Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Pemasaran
Pemasaran memegang peranan yang sangat penting dalam suatu usaha,
terlebih dalam kondisi persaingan yang semakin kompetitif seperti sekarang ini.
Maka fungsi pemasaran sangatlah penting untuk mengantisipasi adanya
persaingan dan perubahan pasar, untuk kemudian diadakan kebijaksanaan di
dalam
perusahaan
agar
terus
berusaha
memuaskan
pelanggan
secara
menguntungkan, efisien dan bertanggung jawab.
Pemasaran berhubungan dengan mengidentifikasi dan memenuhi
kebutuhan manusia dan masyarakat. Salah satu dari definisi pemasaran terpendek
adalah memenuhi kebutuhan secara menguntungkan.
Pengertian pemasaran menurut American Marketing Association (AMA)
yang dikutip oleh Kotler dan Keller (2012;6) yang diterjemahkan oleh Benyamin
Molan adalah sebagai berikut :
“Satu fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan,
mengomunikasikan dan menyerahkan nilai kepada pelanggan dan
mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan
organisasi dan para pemilik sahamnya”.
13
14
Sedangkan menurut Marketing Association of Australia and New
Zealand (MAANZ) yang dikutip oleh Buchari Alma (2009;3), memberikan
pengertian pemasaran sebagai berikut:
“Pemasaran
adalah
aktivitas
yang
memfasilitasi
dan
memperlancar suatu hubungan pertukaran yang saling memuaskan
melalui penciptaan, pendistribusian, promosi dan penentuan harga
dari barang, jasa dan ide”.
Berdasarkan
definisi-definisi
tersebut,
dapat
disimpulkan
bahwa
pemasaran merupakan suatu kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhan dan
keinginan melalui
proses
penciptaan, penawaran
dan pertukaran (nilai)
produk dengan yang lain, dimana dalam pemasaran ini kegiatan bisnis dirancang
untuk mendistribusikan barang-barang dari produsen kepada konsumen untuk
mencapai sasaran serta tujuan organisasi.
2.2
Pengertian Jasa
Jasa terkadang cukup sulit dibedakan secara khusus dengan barang. Hal
ini disebabkan pembelian suatu barang kerap kali disertai jasa-jasa tertentu dan
begitu pula sebaliknya dengan pembelian jasa yang sering melibatkan barangbarang tertentu untuk melengkapinya. Untuk memahami hal ini, kita perlu
membahas pengertian, karakteristik dan klasifikasi jasa.
Jasa (service) menurut Kotler dan Keller (2012;214):
“any act or performance that one party can offer another that is
essensially intangible and does not result in the ownership of anything.
It’s production may or not be tied to a physical product. “
15
Kotler mendefinisikan jasa adalah setiap aktifitas, manfaat atau
performance yang ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lain yang bersifat
intangible dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan apapun dimana
dalam produksinya dapat terikat maupun tidak dengan produk fisik.
Sedangkan Lovelock (2007;5) mendefinisikan terhadap arti jasa:
“A service is an act or performance offered by one party to another.
Although the process may be tied to aphsycal product, the performance
assentially intangible and does not normally result in ownership of any
of the factors of production.”
Berdasarkan definisi-definisi diatas terlihat perbedaan yang cukup jelas
antara produk yang berupa jasa dengan produk yang berupa barang. Jasa
merupakan serangkaian tindakan atau aktivitas yang ditawarkan oleh suatu pihak
kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud, dapat memberikan nilai
tambah tanpa menyebabkan perubahan kepemilikan (transfer of ownership)
walaupun dalam
mendukungnya.
produksinya, jasa dapat
melibatkan produk fisik untuk
16
2.2.1
Karakteristik Jasa
Karakteristik jasa adalah suatu sifat dari jasa yang ditawarkan oleh suatu
pihak kepada pihak lain yang berfungsi untuk membedakan dengan produk
barang.
Menurut Kotler dan Armstrong (2012;223) menerangkan empat karakteristik
jasa sebagai berikut:
1. Tidak berwujud (intangibility)
Jasa bersifat abstak dan tidak berwujud. Tidak seperti halnya produk
fisik, jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar, dicium sebelum
jasa itu dibeli. Untuk mengurangi ketidakpastian tersebut, maka para
calon pembeli akan mencari tanda atau bukti dari mutu jasa. Konsumen
mencari bukti kualitas pelayanan jasa berdasarkan enam hal berikut ini:
a. Tempat (place)
Tempat
yang
mendukung
seperti
kebersihan
yang
terjaga,
kenyamanan untuk konsumen, dan suasana yang mendukung.
b. Orang (people)
Orang yang menangani mampu melaksanakan tugas dengan baik.
Sudah terlatih, cepat dalam menangani masalah dan lain-lain.
c. Peralatan (equipment)
Peralatan penunjang seperti komputer, meja, mesin fax dan lain
sebagainya.
d. Komunikasi material (communication material)
Bukti-bukti berupa teks tertulis dan foto, misalnya kontrak atau hasil
jadi dalam foto.
17
e. Simbol (symbol)
Nama dan symbol pemberi jasa mencerminkan kemampuan dan
kelebihannya dalam melayani konsumen.
f. Harga (price)
Harga yang masuk akal dan dapat pula dipadukan dengan berbagai
macam promosi penjualan, seperti bonus, diskon dan lain-lain.
2. Bervariasi (variability)
Jasa bersifat nonstandard dan sangat variable. Berbeda dengan kualitas
produk fisik yang sudah terstandar, kualitas pelayanan jasa bergantung
pada siapa penyedianya, kapan, dimana, dan bagaimana jasa itu
diberikan. Oleh karena itu jasa sangat bervariasi dan berbeda satu
dengan lainnya.
3. Tidak dapat dipisahkan (inseparability)
Jasa umumnya diproduksi dan dikonsumsi pada waktu yang bersamaan
dengan partisipasi konsumen di dalamnya.
4. Tidak dapat disimpan (pershability)
Jasa tidak mungkin disimpan dalam bentuk persediaan. Nilai jasa hanya
ada pada saat jasa tersebut diproduksi dan langsung diterima oleh si
penerimanya. Karakteristik seperti ini berbeda dengan barang berwujud
yang dapat diproduksi terlebih dahulu, disimpan dan dipergunakan lain
waktu.
