BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan membahas tentang teori hasil belajar beserta fakto faktor yang mempengaruhi hasil belajar. A. Hasil Belajar 1. Pengertian Hasil Belajar Kata hasil berarti sesuatu yang menjadi akibat dari usaha, pendapatan, panen dan sebagainya.30 Sedangkan belajar, ada beberapa pendapat para ahli mengenai definisi belajar tersebut. Di antara definisi belajar antara lain: a. Menurut Clifford T. Morgan, learning is any permanent change in behaviour that is result of past experince (belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap yang merupakan hasil pengalaman yang lalu). b. Menurut Dr. Musthofa Fahmi, Innatta‟alluma „ibaarotun „an „amaliyati tahgoyyurin au ta‟diilin fissuluuki awil khibroh (sesungguhnya belajar adalah ungkapan yang menunjuk aktifitas yang menghasilkan perubahan-perubahan tingkah laku atau pengalaman). c. Menurut Harold Spears (1995 94), learning is to observe, to read, to imitate, to something themselves, to listen, to follow direction (belajar 30 Sulchan Yasyin, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Surabaya: Amanah, t.t), hal. 202. 31 32 adalah mengamati, membaca, meniru mencoba sendiri tentang sesuatu, mendengarkan, mengikuti petunjuk).31 Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Nana Sudjana mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dimyati dan Mudjiono juga menyebutkan hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar. Benjamin S. Bloom menyebutkan enam jenis perilaku ranah kognitif, sebagai berikut: a. Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian kaidah, teori, prinsip, atau metode. b. Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal yang dipelajari. c. Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru. menggunakan prinsip. 31 Mustaqim, Psikologi Pendidikan (Semarang: IAIN Wali Songo Press, 2009, hal. 40. Misalnya, 33 d. Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian sehingga strukturkeseluruhan dapat dipahami dengan baik. Misalnya mengurangi masalah menjadi bagian yang telah kecil. e. Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru. Misalnya kemampuan menyusun suatu program. f. Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu. misalnya, kemampuan menilai hasil ulangan. Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas, disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Kemampuan-kemampuan tersebut mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Hasil belajar yang diteliti dalam penelitian ini adalah hasil belajar kognitif yang mencakup tiga tingkatan yaitu pengetahuan, pemahaman, dan penerapan. Instrumen yang digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa pada aspek kognitif adalah tes. 34 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Hasil belajar sebagai salah satu indikator pencapaian tujuan pembelajaran di kelas tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar itu sendiri. Secara global faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi faktor internal dan eksternal. Pendekatan belajar yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran. a. Faktor Internal Siswa Faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi dua aspek yakni aspek fisiologis dan aspek psikologis. 1) Aspek fisiologis dibedakan menjadi dua macam yakni: a) Kedaan jasmani b) Keadaan fungsi fungsi jasmani tetentu 2) Aspek Psikologis Aspek psikologis meliputi: a) Intelegensi dan bakat Intelegensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan menyesuaikan diri dengan lingkungan secara tepat. Sedangkan bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki pada masa yang akan datang. 35 b) Minat dan Motivasi Secara sederhana minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Rober minat tidak termasuk istilah populer dalam psikologi karena ketergantungan yang banyak pada faktor-faktor internal lainnya seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi dan kebutuhan. Motivasi ialah kedaan internal organisme, baik manusia maupun hewan yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini, motivasi berarti pemasok daya (energizer) untuk bertingkah laku secara terarah.32 c) Sikap Siswa Sikap adalah gejala yang berdimensi efektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif terhadap obyek orang, barang dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif, sikap siswa yang positif terutama kepada guru dan mata pelajaran yang akan disajikan merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa tersebut. Sebaliknya sikap negatif siswa terhadap guru, apalagi jika diiringi kebencian terhadap mata pelajaran dan guru, dapat menimbulkan kesulitan belajar siswa dan prestasi yang dicapai siswa akan kurang memuaskan. 