1st APTECS 2009, ISSN 2086-1931 1 SIMULATION OF CLOSED LOOP DISTRIBUTORLESS DIGITAL WITH SOFTWARE PROTEUS 62.S4 Liza Rusdiyana1) Bambang Sampurno2) 1) Postgraduated student of Mechanical Engineering Department, Faculty of Industrial Technology ITS Surabaya Indonesia 60111, email:[email protected] 2) Department of Mechanical Engineering, Faculty of Industrial Technology ITS Surabaya Indonesia 60111, email: [email protected] Distributorless digital ignition system is expected toanticipate potential problems and shortages caused by the conventional distributor ignition system and weaknesses in distributorless analog. To obtain a description of the performance of the sysytem is done by using computersimulation software Proteus 6.2 sp4. Simulation test is conducted to know the time delay, the degree ignition before top dead center (BTDC). Simulation produced a variabel with the time between cycles and the delay before top dead center (BTDC). Simulation results show the greater the vehicle rounds the time delay small. Whereas before top dead center (BTDC) the greater. This trend shows the system in accordance with the ignition system needs. Keywords : Distributorless digital, Proteus 62.S4, Round, time delay, BTDC. I. PENDAHULUAN Umumnya kendaraan roda empat masih menggunakan komponen distributor sebagai pembagi tegangan sekunder coil pengapian yang selanjutnya disalurkan ke busi pada silinder yang membutuhkan. Sistem ini relatif sederhana karena menggunakan komponen mekanis untuk mengatur waktu pengapian. Namun sistem ini memiliki beberapa permasalahan diantaranya kerusakan permanen pada platina dan kapasitor akibat dialiri arus yang cukup besar, keausan pada komponen bergerak (moving parts), kerusakan pada komponen vacuum advancer dan rute pengapian yang relatif panjang. Beberapa produsen kendaraan telah mengeluarkan varian diantaranya Mitsubishi Eterna DOHC ECI Multi (1990), Suzuki Baleno (1997), Daihatsu Taruna EFI (2000) dan Hyundai Atoz (2005) yang telah menggunakan sistem pengapian dengan meniadakan komponen distributor (distributorless) atau dikenal dengan direct igntion. Sistem distributorless yang dikembangkan pada kendaraan diatas menggunakan sistem Distributorless Dual Ignition System (waste spark) dengan menggunakan sensor putaran dan kemudian dikoreksi timing pengapiannya dengan power ignitor analog. Namun sistem distributorless yang dikembangkan oleh beberapa kendaraan diatas disamping belum terbagi secara independen (masingmasing busi) juga merupakan sistem black box yang sulit bahkan tidak bisa diakses oleh pengguna (programer), sehingga tidak mudah melakukan pemeliharaan. Akibatnya sistem distributorless tersebut harus di reset bahkan harus diganti jika mengalami gangguan. Pengesetan atau penggantian distributorless merupakan solusi yang membutuhkan biaya mahal. Disamping itu, para konsumen kendaraan terus menerus mengalami ketergantungan teknologi. Mengacu pada permasalahan distributor dan distributorless analog, maka dalam makalah ini dipaparkan sistem closed loop distributorless digital multipurpose terbaru yang menggunakan teknologi digital yang dapat diprogram dan dapat diterapkan pada berbagai kendaraan. Sistem ini disamping untuk memperbaiki proses pembakaran juga diharapkan mempermudah konsumen dalam pemeliharaan sekaligus mengurangi ketergantungan pada produsen kendaraan II. DASAR TEORI Pada sistem pengapian konvensional, komponen distributor digunakan sebagai pembagi tegangan sekunder dari coil pengapian yang selanjutnya disalurkan ke busi. Untuk mengantisipasi kelemahan sistem distributor, beberapa kendaraan telah menerapkan sistem distributorless. Sistem distributorless yang dikembangkan menggunakan sistem Distributorless Dual Ignition System (Waste Spark) dengan sensor putaran dan kemudian dikoreksi timing pengapiannya dengan power ignitor analog . Pada Gambar 2 terlihat pada sistem dual ignition, pengapian secara bersamaan diterapkan pada dua silinder yang berpasangan (keduanya pada posisi beberapa derajad sebelum TDC), dimana satu silinder pada posisi yang membutuhkan dan silinder pasangannya pada posisi tidak membutuhkan. Oleh karena pengapian dibuang pada satu silinder yang tidak membutuhkan, maka sistem ini dikenal dengan istilah waste spark ignition. Namun sistem distributorless diatas merupakan sistem black box yang sulit bahkan tidak bisa diakses oleh pengguna (programer), sehingga tidak mudah melakukan perbaikan jika terjadi kerusakan. Gambar : 2. Diagram Distributorless Dual Ignition System (waste spark). 1st APTECS 2009, ISSN 2086-1931 Beberapa peneliti juga melakukan studi maupun merancang sistem distributorless analog maupun digital, diantaranya Mircea and Dumitru (2007) yang mempelajari sistem distributorless waste ignition, dimana diperoleh hasil kurva tegangan primer dan sekunder sebagaimana Gambar 3. Terlihat bahwa pada saat terjadi pembakaran (waktu 5 ms), tegangan primer sekitar 360 volt sedangkan tegangan sekunder coil mencapai -36 kV. Dari grafik terlihat tegangan sekunder coil mengalami harga negatif, disebabkan karena arus yang mengalir dari ground ke elektroda. Beberapa kendaraan telah menggunakan pembalikan tegangan karena dapat mengurangi panas di elektroda. Primer Sekunder Gambar : 3. Grafik tegangan primer dan sekunder terhadap waktu Sementara itu Sampurno B (2007) telah merancang prototipe system distributorless digital multi purpose sesuai dengan kebutuhan sistem pengapian. Sistem ini menggunakan hall sensor tipe KA8940 dan mikrokontroller AN4006. Hasil pengujian tegangan primer dan tegangan skunder distributorless digital tersebut memiliki kemampuan dalam menstabilkan tegangan primer dan skunder pada berbagai putaran dan mampu menghasilkan time delay dan derajad BTDC yang mendekati kebutuhan kendaraan. Namun sistem tersebut menggunakan mikrokontroller yang sulit dilakukan penyesuaian dengan kendaraan roda empat lainnya. Sementara Muzni M dan Sampurno B (2008) telah memperbaiki sistem distributorless digital yang melalui redisain rangkaian elektronik dengan menggunakan mikrokontroler AT89S51 sebagaimana Gambar 4. Sistem ini lebih mempermudah dalam penyesuaian dan pemograman pada berbagai kendaraan. 2 Gambar 4. Rangkaian Elektronika Distributorless Digital Multipurpose System dengan Mikrokontroler AT89S51 III. METODE Tahap awal dilakukan kajian literatur dan produk yang berkaitan dengan distributor dan distributorless untuk memperoleh karakteristik, dimensi dan persoalan nyata dari sistem tersebut. Dari hasil kajian diperoleh kelemahan sistem distributor dan distributorless analog sehingga diperlukan teknologi baru untuk mengantisipasi kompleksitas sinyal, kelemahan pada sistem analog dan kemudahan dalam pemeliharaan. Pengujian performance DDMS meliputi time delay, derajat BTDC, tegangan primer dan skunder. Untuk pengujian BTDC dibutuhkan timing light dan tachometer seperti terlihat pada Gambar 5. Putaran motor divariasikan dari 1000 rpm sampai dengan 5000 rpm (seperti simulasi komputer) kemudian dilihat derajat BTDC. Mengacu pada kendaraan toyota (kijang) pada saat 1000 rpm diawali dengan 8o BTDC, sedangkan kendaraan Daihatsu diawali dengan 10o BTDC. Sementara itu, untuk pengujian time delay dibutuhkan osciloscope yang memiliki spesifikasi tinggi yaitu minimal 100 Mega, agar mampu menangkap sinyal time delay secara sempurna. Adapun rangkaian pengujian time delay seperti terlihat pada Gambar 6, dimana putaran juga divariasikan dari 1000 rpm sampai dengan 5000 rpm. Demikian pula dengan tegangan primer dan skunder coil, juga diukur pada variasi putaran yang sama dengan pengujian derajat BTDC dan time delay. Gambar 5. Metode pengujian Derajad BTDC terhadap putaran