18
2.2.2
Klasifikasi Jasa
Klasifikasi jasa menurut Lovelock(2007:12), terdapat tujuh kriteria
sebagai berikut :
1. Segmen Pasar
Berdasarkan segmen pasar, jasa dapat dibedakan menjadi jasa kepada
konsumen akhir (misalnya taksi, asuransi jiwa, dan pendidikan) dan
jasa kepada konsumen organisasional (misalnya jasa akuntansi dan
perpajakan, jasa konsultasi manajemen, dan jasa konsultasi hukum).
2. Tingkat Keberwujudan (Tangibility)
Kriteria ini berhubungan dengan tingkat keterlibatan produk fisik dan
konsumen. Berdasarkan kriteria ini, jasa dapat dibedakan menjadi tiga
macam, yaitu :
a. Rented Goods Service
Dalam jenis ini konsumen menyewa dan menggunakan produkproduk tertentu berdasarkan tarif selama waktu tertentu pula.
Konsumen hanya dapat menggunakan produk tersebut, karena
kepemilikannya
tetap
berada
pada
pihak
perusahaan
yang
menyewakan. Contohnya penyewaan mobil, kaset video, vila dan
apartement.
b. Owned Goods Service
Pada Owned goods service, produk-produk yang dimiliki konsumen
direparasi, dikembangkan atau ditingkatkan (untuk kerja), atau
19
dipelihara/dirawat oleh perusahaan jasa, contohnya jasa reparasi
(arloji, mobil dan lain-lain).
c. Non Goods Service
Karakteristik khusus pada jenis ini adalah jasa personal bersifat
intangible (tidak berwujud) ditawarkan kepada para pelanggan
contohnya sopir, dosen, pemandu wisata, dan lain-lain.
3. Keterampilan Penyedia Jasa
Berdasarkan tingkat keterampilan penyedia jasa, jasa terdiri atas
profesional service (misalnya konsultan manajemen, konsultan hukum,
konsultan pajak) dan non profesional (misalnya sopir taksi, penjaga
malam).
4. Tujuan Organisasi Jasa
Berdasarkan tujuan organisasi, jasa dapat dibagi menjadi commercial
service atau profit service (misalnya bank, penerbangan) dan nonprofit (misalnya sekolah, yayasan, panti asuhan, perpustakaan dan
museum).
5. Regulasi
Dari
aspek
regulasi, jasa dapat dibagi menjadi regulated service
(misalnya pialang, angkutan umum dan perbankan) dan non-regulated
service (seperti katering dan pengecetan rumah).
6. Tingkat Intensitas Karyawan
Berdasarkan tingkat intensitas karyawan (keterlibatan tenaga kerja),
jasa dapat dikelompokan menjadi dua macam, yaitu equipment-based
20
service (seperti cuci mobil otomatis, ATM (automatic teller machine)
dan poeple-based service (seperti satpam, jasa akuntansi dan kosultan
hukum).
7. Tingkat Kontak Penyedia Jasa dan Pelanggan
Berdasarkan tingkat kontak ini, secara umum jasa dapat dibagi menjadi
high-contact service (misalnya bank, dan dokter) dan low-contact service
(misalnya bioskop). Pada jasa yang tingkat kontak dengan pelanggannya
tinggi, kecenderungan interpersonal karyawan harus diperhatikan oleh
perusahaan jasa, karena kemampuan membina hubungan sangat
dibutuhkan dalam berurusan dengan orang banyak, misalnya keramahan,
sopan santun, dan sebagainya. Sebaliknya pada jasa yang kontaknya
dengan pelanggan rendah, justru keahlian teknis karyawan yang
paling penting.
2.3
Kualitas Pelayanan Jasa
Definisi kualitas pelayanan jasa berpusat pada upaya pemenuhan
kebutuhan dan kerugian pelanggan serta ketetapan penyampaian untuk
mengimbangi harapan pelanggan. Pengertian kualitas pelayanan jasa menurut
Tjiptono (2011:59), yaitu kualitas pelayanan jasa adalah tingkat keunggulan
yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk
memenuhi keinginan pelanggan. Dengan kata lain ada dua faktor utama yang
mempengaruhi kualitas pelayanan jasa yaitu dirasakan expectedservice dan
perceived service. Apabila jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service)
sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan jasa dipresepsikan baik
21
dan memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka
kualitas pelayanan jasa dipresepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya,
jika
jasa diterima lebih rendah dari pada yang diharapkan maka kualitas
pelayanan jasa dipresepsikan buruk. Dengan demikian baik tidaknya kualitas
pelayanan jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi
harapan pelanggannya secara konsisten.
Sedangkan menurut Tjiptono (2011;80) mengidentifikasikan lima gap
(kesenjangan) yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa, mengungkapkan
formula si model kualitas pelayanan jasa yang diperlukan dalam pelayanan jasa.
Dalam model ini dijelaskan ada lima kesenjangan yang dapat menimbulkan
kegagalan penyampaian jasa, kelima gap tersebut adalah :
1. Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen.
Pada kenyataannya pihak manajemen suatu perusahaan tidak selalu
dapat atau memahami apa yang di inginkan para pelanggan secara tepat.
Akibatnya
manajemen
tidak mengetahui bagaimana suatu jasa
seharusnya di desain, dan jasa-jasa pendukung atau sekunder apa yang
diinginkan oleh pelanggan.
2. Kesenjangan antara persepsi manajemen terhadap pelanggan dan
spesifikasi kualitas pelayanan jasa.
Kadang kala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang
diinginkan
pelanggan, tetapi mereka tidak
menyusun suatu standar
kinerja tertentu yang jelas. Hal ini bisa dikarenakan tiga faktor, yaitu
tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas pelayanan
22
jasa, kekurangan sumber daya, atau
karena adanya kelebihan
permintaan.
3. Kesenjangan antara spesifikasi mutu jasa dan penyampaian jasa.
Ada beberapa terjadinya gap ini, misalnya karyawan kurang terlatih
(belum menguasai tugasnya), beban kinerja melampaui batas, tidak
dapat memenuhi standar kinerja, atau bahkan tidak memenuhi standar
kinerja yang ditetapkan.
4. Kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal.
Sering kali harapan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan
atau janji yang dibuat oleh perusahaan, resiko yang dihadapi oleh
perusahaan adalah janji yang diberikan ternyata tidak dapat dipenuhi.
5. Kesenjangan antara jasa yang dialami dan jasa yang diharapkan.
Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja atau prestasi
perusahaan dengan cara yang berlainan, atau bisa juga keliru
mempersepsikan kualitas pelayanan jasa tersebut.
Kesimpulan dari model kualitas pelayanan jasa tersebut meliputi:
1. Penilaian pelanggan terhadap kualitas pelayanan jasa adalah hasil dari
pertandingan antara harapan (sebelum menerima jasa) dan pengalaman
mereka (setelah
menerima jasa). Jika harapannya terpenuhi, maka
mereka akan puas dan persepsinya positif, dan sebaliknya jika tidak
terpenuhi maka tidak puas dan persepsinya negatif.
2. Sedangkan bila kinerja jasa melebihi harapannya, mereka bahagia
(melebihi dari sekedar puas).
23
3. Penilaian pelanggan pada kualitas pelayanan jasa dipengaruhi oleh proses
penyampaian jasa dan output dari jasa.
4. Kualitas pelayanan jasa ada dua macam yaitu kualitas dari jasa yang
normal dan kualitas dari deviasi jasa yang normal.
5. Apabila timbul masalah perusahaan harus meningkatkan kontaknya
dengan pelanggan.
Gambar 2.1
Model Kualitas Pelayanan
KONSUMEN
Komunikasi dari
mulut ke mulut
Kebutuhan
personal
Pengalaman
yang lalu
Jasa yang
diharapkan
GAP 5
Jasa yang
dirasakan
PEMASAR
Penyampaian
jasa
GAP 4
GAP 3
Penjabaran
spesifikasi
GAP 1
GAP 2
Persepsi
manajemen
Sumber : Fandy Tjiptono, Manajemen Jasa (2011;82)
Komunikasi
eksternal
24
2.3.1
Pengertian Kualitas dan Kualitas Pelayanan Jasa
Kualitas atau mutu produk perlu mendapat perhatian besar dari manajer,
sebab kualitas mempunyai hubungan langsung dengan kemampuan bersaing dan
tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan. Kualitas yang rendah akan
menempatkan perusahaan pada posisi yang kurang
pelanggan merasa kualitas dari suatu
menguntungkan. Apabila
produk tidak memuaskan, maka
kemugkinan besar ia tidak akan menggunakan produk atau jasa perusahaan lagi.
Sebuah perusahaan jasa dapat memenangkan persaingan dengan
menyampaikan secara konsisten layanan yang berkualitas tinggi dibandingkan
para pesaing dan yang lebih tinggi dari pada harapan pelanggan.
Menurut Tjiptono (2011;51) yang dimaksud kualitas adalah :
“Kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan
produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan.”
Dengan kata lain, ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas
jasa, yaitu expected service dan perceived service. Apabila jasa yang diterima
atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas
pelayanan jasa dipersepsikan baik dan memuaskan.
Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas
pelayanan jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya jika jasa
yang diterima lebih rendah dari pada yang diharapkan, maka kualitas pelayanan
jasa dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik tidaknya kualitas pelayanan
25
jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan
pelanggannya secara konsisten.
Menurut Tjiptono (2011;59) menyatakan sebagai berikut :
“Kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan
dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi
keinginan pelanggan.”
2.3.2
Prinsip-prinsip Kualitas Pelayanan Jasa
Untuk menciptakan suatu gaya manajemen dan lingkungannya harus
kondusif bagi perusahaan jasa untuk memperbaiki kualitas, perusahaan harus
mampu memenuhi enam prinsip utama yang berlaku baik bagi perusahaan
manufaktur maupun perusahan jasa. Keenam prinsip tersebut sangat barmanfaat
tepat untuk melaksanakan penyempurnaan kualitas secara berkesinambungan
dengan didukung oleh pemasok, karyawan dan pelanggan.
Enam prinsip pokok tersebut menurut Tjiptono (2011:75), yaitu:
1. Kepemimpinan
Strategi
kualitas perusahaan harus inisiatif dan komitmen dari
manajemen puncak, manajemen puncak harus memimpin perusahaan
untuk meningkatkan kinerja kualitasnya.Tanpa adanya kepemimpinan
dari manajemen puncak maka usaha untuk meningkatkan kualitas hanya
berdampak kecil terhadap perusahaan.
26
2. Pendidikan
Semua personil perusahaan dari manajer puncak sampai karyawan
operasional
harus memperoleh pendidikan mengenai kualitas.Aspek-
aspek yang perlu mendapatkan penekanan dalam pendidikan tersebut
meliputi konsep kualitas sebagai strategi bisnis, alat dan teknik
implementasi
kualitas, dan peranan eksekutif dalam implementasi
kualitas, dan peranan eksekutif dalam implementasi strategi kualitas.
3. Perencanaan
Proses perencanaan strategi harus mencakup pengikuran dan tujuan
kualitas yang dipergunakan dalam mengarahkan perusahaan mencapai
visinya.
4. Review
Proses review merupakan satu-satunya alat yang paling efektif bagi
manajemen untuk mengubah perilaku operasional. Proses ini merupakan
suatu mekanisme yang menjamin adanya perhatian konstan dan terus
menerus untuk mencapai tujuan kualitas.
5. Komunikasi
Implementasi strategi kualitas dalam organisasi dipengaruhi oleh proses
komunikasi dalam perusahaan. Komunikasi harus dilakukan dengan
karyawan pelanggan, dan stakeholder perusahaan lainnya, seperti :
pemasok, pemehang saham, pemerintah, masyarakat umum, dan lainlain.
27
6. Pengharapan dan pengakuan (Total Human Reward)
Penghargaan dan pengukuan merupakan aspek yang penting dalam
implementasi strategi kualitas. Setiap karyawan yang berprestasi baik
perlu diberi penghargaan dan prestasi tersebut diakui dengan demikian
setiap orang dalam organisasi yang pada gilirannya dapat memberikan
kontribusi besar bagi perusahaan dan bagi pelanggan yang dilayani.
