BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Masalah Ketenagakerjaan
Pada dasarnya pengangguran merupakan penduduk usia produktif yang
tidak mendapatkan kesempatan bekerja dengan berbagai sebab. Dinamika pasar
tenagakerja menunjukkan bahwa peningkatan penawaran tenagakerja tidak selalu
diikuti peningkatan yang seimbang pada permintaan tenagakerja. Hal ini,
disebabkan oleh laju pertumbuhan ekonomi yang diperoleh suatu wilayah belum
tentu
diikuti
pula
dengan
laju
pertumbuhan
penyerapan
tenagakerja
(Tjiptoherijanto, 1998).
Pada mulanya Badan Pusat Statistik (BPS) mendefinisikan pengangguran
terbuka sebagai penduduk berusia 15 tahun ke atas yang dalam kondisi tidak
bekerja dan sedang mencari pekerjaan. Kegiatan mencari pekerjaan dapat
dilakukan oleh mereka yang sama sekali belum pernah bekerja atau mereka yang
pernah bekerja, karena suatu hal berhenti atau diberhentikan. Usaha mencari
pekerjaan tidak terbatas pada periode seminggu sebelum pencacahan, mereka
yang berusaha mendapatkan pekerjaan dan permohonannya telah dikirim lebih
dari satu minggu yang lalu tetap dianggap sebagai mencari pekerjaan.
Sejak tahun 2001 definisi pengangguran terbuka diperluas mengikuti
rekomendasi International Labour Organization (ILO). Menurut konsep ILO,
pengangguran terbuka terdiri dari :
7
1. Mereka yang mencari pekerjaan.
2. Mereka yang mempersiapkan usaha.
3. Mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin
mendapatkan pekerjaan.
4. Mereka yang sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.
Mempersiapkan usaha adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang
dalam rangka mempersiapkan usaha atau pekerjaan yang “baru” yang bertujuan
untuk memperoleh penghasilan atau keuntungan atas resiko sendiri. Dikategorikan
sebagai
mempersiapkan
usaha
apabila
“tindakannya
nyata”
seperti
mengumpulkan modal atau perlengkapan, mencari lokasi atau tempat usaha,
mengurus surat ijin usaha dan sebagainya. Mempersiapkan usaha tidak termasuk
yang baru merencanakan, berniat, dan baru mengikuti kursus atau pelatihan dalam
rangka membuka usaha. Kegiatan mempersiapkan suatu usaha atau pekerjaan
tidak terbatas dalam jangka waktu seminggu yang lalu saja, tetapi dapat dilakukan
beberapa waktu yang lalu asalkan seminggu yang lalu masih berusaha untuk
mempersiapkan suatu kegiatan usaha.
2.2. Struktur Perekonomian
Pertumbuhan ekonomi dari suatu daerah akan dapat dilihat dari
pertumbuhan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dimana untuk
menghitung pertumbuhannya dipakai atas dasar harga konstan. Pertumbuhan atau
pergerakan yang terjadi pada nilai PDRB akan turut mempengaruhi secara positif
laju pertumbuhan kesempatan kerja. Dengan demikian, adanya peningkatan nilai
8
PDRB suatu daerah bisa diharapkan akan meningkatkan permintaan tenagakerja
di daerah tersebut.
Adanya pemikiran yang cenderung mengkaitkan pertumbuhan kesempatan
kerja dengan pertumbuhan ekonomi, karena didasarkan pada suatu asumsi bahwa
dari pertambahan pertumbuhan ekonomi yang meningkat diharapkan dapat
membuka pertambahan kesempatan kerja yang lebih luas. Kenyataan yang terjadi
tidak seluruhnya demikian, karena pertambahan pertumbuhan ekonomi yang
meningkat tidak selalu menjamin pertambahan kesempatan kerja yang lebih luas.
Menurut Manning (1984), lapangan pekerjaan utama bagi penduduk yang
bekerja sering dianalisis dengan membedakannya dalam tiga sektor utama yaitu,
Sektor Pertanian (Agriculture = A) yang meliputi pertanian, kehutanan,
peternakan, perburuan dan perikanan, Sektor Industri (Manufacture = M) yang
meliputi pertambangan, industri, listrik/air dan bangunan, Sektor Jasa-jasa
(Services = S) yang meliputi perdagangan, angkutan, keuangan, jasa dan lainnya.
Biasanya analisis data mengenai kegiatan penduduk menitikberatkan pada
alokasi kesempatan kerja menurut sektor, pola perpindahan dari sektor pertanian
(A) ke sektor lainnya, dan penyebab perpindahan serta implikasi kebijakannya.
Proses pembangunan ekonomi biasanya disertai dengan perpindahan tenagakerja
Sektor A ke Sektor M dan S. Perpindahan tenagakerja dari Sektor Pertanian (A)
ke Sektor Industri (M) atau Jasa-jasa (S) banyak disoroti oleh ekonom untuk
menghitung peningkatan produktivitas tenagakerja, penyerapan tenagakerja dan
juga pendapatan angkatan kerja (Todaro dan Smith, 2006).
9
2.3. Penelitian Terdahulu
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Badan Pusat
Statistik (BPS) dan United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun
2001 melakukan penelitian tentang Laporan Pembangunan Manusia Indonesia
tahun 2001, khususnya dalam rangka menuju konsensus baru demokrasi dan
pembangunan manusia di Indonesia.
Dari penelitian itu dapat diketahui bahwa meskipun telah terjadi
pergeseran menuju industri pengolahan dan industri padatkarya, namun dilihat
dari segi penyerapan tenagakerja, pertanian tetap menjadi sumber penting.
