahun 1998 adalah automasi perpustakaan pertama dimulai oleh Universitas Dhaka yang
dinamakan Dhaka University Library Automation Project (DULAP) sedangkan 20 perpustakaan
universitas negeri dan 54 perpustakaan universitas swasta lainnya menyelenggarakan kemudian.
Konsorsium Perpustakaan di Indonesia
Perpustakaan di Indonesia juga belum memulai konsorsium hampir sama dengan
Bangladesh. Gaung rencana penyelenggaraan konsorsium terdengar pada Pertemuan Kepala
Perpustakaan Perguruan Tinggi BHMN di UGM Yogyakarta pada tahun 2004. Para peserta
terdiri dari Perpustakaan UGM, UI, ITB, IPB, UPI dan USU. Konsorsium direncanakan
untuk One Library System - On Resource Sharing dan termasuk didalamnya adalah
langganan database online, melanggan ejournal internasional, pembuatan abstrak penelitian,
tesis dan disertasi, dan lain-lain. Sebagai rencana sampai saat ini belum terlihat tindak lanjut
yang memproklamirkan berjalannya pelaksanaan konsorsium tersebut.
Pada tahun 2006 sejumlah Perpustakaan Politeknik Negeri di Indonesia mengadakan
Lokakarya tentang Library Cooperation and Resource Sharing di Makassar. Hasilnya
melahirkan wadah semacam "Konsorsium Perpustakaan Politeknik Negeri se-Indoenesia".
Sayangnya, wadah ini tidak berjalan efektif, karena berbagai kendala.
Konsorsium dengan pendanaan terpusat dalam 2 tahun terakhir dikoordinasikan oleh
Dirjen Dikti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan khususnya dalam melanggan ejournal
internasional yang aksesnya diberikan kepada berbagai perpustakaan perguruan tinggi di
Indonesia, namun penulis tidak mendapatkan informasi seperti apa bentuk, metode dan ruang
lingkup konsorsium tersebut.
Wacana tentang pembentukan konsorsium dikalangan pustakawan Indonesia juga
tidak terlalu banyak meskipun di kebanyakan negara maju dan berkembang perhatian dan
ketertarikan para ahli perpustakaan sangat tinggi. Salah satu tulisan menarik adalah apa yang
dipublikasikan Ismail Fahmi tentang Konsorsium IndonesiaDLN: Konsorsium Jaringan
Perpustakaan Digital Indonesia.
8
Hambatan utama pembentukan konsorsium di Indonesia
Beberapa kendala utama yang menyebabkan kurangnya inisiatif perpustakaan di
Indonesia untuk membentuk konsorsium adalah antara lain:
1. Kurangnya pemahaman dan kesadaran perpustakaan di Indonesia tentang manfaat dan
keuntungan dari penyelenggaraan konsorsium
2. Kurangnya atau tidak adanya anggaran perpustakaan universitas mungkin menjadi
penghalang untuk memulai konsorsium. Tidak dapat disangkal bahwa sebagian besar
perpustakaan di Indonesia belum memiliki pos anggaran rutin dari lembaga induk.
3. Automasi perpustakaan di Indonesia pada umumnya juga masih terlalu lambat, padahal ini
merupakan prasyarat kesiapan perpustakaan berpartisipasi dalam konsorsium.
4. Minim atau tidak adanya dukungan stakeholder seperti pemerintah, lembaga yang
berkaitan, para vendor dan penerbit untuk mendorong memobilisasi perpustakaan dalam
penyelenggaraan konsorsium seperti halnya di negara maju dan negara berkembang
lainnya yang lebih maju.
Kesimpulan
Pembentukan konsorsium bagi perpustakaan akan memberikan manfaat yang besar
pada berbagai segi pengelolaan, seperti penguatan koleksi, efisiensi dan penghematan
anggaran, peningkatan kwalitas sumberdaya manusia, mendorong perubahan manajemen,
mendorong kreatifitas, dan mendorong pencapaian kesetaraan standarisasi pengelolaan.
Konsorsium merupakan evolusi kerjasama perpustakaan tradisional dengan
pelaksanaan yang lebih mudah dan lebih variatif karena memanfaatkan kemajuan ICT.
Pembentukan konsorsium di negara maju sangat pesat dan di sebahagian negara berkembang
yang lebih kreatif dan responsif.
Di Indonesia pembentukan konsorsium perpustakaan sangat lambat karena hambatan
yang lebih kompleks, yang utama adalah tidak meratanya pengembangan perpustakaan dalam
berbagai sektor dan lambatnya kemajuan automasi perpustakaan, dan tidak adanya kemauan
politik pemerintah untuk mendorong mengatasi hambatan tersebut meskipun Undang-undang
dan konstitusi sudah memerintahkan. Karena itu para stakeholder perpustakaan harus
meningkatkan komunikasi yang efektif untuk menghasilkan pemahaman dan persepsi yang
sama dalam rangka pengembangan perpustakaan sebagai sarana penting dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan konstitusi kita Undang Undang
Dasar 1945.
9
Daftar Pustaka
Bedi, Shalu and Sharma, Kiran. 2008. Library Consortia: A Step forward the Information
Society. Chandigarh : Panjab University. 23/05/2012 http://eprints.rclis.org
Bostick, Sharon L. 2001. Academic Library Consortia in the United States: An Introduction.
Liber Quarterly 11: 6-13. 23/05/2012 http://www.slideshare.net/bngwasuh/consortia1
Chatterjee, Amitabha. 2008. Resource Sharing Among Libraries in Digital Era: Role of
Consortia. Kolkata : Department of Library and Information Science, Jadafpur
University. 23/05/2012. www.isical.ac.in/~serial/consortia/CBSOR-02.ppt
Fahmi, Ismail. 2002. Konsorsium IndonesiaDLN: Konsorsium Jaringan Perpustakaan
Digital Indonesia. Bandung : Perpustakaan Pusat ITB. 22/05/2012.
http://mirror.omadata.com
Islam, Md Anwarul and Mezbah-ul-Islam, Muhammad. 2010. Concept, issues and
importance of library consortium: Problems and prospects of university library
consortium in Bangladesh. Dhaka : Information Science & Library Management
University of Dhaka. 22/05/2012. www.unak.org.tr/unak08/sunum/AnwarulIslam.pdf
State Library Services, Minnesota Department of Education. 2008. Minnesota Public Library
Statistics. Roseville : State Library Services, Minnesota Department of Education.
http://education.state.mn.us/MDE/Learning_Support/Library_Services/index.html
Pal, Jiban K. and Das, Prabir Kumar. 2008. Progress Through Partnership: Consortia Based
e-Resource Subscription Initiatives in India. Kolkata : Library Documentation and
Information Science Division, Indian Statistical Institute. 22/05/2012.
www.isical.ac.in/~serial/consortia/CBSOR-08.pdf
Undang Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Lembaran Negara Tahun 2007
No. 129 dan Tambahan Lembaran Negara Tahun 2007 No. 4774.
10
Download