31 BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan membahas tentang teori

advertisement
BAB II
KAJIAN TEORI
Pada bab ini akan membahas tentang teori hasil belajar beserta fakto faktor yang
mempengaruhi hasil belajar.
A. Hasil Belajar
1. Pengertian Hasil Belajar
Kata hasil berarti sesuatu yang menjadi akibat dari usaha, pendapatan,
panen dan sebagainya.30 Sedangkan belajar, ada beberapa pendapat para ahli
mengenai definisi belajar tersebut. Di antara definisi belajar antara lain:
a. Menurut Clifford T. Morgan, learning is any permanent change in
behaviour that is result of past experince (belajar adalah perubahan
tingkah laku yang relatif tetap yang merupakan hasil pengalaman yang
lalu).
b. Menurut Dr. Musthofa Fahmi, Innatta‟alluma „ibaarotun „an „amaliyati
tahgoyyurin au ta‟diilin fissuluuki awil khibroh (sesungguhnya belajar
adalah ungkapan
yang menunjuk aktifitas
yang menghasilkan
perubahan-perubahan tingkah laku atau pengalaman).
c. Menurut Harold Spears (1995 94), learning is to observe, to read, to
imitate, to something themselves, to listen, to follow direction (belajar
30
Sulchan Yasyin, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Surabaya: Amanah, t.t), hal. 202.
31
32
adalah mengamati, membaca, meniru mencoba sendiri tentang sesuatu,
mendengarkan, mengikuti petunjuk).31
Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Nana
Sudjana mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan
tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup
bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dimyati dan Mudjiono juga
menyebutkan hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar
dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses
evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya
pengajaran dari puncak proses belajar. Benjamin S. Bloom menyebutkan
enam jenis perilaku ranah kognitif, sebagai berikut:
a. Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah
dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan
dengan fakta, peristiwa, pengertian kaidah, teori, prinsip, atau metode.
b. Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang
hal yang dipelajari.
c. Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah
untuk
menghadapi
masalah
yang
nyata
dan
baru.
menggunakan prinsip.
31
Mustaqim, Psikologi Pendidikan (Semarang: IAIN Wali Songo Press, 2009, hal. 40.
Misalnya,
33
d. Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam
bagian-bagian sehingga strukturkeseluruhan dapat dipahami dengan
baik. Misalnya mengurangi masalah menjadi bagian yang telah kecil.
e. Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru. Misalnya
kemampuan menyusun suatu program.
f. Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa
hal berdasarkan kriteria tertentu. misalnya, kemampuan menilai hasil
ulangan. Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas, disimpulkan
bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa
setelah menerima pengalaman belajarnya.
Kemampuan-kemampuan tersebut mencakup aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi yang
bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan
tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Hasil belajar yang diteliti dalam penelitian ini adalah hasil belajar kognitif
yang mencakup tiga tingkatan yaitu pengetahuan, pemahaman, dan penerapan.
Instrumen yang digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa pada aspek
kognitif adalah tes.
34
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar sebagai salah satu indikator pencapaian tujuan pembelajaran di
kelas tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar itu
sendiri.
Secara global faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat
dibedakan menjadi faktor internal dan eksternal. Pendekatan belajar yakni
jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan
siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.
a. Faktor Internal Siswa
Faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi dua aspek
yakni aspek fisiologis dan aspek psikologis.
1) Aspek fisiologis dibedakan menjadi dua macam yakni:
a) Kedaan jasmani
b) Keadaan fungsi fungsi jasmani tetentu
2) Aspek Psikologis
Aspek psikologis meliputi:
a) Intelegensi dan bakat
Intelegensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan
psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan menyesuaikan diri
dengan lingkungan secara tepat. Sedangkan bakat adalah
kemampuan potensial yang dimiliki pada masa yang akan datang.
35
b) Minat dan Motivasi
Secara sederhana minat berarti kecenderungan dan kegairahan
yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut
Rober minat tidak termasuk istilah populer dalam psikologi
karena ketergantungan yang banyak pada faktor-faktor internal
lainnya seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi
dan kebutuhan. Motivasi ialah kedaan internal organisme, baik
manusia maupun hewan yang mendorongnya untuk berbuat
sesuatu. Dalam pengertian ini, motivasi berarti pemasok daya
(energizer) untuk bertingkah laku secara terarah.32
c) Sikap Siswa
Sikap
adalah
gejala
yang
berdimensi
efektif
berupa
kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang
relatif terhadap obyek orang, barang dan sebagainya, baik secara
positif maupun negatif, sikap siswa yang positif terutama kepada
guru dan mata pelajaran yang akan disajikan merupakan
pertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa tersebut.
Sebaliknya sikap negatif siswa terhadap guru, apalagi jika
diiringi kebencian terhadap mata pelajaran dan guru, dapat
menimbulkan kesulitan belajar siswa dan prestasi yang dicapai
siswa akan kurang memuaskan.
