BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah karunia dari Tuhan Yang Maha Esa kepada umat manusia di muka bumi yang juga menjadi kebutuhan dasar manusia. Sejak lahir sampai meninggal dunia, manusia membutuhkan tanah untuk tempat tinggal dan sumber kehidupan. Sebagai suatu tempat bagi manusia untuk hidup dan berkembang tanah memiliki banyak fungsi serta peranan yang penting karena tanah merupakan sumber kesejahteraan, kemakmuran, dan kehidupan. Bangsa Indonesia, tanah merupakan unsur vital dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Hubungan bangsa Indonesia dengan tanah adalah hubungan yang bersifat abadi. Seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan kesatuan tanah air dari keseluruhan Bangsa Indonesia. Tanah merupakan perekat NKRI. Berdasarkan hal itu, tanah perlu dikelola dan diatur secara nasional untuk menjaga keberlanjutan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara. Amanat konstitusi menegaskan agar politik dan kebijakan pertanahan diarahkan untuk mewujudkan tanah untuk "sebesar-besar kemakmuran rakyat". (http://www.bpn.go.id/Laporan/Renstra, diakses pada Rabu, 21 Oktober 2015) Sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Bumi, air dan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.” Demi mewujudkan kesejahteraan rakyat dengan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalam wilayah Indonesia dan asetnya diperlukan adanya pengaturan lebih lanjut serta secara khusus dibuat menjadi suatu peraturan perundang-undangan atau peraturan yang mampu mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia. Berdasarkan hal tersebut pemerintah telah membuat suatu undang-undang tentang Agraria yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 atau yang lebih dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA Nomor 5 tahun 1960 yang lahir pada tanggal 24 September 1960). Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, menegaskan peranan kunci tanah, bahwa bumi, air dan ruang angkasa mempunyai fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur. Maksudnya adalah penguasaan dan penghakkan atas tanah terutama tertuju pada perwujudan keadilan dan kemakmuran dalam pembangunan masyarakat. Pada UUD 1945, di dalamnya telah diamanatkan bahwa tanah merupakan sumber kemakmuran rakyat, namun jumlah rakyat miskin Indonesia masih cukup besar. Hal ini terjadi karena masih terjadi ketimpangan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah (P4T). Ketimpangan P4T dan ketimpangan terhadap sumber-sumber produksi lainnya menyebabkan semakin sukarnya upaya penurunan kemiskinan dan pengangguran. Ketimpangan P4T juga dapat mendorong terjadinya kerusakan sumberdaya tanah dan lingkungan hidup, peningkatan jumlah sengketa, konflik dan perkara pertanahan. Selain itu, permasalahan pertanahan ini akan berdampak terhadap rapuhnya ketahanan pangan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap ketahanan nasional (http://www.bpn.go.id/Laporan/Renstra, diakses pada Rabu, 21 Oktober 2015). Sesuai dengan yang telah ditetapkan sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015, hal-hal mengenai pertanahan diatur oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Badan Pertanahan Nasional yang selanjutnya disebut BPN adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden yang dipimpin oleh kepala. Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (http://www.bpn.go.id/Tentang-Kami/Sekilas,diakses pada Rabu, 21 Oktober 2015) Penyelenggaraan tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional RI di daerah, dibentuk Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional di provinsi dan Kantor Pertanahan di kabupaten/kota. Tugas, fungsi, susunan organisasi, dan tata kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan ditetapkan oleh Kepala setelah mendapat persetujuan dari menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi. Semua kabupaten/kota dibentuk Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional di provinsi dan Kantor Pertanahan, salah satunya yaitu di daerah Kota Karanganyar. Kantor Pertanahan di Kabupaten Karanganyar, dalam menjalankan tugas dan fungsinya, membuat beberapa program di dalamnya. Program yang ingin diteliti lebih jauh oleh penulis disini adalah progam Layanan Anggota Masyarakat (Layangmas). Program Layangmas, merupakan aplikasi layanan mandiri bagi masyarakat berbasis Geo Spatial dengan menggunakan teknologi komputer touchscreen, sebagai wujud pemanfaatan lebih lanjut dari aplikasi pelayanan pertanahan berbasis komputer (Komputerisasi Kantor Pertanahan/KKP). Layanan Anggota Masyarakat bertujuan untuk memberikan informasi potensi-potensi industri, pertanian, dan pariwisata, serta informasi-informasi bidang pertanahan yang jelas dan transparan yang dapat dengan mudah diakses masyarakat. Kementrian Agraria / Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Karanganyar dalam melaksanakan tugasnya di dalam kaitannya programnya Layanan Anggota Masyarakat mungkin terjadi kendala atau hambatan di dalamnya. Ketika terjadi adanya konflik tersebut maka Kementrian Agraria / Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Karanganyar melakukan tindakan penyelesaian sengketa/konflik pertanahan, dan dituntut untuk mengedepankan rasa keadilan sehingga dalam mengambil suatu keputusan untuk para pihak, diharapkan tidak merugikan para pihak serta mampu menyelesaikan secara damai yang menghasilkan win-win solution. Jenis sengketa/konflik pertanahan yang disampaikan atau diadukan dan ditangani oleh BPN secara garis besar dikelompokkan sebagai berikut: 1) Penguasaan tanah tanpa hak, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai status penguasaan di atas tanah tertentu yang tidak atau belum dilekati hak (tanah Negara), maupun yang telah dilekati hak oleh pihak tertentu. 2) Sengketa batas, yaitu perbedaan pendapat, nilai kepentingan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah yang diakui satu pihak yang telah ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia maupun yang masih dalam proses penetapan batas. 3) Sengketa waris, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai status penguasaan di atas tanah tertentu yang berasal dari warisan. 4) Jual berkali-kali, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai status penguasaan di atas tanah tertentu yang diperoleh dari jual beli kepada lebih dari 1 orang. 5) Sertifikat ganda, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai suatu bidang tanah tertentu yang memiliki sertifikat hak atas tanah lebih dari 1. 6) Sertifikat pengganti, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai suatu bidang tanah tertentu yang telah diterbitkan sertifikat hak atas tanah pengganti. 7) Akta Jual Beli Palsu, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai suatu bidang tanah tertentu karena adanya Akta Jual Beli palsu. 8) Kekeliruan penunjukan batas, yaitu perbedaan pendapat, nilai kepentingan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah yang diakui satu pihak yang teiah ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia berdasarkan penunjukan batas yang salah. 9) Tumpang tindih, yaitu perbedaan pendapat, nilai kepentingan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah yang diakui satu pihak tertentu karena terdapatnya tumpang tindih batas kepemilikan tanahnya. 10) Putusan Pengadilan, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai putusan badan peradilan yang berkaitan dengan subyek atau obyek hak atas tanah atau mengenai prosedur penerbitan hak atas tanah tertentu (http://www.bpn.go.id/Program/Penanganan-Kasus-Pertanahan di akses pada Rabu, 21 Oktober 2015). Kementrian Agraria / Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Karanganyar bertugas melakukan pencatatan data pertanahan sekaligus berwenang dalam melakukan upaya penyelesaian sengketa pertanahan. Sebagaimana yang dimuat didalam Pasal 3 Peraturan Presiden tentang Badan Pertanahan Nasional Nomor 20 Tahun 2015 pada yang menjelaskan bahwa salah satu tugas Badan Pertanahan Nasional adalah menyelenggarakan fungsi perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengkajian dan penanganan sengketa dan perkara pertanahan. Pasal 5 Peraturan Presiden No. 20 Tahun 2015 mengenai Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, di dalamnya terdapat susunan organisasi yang didasari oleh tugas dan fungsi masing-masing. Dalam hal sengketa tanah ini, bagian yang menangani masalah sengketa tanah yaitu Deputi Bidang Penanganan Sengketa dan Perkara Pertanahan. Pasal 1 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional no. 3 tahun 20011 tentang pengelolaan pengkajian dan Penanganan Sengketa Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan yang selanjutnya disingkat Deputi adalah unsur pelaksana sebagian tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia di bidang pengkajian dan penanganan kasus pertanahan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Deputi Bidang Penanganan Sengketa dan Perkara Pertanahan mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang pengkajian dan penanganan sengketa dan perkara pertanahan. Masalah pertanahan merupakan suatu permasalahan yang cukup rumit dan sensitif sekali sifatnya, karena menyangkut berbagai aspek kehidupan baik bersifat sosial, ekonomi, politis, psikologis dan lain sebagainya, sehingga dalam penyelesaian masalah pertanahan bukan hanya harus memperhatikan aspek yuridis akan tetapi juga harus