BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Industri fashion Fashion berasal dari bahasa inggris yang berarti mode, cara, gaya, model, dan kebiasaan (KBBI Online, 2015). Troxell dan Stone dalam buku mereka fashion merchandising mendefinisikan fashion sebagai gaya yang diterima dan digunakan oleh mayoritas anggota sebuah kelompok dalam satu periode tertentu. Sedangkan Solomon (2010) menekankan bahwa fashion merupakan proses social diffusion dimana terdapat sebuah gaya baru yang diadopsi oleh kelompok konsumen. Barnard (2007) dan Chaney (2008) menjelaskan bahwa perkembangan industri fashion berkembang dari jaman Medieval sampai dengan abad 20 dimana pada jaman ini semua model sangat terkesan sopan. Fashion dengan gaya Eropa klasik abad ke-16 terlihat memiliki baju yang besar dan tidak minimalis. Memasuki tahun 1910 hingga 1930, muncul fashion yang hingga kini pun masih digunakan yaitu dengan ciri pakaian sederhana dengan topi bundar bagi perempuan dan topi baret bagi laki-laki. Dimulai pada tahun 1920 dianggap sebagai tahun permulaan fashion kerena tahun ini merupakan awal kebangkitan kaum perempuan untuk mencapai kebebasan dan kemerdekaannya. Di dekade sebelumnya, pakaian ala Cinderella dengan rok super megar dengan pinggang ekstra ketat amat sangat menyiksa 17 kaum perempuan dan oleh karena itulah mulai tahun 1920-an baju tersebut ditinggalkan dengan inovasi baru yang muncul daridesainer dunia, seperti Coco Chanel yang menyuguhkan potongan, warna, serta gaya yang mementingkan karakter seorang perempuan. Memasuki tahun 1930-an, perkembangan fashion perlahan mulai melambat hingga memasuki perang dunia kedua pada tahun 1939 hingga tahun 1945. Pada tahun 1940 sampai dengan tahun 1950, yaitu pada masa Perang Dunia II dan Perang Dingin, pakaian yang berkerah bundar dan lebar dengan baju luaran mulai popular.Model pria masih sama dengan era fashion sebelumnya, yaitu sopan dengan topi dan jas. Jacky Musri, kepala divisi Consulting and ResearchMarkPlus&Co(2009) mengatakan bahwa orang cenderung ingin diakui jati dirinya untuk kepribadian tertentu, karena itu mereka cenderung untuk membentuk identitasnya sendiri dan kemudian berkumpul dengan kelompok yang selaras dengannya. Beberapa orang juga memilih untuk bergabung dengan apa yang sedang menjadi sebuah kecendrungan umum, dari sini muncul sebuah kebanggaan apabila mereka dapat berhasil masuk, karena mereka merasa telah fashionable atau menjadi modern karena selalu mengikuti mode. Gejala ini bahkan juga tercermin dari perilaku masyarakat pada tahun 1970 hingga pada tahun 1980, dengan terkenalnya artis Elvis Presley pada tahun 1970-an dan disusul oleh Madonna pada tahun 1980-an. Televisi juga ikut mengambil peran dalam perkembangan fashion secara global. Kemudian muncul pakaian bernuansa gothic dan pakaian berbahan denimseiringdengan populernya musik disko. Kemudian dari tahun 1990 hingga sekarang, masing-masing negara bagian memiliki peran tersendiri dalam menciptakan tren fashion dimana mereka memiliki persepsi yang berbeda dalam berekspresi dalam fashion yang menyebabkan fashion yang tercipta hampir menjadi tidak ada batasnya (Palupi, 2012) 2.2 Pengertian Mobile Mobile dapat diartikan sebagai perpindahan yang mudah dari satu tempat ke tempat yang lain, misalnya telepon mobile berarti sebuah terminal telepon yang dapat berpindah dengan mudah dari satu tempat ke tempat lain tanpa terjadi pemutusan atau terputusnya komunikasi. Dalam model bisnis ini kata mobile pada butik dapat didefinisikan sebagai butik yang dapat berpindah secara mudah dari suatu tempat ke tempat yang lain. 2.3 Butik Butik berasal dari bahasa Perancis, boutique yang berarti toko. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) butik adalah toko pakaian eksklusif yg menjual pakaian modern, yg sesuai dengan mode mutakhir, dengan segala kelengkapannya (terutama untuk wanita). Sejak tahun 1900-an butik sudah dikenal di Indonesia, khususnya di kota Bandung sekitar daerah Braga. Pada mulanya, jalan di daerah Braga hanyalah sebuah jalan kecil di depan pemukiman sehingga dinamakan Jalan Culik karena merupakan daerah yang cukup rawan. Jalan Braga menjadi ramai sejak banyaknya orang-orang berkebangsaan Belanda yang mendirikan toko-toko, bar, dan tempat hiburan di kawasan itu. Kemudian pada dasawarsa 1920-1930-an munculah konsep butikpakaian yang meniru model di kota Paris, Perancis yang saat itu merupakan kiblat model pakaian di dunia. Dibangunnya gedung Societeit Concordia yang digunakan untuk pertemuan para warga Bandung khususnya kalangan hartawan dan juga Hotel Savoy Homann di sekitar jalan ini juga meningkatkan keramaian di Jalan Braga sehingga membuat konsep butik ikut terkenal hingga saat ini. 2.4 Truk Truk merupakan sebuah kendaraan transportasi yang juga masuk kategori alat berat, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, truk adalah kendaraan dengan bak besar di belakang yang biasa digunakan untuk mengangkut barang, tentu saja harus dengan spesifikasi tertentu agar benar-benar dapat digunakan untuk mengangkut barang yang besar dan berat. Truk harus memenuhi persyaratan dalam rancang bangun sesuai dengan sertifikat rancang bangunnya. Hal ini diatur dengan mempertimbangkan masalah keselamatan baik pengendara, barang yang dibawa maupun sesama pengendara di jalan raya. Truk sebagai alat angkut memiliki daya angkut maksimal yang diijinkan. Daya angkut setiap truk dipertimbangkan berdasarkan beberapa variabel antara lain kekuatan ban, jumlah ban, muatan sumbu, jumlah sumbu dan daya dukung jalan. Maka jika daya dukung jalan sebuah truk memungkinkan, maka daya angkut maksimal truk semakin bertambah sesuai dengan jumlah sumbu. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin banyak jumlah sumbunya, semakin besar pula daya angkutnya. Transportasi memberi pengaruh yang besar terhadap kinerja logistik karena merupakan sumber daya terpenting dalam sistem pendistribusian (Bowersox, et al., 2010). Sebagai alat transportasi, truk dianggap lebih ekonomis dan efisien dalam memindahkan barang dari satu tempat ke tempat yang lain. Adapaun jenis truk yang terdapat di Indonesia ialah truk tangki, truk boks, truk tronton, dan truk peti kemas. 2.5 Analisis Bisnis 2.5.1 Analisis SWOT Analisis SWOT menurut Rangkuti (2009) adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis sebagai dasar perencanaan untuk merumuskan strategi perusahaan di masa depannya. Analisis ini terbagi menjadi dua bagian yaitu analisis lingkungan eksternal yang terdiri dari peluang dan ancaman serta analisis lingkungan internal yaitu kekuatan dan kelemahan. Berikut uraian faktor dari analisis SWOT; a. Kekuatan (Strength) Suatu keunggulan sumber daya yang relatif terhadap pesaing dan kebutuhan dari pasar yang dilayani atau hendak dilayani oleh perusahaan, baik itu merupakan manajemen yang baik, sumber daya manusia yang berkualitas, ataupun dari hasil produk dan jasa yang ditawarkan. b. Kelemahan (Weakness) Merupakan faktor keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya, keterampilan, dan kemampuan yang secara serius menghalangi kinerja efektif perusahaan. c. Peluang (Opportunity) Suatu kesempatan dimana perusahaan dapat beroperasi secara lebih menguntungkan dibandingkan dengan kompetitor lain. d. Ancaman (Threat) Faktor penghambat yang berupa ancaman–ancaman dari luar seperti pemerintah, kompetitor, dan perusahaan pendatang baru, yang dapat menggangu perkembangan suatu bisnis. 