BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis Psoriasis adalah penyakit

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Psoriasis
Psoriasis adalah penyakit kulit inflamasi kronis yang sering dijumpai
namun penyebab utama masih belum diketahui secara pasti. Pada penyakit ini
dapat terjadi papul dan plak eritema dengan skuama berlapis, erupsi pustular dan
eritrodermik. Tempat yang paling sering terkena adalah kulit kepala, siku dan
lutut, tangan, kaki, badan, dan kuku.5,11,12
2.1.1 Epidemiologi
Psoriasis terjadi secara universal. Namun menurut laporan yang
dipublikasikan prevalensinya pada populasi yang berbeda bervariasi dari 0,1
hingga 11,8 persen. Insidensi tertinggi di Eropa yaitu di Denmark (2,9 persen).
Prevalensi berkisar antara 2,2 persen hingga 2,6 persen di Amerika Serikat dan
sekitar 150.000 kasus yang baru terdiagnosis per tahunnya. Insidensi psoriasis
rendah di Asia (0,4 persen).5,13
2.1.2 Etiologi dan Patogenesis
Psoriasis merupakan penyakit kulit inflamasi dengan dasar genetik yang
kuat, dikarakteristikkan dengan perubahan growth factor dan diferensiasi
epidermal dengan abnormalitas biokimia, imunologi, dan vaskular.14,15
Universitas Sumatera Utara
Penelitian terhadap keterlibatan gen tertentu dalam psoriasis dimulai
sejak satu dekade yang lalu, namun hanya satu lokus yang disebut sebagai
psoriasis susceptibility 1 (PSORS1) yang telah dikonfirmasi secara konsisten.
PSORS1 berlokasi pada major histocompatibility complex (MHC, kromosom
6p21.3). Alel HLA multipel telah dihubungkan dengan dengan psoriasis, yaitu
HLA-B13, HLA B-37, HLA B-46, HLA B-57, HLA Cw1, HLA Cw6, HLADR7, dan HLA-DQ9. HLA-Cw6 secara konsisten menunjukkan risiko relatif
tertinggi untuk psoriasis pada populasi Kaukasia.3
Subset yang paling dikenali
dari sel T regulatory (Tregs) adalah CD4+CD25+. Penelitian menunjukkan
adanya gangguan fungsi inhibisi dan kegagalan dalam menekan proliferasi sel T
efektor.5
Sel natural killer (sel NK) adalah penghasil utama IFN-ᵞ dan berperan
sebagai penghubung antara imunitas dibawa dan imunitas didapat. Sel NK
dijumpai pada psoriasis dan dapat memicu pembentukan lesi psoriasis dalam
sistem model xenograft.5
Sel T pada lesi psoriasis mempunyai hubungan dengan sel dendritik (SD)
yang mempunyai peranan dalam memulai respon imun didapat dan induksi self
tolerance. Beberapa subset SD telah ditemukan dan banyak dijumpai dalam
keadaan matang pada lesi psoriasis. Sel langerhans (SL) dianggap sebagai SD
yang imatur. 5
Sel mast dan makrofag banyak dijumpai pada lesi psoriasis inisial dan
yang berkembang. Temuan dari penelitian menunjukkan bahwa makrofag
Universitas Sumatera Utara
mempunyai peran utama dalam patogenesis psoriasis, yaitu melalui produksi
tumor necrosis factor (TNF)-α.
