BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Tinjauan atas Struktur Kepemilikan Struktur kepemilikan dapat diklasifikasikan menjadi blok kepemilikan eksternal (external block ownership) dan blok kepemilikan internal (insider block ownership) atau kepemilikan manajerial (managerial block ownership). Struktur kepemilikan dalam suatu perusahaan mengimplikasikan adanya pengorbanan dalam penggunaan sumber daya secara efisien untuk memaksimumkan profit yang diperoleh, di mana kepemilikan yang tersebar akan mengurangi insentif bagi manajer untuk memaksimumkan profit. Dalam penelitian terbaru, struktur kepemilikan dihubungkan dengan kerangka legal. Pada negara yang perlindungan terhadap investornya lemah, pemusatan kepemilikan menjadi pengganti dari perlindungan legal. Dengan demikian, pemegang saham mayoritas dapat mengharapkan untuk memperoleh pengembalian investasi mereka (La Porta et al., 1998). Pemusatan kepemilikan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan tersebut dengan meminimumkan agency cost (Classens et al, 1999; Jensen dan Meckling, 1976). Namun, pemusatan kepemilikan tersebut juga mengandung biaya potensial. Bukti empiris pada negara berkembang menunjukkan bahwa pemusatan kepemilikan, khususnya keluarga yang juga mengendalikan perusahaan, Universitas Sumatera Utara kemungkinan dapat menimbulkan mudahnya perilaku meminjam, sehingga akan meningkatkan tingkat hutang perusahaan (Alba, Classens dan Djankov, 1998). Jika dihubungkan dengan keadaan di Indonesia sebagai negara berkembang, Taridi (1999) mengambil kesimpulan bahwa peningkatan penggunaan hutang dalam suatu perusahaan berhubungan dengan beberapa ciri khas dari perekonomian yang berada dalam tahap transisi, antara lain perlindungan legal yang lemah terhadap kepentingan pemegang saham minoritas, penegakan hukum yang lemah, dan pemusatan kepemilikan. Penggunaan hutang yang meningkat ini akan menyebabkan penurunan kinerja perusahaan (Taridi, 1999). 2.1.1.1. Kepemilikan eksternal (external block ownership) Kepemilikan eksternal dapat didefinisikan sebagai kepemilikan saham yang dimiliki oleh investor besar yang bukan berasal dari kalangan manajerial. Menurut Friend dan Lang (1988), pemegang saham eksternal mempunyai insentif untuk memonitor dan mempengaruhi manajemen secara wajar untuk melindungi investasi mereka dalam perusahaan. Shleifer dan Vishny (1986) mengungkapkan bahwa pemegang saham eksternal mengurangi perilaku manajer yang oportunis, sehingga mengakibatkan rendahnya konflik agensi langsung antara manajemen dan pemegang saham. Menurut active monitoring hypothesis, perusahaan dengan tingkat kepemilikan eksternal yang tinggi akan memiliki tingkat hutang yang lebih tinggi (Friend dan Lang, 1988). Sebaliknya, McConnel dan Servaes (1990) menunjukkan bahwa pemilik saham mayoritas dapat menjadi passive voters. Passive voters Universitas Sumatera Utara hypothesis mengungkapkan bahwa tingkat hutang perusahaan dapat berhubungan secara negatif terhadap tingkat kepemilikan pemegang saham eksternal. Kedua hipotesis tersebut mengindikasikan bahwa hubungan antara kepemilikan saham eksternal dengan tingkat hutang adalah non-linear (Brailsford et. al., 1999). 2.1.1.2. Kepemilikan manajerial (managerial block ownership) Jensen dan Meckling (1976) mengungkapkan bahwa struktur kepemilikan ekuitas berpengaruh penting terhadap insentif manajerial dan nilai perusahaan. Mereka berargumen bahwa kepemilikan saham manajerial dapat mengurangi insentif manajer untuk mengkonsumsi kemewahan, menyedot kekayaan pemegang saham, atau terlibat dalam perilaku yang tidak memaksimumkan nilai lainnya. Argumen ini dikenal sebagai hipotesis penyatuan kepentingan (convergence of interests’ hypothesis). Hipotesis managerial self-interest (Brailsford et. al., 1999) atau hipotesis managerial entrenchment (Friend dan Lang, 1988) mengungkapkan bahwa apabila dihadapkan pada kesempatan, manajer yang tidak menyukai risiko akan lebih