2.5.2 Analisis PEST Menurut Clulow(2005), PEST analysis adalah susunan dari faktor-faktor makro ekonomi yang berpengaruh terhadap suatu lingkungan bisnis. Buchanan dan Gibb (1998) mengasumsikan bahwa tidak ada rencana bisnis yang dapat berjalan dengan baik tanpa memiliki pengetahuan yang cukup atas faktor-faktor makro ekonomi yang terjadi di lingkungan bisnisnya. Analisis PEST digunakan untuk menganalisa rencana bisnis dari sisi external environment yang meliputi 4 faktor yaitu Politik, Ekonomi, Sosial, dan Teknologi (PEST). Gambar 2.1 Analisis PEST a. Politik Banyak perubahan dalam nilai-nilai kehidupan masyarakat bermuara dengan munculnya hukum dan peraturan-peraturan baru, inilah dimana politik dan hukum bersinggungan dengan sosial budaya. Dewasa ini, peraturan-peraturan dalam dunia bisnis, termasuk untuk personal selling, bertambah cukup signifikan dalam segala level pemerintahan (Kotler dan Armstrong, 2010). Peraturan-peraturan tersebut dalam dikategorikan menjadi; (1) antritrust, (2) consumer protection, dan (3) equal employment opportunity. b. Ekonomi Seseorang tidak akan dapat membeli sebuah produk kecuali ia memiliki uang. Kondisi keuangan masyarakat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi negaranya. Kondisi ekonomi ini harus dianalisa untuk menentukan market opportunity yang ada dan proyeksi penjualan. c. Sosial Perkembangan pasar konsumen tentu tidak bisa lepas dari faktor trend dan taste.Perusahaan akan menciptakan produk yang sesuai dengan permintaan konsumen tersebut. Di United States, bahkan meningkatnya waktu konsumen untuk waktu rekreasi pun dapat mempengaruhi cara penjualan (Kotler dan Armstrong, 2010). Sisi sosial ini juga berhubungan dengan ethical issues. Masalah ethical issues dapat berujung pada munculnya peraturan baru dalam bidang marketing, seperti adanya peraturan-peraturan dalam promosi sehingga tidak merugikan konsumen. d. Teknologi Tidak dapat dipungkiri dewasa ini semua aspek kehidupan didominasi oleh perkembangan teknologi yang semakin pesat. Bahkan teknologi saat ini dimanfaatkan dalam aktifitas penjualan dan memiliki pengaruh signifikan. Dengan teknologi, penjualan faceto face dapat digantikan dalam telemarketing, teleconference, ataupun laptop dengan berbelanja di online shop yang sudah banyak menjamur di dunia maya (Kotler dan Armstrong, 2010). 2.5.3 Analisis Porter Analisis Portermengindikasi faktor-faktor yang menyebabkan intensitas kompetisi dan attractiveness dari suatu industri. Berbeda dari analisis PEST, analisis Portermenganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi sebuah lingkungan bisnis berdasarkan faktor-faktor mikro ekonomi. Analisisnya berfokus pada bagaimana industri tersebut dapat memeberikan layananannya terhadap konsumen dan mendapatkan keuntungan. Michael Porter mengidentifikasi 5 (lima) faktor yang mempengaruhi kompetisi di dalam sebuah industri. Gambar 2.2Model Porter’s 5 Forces a. Intensity of Rivalry within the Industries Faktor ini menjelaskan seberapa ketat persaingan yang ada dalam sebuah industri. Industri dengan intensitas kompetisi yang kuat kebanyakan akan menghasilkan keuntungan yang lebih kecil karena cost of competition yang tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti adanya produk substitusi, adanya bargaining power yang tinggi dengan customers dan suppliers, serta munculnya produk-produk baru yang sejenis. b. Threat of New Entrants Pendatang baru akan tertarik terhadap suatu industri yang sudah ada karena melihat kesuksesan bisnis yang lebih dulu dan prospek yang dimilikinya. Masuknya pendatang baru dalam suatu industri juga dipengaruhi oleh tingginya entry barriers yang dimiliki industri tersebut. Menurut Hamilton dan Webster (2009), ada 4 jenis entry barriers dalam sebuah industri : • Absolute cost barriers. Ini adalah keuntungan yang dimiliki oleh pebisnis eksisting karena sudah lebih dulu berada di dalam suatu industri. • Legal barriers. Hambatan dari sisi hukum atau peraturan yang sulit diatasi ataupun mahal untuk dipenuhi. • Product differentiation. Jika suatu produk dapat meyakinkan