32
M. Dalyono, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hal. 55-57.
36
b. Faktor Eksternal Siswa
Faktor eksternal siswa juga terdiri atas dua macam, yakni: faktor
lingkungan sosial dan lingkungan non sosial.
1) Faktor lingkungan sosial
Lingkungan sosial adalah seperti para guru, staf administrasi,
dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi hasil belajar siswa,
para guru yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang
simpatik dan memperlihatkan suri tauladan yang baik khususnya
dalam hal belajar.
2) Faktor lingkungan non sosial
Faktor yang termasuk lingkungan non sosial ialah gedung
sekolah dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu
belajar yang digunakan oleh siswa.
Contoh: Kondisi rumah yang sempit dan berantakan serta
perkampungan yang terlalu padat dan tidak memiliki saran umum
untuk kegiatan remaja akan mendorong siswa untuk berkeliaran
ketempat-tempat yang sebenarnya tidak pantas dikunjungi, kondisi
rumah dan perkampungan seperti itu jelas berpengaruh buruk terhadap
kegiatan belajar siswa.
37
B. Aqidah Akhlak
1. Pengertian Aqidah Akhlak
Akhlak secara bahasa (etimologi), berasal dari bahasa Arab, jama’nya
khuluqun yang menurut lughat diartikan budi pekerti, perangai, tingkah laku
atau tabiat. Dalam bahasa asingnya “the traits of men‟s moral character”.
Menurut pandangan agama berarti; suatu daya positif dan aktif dalam bentuk
tingkah laku/perbuatan.
33
Sedangkan secara terminologi akhlak adalah
kebiasaan, kehendak, yaitu apabila suatu kehendak sudah terbiasa maka
menjadilah adat, dan kebiasaan itu disebut akhlak.34 Dan menurut ulama aklak
sendiri antara lain sebagai berikut:
a. Ilmu akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan
buruk, antara yang terpuji dan tercela, tentang perkataan atau
perbuatan manusia lahir dan batin.
b. Ilmu akhlak adalah ilmu pengetahuan yang memberikan pengertian
tentang baik dan buruk, ilmu yang mengajarkan pergaulan manusia
dan menyatakan tujuan mereka yang terakhir dari seluruh usaha dan
pekerjaan mereka.35
33
Moh. Chadziq Charisma, Tiga Aspek Kemukjizatan Al-Qur‟an, cet. Ke-1 (Surabaya: PT. Bina
Ilmu, 1991), hal. 92.
34
Ahmad Amin, Etika Ilmu Akhlak (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hal. 62.
35
Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlaqul Karimah; Suatu Pengantar (Bandung: CV.
Diponegoro, 1993), hal. 12.
38
2. Definisi Akhlak Menurut Para Ahli
Pemahaman yang berbeda akan melahirkan pemaknaan yang berbeda
pula. Dalam bahasa lain, para ahli mengemukakan definisi akhlak dengan
ungkapan masing-masing yang sedikit berbeda, di antaranya:
a. Menurut Imam Al-Ghazali
Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa seseorang
yang dari sifat itu timbul perbuatan yang mudah tanpa memerlukan
pertimbangan pikiran terlebih dahulu.36
b. Menurut Ahmad Amin
Akhlak ialah kehendak yang dibiasakan, artinya bahwa kehendak
itu membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu dinamakan akhlak.
Kehendak ialah ketentuan dari beberapa keinginan manusia setelah
bimbang. Sedangkan kebiasaan ialah perbuatan yang diulang-ulang
sehingga mudah melaksanakannya. Masing-masing dari kehendak
dan kebiasaan itu mempunyai kekuatan dan gabungan dari dua
kekuatan itu menimbulkan kekuatan yang lebih besar bernama
akhlak”.37
36
37
Imam Al-Ghazali, Ihya‟ Ulumuddin, Juz III (Beirut: Daar al-Mishri, 1977), hal. 58.
Anwar Masy’ari, Akhlak Al-Qur'an (Surabaya: Bina Ilmu, 1990), hal. 15.
39
c. Al-Qurthuby
َ 38.َ‫يَمَنََالخَلَقَةََفََْيه‬
َْ ‫صَر‬
َْ َ‫لَنَهََي‬,‫الدَبََيَسَمَىَخََْلقَا‬
َْ ََ‫الَنْسَانََنَ َْفسَهََمَن‬
َْ ََ‫مَاَهَ َويَأخَذَبَه‬
“Perbuatan manusia yang bersumber dari adab kesopanannya
disebut akhlak, karena perbuatan itu termasuk bagian dari
kejadiannya”.
d. Menurut Elizabeth B. Hurlock
“Behaviour which may be called “true morality” does not only
conform to social standards but also is carried out voluntarily, it
comes with the transition from external to internal authority and
consists of conduct regulated from within”.