mesin 1st APTECS 2009, ISSN 2086-1931 Gambar 6. Metode pengujian time delay terhadap putaran mesin IV. Hasil Penelitian Rangkaian elektronika sistem Distributorless Digital Ignition Multi Purpose disimulasikan dengan software proteus 62.S4 yang mengunakan komponenkomponen elektronik serta instrument lainnya. Sistem dirancang dengan empat pasang sistem masukan dengan menggunakan transistor NPN yang dipasang dengan jumlah ganda, pengaman tegangan negative dengan menggunakan diode, serta pada sisi keluaran menggunakan penguat darlington dalam IC ULN2003 yang di bantu dengan pengaman optoisolator seperti terlihat pada Gambar 7. Osiloskop digunakan sebagai penampil sinyal yang dikeluarkan oleh mikrokontroler, sementara itu volt meter digunakan sebagai pemantau tegangan. Kebutuhan power supply dalam sistm ini adalah 5V dan 12V. Tegangan 5V digunakan untuk mensupply jenis komponen digital sepeti mikrokontroler dan beberapa komponen pendukung lain seperti transistor dan opto isolator. Sementara itu tegangan 12V digunakan sebagai supply sistem daya yaitu penguat transistor dalam IC ULN2003. IC ULN2003 adalah sejumlah transistor yang dikonfigurasi secara darlington sehingga menghasilkan daya yang besar dengan arus bias yang kecil, atau dengan kata lain menghasilkan gain (penguatan) yang tinggi. Gambar 7. Rangkaian Elektronika Distributoless Digital Multipurpose System (DDMS) Mikrokontroler yang digunakan adalah mikrokontroler produksi ATMEL dengan seri 3 ATMEGA16. Mikrokontroler ini adalah seri dari keluarga mikrokontroler AVR yang memiliki sifat high speed, dengan kecepatan sampai 16MIPS (Mega Instruction Per Second). Dengan menggunakan mikrokontroler ini, nantinya sistem pengapian dapat dikontrol dengan menggunakan sistem pewaktuan yang tepat. Sedangkan Transistor 2N2222 yang dipasang 2 buah secara seri digunakan sebagai pengubah tegangan analog dan tegangan sinus menjasi pulsa-pulsa yang mampu dibaca oleh mikrokrokontroler. Saat terdapat tegangan pada sisi masukan lebih dari 0.7 V maka transistor ini akan berada pada posisi ON, sehingga kaki Emitor dan Kolektor akan terhubung, dan mengakibatkan output transistor menjadi 0V atau berlogika Low. Degan adanya kondisi ini, maka transisot berikutnya akan berada pada posisi Off, atau kaki Emitor dan Kolektor tidak terhubung, dan kondisi ini akan mengakibatkan keluaran transistor kedua akan berlogika high, atau mendekati Vcc karena adanya Pull up resistor. Pada sisi masukan analog yang lain, yaitu masukan ADC mikrokontroler (Analog to digital Converter), dipasang dua buah diode yang berfungsi untuk memblokir adanya tegangan negative. Tegangan masukan analog nantinya akan diubah oleh mikrokontroler menjadi data digital dengan menggunakan vitur ADC yang dimiliki oleh mikrokontroler. Sedangkan pada sisi keluaran mikrokontroler digunakan untuk mengendalikan sistem pengapian, untuk itu dibutuhkan driver atau penguat daya. Sistem ini menggunakan 2 buah komponen penting yaitu IC 4N25 dan IC ULN2003. 4N25 adalah IC opto isolator yang digunakan untuk mengisolasi tegangan 5V dan tegangan kerja 12V. IC ULN2003 digunakan sebagai penguat darlington. Pemodelan sistem pengapian dari rangkaian elektronika yang di simulasikan komputer merupakan hasil yang digunakan dalam pengembangan produk. Pengujian yang dilakukan dengan mengsimulasikan sehingga diperoleh hasil pengujian berupa sinyal yang keluar dari osiloskop (lihat Gambar 8) dan grafik time delay terhadap putaran mesin (lihat Gambar 9). Pada Gambar 8 terlihat sinyal berbentuk pulsa (sinyal blanking) yang keluar dari rangkaian mikroprosesor sebagai sinyal waktu tunda (time delay). Sedangkan pada Gambar 9 dengan memperhatikan perbandingan jumlah sinyal frekuensi input dan output dari rangkaian elektronika yang merupakan representasi dari 1000 (rpm) pada putaran awal dimana waktu pengapian