BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian
terbuka. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang berintegrasi
dengan banyak negara lain baik dalam hal perdagangan dan aliran keuangan.
Perdagangan dilakukan Indonesia dalam ekspor
dan impor barang jasa.
Dalam aliran keuangan, salah satunya Indonesia melakukan pendanaan
berupa utang luar negeri yang menjadi salah satu sumber pembiayaan
maupun transfer payments yang berupa bantuan ke luar negeri. Utang luar
negeri menjadi satu hal yang sangat penting diperhatikan sebagai upaya yang
diambil pemerintah dalam keberlangsungan stabilitas kondisi perekonomian
negara dalam hal pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk melihat
pencapaian atau ukuran dari keberhasilan suatu negara dalam pembangunan.
Pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses pertumbuhan output perkapita
jangka panjang yang terjadi apabila ada kecenderungan (output perkapita untuk
naik) yang bersumber dari proses intern perekonomian tersebut, bukan berasal
dari luar dan bersifat sementara. Atau dengan kata lain bersifat self generating,
yang berarti bahwa proses pertumbuhan itu sendiri menghasilkan suatu
kekuatan atau momentum bagi kelanjutan pertumbuhan tersebut dalam periode
selanjutnya (Boediono, 1994).
1
Pada dasarnya aktivitas perekonomian yang dilakukan adalah proses
penggunaan dari faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output , yang akan
diukur dari indikator GDP. Laju pertumbuhan GDP dapat dilihat pada tabel 1.1
yang menunjukkan pergerakan GDP yang cenderung mengalami peningkatan
dari tahun 1986 dan mengalami penurunan akibat krisis di tahun 1998. Namun
pada periode berikutnya cenderung meningkat secara perlahan.
Tabel 1.1 : Laju GDP ( Gross Domestic Product ) Indonesia Total ( dalam
USD )
1,000,000
900,000
800,000
700,000
600,000
500,000
400,000
ID: GDP: USD
300,000
200,000
100,000
0
Sumber : Worldbank ( 2014 )
Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki sumber daya yang
melimpah dengan tingginya jumlah penduduk, luas wilayah, meskipun berbeda
jika dilihat dari kondisi ekonomi. Kondisi ini cukup memprihatinkan apabila
dibandingkan dengan kekayaan alam yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Fondasi ekonomi yang dimiliki oleh Indonesia sangat rapuh, yang berakibat
pada tidak terkontrolnya pertumbuhan ekonomi Indonesia (Achsani,2003).
2
Namun kemampuan finansial yang dimiliki Indonesia masih jauh dari cukup
dan tentunya membutuhkan bantuan dari pihak lain atau luar negeri. Kondisi
perekonomian Indonesia juga tidak bisa stabil karena semakin derasnya
globalisasi
yang
berkembang
pesat
yang
sangat
berpengaruh
bagi
perekonomian Indonesia. Sehingga Indonesia harus mengikuti perkembangan
dengan keterbukaan untuk menjalin kerjasama dengan negara lain sebagai
upaya pembangunan nasional.
Sebelum adanya isntrumen berupa Surat Berharga Negara (SBN) dan
pinjaman dalam negeri, pinjaman luar negeri merupakan sumber utama
penerimaan alternatif untuk membiayai belanja pembangunan setelah
penerimaan pajak dan non pajak. Sejak era reformasi, pinjaman luar negeri
merupakan bagian dari instrumen pembiayaan APBN disamping instrumen
utang lainnya seperti Surat Berharga Negara (SBN) dan pinjaman dalam
negeri. Kontribusi pinjaman luar negeri dalam pembiayaan APBN dapat dilihat
dalam tabel 1.2 berikut (Salim, 2015).
3
Tabel 1.2 Pembiayaan Anggaran 2014-2015 (dalam miliar rupiah)
Sumber : Nota Keuangan, 2015
Di awal tahun 1980-an sampai pertengahan dekade 1990-an Indonesia
mengalami kondisi perekonomian yang cukup baik karena pertumbuhan
ekonomi Indonesia tahun 1986 sampai 1989 terus mengalami peningkatan
dengan masing-masing peningkatan 5,9 persen di tahun 1986, 6,9 persen di
tahun 1988, dan 7,5 persen di tahun 1989. Pada dekade tersebut angka inflasi
cenderung stabil, jumlah pengangguran yang rendah dengan kondusifnya iklim
investasi yang ditandai dengan kesempatan kerja yang terus meningkat, dan
sebagainya. Namun perekonomian Indonesia akhirnya jatuh oleh krisis
ekonomi yang terjadi secara global di tahun 1997-1998 yang ditandai dengan
angka inflasi yang meningkat tajam, rupiah yang terdepresiasi, tingginya angka
pengangguran seiring menurunnya kesempatan kerja, dan ditambah semakin
4
besarnya jumlah utang luar negeri Indonesia akibat kurs rupiah yang
terdepresiasi. Hal ini terjadi karena tidak adanya dukungan dari sisi mikro
yang kuat yang ditunjukkan dari meningkatnya praktek korupsi, kolusi, dan
nepotisme ( KKN ), sumber daya manusia yang kurang kompetitif, dan
sebagainya ( Anggito Abimanyu, 2000 ).
