I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bambu merupakan jenis rumput raksasa yang ramah lingkungan, kini secara internasional bambu diakui sebagai komoditas penting. Ditinjau dari segi biaya dan efektifitas penggunaan, bambu dapat digunakan menjadi alternatif pengganti kayu. Di India, kebutuhan bambu sebagai bahan baku industri bangunan telah meningkat pesat dari 2,2 juta ton pada tahun 1980 (Varmah dan Bahadur, 1980) menjadi 13,48 juta ton pada tahun 2003. Berdasarkan perkembangannya, penggunaan bambu terbesar di dunia berasal dari sektor konstruksi dan diikuti oleh meningkatnya permintaan untuk berbagai produk kertas, laminasi, lantai, papan, kayu lapis dan lain sebagainya. Namun, sektor ini terkendala oleh kurangnya pasokan bahan baku bambu (Bisht e tal., 2010). Perbanyakan bambu secara vegetatif sudah dilakukan untuk mencukupi kebutuhan bambu, namun perbanyakan vegetatif belum memberikan hasil yang memuaskan dengan kisaran stek jadi 0 sampai 58,8 % (Aziz dan Adiwirman, 1997; Aziz et Ghulamahdi, 1997). Berdasarkan fakta tersebut, dibutuhkan teknik perbanyakan bambu yang lebih efektif baik dari segi waktu maupun produksi. Teknik perbanyakan tanaman bambu secara in vitro dapat menjadi solusi yang tepat untuk masalah tersebut. Widjaya (2001) menyebutkan bahwa morfologi bambu dapat dilihat berdasarkan akar rimpang yang terdapat di bawah tanah dan membentuk sistem percabangan. Batang bambu berupa buluh yang terdiri atas ruas dan node-node. 1 Pelepah buluh merupakan hasil modifikasi daun yang yang menempel pada setiap ruas, yang terdiri dari daun pelepah buluh, kuping pelepah buluh, dan ligula. Percabangan umumnya terdapat pada ruas. Helaian daun bambu mempunyai urat daun yang sejajar. Helaian daun dihubungkan dengan pelepah oleh tangkai daun. Pelepah daun dilengkapi dengan kuping pelepah dan ligula. Berdasarkan pertumbuhan rumpunnya, tanaman bambu dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu: simpodial (clump type) dan monopodial (running type). Pada tipe simpodial tunas baru keluar dari ujung rimpang. Sistem percabangan rizomnya di dalam tanah cenderung mengumpul dan tumbuh membentuk rumpun. Contoh golongan ini adalah Gigantochloa apus Kurz dan Dendrocalamus asper Black. Pada tipe monopodial, tunas baru keluar dari node-node rimpang dan tidak membentuk rumpun. Batang dalam satu rumpun menyebar sehingga tampak seperti tegakan pohon yang terpisah-pisah (Anonim, 1996a). Berdasarkan pertumbuhan akar rimpangnya, tanaman bambu dibedakan menjadi dua tipe. Tipe pertama adalah leptomorf yang dicirikan oleh akar rimpang yang monopodial, memiliki rimpang yang panjang dan ramping, yang biasanya cekung, ujungnya meluas, dan dapat tumbuh horizontal. Tipe kedua adalah pakimorf yang meiliki ciri-ciri akar rimpangnya yang simpodial, dengan ruas yang pendek, ujungnya yang tumbuh terus, dan menjadi buluh (Anonim, 1996b). Selanjutnya Widjaja (2001), mengatakan bahwa jenis-jenis tanaman bambu di Indonesia umumnya mempunyai sistem perakaran pakimorf. Banyak ruas dapat menunjukkan produktivitas tanaman anakan dan berhubungan dengan perakaran, sehingga sangat penting untuk mengetahui banyak ruas spesies bambu pada umur tertentu guna mengetahui produktivitas selanjutnya. 2 Aziz (1997) menyatakan bahwa ada kecenderungan bahwa penanaman stek dengan diameter yang lebih besar memiliki keberhasilan tumbuh yang lebih baik dibandingkan dengan bambu yang berdiameter lebih kecil, sehingga sangat perlu diketahui diameter bambu untuk memperkirakan keberhasilan tumbuh bambu. Selanjutnya juga menyatakan bahwa semakin berat atau banyak akar, maka sistem hidrologis bambu semakin baik dan berhubungan dengan transport nutrien dari tanah ke seluruh sel-sel tanaman bambu, sehingga dapat mengikat air dan tanah lebih baik, hal ini dapat bermanfaat untuk mengetahui apakah spesies tanaman bambu tertentu dapat digunakan sebagai tanaman konservasi. Berdasarkan fakta yang sudah dipaparkan sebelumnya, penelitian akan karakterisasi tanaman bambu muda pasca aklimatisasi sangat diperlukan untuk menentukan tujuan pemeliharaan tanaman bambu secara tepat, pertumbuhan serta produktivitas spesies tanaman bambu selanjutnya. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis karakter lima jenis tanaman bambu umur lima bulan pasca aklimatisasi. C. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai karakter lima jenis tanaman bambu muda pasca aklimatisasi guna mendapatkan jenis bambu terbaik untuk seleksi. 3