Keratinosit merupakan penghasil utama sitokin-sitokin proinflamasi,
kemokin, growth factor, serta mediator-mediator lain. Sel-sel endotel dan
fibroblas merupakan partisipan dalam proses patogenik. Sel-sel endotel sangat
teraktivasi pada lesi psoriasis yang sedang berkembang dan matang,
mengalirkan darah dengan jumlah 10 kali lipat lebih banyak ke lesi, dan
memainkan peran utama dalam mengendalikan fluks leukosit dan protein serum
ke jaringan psoriasis. Fibroblas mendukung proliferasi keratinosit secara
parakrin dimana proses ini mengalami peningkatan pada psoriasis. Fibroblas
menghasilkan banyak faktor kemotaktik dan mendukung migrasi sel T keluar
dari lesi psoriasis.5
Jaringan sitokin dalam psoriasis sangat kompleks dan melibatkan aksi
interaksi antara berbagai sitokin, kemokin, dan growth factor serta reseptor
disamping mediator-mediator yang dihasilkan oleh banyak tipe sel. Selain IFN-ᵞ
terdapat banyak sitokin dan kemokin yang mengalami peningkatan pada
psoriasis. Abnormalitas yang lebih kompleks telah diamati pada sitokin-sitokin
imunomodulator dan reseptornya termasuk IL-1 dan TGF-β. Plak psoriasis
dikarakteristikkan dengan banyaknya sitokin yang dihasilkan oleh sel Th1 (IFNᵞ, IL-2, dan TNF-α). Sel dendritik juga mengeluarkan sitokin-sitokin yaitu IL18, IL-20, IL-23, dan TNF-α. IL-18 dan IL-23 menstimulasi produksi IFN-ᵞ. 5
Berbagai growth factor diekspresikan secara berlebihan pada psoriasis.
Anggota dari famili epidermal growth factor (EGF) menginduksi produksinya
Universitas Sumatera Utara
pada keratinosit, termasuk transforming growth factor-α, amphiregulin (ARE6),
dan heparin-binding EGF-like growth factor. Aktivasi reseptor EGF
menstimulasi keratinosit dari vascular endothelial growth factor (VEGF).
Ekspresi nerve growth factor (NGF) juga ditingkatkan oleh keratinosit pada
kulit psoriasis, dan reseptor NGF meningkat di saraf perifer kulit lesi. Growth
factor parakrin yang dihasilkan di luar epidermis dapat juga berperan penting
dalam menstimulasi hiperplasia epidermal psoriasis, termasuk insulin like
growth factor-1 dan keratinocyte growth factor.5
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan adanya hubungan antara
leptin serum dengan psoriasis vulgaris. Terlebih lagi penelitian menunjukkan
bahwa leptin dapat merupakan penanda keparahan dan kronisitas psoriasis
vulgaris.1,6
2.1.3 Gambaran klinis
Lesi klasik psoriasis ialah plak merah meninggi dan berbatas tegas
dengan permukaan berskuama putih. Ukuran lesi dapat bervariasi mulai dari
bintik papul hingga plak yang menutupi area tubuh yang luas. Di bawah skuama
terdapat eritema homogen berkilat dan bintik-bintik perdarahan yang tampak
jika skuama dilepas dikarenakan melukai kapiler berdilatasi di bawahnya (tanda
Auspitz). Penggoresan skuama menggunakan pinggir kaca objek
akan
menyebabkan terjadinya perubahan warna menjadi lebih putih seperti goresan
pada tetesan lilin yang disebut sebagai fenomena tetesan lilin. Erupsi psoriasis
Universitas Sumatera Utara
cenderung simetris dan hal ini merupakan gambaran yang dapat membantu
dalam menegakkan diagnosis.5
Fenomena Koebner (juga dikenal sebagai respon isomorfik) adalah
induksi psoriasis traumatik pada kulit nonlesi. Reaksi Koebner biasanya terjadi
pada 7 hingga 14 hari setelah trauma dan skitar 25 persen pasien dapat
mengalami fenomena Koebner semasa hidupnya. Fenomena Koebner tidak
spesifik untuk psoriasis akan tetapi dapat membantu dalam menegakkan
diagnosis.5
Terdapat beberapa bentuk klinis psoriasis yaitu:16
• Psoriasis vulgaris
Psoriasis vulgaris merupakan bentuk psoriasis tersering, didapati pada sekitar
90 persen pasien. Plak merah, berskuama, dan simetris yang belokasi di
bagian ekstensor ekstremitas, terutama lutut dan siku, kulit kepala,
lumbosakral bawah, bokong, dan genital. Tempat predileksi lainnya termasuk
umbilikus dan celah intergluteal.