konsumen bahwa ia berbeda dan unik, maka industrinya akan sulit dimasuki pendatang baru. • Economies of scale. Jika sunk cost suatu produk cukup besar, maka unit cost setiap produk akan relatif kecil. Maka pendatang baru harus dapat menawarkan harga yang kompetitif jika ingin bersaing di industri tersebut. Untuk pendatang baru, pebisnis akan mencari industri dengan entry barriers yang relatif rendah. c. Threat of Substitute Products Sebuah produk dikatakan sebuah produk substitusi saat produk tersebut dapat memberikan barang atau layanan yang sama dengan value yang berbeda. Munculnya produk substitusi ini tergantung kepada kemudahan dan biaya yang dibutuhkan agar para konsumen mau memilih produk substitusi. d. Bargaining Power of Buyers Eratnya hubungan antara penjual dan konsumen dipengaruhi beberapa faktor (Hamilton dan Webster 2009): • Jumlah dan ukuran perusahaan. Jika perusahaan ada di dalam sebuah industri dengan sedikit perusahaan besar dengan pasar konsumen yang cukup banyak, maka industri ini tidak perlu takut untuk kehilangan salah satu konsumennya. • Tingkat ketergantungan konsumen pada suatu produk. Jika seorang konsumen mengalokasikan biaya cukup tinggi terhadap suatu produk, maka jika ada produk lain dengan harga lebih murah, konsumen tersebut akan lebih mudah berpindah ke produk lain. • The extent to product differentiation. Jika sebuah produk tidak memiliki differentiation yang cukup baik dibandingkan dengan kompetitornya, maka konsumennya akan lebih mudah untuk berpaling ke produk lain. • The ability of customers to integrate vertically. Penjual akan mengalami kerugian jika konsumennya dapat memproduksi produknya sendiri. e. Bargaining Power of Suppliers Posisi supplier dapat dianalisa dengan konsep yang sama denganbargaining power of buyers, namun kebalikannya. Jika dalam suatu industri terdapat sedikit perusahaan besar, maka kemungkinan untuk kenaikan harga, penurunan kualitas, dan berkurangnya diskon atau potongan harga pun akan meningkat 2.5.4 Blue Ocean Strategy Blue Ocean Strategy adalah strategi bisnis yang menerapkan penguasaan ruang pasar yang tidak diperebutkan (uncontested market space) sehingga membuat persaingan menjadi tidak relevan. Pasar yang tidak diperebutkan tersebut dianalogikan sebagai Blue Ocean dimana suatu organisasi bermain sendirian tanpa ada pesaing. Sebaliknya kondisi dimana ruang pasar saling diperebutkan oleh berbagai pihak dengan cara apapun seakanakan sampai berdarah-darah, maka kondisi ini dianalogikan sebagai Red Ocean. Konsep dasar dari Blue Ocean Strategy adalah value innovation, yaitu cara mengalihkan diri dari persaingan Red Ocean yang kompetitif menuju Blue Ocean yang tidak relevan lagi (Chand dan Mauborgne, 2005). Dalam usaha menciptakan inovasi, value dapat diterjemahkan dengan efisiensi biaya produksi dan menciptakan nilai lebih bagi konsumen. Untuk membantu menerjemahkan hal-hal apa saja dari faktorfaktor yang menentukan dalam industri dijelaskan dalam gambar dibawah: Gambar 2.3Blue Ocean O Frameework S Source: Bluee Ocean Straategy (Chan and Mauboorgne, 2005) 2.5.5 Analisis A Bussiness Modeel Canvas (99 Building Blocks) B AnalisisBusin A ness Modell Canvass (BMC) dikkenal juga dengan nam ma Analisa A 9buuilding blooks merupaakan konseep model bisnis yaang dikembangka d an oleh Alexxander Osterrwalder dan Yves Pigneuur. Business B Moodeladalah alat a konsep tual yang berisi b seperaangkat elem men yang y berhubuungan dan memungkink m kan mengekspresikan loggika bisnis dari sebuah s peruusahaan. Ini adalah desskripsi dari nilai sebuaah perusahaaan menawarkan m p d dan arsitekttur satu atauu beberapa segmen pelanggan perusahaan p dan jaringgan mitra untuk meembuat, peemasaran dan d memberikan m nilai dan modal hubbungan, unntuk menghasilkan alirran pendapatan yang menguntungkan dan