2.3.3
Mengukur Kualitas Pelayanan Jasa
Menurut Kotler (2012:284) mengungkapkan ada terdapat lima faktor
dominan atau penentu kualitas kualitas pelayanan jasa,
kelima faktor dominan tersebut diantarnya yaitu:
1. Berwujud (Tangible), yaitu berupa penampilan fisik, peralatan dan
berbagai materi komunikasi yang baik.
2. Empati (Empathy), yaitu kesediaan karyawan dan pengusaha untuk
lebih peduli memberikan perhatian secara pribadi kepada pelanggan.
Misalnya karyawan
harus mencoba
menempatkan diri sebagai
pelanggan. Jika pelanggan mengeluh maka harus dicari solusi segera,
agar selalu terjaga hubungan harmonis, dengan menunjukan rasa peduli
yang tulus. Dengan cara perhatian yang diberikan para pegawai dalam
melayani dan memberikan tanggapan atas keluhan para konsumen.
3. Cepat tanggap (Responsiveness), yaitu kemauan dari karyawan
dan
pengusaha untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan
cepat serta mendengar dan mengatasi keluhan konsumen. Dengan cara
keinginan para pegawai dalam membantu dan memberikan pelayanan
28
dengan tanggap, kemampuan memberikan pelayanan dengan cepat dan
benar, kesigapan para pegawai untuk ramah pada setiap konsumen,
kesigapan para pegawai untuk bekerja sama dengan konsumen.
4. Keandalan (Reliability), yaitu
kemampuan untuk
memberikan jasa
sesuai dengan yang dijanjikan, terpercaya dan akurat, serta konsisten.
Contoh dalam hal ini antara lain, kemampuan pegawai dalam
memberikan pelayanan
yang terbaik, kemampuan pegawai dalam
menangani kebutuhan konsumen dengan cepat dan benar, kemampuan
perusahaan dalam memberikan pelayanan yang baik sesuai dengan
harapan konsumen.
5. Kepastian (Assurance), yaitu berupa kemampuan karyawan untuk
menimbulkan keyakinan dan kepercayaan terhadap janji yang telah
dikemukakan kepada konsumen. Contoh dalam hal ini antara lain,
pengetahuan dan keterampilan pegawai dalam menjalankan tugasnya,
pegawai dapat diandalkan, pegawai dapat memberikan kepercayaan
kepada konsumen, pegawai memiliki keahlian teknis yang baik.
Sedangkan menurut Tjiptono (2011:68) terdapat delapan dimensi
kualitas pelayanan jasa dan dapat digunakan sebagai kerangka dan perencanaan
strategis dan analisis. Dimensi tersebut adalah:
1. Kinerja (performance) karakteristik operasi pokok dari produk inti,
misalnya kecepatan,
konsumsi listrik,
jumlah kapasitas yang dapat
dipakai konsumen, kemudahan dan kenyaman dalam menggunakan jasa
tersebut, dan sebagainya.
29
2. Ciri-ciri keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik sekunder
atau pelengkap, misalnya kelengkapan interior dan eksterior seperti AC,
sound system, kursi, meja, dan sebagainya.
3. Kehandalan (reliability) , yaitu
kemungkinan
akan
mengalami
kerusakan atau gagal dipakai, misalnya komputer yang tidak sering
mengalami kendala dalam proses penggunaan.
4. Kesesuaian dengan spesifikasi
(conformance to specification), yaitu
sejauh mana karakterisik desain dan operasi memenuhi standar-standar
yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya standar keamanan ruangan
penyedia jasa, apakah tersedia peralatan keamanan apabila terjadi suatu
kejadian yang tidak diinginkan seperti kebakaran atau gempa bumi.
5. Daya tahan (durability), yaitu berkaitan dengan berapa lama suatu
produk dapat terus digunakan. Dimensi ini
mencakup umur teknis
maupun ekonomis penggunaan komputer.
6. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah
diperbaiki, serta penanganan keluhan yang memuaskan.
7. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera, misalnya bentuk
fisik yang menarik, model desain yang artistik, warna, dan sebagainya.
8. Kualitas
yang
dipersepsikan
(perceived quality),
yaitu citra dan
reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya.
Menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Bery yang dikutip oleh Tjiptono
(2011:69) mengidentifikasi ada sepuluh factor utama yang menentukan kualitas
pelayanan jasa.
30
Kesepuluh faktor tersebut adalah:
1. Reliability,
mencakup
dua
hal
pokok,
yaitu
konsistensi
kerja
(performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependability). Hal ini
berarti perusahaan yang bersangkutan memenuhi janjinya, misalnya
menyampaikan jasanya sesuai jadwal yang disepakati.
2. Responsiveness, yaitu kemauan atau kesiapan para karyawan untuk
memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan.
3. Competence, artinya setiap orang dalam suatu perusahaan memiliki
keterampilan
dan
pengetahuan
yang
dibutuhkan
agar
dapat
memberikan jasa tertentu.
4. Access, meliputi
kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. Hal ini
berarti lokasi fasilitas jasa yang mudah dijangkau, waktu menunggu
yang tidak terlalu
lama, saluran komunikasi
perusahaan
mudah
dihubungi, dan lain-lain.
5. Courtesy,
meliputi sikap sopan santun, respek,
perhatian, dan
keramahan yang dimiliki para contact personnel (seperti resepsionis,
teller, operator telepon, dan lain-lain).
6. Communication, artinya
memberikan
informasi kepada
pelanggan
dalam bahasa yang dapat mereka pahami, serta selalu mendengar saran
dan keluhan pelanggan.
7. Credibility, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mencakup
nama perusahaan, reputasi perusahaan, karakteristik contact personnel,
dan interaksi dengan pelanggan.
31
8. Security, yaitu
aman dari bahaya, risiko, atau keraguan. Aspek ini
meliputi keamana secara fisik, keamanan finansial, dan kerahasiaan.
9. Understanding, yaitu usaha untuk memahami kebutuhan pelanggan.
10. Tangibles, yaitu bukti fisik dari jasa, bias berupa fasilitas fisik, peralatan
yang digunakan, representasi fisik dari jasa misalnya unit komputer yang
digunakan.