• Psoriasis guttata (eruptif)
Psoriasis guttata (berasal dari bahasa latin gutta berarti “tetesan”)
dikarakteristikkan dengan erupsi papul-papul kecil (diameter 0,5 hingga 1,5
cm) di badan bagian atas dan ekstremitas proksimal.
• Psoriasis plak kecil
Psoriasis plak kecil secara klinis mirip dengan psoriasis guttata tetapi dapat
dibedakan dengan onsetnya pada pasien lebih tua, kronisitasnya, dan lesinya
Universitas Sumatera Utara
yang lebih besar (1-2 cm) yang lebih tebal dan berskuama daripada penyakit
guttata.
• Psoriasis inversa
Lesi psoriasis dapat berlokasi pada lipatan kulit utama seperti aksila, genito
krural, dan leher. Skuama biasanya minimal atau tidak ada dan lesi
menunjukkan eritema berbatas tegas yang sering berlokasi di area kontak
kulit ke kulit.
2.2
Leptin
Leptin (disebut juga protein OB) merupakan protein yang ditemukan
pada tahun 1994 oleh Friedman dan kolega dengan mengidentifikasi gen mutan
(ob)
yang mendasari obesitas pada tikus ob/ob. Leptin berasal dari bahasa
Yunani “leptos” yang berarti “tipis”, berasal dari klon gen ob dan terutama
dihasilkan oleh adiposit (jaringan adiposa putih) bersamaan dengan berbagai
sitokin lainnya.8 Leptin merupakan polipeptida non glikosilasi 16 kD yang
terdiri dari 167 asam amino dengan nilai normal dalam darah berkisar antara
1,2-9,5 ng/mL pada pria dan 4,1-25,0 ng/mL pada wanita. Leptin mengatur
pengendalian berat badan melalui reseptor kognitif di hipotalamus. Leptin dapat
juga diekspresikan dalam jumlah sedikit di jaringan-jaringan lainnya seperti
plasenta dan saluran cerna.1,2,17-20
Auwerx dan Steals 1998 Hidetoshi et al. (2009) mengemukakan bahwa
struktur leptin berisi empat α-heliks anti paralel yang saling tersambung yang
sangat mirip dengan anggota sitokin-sitokin heliks rantai panjang seperti
Universitas Sumatera Utara
interleukin-6 (IL-6), IL-11, IL-12, granulocyte colony stimulating factor (GCSF) dan yang lainnya.1,21
Muoio et al. (2002) menyatakan bahwa leptin meregulasi berat badan
dengan cara menginhibisi masukan makanan dan menstimulasi konsumsi energi.
Leptin juga telah dikenal sebagai faktor kunci dalam meregulasi banyak respon
biologis termasuk tekanan darah, hematopoiesis, fungsi neuroendokrin,
angiogenesis, pembentukan tulang, dan reproduksi. Reseptor leptin terutama
diekspresikan di hipotalamus, tetapi juga diekspresikan di jaringan-jaringan lain
seperti keratinosit, fibroblas, sel-sel endotel, dan sel-sel mononuklear darah
perifer.22-25
Terdapat banyak bukti bahwa leptin memiliki efek sistemik selain
berhubungan dengan homeostatis energi, termasuk regulasi neuroendokrin,
reproduksi, hematopoietik, dan fungsi imun.26 Leptin mempunyai peranan
penting dalam inflamasi dan dalam imunoregulasi. Menurut Otero et al. (2005)
leptin mengaktivasi sel-sel monosit/makrofag dan mempotensiasi produksi
sitokin-sitokin proinflamasi, tumor necrosis factor alpha (TNF-α), interleukin
(IL)-6,
dan
mengarahkan
diferensiasi
sel
T
menjadi
fenotip
Th1,
mengekspresikan interferon gamma (IFN)-ᵧ dan IL-2. Menurut Gabay et al.