Tabel 1.3 Total utang luar negeri menurut peminjam (2009-2014) :
Tahun
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Pemerintah dan
99.256 118.624 118.642 126.119 123.255 134.207
Bank Sentral
Swasta / private
73.606 83.789 106.732 126.245 140.013 160.544
Sumber : Bank Indonesia (2015)
Sejalan dengan longgarnya kebijakan pinjaman luar negeri, selama orde
baru volume pinjaman mengalami peningkatan yang cepat. Posisi pinjaman
luar negeri pada akhir tahun 1998 tercatat sebesar USD 150.886 juta masingmasing untuk pemerintah sebesar USD 67.328 juta dan swasta sebesar USD
83.558 juta. Setelah tahun 1998 posisi pinjaman sedikit mengalami penurunan
berkaitan dengan kondisi perekonomian yang melemah akibat krisis, sehingga
sulit untuk mendapatkan pinjaman baru. Tabel 1.3 diatas menunjukkan posisi
pinjaman luar negeri yang terus meningkat pada setiap tahunnya. Seperti pada
tahun 2014, total utang swasta meningkat dari USD 140.013 pada tahun 2013
menjadi USD 160.544 pada tahun 2014. Sedangkan untuk utang pemerintah
dan bank sentral meningkat dari 123.255 pada tahun 2013 menjadi 134.207
pada tahun 2014.
5
Tabel 1.4 Posisi utang menurut jenis mata uang dan kreditur :
No
1
2
3
4
Jenis mata uang
Usd
Jpy
Idr
eur
No
1
2
3
4
Kreditur
Jepang
Singapura
Belanda
Amerika
Sumber : Bank Indonesia (2015)
Dari tabel 1.4 menunjukkan bahwa sebagian besar utang luar negeri
Indonesia menggunakan jenis mata uang asing yaitu Dollar dan Yen. Hal ini
membuat Indonesia harus melakukan hedging untuk menghindari pengaruh
depresiasi mata uang, terlebih untuk perlindungan terhadap krisis utang.
Fenomena krisis utang merupakan suatu fenomena siklus bisnis yang memiliki
peluang untuk terulang kembali di kemudian hari. Fenomena krisis utang
pertama kali tercatat pada tahun 1980an di Amerika Latin. Krisis utang saat itu
disebabkan oleh tingginya penarikan utang luar negeri pemerintah yang tidak
memperhitungkan kemampuan membayar kembali utang tersebut (Chowdhury
dan Hossain 2000). Tercatat jumlah utang luar negeri yang dimiliki oleh
Negara Amerika Latin lebih dari 600 miliar USD. Krisis utang kedua yang
terjadi di dunia adalah krisis utang negara-negara berkembang Asia pada tahun
1998.
Krisis tersebut diawali dari hilangnya kepercayaan investor pada negara
Asia khususnya Asia Tenggara dikarenakan kegagalannya dalam memenuhi
kewajiban utang yang jatuh tempo. Kejadian tersebut memicu capital outflow
besar-besaran keluar Asia Tenggara. Capital outflow ditambah dengan masalah
6
distorsi kebijakan publik serta masalah struktural membuat negara-negara Asia
Tenggara terjebak dalam krisis yang lebih dalam hingga krisis sosial ekonomi
(Corsetti et al. 1999). Krisis utang juga kembali terjadi di tahun 2008 akibat
krisis utang Yunani dan juga di Amerika Serikat akibat subprime mortagage.
Hal tersebut menunjukkan bahwa krisis bisa terjadi di negara maju
maupun
negara
berkembang.
Sebagai
akibat
krisis
tersebut
terjadi
pembengkakan utang luar negeri pemerintah Indonesia seperti yang terjadi di
tahun 1997. Utang luar negeri merupakan konsekuensi biaya yang harus
dibayar sebagai akibat pengelolaan perekonomian yang tidak seimbang, efisien
dan konsisten. Sehingga pemerintah Indonesia harus menambah utang luar
negeri baru untuk membayar utang luar negeri lama yang jatuh tempo.
Akumulasi utang luar negeri dan bunganya akan dibayar melalui APBN
dengan mencicilnya pada tiap tahun anggaran. Hal ini menyebabkan
berkurangnya kesejahteraan rakyat dimasa yang akan datang dan akan
berdampak membebani masyarakat, khususnya para wajib pajak di Indonesia.
Solusi yang dianggap bisa diandalkan untuk mengatasi kendala rendahnya
mobilisasi modal domestik adalah dengan mendatangkan modal dari luar
negeri, yang umumnya dalam bentuk hibah (grant), utang pembangunan
(official development assistance), arus modal swasta, seperti utang bilateral dan
multilateral; investasi swasta langsung (PMA); portfolio investment; utang
bank dan utang komersial lainnya; dan kredit perdagangan (ekspor impor).
Modal asing ini dapat diberikan baik kepada pemerintah maupun kepada pihak
swasta (Atmadja. 2000).
7
Tabel 1.5 Laju Utang Luar Negeri dan GDP Indonesia tahun 1981– 2013
(dalam juta USD)
1,000,000,000,000
800,000,000,000
600,000,000,000
400,000,000,000
200,000,000,000
ED
2013
2011
2009
2007
2005
2003
2001
1999
1997
1995
1993
1991
1989
1987
1985
1983
1981
0
GDP
Sumber: International Finacial Statistics(2015), diolah
Selain itu hasil penelitian yang dilakukan di United States of America
menemukan bahwa ada beberapa dampak ekonomi yang dialami akibat adanya
utang pemerintah. Dampak tersebut adalah dampak utang terhadap tabungan
nasional dan formasi kapital, dampak terhadap output dan pendapatan, dampak
terhadap distribusi pendapatan dan inflasi (tingkat harga) dan dampaknya
terhadap nilai tukar dan transaksi luar negeri (Elmendorf dan Mankiw, 1998).
Implikasi utang luar negeri terhadap kondisi moneter berupa dana yang
masuk baik dari investasi maupun pinjaman dalam bentuk dana yang diberikan
oleh pihak asing serta suku bunga yang relatif tinggi menyebabkan aktiva luar
8
negeri dalam sistem moneter mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari
Bank Indonesia, pada akhir Januari 1996 posisi aktiva luar negeri sistem
moneter tercatat sebesar Rp. 31.925 miliar dan meningkat setahun berikutnya
menjadi Rp. 53.5112 miliar pada akhir januari 1997. Jumlah tersebut
merupakan persentase sebesar 81,2 persen dari jumlah uang beredar dan 18,4
persen dari likuiditas perekonomian. Melihat besarnya aliran dana luar negeri
dalam mempengaruhi jumlah uang beredar, dapat dilihat bahwa sangat sulit
dalam pengelolaan moneter mengingat perubahan aliran dana tersebut sulit
untuk diprediksikan. Aliran modal keluar juga menyebabakan implikasi yang
lebih terhadap kondisi sistem moneter. Menjelang pertengahan tahun 1997
sektor eksternal diwarnai dengan fenomena baru. Apabila sebelumnya
transaksi pinjaman masih menunjukkan surplus maka sejak tahun 1997
transaksi pinjaman mulai mengalami defisit yang berarti modal keluar.
Masalah modal keluar tersebut menimbulkan implikasi yang kurang
menguntungkan terhadap
kestabilan
moneter
baik
eksternal
maupun
internal.Perkembanganpertumbuhanjumlahuangberedarriil,defisit
anggarandanpertumbuhanekonomidiIndonesiaditunjukkanoleh Gambar1.6.
9
Tabel 1.6 Jumlah Uang Beredar, Defisit Anggaran, dan Pertumbuhan
Ekonomi Indonesia, 2010:1-2012:4
12
10
Pertumbuhan
Ekonomi
8
6
4
2
Defisit Anggaran
(%PDB Nominal)
0
-2
-4
Jumlah uang
Beredar Riil (%PDB
Riil)
-6
-8
Sumber: BPS, Kemenkeu (2015, diolah)
Tabel 1.6 menunjukkan defisit anggaran dan pertumbuhan ekonomi
mengalami fluktuasi dari tahun 2010 hingga 2012, yang berarti bahwa defisit
anggaran mempunyai pengaruh terhadap pergerakan pertumbuhan ekonomi.