berinsentif untuk merendahkan risiko kehilangan pekerjaan yang tidak dapat didiversifikasi dengan memastikan kelangsungan hidup perusahaan. Hal ini dikarenakan mereka menanggung beban risiko yang tidak dapat dihindarkan atas kekayaan perusahaan yang mempekerjakan mereka. Namun, apabila manajer pada awalnya telah memiliki porsi yang signifikan atas ekuitas perusahaan, peningkatan dalam kepemilikan saham manajerial dapat mengarah pada penguatan posisi manajer dan penurunan tingkat hutang (McConnel Universitas Sumatera Utara dan Servaes, 1995). Penurunan tingkat hutang ini dikarenakan manajer yang posisinya kuat dalam perusahaan akan mempertimbangkan dengan hati-hati pilihan tingkat hutang perusahaan (Berger et. al., 1997). Manajer dapat lebih menyukai tingkat hutang yang lebih rendah dari seharusnya dikarenakan keinginan mereka mengurangi risiko perusahaan untuk melindungi modal sumber daya mereka, atau ketidaksukaan mereka terhadap tekanan kinerja yang timbul akibat komitmen penggunaan uang tunai dalam jumlah yang besar. McConnel dan Servaes (1995) menemukan hubungan yang non-linear antara kepemilikan manajerial dengan kinerja perusahaan. 2.1.2. Tinjauan atas Struktur Modal (Capital Structure) Teori struktur modal modern dimulai sejak tahun 1958, ketika Franco Modigliani dan Merton Miller (MM) menerbitkan artikel yang berjudul “The Cost of Capital, Corporation Finance, and the Theory of Investment”, yang disebut sebagai artikel keuangan yang paling berpengaruh yang pernah diterbitkan. Studi MM didasarkan pada beberapa asumsi yang cukup kuat, termasuk hal-hal berikut: a. Tidak adanya komisi broker (brokerage costs). b. Tidak adanya pajak. c. Tidak adanya biaya kebangkrutan (bankruptcy costs). d. Investor individual dapat meminjam pada tingkat bunga yang sama dengan perusahaan. Universitas Sumatera Utara e. Seluruh investor mempunyai informasi yang sama dengan yang dimiliki manajemen yang berkaitan dengan kesempatan investasi perusahaan di masa mendatang. f. EBIT tidak dipengaruhi oleh penggunaan hutang. Jika asumsi tersebut tidak berubah, MM membuktikan bahwa nilai perusahaan tidak dipengaruhi oleh struktur modalnya, sehingga kondisi berikut harus terjadi: VL = VU = SL + D VL merupakan nilai dari perusahaan yang menggunakan hutang (levered firm), sama dengan VU, yang merupakan nilai dari perusahaan yang identik namun tidak menggunakan hutang (unlevered firm). SL merupakan nilai saham dari perusahaan yang menggunakan hutang (levered firm), dan D merupakan nilai dari hutang tersebut. Pada saat hutang bertambah, beban lebih diberikan pada hutang yang berbiaya rendah, namun ekuitas menjadi lebih berisiko, sehingga meningkatkan biaya ekuitas. MM berasumsi bahwa biaya ekuitas akan meningkat secukupnya untuk menjaga biaya modal rata-rata tertimbang dalam jumlah yang konstan. Dengan kata lain, jika asumsi MM benar, tidak menjadi masalah bagaimana sebuah perusahaan membiayai kegiatan operasionalnya, sehingga keputusan struktur modal akan menjadi tidak relevan. Universitas Sumatera Utara Terdapat dua teori utama dalam literatur setelah MM: a. Rasio hutang yang ditargetkan didefinisikan sebagai perpaduan antara hutang dan ekuitas yang memaksimumkan nilai perusahaan. Myers (1984) menyatakan teori tersebut sebagai static trade-off theory. b. Teori fund cost hierarchy atau pecking order theory. Teori ini menyatakan bahwa pendanaan internal (laba ditahan) selalu lebih murah daripada pendanaan hutang, sedangkan pendanaan hutang selalu lebih murah daripada pendanaan yang diperoleh dari pasar ekuitas eksternal (de Jong, 1999; Megginson, 1996; Myers dan Majluf, 1984; Shuetrim, Lowe dan Morling, 1993). Teori trade-off menyatakan bahwa perusahaan mempunyai rasio hutang- ekuitas yang optimal, yang ditentukan dengan memilih antara keuntungan dengan biaya penggunaan hutang tersebut (Megginson, 1997). Keseluruhan biaya berikut ini dipengaruhi oleh penggunaan hutang: a. Perpajakan. MM berargumen