Sepanjang dekade 1980-an, pertanian terus mempekerjakan lebih dari 50 persen
dari total penduduk yang bekerja. Pada akhir 1980-an, peningkatan industri
pengolahan padatkarya mulai menurunkan proporsi penyerapan tenagakerja di
sektor pertanian dari 55 persen pada tahun 1985 menjadi 50 persen pada tahun
1990 dan menjadi 44 persen pada akhir dekade 1990-an. Tetapi hingga saat
penelitian itu dilakukan, sekitar 35 juta orang Indonesia masih bekerja di sektor
pertanian, dengan 17 juta lainnya bekerja di bidang perdagangan dan restoran.
Pergeseran ini mencerminkan penurunan pertumbuhan pekerja di sektor
pertanian dari empat persen per tahun pada periode 1980-1985, menjadi di bawah
satu persen pada periode 1985-1990 dan menjadi minus dua persen pada dekade
1990-an. Sedangkan pertumbuhan pekerja di sektor industri mengalami
percepatan dari lima persen menjadi tujuh persen dari awal hingga akhir dekade
1990-an, hanya turun menjadi enam persen paruh pertama dekade 1990-an.
Pertumbuhan tenagakerja di sektor jasa berfluktuasi antara tiga persen dan empat
10
persen selama dekade 1980-an, dan meningkat menjadi sekitar lima persen pada
tahun 1990-an.
Kariyasa (2002), melakukan penelitian yang bertujuan untuk melihat
perubahan struktural yang terjadi dalam perekonomian Indonesia pada tahun
1995-2001, khususnya dinamika perubahan struktural ekonomi dan kesempatan
kerja dengan menggunakan metode analisis deskriptif.
Dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa telah terjadinya perubahan
struktur ekonomi yang tidak diikuti oleh perubahan struktur penyerapan
tenagakerja secara proporsional dan bahkan cenderung struktur penyerapan
tenagakerja tidak berubah. Sehingga akan menyebabkan terjadinya penumpukan
tenagakerja pada satu sektor. Fenomena ini akan menyebabkan semakin
timpangnya produktivitas yang dihasilkan. Selanjutnya hal ini akan berdampak
pada semakin timpangnya pendapatan antara pekerja di sektor pertanian dan
industri.
Badan Pusat Statistik (2006) melakukan penelitian tentang analisis
pengangguran terdidik di Indonesia tahun 2001-2005, dimana di dalamnya juga
diteliti mengenai pergeseran struktur ketenagakerjaan dari primer menuju
sekunder dan tersier dengan metode analisis deskriptif. Selain itu juga diteliti
hubungan antara kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi dengan analisis
elastisitas kesempatan kerja.
Hasil dari penelitian ini apabila dilihat dari sisi ketenagakerjaan yaitu
selama periode tahun 2001 sampai tahun 2005, jumlah penduduk usia kerja
bergerak dari 144,03 juta jiwa menjadi 158,49 juta jiwa. Sementara penduduk
11
angkatan kerja bergerak dari 98,81 juta jiwa pada tahun 2001 menjadi 105,86 juta
jiwa pada November 2005. Namun demikian, secara keseluruhan perkembangan
partisipasi penduduk usiakerja dalam kegiatan perekonomian mengalami
penurunan, terlihat dari menurunnya indikator Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK) dari 68,6 persen pada tahun 2001 menjadi 66,8 persen pada tahun 2005.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi selama periode 2001-2005 belum
diikuti peningkatan penyerapan tenagakerja. Dengan interval pertumbuhan
ekonomi tiga persen hingga lima persen pada periode 2001-2005, rata-rata
penyerapan tenagakerja akibat pertumbuhan ekonomi setiap satu persennya
berada pada kisaran sekitar 200 ribu jiwa sampai dengan 300 ribu jiwa.
Rendahnya tingkat penyerapan tenagakerja ini juga tercermin dari menurunnya
perubahan indikator Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) dari 91,9 persen pada
tahun 2001 menjadi 88,76 persen pada tahun 2005.
2.4. Kerangka Pemikiran
Pembangunan ekonomi di Provinsi Kalimantan Timur memiliki peran
yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional. Hal ini bisa dilihat dari
posisi Kalimantan Timur pada tahun 2010 dimana Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) Provinsi Kalimantan Timur memberikan kontribusi terhadap
pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional sebesar 6,11 persen.
Sedangkan, besarnya PDRB Kalimantan Timur secara nasional menduduki
peringkat keenam setelah Provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa
Tengah dan Riau. Dibandingkan dengan provinsi lain di luar Pulau Jawa dan
12
Sumatera, PDRB Kalimantan Timur menduduki peringkat pertama. Begitu juga,
jika secara regional dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Kalimantan, maka
Provinsi Kalimantan Timur tetap mempunyai tingkat PDRB tertinggi.
Studi ini dilakukan untuk menganalisa bagaimana pergeseran struktur
ketenagakerjaan di Kalimantan Timur dengan metode analisis deskriptif. Selain
itu, ingin diteliti juga mengenai hubungan antara kesempatan kerja dan
pertumbuhan ekonomi dengan metode analisis elastisitas kesempatan kerja.
Proses Pembangunan
di Kalimantan Timur
PDRB Kalimantan Timur
tahun 2010 tinggi
Pergeseran struktur ekonomi
Hubungan pertumbuhan
ekonomi dan kesempatan kerja
Analisis Deskriptif
Elastisitas kesempatan kerja
Implikasi Kebijakan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
13
2.5. Hipotesis
Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini, maka hipotesis yang diajukan
adalah sebagai berikut :
1. Terjadi perubahan penyerapan tenagakerja dari sektor pertanian menuju sektor
industri dan sektor jasa-jasa.
2. Setiap kenaikan satu persen pertumbuhan ekonomi maka akan diikuti pula
oleh kenaikan kesempatan kerja pada sektor pertanian, industri dan jasa-jasa.
Download