Tingkah laku bisa dikatakan sebagai moralitas yang sebenarnya
itu bukan hanya sesuai dengan standar masyarakat tetapi juga
dilaksanakan dengan suka rela. Tingkah laku itu terjadi melalui
transisi dari kekuatan yang ada di luar (diri) ke dalam (diri) dan ada
ketetapan hati dalam melakukan (bertindak) yang diatur dari dalam
(diri).
e. Menurut Rahmat Djatnika
Akhlak (adat kebiasaan) adalah perbuatan yang diulang-ulang.
Ada dua syarat agar sesuatu bisa dikatakan sebagai kebiasaan, yaitu:
38
Al-Qurthuby, Tafsir Al-Qurthuby, Juz VIII (Cairo: Daar asy-Sya’by, 1913), hal. 6706.
40
Adanya kecenderungan hati kepadanya dan adanya pengulangan
yang cukup banyak, sehingga mudah mengerjakan tanpa memerlukan
pemikiran lagi.39
Keseluruhan definisi akhlak tersebut di atas tampak tidak ada yang
bertentangan, melainkan memiliki kemiripan antara satu dengan yang lainnya.
Definisi-definisi akhlak tersebut secara substansial tampak saling melengkapi,
dan darinya dapat dilihat lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak yaitu:
a. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam
jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.
b. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan
tanpa pemikiran.
c. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang
yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.
d. Perbuatan
akhlak
adalah
perbuatan
yang
dilakukan
dengan
sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara.
e. Perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang
dilakukan secara ikhlas semata-mata karena Allah.40
39
40
Rachmat Djatnika, Sistem Etika Islam, cet. Ke-2 (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1996), hal. 27.
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, cet. Ke-3 (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2000), hal. 5-7.
41
Secara bersamaan sering dijumpai istilah penggunaan moral, akhlak,
dan etika. Ketiganya memiliki arti etimologis yang sama, namun dari segi
terminologi mempunyai makna yang berbeda yaitu sebagai berikut :
a. Moral
Istilah moral menurut Asmara AS seperti yang dikutip oleh
Abuddin Nata berasal dari bahasa Latin yaitu mores, jamak dari kata
mos yang berarti adat kebiasaan. 41 Seperti ditegaskan di depan,
kedua istilah moral dan akhlak memiliki makna yang sama, hanya
saja, karena akhlak berasal dari bahasa Arab, istilah ini akhirnya
seperti menjadi ciri khas Islam. Secara substantif, memang tidak
terdapat perbedaan yang berarti di antara keduanya. Sebab,
keduanya memiliki wacana yang sama, yakni
tentang baik dan
buruknya perbuatan manusia. Boleh saja jika kemudian disebut
bahwa akhlak merupakan konsep moral dalam Islam. Nabi
Muhammad sendiri diutus untuk menyempurnakan akhlak. Hal ini
berarti bahwa akhlak identik dengan moral, dengan substansi
wacana pada nilai-nilai kemanusiaan.
41
Ibid., hal. 90.
42
b. Etika
Dari segi etimologi, etika berasal dari bahasaYunani kuno,
ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. 42 Menurut Ahmad
Amin, etika diartikan sebagai ilmu yang menjelaskan arti baik dan
buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia,
menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam
perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa
yang seharusnya diperbuat.43
Akhlak dapat didefinisikan sebagai usaha yang dilakukan oleh
kiai secara sistematis dan terarah untuk membimbing dan
mengarahkan kehendak santri untuk mencapai tingkah laku yang
baik dan diarahkan serta menjadikan sebagai suatu kebiasaan.
Kesempurnaan Islam sebagai petunjuk semua aspek kehidupan
manusia bukan reduksi, tapi meletakkan kembali akhlak sebagai
pondasi dari semua aspek kehidupan di dunia ini.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat dipahami bahwa akhlak
adalah tabiat atau sifat seseorang yakni keadaan jiwa yang telah terlatih,
sehingga dalam jiwa tersebut benar-benar telah melekat sifat-sifat yang
melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa
dipikirkan dan diangan-angan lagi. Sedangkan yang dimaksud dengan
42
43
Ahmad Charris Zubair, Kuliah Etika (Jakarta : Rajawali Pers, 1980), hal. 13.
Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak), terj. Farid Ma’ruf (Jakarta: Bulan Bintang, 1983), hal. 3.
43
pendidikan akhlak adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian
dan kemampuan yang berlangsung seumur hidup, baik di dalam dan di
luar sekolah dengan menitik beratkan pada perbuatan manusia yang
bersumber dari dorongan jiwanya dengan menitik beratkan pada nilainilai yang telah ditentukan di dalam agama Islam secara terpadu,
terencana dan berkelanjutan.
C. Tinjauan Tentang Peserta Didik Mukim
1.