memperhatikan berbagai aspek kehidupan lainnya agar supaya penyelesaian persoalan tersebut tidak berkembang menjadi suatu keresahan yang dapat mengganggu stabilitas masyarakat. Seringkali terjadi permasalahan karena adanya perbedaan yang menyangkut status penguasaan terhadap tanah tersebut. Seperti kasus tanah grumbul yang terjadi di Desa Blulukan, Kecamatan Colomadu, Karanganyar yang melibatkan Kades Blulukan, Sugito, itu berawal ketika pengusaha properti yaitu Candra, membeli sebidang tanah seluas 2.785 meter tahun 2012. Tanah tersebut terletak di Desa Blulukan dengan sertifikat atas nama Sayem. Sebelum melakukan transaksi jual beli, Candra berulangkali kali berkonsultasi ke Kantor Pertanahan Karanganyar dan tanah itu dinyatakan sah milik Sayem, bahkan tim Kantor Pertanahan sudah menurunkan tim mengecek dan menyatakan tanah itu sah. Pada pertengahan 2013, tiba-tiba ada laporan ke Kejaksaan Karanganyar kalau tanah yang dibelinya itu, ada sebagian tanah kas desa. Pihak lain, Kasi Pidsus Kejaksaan Karanganyar Gunawan Wisnu M S.H,M.H mengatakan, pengusutan kasus dugaan penyimpangan penjualan tanah kas Desa Blulukan, Kecamatan Colomadu akan terus berlanjut. Kejaksaan Karanganyar segera melengkapi berkas kasus yang melibatkan Kades setempat, Sugito agar P21 atau dinyatakan lengkap untuk disidangkan. Dia mengakui melakukan penyitaan terhadap tanah desa seluas 230 meter persegi di Perumahan Flamboyan tertanggal 17 Desember 2013. Penyitaan dilakukan setelah tim penyidik kejaksaan melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi atas laporan dugaan kasus penjualan tanah kas Desa Blulukan. Dia mengatakan penyitaan aset dilakukan untuk mengamankan tanah tersebut agar tidak diperjual belikan atau pindah (http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/hakim-semprot-eks-inspektorat, tangan. di akses pada Selasa, 11 November 2015) Penyelesaian sengketa pertanahan, penanganan dan penyelesaian terhadap konflik pertanahan oleh BPN RI didasarkan pada Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan, yang meliputi mekanisme pelayanan pengaduan dan informasi, pengkajian, penanganan, dan penyelesaian konflik pertanahan, serta bantuan hukum dan perlindungan hukum. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berfokus kepada kewenangan Badan Pertanahan Nasional di dalam Program Layanan Anggota Masyarakat yang berkaitan dengan penyelesaian sengketa tanah inventaris desa dan apa saja kendala dalam program Layanan Anggota Masyarakat serta bagaimana solusinya. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “KEWENANGAN KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN KARANGANYAR DI DALAM PROGRAM LAYANAN ANGGOTA MASYARAKAT TERKAIT PENYELESAIAN SENGKETA TANAH INVENTARIS DESA”. B. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang diatas penulis merumuskan 2 (dua) permasalahan yang akan dikaji lebih lanjut dalam pembahasan penulisan hukum ini, Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut: 1. Apakah program Layanan Anggota Masyarakat sudah membantu kewenangan Kantor Pertanahan Kabupaten berkaitan dengan penyelesaian sengketa tanah inventaris desa? 2. Kendala apa saja yang terdapat di dalam pelaksanaan program Layanan Anggota Masyarakat? Serta Bagaimana solusinya? C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan arah dalam melangkah sesuai dengan maksud penelitian. Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui kewenangan yang dimiliki Kantor Pertanahan di Kabupaten Karanganyar di dalam program layanan anggota masyarakat terkait penyelesaian sengketa tanah inventaris desa Kabupaten Karanganyar. b. Untuk mengetahui kendala dan solusi dalam pelaksanaan program Layanan Anggota Masyarakat di Kantor Kabupaten Karanganyar. 2. Tujuan Subyektif a. Untuk menambah pengetahuan, wawasan, dan kemampuan bagi penulis di bidang ilmu hukum khususnya bidang Hukum Administrasi Negara terkait kewenangan Badan Pertanahan Nasional dalam penyelesaian sengketa tanah inventaris desa. b. Untuk memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar sarjana dalam bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan suatu manfaat baik bagi penulis sendiri maupun manfaat bagi orang lain. Adapun manfaat penelitian ini diklompokan menjadi dua yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis, yaitu sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan gambaran dan sumbangan bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum administrasi negara pada khususnya. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dan acuan di bidang karya ilmiah serta bagi penelitian dan penulisan hukum sejenis di masa yang akan datang. 