teori-teori kritis - Universitas Mercu Buana

advertisement
Modul 14
8.2. TEORI-TEORI KRITIS
T
eori kritis dimulai dengan karya-karya Max Horkheimer, Theodore
Adorno, Herbert Marcuse dari Frankfurt School dalam tahun 1923.
Kelompok ini semula dipengaruhi oleh prinsip-prinsip Marxis, walaupun tidak
semua yang ada pada teori kritis adalah Marxis.
Meskipun terdapat beberapa macam ilmu sosial kritis, menurut Sendjaja
(1994:392) semuanya memiliki tiga asumsi dasar yang sama, yaitu:

semuanya menggunakan prinsip-prinsip dasar ilmu sosial interpretif. Yaitu
bahwa ilmuwan kritis
menganggap perlu untuk memahami pengalaman
orang dalam konteks. Secara khusus pendekatan kritis bertujuan untuk
menginterpretasikan
dan
karenanya
memahami
bagaimana
berbagai
kelompok sosial dikekang dan ditindas.

pendekatan ini mengkaji kondisi-kondisi sosial dalam usahanya untuk
mengungkap struktur-struktur
yang seringkali tersembunyi.
Kebanyakan
teori-teori kritis mengajarkan bahwa pengetahuan adalah kekuatan untuk
memahami bagaimana seseorang ditindas sehingga orang dapat mengambil
tindakan untuk merubah kekuatan penindas.

Pendekatan kritis secara sadar berupaya menggabungkan teori dan
tindakan. Teori-teori tersebut jelas normatif dan bertindak untuk mencapai
perubahan dalam berbagai kondisi yang mempengaruhi hidup kita.
Ilmu sosial kritis pada dasarnya memiliki implikasi ekonomi dan politik,
tetapi banyak di antaranya yang berkaitan
dengan komunikasi dan tatanan
komunikasi dalam masyarakat. Meskipun demikian, teoretisi kritis biasanya
enggan untuk memisahkan komunikasi dan elemen-elemen lainnya dari
keseluruhan sistem. Dengan kata lain, suatu teori kritis mengenai komunikasi
(atau ekonomi, atau politik) perlu melibatkan kritik mengenai masyarakat
secara keseluruhan.
Teori komunikasi kritis berhubungan dengan berbagai topik yang
relevan, termasuk bahasa, struktur organisasi, hubungan interpersonal, dan
-- Farid hamid, S.Sos, M.Si --
1
Modul 14
media. Komunikasi itu sendiri menurut perspektif kritis merupakan suatu hasil
dari tekanan (tension) antara kreativitas individu dalam memberi kerangka
pada pesan dan kendala-kendala sosial terhadap kreativitas tersebut.
Dalam hubungannya dengan penelitian komunikasi, aliran kritis memiliki
beberapa karakteristik, antara lain:
1. Aliran Kritis lebih menekankan pada unsur-unsur filosofis
komunikasi.
Pertanyaan-pertanyaan yang sering dikemukakan oleh kaum kritis adalah
siapa yang mengontrol arus komunikasi? siapa yang diuntungkan oleh arus
dan struktur komunikasi yang ada?, ideologi apa yang ada dibalik media?.
2. Aliran
Kritis
melihat
struktur
sosial
sebagai
konteks
yang
sangat
menentukan realitas, proses, dan dinamika komunikasi manusia. Bagi aliran
ini, suatu penelitian komunikasi manusia, khususnya komunikasi massa yang
mengabaikan struktur sosial sebagai variabel berpengaruh, dikatakan bahwa
penelitian tersebut a-historis dan a-kritis.
3. Aliran
Kritis
lebih
memusatkan
perhatiannya
pada
siapa
yang
mengendalikan komunikasi. Aliran ini beranggapan bahwa komunikasi hanya
dimanfaatkan oleh kelas yang berkuasa, baik untuk mempertahankan
kekuasaannya maupun untuk merepresif pihak-pihak yang menentangnya.
4. Aliran Kritis sangat yakin dengan anggapan bahwa teori komunikasi
manusia, khususnya teori-teori komunikasi massa, tidak mungkin akan
dapat menjelaskan realitas secara utuh dan kritis apabila ia mengabaikan
teori-teori tentang masyarakat. Oleh karena itu, teori komunikasi massa
harus selalu berdampingan dengan teori-teori sosial (Akhmad Zaini Abar,
1999:54).