32 M. Dalyono, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hal. 55-57. 36 b. Faktor Eksternal Siswa Faktor eksternal siswa juga terdiri atas dua macam, yakni: faktor lingkungan sosial dan lingkungan non sosial. 1) Faktor lingkungan sosial Lingkungan sosial adalah seperti para guru, staf administrasi, dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi hasil belajar siswa, para guru yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang simpatik dan memperlihatkan suri tauladan yang baik khususnya dalam hal belajar. 2) Faktor lingkungan non sosial Faktor yang termasuk lingkungan non sosial ialah gedung sekolah dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan oleh siswa. Contoh: Kondisi rumah yang sempit dan berantakan serta perkampungan yang terlalu padat dan tidak memiliki saran umum untuk kegiatan remaja akan mendorong siswa untuk berkeliaran ketempat-tempat yang sebenarnya tidak pantas dikunjungi, kondisi rumah dan perkampungan seperti itu jelas berpengaruh buruk terhadap kegiatan belajar siswa. 37 B. Aqidah Akhlak 1. Pengertian Aqidah Akhlak Akhlak secara bahasa (etimologi), berasal dari bahasa Arab, jama’nya khuluqun yang menurut lughat diartikan budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Dalam bahasa asingnya “the traits of men‟s moral character”. Menurut pandangan agama berarti; suatu daya positif dan aktif dalam bentuk tingkah laku/perbuatan. 33 Sedangkan secara terminologi akhlak adalah kebiasaan, kehendak, yaitu apabila suatu kehendak sudah terbiasa maka menjadilah adat, dan kebiasaan itu disebut akhlak.34 Dan menurut ulama aklak sendiri antara lain sebagai berikut: a. Ilmu akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara yang terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin. b. Ilmu akhlak adalah ilmu pengetahuan yang memberikan pengertian tentang baik dan buruk, ilmu yang mengajarkan pergaulan manusia dan menyatakan tujuan mereka yang terakhir dari seluruh usaha dan pekerjaan mereka.35 33 Moh. Chadziq Charisma, Tiga Aspek Kemukjizatan Al-Qur‟an, cet. Ke-1 (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1991), hal. 92. 34 Ahmad Amin, Etika Ilmu Akhlak (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hal. 62. 35 Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlaqul Karimah; Suatu Pengantar (Bandung: CV. Diponegoro, 1993), hal. 12. 38 2. Definisi Akhlak Menurut Para Ahli Pemahaman yang berbeda akan melahirkan pemaknaan yang berbeda pula. Dalam bahasa lain, para ahli mengemukakan definisi akhlak dengan ungkapan masing-masing yang sedikit berbeda, di antaranya: a. Menurut Imam Al-Ghazali Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa seseorang yang dari sifat itu timbul perbuatan yang mudah tanpa memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu.36 b. Menurut Ahmad Amin Akhlak ialah kehendak yang dibiasakan, artinya bahwa kehendak itu membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu dinamakan akhlak. Kehendak ialah ketentuan dari beberapa keinginan manusia setelah bimbang. Sedangkan kebiasaan ialah perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah melaksanakannya. Masing-masing dari kehendak dan kebiasaan itu mempunyai kekuatan dan gabungan dari dua kekuatan itu menimbulkan kekuatan yang lebih besar bernama akhlak”.37 36 37 Imam Al-Ghazali, Ihya‟ Ulumuddin, Juz III (Beirut: Daar al-Mishri, 1977), hal. 58. Anwar Masy’ari, Akhlak Al-Qur'an (Surabaya: Bina Ilmu, 1990), hal. 15. 39 c. Al-Qurthuby َ 38.