2. Manfaat Praktis a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan dapat dimanfaatkan oleh pihak ang terkait, akademisi, dan pihak yang berkepentingan lainnya. b. Menjadi saran bagi penulis untuk mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir ilmiah, dan untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh. E. Metode Penelitian Metode dapat diartikan logika dari penelitian ilmiah, studi terhadap prosedur dan teknik penelitian, dan suatu sistem dari prosedur dan teknik penelitian. Secara lebih lanjut, kegiatan penelitian dimulai apabila seorang ilmuwan melakukan usaha untuk bergerak dari teori ke pemilihan metode. Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa metodologi pada hakikatnya memberikan pedoman tentang cara-cara seorang ilmuwan mempelajari, menganalisa, dan memahami lingkungan-lingkungan yanag diahadapinya (Soekanto, 2010:5), sedangkan penelitian merupakan suatu usaha untuk menghimpun serta menemukan hubungan-hubungan yang ada antara fakta yang diamati secara seksama, penelitian merupakan suatu bagian pokok dari ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk lebih mengetahui dan lebih memperdalam segala segi kehidupan (Soekanto, 2010:3). Metode yang digunakan penulisan dalam penelitian hukum adalah sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam menyusun penelitian ini adalah jenis penelitian hukum empiris atau non doctrinal research untuk mengetahui keadaan yang terjadi didalam praktek. Penelitian empiris, penelitian yang bermula pada data sekunder untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan atau terhadap masyarakat (Soekanto, 2010:52). 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian yang digunakan penulis dalam menyusun penelitian ini adalah deskriptif. Sifat penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti tentang keadaan manusia atau gejala-gejala lainnya terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu dalam memperkuat teoriteori lama, atau didalam kerangka menyusun teori-teori baru (Soekanto,2010:10). 3. Pendekatan Penelitian Jenis pendekatan penelitian yang digunakan penulis dalam menyusun penelitian adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif yaitu pendekatan yang menggunakan data yang dinyatakan secara verbal yang dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek. Pendekatan kualitatif sebenarnya merupakan tata cara penelitian yang mengahasilkan data deskriptif, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis ataupun lisan dan dipelajari adalah obyek penelitian yang utuh (Soekanto, 2010:32). 4. Lokasi penelitian Lokasi penelitian yang ditetapkan dengan tujuan agar lingkup permasalahan yang akan diteliti lebih sempit dan terfokus, sehingga penelitian yang dilakukan lebih terarah. Dalam penelitian hukum ini penulis mengambil lokasi di Kantor Pertanahan Kabupaten Karanganyar. Lokasi tersebut dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa lokasi tersebut berkaitan dengan apa yang penulis teliti. 5. Jenis dan Sumber Data Penelitian Secara umum dalam penelitian dibedakan antara data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat dan dari bahan pustaka. Data yang diperoleh langsung dari masyarakat dinamakan data primer atau data dasar, sedangkan data yang diperoleh dari bahan kepustakaan diberi nama data sekunder (Soekanto, 2010:51). Jenis dan sumber data yang digunakan menyusun penelitian ini adalah anatara lain : a. Sumber Data Primer Data primer diperoleh atau dikumpulkan secara langsung dari lapangan yang menjadi obyek penelitian atau diperoleh melalui wawancara yang berupa keterangan atau fakta-fakta atau juga bias disebut dengan data yang diperoleh dari sumber yang pertama (Soekanto, 2010:12). b. Sumber Data Sekunder Data sekunder adalah data yang didapat dari keterangan atau pengetahuan-pengetahuan yang diperoleh secara tidak langsung antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan (Soekanto, 2010:12). Data Sekunder dalam yang digunakan antara lain : a) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945; b) Undang-Undang Nomor 5 Tahun Dasar-Dasar Pokok Agraria; c) Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2015 tentang Kementerian Agraria yang berfungsi Tata Ruang; d) Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasional; e) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan; f) Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan; g) Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2006 tentang Bagan Susunan Organisasi Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. 