Sedangkan di tahun tersebut, jumlah uang beredar relatif stabil berbeda dengan
total utang luar negeri yang cenderung berfluktuasi.
Dalam fiskal, keterkaitan utang luar negeri terutama pada beban
pembayaran bunga dan cicilan dari pinjaman luar negeri yang dibebankan pada
APBN disetiap tahunnya. Semakin besar pinjaman luar negeri yang dilakukan
maka semakinbesar pula cicilan dan bunga yang harus dibayarkan. Besarnya
10
alokasi pembayaran cicilan dan bunga pinjaman tersebut pada akhirnya akan
mempengaruhi alokasi pembiayaan di sektor-sektor lain, apalagi jika
penerimaan pemerintah relatif tidak banyak berubah. Selain itu jika beban
tersebut terus berlangsung dalam periode yang cukup lama akan meningkatkan
ekspektasi inflasi dan depresiasi.
Kebijakan moneter dan kebijakan fiskal memiliki peran utama dalam
mempertahankan
stabilitas
makroekonomi
di
negara
yang
sedang
berkembang. Dua kebijakan tersebut menjadi perdebatan diantara dua
pandangan yaitu keynesian dan monetaris. Monetaris berpendapat bahwa
inflasi merupakan fenomena moneter. Artinya, inflasi timbul sebagai akibat
pertambahan jumlah uang beredar, sedangkan menurut pandangan keynesian,
inflasi disebabkan oleh pengeluaran agregat yang melebihi penerimaan
agregat sehingga terjadi defisit anggaran dimana defisit anggaran tersebut
mendorong bank sentral untuk meningkatkan jumlah uang beredar (Nopirin,
1987:90-91)
Namun terdapat banyak kontradiksi dalam teori dan penerapannya di
Indonesia, maka penelitian ini akan membahas masalah utang luar negeri dan
dampaknya terhadap pertumbuhan ekonominnya yang dilihat hubungannya
dengan kebijakan fiskal dan moneter yang masing-masing menggunakan satu
variabel sebagai ukuran. Budget defisit sebagai ukuran dalam pengaruhnya
terhadap APBN atau kebijakan fiskal dan jumlah uang beredar untuk melihat
11
pengaruhnya
terhadap
kebijakan
moneter.
Sehingga
penelitian
ini
mengangkat judul “Analisis Pengaruh Utang Luar Negeri, Defisit
Anggaran, dan Uang Beredar terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia Periode Tahun 1981-2013“.
1.2 Rumusan Masalah
Indonesia sebagai negara berkembang membutuhkan dana yang besar
untuk mencukupi pembiayaan terhadap pengeluaran dan pembangunan salah
satunya bersumber dari utang luar negeri. Baik utang pemerintah ataupun
swasta menjadi permasalahan di Indonesia karena kondisi utang luar negeri
hingga saat ini terus meningkat dengan jumlah sangat besar dan cukup
memprihatinkan membuat pinjaman luar negeri menjadi beban perekonomian
yang sangat berat. Menjadi dilema pemerintah karena disatu sisi utang luar
negeri menjadi salah satu sumber penerimaan pemerintah dalam anggaran
dan pada sisi lain pembayaran utang luar negeri yang telah jatuh tempo
menjadi beban dalam anggaran pemerintah sebagai pengeluaran rutin yang
harus dikeluarkan. Dalam kaitannya terhadap anggaran pemerintah, peranan
kebijakan
moneter
dan
fiskal
dalam
mempertahankan
stabilitas
makroekonomi di negera berkembang menjadi perdebatan diantara kaum
Keynesian dan Moneteris. Moneteris berpendapat bahwa inflasi merupakan
fenomena moneter, artinya inflasi timbul sebagai akibat pertambahan jumlah
uang beredar, sedangkan menurut Keynesian inflasi disebabkan oleh
pengeluaran agregat yang melebihi penerimaan agregat sehingga tetrjadi
12
defisit anggaran dimana defisit anggaran tersebut mendorong bank snetral
untuk meningkatkan jumlah uang beredar (Nopirin, 1987:90-91).
Melihat bahwa utang luar negeri menjadi salah satu sumber
pembiayaan yang mempunyai pengaruh kuat dalam perekonomian, maka
kausalitas antara utang luar negeri dan indikator perekonomian yaitu
anggaran
pemerintah
(defisit
anggaran),
jumlah
uang
berdar
dan
pertumbuhan ekonomi menjadi penting untuk diteliti.