Berikut ini akan dijelaskan secara ringkas beberapa teori yang
dikategorikan sebagai teori-teori dalam perspektif kritis, antara lain:
Teori Feminis
Teori feminis berbeda dengan teori-teori sebelumnya yang pernah kita
bahas. Hal ini dikarenakan teori ini adalah pemikiran sebuah komunitas
interdisipliner.
-- Farid hamid, S.Sos, M.Si --
2
Modul 14
Teori feminis adalah sebuah generalisasi dari berbagai sistem gagasan
mengenai kehidupan sosial dan pengalaman manusia yang dikembangkan dari
perspektif yang terpusat pada wanita. Teori ini terpusat pada wanita dalam
tiga hal:
a. sasaran utama studinya titik tolak seluruh penelitiannya adalah situasi dan
pengalaman wanita dalam masyarakat.
b. Dalam proses penelitiannya, wanita dijadikan sasran sentral; artinya,
mencoba melihat dunia khusus dari sudut pandang wanita terhadap dunia
sosial.
c. Teori feminis dikembangkan oleh pemikir kritis dan aktivis atau pejuang
demi kepentingan wanita.
Teoretisi feminis mengamati bahwa banyak aspek kehidupan yang
sebenarnya terlepas dari aspek biologis (jenis kelamin) dipahami dalam kualitas
gender, termasuk bahasa, karya, peran keluarga, pendidikan, sosialisasi, dan
sebagainya. Kritis
feminis ditujukan untuk mengungkap kekuatan dan
keterbatasan pembagian ini. Banyak teori feminis menekankan penindasan
dalam hubungan gender. Gender adalah suatu konstruksi sosial yang meskipun
perlu, telah didominasi oleh laku-laki dan menindas perempuan. Teori feminis
ditujukan untuk menantang asumsi-asumsi gender yang berlaku luas dalam
masyarakat dan untuk mencapai cara-cara yang membebaskan perempuan dan
laki-laki untuk eksis di dunia.
Kritik feminis menjadi semakin populer dalam studi komunikasi. Kritik
ini mempelajari:
1. gejala di mana bahasa yang bias laki-laki (mendominankan kedudukan lakilaki) akan mempengaruhi hubungan antara laki-laki dan perempuan.
2. gejala di mana dominasi laki-laki telah membatasi komunikasi bagi
perempuan.
3. gejala di mana perempuan memiliki pola-pola percakapan dan bahasa lakilaki yang akomodatif dan menentang, kekuatan bentuk-bentuk komunikasi
yang feminin, dan gejala sejenis lainnya.
Salah satu varian dari teori feminis adalah Muted Group Theory (teori
kelompok bungkam). Teori kelompok bungkam adalah suatu contoh menarik
-- Farid hamid, S.Sos, M.Si --
3
Modul 14
dari teori komunikasi kritis. Teori ini memusatkan perhatiannya pada kelompok
tertentu dalam masyarakat, mengungkap struktur-struktur penting yang
menyebabkan penindasan, dan memberikan arah bagi perubahan yang positif.
Teori yang dirintis oleh antropolog Edwin Ardener dan Shirley Ardener
ini berasumsi bahwa bahasa dari suatu budaya memiliki bias laki-laki yang
melekat di dalamnya, yaitu bahwa laki-laki menciptakan makna bagi suatu
kelompok dan bahwa suara perempuan ditindas atau dibungkam. Perempuan
yang
dibungkam
ini
dalam
pengamatan
Ardener
membawa
kepada
ketidakmampuan perempuan untuk dengan lantang mengekspresikan dirinya
dalam dunia yang didominasi laki-laki.
Analisis Wacana
Dalam khasanah studi analisis tekstual, analisis wacana masuk dalam
paradigma kritis, suatu paradigma berpikir yang melihat pesan sebagai
pertarungan kekuasaan, sehingga teks berita dipandang sebagai bentuk
dominasi dan hegemoni satu kelompok kepada kelompok yang lain.
Paradigma kritis melihat bahwa media bukanlah saluran yang bebas dan
netral. Media justeru dimiliki oleh kelompok tertentu dan digunakan untuk
mendominasi kelompok yang tidak dominan. Oleh karena itu, pertanyaan
pertama dari paradigma kritis adalah siapakah (orang/kelompok) yang
menguasai media? Apa keuntungan yang didapat oleh seseorang/kelompok
tersebut dengan mengontrol media? Pihak mana yang tidak dominan?, sehingga
tidak bisa mempunyai akses dan kontrol terhadap media bahkan hanya menjadi
objek pengontrolan?