َيَمَنََالخَلَقَةََفََْيه َْ صَر َْ َلَنَهََي,الدَبََيَسَمَىَخََْلقَا َْ ََالَنْسَانََنَ َْفسَهََمَن َْ ََمَاَهَ َويَأخَذَبَه “Perbuatan manusia yang bersumber dari adab kesopanannya disebut akhlak, karena perbuatan itu termasuk bagian dari kejadiannya”. d. Menurut Elizabeth B. Hurlock “Behaviour which may be called “true morality” does not only conform to social standards but also is carried out voluntarily, it comes with the transition from external to internal authority and consists of conduct regulated from within”. Tingkah laku bisa dikatakan sebagai moralitas yang sebenarnya itu bukan hanya sesuai dengan standar masyarakat tetapi juga dilaksanakan dengan suka rela. Tingkah laku itu terjadi melalui transisi dari kekuatan yang ada di luar (diri) ke dalam (diri) dan ada ketetapan hati dalam melakukan (bertindak) yang diatur dari dalam (diri). e. Menurut Rahmat Djatnika Akhlak (adat kebiasaan) adalah perbuatan yang diulang-ulang. Ada dua syarat agar sesuatu bisa dikatakan sebagai kebiasaan, yaitu: 38 Al-Qurthuby, Tafsir Al-Qurthuby, Juz VIII (Cairo: Daar asy-Sya’by, 1913), hal. 6706. 40 Adanya kecenderungan hati kepadanya dan adanya pengulangan yang cukup banyak, sehingga mudah mengerjakan tanpa memerlukan pemikiran lagi.39 Keseluruhan definisi akhlak tersebut di atas tampak tidak ada yang bertentangan, melainkan memiliki kemiripan antara satu dengan yang lainnya. Definisi-definisi akhlak tersebut secara substansial tampak saling melengkapi, dan darinya dapat dilihat lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak yaitu: a. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya. b. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. c. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. d. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara. e. Perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan secara ikhlas semata-mata karena Allah.40 39 40 Rachmat Djatnika, Sistem Etika Islam, cet. Ke-2 (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1996), hal. 27. Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, cet. Ke-3 (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2000), hal. 5-7. 41 Secara bersamaan sering dijumpai istilah penggunaan moral, akhlak, dan etika. Ketiganya memiliki arti etimologis yang sama, namun dari segi terminologi mempunyai makna yang berbeda yaitu sebagai berikut : a. Moral Istilah moral menurut Asmara AS seperti yang dikutip oleh Abuddin Nata berasal dari bahasa Latin yaitu mores, jamak dari kata mos yang berarti adat kebiasaan. 41 Seperti ditegaskan di depan, kedua istilah moral dan akhlak memiliki makna yang sama, hanya saja, karena akhlak berasal dari bahasa Arab, istilah ini akhirnya seperti menjadi ciri khas Islam. Secara substantif, memang tidak terdapat perbedaan yang berarti di antara keduanya. Sebab, keduanya memiliki wacana yang sama, yakni tentang baik dan buruknya perbuatan manusia. Boleh saja jika kemudian disebut bahwa akhlak merupakan konsep moral dalam Islam. Nabi Muhammad sendiri diutus untuk menyempurnakan akhlak. Hal ini berarti bahwa akhlak identik dengan moral, dengan substansi wacana pada nilai-nilai kemanusiaan. 41 Ibid., hal. 90. 42 b. Etika Dari segi etimologi, etika berasal dari bahasaYunani kuno, ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. 42 Menurut Ahmad Amin, etika diartikan sebagai ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat.43 Akhlak dapat didefinisikan sebagai usaha yang dilakukan oleh kiai secara sistematis dan terarah untuk membimbing dan mengarahkan kehendak santri untuk mencapai tingkah laku yang baik dan diarahkan serta menjadikan sebagai suatu kebiasaan. Kesempurnaan Islam sebagai petunjuk semua aspek kehidupan manusia bukan reduksi, tapi meletakkan kembali akhlak sebagai pondasi dari semua aspek kehidupan di dunia ini. Dari beberapa pengertian di atas, dapat dipahami bahwa akhlak adalah tabiat atau sifat seseorang yakni keadaan jiwa yang telah terlatih, sehingga dalam jiwa tersebut benar-benar telah melekat sifat-sifat yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan dan diangan-angan lagi. Sedangkan yang dimaksud dengan 42 43 Ahmad Charris Zubair, Kuliah Etika (Jakarta : Rajawali Pers, 1980), hal. 13. Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak), terj. Farid Ma’ruf (Jakarta: Bulan Bintang, 1983), hal. 3. 