2.3.4
Pengukuran Kualitas Jasa
Model kualitas jasa didasarkan pada asumsi bahwa konsumen
membandingkan kualitas jasa pada atribut relevan dengan standar ideal untuk
masing-masing atribut pelayanan. Bila kinerja sesuai dengan atau melebihi
standar,
maka persepsi atas kualitas
jasa
keseluruhan akan positif dan
sebaliknya.
Pengukuran kualitas jasa dalam kualitas pelayanan didasarkan pada
skala multi item yang dirancang untuk
mengukur harapan dan persepsi
konsumen, serta gap diantara keduanya pada lima dimensi utama kualitas jasa.
Evaluasi kualitas jasa menggunakan model kualitas pelayanan mencakup
perhitungan perbedaan di antara nilai yang diberikan para konsumen untuk
setiap pasang pernyataan yang berkaitan dengan harapan dan persepsi. Skor
kualitas jasa untuk setiap pasang pernyataan, bagi masing-masing konsumen
dapat dihitung berdasarkan rumus berikut Zeithaml (2013:148)
Skor Kualitas jasa = Skor Persepsi – Skor harapan
32
2.3.5
Faktor Penyebab Buruknya Kualitas jasa
Menurut Gronroos dalam Fandy Tjiptono (2011:175) menjelaskan
bahwa setiap perusahaan harus mampu memahami sejumlah faktor potensial
yang dapat menyebabkan buruknya kualitas jasa, di antaranya:
a) Produksi dan konsumsi yang terjadi secara simultan Salah satu
karakteristik unik pada jasa adalah jasa diproduksi dan dikonsumsi
pada saat bersamaan. Konsekwensinya, berbagai
macam
persoalan
sehubungan dengan interaksi antara penyedia jasa dan konsumen bisa
saja terjadi.
b) Intensitas tenaga kerja yang tinggi Keterlibatan karyawan secara
intensif dalam penyampaian jasa dapat pula menimbulkan masalah
kualitas, yaitu berupa tingginya variabilitas jasa yang dihasilkan. Faktor
yang dapat mempengaruhinya antara lain: upah rendah, pelatihan yang
kurang memadai bahkan tidak sesuai dengan kebutuhan organisasi.
c) Dukungan terhadap pelanggan internal kurang memadai Karyawan
front line merupakan ujung tombak sistem penyampaian jasa. Agar
dapat memberikan jasa secara efektif, mereka membutuhkan dukungan
dari fungsi
utama
manajemen (operasi, pemasaran, keuangan dan
SDM).
d) Gap
komunikasi
menjalin kontak
komunikasi, dapat
Komunikasi
dan
merupakan
relasi dengan
timbul
faktor esensial dalam
konsumen. Jika terjadi gap
penilaian atau persepsi negatif terhadap
kualitas jasa memperlakukan semua konsumen dengan cara yang sama
33
konsumen merupakan individu yang unik dengan preferensi, perasaan
dan emosi masing-masing. Dalam hal interaksi dengan penyedia jasa,
tidak semua konsumen bersedia menerima jasa yang seragam
perluasan atau pengembangan jasa secara berlebihan mengintroduksi
jasa baru atau menyempurnakan jasa lama dapat meningkatkan peluang
pertumbuhan bisnis, namun di sisi lain bila terlampau banyak jasa baru
dan tambahan terhadap jasa yang sudah ada, hasil yang didapatkan belum
tentu optimal, bahkan dapat timbul masalah-masalah seperti seputar
standar kualitas pelayanan.
e) Visi bisnis jangka pendek
Visi jangka pendek seperti pencapaian target penjualan dan laba tahunan
dapat merusak kualitas jasa yang sedang dibentuk untuk jangka panjang.
2.3.6
Strategi Penyempurnaan Kualitas jasa
Meningkatkan
kualitas
jasa tidaklah semudah membalikan telapak
tangan. Banyak faktor yang perlu dipertimbangkan secara cermat, karena upaya
penyempurnaan kualitas jasa berdampak signifikan terhadap budaya organisasi
secara
keseluruhan. Menurut Gronroos dalam Fandy Tjiptono (2008:179)
terdapat delapan faktor yang perlu mendapat perhatian utama dalam
penyempurnaan kualitas jasa adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi detrminan utama kualitas jasa
Setiap penyedia jasa wajib berupaya menyampaikan jasa berkualitas
terbaik kepada para konsumen sasarannya. Upaya ini membutuhkan
34
proses mengidentifikasi determinan atau faktor penentu utama kualitas
jasa berdasarkan sudut pandang konsumen.
b. Mengelola ekspektasi konsumen
Tidak jarang
sebuah perusahaan berusaha melebih-lebihkan
komunikasinya kepada konsumen dengan tujuan
pesan
memikat sebanyak
mungkin konsumen. Hal seperti ini dapat menjadi kelemahan bagi
perusahaan itu sendiri.
c. Mengelola bukti kualitas jasa
Manajemen bukti kualitas jasa bertujuan untuk memperkuat persepsi
konsumen selama dan sesudah jasa disampaikan
d. Mendidik konsumen tentang jasa
Membantu konsumen dalam memahami sebuah jasa merupakan upaya
positif untuk mewujudkan proses penyampaian dan pengkonsumsian
jasa secara efektif dan efisien
e. Menumbuh kembangkan budaya kualitas
Budaya kualitas merupakan sistem nilai organisasi yang menghasilkan
lingkungan yang kondusif bagi proses penciptaan dan penyempurnaan
kualitas secara terus-menerus
f. Menciptakan automating quality
Otomatisasi berpotensi mengatasi masalah variabilitas kualitas jasa yang
disebabkan kurangnya sumber daya manusia yang dimiliki organisasi.
35
g. Menindak lanjuti jasa
Penindak lanjutan jasa diperlukan dalam rangka menyempurnakan atau
memperbaiki aspek jasa yang kurang memuaskan dan mempertahankan
aspek yang sudah baik
h. Mengembangkan sistem informasi kualitas jasa
Sistem informasi kualitas jasa merupakan sistem yang mengintegrasi
berbagai ancangan riset secara sistematis dalam rangka mengumpulkan
dan menyebarluaskan
informasi kualitas jasa guna mendukung
pengambilan keputusan.