Paradigma kritis berargumentasi, melihat komunikasi, dan proses yang
terjadi di dalamnya haruslah dengan pandangan holistik. Menghindari konteks
sosial akan menghasilkan distorsi yang serius. Tidaklah mengherankan, berbeda
dengan penelitian positivistik yang umumnya atomistik, paradigma kritis
justeru bersifat holistik dan bergerak dalam struktur sosial ekonomi
masyarakat. Karena menurut pandangan kritis, komunikasi tidak dapat
dilepaskan
dari
kekuatan-kekuatan
yang
ada
yang
mempengaruhi
berlangsungnya komunikasi.
-- Farid hamid, S.Sos, M.Si --
4
Modul 14
Critical Discourse Analysis, yang melihat produksi dan distribusi budayatermasuk artefak budaya semacam teks isi media-selalu berlangsung dalam
hubungan dominasi dan subordinasi. Oleh karena itu pula, Critical Discourse
Analysis memiliki asumsi epistemologi dan ontologi tersendiri; sehingga juga
membawa implikasi metodologis yang khas-yang berbeda dengan asumsi-asumsi
paradigmatik analisis wacana dalam persfektif positivis ataupun konstruktivis.
Salah satu kriteria yang berlaku bagi sebuah studi kritis adalah sifat
holistik dan konstekstual. Kualitas suatu analisis wacana kritis akan selalu
dinilai dari segi kemampuan untuk menempatkan teks dalam konteksnya yang
utuh, holistik, melalui pertautan antara analisis pada jenjang teks dengan
analisis terhadap konteks pada jenjang-jenjang yang lebih tinggi.
Salah satu varian dari analisis wacana kritis adalah model Teun Van Dijk.
Menurut van Dijk, (dalam Eriyanto, 2001:225) penelitian atas wacana tidak
cukup hanya didasarkan
pada analisis atas teks semata, karena teks hanya
hasil dari suatu praktek produksi yang harus juga diamati. Disini harus dilihat
juga bagaimana suatu teks diproduksi, sehingga kita memperoleh suatu
pengetahuan kenapa teks bisa semacam itu. Proses produksi itu, dan
pendekatan ini menurut van Dijk, melibatkan suatu proses yang disebut sebagai
kognisi sosial. Istilah ini sebenarnya diadopsi dari pendekatan psikologi sosial,
terutama untuk menjelaskan struktur dan proses terbentuknya suatu teks. Oleh
karena itu, penelitian mengenai wacana tidak bisa mengeksklusi seakan-akan
teks adalah bidang yang kosong, sebaliknya ia adalah bagian kecil dari struktur
besar mayarakat.
Berbagai masalah yang kompleks dan rumit dalam pembentukan sebuah
teks berita, dicoba untuk digambarkan oleh van Dijk. Van Dijk tidak
mengeksklusi modelnya semata-mata dengan menganalisis teks semata. Ia juga
melihat bagaimana struktur sosial, dominasi, dan kelompok kekuasaan yang ada
dalam masyarakat dan bagaimana kognisi/pikiran dan kesadaran yang
membentuk dan berpengaruh terhadap teks tertentu. Wacana oleh van Dijk
digambarkan mempunyai tiga dimensi/bangunan: teks, kognisi sosial, dan
konteks sosial. Inti analisis van Dijk adalah menggabungkan ketiga dimensi
wacana tersebut ke dalam satu kesatuan analisis. Dalam dimensi teks, yang
diteliti adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang dipakai untuk
-- Farid hamid, S.Sos, M.Si --
5
Modul 14
menegaskan suatu tema tertentu. Pada level kognisi sosial dipelajari proses
produksi teks berita yang melibatkan kognisi individu dari wartawan. Sedangkan
aspek
ketiga mempelajari
bangunan
wacana
yang berkembang dalam
masyarakat akan suatu masalah. Analisis van Dijk di sini menghubungkan
analisis tekstual-yang memusatkan perhatian melulu pada teks-ke arah analisis
yang komprehensif bagaimana teks berita itu diproduksi, baik dalam
hubungannnya dengan individu wartawan maupun dari masyarakat. Model dari
analisis van Dijk ini dapat digambarkan sebagai berikut :
GAMBAR 1.1
MODEL ANALISIS VAN DIJK
Teks
Kognisi Sosial
Konteks
Sumber : Eriyanto, 2001 : 225
Cultural Studies
Cultural studies adalah suatu kajian baru yang tengah “naik daun”. Ia
telah menjadi pusat perhatian setidaknya karena budaya (culture) sebagai
tema atau topik studi telah menggantikan masyarakat sebagai subjek telaah
umum.