bahwa pembayaran bunga yang diakui pajak sebagai beban membuat perusahaan memanfaatkan penggunaan hutang secara optimal. Implikasi pengaruh perpajakan terhadap keputusan pemilihan struktur modal yaitu penggunaan hutang yang optimal akan meningkat seiring dengan meningkatnya tarif perpajakan badan. b. Biaya kebangkrutan dan kesulitan keuangan. Kondisi kebangkrutan mendatangkan biaya langsung maupun tidak langsung terhadap perusahaan. Biaya langsung kebangkrutan meliputi biaya hukum, biaya trustee, dan biaya lainnya yang terhutang kepada pihak-pihak selain dari pihak Universitas Sumatera Utara pemegang hutang dan pemegang saham. Biaya kebangkrutan tidak langsung meliputi terganggunya operasional perusahaan, hilangnya pemasok dan pangsa pasar, serta pemaksaan pembatasan finansial oleh kreditur. c. Studi sebelumnya menemukan bahwa biaya kebangkrutan dan kesulitan keuangan ini menyebabkan beberapa implikasi terhadap pemilihan struktur modal. Pertama, tingkat hutang yang optimal kemungkinan berhubungan secara berkebalikan terhadap ukuran risiko keuangan (cash flow volatility). Kedua, rasio tingkat hutang yang optimal kemungkinan berhubungan secara positif terhadap ukuran perusahaan. Ketiga, tingkat hutang kemungkinan berhubungan positif terhadap nilai aktiva perusahaan yang dapat dijaminkan atau nilai likuidasinya. Pemilik perusahaan akan menanggung biaya keagenan hutang sebagai hasil dari konflik yang potensial terjadi antara pemegang hutang (debtholders) dan pemegang saham (shareholders), juga antara manajer dan pemegang saham. Teori Pecking order mengasumsikan bahwa perusahaan tidak mentargetkan suatu rasio hutang yang spesifik, namun sebagai gantinya perusahaan menggunakan pembiayaan eksternal hanya pada saat pembiayaan internal tidak mencukupi kebutuhan. Menurut teori ini, perusahaan dapat menjalankan satu dari tiga alternatif pilihan utama: (i) menggunakan laba ditahan, (ii) meminjam melalui instrumen hutang, atau (iii) menerbitkan saham baru. Ketiga komponen struktur modal ini merefleksikan kepemilikan saham oleh pemegang saham, sedangkan meminjam melalui instrumen hutang mewakili kepemilikan oleh pihak pemegang hutang. Universitas Sumatera Utara Teori Pecking order mengimplikasikan hubungan yang negatif antara arus kas dan tingkat hutang, dikarenakan pada saat arus kas meningkat, perusahaan akan lebih mampu mengandalkan pembiayaan internal (Myers & Majluf, 1984). Dana internal yang tersedia dapat di-proxy-kan dengan kesempatan pertumbuhan (Growth opportunities). Jika suatu perusahaan sukses dan mendapatkan laba, maka akan terdapat dana internal yang cukup untuk melakukan investasi. Oleh karena itu, kesempatan pertumbuhan berhubungan negatif dengan tingkat hutang. 2.1.2.1. Pemilihan antara hutang (debt) dan ekuitas (equity) Pemilihan struktur modal ditetapkan melalui trade-off antara keuntungan marginal dari penggunaan hutang dengan biaya marginal atas penyediaan hutang tersebut. Nilai perusahaan dimaksimumkan pada tingkat hutang yang menyamakan keuntungan dan biaya marginal dari hutang tersebut. Secara fundamental, nilai suatu perusahaan merupakan tingkat diskonto aliran kas masuk yang akan diperoleh dari pemanfaatan asetnya. Investor memegang berbagai tipe klaim atas arus kas perusahaan dalam membiayai perolehan aset perusahaan tersebut. Struktur modal mengarah pada bauran antara sumber dana jangka panjang yang digunakan perusahaan, sehingga secara mendasar konsep ini mengabaikan kewajiban jangka pendek (Keown, et al., 1996). Hutang didefinisikan sebagai setiap bentuk pembiayaan yang mengandung klaim kontraktual atas arus kas perusahaan yang menciptakan pembayaran yang Universitas Sumatera Utara diakui pajak (tax deductable), mempunyai jangka waktu yang tetap, dan mempunyai prioritas baik dalam kondisi operasional normal maupun dalam kondisi kebangkrutan. Klaim atas hutang memberikan hak kepada pemegang klaim tersebut akan suatu arus kas kontraktual (biasanya