Pengertian Pondok Pesantren
Pengertian pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe-dan
akhiran -an, berarti tempat tinggal santri. Soegarda Poerbakawatja yang
dikutip oleh Haidar Putra Daulay, mengatakan pesantren berasal dari kata
santri yaitu seseorang yang belajar agama Islam, sehingga dengan demikian
pesantren mempunyai arti, tempat orang berkumpul untuk belajar agama
Islam. Ada juga yang mengartikan pesantren adalah suatu lembaga pendidikan
Islam Indonesia yang bersifat “tradisional” untuk mendalami ilmu tentang
agama Islam dan mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pesantren diartikan sebagai
asrama, tempat santri, atau tempat murid-murid belajar mengaji. Sedangkan
secara istilah, pesantren adalah lembaga pendidikan Islam, dimana para santri
biasanya tinggal di pondok (asrama) dengan materi pengajaran kitab-kitab
44
klasik dan kitab-kitab umum, bertujuan untuk menguasai ilmu agama Islam
secara detail, serta mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian
dengan menekankan pentingnya moral dalam kehidupan bermasyarakat.
Pondok pesantren secara definitif tidak dapat diberikan batasan yang
tegas, melainkan terkandung fleksibilitas pengertian yang memenuhi ciri- ciri
yang memberikan pengertian pondok pesantren. Jadi pondok pesantren belum
ada pengertian yang lebih konkrit, karena masih meliputi beberapa unsur
untuk dapat mengartikan pondok pesantren secara komprehensif.
Maka dengan demikian sesuai dengan arus dinamika zaman, definisi serta
persepsi terhadap pesantren menjadi berubah pula. Kalau pada tahap awalnya
pesantren diberi makna dan pengertian sebagai lembaga pendidikan
tradisional, tetapi saat sekarang pesantren sebagai lembaga pendidikan
tradisional tidak lagi selamanya benar.
2.
Metode Pendidikan Pesantren
Di pesantren setidaknya ada 6 (enam) metode pendidikan yang diterapkan
dalam rangka membentuk perilaku santri, yakni:
a. Metode Keteladanan
Secara psikologis, manusia sangat memerlukan keteladanan untuk
mengembangkan sifat-sifat dan potensinya. Pendidikan perilaku lewat
keteladanan adalah pendidikan dengan cara memberikan contohcontoh kongkrit bagi para santri, di pesantren pemberian contoh
keteladanan sangat ditekankan. Kyai dan ustadz harus senantiasa
45
memberikan uswah yang baik bagi para santri, dalam ibadah-ibadah
ritual, kehidupan sehari-hari maupun yang lain, karena nilai mereka
ditentukan dari aktualisasinya terhadap apa yang disampaikan.
Semakin konsekuen seorang kyai atau ustadz menjaga tingkah lakunya
maka semakin didengar ajarannya.44
b. Metode Latihan dan Pembiasaan
Mendidik perilaku dengan latihan dan pembiasaan adalah
mendidik dengan cara memberikan latihan-latihan terhadap norma
kemudian
membiasakan
santri
untuk
melakukannya.
Dalam
pendidikan di pesantren metode ini biasanya akan diterapkan pada
ibadah-ibadah amaliyah, seperti shalat berjamaah, kesopanan pada
kyai dan ustadz, pergaulan dengan sesama santri dan sejenisnya.
Sehingga tidak asing di pesantren dijumpai, bagaimana santri sangat
hormat pada ustadz dan kakak-kakak seniornya dan begitu santunnya
pada adik-adik junior, mereka memang dilatih dan dibiasakan untuk
bertindak demikian.
Latihan dan pembiasaan ini pada akhirnya akanmenjadi akhlak
yang terpatri dalam diri dan menjadi yang tidak terpisahkan. AlGhazali menyatakan:
44
Mukti Ali, KH Ali Ma‟shum: Perjuangan dan Pemikirannya (Yogyakarta: LkiS, 1999), hal. 10.
46
”Sesungguhnya perilaku manusia menjadi kuat dengan seringnya
dilakukan perbuatan yang sesuai dengannya, disertai ketaatan
dan keyakinan bahwa apa yang dilakukannya adalah baik.45
c. Mendidik Melalui Ibrah
Secara sederhana, Ibrah berarti merenungkan dan memikirkan,
dalam arti umum biasanya dimaknakan dengan mengambil pelajaran
dari setiap peristiwa. Abd. Rahman al Nahlawi, 46 seorang tokoh
pendidikan asal timur tengah, mendefinisikan ibrah dengan suatu
kondisi psikis yang menyampaikan manusia untuk mengetahui intisari
suatu perkara yang disaksikan, diperhatikan, diinduksikan, ditimbangtimbang, diukur dan diputuskan secara nalar, sehingga kesimpulannya
dapat
mempengaruhi
hati
untuk
tunduk
kepadanya,
lalu
mendorongnya kepada perilaku yang sesuai.