(2001) leptin menunjukkan bahan-bahan anti inflamasi tertentu dengan cara
melepaskan antagonis reseptor IL-1. Oleh karena itu leptin telah diimplikasikan
dalam patogenesis kondisi inflamasi autoimun seperti chronic bowel disease dan
artritis rematoid. Penelitian yang dilakukan Bernotiene et al. (2006) dan Murad
et al. (2003) menunjukkan bahwa leptin menstimulasi proliferasi keratinosit,
Universitas Sumatera Utara
mengekspresikan molekul-molekul adhesi dan meningkatkan angiogenesis serta
pertumbuhan sel-sel endotel . Oleh karena itu tampak adanya hubungan yang
erat antara imunopatogenesis psoriasis dan efek proliferasi dan imunologi
leptin.1,27,28
Hal yang penting dari banyak sitokin adalah perlindungan terhadap
adanya apoptosis sel-sel. Berdasarkan penelitian terdahulu telah ditemukan
bahwa leptin meningkatkan viabilitas dan melemahkan apoptosis berbagai tipe
sel seperti osteoblas, sel-sel 13actor13ic, dan sel-sel islet. Terlebih lagi, pada
temuan terbaru tampak bahwa leptin menginhibisi apoptosis yang diinduksi
stress dari limfosit T in vivo. Penelitian ini menguji efek leptin dalam
kelangsungan hidup monosit dan apakah efek ini terjadi berdasarkan kerja anti
apoptosis dari leptin. Tampak bahwa leptin meningkatkan survival yang
bergantung dosis dari monosit darah. Leptin meningkatkan efek survival ini
dengan cara mencegah apoptosis sel-sel monosit melalui aktivasi MAPK. Hal ini
sesuai dengan peran jalur p42/44 MAPK yang telah dikenali dalam respon imun
secara umum, dan sinyal anti apoptosis monosit khususnya. Data-data tersebut
mendukung hipotesis adanya peran leptin sebagai 13actor trofik penting
terhadap monosit darah.2
Telah dihipotesiskan bahwa rendahnya konsentrasi leptin serum dapat
meningkatkan kerentanan terhadap infeksi dengan cara menurunkan priming sel
T helper (Th) dan mempengaruhi fungsi timus. Sebaliknya efek dari
peningkatan Th1 oleh leptin berhubungan dengan peningkatan kerentanan untuk
mengalami penyakit autoimun.11
Universitas Sumatera Utara
Penelitian yang dilakukan oleh Cerman et al. (2008) dan Wang et al.
(2008) menunjukkan adanya peranan leptin dalam patogenesis psoriasis vulgaris
akan tetapi perannya dalam keparahan penyakit masih memerlukan penelitian
lebih lanjut.21
Beberapa penelitian telah mempelajari efek leptin terhadap respon imun
dibawa dan didapat. Pada imunitas dibawa leptin meningkatkan fungsi fagositik
makrofag/monosit tikus melalui aktivasi fosfolipase. Terhadap makrofag leptin
juga meningkatkan sekresi sitokin proinflamasi seperti tumor necrosis factor-α
(TNF-α) (awal), interleukin 6 (IL-6) (lanjut), dan IL-12. Efek fasilitasi dari
leptin terhadap fungsi makrofag/monosit telah dikonfirmasi pada manusia.