2.4
Pengertian Loyalitas
Loyalitas didefinisikan sebagai suatu sikap
yang ditujukan oleh
konsumen terhadap penyediaan produk atau jasa. Seorang konsumen akan
menunjukan sikap loyalnya jika suatu perusahaan mampu memberikan kepuasan
kepada konsumennya. Konsumen yang loyal adalah seorang konsumen yang
selalu membeli kembali dari provider atau penyedia jasa yang sama dan
memilihara suatu sikap positif terhadap penyedia jasa itu dimasa yang akan
datang(Griffin, 2007;4).
Menurut Jill, Griffin (2007;4) pengertian Loyalitas adalah:
“Loyalitas pelanggan adalah perilaku pembelian yang
didefinisikan pembelian nonrandom yang diungkapkan dari waktu
ke waktu oleh beberapa unit pengambil keputusan”.
36
Menurut Oliver yang dikutip oleh Kotler dan Keller (2012:138),
mendefinisikan loyalitas (loyalty) sebagai berikut:
“Komitmen yang dipegang secara mendalam untuk membeli atau
mendukung kembali produk atau jasa yang disukai di masa depan
meski
pengaruh
situasi
dan
usaha
pemasaran
berpotensi
menyebabkan pelanggan beralih.”
Sedangkan menurut Griffin(2007:274), definisi loyalitas disebutkan
sebagai berikut:
“Perilaku pembelian yang didefinisikan sebagai pembelian non
random yang diungkapkan dari waktu ke waktu oleh beberapa unit
pengambilan keputusan.”
Menurut definisi-definisi mengenai loyalitas tersebut dapat disimpulkan
bahwa loyalitas adalah suatu perilaku pembelian yang mengarah kepada suatu
komitmen untuk membeli atapun mendukung kembali produk atau jasa di masa
depan.
Dan menurut Tjiptono (2011 ;110) mengatakan bahwa :
“Loyalitas pelanggan sebagai komitmen pelanggan terhadap suatu
merek, toko, pemasok berdasarkan sikap yang sangat positif
tercermin dalam pembelian ulang yang konsisten.”
Dari kedua definisi loyalitas diatas maka dapat disimpulkan bahwa
konsep loyalitas lebih mengarah pada perilaku (behavior) dibandingkan dengan
sikap (attitude) dan seorang konsumen yang loyal akan memperlihatkan perilaku
37
pembelian yang didefinisikan sebagai pembeli yang teratur dan diperlihatkan
sepanjang waktu oleh beberapa unit pembuatan keputusan.Tujuan utama atau
misi perusahaan adalah mencapai tingkat loyalitas yang tinggi dari konsumen.
Hal ini dikarenakan dengan mendapatkan sikap loyalitas dari konsumen berarti
perusahaan dihadapkan kepada keuntungan ditambah lagi apabila penerapannya
dalam jangka panjang, maka sudah dapat dipastikan bahwa perusahaan akan
menerima keuntungan jangka panjang pula.
Loyalitas pelanggan merupakan dorongan perilaku untuk melakukan
pembelian secara berulang-ulang dan untuk membangun kesetiaan pelanggan
terhadap suatu produk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan
tersebut
membutuhkan waktu yang lama melalui suatu proses pembelian yang berulangulang tersebut.
Pelanggan (customer) berbeda dengan konsumen (consumer), seseorang
dapat dikatakan
sebagai pelanggan apabila seseorang tersebut mulai
membiasakan diri untuk membeli produk atau jasa yang ditawarkan oleh
perusahaan. Kebiasaan
tersebut dapat dibangun melalui pembelian berulang-
ulang dalam jangka waktu tertentu, apabila dalam jangka waktu tertentu tidak
melakukan pembelian ulang, maka seseorang tersebut tidak dapat dikatakan
sebagai pelanggan tetapi sebagai seorang pembeliu atau konsumen.
2.4.1
Karakteristik Loyalitas
Menurut Griffin (2007;33) Loyalitas dapat didefinisikan berdasarkan
perilaku membeli. Adapun karekteristik pelanggan yang loyal adalah orang
yang :
38
1.
Melakukan pembelian berulang yang teratur;
Pelanggan yang telah melakukan pembelian suatu produk atau jasa
sebanyak dua kali atau lebih.
2.
Membeli antar lini produk dan jasa;
Pelanggan tersebut membeli semua barang atau jasa yang ditawarkan
dan mereka butuhkan. Para pelanggan tersebut membelin secara teratur,
hubungan dengan jenis pelanggan ini sudah kuat dan berlangsung lama
serta membuat mereka tidak terpengaruh oleh produk pesaing.
3.
Mereferensikan kepada orang lain;
Membeli barang atau jasa ditawarkan dan yang mereka butuhkan, serta
melakukan pembelian secara teratur. Selain itu, mereka mendorong orang
lain agar membeli barang atau jasa perusahaan tersebut. Secara tidak
langsung, mereka telah melakukan pemasaran untuk perusahaan dan
membawa konsumen kepada perusahaan.
4.
Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing.
Seorang konsumen dikatakan loyal jika ia mempunyai suatu komitmen
yang kuat untuk menggunakan lagi jasa yang diberikan secara rutin.
Banyak perusahaan meluncurkan program – program tertentu yang
tujuannya meningkatkan loyalitas konsumen misalnya :
A. Pemberian Reward, cara ini biayanya tinggi dan jika tidak dikelola
dengan baik akan menjadi bumerang bagi perusahaan dan sulit
dihentikan apabila dihentikan akan menimbulkan ketidakpuasan
konsumen.
39
B. Memberikan pelayanan
diferensiasi
dengan menyajikan
keunggulan dan
di mata konsumen, hal ini dapat menimbulkan
ketertarikan konsumen terhadap produk/jasa lain. Tetapi program –
program untuk meningkatkan loyalitas pelanggan sebaiknya tidak
dilakukan secara terus menerus karena konsumen nantinya tidak
dapat membedakan antara produk inti atau extra service.