6. Teknik Pengumpulan Data Suatu penelitian dapat dianalisa dengan tiga jenis alat pengumpulan data yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi, dan wawancara atau interview (Soekanto, 2010:21). Di dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan penulis adalah sebagai berikut : a. Studi Dokumen atau Bahan Pustaka Penulis dalam penelitian ini melakukan pengumpulan data, membaca, dan mengkaji dokumen, peraturan perundang-undangan, buku-buku, jurnal, makalah, dan bahan pustaka lainnya dalam bentuk tertulis yang berkaitan dengan masalah atau objek yang diteliti. b. Wawancara Penelitian yang dilakukan penulis dalam pengumpulan data dengan cara mengadakan komunikasi secara langsung guna memperoleh data yang diperoleh dari narasumber antara lain Bapak Wisnu Untoro selaku Kepala Sub Seksi Sengketa dan Konflik Pertanahan, Bapak Tekad selaku Kepala Sub Seksi Tematik dan Potensi Tanah . 7. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan oleh penulis dalam penulisan hukum ini adalah kualitatif dengan menggunakan, mengelompokkan, dan menyeleksi data yang diperoleh dari penelitian lapangan, kemudian dihubungkan dengan teori-teori, asas-asas, kaidah-kaidah hukum yang diperoleh dari kepustakaan. Dalam teknik analisis ini terdapat tiga komponen utama, antara lain (Sutopo, 2006:113): a. Reduksi Data Reduksi data merupakan proses penyelesaian, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data yang diperoleh dari yang kasar yang dimuat di catatan tertulis (fieldnote). Sebagai alur penting pertama, yaitu sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data menggolongkan, merupakan suatu mengarahkan, bentuk analisis membuang yang yang tidak menajamkan, perlu dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa, sehingga kesimpulankesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. b. Penyajian Data Penyajian data merupakan rangkaian informasi yang memungkinkan untuk ditarik suatu kesimpulan dari penelitian yang akan dilakukan. Selain berbentuk sajian dengan kalimat, sajian data dapat ditampilkan dengan berbagai jenis gambar, kaitan kegiatan, dan tabel. c. Penarikan Simpulan dan Verifikasi Penarikan kesimpulan adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh peneliti yang perlu untuk diverifikasi, berupa suatu pengulangan dari tahap pengumpulan data yang terdahulu dan dilakukan secara lebih teliti setelah data tersaji. Penarikan kesimpulan berdasarkan atas semua hal yang terdapat dalam reduksi data dan sajian yang meliputi berbagai hal yang ditemui dengan melakukan pencatatan-pencatatan, pernyataan, konfigurasi yang mungkin berkaitan dengan data. Pengumpulan Data Sajian Data Reduksi Data Penarikan Kesimpulan / Verifikasi F. Sistematika Penulisan Hukum Sistematika hukum bertujuan untuk memberikan gambaran secara menyeluruh tentang isi dari penelitian sesuai dengan aturan yang sudah ada dalam penulisan hukum. Sistematika penulisan hukum dalam penelitian ini meliputi empat bab yang saling berkaitan dan berhubungan yang dimaksudkan untuk mempermudah pemahaman terhadap hasil penulisan hukum. Sistematika dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Pada bab ini penulis memberikan gambaran awal mengenai penelitian yang meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, sistematika penulisan hukum. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka terdiri dari Kerangka Kerangka Teori dan Kerangka Pemikiran. Kerangka teori menurut berbagai pengertian dan teori-teori hukum yang mendukung judul dalam penulisan hukum ini yaitu: A. Kerangka Teori meliputi: 1. Tinjauan Tanah a. Pengertian Tanah b. Objek Hukum Tanah c. Asas-asas Hukum Tanah a. Landasan Hukum Tanah / Agraria b. Sifat dan Ruang Lingkup Pengaturan Hukum Tanah 2. Tinjauan tentang Badan Pertanahan Nasional (BPN) a. Pengertian Badan Pertanahan Nasional b. Fungsi Badan Pertanahan Nasional 3. Tinjauan Program Layanan Anggota Masyarakat a. Pengertian Program b. Layanan Anggota Masyarakat 4. Tinjauan tentang Sengketa a. Pengertian Sengketa b. Penyelesaian Sengketa Pertanahan B. Kerangka Pemikiran Menjelaskan dan memberikan gambaran tentang alur berpikir penulis terhadap permasalahan dalam penelitian yang dituangkan dalam bentuk bagan. BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis akan memaparkan tentang hasil dari penelitian yang telah diperoleh dan dilanjutkan dengan pembahasan berdasarkan rumusan masalah yang ada yaitu mengenai Bagaimana kewenangan Badan Pertanahan Nasional di dalam program Layanan Anggota Masyarakat berkaitan dengan penyelesaian sengketa tanah inventaris desa dan apakah kewenangan Badan Pertanahan Nasional dalam penyelesaian sengketa tanah sudah sesuai berdasar UUPA nomor. 5 tahun 1960 BAB IV : PENUTUP Pada bab ini merupakan bab akhir dari penelitian ini yang berisi kesimpulan-kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan saran-saran sebagai tindak lanjut dari kesimpulan tersebut. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN