BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan area yang tidak luput dari bencana, khusunya bencana gempa bumi. Indonesia dilalui oleh jalur pertemuan tiga lempeng tektonik yang biasa juga di sebut dengan Triple Junction. Ketiga lempeng ini yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik. Lempenglempeng ini merupakan lempeng aktif sehingga Indonesia memiliki indikasi menjadi negara yang memiliki potensi gempa bumi yang cukup besar. Lempeng Indo-Australia terletak dibagian selatan, sedangkan lempeng Pasifik di bagian timur, dan lempeng Eurasia terletak di bagian utara (Gambar 1.1). Lempeng ini dikatakan aktif karena lempeng ini masih mengalami pergerakan, dimana Lempeng Indo-Australia bergerak relatif ke arah utara dan menyusup ke dalam (subduksi) lempeng Eurasia. Sementara itu, lempeng Pasifik bergerak relatif ke arah barat. Akibat tekanan dari zona subduksi, maka terbentuklah gunung api dan zona-zona sesar yang aktif dipermukaan. Gambar 1.1 Lempeng tektonik di Indonesia (Sumber: http://www.bmkg.go.id/BMKG_Pusat/Gempabumi__Tsunami/Gempabumi.bmkg, diakses pada Mei 2016) 1 Aktifitas seismik di wilayah Indonesia terjadi di area interaksi antar lempeng (Gambar 1.2). Salah satu produk dari interaksi lempeng adalah terbentuknya sesar. Salah satu sesar aktif yang berada di Sumatera adalah sesar Semangko. Sesar Semangko adalah bentukan geologi yang membentang di Pulau Sumatera dari utara ke selatan, mulai dari Aceh hingga Teluk Semangka di Lampung. Sesar ini membentuk pegunungan barisan yang posisinya sejajar dengan sesar, satu rangkaian dataran tinggi di sisi barat pulau Sumatera. Sesar Semangko merupakan sesar strike slip berarah dekstral yang terdiri dari 20 segmen sepanjang tulang punggung Sumatera (Sieh dan Natawidjaja, 2002). Jalur sesar ini bisa dikenali dari kenampakan bentang alam di sepanjang jalur, dan ditandai oleh kenampakkan bukit-bukit dan danau-danau yang terjadi karena pergeseran pada sesar tersebut. Sesar ini sering menimbulkan bahaya seismik karena sesar ini melewati kawasan yang padat penduduk di dan sekitar zona sesar. Gambar 1.2 Data episenter gempa utama di Indonesia dan sekitarnya untuk magnitudo M ≥ 5.0 dalam rentang waktu tahun 1900-2009 (Arurifak, dkk., 2010) Bahaya seismik berupa gempa bumi merupakan suatu kejadian berupa getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan akibat dari perlepasan energi secara tiba-tiba dan menciptakan gelombang seismik. Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), gempa bumi merupakan peristiwa bergetarnya bumi akibat pelepasan energi di dalam bumi secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada kerak bumi. Akumulasi energi penyebab terjadinya gempa bumi dihasilkan dari pergerakan lempeng-lempeng tektonik. Energi yang dihasilkan dipancarkan ke segala arah berupa gelombang gempa bumi sehingga efeknya dapat dirasakan sampai ke permukaan bumi. Akibat dari bencana gempa bumi ini berupa getaran atau guncangan tanah, likuifaksi, longsoran tanah, tsunami, dan bahaya sekunder lainnya seperti arus pendek, gas bocor yang menyebabkan kebakaran. Selain kerugian yang timbulkan terhadap alam, bencana gempa bumi ini juga akan menimbulkan korban jiwa dan kehilangan atau rusaknya bangunan dan infrastruktur. Besarnya potensi bahaya bencana alam gempa bumi di wilayah Indonesia ini tidak disertai dengan tingkat kesiapsiagaan masyarakat dan pemerintah dalam potensi bencana tersebut yang berakibat pada besarnya jumlah korban jiwa dan kerusakan yang terjadi di daerah bencana. Salah satu gempa bumi yang mengakibatkan kerusakan parah yaitu gempa bumi Sumatera Barat yang terjadi pada tanggal 30 September 2009 pukul 17:16 WIB. Gempa ini memiliki kekuatan 7,6 SR. Gempa bumi ini terjadi di lepas pantai Sumatera, sekitar 50 km barat laut Kota Padang pada kedalaman 87 km. Gempa menyebabkan kerusakan parah di beberapa wilayah di Sumatera Barat. Menurut data Satkorlak PB, sebanyak 1.117 orang tewas akibat gempa ini yang tersebar di 3 kota dan 4 kabupaten. Korban luka berat mencapai 1.214 orang, luka ringan 1.688 orang, dan korban hilang 1 orang. Selain hilangnya nyawa, gempa bumi ini mengakibatkan pada 135.448 rumah rusak berat, 65.380 rumah rusak sedang, dan 78.604 rumah rusak ringan (Gambar 1.3). Selain itu gempa ini mengakibatkan terputusnya jalan dan longsor di beberapa titik. (a) (b) Gambar 1.3 Kerusakan prasarana Hotel Ambacang (a) dan gedung pemerintahan (b) akibat gempa Padang 30 September 2009 Sebagian besar bencana alam merupakan fenomena yang tidak dapat dicegah oleh manusia, namun resiko akibat bencana tersebut dapat diminimalisasi atau dikurangi. Salah satu caranya adalah dengan melakukan mitigasi bencana. Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko be ncana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Mitigasi bencana merupakan suatu aktivitas yang berperan sebagai tindakan pengurangan dampak bencana, atau usaha-usaha yang dilakukan untuk megurangi korban ketika bencana terjadi, baik korban jiwa maupun harta benda. Sedangkan risiko terhadap bencana adalah kemungkinan terjadi bencana dan kemungkinan kehilangan yang mungkin terjadi pada kehidupan dan atau sarana prasarana fisik yang diakibatkan oleh suatu jenis bencana pada suatu daerah dalam waktu tertentu. Risiko bencana dapat ditunjukkan oleh hasil kombinasi antara tingkat bahaya dengan derajat kehilangan yang mungkin terjadi. Salah satu daerah dengan ancaman seismik adalah Provinsi Sumatera Barat. Provinsi ini berada di antara pertemuan dua lempeng benua besar (lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia) dan dilewati oleh sesar aktif (sesar Semangko). Selain itu, provinsi ini berada dekat dengan sesar Mentawai. Keempatnya merupakan daerah seismik atif dimana area ini akan sangat rawan sekali terhadap aktifitas-aktifitas seismik. Salah satu kota yang rawan akan aktivitas sismik adalah Kota Padang Panjang. Padang Panjang menjadi pusat daerah penelitian karena terletak di jalur patahan sumatera. Pada penelitian ini dilakukan pemetaan daerah rawan bencana berdasarkan parameter hasil pengukuran mikrotremor yang diolah dengan metode Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR). Hasil penelitian akan berperan penting dalam mitigasi bencana gempa bumi karena dapat memberikan informasi yang dibutuhkan dalam meminimalisir kerusakan akibat bahaya gempa bumi. I.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan sebelumnya, penting dilakukannya penelitian di daerah ini untuk menghasilkan informasi dini mengenai daerah rentan gempa. Penelitian ini adalah melakukan pemetaan daerah rentan gempa dengan menemukan nilai kerentanan gempa berdasarkan parameter frekuensi dominan dan amplifikasi dari hasil metode HVSR. Nilai ini akan dibandingkan dengan ketebalan lapisan lapuk dari daerah penelitian. Informasi ini nantinya digunakan sehingga diharapkan dapat meminimalisir kerugian dan korban jiwa yang diakibatkan oleh bencana tersebut mengingat daerah penelitian termasuk daerah padat penduduk (Tabel 1.1) dan pembangunan yang terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang dilakukan pada tahun 2010, Kota Padang Panjang adalah kota yang memiliki tingkat kepadatan pendudukan tergolong tinggi. Kota ini digolongkan kepada daerah dengan jumlah penduduk lebih kurang 2000 jiwa/km2 yang ditunjukkan dengan warna biru tua (Gambar 1.4). Tabel 1.1 Jumlah penduduk di Kota Padang Panjang Berdasarkan Kecamatan Tahun 2010-2014 (Anonim, 2015) Jumlah Penduduk (Jiwa) Nama Kecamatan Kec. Padang Panjang Barat Kec. Padang Panjang Timur Total Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 27.637 27.995 28.361 28.686 28.936 19.371 19.624 19.826 20.106 21.272 47.008 47.619 48.187 48.792 50.208 Gambar 1.4 Peta kepadatan penduduk di Provinsi Sumatera Barat (Anonim, 2010) I.3 Batasan Masalah Batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut 1. Pengambilan data menggunakan alat mikrotremor milik Pusat Studi Geologi (PSG) 2. Area penelitian dilakukan di Kecamatan Padang Panjang Barat, dan sekitarnya, Kota Padang Panjang, Sumatera Barat 3. Pengolahan data mikrotremor menggunakan metode Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR). 4. Penelitian dibatasi hanya sampai mendapatkan nilai frekuensi dominan (f0), amplifikasi (A), kerentanan tanah (Kg), dan ketebalan sedimen (H). I.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memetakan daerah yang memiliki tingkat kerawanan bencana akibat gempa bumi melalui karakteristik penyebaran frekuensi dominan (f0), amplifikasi (A), kerentanan tanah (Kg), dan ketebalan sedimen (H) di Kecamatan Padang Panjang Barat dan sekitarnya.