2.4.2
Loyalitas dan Siklus Pembelian
Penting
bagi
pemasar
untuk memahami bagaimana menciptakan
loyalitas pelanggan dan mengapa loyalitas pelanggan dapat tercipta. Oleh karena
itu, salah satu usahanya adalah dengan mengenali proses siklus pembelian
pelanggan.
Griffin (2007:18) menjelaskan bahwa bagi pembeli pertama-kali akan
bergerak melalui lima langkah: pertama, menyadari produk, dan kedua,
melakukan pembelian awal. Kemudian, pembeli bergerak melalui dua tahap
pembentukan
sikap, yang satu disebut “evaluasi pasca-pembelian” dan yang
lainnya disebut “keputusan membeli kembali”. Bila keputusan membeli kembali
telah disetujui, langkah kelima, pembelian kembali, akan mengikuti. Urutan dari
kelima langkah tersebut akan membentuk lingkaran pembelian kembali yang
berulang beberapa kali bahkan beberapa ratus kali, selama terjalin hubungan
antara pelanggan dengan perusahaan dan produk serta jasanya.
40
Gambar 2.2
Siklus Pembelian
Pembelian kembali
Keputusan membeli
Lingkaran Pembelian
Kembali
Kesadaran
Pembelian awal
Evaluasi pasca-pembelian
Sumber: Griffin (2007:18)
2.4.3
Jenis Loyalitas
Setelah membahas karakteristik loyalitas pelanggan diatas, adapun
jenis loyalitas pelanggan. Jenis ini akan membantu perusahaan dalam membidik
serta mengetahui tipekal pelanggan suatu perusahaan tersebut. Terdapat empat
jenis loyalitas menurut Griffin (2007) yang dikemukakan menurut gambar 2.3
yaitu :
41
Gambar 2.3
Empat Jenis Loyalitas
Tinggi
Rendah
Tinggi
Loyalitas premium
Loyalitas tersembunyi
Rendah
Loyalitas yang lemah
Tanpa loyalitas
Sumber : Jill, Griffin (2007;22), Customer Loyalty.
Terdapat empat jenis loyalitas menurut Griffin (2007;22) adalah sebagai
berikut :
1.
Tanpa Loyalitas
Untuk berbagai alasan, beberapa pelanggan tidak mengembangkan
loyalitas terhadap produk atau jasa tertentu. Keterikatannya yang rendah
terhadap
pembelian
produk atau
berulang
jasa tersebut dikombinasikan dengan tingkat
yang rendah menunjukkan tidak adanya loyalitas.
Secara umum, perusahaan harus menghindari membidik para pembeli
jenis ini karena mereka tidak akan pernah menjadi pelanggan yang loyal;
mereka hanya berkontribusi sedikit pada kekuatan keuangan perusahaan.
Tantangannya
adalah menghindari
membidik sebanyak mungkin orang-
orang seperti ini dan lebih memilih pelanggan yang loyalitasnya dapat
dikembangkan.
42
2.
Loyalitas yang Lemah
Keterikan yang rendah digabung dengan pembelian berulang yang
tinggi menghasilkan loyalitas yang lemah (inertia loyality). Pelanggan ini
membeli karena kebiasaan. Ini adalah jenis pembelian “karena kami selalu
menggunakannya” atau “karena sudah terbiasa”. Dengan kata lain, factor
nonsikap dan
factor situasi merupakan alas an
utama untuk membeli.
Pembeli ini merasakan tingkat kepuasan tertentu dengan perusahaan, atau
minimal tiada ketidakpuasan yang nyata. Loyalitas jenis ini paling umum
terjadi pada produk yang sering dibeli. Pembeli ini rentan beralih ke
produk
pesaing
yang dapat menunjukkan manfaat yang jelas.
Memungkinkan bagi perusahaan untuk mengubah loyalitas lemah ke dalam
bentuk loyalitas yang lebih tinggi dengan secara aktif mendekati pelanggan
dan meningatkan diferensiasi positif dibenak pelanggan mengenai produk
atau jasa suatu perusahaan dengan produk lain.
3.
Loyalitas Tersembunyi
Tingkat preferensi yang relatif tinggi digabung dengan tingkat pembelian
berulang yang rendah menunjukkan loyalitas tersembunyi (latent loyalty).
Bila pelanggan memiliki loyalitas yang tersembunyi, pengaruh situasi dan
bukan pengaruh sikap yang menentukan pembelian berulang. Dengan
memahami
faktor situasi yang berkontribusi pada loyalitas tersembunyi,
perusahaan dapat menggunakan strategi untuk mengatasinya.
43
4.
Loyalitas Premium
Loyalitas premium, jenis loyalitas yang paling dapat ditingkatkan, terjadi
bila ada tingkat keterikatan yang tinggi dan tingkat pembeliabn berulang yang
juga tinggi.Ini merupakan jenis loyalitas yang lebih disukai untuk semua
pelanggan disetiap perusahaan. Pada tingkat preferensi paling tinggi tersebut,
orang bangga karena menemukan dan menggunakan produk tertentu dan
senang membagi pengetahuan mereka dengan rekan atau keluarga.
2.4.4
Tahap-tahap Loyalitas Konsumen
Dalam proses untuk menjadi pelanggan yang benar-benar loyal,
pelanggan akan melalui beberapa tahapan. Proses ini harus sangat dipahami oleh
para pemasar karena pada setiap tahapnya memiliki kebutuhan khusus. Griffin
(2007:35) menyebutkan bahwa, dengan mengenali setiap tahap dan memenuhi
kebutuhan khusus dari tiap tahap tersebut, perusahaan mempunyai peluang yang
lebih besar untuk mengubah pembeli menjadi pelanggan atau klien yang loyal.
Dan kemudian Griffin membahas tiap tahapannya sebagai berikut:
1.
Suspect
Merupakan
orang
yang
mungkin
membeli
produk atau
jasa
perusahaan.
2.
Prospect
Prospek adalah orang yang membutuhkan produk atau jasa perusahaan
dan memiliki kemampuan membeli. Meskipun prospek belum membeli
dari
perusahaan, mereka mungkin telah mendengar, membaca atau
bahkan ada seseorang yang telah
perusahaan kepada mereka.
merekomendasikan mengenai
44
3.