43 pendidikan akhlak adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan yang berlangsung seumur hidup, baik di dalam dan di luar sekolah dengan menitik beratkan pada perbuatan manusia yang bersumber dari dorongan jiwanya dengan menitik beratkan pada nilainilai yang telah ditentukan di dalam agama Islam secara terpadu, terencana dan berkelanjutan. C. Tinjauan Tentang Peserta Didik Mukim 1. Pengertian Pondok Pesantren Pengertian pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe-dan akhiran -an, berarti tempat tinggal santri. Soegarda Poerbakawatja yang dikutip oleh Haidar Putra Daulay, mengatakan pesantren berasal dari kata santri yaitu seseorang yang belajar agama Islam, sehingga dengan demikian pesantren mempunyai arti, tempat orang berkumpul untuk belajar agama Islam. Ada juga yang mengartikan pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam Indonesia yang bersifat “tradisional” untuk mendalami ilmu tentang agama Islam dan mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pesantren diartikan sebagai asrama, tempat santri, atau tempat murid-murid belajar mengaji. Sedangkan secara istilah, pesantren adalah lembaga pendidikan Islam, dimana para santri biasanya tinggal di pondok (asrama) dengan materi pengajaran kitab-kitab 44 klasik dan kitab-kitab umum, bertujuan untuk menguasai ilmu agama Islam secara detail, serta mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian dengan menekankan pentingnya moral dalam kehidupan bermasyarakat. Pondok pesantren secara definitif tidak dapat diberikan batasan yang tegas, melainkan terkandung fleksibilitas pengertian yang memenuhi ciri- ciri yang memberikan pengertian pondok pesantren. Jadi pondok pesantren belum ada pengertian yang lebih konkrit, karena masih meliputi beberapa unsur untuk dapat mengartikan pondok pesantren secara komprehensif. Maka dengan demikian sesuai dengan arus dinamika zaman, definisi serta persepsi terhadap pesantren menjadi berubah pula. Kalau pada tahap awalnya pesantren diberi makna dan pengertian sebagai lembaga pendidikan tradisional, tetapi saat sekarang pesantren sebagai lembaga pendidikan tradisional tidak lagi selamanya benar. 2. Metode Pendidikan Pesantren Di pesantren setidaknya ada 6 (enam) metode pendidikan yang diterapkan dalam rangka membentuk perilaku santri, yakni: a. Metode Keteladanan Secara psikologis, manusia sangat memerlukan keteladanan untuk mengembangkan sifat-sifat dan potensinya. Pendidikan perilaku lewat keteladanan adalah pendidikan dengan cara memberikan contohcontoh kongkrit bagi para santri, di pesantren pemberian contoh keteladanan sangat ditekankan. Kyai dan ustadz harus senantiasa 45 memberikan uswah yang baik bagi para santri, dalam ibadah-ibadah ritual, kehidupan sehari-hari maupun yang lain, karena nilai mereka ditentukan dari aktualisasinya terhadap apa yang disampaikan. Semakin konsekuen seorang kyai atau ustadz menjaga tingkah lakunya maka semakin didengar ajarannya.44 b. Metode Latihan dan Pembiasaan Mendidik perilaku dengan latihan dan pembiasaan adalah mendidik dengan cara memberikan latihan-latihan terhadap norma kemudian membiasakan santri untuk melakukannya. Dalam pendidikan di pesantren metode ini biasanya akan diterapkan pada ibadah-ibadah amaliyah, seperti shalat berjamaah, kesopanan pada kyai dan ustadz, pergaulan dengan sesama santri dan sejenisnya. Sehingga tidak asing di pesantren dijumpai, bagaimana santri sangat hormat pada ustadz dan kakak-kakak seniornya dan begitu santunnya pada adik-adik junior, mereka memang dilatih dan dibiasakan untuk bertindak demikian. Latihan dan pembiasaan ini pada akhirnya akanmenjadi akhlak yang terpatri dalam diri dan menjadi yang tidak terpisahkan. AlGhazali menyatakan: 44 Mukti Ali, KH Ali Ma‟shum: Perjuangan dan Pemikirannya (Yogyakarta: LkiS, 1999), hal. 10. 