Tujuan Paedagogis dari Ibrah adalah mengantarkan manusia pada
kepuasan berpikir tentang perkara agama yang bisa menggerakkan,
mendidik atau menambah perasaan keagamaan. Adapun pengambilan
Ibrah bisa dilakukan melalui kisah-kisah teladan, fenomena alam atau
peristiwa-peristiwa yang terjadi, baik di masa lalu maupun sekarang.47
45
Imam Al-Ghazali, Ihya‟ Ulumuddin, Juz III, .......... hal. 61.
Abd. Rahman an-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, diterjemahkan Dahlan
& Sulaiman (Bandung: Diponegoro, 1992), hal. 390.
47
Tamyiz Burhanuddin, Akhlak Pesantren: Solusi Bagi Kerusakan Akhlak (Yogyakarta: ITTIQA
Press, 2001), hal. 57.
46
47
d. Mendidik Melalui Mauidzah
Mauidzah berarti nasehat.48Rasyid Ridla mengartikan mauidzah
sebagai berikut: “Mauidzah adalah nasehat peringatan atas kebaikan
dan kebenaran dengan jalan apa yang dapat menyentuh hati dan
membangkitkannya untuk mengamalkannya”49
Metode mauidzah harus mengandung tiga unsur, yakni:
1) Uraian tentang kebaikan dan kebenaran yang harus dilakukan
oleh seorang santri, misalnya tentang sopan santun, harus
berjamaah maupun kerajinan dalam beramal.
2) Motivasi dalam melakukan kebaikan
3) Peringatan tentang dosa atau bahaya yang bakal muncul dari
adanya larangan bagi dirinya sendiri maupun orang lain.50
e. Mendidik Melalui Kedisiplinan
Dalam ilmu pendidikan, kedisiplinan dikenal sebagai cara
menjaga kelangsungan kegiatan pendidikan. Metode ini identik
dengan
pemberian
hukuman
atau
sanksi.
Tujuannya
untuk
menumbuhkan kesadaran siswa bahwa apa yang dilakukan tersebut
tidak benar, sehingga ia tidak mengulanginya lagi.51
48
Warson Munawir, Kamus Al Munawir, hal. 1568.
Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, Jilid II (Mesir: Maktabah al-Qahirah, t.t), hal. 404.
50
Tamyiz Burhanuddin, Akhlak Pesantren ......... hal. 57-58.
51
Hadari Nawawi. Pendidikan dalam Islam (Surabaya: Al-Ikhlas, 1990), hal. 234.
49
48
Pembentukan lewat kedisiplinan ini memerlukan ketegasan
mengharuskan seorang pendidik memberikan sanksi bagi para
pelanggar, sementara kebijaksanaan mengharuskan pendidik berbuat
adil dan arif dalam memberikan sanksi bagi pelanggar, sementara
kebijaksanaan mengharuskan pendidik berbuat adil dan arif dalam
memberikan sanksi, tidak terbawa emosi atau dorongan lain. Dengan
demikian sebelum menjatuhkan sanksi, seorang pendidik harus
memperhatikan beberapa hal berikut:
1) Perlu adanya bukti yang kuat tentang adanya tindak
pelanggaran.
2) Hukumn harus bersifat mendidik, bukan sekedarmemberi
kepuasan atau balas dendam dari si pendidik.
3) Harus mempertimbangkan latar belakang dan kondisi siswa
yang
melanggar,misalnya
frekuensinya
pelanggaran,
perbedaan jenis kelamin atau jenis pelanggaran disengaja
atau tidak.
Di pesantren, hukuman ini dikenal dengan istilah takzir. Takzir
adalah hukuman yang dijatuhkan pada santri yang melanggar.
Hukuman yang terberat adalah dikeluarkan dari pesantren. Hukuman
ini diberikan kepada santri yang telah berulang kali melakukan
pelanggaran, seolah tidak bisa diperbaiki. Juga diberikan kepada santri
49
yang melanggar dengan pelanggaran berat yang mencoreng nama baik
pesantren.
f. Mendidik Melalui Targhib dan Tahzib
Metode ini terdiri atas metode sekaligus yang berkaitan satu
sama lain: targhib dan tahzib.52 Targhib adalah janji disertai dengan
bujukan agar seseorang senang melakukan kebajikan dan menjauhi
kejahatan. Tahzib adalah ancaman untuk menimbulkan rasa takut
berbuat tidak benar. Tekanan metode targhib terletak pada harapan
untuk melakukan kebajikan, sementara tekanan metode tahzib terletak
pada upaya menjauhi kejahatan atau dosa.
Meski demikian metode ini tidak sama pada metode hadiah dan
hukuman. Perbedaannya terletak pada akar pengambilan materi dan
tujuan yang hendak dicapai. Perbedaan terletak pada akar pengambilan
materi dan tujuan yang hendak dicapai. Targhib dan tahzib berakar
pada Tuhan (ajaran agama) yang tujuannya memantapkan rasa
keagamaan dan membangkitkan sifat rabbaniyah, tanpa terikat waktu
dan tempat.