terdiri dari pembayaran atas pokok hutang dan beban bunga), sedangkan klaim atas ekuitas memberikan hak kepada pemegang klaim tersebut akan arus kas residual yang tersisa setelah memenuhi seluruh klaim yang telah dijanjikan. Hutang memiliki pembayaran bunga yang tetap, sedangkan ekuitas memberikan hak atas dividen kepada pemegangnya (La Porta et al., 1998). Perbedaan antara hutang dan ekuitas dapat disimpulkan dalam gambar berikut: Klaim tetap Diakui pajak Prioritas tertinggi dalam kesulitan keuangan Jatuh tempo yang tetap Tidak adanya kontrol manajemen Klaim residual Tidak diakui pajak Prioritas terendah dalam kesulitan keuangan Tidak ada batasan jatuh tempo Adanya kontrol manajemen Hutang Ekuitas Sumber: Damodaran (1997: 391) Gambar 2.1. Hutang (Debt) versus Ekuitas (Equity) 2.1.3. Tinjauan atas Permasalahan Principal – Agency Jensen dan Meckling (1976: 308) mendefinisikan hubungan keagenan (agency relationship) sebagai suatu kontrak di mana satu atau lebih individu (principals) menugaskan individu lainnya untuk melakukan suatu pekerjaan atas nama mereka yang melibatkan pendelegasian kekuasaan pengambilan keputusan Universitas Sumatera Utara kepada individu lainnya (agent) tersebut. Jensen dan Meckling membangun teori ini dengan berdasarkan pada beberapa asumsi antara lain prinsipal yang rasional, agen yang berorientasi pada kepentingan sendiri (oportunis), informasi asimetri dan penanggungan risiko. Fokus teori ini yaitu menentukan bentuk kontrak yang paling efisien yang mengatur hubungan prinsipal-agen dengan berbagai asumsi mengenai orang, organisasi dan informasi tertentu. Dalam dunia nyata, informasi tersebut bersifat asimetri dan fenomena ini membawa permasalahan mendasar dalam sistem keuangan, yaitu pilihan yang tidak wajar dan moral hazard. Dalam situasi informasi asimetri, agen mempunyai keunggulan atas informasi dibandingkan dengan informasi yang tersedia kepada prinsipal. Perbedaan informasi ini, bersama dengan kepentingan yang berbeda dapat memicu perilaku agen yang menguntungkan bagi dirinya sendiri tetapi merugikan bagi prinsipal. Dalam hubungannya dengan pilihan hutang atau ekuitas, masalah informasi asimetri dan kepentingan yang berbeda tersebut mempunyai peranan yang penting dalam usaha agen mencapai tujuan perusahaan. Informasi asimetri dapat bersifat ex ante dan ex post. Informasi asimetri ex ante merupakan masalah informasi asimetri yang terjadi sebelum timbulnya transaksi, contohnya ketika suatu perusahaan yang mempunyai potensi risiko kredit yang tidak bagus berusaha untuk mencari pinjaman, maka mereka akan cenderung memilih pihak-pihak yang paling mungkin menghasilkan hasil yang tidak diinginkan (adverse). Situasi ini (adverse selection) sering disebut sebagai masalah informasi yang tersembunyi (hidden information problem). Universitas Sumatera Utara Informasi asimetri ex post dapat dijelaskan dengan model moral hazard. Moral hazard mengarah pada konsekuensi etis yang timbul akibat tindakan para agen ekonomi yang memaksimumkan kepentingan mereka namun dengan mengorbankan pihak lain, juga termasuk konsekuensi etis yang timbul akibat tindakan para agen ekonomi di mana mereka tidak dapat menikmati keuntungan dari tindakan mereka karena adanya faktor ketidakpastian. Moral hazard terjadi setelah timbulnya transaksi. Pihak yang meminjamkan (lender) menghadapi suatu risiko (hazard) ketika pihak peminjam (borrower) berinsentif untuk terlibat dalam kegiatan yang tidak diinginkan (immoral) dari sudut pandang pihak yang meminjamkan, yaitu tindakan yang menyebabkan semakin kecilnya kemungkinan dana yang dipinjamkan tersebut akan dapat dikembalikan. Moral hazard merupakan masalah tindakan yang tersembunyi (hidden action problem). 