46 ”Sesungguhnya perilaku manusia menjadi kuat dengan seringnya dilakukan perbuatan yang sesuai dengannya, disertai ketaatan dan keyakinan bahwa apa yang dilakukannya adalah baik.45 c. Mendidik Melalui Ibrah Secara sederhana, Ibrah berarti merenungkan dan memikirkan, dalam arti umum biasanya dimaknakan dengan mengambil pelajaran dari setiap peristiwa. Abd. Rahman al Nahlawi, 46 seorang tokoh pendidikan asal timur tengah, mendefinisikan ibrah dengan suatu kondisi psikis yang menyampaikan manusia untuk mengetahui intisari suatu perkara yang disaksikan, diperhatikan, diinduksikan, ditimbangtimbang, diukur dan diputuskan secara nalar, sehingga kesimpulannya dapat mempengaruhi hati untuk tunduk kepadanya, lalu mendorongnya kepada perilaku yang sesuai. Tujuan Paedagogis dari Ibrah adalah mengantarkan manusia pada kepuasan berpikir tentang perkara agama yang bisa menggerakkan, mendidik atau menambah perasaan keagamaan. Adapun pengambilan Ibrah bisa dilakukan melalui kisah-kisah teladan, fenomena alam atau peristiwa-peristiwa yang terjadi, baik di masa lalu maupun sekarang.47 45 Imam Al-Ghazali, Ihya‟ Ulumuddin, Juz III, .......... hal. 61. Abd. Rahman an-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, diterjemahkan Dahlan & Sulaiman (Bandung: Diponegoro, 1992), hal. 390. 47 Tamyiz Burhanuddin, Akhlak Pesantren: Solusi Bagi Kerusakan Akhlak (Yogyakarta: ITTIQA Press, 2001), hal. 57. 46 47 d. Mendidik Melalui Mauidzah Mauidzah berarti nasehat.48Rasyid Ridla mengartikan mauidzah sebagai berikut: “Mauidzah adalah nasehat peringatan atas kebaikan dan kebenaran dengan jalan apa yang dapat menyentuh hati dan membangkitkannya untuk mengamalkannya”49 Metode mauidzah harus mengandung tiga unsur, yakni: 1) Uraian tentang kebaikan dan kebenaran yang harus dilakukan oleh seorang santri, misalnya tentang sopan santun, harus berjamaah maupun kerajinan dalam beramal. 2) Motivasi dalam melakukan kebaikan 3) Peringatan tentang dosa atau bahaya yang bakal muncul dari adanya larangan bagi dirinya sendiri maupun orang lain.50 e. Mendidik Melalui Kedisiplinan Dalam ilmu pendidikan, kedisiplinan dikenal sebagai cara menjaga kelangsungan kegiatan pendidikan. Metode ini identik dengan pemberian hukuman atau sanksi. Tujuannya untuk menumbuhkan kesadaran siswa bahwa apa yang dilakukan tersebut tidak benar, sehingga ia tidak mengulanginya lagi.51 48 Warson Munawir, Kamus Al Munawir, hal. 1568. Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, Jilid II (Mesir: Maktabah al-Qahirah, t.t), hal. 404. 50 Tamyiz Burhanuddin, Akhlak Pesantren ......... hal. 57-58. 51 Hadari Nawawi. Pendidikan dalam Islam (Surabaya: Al-Ikhlas, 1990), hal. 234. 49 48 Pembentukan lewat kedisiplinan ini memerlukan ketegasan mengharuskan seorang pendidik memberikan sanksi bagi para pelanggar, sementara kebijaksanaan mengharuskan pendidik berbuat adil dan arif dalam memberikan sanksi bagi pelanggar, sementara kebijaksanaan mengharuskan pendidik berbuat adil dan arif dalam memberikan sanksi, tidak terbawa emosi atau dorongan lain. Dengan demikian sebelum menjatuhkan sanksi, seorang pendidik harus memperhatikan beberapa hal berikut: 1) Perlu adanya bukti yang kuat tentang adanya tindak pelanggaran. 2) Hukumn harus bersifat mendidik, bukan sekedarmemberi kepuasan atau balas dendam dari si pendidik. 3) Harus mempertimbangkan latar belakang dan kondisi siswa yang melanggar,misalnya frekuensinya pelanggaran, perbedaan jenis kelamin atau jenis pelanggaran disengaja atau tidak. Di pesantren, hukuman ini dikenal dengan istilah takzir. Takzir adalah hukuman yang dijatuhkan pada santri yang melanggar. Hukuman yang terberat adalah dikeluarkan dari pesantren. Hukuman ini diberikan kepada santri yang telah berulang kali melakukan pelanggaran, seolah tidak bisa diperbaiki. Juga diberikan kepada santri 49 yang melanggar dengan pelanggaran berat yang mencoreng nama baik pesantren. f. Mendidik Melalui Targhib dan Tahzib Metode ini terdiri atas metode sekaligus yang berkaitan satu sama lain: targhib dan tahzib.52 Targhib adalah janji disertai dengan bujukan agar seseorang senang melakukan kebajikan dan menjauhi kejahatan. Tahzib adalah ancaman untuk menimbulkan rasa takut berbuat tidak benar. Tekanan metode targhib terletak pada harapan untuk melakukan kebajikan, sementara tekanan metode tahzib terletak pada upaya menjauhi kejahatan atau dosa. Meski demikian metode ini tidak sama pada metode hadiah dan hukuman. Perbedaannya terletak pada akar pengambilan materi dan tujuan yang hendak dicapai. Perbedaan terletak pada akar pengambilan materi dan tujuan yang hendak dicapai. Targhib dan tahzib berakar pada Tuhan (ajaran agama) yang tujuannya memantapkan rasa keagamaan dan membangkitkan sifat rabbaniyah, tanpa terikat waktu dan tempat. Adapun metode hadiahdan hukuman berpijak pada hukum rasio (hukum akal) yang sempit (duniawi) yang tujuannya masih terikat 52 Abd. Rahman An Nahlawi, Prinsip-prinsip ......... hal. 412. 