Adapun metode hadiahdan hukuman berpijak pada hukum rasio
(hukum akal) yang sempit (duniawi) yang tujuannya masih terikat
52
Abd. Rahman An Nahlawi, Prinsip-prinsip ......... hal. 412.
50
ruang dan waktu. Di pesantren, metode ini biasanya diterapkan dalam
pengajian-pengajian, baik sorogan maupun bandongan.53
D. Tinjauan Tentang Peserta Didik non Mukim
1. Lingkungan Keluarga
a.
Pengertian
Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi anak yang memberikan
sumbangan bagi perkembangan dan pertumbuhan mental maupun fisik
anak dalam kehidupannya.
Adapun pengertian keluarga secara etimologi adalah suatu kesatuan
(unit) di mana anggota-anggotanya mengabdikan diri kepada kepentingan
dan tujuan tersebut. Sedangkan keluarga menurut istilah adalah dua orang
atau lebih yang tinggal bersama dan terikat karena darah perkawinan dan
adopsi. B Boston yang dikutip oleh Ishak Sholeh mengatakan, keluarga
adalah suatu kelompok pertalian nasab keluarga yang dapat dijadikan
tempat untuk membina / membimbing anak-anak dan untuk pemenuhan
hidup lainnya. Sehingga sangat jelaslah bahwa pendidikan keluarga
adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan orang tua kepada
anaknya, agar anak itu dapat menjadi dewasa dan senantiasa terarah
dalam kehidupannya.
53
Tamyiz Burhanuddin, Akhlak Pesantren ........... hal. 61.
51
Pendidikan keluarga merupakan bagian jalur pendidikan luar sekolah
yang diselenggarakan dalam keluarga dan memberikan keyakinan agama,
nilai budaya, nilai moral dan keterampilan (UU Sistem Pendidikan
Nasional No. 2 Tahun 1989).
b. Tujuan, Fungsi dan Ruang Lingkup Pendidikan Keluarga
Tujuan pendidikan keluarga adalah memelihara, melindungi anak
sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Keluarga
merupakan kesatuan hidup bersama yang utama dikenal oleh anak
sehingga disebut lingkungan pendidikan utama.
Proses pendidikan awal dimulai sejak dalam kandungan. Latar
belakang sosial ekonomi dan budaya keluarga, keharmonisan hubungan
antar anggota keluarga, intensitas hubungan anak dengan orang tua akan
sangat mempengaruhi sikap dan perilaku anak. Keberhasilan anak di
sekolah secara empirik sangat dipengaruhi oleh besarnya dukungan orang
tua dan keluarga dalam membimbing anak.
2. Lingkungan Masyarakat
a. Pengertian
Masyarakat merupakan kumpulan individu dan kelompok yang terikat
oleh kesatuan bangsa, negara, kebudayaan, dan agama. Setiap masyarakat,
52
memiliki cita-cita yang diwujudkan melalui peraturan peraturan dan
sistem tertentu.54
Masyarakat juga sering dikenal dengan istilah society yang berarti
sekumpulan orang yang membentuk sistem, yang terjadi komunikasi
didalam kelompok tersebut. Menurut Wikipedia, kata Masyarakat sendiri
diambil dari bahasa Arab, Musyarak. Masyarakat juga bisa diartikan
sekelompok orang yang saling berhubungan dan kemudian membentuk
kelompok yang lebih besar. Biasanya masyarakat sering diartikan
sekelompok orang yang hidup dalam satu wilayah dan hidup teratur oleh
adat di dalamnya.
Masyarakat Transisi adalah masyarakat yang di mana di dalamnya
terdapat perubahan isi atau orang. Perubahan ini bisa dicontohkan seperti
pekerjaan yang tidak ada pada masyarakat sebelumnya. Selain itu juga
bisa dicontohkan orang Jawa menikah dengan orang Madura kemudian
hidup dan tinggal di Madura.
Masyarakat awal mulanya terbentuk dari masyarakat kecil yang
artinya sekumpulan orang. Misalnya sebuah keluarga yang dipimpin oleh
kepala keluarga, kemudian dari kelompok keluarga akan membentuk
sebuah RT dan RW hingga akhirnya membentuk sebuah dusun. Dusun
pun akan membentuk Desa, Kecamatan, Kabupaten, Provinsi, Hingga
akhirnya negara. Masyarakat tidak akan pernah terbentuk tanpa adanya
54
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 1992), hal. 283.
53
seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang akan memimpin sebuah
masyarakat bisa dipilih dengan berbagai cara. Seperti pemilu, pemilihan
secara tertutup hingga keturunan pemimpin. Pemilihan pemimpin suatu
daerah pasti sudah memiliki aturan masing-masing yang biasa disebut adat
istiadat.
b. Masyarakat dan Pengelompokannya
Masyarakat juga biasa dibedakan menurut suku, ras, dan chiefdom.