berkelanjutan. (Osterwalder, Pigneur, danTucci, 2005). Sebuah business model dengan jelas mengartikulasikan "Dasar pemikiran bagaimana organisasi dalam menciptakan (create), memberikan (delivery) dan menangkap (capture) value-value yang ada (Osterwalder dan Pigneur, 2009). Gambar 2.4Business Model Canvassing (9 Building Blocks) Source: Business Model Generation, 2010 Elemen dalam Business Model Canvas mencakup: customer segment, value proposition, channel, customer relationship, revenue stream, key resources, key activities, key partnership, dan cost structure. Adapun 9 elemen yang terangkum dalam Business Model Canvass adalah sebagai berikut. a. Customer Segment Gambar 2.5Customer Segment Elemen pertama dalam bisnis model ini adalah customer segment. Dalam menjalankan roda bisnisnya, pertama-tama organisasi harus menetapkan siapa yang harus dilayani. Organisasi dapat menetapkan untuk melayani satu atau lebih segmennya. Penetapan segmen ini akan menentukan komponen-komponen lain dalam model bisnis. Customer Segmentmemungkinkan perusahaan untuk menargetkan kelompok tertentu pelanggan secara efektif dan mengalokasikan sumber daya pemasaran untuk efek dan dampak yang terbaik. Segmentasi tradisional berfokus pada identifikasi kelompok pelanggan berdasarkan demografi dan atribut seperti sikap dan profil psikologis. Segmentasi berbasis nilai, di sisi lain lebih melihat kelompok pelanggan dalam hal pendapatan yang mereka hasilkan,biaya membangun, dan mempertahankan hubungan dengan para pelanggan ( Jill Griffin, 2008). b. Value Proposition Gambar 2.6Value Proposition Elemen kedua adalah Value Proposition. Value proposition merupakan manfaat yang ditawarkan organisasi kepada segmen pasar yang dilayani. Keseluruhan gambaran produk atau jasa yang ditawarkan organisasi untuk memenuhi kebutuhan para customer dalam memenuhi kebutuhannya. Value proposition akan menentukan segmen pelanggan yang dipilih atau sebaliknya. Value proposition juga akan mempengaruhi komponen lain seperti channel dan customer relationship. Value Proposition mendefinisikan bagaimana item dari produk dan fitur layanan serta layanan pelengkap yang dikemas dan ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan (Kambil, Ginsberg dan Bloch, 1996). Menurut Finkelstein, Harvey, dan Lawton (2007), terdapat enam buah pilar utama dari Value Proposition yang dilihat konsumen dalam mempertimbangkan untuk memilih suatu produk layanan yang ditawarkan yaitu harga (price), fitur (features), kualitas (quality), dukungan (support), ketersediaan (availability), dan reputasi (reputation). Keenam pilar ini yang diharapkan akan menjadi pembeda suatu usaha dari para pesaingnya dan dapat menjadi panduan untuk strategi perusahaan kedepannya. Pendapat lain disampaikan oleh Osterwalder dan Pigneur (2010). Dalam bukunya mereka menguraikan bahwa terdapat 11 pilar utama untuk menciptakan Value Proposition dalam sebuah bisnis. Kesebelas pilar tersebut adalah sebagai berikut: • Newness Nilai ini terbentuk dari keinginan baru yang ditawarkan pada customer yang sebelumnya tidak dirasakan karena tidak ada tawaran yang serupa sebelumnya. Hal ini biasanya sering, namun tidak selalu berhubungan dengan teknologi. • Performance Value ini muncul pada saat melakukan kinerja secara optimal. Contoh dari value ini adalah delivery order yang dilakukan oleh Domino Pizza. Pada saat mereka mengirimkan pizza, proses pengiriman tersebut harus berlangsung sebelum 30 menit atau pizza tersebut akan menjadi gratis. • Customization Customization produk dan jasa kepada keinginan spesifik dari konsumen pun dapat melahirkan value. Dalam beberapa tahun terakhir konsep dari customization ini mendapat tempat tersendiri. Pendekataninimemungkinkan untuk menyesuaikanproduk danlayanan sambil masih mengambil keuntungan dariskala ekonomi. • Getting the Job Done Dengan pembelian