50 ruang dan waktu. Di pesantren, metode ini biasanya diterapkan dalam pengajian-pengajian, baik sorogan maupun bandongan.53 D. Tinjauan Tentang Peserta Didik non Mukim 1. Lingkungan Keluarga a. Pengertian Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi anak yang memberikan sumbangan bagi perkembangan dan pertumbuhan mental maupun fisik anak dalam kehidupannya. Adapun pengertian keluarga secara etimologi adalah suatu kesatuan (unit) di mana anggota-anggotanya mengabdikan diri kepada kepentingan dan tujuan tersebut. Sedangkan keluarga menurut istilah adalah dua orang atau lebih yang tinggal bersama dan terikat karena darah perkawinan dan adopsi. B Boston yang dikutip oleh Ishak Sholeh mengatakan, keluarga adalah suatu kelompok pertalian nasab keluarga yang dapat dijadikan tempat untuk membina / membimbing anak-anak dan untuk pemenuhan hidup lainnya. Sehingga sangat jelaslah bahwa pendidikan keluarga adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan orang tua kepada anaknya, agar anak itu dapat menjadi dewasa dan senantiasa terarah dalam kehidupannya. 53 Tamyiz Burhanuddin, Akhlak Pesantren ........... hal. 61. 51 Pendidikan keluarga merupakan bagian jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan keterampilan (UU Sistem Pendidikan Nasional No. 2 Tahun 1989). b. Tujuan, Fungsi dan Ruang Lingkup Pendidikan Keluarga Tujuan pendidikan keluarga adalah memelihara, melindungi anak sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Keluarga merupakan kesatuan hidup bersama yang utama dikenal oleh anak sehingga disebut lingkungan pendidikan utama. Proses pendidikan awal dimulai sejak dalam kandungan. Latar belakang sosial ekonomi dan budaya keluarga, keharmonisan hubungan antar anggota keluarga, intensitas hubungan anak dengan orang tua akan sangat mempengaruhi sikap dan perilaku anak. Keberhasilan anak di sekolah secara empirik sangat dipengaruhi oleh besarnya dukungan orang tua dan keluarga dalam membimbing anak. 2. Lingkungan Masyarakat a. Pengertian Masyarakat merupakan kumpulan individu dan kelompok yang terikat oleh kesatuan bangsa, negara, kebudayaan, dan agama. Setiap masyarakat, 52 memiliki cita-cita yang diwujudkan melalui peraturan peraturan dan sistem tertentu.54 Masyarakat juga sering dikenal dengan istilah society yang berarti sekumpulan orang yang membentuk sistem, yang terjadi komunikasi didalam kelompok tersebut. Menurut Wikipedia, kata Masyarakat sendiri diambil dari bahasa Arab, Musyarak. Masyarakat juga bisa diartikan sekelompok orang yang saling berhubungan dan kemudian membentuk kelompok yang lebih besar. Biasanya masyarakat sering diartikan sekelompok orang yang hidup dalam satu wilayah dan hidup teratur oleh adat di dalamnya. Masyarakat Transisi adalah masyarakat yang di mana di dalamnya terdapat perubahan isi atau orang. Perubahan ini bisa dicontohkan seperti pekerjaan yang tidak ada pada masyarakat sebelumnya. Selain itu juga bisa dicontohkan orang Jawa menikah dengan orang Madura kemudian hidup dan tinggal di Madura. Masyarakat awal mulanya terbentuk dari masyarakat kecil yang artinya sekumpulan orang. Misalnya sebuah keluarga yang dipimpin oleh kepala keluarga, kemudian dari kelompok keluarga akan membentuk sebuah RT dan RW hingga akhirnya membentuk sebuah dusun. Dusun pun akan membentuk Desa, Kecamatan, Kabupaten, Provinsi, Hingga akhirnya negara. Masyarakat tidak akan pernah terbentuk tanpa adanya 54 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 1992), hal. 283. 