Selain itu masyarakat bisa dibedakan menurut mata pencaharian di
wilayahnya. Menurut para pakar, pengertian masyarakat dibedakan
menjadi masyarakat pemburu, masyarakat pastoral nomadis, masyarakat
cocok tanam dan masyarakat peradaban.
Masyarakat peradaban adalah masyarakat yang sudah melakukan
perubahan dalam artian menyesuaikan lingkungan alam dengan kehidupan
yang selayaknya diterapkan untuk kehidupan yang lebih maju. Masyarakat
akan berjalan apabila komponen-komponen di dalamnya berjalan lancar.
Apabila tidak bisa dipastikan akan terjadinya sebuah keruntuhan di dalam
masyarakat itu. Meskipun itu adalah komponen kecil seperti keluarga,
akan bisa menghancurkan sebuah masyarakat. Jadi aturan-aturan tentang
persamaan harus dimasukkan guna mengatur dan mengakomodir
masyarakat.
Dengan hal di atas harus dipastikan seorang pemimpin harus bijak dan
bisa diterima di dalam masyarakat itu sendiri. Kalau tidak pasti akan ada
54
yang namanya demo, penurunan jabatan, protes warga dan hal-hal yang
pada intinya ingin menurunkan jabatan pemimpin masyarakat. Pengertian
Masyarakat juga bisa dibedakan menjadi masyarakat non industrial dan
masyarakat industrial. Masyarakat non industrial biasanya adalah
masyarakat yang masih menerapakan sistem cocok tanam, di dalamnya,
seperti bertani dan masih bisa dibilang belum kota, masih kampung.
Sedangkan masyarakat industrial adalah masyarakat yang sudah maju,
masyarakat yang hidupnya tergantung oleh pekerjaan pabrik, dan semua
yang hubungannya dengan yang serba instan.
Kelemahan
yang
terjadi
pada
masyarakat
industrial
adalah
ketidakpuasan orang-orang yang bekerja untuk industri itu atau pabrik
karena upah yang tidak sesuai, sehingga pihak pabrik akan mengeluarkan
budget lagi untuk membayar. Sehingga hal ini akan sulit diterima dan
akan selalu mendapat penolakan meskipun kecil tingkat presentasinya.
Ketidakpuasan akan semakin bertambah karena pabrik akan mengeluarkan
beberapa orang dan akan menggantikan dengan mesin, karena dengan
mesin akan lebih menghemat budget dan yang pasti kerjanya hanya akan
nurut dan tidak akan pernah membantaah. Hal ini tentu akan semakin
meningkatkan tingkat pengangguran di dalam masyarakat, dan akan
menimbulkan banyak jenis penyakit sosial di dalam masyarakat yang
merugikan banyak pihak.
55
Pada dasarnya manusia hidup tidak bisa lepas dari kehidupan
masyarakat, karena mereka sendiri termasuk bagian daripada masyarakat.
Masyarakat juga punya andil besar dalam mencetak generasi muda yang
berkualitas, tidak berarti harus menciptakan situasi baru, atau mengubah
masyarakat sekitar agar sesuai dengan kehendaknya sendiri akan tetapi
lebih tepat diartikan sebagai usaha untuk menghindari pengaruh buruk
kelompok-kelompok tertentu dimasyarakat agar usaha menciptakan
manusia yang berkualitas dapat terwujud.55
Model pembelajaran yang berpusat pada masyarakat adalah suatu
bentuk pengajaran yang memadukan anatar sekolah dan masyarakat
dengan cara membawa sekolah ke dalam masyarakat dan membawa
masyarakat ke dalam sekolah guna mencapai tujuan pengajaran atau
pendidikan yang telah ditetapkan.
Pengajaran yang berpusat pada masyarakat memiliki karakteristik
sebagai berikut:
1) Pengajaran berorientasi pada masyarakat
2) Pengajran bertujuan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat
3) Kurikulum yang menjadi landasan pengajaran terdiri dari prosesproses dan masalah sosial
4) Kegiatan belajar memadukan antara kegiatan serba langsung di
masyarakat dengan kegiatan belajar yang bersumber dari buku teks
55
M. Arifin, Dasar-Dasar Kependidikan.(Jakarta: Kalam Mulia, 1995), hal. 165.
56
5) Disiplin kelas berdasarkan tanggung jawab bersama bukan
berdasarkan paksaan atau kebebasan mutlak.