Cultural studies merupakan tema akademis dalam segala aspek bukan
hanya komunikasi, suatu kajian terutama di bidang seni, humaniora, ilmu-ilmu
sosial, dan bahkan sain dan teknologi.
Menjadi pertanyaan, apakah subjek dari cultural studies itu? Tidak
seperti disiplin akademis tradisional, cultural studies tidak mempunyai ranah
intelektual atau disiplin yang terdefinisi dengan jelas. Tetapi secara umum
Cultural studies dapat dikatakan memfokuskan diri pada hubungan antara
relasi-relasi sosial dengan makna-makna.
-- Farid hamid, S.Sos, M.Si --
6
Modul 14
Titik pijaknya adalah sebuah gagasan tentang budaya yang sangat luas
dan mencakup segala hal yang digunakan untuk menggambarkan dan
mempelajari beraneka kajian. Ia tumbuh subur pada batas-batas dan
pertemuan bermacam wacana yang sudah dilembagakan, terutama dalam
susastra, sosiologi, dan sejarah; juga dalam linguistik, semiotik, antropologi,
dan psikoanalisa. Bagian dari hasilnya, dan bagian dari pergolakan politik dan
intelektual tahun 1960-an (yang ditandai dengan perkembangan yang cepat dan
meluasnya strukturalisme, semiotik, marxisme,dan feminisme) cultural studies
memasuki periode perkembangan teoritis yang intensif.
Cultural studies berfungsi dengan meminjam secara bebas dari disiplin
ilmu sosial, seluruh cabang humaniora, dan seni. Ia mengambil teori-teori dan
metodologi dari beragam kajian keilmuan dan mengadopsinya yang disesuaikan
dengan tujuannya.
Cultural studies mempunyai beberapa karakteristik:
a. cultural studies bertujuan mengkaji pokok persoalannya dari sudut praktik
kebudayaan dan hubungannya dengan kekuasaan. Tujuannya adalah untuk
mengetahui bagaimana kebudayaan (produksi sosial makna dan kesadaran)
dapat dijelaskan dalam dirinya sendiri dan dalam hubungannya dengan
ekonomi (produksi) dan politik (relasi sosial).
b. Cultural studies tidak hanya studi tentang budaya, seakan-akan ia
merupakan entitas tersendiri yang terpisah dari konteks sosial dan
politiknya. Tujuannya
adalah memahami budaya dalam segala bentuk
kompleknya dan menganalisis konteks sosial dan politik tempat budaya
mengejawantahkan dirinya.
c. Budaya dalam cultural studies selalu menampilkan dua fungsi: ia sekaligus
merupakan objek studi maupun lokasi tindakan dan kritisisme politik.
Cultural studies bertujuan menjadi, baik usaha pragmatis maupun
intelektual.
d. Cultural studies berupaya membongkar dan mendamaikan pengotakan
pengetahuan, mengatasi perpecahan antara bentuk pengetahuan yang tak
tersirat (yaitu pengetahuan intuitif berdasarkan budaya lokal) dan yang
obyektif (yang dinamakan universal). Cultural studies mengasumsikan suatu
-- Farid hamid, S.Sos, M.Si --
7
Modul 14
identitas bersama dan kepentingan bersama antara yang mengetahui dan
yang diketahui, antara pengamat dan yang diamati.
e. Cultural studies melibatkan dirinya dengan evaluasi moral masyarakat
modern dan dengan garis radikal tindakan politik. Tradisi cultural studies
mempunyai komitmen bagi rekonstruksi sosial dengan melibatkan diri dalam
kritik politik. Jadi, cultural studies bertujuan memahami dan mengubah
struktur dominasi di mana-mana, namun secara khusus lagi dalam
masyarakat kapitalis industrial.
(Zardar, Zianuddin dan Borin Van Loon. 2001:9)
Kepustakaan
Eriyanto. 2001. Analisis Wacana. Yogyakarta: LKIS
Littlejohn, Stephen. 1996. Theories of Human Communication. Wadsworth
Publishing Company Inc Belmont.
Sendjaja, Sasa Djuarsa. 1993. Teori Komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka
Zardar, Zianuddin dan Borin Van Loon. 2001. Cultural Studies for Beginners.
Bandung: Mizan
-- Farid hamid, S.Sos, M.Si --
8
Download