53 seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang akan memimpin sebuah masyarakat bisa dipilih dengan berbagai cara. Seperti pemilu, pemilihan secara tertutup hingga keturunan pemimpin. Pemilihan pemimpin suatu daerah pasti sudah memiliki aturan masing-masing yang biasa disebut adat istiadat. b. Masyarakat dan Pengelompokannya Masyarakat juga biasa dibedakan menurut suku, ras, dan chiefdom. Selain itu masyarakat bisa dibedakan menurut mata pencaharian di wilayahnya. Menurut para pakar, pengertian masyarakat dibedakan menjadi masyarakat pemburu, masyarakat pastoral nomadis, masyarakat cocok tanam dan masyarakat peradaban. Masyarakat peradaban adalah masyarakat yang sudah melakukan perubahan dalam artian menyesuaikan lingkungan alam dengan kehidupan yang selayaknya diterapkan untuk kehidupan yang lebih maju. Masyarakat akan berjalan apabila komponen-komponen di dalamnya berjalan lancar. Apabila tidak bisa dipastikan akan terjadinya sebuah keruntuhan di dalam masyarakat itu. Meskipun itu adalah komponen kecil seperti keluarga, akan bisa menghancurkan sebuah masyarakat. Jadi aturan-aturan tentang persamaan harus dimasukkan guna mengatur dan mengakomodir masyarakat. Dengan hal di atas harus dipastikan seorang pemimpin harus bijak dan bisa diterima di dalam masyarakat itu sendiri. Kalau tidak pasti akan ada 54 yang namanya demo, penurunan jabatan, protes warga dan hal-hal yang pada intinya ingin menurunkan jabatan pemimpin masyarakat. Pengertian Masyarakat juga bisa dibedakan menjadi masyarakat non industrial dan masyarakat industrial. Masyarakat non industrial biasanya adalah masyarakat yang masih menerapakan sistem cocok tanam, di dalamnya, seperti bertani dan masih bisa dibilang belum kota, masih kampung. Sedangkan masyarakat industrial adalah masyarakat yang sudah maju, masyarakat yang hidupnya tergantung oleh pekerjaan pabrik, dan semua yang hubungannya dengan yang serba instan. Kelemahan yang terjadi pada masyarakat industrial adalah ketidakpuasan orang-orang yang bekerja untuk industri itu atau pabrik karena upah yang tidak sesuai, sehingga pihak pabrik akan mengeluarkan budget lagi untuk membayar. Sehingga hal ini akan sulit diterima dan akan selalu mendapat penolakan meskipun kecil tingkat presentasinya. Ketidakpuasan akan semakin bertambah karena pabrik akan mengeluarkan beberapa orang dan akan menggantikan dengan mesin, karena dengan mesin akan lebih menghemat budget dan yang pasti kerjanya hanya akan nurut dan tidak akan pernah membantaah. Hal ini tentu akan semakin meningkatkan tingkat pengangguran di dalam masyarakat, dan akan menimbulkan banyak jenis penyakit sosial di dalam masyarakat yang merugikan banyak pihak. 55 Pada dasarnya manusia hidup tidak bisa lepas dari kehidupan masyarakat, karena mereka sendiri termasuk bagian daripada masyarakat. Masyarakat juga punya andil besar dalam mencetak generasi muda yang berkualitas, tidak berarti harus menciptakan situasi baru, atau mengubah masyarakat sekitar agar sesuai dengan kehendaknya sendiri akan tetapi lebih tepat diartikan sebagai usaha untuk menghindari pengaruh buruk kelompok-kelompok tertentu dimasyarakat agar usaha menciptakan manusia yang berkualitas dapat terwujud.55 Model pembelajaran yang berpusat pada masyarakat adalah suatu bentuk pengajaran yang memadukan anatar sekolah dan masyarakat dengan cara membawa sekolah ke dalam masyarakat dan membawa masyarakat ke dalam sekolah guna mencapai tujuan pengajaran atau pendidikan yang telah ditetapkan. Pengajaran yang berpusat pada masyarakat memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) Pengajaran berorientasi pada masyarakat 2) Pengajran bertujuan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat 3) Kurikulum yang menjadi landasan pengajaran terdiri dari prosesproses dan masalah sosial 4) Kegiatan belajar memadukan antara kegiatan serba langsung di masyarakat dengan kegiatan belajar yang bersumber dari buku teks 55 M. Arifin, Dasar-Dasar Kependidikan.(Jakarta: Kalam Mulia, 1995), hal. 165. 56 5) Disiplin kelas berdasarkan tanggung jawab bersama bukan berdasarkan paksaan atau kebebasan mutlak. 6) Metode mengajar terutama dititikberatkan pada pemecahan masalah untuk memenuhi kebutuhan perorangan dan kebutuhan sosial atau kelompok 7) Bentuk hubungan dan kerjasama sekolah dan masyarakatadalah mempelajari sumber sumber masyarakat, menggunakan sumber sumber tersebut, dan memperbaiki masyarakat tersebut 8) Strategi pengajaran meliputi karyawista, manusia (narasumber), survey masyarakat, berkemah, kerja pengalaman, pelayanan masyarakat, proyek perbaikan masyarakat, dan sekolah pusat masyarakat Prosedur belajar terdiri dari empat tingkatan, dari konkret menuju ke abstrak, dan dari abstrak menuju ke konkret. Tingkat tingkat belajar itu adalah sebagai berikut: a. Tingakat 1: belajar langsung melalui masyarakat yang dilaksanakan dalam bentuk karyawisata, manusia sumber, survey dan pengabdian sosial. b. Tingkat 2: belajar langsung melalui kegiatan kegiatan ekspresi, seperti menggambar, menari dan dramatisasi c. Tingkat 3: belajar tak langsung melalui alat audio visual, seperti peta, model, grafik, film, televisi, radio dan internet. 