Geoteknik PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK GULA (ABU AMPAS TEBU) UNTUK MEMPERBAIKI KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG SEBAGAI SUBGRADE JALAN (059G) Agus Susanto1, Dhamis Tri Ratna Puri2 dan Jalu Choirudin3 1,2,3 Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. Ahmad Yani Tromol Pos 1 Pabelan Kartosuro Surakarta Email : [email protected] ABSTRAK Proses produksi di pabrik gula pada umumnya menggunakan ampas tebu kering sebagai bahan bakar. Pembakaran ampas tebu menyisakan limbah berupa abu ampas tebu. Abu ampas tebu ini selama ini pemanfaatannya masih sering diabaikan, padahal di dalamnya terkandung senyawa silika yang cukup tinggi. Senyawa silika pada kondisi yang sesuai dapat bereaksi dengan kapur membentuk kalsium silika hidrat. Pada penelitian ini abu ampas tebu dimanfaatkan untuk memperbaiki tanah lempung Tanon, Sragen yang memiliki sifat kurang bersahabat terhadap struktur jalan. Tanah lempung tersebut pada saat musim hujan tanah tersebut menjadi lembek dan kuat dukungnya rendah, sedangkan pada saat musim kemarau keras tetapi retak-retak akibat penyusutan. Jika tanah asli Tanon tersebut dijadikan sebagai subgrade jalan maka struktur perkerasan jalannya menjadi mudah retak, amblas dan bergelombang. Pada penelitian ini tanah Tanon diperbaiki dengan cara distabilisasi menggunakan kapur 8% dan abu ampas tebu dengan variasi 0%, 3%, 6%, 9%, 12% dan 15% dari berat sampel. Pengujian tanah hasil stabilisasi berupa serangkaian pengujian karakteristik fisis tanah dan pengujian kuat dukung tanah berupa uji CBR rendaman (soaked Calivornia Bearing Ratio). Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan klasifikasi sistem AASHTO tanah Tanon setelah distabilisasi klasifikasinya semakin baik dari kelompok A-7-5 (kualitas buruk sampai sedang) berubah menjadi A-2-5 (kualitas baik sampai sangat baik). Pada tanah hasil stabilisasi, seiring dengan bertambahnya persentase penambahan abu ampas tebu nilai batas cair (LL), nilai batas plastis (PL), indeks plastisitas (PI), dan persentase butiran halusnya cenderung menurun, sedangkan nilai batas susutnya (SL) cenderung meningkat. Nilai CBR rendaman tanah setelah distabilisasi meningkat dari 2 % (poor) menjadi 11% (medium). Hal-hal tersebut di atas menunjukkan bahwa karakteristik fisis dan kuat dukung tanah setelah distabilisasi menjadi lebih baik dan memenuhi syarat jika digunakan sebagai subgrade jalan. Hasil-hasil di atas adalah akibat pengaruh penambahan abu ampas tebu bersama kapur. Kata kunci: abu ampas tebu, kapur, stabilisasi, tanah lempung, subgrade 1. PENDAHULUAN Tanah di wilayah Desa Jono, Kecamatan Tanon, Kabupaten Sragen merupakan tanah yang kurang bersahabat bagi konstruksi. Indikasinya adalah bahwa pada musim kemarau retak-retak dan keras sedangkan pada musim hujan lembek, lengket, dan kuat dukungnya rendah. Hal ini menyebabkan sering rusaknya struktur jalan jika tanah tersebut digunakan sebagai subgrade. Menurut Wiqoyah (2003) tanah Desa Jono, Tanon ini merupakan tanah lempung dengan persentase 94,13% lolos saringan Nomor 200, batas cair (LL) = 88,03% , indeks plastisitas (IP) = 49,44%. Berdasarkan metode American Association Of State Highway And Transportation Officials (AASHTO), tanah lempung Tanon termasuk dalam kelompok A-7-5 dan berdasarkan klasifikasi Unified Soil Classification System (USCS) termasuk ke dalam kelompok CH yaitu lempung anorganik dengan plastisitas tinggi. Untuk menangani permasalahan di atas diperlukan usaha-usaha untuk memperbaiki karakteristik tanah lempung Tanon agar layak digunakan sebagai pendukung konstruksi, salah satu caranya adalah dengan distabilisasi. Stabilisasi tanah merupakan perbaikan tanah yang memungkinkan tanah tersebut menjadi lebih baik sehingga secara teknis tanah memenuhi syarat untuk dapat digunakan sebagai subgrade jalan. Subgrade adalah lapisan tanah dasar. Lapisan ini setebal 50-100 cm dimana akan diletakkan pada lapisan pondasi bawah perkerasan jalan. Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah aslinya baik, tanah Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 G - 43 Geoteknik yang didatangkan dari tempat lain dan dipadatkan atau tanah yang distabilisasi. Stabilisasi tanah dilakukan dengan cara mencampur tanah asli dengan bahan stabilizator diantaranya adalah semen, kapur, pasir, fly ash, abu sekam padi dan abu ampas tebu. Industri pembuatan gula yang menggunakan tanaman tebu sebagai bahan utamanya menghasilkan limbah yang disebut ampas tebu. Ampas tebu kering banyak digunakan sebagai bahan bakar pada proses produksi gula. Pembakaran ampas tebu tersebut menyisakan abu ampas tebu. Abu ampas tebu ini mengandung silika yang cukup tinggi sehingga sangat menguntungkan karena pada kondisi yang sesuai dapat bereaksi dengan kapur membentuk calsium silika hidrat. Artikel ini membahas penelitian yang berupa serangkaian pemeriksaan dan pengujian di laboratorium guna mencari solusi terhadap permasalahan tanah lempung Tanon dengan mencampurnya dengan kapur 8 % dan abu ampas tebu dengan variasi 0%, 3%, 6%, 9%, 12%, 15% dari berat sampel tanah yang bertujuan untuk memperbaiki karakterisik fisis dan kuat dukungnya. Karakteristik fisis tanah adalah karakteristik tanah yang digunakan untuk menentukan jenis tanah. Pengujian karakteristik fisis tanah berupa uji berat jenis, gradasi butiran tanah dan batas-batas Atterberg. Kedudukan fisik tanah berbutir halus pada kadar air tertentu disebut konsistensi. Batas-batas konsistensi menurut Atterberg meliputi batas cair (LL), batas plastis (PL) dan batas susut (SL) (Hardiyatmo, 1992). Nilai kuat dukung tanah didapatkan diantaranya dengan cara melakukan uji California Bearing Ratio (CBR) sesuai ASTM D 1883. Nilai CBR adalah nilai yang menyatakan kualitas tanah dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100% dalam memikul beban lalu lintas. Menurut Soedarmo dan Purnomo (1997), CBR dapat dibagi sesuai dengan cara mendapatkan contoh tanahnya yaitu CBR lapangan dan CBR laboratorium. CBR laboratorium dibedakan menjadi dua macam yaitu CBR laboratorium rendaman (soaked laboratory CBR) dan CBR laboratorium tanpa rendaman (unsoaked laboratory CBR). Penentuan nilai CBR dilaksanakan terhadap contoh tanah yang sudah dipadatkan dengan pemadatan standar. CBR rendaman dimaksudkan untuk mengasumsikan keadaan hujan atau saat kondisi terjelek di lapangan yang memberikan pengaruh penambahan air pada tanah, sehingga akan mengakibatkan terjadinya swelling dan penurunan kuat dukung. Nilai CBR diperoleh dalam persen dengan jalan membagi nilai beban terkoreksi pada grafik beban (lbs) versus penurunan (inchi) pada penetrasi 0,1” dan 0,2” dengan standar yaitu 1000 psi (lbs/in2) dan 1500 psi (lbs/in2) dan mengalikannya dengan 100%. Nilai CBR dirumuskan sebagai berikut: Untuk 0,1 inchi; CBR= beban yang terjadi(lbs) x100% 3(in2 ) x1000(lbs 2 ) in (1) Untuk 0,2 inchi; CBR= beban yang terjadi(lbs) x100% 3(in 2 ) x1500(lbs 2 ) in (2) The Asphalt Institute (Fernandez, 2001 dalam Putro, 2009) menyusun kriteria umum dengan batasan nilai CBR untuk material subgrade seperti dijelaskan pada Tabel 1. Tabel 1. Kriteria umum CBR untuk subgrade Nilai CBR (%) 20-30 10-20 5-10 <5 The Asphalt Institute Excelent Good Medium Poor 2. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan melaksanakan serangkaian pemeriksaan dan pengujian tanah di laboraturium sesuai dengan data-data yang diperlukan. Pelaksanaan penelitian dimulai dari pengambilan sampel tanah dari Desa Jono, Kecamatan Tanon, Kabupaten Sragen dan abu ampas tebu dari pabrik gula Tasik Madu, Karanganyar. Tanah kemudian dikondisikan sedemikian rupa sehingga kering udara dan dibuat lolos saringan No. 4 dengan cara dipukul-pukul memakai palu karet atau kayu. Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) G - 44 Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 Geoteknik Selanjutnya dilakukan pencampuran sampel tanah dengan kapur 8% dan abu ampas tebu dengan variasi 0%, 3%, 6%, 9%, 12%, 15% dari berat sampel tanah dan diperam selama 24 jam. Kemudian dilanjutkan dengan pengujian sifat fisis tanah campuran yang terdiri dari Atterberg limit yaitu batas cair (LL), batas plastis (PL), batas susut (SL), specific gravity dan gradasi butiran untuk masing – masing variasi. Selanjutnya dilakukan uji standard Proctor dengan tujuan untuk mencari kadar air optimum dan berat volume kering maksimum masing – masing variasi sampel. Hasil pengujian karakteristik fisis digunakan sebagai dasar untuk mengklasifikasi tanah. Kemudian dilanjutkan dengan pengujian CBR rendaman terhadap masing – masing variasi persentase abu ampas tebu dengan kadar air optimum ( wopt ) hasil uji standard Proctor dengan waktu perawatan selama 3 hari. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Uji batas-batas Atterberg yang dilakukan adalah uji batas cair (LL), batas plastis (PL) dan batas susut (SL). Nilai indeks plastisitas (PI) dihitung berdasarkan nilai LL dan PL. Pengaruh penambahan persentase abu ampas tebu terhadap nilai batas-batas Atterberg ditunjukkan pada Tabel 2 dan besarnya perubahan penambahan persentase abu ampas tebu terhadap nilai batas Atterberg ditunjukkan pada Gambar 1. Tabel 2. Hasil pengujian Atterberg limits Tanah + kapur 8 % + abu 0% + abu 3% + abu 6% + abu 9% + abu 12% + abu 15% Tanah asli LL (%) 51,70 49,00 46,70 45,10 43,20 39,00 88,03 PL (%) 42,59 40,38 38,43 38,15 37,04 34,62 38,58 SL (%) 17,48 18,89 20,21 24,87 28,57 29,75 10,73 PI (%) 9,11 8,62 8,27 6,95 6,16 4,38 49,44 Gambar 1. Grafik hubungan antara batas Atterberg dengan persentase abu ampas tebu + kapur 8% Gambar 1 menunjukkan bahwa nilai batas cair (LL) tanah campuran ini cenderung mengalami penurunan. Semakin besar persentase abu ampas tebu, maka semakin kecil batas cairnya. Pada tanah asli batas cair mencapai 88,03% sedangkan nilai batas cair terendah pada penambahan abu ampas tebu 15 % sebesar 39,00 %. Hal ini disebabkan tanah mengalami proses sementasi oleh kapur + abu sekam padi sehingga tanah menjadi butiran yang lebih besar yang menjadikan gaya tarik menarik antar partikel dalam tanah menurun. Nilai batas plastis (PL) tanah ditambah 8% kapur lebih besar dibandingkan tanah asli, tetapi seiring bertambahnya persentase abu ampas tebu nilai batas plastis mengalami penurunan. Nilai batas plastis tanah asli menunjukkan 38,58 % dan pada penambahan abu ampas tebu 15 % menunjukkan nilai sebesar 34,62 %. Hal ini juga disebabkan karena adanya proses sementasi pada butiran tanah oleh kapur dan abu ampas tebu. Gambar 1 juga menunjukkan bahwa batas susut (SL) cenderung meningkat seiring dengan penambahan abu ampas tebu. Hal ini disebabkan oleh adanya proses sementasi butiran tanah oleh kapur dan abu ampas tebu, yang pada Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 G - 45 Geoteknik awalnya butirannya kecil menjadi butiran yang lebih besar sehingga luas permukaan spesifik butiran akan semakin kecil, sehingga jika terjadi