produk atau jasa yang ditawarkan akan membantu customer dalam menyelesaikan sesuatu. • Design Desainmerupakan elemen pentingnamunsulit untuk diukur karena menawarkan nilai artistik lebih dari sekedar fungsional. Sebuah produkdapatmenonjolkarena desainyang unggul. Dalamindustrifashion danelektronik konsumen, desainmenjadi bagianyang sangat penting. • Brand Customer dapat menemukan nilai dalam tindakan sederhana menggunakan dan menampilkan merek tertentu. • Price Value Proposition ini dapat muncul apabila sebuah produk ditawarkan dengan harga bersaing atau sesuai dengan ciri customer segmennya. • Cost Reduction Value yang diperoleh dengan dengan membantu customer mengefisiensikan biaya. Contoh dari value ini adalah Software ERP yang dapat mengurangi biaya operasional customer. • Risk Reduction Menawarkan produk atau jasa yang meminimalkan resiko yang ditanggung oleh customer contohnya seperti pemberlakuan garansi. • Accessibility Membuatproduk danlayanan yang tersediauntuk pelangganyang sebelumnyatidak memilikiakses untukadalah cara lainuntuk menciptakan nilai. Hal inidapat hasil dariinovasimodel bisnis, teknologi yang baru, ataukombinasi keduanya • Convenience Value yang mempermudah customer untuk melakukan sesuatu. c. Channel Gambar 2.7Channel Elemen ketiga adalah Channel. Channel merupakan sarana bagi organisasi untuk menyampaikan value proposition kepada customer segment yang dilayani. Channel berfungsi dalam beberapa tahapan mulai dari customer sampai ke pelayanan purna jual. Dua elemen lain yang harus diperhitungkan secara cermat dalam model channel adalah value proposition dan customer segment. OsterwalderdanPigneur(2009) tahapyang membagi pentingdalam efektifdalambisnis. outlinemenjadi5 (lima ) merancangdanmemeliharachannelyang sama-sama pentinguntukusaha sosial, dan beberapapertanyaan lainnya yang diajukandalam sebuah proses. Tipe Channel terbagi menjadi: Sales force, Web sales, Own stores, Partner stores, Wholesaler, sedangkan kelompok Channel Phasesantara lain: Awareness, Evaluation, Purchase, Delivery, danAfter sales. Gambar 2.8Type of Channel d. Customer Relationship Gambar 2.9Customer Relationship Elemen keempat adalah Customer Relationship. Customer relationship yaitu cara organisasi menjalin ikatan atau hubungan dengan pelanggannya. Organisasi akan menjaga hubungan yang baik dengan semua pelanggannya, sehingga para pelanggan mendapatkan kepuasan dan kenyamanan dalam melakukan kegiatan bersama dengan organisasi dalam jangka waktu yang panjang. Shani dan Chalasani (1992) mendefinisikan customer relationship merupakan hubungan pemasaran sebagai upaya untuk meng-identifikasi, me-maintain, dan membangun jaringan dengankonsumen individu dan secara berkelanjutan, semakin memperkuatkan jaringan untuksaling menguntungkan kedua belah pihak, melalui interaksi pribadi dan nilainilai kontak yang ditambahkan selama periode panjang. e. Revenue Stream Gambar 2.10Revenue Stream Elemen kelima adalah Revenue Stream. Revenue stream merupakan komponen yang dianggap paling vital. Umumnya organisasi memperoleh pendapatan dari pelanggan. Meskipun demikian banyak organisasi bisa membuka aliran masuk pendapatan dari yang bukan pelanggan langsung. Pendapatan perusahaan dihasilkan dari setiap customer segment diwakili dalam revenue stream unsur model bisnis. Sebuah model bisnis dapat melibatkan dua jenis aliran pendapatan: pendapatan yang dihasilkan dari transaksi pembayaran pelanggan satu-waktu dan pendapatan berulang yang dihasilkan dari pembayaran berkelanjutan baik yang memberikan value proposition kepada customer atau memberikan dukungan pasca pembeliancustomer. Ada beberapa cara untuk menghasilkan revenue streamseperti penjualan aset, biaya pemakaian, biaya berlangganan, pinjaman, sewa-menyewa, perizinan, biaya broker dan iklan (Osterwarder dan Pigneur, 2009) f. Key Resources Gambar 2.11Key Resources Elemen keenam adalah Key Resources. Key resources adalah sumber daya milik organisasi yang digunakan untuk mewujudkan value proposition. Sumber daya umumnya berwujud manusia, teknologi, peralatan, channel maupun merk usaha. Setiap model bisnis memerlukan aset atau key resources untuk membiarkan fungsi model. Sumber daya ini memungkinkan perusahaan untuk membuat dan menawarkan value proposition, mencapai market, menjagarelationship dengan customer segmentdan memperoleh pendapatan. Key resources utama dapat berupa fisik, keuangan, intelektual atau manusia. (Osterwalder dan Pigneur, 2009) g. Key Activities Gambar 2.12Key Activities Elemen ketujuh adalah Key Activities. Key Activities adalah kegiatan utama dalam organisasi yang dapat menciptakan value proposition. Setiap perusahaanharusmelakukan memenuhikebutuhan pelanggan. sejumlahkegiatanuntuk Kegiatanutama berhasil adalahkegiatan- kegiatanyangpaling pentingbagi perusahaandanmembiarkannyaberoperasi dengan sukses. Sepertisumber daya utamamereka diwajibkanuntuk membuat danmenawarkanvalue proposition, reach market, maintenance customer relationship, dan earn revenue.Key Activitiesberbeda-beda, tergantungpada jenismodel utamayangdiidentifikasi bisnis. Tigakategori utamadarikegiatan olehOsterwalderdanPigneur(2009) adalah :kegiatan produksi, pemecahan masalahactivities(contoh : pengembangan produk) dan platform/network activities(contoh : pemeliharaanCRM). h. Key Partnership Gambar 2.13Key Partnership Elemen kedelapan adalah Key Partnership. Key partnership merupakan sumber daya yang diperlukan oleh organisasi untuk mewujudkan value proposition, tetapi tidak dimiliki oleh organisasi tersebut. Pemanfaatan key partnership oleh perusahaan dapat berbentuk supppier, distributor, outsourcing, joint venture, joint operation, atau aliansi strategis lainnya. Key Partnershipmembentuk jaringan suppliers yang membuat model bisnis kerja. Perusahaan menjalin partnership untuk suatu alasan dan partnership menjadi landasan banyak model bisnis. Perusahaan menciptakan aliansi untuk mengoptimalkan model bisnis mereka, mengurangi risiko, atau memperoleh sumber daya. Empat perbedaan jenis dari partnership yang dapat dibedakan antara lain : aliansi strategis antara non - pesaing, persaingan , kemitraan strategis antara pesaing, perusahaan patungan untuk mengembangkan bisnis baru dan hubungan supplierspembeli untuk menjamin pasokan yang dapat diandalkan. Umumnya ada alasan untuk menciptakan kemitraan: optimasi dan skala ekonomi, pengurangan risiko dan ketidakpastian dan akuisisi sumber daya tertentu dan kegiatan (Osterwalder and Pigneur, 2009). i. Cost Structure Gambar 2.14Cost Structure Elemen terakhir adalah Cost Structure. Cost structure adalah komposisi biaya untuk mengoperasikan organisasi dalam mewujudkan value proposition yang diberikan kepada pelanggan. Struktur biaya yang efisien, menjadi kunci besarnya laba yang diperoleh organisasi. Elemencost structure menjelaskan semua biaya yang diperlukan untuk mengoperasikan model bisnis. Menciptakan dan memberikan nilai, mempertahankan hubungan pelanggan dan menghasilkan pendapatan semua dikenakan biaya. Biaya tersebut dapat dihitung relatif mudah setelah mendefinisikan key resources, key activitie sdan customer relationship. Cost Structure dapat memiliki karakteristik sebagai berikut yaitu : biaya tetap, biaya variabel, skala ekonomi dan lingkup ekonomi(OsterwarderdanPigneur, 2009). 