6) Metode mengajar terutama dititikberatkan pada pemecahan
masalah untuk memenuhi kebutuhan perorangan dan kebutuhan
sosial atau kelompok
7) Bentuk hubungan dan kerjasama sekolah dan masyarakatadalah
mempelajari sumber sumber masyarakat, menggunakan sumber
sumber tersebut, dan memperbaiki masyarakat tersebut
8) Strategi pengajaran meliputi karyawista, manusia (narasumber),
survey masyarakat, berkemah, kerja pengalaman, pelayanan
masyarakat, proyek perbaikan masyarakat, dan sekolah pusat
masyarakat
Prosedur belajar terdiri dari empat tingkatan, dari konkret menuju ke
abstrak, dan dari abstrak menuju ke konkret. Tingkat tingkat belajar itu
adalah sebagai berikut:
a. Tingakat
1:
belajar
langsung
melalui
masyarakat
yang
dilaksanakan dalam bentuk karyawisata, manusia sumber, survey
dan pengabdian sosial.
b. Tingkat 2: belajar langsung melalui kegiatan kegiatan ekspresi,
seperti menggambar, menari dan dramatisasi
c. Tingkat 3: belajar tak langsung melalui alat audio visual, seperti
peta, model, grafik, film, televisi, radio dan internet.
57
d. Tingkat 4: Belajar tak langsung melalui simbol kata, seperti buku,
ceramah, diskusi dan lain lain.
Kelebihan Belajar pada masyarakat:
a. Pengajaran bersifat realistis, karena hal-hal yang dipelajari
bersumber dari kehidupan nyata. Para siswa dapat mengamati
kenyataan sesungguhnya dalam masyarakat dan kehidupan
masyarakat yang bersifat kompleks. Pengajaran ini pada gilirannya
akan mengembangkan berbagai pengalaman dan pengetahuan yang
praktis dan terpakai.
b. Pengajaran ini menumbuhkan kerjasama dan integrasi antara
sekolah dan masyarakat, karena sekolah masuk ke dalam
masyarakat, dan masyarakat masuk dalam lingkungan sekolah.
c. Metode pembelajaran ini memberi kesempatan luas bagi siswa
untuk melakukan belajar secara aktif, yang dianjurkan oleh teori
belajar modern. Para siswa merencanakan sendiri, mencari
informasi sendiri, melakukan kegiatan proyek sendiri, dan
memecahkan berbagai masalah sendiri, baik melalui belajar
individual maupun belajar kelompok
d. Prosedur pengajaran memberdayakan semua metode dan teknik
pembelajaran secara sistematis dan bervariasi, seperti ceramah,
diskusi, kerja kelompok, belajar mandiri, demonstrasi dan
eksperimen.
58
e. Model pembelajaran ini dilandasi oleh konsep pendidikan
Education is here and now. Pendidikan adalah membantu siswa
agar mampu berperan dalam kehidupan sekarang dan di sini.56
E. Tinjauan Komparasi Hasil Belajar Peserta Didik yang Mukim dan Non
Mukim Di Pondok Pesantren
Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan,
baik secara individual maupun kelompok prestasi tersebut. 57 Sedangkan belajar
adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental
dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan.58
Hasil Belajar merupakan hasil akhir dari proses pembelajaran, dan hasil
belajar antara peserta didik satu dengan yang lain tidak akan sama hasilnya.
Banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Faktor-faktor tersebut di
antaranya adalah: Faktor lingkungan, faktor ekonomi dan sebagainya.
Hasil belajar aqidah akhlak pada peserta didik tidak akan sama hasilnya
terutama pada peserta didik yang berlatar belakang pondok pesantren dan non
pondok pesantren. Pada peserta didik yang tinggal di pondok pesantren, pada
proses belajar mengajar di kelas, biasanya lebih baik sehingga hasil belajar aqidah
akhlak yang dicapai pun maksimal. Hal ini disebabkan karena pada lingkungan
56
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hal. 197-199.
Saiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru (Surabaya: Usaha Nasional,
1994), hal. 19.
58
Muhibin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 53.
57
59
pondok pesantren proses pelajarannya semuanya berbasis agama, juga jadwal
belajarnyapun terpantau oleh pengasuh pondok pesantren. Pergaulan antar lakilaki dan perempuan terjaga. Namun pada realita, masih ada peserta didik yang
tinggal di pondok pesantren, hasil belajar aqidah akhlaknya kurang maksimal. Hal
ini dipengaruhi oleh faktor individu atau mungkin pondok pesantren yang kurang
memberikan pengajaran yang maksimal.
Pada peserta didik yang tinggal bukan di pondok pesantren, mayoritas hasil
belajar lebih buruk dari yang tingal di pondok pesantren. Hal ini karena
pendidikan baik di lingkungan masyarakat atau keluarga kurang mendukung.
Bahkan terkadang orang tua tidak memperdulikan pendidikan anak, hanya materi
yang mereka penuhi, terkadang pendidikan religi diabaikan, tidak memberikan
contoh yang baik pada anak-anaknya, dan sebagainya. Juga pada lingkungan
masyarakat, sosial yang buruk, tidak yang baik pada proses belajar.
Setelah di bahas tentang kajian teori beserta faktor-faktor hasil belajar
selanjutnya akan membahas tentang sejarah berdirinya Pondok Pesantren Darul
Ulum dan Profil Sekolah Madrasah Tsanawiyah Negeri Rejoso Peterongan 1.
Download