perubahan kadar air volume tidak mengalami pengembangan dan penyusutan. Sedangkan nilai indek plastis cenderung mengalami penurunan karena menurunnya nilai batas cair dan batas plastis. Penurunan nilai batas cair lebih signifikan dibandingkan dengan penurunan yang terjadi pada batas plastis, sehingga menyebabkan terjadinya penurunan indeks plastisitas. Penurunan indeks plastisitas dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Grafik hubungan antara persentase penambahan abu ampas tebu dan nilai indeks plastisitas Berdasarkan pengujian analisa saringan dilakukan perhitungan untuk mengetahui persentase butiran halus atau fraksi yang lolos saringan No 200. Persentase butiran halus untuk masing-masing variasi penambahan abu ampas tebu dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Persentase butiran halus masing-masing variasi abu ampas tebu Tanah + kapur 8% + abu 0% + abu 3% + abu 6% + abu 9% + abu 12% + abu 15% Tanah asli Persentase butiran halus 35,25 34,70 33,80 32,30 31,25 30,10 94,13 ""! $ "#$ Gambar 3. Grafik Hubungan antara persentase penambahan abu ampas tebu dengan persentase butiran halus Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) G - 46 Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 Geoteknik Tabel 3 dan Gambar 3 menunjukkan bahwa penambahan abu ampas tebu menyebabkan penurunan fraksi halus, hal ini disebabkan oleh adanya proses sementasi oleh kapur + abu ampas tebu yang mengakibatkan butiran menjadi lebih besar sehingga fraksi yang lolos saringan no. 200 semakin sedikit. Berdasarkan karakteristik fisisnya tanah campuran diklasifikasikan dengan sistem AASHTO. Klasifikasi tanah campuaran dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Klasifikasi pada tanah campuran GI Klasifikasi 9,11 8,62 8,27 6,95 6,16 lolos # 200 (%) 35,25 34,70 33,80 32,30 31,25 -0,531 -0,345 -0,605 -1,137 -1,434 A-5 A-2-5 A-2-5 A-2-5 A-2-5 4,38 49,44 30,10 94,13 -1,804 57,243 A-2-4 A-7-5 abu ampas tebu (%) + kapur 8% + abu 0% + abu 3% + abu 6% + abu 9% + abu 12% LL (%) PL (%) SL (%) PI (%) 51,70 49,00 46,70 45,10 43,20 42,59 40,38 38,43 38,15 37,04 17,48 18,98 20,21 24,87 28,57 + abu 15% Tanah asli 39,00 88,03 34,62 38,58 29,75 10,73 Klasifikasi tanah campuran untuk penambahan kapur 8% + abu ampas tebu 0% termasuk kedalam kelompok A-5, merupakan tanah berlanau dengan penilaian umum sebagai tanah dasar buruk sampai sedang. Kemudian setelah distabilisasi dengan kapur 8% + abu ampas tebu 15% klaifikasinya semakin baik, termasuk ke dalam kelompok A2-4, merupakan kerikil berlanau atau berlempung dan pasir, dengan penilaian umum sebagai tanah dasar baik sampai sangat baik. Pengujian pemadatan standard Proctor dilakukan untuk mendapatkan nilai berat isi kering maksimum dan kadar air optimum. Kadar air optimum yang diperoleh dari pengujian ini akan digunakan sebagai pijakan dalam pembuatan sampel untuk pengujian selanjutnya yaitu pengujian CBR laboraturium rendaman. Hasil uji standard Proctor yang berupa berat isi kering maksimum dan kadar air optimum dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil pengjuian standard Proctor Tanah + kapur 8% + abu 0% + abu 3% + abu 6% + abu 9% + abu 12% + abu 15% Tanah asli γd max (gr/cm3) 1,160 1,173 1,221 1,245 1,280 1,310 1,270 w optimum (%) 38,60 36,80 34,00 33,12 31,89 30,05 36,50 Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 G - 47 !#%$&! Geoteknik !"