busi (frekuensi pengapian) T = 1/(rps/2) untuk satu busi, rps = 1000/60 = 16.7 Hz, rps setara dengan Hz, sehingga melalui perhitungan sederhana diperoleh waktu tunda (time delay) T = 4/(16.7/2) = 4.79 (ms), selanjutnya untuk 4 busi sinyal tersebut pada putaran 2500 (rpm) menghasilkan rps = 2500/60 = 41.6 Hz. Dari hasil tersebut kemudian dilakukan perhitungan waktu tunda (time delay) T = 4/(rps/2) = 4/(41.6/2) = 1.9 ms. 1st APTECS 2009, ISSN 2086-1931 4 Gambar 8. Hasil simulasi DDMS Dari Gambar 9 terlihat bahwa dengan bertambahnya putaran mesin maka terjadi penurunan waktu tunda, hal ini menunjukkan bahwa semakin cepat laju kendaraan maka semakin cepat pula waktu yang dibutuhkan untuk proses penyalaan busi dalam ruang silinder. Sementara itu hasil simulasi derajad BTDC sebagaimana Gambar 6. Terlihat bahwa pada putaran mesin 1000 rpm awal penyalaan diperoleh 8o BTDC yang berdasarkan referensi dari Toyota Kijang. Semakin tinggi putaran mesin waktu yang dibutuhkan untuk proses penyalaan campuran udara dan bahan bakar juga semakin cepat sehingga derajat pengapiann juga semakin jauh dari titik mati atas (TDC). Waktu (ms) Time Delay 6 4 2 0 0 2000 4000 6000 Putaran (rpm) Gambar 5. Grafik Time Delay terhadap putaran mesin Advance ° BTDC Derajat BTDC 40 20 0 0 2000 4000 6000 Putaran (rpm) Gambar 6. Grafik derajat BTDC terhadap putaran mesin IV. KESIMPULAN Dari hasil rancangan rangkaian elektronika simulasi komputer, penelitian yang menghasilkan prototipe Closed Loop Distributoless Digital Ignition Multi Purpose dapat disimpulkan bahwa: 1. Waktu tunda dan derajad pengapian dapat disesuaikan dengan kebutuhan kendaraan, sehingga sistem ini dapat digunakan pada berbagai kendaraan (multi purpose). 2. Arus primer dan tegangan primer coil yang dihasilkan lebih besar sekitar 30 (mAmper) untuk arus primer dan 590 (Volt) untuk tegangan coil, dibandingkan dengan hasil dari sistem Distributor. 3. Arus sekunder dan tegangan sekunder coil yang dihasilkan lebih besar sekitar 6 (Amper) untuk arus primer dan 59 (kVolt) untuk kumparan sekunder coil, dibandingkan dengan sistem Distributor. 4. Waktu pengapian lebih tepat dan singkat, sehingga proses pembakaran bahan bakar-udara menjadi lebih sempurna dan kualitas emisi gas buang pada kendaraan dapat ditingkatkan. V. DAFTAR PUSTAKA 1. Kristanto Philip, 2003, “Pengaruh Alduterasi Bahan Bakar Gasolin-Kerosene Terhadap Emisi Gas Buang dan Performa Motor”, Universitas Kristen Petra, Surabaya 2. Mircea dan Dumitru, 2007, ”The Study Of The Ignition To The Automotive Spice Simulation”, Interdisciplinarity In Engineering Scientific International Conference, TG. MURESRomania., 2 – 5. 3. Sampurno B dkk 2007, ”Rancang Bangun Sistem Distributorless Digital Multi Purpose” Laporan hasil penelitian DIPA ITS Surabaya. 4. Sampurno B, Hadi S dkk 2009 “Application of Digitalized Distributorless Ignition System to Provide Stable High Voltage” The 15th Asia Pasific Automotive Engineering Conference October 26-28, 2009, Hanoi, Vietnam. 5. Sutantra, I. N, 2001, ” Teknologi Otomotif Teori dan Aplikasinya”, Guna Widya Surabaya. 6. Willa, Lukas, 2007, ”Teknik Digital, Mikroprosesor & Mikrokontroler”, Penerbit Informatika, Bandung 7. Lawson Doug, 2007, “Static Ignition Timing – General”, diakses pada hari Selasa, 11 Mei 2010 pukul 11.10 WIB 8. http://aksesorismobil.com/detiltips.php?uid=34, Tabloid Otomotif, diakses pada hari Senin, 10 Mei 2010 pukul 14.15 WIB 9. http://kendaraan.info/v4/special-661-KatalitikKonverter,-Agar-Lingkungan-Kita-TetepTerjaga.html diakses pada hari Kamis, 20 Mei 2010 pukul 11.10 WIB 10. www.belitoyota.com/2010/04/kijang -innovaberstandar-emisi-euro2.html diakses pada hari Kamis, 20 Mei 2010 pukul 11.15 WIB -innova11. www.belitoyota.com/2010/04/kijang satu-busi-satu-koil-makin-mantap.html diakses pada hari Kamis, 20 Mei 2010 pukul 11.20 WIB