2.1.3.1. Konflik antara pemegang hutang (debtholders) dengan pemegang saham (shareholders) Konflik antara pemegang saham dan pemegang hutang disebabkan karena adanya perbedaan sikap dalam menghadapi risiko antara kedua belah pihak tersebut (Choi, 1992). Pemegang saham dapat mengambil keputusan yang akan memindahkan kekayaan dari pemegang hutang kepada mereka (de Jong, 1999; Jensen dan Smith, 1985). Konflik yang potensial timbul dapat berupa: a. Asset substitution-risk shifting. Hipotesis ini menyatakan bahwa pemegang saham mempunyai kelebihan untuk memanfaatkan (mengeksploitasi) pemegang hutang pada saat hutang tersebut diterbitkan. Dalam hal ini, perusahaan akan Universitas Sumatera Utara mengganti proyek yang sedang berjalan dengan proyek yang berisiko lebih tinggi (Jensen dan Meckling, 1976). Karena risiko proyek tersebut akan ditanggung oleh pemegang hutang, kekayaan akan berpindah dari pemegang hutang kepada pemegang saham, sehingga nilai dari ekuitas pemegang saham akan meningkat sedangkan nilai klaim pemegang hutang akan berkurang (Jensen dan Smith, 1985). b. Under-investment. Myers (1977) menyatakan bahwa masalah under-investment timbul pada saat pemegang saham mempunyai kecenderungan untuk menghindari proyek aman yang ber-net present value positif. Tidak ada insentif menyumbangkan modal baru untuk memulai proyek baru, walaupun proyek baru tersebut akan meningkatkan kinerja perusahaan. Situasi ini timbul pada saat keadaan kesulitan (distress), di mana beban hutang yang berlebih menyebabkan pemegang saham melewatkan kesempatan pertumbuhan (de Jong, 1999). 2.1.3.2. Konflik antara pemegang saham (shareholders) dengan manajer Jensen dan Meckling (1976) memperkenalkan konflik antara pemegang saham dengan manajemen yang timbul akibat adanya pemisahan kepemilikan dan kendali. Jika manajer memegang kurang dari 100% klaim residual, konflik tersebut akan terjadi, dikarenakan para manajer tidak mendapatkan keseluruhan keuntungan dari aktivitas pemaksimuman laba, tetapi mereka menanggung keseluruhan biaya yang timbul dari aktivitas tersebut. Universitas Sumatera Utara Manajer dapat melakukan tindakan yang kurang menjaga sumber daya perusahaan, dan dapat memindahkan sumber daya perusahaan tersebut untuk keuntungan pribadinya, menikmati fasilitas yang lebih yang akhirnya menyebabkan ketidakefisienan manajemen. Ketidakefisienan ini dapat dikurangi dengan menggunakan pembiayaan hutang (Jensen, 1986). Menurut hipotesis over-investment, manajer cenderung untuk memaksa perusahaan tumbuh di luar ukuran optimalnya dan menerima proyek yang bernilai negatif bagi perusahaan. Jensen berargumen bahwa over-investment tersebut diperburuk dengan berlebihnya arus kas bebas dan sedikitnya kesempatan pertumbuhan. Terdapat beberapa alternatif untuk mengendalikan perilaku overinvesment tersebut, antara lain: a. Menerbitkan hutang dapat mengurangi masalah over-investment. Jensen (1986) menyebut sifat non-discretionary ini sebagai peranan pendisiplinan dari hutang. b. Membuat ketergantungan antara penghasilan manajer dengan kinerja perusahaan. Hal ini dapat dicapai melalui kepemilikan manajerial atau rencana option, atau dengan suatu skema kompensasi. c. Mekanisme kontrol perusahaan secara internal dan eksternal dapat mengurangi over-investment. Mekanisme kontrol internal termasuk pengawasan oleh dewan, pemegang saham utama, atau bank. Contoh mekanisme kontrol eksternal yaitu market kontrol perusahaan yang dicirikan dengan pengambilalihan secara paksa (hostile takeover). Universitas Sumatera Utara Menurut studi sebelumnya, konflik antara pemegang saham dan manajer terdiri dari 2 jenis masalah, yaitu masalah over-investment dalam bentuk melibatkan diri dalam hutang (self imposed debt) dan masalah over-investment dalam bentuk penghindaran hutang (debt avoidance). Masalah over-investment ini diprediksikan lebih banyak dihadapi oleh perusahaan yang mengalami kekurangan kesempatan pertumbuhan. Dalam masalah over-investment melibatkan diri dalam hutang (self imposed debt), manajer secara sukarela menerbitkan hutang yang bertujuan untuk mengikatkan diri mereka dan mengurangi biaya yang timbul akibat konflik keagenan (Jensen, 1986), sedangkan dalam masalah over-investment penghindaran hutang (debt avoidance) manajer berusaha untuk menghindari hutang tersebut (Zwiebel, 1996). 