#" $ "#$ $! Gambar 4. Hubungan antara persentase penambahan abu ampas tebu + kapur 8% dengan berat volume maximum Gambar 4. menunjukkan bahwa dengan penambahan abu ampas tebu nilai berat isi kering maksimum cenderung meningkat. Besarnya nilai berat isi kering maksimum pada atau tanah asli adalah 1,315 gr/cm3, namun pada penambahan kapur 8% mengalami penurunan yaitu menjadi 1,16 gr/cm3 namun seiring dengan penambahan abu ampas tebu nilainya semakin meningkat. Hal ini disebabkan adanya kapur + abu ampas tebu yang mengisi ronggarongga di antara butiran tanah sehingga air tidak dapat masuk ke dalamnya. Dengan terisinya rongga-rongga tanah oleh abu ampas tebu maka tingkat kerapatan tanah campuran akan meningkat. !! #$ !"#" $ "#$ $! Gambar 5. Grafik hubungan persentase penambahan abu ampas tebu + kapur 8% dan kadar air optimum (%) Pada Gambar 5 terlihat nilai kadar air optimum tanah asli yaitu 30,50 % mengalami peningkatan pada penambahan kapur 8%, yaitu mencapai 38,6 %. Akan tetapi cenderung mengalami penurunan seiring dengan penambahan abu ampas tebu. Apabila suatu tanah dipadatkan, tanah akan mempunyai rongga yang semakin kecil. Rongga tersebut akan diisi oleh abu ampas tebu yang berfungsi sebagai filler, sehingga air yang dibutuhkan sedikit, hal ini yang akan menjadikan kadar air optimum akan menurun seiring dengan bertambahnya abu ampas tebu. Hasil pengujian CBR laboraturium rendaman dapat dilihat pada Tabel 6. Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) G - 48 Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 Geoteknik Tabel 6. Hasil pengujian CBR laboraturium rendaman Tanah + kapur 8% + abu 0% + abu 3% + abu 6% + abu 9% + abu 12% + abu 15% CBR (%) 2.050 3.067 3.150 3.700 7.334 11.167 Kriteria material subgrade poor poor poor poor medium medium 12 Abu ampas tebu (%) 10 8 6 4 2 0 0 3 6 9 12 15 CBR (%) Gambar 6. Grafik hubungan antara persentase penambahan abu ampas tebu dan nilai CBR Tabel 6 dan Gambar 6 menunjukkan bahwa semakin besar persentase penambahan abu ampas tebu nilai CBR tanah semakin besar. Untuk variasi penambahan abu ampas tebu kurang dari 12 % nilai CBR-nya termasuk kategori poor, sedangkan penambahan abu ampas 12 % dan 15 % termasuk kategori medium. 4. KESIMPULAN Perbaikan tanah lempung Jono, Tanon, Sragen dengan menambahkan kapur 8% dan abu ampas tebu dengan variasi 0%, 3%, 6 %, 9 %, 12%, 15% dari berat sample, menjadikan nilai batas cair (LL), nilai batas plastis (PL), nilai indeks plastisitas (PI) dan nilai persentase butiran halus semakin menurun. Sedangkan nilai batas susut (SL) semakin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa karakteristik fisis tanah setelah diperbaiki menjadi semakin baik. Berdasarkan klasifikasi AASHTO tanah lempung Jono, Tanon, Sragen setelah diperbaiki menjadi semakin baik dari kelompok A-7-5 menjadi kelompok A-2. Dengan demikian maka kualitas tanah sebagai subgrade setelah diperbaiki berubah dari ’buruk sampai sedang’ menjadi ’baik sampai sangat baik’. Nilai CBR rendaman tanah setelah diperbaiki meningkat dari 2 % (poor) menjadi 11% (medium) sehingga memenuhi syarat jika digunakan sebagai subgrade jalan. Akibat pengaruh penambahan abu ampas tebu bersama kapur, karakteristik fisis dan kuat dukung tanah menjadi lebih baik dan memenuhi syarat jika digunakan sebagai subgrade jalan. DAFTAR PUSTAKA Hardiyatmo, H. C (2002). Mekanika Tanah II. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Putro, E.W. (2009). Tinjauan Sifat Fisis dan Mekanis Tanah Jumapolo Karanganyar, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UMS, Surakarta Soedarno, G.D. dan Purnomo, S.J.E. (1997). Mekanika Tanah I, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Wiqoyah, Q. (2003). Stabilisasi Tanah Lempung Tanon Dengan Penambahan Kapur Dan Tras. Tesis, S2 Teknik Sipil, Universitas Gagjah Mada, Yogyakarta. Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 G - 49