2.6 Perencanaan Keuangan Dalam menjalankan bisnis, diperlukan sebuah perencanaan dan perkiraan keuangan yang handal agar perusahaan dapat bertahan dan terus berkembang. Perencanaan tersebut haruslah menggambarkan kondisi keuangan perusahaan secara akurat. Terdapat tiga laporan keuangan dasar yang harus ditampilkan dalam perencanaan bisnis. Tiga laporan keuangan dasar keuangan yang dibutuhkan adalah sebagai berikut: a. Balance Sheet Laporan neraca memproyeksikan bagaimana kondisi finansial dari perusahaan pada suatu waktu tertentu dimasa yang akan datang. Laporan neracaberisi rincian dari aset yang dibutuhkan perusahaan dan bagaimana aset itu akan dibiayai oleh kewajiban dan ekuitas. b. Income Statement Laporan laba rugi mengilustrasikan laba dan rugi dari suatu perusahaan pada suatu periode tertentu. c. Statement of Cashflow Laporan arus kas merupakan laporan yang sangat penting dalam membuat sebuah bisnis baru, karena laporan ini menetapkan jumlah arus kas masuk dan arus kas yang keluar yang diharapkan. Perkiraan arus kas akan memberikan tingkat dari proyeksi penjualan dan modal usaha untuk suatu periode tertentu. Selain itu perkiraan arus kas akan memperlihatkan kebutuhan serta waktu yang dibutuhkan untuk pembiayaan tambahan dan akan menunjukkan berapa besar modal usaha yang dibutuhkan dalam menjalankan bisnis. Pembiayaan yang dibutuhkan bisa didapat dari beberapa sumber yaitu pendanaan ekuitas, pinjaman dari bank, kredit jangka pendek dari bank, ataupun sumber pendanaan pribadi. 2.7 Analisis Kelayakan Usaha Analisis kelayakan usaha digunakan untuk mengukur nilai uang atau tingkat pengembalian dari investasi yang ditanamkan dalam suatu usaha pada masa yang akan datang. Hal ini sangat penting dilakukan sebelum mengimplementasikan sebuah investasi karena investasi sering mempertaruhkan dana yang cukup tinggi. Dengan melakukan berbagai macam analisis tersebut akan diketahui faktor-faktor resiko apa saja yang dihadapi dan mengetahui kelayakan suatu rencana investasi. Beberapa metode analisis yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Net Present Value (NPV) NPV menurut Kimmel, Weygandt, dan Kieso (2011) merupakan selisih antara nilai investasi dimasa sekarang (present value) dengan proyeksi penghasilan bersih (net income) masa yang akan datang yang diharapkan. NPV dapat dirumuskan sebagai berikut Kriteria yang dipergunakan dalam penilaian NPV adalah sebagai berikut: 1. Jika NPV = 0 (nol), maka hasil investasi usaha akan sama dengan tingkat bunga yang dipakai dalam analisis, atau dengan kata lain usaha tersebut tidak menguntungkan maupun merugikan. 2. Jika NPV = - (negatif) maka hasil investasi usaha akan lebih rendah dari tingkat bunga yang dipakai dalam analisis, atau dengan kata lain usaha tersebut tidak menguntungka. 3. Jika NPV = + (positif) maka hasil investasi usaha akan lebih tinggi dari tingkat bunga yang dipakai dalam analisis, atau dengan kata lain usaha tersebut menguntungkan. Kelemahan utama dari metode NPV ini adalah bahwa ia tidak menganalisis pemilihan usaha-usaha dengan jumlah investasi yang berbeda. 2. Internal Rate of Return (IRR) Metode Internal Rate of Return didefinisikan sebagai besarnya suku bunga yang sama dengan nilai sekarang (present value) dari hasil investasi dengan penghasilan bersih yang diharapkan selama usaha berjalan. Sebagai acuan baik tidaknya IRR biasanya adalah suku bunga pinjaman bank yang sedang berlaku, atau suku bunga deposito jika usaha tersebut dibiayai sendiri. Rumusan IRR dapat dijabarkan sebagai berikut: Perhitungan IRR secara manual cukup kompleks karena harus menggunakan beberapa kali simulasi atau melakukan trial and error. 3. Payback Period Metode Payback Period merupakan alat ukur yang sangat sederhana, mudah dimengerti dan berfungsi sebagai tahapan paling awal bagi penilaian suatu investasi. Metode umum ini digunakan untuk pemilihan alternatif-alternatif usaha yang mempunyai resiko tinggi karena modal yang ditanamkan harus dikembalikan lagi secepat mungkin. Rumusan payback period dapat dijabarkan sebagai berikut: Kelemahan dari metode ini adalah metode ini tidak dapat menganalisa penghasilan usaha setelah modal mempertimbangkan nilai waktu uang. kembali dan metode ini tidak