2.2. Review Penelitian Terdahulu Berbagai penelitian terdahulu yang telah menganalisis hubungan antara variabel kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, risiko, kebijakan hutang dan kebijakan dividen beserta temuan empiris dari masing-masing penelitian adalah sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1. Rangkuman Penelitian Terdahulu Peneliti Judul Penelitian Variabel Chen dan Steiner (1999) Managerial ownership and agency conflicts: A nonlinear simultaneous equation analysis of managerial ownership, risk taking, debt policy, and dividend policy Bathala, Moon, dan Rao (1994) Managerial ownership, debt policy, and the impact of institutional holdings: An agency perspective Kim, Rhim, dan Friesner (2007) Interrelationship among capital structure, dividends, and ownership: Evidence from South Korea Kepemilikan saham oleh pihak manajer Risiko Rasio long term debt terhadap nilai pasar ekuitas Rasio dividen terhadap pendapatan operasi Kepemilikan saham oleh pihak manajer Rasio long term debt terhadap nilai pasar ekuitas Kepemilikan saham oleh institusional Kepemilikan saham oleh pihak internal Rasio total hutang terhadap nilai buku total aktiva Rasio dividen kas terhadap laba operasi Model Analisis Nonlinear two-stage least squares Two-stage least squares (2-SLS) Three-stage least squares (3-SLS) Hasil Penelitian Terdapat hubungan saling mempengaruhi antara variabel kepemilikan manajerial, risiko, kebijakan hutang, dan kebijakan dividen. Kepemilikan oleh investor institusional merupakan agen monitoring yang efektif dan membantu dalam mengurangi agency cost. Kepemilikan manajerial dan kebijakan hutang merupakan variabel yang saling substitusi dalam kerangka teori keagenan. Kebijakan hutang dan struktur kepemilikan mempunyai akibat yang positif terhadap kebijakan dividen. Kebijakan hutang dan dividen secara bersamaan berhubungan positif terhadap struktur kepemilikan. 44 Universitas Sumatera Utara Lanjutan Tabel 2.1 Judul Penelitian Jensen, Solberg, Simultaneous dan Zorn (1992) determination of insider ownership, debt, and dividend policies Peneliti Chaganti dan Damanpour (1991) Institutional ownership, capital structure, and firm performance Variabel Model Analisis Hasil Penelitian Kepemilikan saham oleh pihak internal Rasio long term debt terhadap nilai buku total aktiva Rasio dividen terhadap laba operasi Three-stage least squares (3-SLS) Kepemilikan saham oleh institusi eksternal Kepemilikan saham oleh eksekutif perusahaan Kepemilikan saham oleh anggota keluarga Kepemilikan saham oleh institusi internal Rasio long term debt terhadap modal Return on assets (ROA) Return on equity (ROE) Price-earnings ratio (P-E ratio) Total return saham Analisis regressi berganda (multipe regression) Hasil penelitian mendukung pernyataan bahwa keputusan keuangan dan tingkat kepemilikan internal adalah saling tergantung satu sama lain (interdependent). Tingkat kepemilikan internal berpengaruh negatif terhadap tingkat hutang dan dividen perusahaan. Hasil penelitian menemukan bahwa gabungan antara pihak internal dan eksternal perusahaan berinteraksi satu dengan lainnya untuk mempengaruhi tindakan perusahaan. Universitas Sumatera Utara Lanjutan Tabel 2.1 Peneliti Judul Penelitian Crutchley dan Hansen (1989) A test of agency theory of managerial ownership, corporate leverage, and corporate dividends Dutta (1999) Managerial ownership, dividend, and debt policy in the US banking industry Variabel Model Analisis Ordinary least squares (OLS) Kepemilikan saham oleh pegawai dan direksi Rasio long term debt terhadap nilai pasar saham yang dimiliki oleh pihak eksternal (nonmanagers) Rasio total dividen kas saham biasa terhadap nilai pasar saham yang dimiliki oleh pihak eksternal (nonmanagers) Kepemilikan Two-stage saham oleh least squares manajer dan (2-SLS) direksi Dividen per saham Rasio total hutang terhadap total aktiva Hasil Penelitian Hasil penelitian mengindikasikan bahwa manajer mensubstitusi antara 3 kebijakan (kepemilikan manajerial, kebijakan hutang dan kebijakan dividen), dan mengambil keunggulan atas trade-off antara cost dan benefit dari ketiga kebijakan tersebut yang mengurangi agency cost. Hubungan antara kebijakan hutang dengan kepemilikan internal adalah tidak signifikan dikarenakan adanya peraturan yang mengikat perusahaan perbankan. Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang kuat antara kepemilikan internal dengan dividen. Universitas Sumatera Utara Lanjutan Tabel 2.1 Peneliti Fitri (2003) Judul Penelitian Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, risiko, kebijakan hutang dan kebijakan dividen: Analisis persamaan simultan Variabel Kepemilikan manajerial Kepemilikan inslitusional Risiko Kebijakan hutang Kebijakan dividen Model Analisis Two-stage least squares (2-SLS) Hasil Penelitian 1. Semakin tinggi kepemilikan institusional maka akan semakin meningkatkan pengawasan pihak eksternal terhadap perusahaan. 2. Pengaruh kebijakan hutang terhadap kepemilikan manajerial adalah negatif. 3. Hubungan antara kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional adalah negatif. 4. Risiko mempunyai hubungan negatif dan signifikan terhadap kepemilikan institusional. 5. Hasil penelitian Fitri dan Mamduh (2003) menunjukkan bahwa terdapat. 6. Hubungan yang negatif dan signifikan antara variabel kepemilikan institusional terhadap risiko. 7. Pengaruh dividen terhadap risiko adalah negatif. Universitas Sumatera Utara Lanjutan Tabel 2.1 Peneliti Judul Penelitian Variabel Putri dan Nasir (2006) Analisis persamaan simultan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, risiko, kebijakan hutang, dan kebijakan dividen dalam perspektif teori keagenan Kepemilikan saham oleh pihak manajerial Kepemilikan saham oleh institusional dan blockholders Risiko bisnis perusahaan Rasio total hutang terhadap total ekuitas Rasio pembayaran dividen Wahidahwati (2002) Pengaruh kepemilikan saham oleh pihak manajemen dan institusional ownership terhadap penggunaan hutang perusahan Kepemilikan Manajerial Rasio hutang Kepemilikan institusional Model Analisis Two-stage least squares (2-SLS) Two-stage least squares (2-SLS) Hasil Penelitian Kepemilikan institusional, risiko, kebijakan hutang, dan kebijakan dividen berpengaruh terhadap kepemilikan manajerial. Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap risiko. Kepemilikan manajerial dan risiko berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang. Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan risiko berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. Kehadiran kepemilikan institusional pada industri manufaktur mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap rasio hutang. Universitas Sumatera Utara Lanjutan Tabel 2.1 Peneliti Judul Penelitian Variabel Andriana (2004) Pengaruh insider ownership, institusional investor, dividen payment, dan firm growth terhadap kebijakan utang pada perusahaan manufaktur yan terdaftar di Bursa Efek Jakarta sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2002 Insider Ownership Institusional Investor Dividen Payment, Firm growth Model Analisis Two-stage least squares (2-SLS) Hasil Penelitian (1) Variabel insider ownership, institusional investor, dividend payment, dan firm growth mempunyai pengaruh secara simultan terhadap kebijakan hutang perusahaan; (2) Variabel insider ownership tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap kebijakan utang perusahaan; (3) Variabel institusional investor memiliki pengaruh positif terhadap debt ratio; (4) Variabel dividend payment menunjukkan pengaruh yang negatif terhadap kebijakan utang secara signifikan; (5) Variabel firm growth memberikan pengaruh yang negatif terhadap kebijakan utang. Universitas Sumatera Utara