Dengan penjelasan yang dijabarkan diatas, maka pokok permasalahan
yang di rumuskan dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah terdapat hubungan jangka panjang dan atau jangka pendek antara
utang luar negeri, defisit anggaran, jumlah uang beredar dan pertumbuhan
ekonomi di Indonesia berdasarkan analisis Vector Error Correction Model
(VECM) ?
2. Bagaimana hubungan kausalitas antara utang luar negeri, defisit anggaran,
jumlah uang beredar serta pertumbuhan ekonomi berdasarkan analisis
Granger Causality Test ?
3. Bagaimana respon pertumbuhan ekonomi terhadap kejutan (shock) pada
variabel defisit anggaran dan jumlah uang beredar, serta respon utang luar
negeri terhadap kejutan (shock) variabel krisis berdasarkan analisis impulse
response function (IRF) ?
4. Bagaimana kontribusi suatu variabel, baik variabel itu sendiri maupun
variabel lain, meliputi utang luar negeri, defisit anggaran, jumlah uang
13
beredar serta pertumbuhan ekonomi berdasarkan analisis Forecast Error
Decomposition of Variance (FEDV) ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan
dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Mengkaji hubungan jangka panjang dan atau jangka pendek antara utang luar
negeri, defisit anggaran, jumlah uang beredar dan pertumbuhan ekonomi di
Indonesia berdasarkan analisis Vector Error Correction Model (VECM).
2. Menganalisis hubungan kausalitas antara utang luar negeri, defisit anggaran,
jumlah uang beredar serta pertumbuhan ekonomi berdasarkan analisis
Granger Causality Test.
3. Menganalisis respon pertumbuhan ekonomi terhadap kejutan (shock) pada
variabel defisit anggaran dan jumlah uang beredar, serta respon utang luar
negeri terhadap kejutan (shock) variabel krisis berdasarkan analisis impulse
response function (IRF)
4. Menganalisis kontribusi variabel penelitian, baik terhadap variabel itu sendiri
maupun variabel lain, meliputi utang luar negeri, defisit anggaran, jumlah uang
beredar serta pertumbuhan ekonomi berdasarkan analisis Forecast Error
Decomposition of Variance (FEDV).
14
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi
yang lebih dalam mengenai keberlanjutan utang luar negeriyang dilakukan
pemerintah dengan melihat hubungannya dengan defisit anggaran dan jumlah
uang beredar serta dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini
juga dapat menjadi masukan bagi pemerintah untuk menentukan arah
kebijakan yang tepat dalam mengelola utang luar negeri agar beban terhadap
utang tidak berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi, pembangunan
dan kesejahteraan.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada analisis keberlanjutan utang
luar negeri pemerintah Indonesia, terkait dengan variabel penelitian lainnya
yaitu jumlah uang beredar, budget defisit, dan pertumbuhan ekonomi. Data
yang digunakan berupa data tahunan periode 1981 hingga 2013. Variabel yang
dianalisis diantaranya rasio utang luar negeri ( ED ) terhadap Gross Domestic
Product (GDP), rasio budget defisit (BD ) terhadap Gross Domestic Product
(GDP), dan rasio jumlah uang beredar ( M2 ) terhadap Gross Domestic
Product (GDP).
15
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan bagian utama dari penelitian ini disajikan sebagai
berikut :
Bab I
sebagai bab pendahuluan yang akan memaparkan mengenai hal-hal
yang menjadi latar belakang msalah, rumusan masalah, pertanyaan,
tujuan, manfaat dan sistematika penulisan peneliti.
Bab II sebagai bab tinjauan pustaka
yang akan memaparkan mengenai
landasarn teori dari judul penelitian, penelitian-penelitian terdahulu
yang relevan dengan penelitian ini dan hipotesis penelitian.
Bab III sebagai bab metodologi penelitian yang akan memaparkan mengenai
jenis dan sumber data, variabel penelitian, model dan metode analisis
yang digunakan dalam penelitian.
Bab IV sebagai bab hasil dan pembahasan yang akan memaparkan mengenai
statistik deskriptif dari data yang digunakan dalam model, tahapantahapan analisis dan pembahasan hasil penelitian
Bab V
sebagai bab kesimpulan dan saran yang akan memaparkan mengenai
kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini dan rekomendasi
kebijakan bagi pemerintah serta saran untuk penelitian selanjutnya.
16
Download