Disqualified Prospect (prospek yang didiskualifikasi)
Prospek
yang
didiskualifikasi adalah
prospek yang telah cukup
dipelajari oleh perusahaan untuk mengetahui bahwa mereka (prospek)
tidak membutuhkan, atau tidak memiliki kemampuan membeli produk
perusahaan.
4.
First Time Customer (pelanggan pertama-kali)
Adalah
orang yang telah membeli dari perusahaan satu kali. Orang
tersebut bisa menjadi
pelanggan
perusahaan dan juga sekaligus
pelanggan pesaing perusahaan.
5.
Repeat Customer (pelanggan berulang)
Pelanggan berulang adalah orang-orang yang telah membeli produk
atau jasa perusahaan lebih dari satu kali.
6.
Clients
Klien adalah orang yang membeli secara teratur. Klien membeli apapun
yang perusahaan tawarkan dan dapat mereka gunakan. Klien memiliki
hubungan yang kuat dan berlanjut dengan perusahaan, yang menjadikan
klien dapat kebal terhadap tarikan pesaing.
7.
Advocates (penganjur)
Seperti
klien, penganjur juga membeli apapun
yang
perusahaan
tawarkan dan dapat mereka gunakan serta membelinya secara teratur.
Namun, penganjur juga mendorong orang lain untuk mengkonsumsi
produk atau jasa dari perusahaan. Mereka melakukan pemasaran bagi
perusahaan dan dapat membawa pelanggan kepada perusahaan.
45
2.4.5
Manfaat Loyalitas
Bagi organisasi terdapat empat manfaat utama yang berkaitan dengan
loyalitas konsumen. Pertama, loyalitas meningkatkan pembelian konsumen.
Kedua, Loyalitas konsumen menurunkan biaya yang ditanggung perusahaan untuk
melayani konsumen. Ketiga, loyalitas konsumen meningkatkan komunikasi yang
positif dari mulut ke mulut. Manfaat utama yang terakkhir dari loyalitas
konsumen adalah retensi karyawan. Karyawan-karyawan pada bisnis jasa sering
dipengaruhi oleh interaksi
harian mereka dengan konsumen-konsumen
perusahaan, karena orang cenderung lebih suka bekerja dengan organisasi–
organisasi yang konsumennya loyal dan puas .
Griffin (2007;13)
mengemukakan
keuntungan
jika perusahaan
memiliki pelanggan yang loyal yaitu :
a) Penjualan naik karena pelanggan membeli lebih banyak;
b) Memperkuat posisi perusahaan di pasar karena pembeli membeli produk
kita daripada produk pesaing
c) Biaya pemasaran menurun karena tidak perlu mengeluarkan uang untuk
memikat pelanggan berulang;
d) Lebih terlindungi dari persaingan harga karena pelanggan yang loyal
kecil kemungkinannya terpikat dengan diskon;
e) Pelanggan yang puas cenderung mencoba lini produk kita dengan
demikian membantu kita mendapatkan pangsa pelanggan yang lebih
besar.
46
2.5
Hubungan Kualitas Pelayanan Terhadap Loyalitas Konsumen
Konsumen yang menjadi loyal terhadap suatu barang dan jasa tertentu
disebabkan oleh kualitas pelayanan yang baik dan memuaskan. Jika kualitas
pelayanan
yang diberikan baik dan memuaskan serta dapat memberikan
keuntungan yang maksimal bagi konsumennya maka konsumen pun akan merasa
loyal dan akan memberikan sikap yang positif terhadap produsen (penyedia jasa)
tersebut secara konsisten.
Kualitas pelayanan menurut Tjiptono (2011:59) yaitu:
“Kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan
dan
pengendalian
atas
tingkat
keunggulan
tersebut
untuk
memenuhi keinginan pelanggan”.
Dengan
terciptanya
kepuasan pelanggan maka akan memberikan
banyak manfaat bagi kedua belah pihak antara lain membina hubungan yang
harmonis antara konsumen dengan perusahaan, memberikan dasar bagi pembelian
ulang dan terciptanya konsumen yang loyal, serta membentuk komunikasi dari
mulut ke mulut (word of mouth).
Apabila kualitas pelayanan yang diterima oleh konsumen lebih baik atau
sama dengan yang konsumen bayangkan, maka konsumen cenderung akan
mencobanya kembali.
47
Pengertian loyalitas yang didefinisikan oleh Tjiptono (2011;23) yaitu:
“Loyalitas adalah situasi dimana konsumen bersikap positif
terhadap produk atau produsen (penyedia jasa) dan disertai pola
pembelian ulang yang konsisten”.
Dalam hal ini, para konsumen akan melakukan konsumsi/aktivitas
yang sama dengan sebelumnya atau akan melakukan pemakaian jasa yang
lebih besar lagi sehingga hubungan dengan konsumen yang bertahan lama untuk
jangka panjang akan tercapai. Selain itu juga para konsumen akan cenderung
menolak terhadap produk/jasa perhotelan dari para pesaing, serta memberikan
referensi mengenai produk perusahaan kepada orang lain.
Adanya keterkaitan antara kualitas pelayanan jasa terhadap loyalitas
konsumen diungkapkan oleh yang dikutip oleh Zeithaml (2013;30) bahwa:
Customer loyality depends on the level of customers services quality
and they believe that there is a positive correlation between customer
service quality and customer loyality.
Artinya bahwa loyalitas konsumen tergantung kepada tingkat dari
kualitas pelayanan jasa yang diberikan kepada konsumen dan mereka meyakini
bahwa ada hubungan yang positif antara kualitas pelayanan jasa konsumen
dengan loyalitas konsumen.
Dari definisi diatas terlihat jelas akan adanya hubungan yang positif
antara kualitas pelayanan jasa dengan loyalitas konsumen. Dimana dengan
peningkatan kualitas pelayanan jasa yang dilakukan secara berkelanjutan oleh
48
pihak perusahaan maka akan menimbulkan loyalitas dari para konsumennya
terhadap perusahaan dan memberikan suatu dorongan kepada konsumen untuk
menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka ikatan
seperti ini dapat membuat perusahaan untuk lebih memahami dengan seksama
harapan konsumen serta kebutuhan mereka.
Download