57 d. Tingkat 4: Belajar tak langsung melalui simbol kata, seperti buku, ceramah, diskusi dan lain lain. Kelebihan Belajar pada masyarakat: a. Pengajaran bersifat realistis, karena hal-hal yang dipelajari bersumber dari kehidupan nyata. Para siswa dapat mengamati kenyataan sesungguhnya dalam masyarakat dan kehidupan masyarakat yang bersifat kompleks. Pengajaran ini pada gilirannya akan mengembangkan berbagai pengalaman dan pengetahuan yang praktis dan terpakai. b. Pengajaran ini menumbuhkan kerjasama dan integrasi antara sekolah dan masyarakat, karena sekolah masuk ke dalam masyarakat, dan masyarakat masuk dalam lingkungan sekolah. c. Metode pembelajaran ini memberi kesempatan luas bagi siswa untuk melakukan belajar secara aktif, yang dianjurkan oleh teori belajar modern. Para siswa merencanakan sendiri, mencari informasi sendiri, melakukan kegiatan proyek sendiri, dan memecahkan berbagai masalah sendiri, baik melalui belajar individual maupun belajar kelompok d. Prosedur pengajaran memberdayakan semua metode dan teknik pembelajaran secara sistematis dan bervariasi, seperti ceramah, diskusi, kerja kelompok, belajar mandiri, demonstrasi dan eksperimen. 58 e. Model pembelajaran ini dilandasi oleh konsep pendidikan Education is here and now. Pendidikan adalah membantu siswa agar mampu berperan dalam kehidupan sekarang dan di sini.56 E. Tinjauan Komparasi Hasil Belajar Peserta Didik yang Mukim dan Non Mukim Di Pondok Pesantren Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individual maupun kelompok prestasi tersebut. 57 Sedangkan belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan.58 Hasil Belajar merupakan hasil akhir dari proses pembelajaran, dan hasil belajar antara peserta didik satu dengan yang lain tidak akan sama hasilnya. Banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Faktor-faktor tersebut di antaranya adalah: Faktor lingkungan, faktor ekonomi dan sebagainya. Hasil belajar aqidah akhlak pada peserta didik tidak akan sama hasilnya terutama pada peserta didik yang berlatar belakang pondok pesantren dan non pondok pesantren. Pada peserta didik yang tinggal di pondok pesantren, pada proses belajar mengajar di kelas, biasanya lebih baik sehingga hasil belajar aqidah akhlak yang dicapai pun maksimal. Hal ini disebabkan karena pada lingkungan 56 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hal. 197-199. Saiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru (Surabaya: Usaha Nasional, 1994), hal. 19. 58 Muhibin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 53. 57 59 pondok pesantren proses pelajarannya semuanya berbasis agama, juga jadwal belajarnyapun terpantau oleh pengasuh pondok pesantren. Pergaulan antar lakilaki dan perempuan terjaga. Namun pada realita, masih ada peserta didik yang tinggal di pondok pesantren, hasil belajar aqidah akhlaknya kurang maksimal. Hal ini dipengaruhi oleh faktor individu atau mungkin pondok pesantren yang kurang memberikan pengajaran yang maksimal. Pada peserta didik yang tinggal bukan di pondok pesantren, mayoritas hasil belajar lebih buruk dari yang tingal di pondok pesantren. Hal ini karena pendidikan baik di lingkungan masyarakat atau keluarga kurang mendukung. Bahkan terkadang orang tua tidak memperdulikan pendidikan anak, hanya materi yang mereka penuhi, terkadang pendidikan religi diabaikan, tidak memberikan contoh yang baik pada anak-anaknya, dan sebagainya. Juga pada lingkungan masyarakat, sosial yang buruk, tidak yang baik pada proses belajar. Setelah di bahas tentang kajian teori beserta faktor-faktor hasil belajar selanjutnya akan membahas tentang sejarah berdirinya Pondok Pesantren Darul Ulum dan Profil Sekolah Madrasah Tsanawiyah Negeri Rejoso Peterongan 1.