Tampak bahwa leptin dapat menstimulasi proliferasi monosit sirkulasi manusia
in vitro dan dapat meningkatkan ekspresi penanda-penanda aktivasi termasuk
CD38, CD69, CD25 (rantai α reseptor IL-2) dan CSD71 (reseptor transferin).21
Pada sel-sel polimorfonuklear individu sehat leptin menstimulasi
produksi reactive oxygen species (ROS) dan kemotaksis melalui mekanisme
yang masih kontroversial dan dapat atau tidak dapat berinteraksi dengan
monosit.21
Kemudian di dalam sel-sel natural killer leptin berperan dalam
perkembangan, diferensiasi, proliferasi, aktivasi, dan sitotoksisitas melalui efek
yang diperantarai oleh posforilasi signal transducers and activator of
transcription-3 (STAT-3) dan peningkatan ekspresi gen untuk perforin dan
IL-2.21
Universitas Sumatera Utara
Dalam imunitas didapat leptin mempunyai efek pleiotropik yang
kemungkinan menunjukkan peningkatan kemampuan sistem imun memberikan
respon yang luas terhadap struktur molekular yang berbeda melalui pengenalan
terbatas dari kompleks peptida/major histocompatibility complex (MHC).21
2.3
Psoriasis Vulgaris dan Leptin
Psoriasis vulgaris adalah kelainan kulit
inflamasi kronis yang
diperantarai oleh elemen-elemen sistem imun dibawa dan didapat. Sel T hampir
selalu terlibat saat dimulainya lesi psoriasis. Sel T yang terakivasi pada taut
dermal epidermal dianggap mendorong respon proliferasi hiperplastik melalui
kumpulan sitokin-sitokin Th1 termasuk tumor necrosis factor (TNF)-α,
interferon-ᵧ dan berbagai interleukin (IL).6
Leptin merupakan salah satu sitokin utama yang dihasilkan oleh adiposa
dan telah diteliti perannya dalam mengendalikan homeostatis energi melalui
regulasi nafsu makan. Leptin juga penting untuk imunitas yang diperantarai sel.
Defisiensi leptin kongenital pada manusia mengakibatkan rendahnya frekuensi
sel T CD4+ darah dan juga proliferasi sel T yang rusak serta produksi sitokinsitokin seperti interferon (IFN)-ᵧ. Leptin tampak berperan terhadap T helper
(Th)1 dan menekan respon imun Th2. In vitro leptin bekerja pada sel T naif,
yaitu meningkatkan sekresi IL-2 dan proliferasi dan juga meningkatkan produksi
IFN-ᵧ oleh sel T memori. Oleh karena itu level leptin yang meningkat dapat
mengakibatkan peningkatan respon imun tipe Th1 akibat berkurangnya aktivitas
sel T regulator. 18,29-31
Universitas Sumatera Utara
Leptin berperan penting dalam proses inflamasi yang melibatkan sel T
dan dapat memodulasi aktivitas sel T-helper dalam respon imun selular. Oleh
karena itu leptin mempunyai peran dalam inflamasi yaitu mengaktivasi monosit
dan makrofag, meningkatkan sitokin-sitokin proinflamasi, serta mengarahkan
diferensiasi sel T menjadi fenotipe Th1 dan mengekspresikan INF-ᵞ dan IL-2.
Leptin juga dapat menstimulasi proliferasi keratinosit, ekspresi molekul-molekul
adhesi dan angiogenesis dan juga pertumbuhan sel-sel endotel. Pada psoriasis,
respon imun efektor berkembang disebabkan antigen kulit yang tidak diketahui
dan aktivasi sel T terutama berupa pola sitokin tipe 1. Produksi IFN-ᵞ
menginduksi aktivasi keratinosit dan dan sel-sel endotel serta menginduksi
produksi sitokin-sitokin proinflamasi (IL-1, TNF-α) dan kemokin-kemokin (IL8). TNF-α, sitokin-sitokin lain seperti IL-6 dan growth factor terlibat dalam
patogenesis psoriasis dan mekanisme hiperproliferasi. Level serum dari bahanbahan tersebut dapat berhubungan dengan aktivitas penyakit. 6,32-34
Oleh karena psoriasis merupakan suatu penyakit inflamasi yang
diperantarai imun dan ditandai dengan adanya hiperproliferasi keratinosit dan
infiltrasi limfosit T maka leptin dapat menghubungkan antara fungsi sel T dan
inflamasi pada psoriasis.9
Universitas Sumatera Utara
Download