Press Release Indonesia Memimpin Resumed Oewg-36 Montreal Protocol Berhasil Menyepakati Mandat Dimulainya Pembahasan Formal Hfcs Indonesia telah memimpin pertemuan Resumed 36thOpen Ended Working Group (OEWG-36) of the Parties to the Montreal Protocol, pada 29-30 Oktober 2015, di Dubai. Montreal Protocol bertujuan membahas upaya global penghapusan bahan perusak lapisan ozon stratosfer. SelakuCo-Chair, Indonesia diwakili oleh Ms. Emma Rachmawaty (DirekturMitigasiPerubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan / KLHK) dan Austria diwakili oleh Mr. Paul Krajnik. Resumed OEWG-36 merupakan kelanjutan pertemuan sebelumnya, yaitu OEWG-35, Bangkok, 20-24 April 2015, Intersessional Meeting, Wina, 12-13 Juni 2015, dan OEWG-36, Paris, 20-24 Juli 2015. Pertemuan dihadiri perwakilan dari 197 negara pihak, badan-badan PBB dan organisasi internasional, sector usaha dan industri, media massa dan CSOs/NGOs. Dalam pertemuan tersebut, Delri dipimpin oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Pengendalian PerubahanIklim KLHK, dan beranggotakan perwakilan dari Direktorat Pembangunan Ekonomi dan Lingkungan Hidup Kementerian LuarNegeri, Direktorat Mitigasi Perubahan Iklim KLHK, Biro Kerjasama LuarNegeri, KLHK, Konsulat Jenderal RI Dubai dan Kedutaan Besar RI Nairobi. IsuIsucontentious pada pembahasan pertemuan tersebut, yaitu finalisasi penyusunan mandate kepada Negara pihak yang memungkinkan dimulainya pembahasan formal mengenai pengelolaan Hydrofluorocarbons (HFCs), serta beberapa proposal amandemen (proposed amendment) yang diusung oleh Amerika Serikat, Kanada, EU, India, Kiribati, Marshal Islands, Mauritius, Micronesia, Palau, Filipina, Samoa, dan Solomon Islands, terkait dengan HFCs Phase-down yang hingga saat ini belum mencapai titik temu. Permasalahan HFCs menjadi isucontentious karena HFCs banyak digunakan sebagai pengganti HCFCs yang termasuk kedalam Bahan Perusak Ozon (BPO). Sementara itu, HFCs walaupun tidak tergolong kedalam BPO, namun memiliki potensi pemanasan global dengan nilai yang bervariasi dari 4 sampai dengan 12,400. Sehingga jika penggunaan HFCs tidak diatur, maka upaya perlindungan lapisan ozon yang selama ini dilakukan menjadi tidak maksimal dan menyebabkan permasalahan baru terhadap perubahan iklim. Permasalahan ini menjadi penting untuk dibahas karena teknologi pengganti HFCs belum banyak tersedia secara luas di pasar, sehingga akan sulit meminta industry untuk menggunakan teknologi non-HFCs. Pergantian teknologi dari HFCs menjadi non-HFCs memerlukan kesepakatan semua Negara pihak Protokol Montreal terkait kompensasi biaya yang harus disediakan oleh Negara maju bagi industri yang terdapat di Negara berkembang. Setelah melalui perdebatan dan negosiasi panjang dan cukup alot, akhirnya pertemuan berhasil menyepakati penuh terhadap mandate mengenai langkah-langkah yang akan dilakukan guna membahas tantangan kelayakan dan tatacara pengelolaan HFCs.Co-Chair menyampaikan bahwa berdasarkan kesepakatan Negara pihak, hasil pertemuan tersebut akan disampaikan kepada Meeting of Parties (MOP) ke-27, yang akan dilaksanakan di Dubai, 1-5 November 2015, guna memperoleh keputusan mengenai dimulainya pembahasan formal terkait HFCs melalui pembentukanContact Group. Dubai, Oktober 2015 Sumber Berita Dirjen Pengendalian PerubahanIklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan