BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas mengenai kajian pustaka yang merupakan penelitian sejenis berupa tesis ataupun jurnal penelitian terkait dengan penelitian yang akan dilakukan. Konsep penelitian dijabarkan agar terjadi kesamaan persepsi antara peneliti dan pembaca. Selain daripada itu, dalam bab ini dibahas juga mengenai landasan teori yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan penelitian serta model penelitian. 2.1 Kajian Pustaka Dalam kajian pustaka dijelaskan mengenai kumpulan hasil penelitian sejenis yang terdahulu. Kajian pustaka digunakan untuk menghindari terjadinya plagiasi yang kerap terjadi pada beberapa kasus penelitian. Kajian pustaka juga dijadikan sebagai dasar atau pedoman untuk melakukan penelitian selajutnya, guna memperoleh temuan-temuan baru yang berguna dalam menambah pengetahuan. Adapun hasil-hasil penelitian sejenis yang dapat dijadikan sebagai acuan penelitian ini adalah penelitian yang terkait dengan pembentukan teritori di area perumahan. Penelitian-penelitian yang telah ada sebelumnya akan dipaparkan secara terpisah, sesuai dengan tema penelitian. Penelitian-penelitan tersebut menjelaskan mengenai elemen penanda teritori, invasi ruang dan teritorialitas. 5 6 2.1.1 Penelitian Mengenai Elemen Penanda Teritori Penelitian berjudul “Pagar Hunian, sebagai Citra, Estetika ataukah Simbol Permusuhan terhadap Lingkungan sekitar” oleh AB. Mappaturi. Penelitian ini membahas mengenai pagar pembatas rumah sebagai pembatas teritori, identitas/penanda, elemen pendukung estetika, melambangkan karakter dan “pride” penghuni dan sebagai pengaman. Penelitian ini menekankan desain pagar sebagai elemen pembatas teritori untuk memberi kesan keterbukaan terhadap individu dan berpegang pada prinsip keagamaan. Berdasarkan studi yang dilakukan dalam penelitian ini, bentuk pagar didasarkan pada kerakter pemilik hunian. Pemilik dengan sifat terbuka dan bersahabat cenderung membuat pagar dengan dimensi yang lebih rendah dari 120cm. Hunian yang berada di pinggir jalan besar, pagar rumah dibuat dengan dimensi yang lebih tinggi dengan material besi untuk menunjukkan fungsi pagar sebagai pengaman rumah tinggal. Hunian yang berada di lokasi yang dirasa aman, dimensi pagar dibuat lebih rendah dari 120cm, bahkan ada beberapa rumah yang tidak menggunakan pagar. Selain keadaan lokasi, faktor budaya juga mempengaruhi penghuni untuk tidak melengkapi hunian dengan pagar pembatas rumah. Budaya setempat “sayan”, dimana ketika salah satu penghuni membangun rumah, penghuni lainnya ikut bergotong royong menyelesaikan pembangunan. Di daerah pedesaan, material pagar hunian berupa dinding masif dan vegetasi dengan tinggi tidak lebih dari 75cm. Bentuk pagar yang masif dan keras mencerminkan sikap dan profesi penghuni sebagai buruh bangunan. 7 Penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan memiliki kesamaan dalam membahas pagar sebagai pembatas wilayah. Penelitian ini membahas pagar sebagai pembatas hunian dengan lingkungan luar dan dikaitkan dengan prinsip keagamaan. Penelitian yang akan dilakukan akan membahas mengenai varian elemen pembatas wilayah disesuaikan dengan profesi penghuni. Penelitian berjudul “Konsep Alun-Alun Utara Surakarta berdasarkan Persepsi Masyarakat” oleh Eliza Ruwaidah membahas mengenai konsep alun-alun utara Surakarta berdasarkan persepsi masyarakat tentang elemen setting yang dianalisis dan diintepretasikan dalam simbol arsitektur. Tujuan penelitian ini adalah untuk Menjabarkan persepsi masyarakat tentang elemen setting alun-alun utara Surakarta dan merumuskan konsep alun-alun utara Surakarta berdasarkan persepsi masyarakat yang dituangkan dalam bentuk simbol arsitektur. Sebagai ruang milik Keraton Surakarta, batasan alun-alun sangat jelas terutama dengan adanya elemen pagar keliling alun-alun dan beberapa elemen fisik lain yang mempertegas teritori ruang milik keraton. Sedangkan alun-alun utara sebagai ruang milik Kota Solo, didasari oleh anggapan bahwa alun-alun merupakan salah satu ruang terbuka kota yang boleh diakses oleh masyarakat dan dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat umum. Elemen penanda teritori kawasan yang memperkuat anggapan bahwa alun-alun merupakan ruang terbuka milik kota adalah Pasar Klewer, Patung Slamet Riyadi, Beteng Trade Center (BTC)/ Pusat Grosir Solo (PGS), Kios Kacamata, Kantor Polisi dan Pedagang Kaki Lima. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah membahas mengenai elemen penanda teritori, sedangkan perbedaannya adalah 8 penelitian ini menekankan pada konsep yang terbangun atas dasar persepsi masyarakat tentang alun-alun utara Surakarta. 2.1.2 Penelitian Mengenai Invasi Ruang Kata perilaku sering dikaitkan dengan aktifitas manusia secara fisik, seperti interaksi manusia dengan sesamanya maupun dengan lingkungan tempat tinggalnya. Penelitian berjudul “Konsep Perilaku Teritorialitas di Kawasan Pasar Sudirman Pontianak” oleh Fery Kurniadi, Diananta Pramitasari, Dan Djoko Wijono menjelaskan mengenai konfik penggunaan ruang. Pemerintah Kota Pontianak telah mengeluarkan kebijakan untuk menanggulangi permasalahan pedagang kaki lima dengan melakukan tendanisasi di Kawasan Pasar Sudirman pada tahun 2002. Permasalahan yang muncul setelah tendanisasi berjalan adalah adanya konflik teritorialitas penggunaan ruang. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Peneliti melakukan observasi awal dengan mengambil foto-foto dan melakukan pemetaan lokasi sebelum memetakan pola sirkulasi pejalan kaki dan pengendara kendaraan. Dalam penelitian ini, peneliti mengkelompokkan teritori dalam tiga jenis, antara lain; teritorialitas user group invator, teritorialitas user group agresor, dan teritorialitas user group penderita. Teritorialitas user group invator terdiri dari pedagang kaki lima, pemilik toko dan tukang parkir. Teritorialitas user group agresor terdiri dari pemilik toko, sedangkan teritorialitas user group penderita adalah pejalan kaki dan pengendara kendaraan. Konflik penggunaan ruang dalam 9 penelitian ini disebabkan oleh adanya upaya pengguna ruang untuk mempertahankan atau memperjelas batas area kekuasaannya. Persamaan penelitian ini dengan penelitian mengenai teritorialitas di lokasi penelitian adalah membahas mengenai batas wilayah penggunaan ruang. Persamaan lainnya adalah penggunaan metode penelitian kualitatif, teknik pengumpulan dengan wawancara dan observasi. Perbedaan antara penelitian yang telah dilakukan dengan penelitian yang akan dilakukan terletak pada objek dan lokus penelitian. Teori yang digunakan dalam penelitian sebelumnya, dapat menjadi acuan dalam penelitian selanjutnya. 2.1.3 Penelitian Mengenai Teritori Penelitian berjudul “Karakteristik Teritorialitas Ruang Pada Perumahan Padat Di Perkotaan” oleh Burhanuddin mengulas mengenai terbentuknya teritorialitas akibat dari adanya aktifitas. Tidak tersedianya ruang bersama di kawasan perumahan, cenderung menciptakan „ruang‟ sebagai tempat untuk beraktifitas. Penggunaan ruang-ruang bersama pada perumahan padat kerap menimbulkan permasalahan ruang pada perumahan padat di perkotaan. Penghuni rumah secara tidak sadar telah membentuk ruang luar sebagai area yang dimilikinya. Peneliti cenderung melihat hubungan yang terjadi antar unsur yang ada di dalam teritorialitas. Tolak ukur yang digunakan berupa kualitas dan hubungan pengguna ruang dengan lingkungannya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan rasionalistik. Penelitian ini mengeksplorasi 10 karakteristik „teritorialitas ruang‟ di masyarakat pada perumahan padat di perkotaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan karakteristik teritorialitas ruang yang terbentuk secara langsung maupun tidak langsung dari aktifitas pengguna ruang sehari-hari. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah terkait dengan teritorialitas yang terbentuk dari aktifitas pengguna ruang dan kriteria pemilihan kasus. Kriteria pemilihan kasus dalam penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut; (1) Penggunaan ruang dilakukan secara bersama-sama dan sering digunakan oleh warga untuk berkumpul dan berinteraksi; (2) Aktivitas yang terjadi di dalam ruang terdiri dari beberapa kegiatan, serta berlangsung secara berulang-ulang; (3) Digunakan oleh berbagai kelompok masyarakat. Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah peneliti melakukan grand tour untuk melihat kondisi di lokasi penelitian. Peneliti tidak mengkelompokkan teritori berdasarkan karakteristik lokasi, melainkan melihat dan memetakan pergerakan pengguna ruang sesuai dengan aktifitas. Tujuan penelitian yang akan dilakukan adalah untuk melihat penyebab terjadinya penggunaan ruang, baik digunakan sebagi ruang pribadi maupun ruang bersama. Penelitian selanjutnya berjudul “Teritori Pedagang Informal” oleh Alin Pradita Agustin, Gagoek Hardiman, R. Siti Rukayah. Penelitian ini membahas mengenai pertumbuhan pedagang informal tidak diimbangi dengan luasan kawasan Pasar Johar. Hal ini mengakibatkan pedagang informal melakukan klaim ruang terhadap ruang publik. Klaim merupakan usaha peningkatan kontrol terhadap ruang publik untuk memenuhi kebutuhan yang merupakan permasalahan 11 antara perilaku dan teritori manusia. Ruang publik yang merupakan sirkulasi jalan dklaim oleh pedagang informal secara permanen, sehingga fungsi ruang sebagai sirkulasi manusia dan kendaraan menjadi tidak optimal. Keleluasaan bergerak di ruang sirkulasi menjadi berkurang. Pedagang di ruang ini membentuk teritori dangan menggunakan benda-benda fisik. Hasil penelitian menunjukkan teritori primer pedagang informal dalam penelitian ini merupakan satu unit los permanen yang terbuat dari kayu. Teritori sekunder merupakan ruang-ruang yang berbatasan langsung dengan teritori primer (los permanen) dan teritori umum. Dalam penelitian ini, teritori umum merupakan ruang terjauh dari teritori primer pedagang informal. Teritori umum ini digunakan pedagang bersama-sama dengan pembeli maupun pengunjung pasar. Penelitian ini merupakan penelitian mengenai perilaku manusia terhadap klaim ruang publik. Persamaan penelitian ini adalah adanya penggunaan ruang publik yang diprivatisasikan. Penelitian ini juga meninjau teritori primer, sekunder dan teritori umum di kawasan penelitian. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah perbedaan tujuan penelitian. Tujuan penelitian ini adalah menemukan pola pembentukan teritori pedagang informal secara fisik dan menghasilkan faktor-faktor yang mempengaruhi teritori ruang dagangnya, sedangkan tujuan penelitian yang akan dilakukan adalah Mengidentifikasi proses perluasan area teritori dan mengetahui gambaran teritori komunal yang terbentuk hingga saat ini di lokasi penelitian, ditinjau dari tingkat privasi ruang. 12 Penelitian selanjutnya merupakan penelitian yang membahas mengenai “Setting Dan Atribut Ruang Komunal Mahasiswa Kampus Universitas Negeri Semarang” oleh Didik Nopianto A Nugradi. Penelitian ini membahas mengenai ruang komunal yang digunakan mahasiswa untuk berinteraksi sosial. Penelitian ini membatasi objek penelitian, sehingga objek yang diteliti hanya ruang komunal untuk kegiatan interaksi sosial yang bersifat informal. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan rasionalistik. Temuan dari penelitian ini adalah pembagian ruang komunal dalam beberapa kategori sesuai dengan perilaku mahasiswa. Ruang-ruang komunal tersebut antara lain; ruang komunal yang memang direncanakan dan sudah digunakan sebagaimana mestinya, ruang komunal yang direncanakan tetapi tidak dimanfaatkan, dan ruang komunal yang tidak direncanakan tetapi timbul karena perilaku mahasiswa. Persamaan pemikirian dalam penelitian ini adalah membahas mengenai perilaku manusia yang menyebabkan terbentuknya ruang. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilaksanakan adalah penelitian ini mengkaitkan pula antara setting, perilaku, dan atribut ruang komunal, sedangkan penelitian mengenai teritorialitas yang akan dilaksanaan membahas mengenai penyesuaian perilaku manusia dalam setting baru yang mengakibatkan terbentuknya batasan wilayah dan dominasi ruang publik untuk kepentingan pribadi. Penelitian selanjutnya berjudul “Jelajah Pembentukan Tempat pada Rumah Jawa” oleh Ir. Dwi Lindarto Hadinugroho. Penelitian ini membahas mengenai apa dan bagaimana pembentukan tempat privat–publik oleh perilaku keseharian dan perayaan ritual yang terjadi pada setting rumah Jawa. Dengan kajian terhadap 13 pembentukan tempat publik-privat ini dapat diketahui pentingnya peran teritori privat penghuni rumah sebagai simbolis keberadaan dan kepemilikan serta kewenangannya atas rumah. Disisi lain, peran publik ruang dalam rumah juga diakomodir sebagai perwujudan sikap sosial kemasyarakatan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian ini menitik beratkan pada pembahasan mengenai privacy dan teritorial sebagai sesuatu yang mendasari interaksi manusia dengan tempatnya berperilaku, sedangkan penelitian yang akan dilakukan menitik beratkan pada pembahasan mengenai teritori komunal yang membentuk teritori primer, sekunder dan teritori umum berdasarkan tingkat privasi. Tabel 2.1 Tinjauan PustakaPenelitian Sejenis NO. JUDUL PENELITI TAHUN JENIS PENELITIAN TEMUAN 1. “Pagar Hunian, sebagai Citra, Estetika ataukah Simbol Permusuhan terhadap Lingkungan sekitar” “Konsep Alun-Alun Utara Surakarta berdasarkan Persepsi Masyarakat” AB. Mappaturi 2011 Elemen Penanda Teritori Eliza Ruwaidah 2012 Elemen Penanda Teritori Fery Kurniadi, Diananta Pramitasari, Dan Djoko Wijono. Burhanuddin 2012 Invasi Ruang Sebaiknya mendesain pagar yang lebih bersifat semi transparan. Tujuannya adalah membuka hubungan dengan tetangga untuk meningkatkan hablumninannas dan memudahkan pengawasan satu dengan lainnya. Simbol arsitektur dari persepsi masyarakat pengguna tentang elemen setting kawasan meliputi elemen fixed dan non fixed diklasifikasikan dalam beberapa kategori simbol arsitektur. Konflik penggunaan ruang dalam penelitian ini disebabkan oleh adanya upaya pengguna ruang untuk mempertahankan atau memperjelas batas area kekuasaan. 2010 Teritorialitas Ruang Alin Pradita Agustin, Gagoek Hardiman, R. Siti Rukayah Didik Nopianto A Nugradi 2014 Teritorialitas Ruang 2002 Teritorialitas Ruang Ir. Dwi Lindarto Hadinugroho Tjok Istri Widyani Utami Dewi 2002 Teritorialitas Ruang 2015 Teritorialitas Ruang 2. 3. “Konsep Perilaku Teritorialitas di Kawasan Pasar Sudirman Pontianak” 4. “Karakteristik Teritorialitas Ruang Pada Perumahan Padat Di Perkotaan” 5. “Teritori Pedagang Informal” 6. “Setting Dan Atribut Ruang Komunal Mahasiswa Kampus Universitas Negeri Semarang” 7. “Jelajah Pembentukan Tempat pada Rumah Jawa” “Perilaku Teritorialitas Nelayan Di Perumahan Relokasi Nelayan Kota Mataram” 8. 14 Keterbatasan ruang dan tekanan lingkungan (environment press) akibat dari adanya kepadatan manusia dan bangunan, kecenderungan “menguasai” ruang-ruang yang direncanakan ataupun tidak direncanakan baik secara publik maupun privat sebagai ruang untuk berinteraksi. Upaya klaim atas ruang publik yang dilakukan oleh pedagang dipengaruhi oleh pertambahan jumlah komoditas, jumlah pengunjung maupun pembeli. Pembagian ruang komunal dalam beberapa kategori sesuai dengan perilaku mahasiswa. Ruang-ruang komunal tersebut antara lain; ruang komunal yang memang direncanakan dan sudah digunakan sebagaimana mestinya, ruang komunal yang direncanakan tetapi tidak dimanfaatkan, dan ruang komunal yang tidak direncanakan tetapi timbul karena perilaku mahasiswa. Perilaku dan tatanan rumah Jawa mempunyai keterkaitan sehubungan dengan penandaan yang ditujukan untuk pembentukan teritorial privat dan publik. Hasil temuan penelitian diharapakan dapat menjawab rumusan masalah dan sesuai dengan tujuan penelitian. 15 2.2 Kerangka Pikir Kerangka pikir merupakan gambaran tahap awal hingga akhir penelitian. Tahapan-tahapan yang terjadi, dimulai dari ide dasar yang bertujuan untuk menemukan fokus/masalah penelitian, merumuskan tujan dan sasaran penelitian, menentukan teori-teori yang akan digunakan sebagai dasar terkait dengan penelitian yang akan dilakukan, tahap mengumpulkan data, kemudian menganalisis data, hingga memperoleh suatu hasil penelitian, dan terakhir merumuskan kesimpulan, rekomendasi studi dan saran. Ide awal beranjak dari studi pustaka dan grand tour. Studi pustaka berupa hasil literature study oleh beberapa peneliti terkait perilaku manusia yang menyebabkan terbentuknya teritorialitas, serta landasan teori dari beberapa sumber mengenai teritorialitas dan perilaku manusia. Grand tour dilakukan di dua kecamatan yang berbeda, antara lain perumahan relokasi di kecamatan Ampenan dan kecamatan Sekarbela. Dari analisis hasil studi pustaka dan grand tour, maka dapat ditentukan tiga rumusan masalah. Hasil temuan dalam diagram kerangka pikir, diharapkan dapat menjawab rumusan masalah terkait teritori di lokasi penelitian. Diagram 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian Perumahan Relokasi Nelayan Pesisir Isu Gelombang Pasang Studi Pustaka Kebijakan Pemerintah Kota Rancangan Lokasi Relokasi Tahap 1 ISU: Relokasi Perumahan Nelayan di Ampenan Studi Pustaka Lanjutan Rancangan Lokasi Relokasi Tahap 2 Pemahaman Teori dan Konsep Konsep Dasar Rancangan Lokasi Relokasi Tahap 1: Lokasi Teritori Ruang Makro Teritori Ruang Mikro Fokus/Ide melakukan Penelitian Rancangan Lokasi Relokasi Tahap 2: Lokasi Teritori Ruang Makro Teritori Ruang Mikro Ketidakteraturan batas wilayah di area relokasi Teori Dialog Antar Temuan, Teori & Konsep Latar Belakang Dialog Antar Temuan, Lapangan & Studi Pustaka Lokasi Tahap 1 Grand Tour & Wawancara Awal Teritori ruang makro & mikro Perilaku manusia menyebabkan terbentuknya teritori Kasus Lokasi Tahap 2 K1 Teritori ruang makro & mikro Observasi Makro Observasi dan Wawancara Mendalam Kriteria Pemilihan Kasus K2 Kn TEMA TEMUAN Observasi Mikro Wawancara Kriteria Pemilihan Informan Informan I1 I2 16 In Dialog Antar Tema Temuan SIMPULAN AKHIR 17 2.3 Konsep Konsep merupakan dasar pemikiran yang dijadikan acuan dalam melakukan suatu penelitian, sehingga nantinya tidak keluar dari lingkup penelitian yang dilakukan. Pengertian konsep yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut : 2.3.1 Perilaku Teritorialitas Sesuai dengan teori dan studi literatur terkait dengan teritorialitas, batasan perilaku teritorialitas yang dimaksud adalah kecenderungan untuk menguasai daerah yang lebih luas bagi penggunaan oleh seseorang atau sekelompok pemakai atau bagi fungsi tertentu. Menurut Lang (1987), terdapat 4 karakter dari teritorial tersebut yaitu meliputi kepemilikan atau hak dari suatu tempat, personalisasi atau penandaan dari suatu area tertentu, hak untuk mempertahankan diri dari gangguan luar, pengatur dari berbagai fungsi, mulai dari bertemunya kebutuhan dasar psikologis sampai kepada kepuasan kognitif dan kebutuhan – kebutuhan estetika. Sesuai dengan fenomena yang terjadi di lapangan dan kajian pustaka yang ada, maka pendekatan penelitan mengenai perilaku teritorialitas ruang yang dimaksud adalah kecenderungan masyarakat pesisir dalam menentukan batas wilayah hunian pascarelokasi. English (1972) menyatakan bahwa ruang membutuhkan batas dan identifikasi oleh individu agar dapat dikenali. Keterbatasan fasilitas ruang yang disediakan pemerintah di lokasi relokasi perumahan nelayan, menyebabkan masyarakat pesisir melakukan perluasan terhadap batas wilayah tempat tinggal dengan menggunakan ruang bersama 18 sebagai ruang pribadi. Perilaku lainnya terkait teritorialitas adalah membuat pagar pembatas rumah yang bervariasi sesuai dengan profesi terbaru penghuni. 2.3.2 Perumahan Relokasi Relokasi atau resettlement merupakan proses pemindahan penduduk dari lokasi perumahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya ke lokasi baru yang disiapkan sesuai dengan rencana pembangunan kota (Ridlo, 2001:95). Menurut World Bank (OD 4.30, June 1990) perumahan kembali atau resettlement pada umumnya terjadi atau dilakukan pada kondisi terpaksa atau tidak memiliki pilihan lain kecuali menyerahkan kekayaannya untuk dipindahkan ke perumahan yang baru. Asian Development Bank (November 1995) menyampaikan laporan hasil studinya yang menunjukkan bahwa banyak kebijakan dan peristiwa yang seringkali menjadi penyebab program relokasi atau resettlement, antara lain : (1) proyek pemerintah yang memerlukan pembebasan tanah untuk keperluan pembangunan sarana prasarana kota, pembuatan waduk, pembuatan rel kereta api atau jalan bebas hambatan, untuk keperluan jaringan listrik dan telepon; (2) bencana alam, kebakaran, perang, kerusuhan dan kondisi force majour lainnya. Prosedur yang ditempuh dalam pelaksanaan relokasi menurut Ridlo (2001:96) adalah : 1. Pendekatan kepada masyarakat yang terkena relokasi dalam rangka menginformasikan rencana proyek relokasi tersebut. 19 2. Mengadakan forum diskusi yang dilaksanakan mulai dari perencanaan hingga terlaksananya proyek. Forum ini sebagai wadah untuk menggali respon, aspirasi warga dan peran serta warga dalam proyek peremajaan. 3. Pekerjaan fisik berupa pengukuran yang bermanfaat bagi penentuan besarnya kompensasi bagi masing-masing warga, penyiapan sarana dan prasarana lingkungan di lokasi yang baru. 4. Penyusunan rencana penempatan lokasi rumah tempat tinggal baru dengan memperhatikan aspirasi warga. 5. Setelah pemindahan warga ke lokasi baru dilaksanakan, perlu diadakan bimbingan dan pembinaan kepada warga agar dapat segera menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Relokasi yang dipilih jauh dari perkampungan asli dapat menyebabkan tekanan, khususnya jika lokasi itu berbeda dengan keadaan lingkungannya, pola kehidupan ekonomi dan mata pencaharian. Relokasi ke kawasan yang jauh harus dapat dihindari. (Davidson, 1993). World Bank (2001) melihat dampak yang mungkin terjadi kepada penduduk yang terkena dampak relokasi, antara lain : 1. Mata pencaharian dan kekayaan yang hilang, pemeliharaan kesehatan cenderung menurun, mata rantai antara produsen dan konsumen seringkali terputus dan pasar tenaga lokal menjadi terpecah. 2. Jaringan-jaringan sosial informal yang merupakan bagian dari sistem pemeliharaan kehidupan sehari-hari (seperti kebiasaan saling tolong menolong dan sumber dukungan sosial ekonomi) menjadi rusak. 20 3. Organisasi-organisasi setempat dan perkumpulan-perkumpulan formal dan informal lenyap karena bubarnya anggota mereka. Masyarakat dan otoritas tradisional dapat kehilangan pemimpin-pemimpin mereka. 4. Rusaknya sistem sosial dan ekonomi setempat yang secara mendasar menimbulkan dampak negatif bagi sejumlah besar penduduk. Bank Dunia juga mencemaskan dampak yang mungkin dapat terjadi pada lokasi pemindahan, terutama berkaitan dengan kemungkinkan merosotnya kesejahteraan penduduk. Kemungkinan tersebut diakibatkan oleh penyesuaian terhadap mata pencaharian mereka sebagai sumber penghidupan di tempat yang baru, ancaman terhadap kelestarian lingkungan, putusnya hubungan ekonomi antara pelanggan dan pemasok yang telah terbina di perumahan yang lama dan akses terhadap sumber daya yang dapat diterima secara kultural dan membuka peluang terhadap penambahan penghasilan. 2.3.3 Perilaku Masyarakat Pesisir Pascarelokasi Potensi konflik dalam masyarakat pesisir terkait dengan pola kepemilikan dan penguasaan terhadap sumberdaya alam. Kondisi sosial ekonomi wilayah pesisir umumnya sangat memprihatinkan, hal ini ditandai dengan rendahnya tingkat pendidikan, produktivitas dan pendapatan. Sifat dan karakteristik masyarakat pesisir juga sangat dipengaruhi oleh jenis kegiatan usaha yang pada umumnya adalah perikanan. Karena usaha perikanan sangat bergantung kepada musim, harga dan pasar, maka sebagian besar karakter masyarakat pesisir 21 tergantung kepada faktor-faktor tersebut. Hal ini menyebabkan masyarakat pesisir sangat rentan terhadap perubahan iklim. Masyarakat pesisir secara sosio-kultural merupakan suatu kelompok masyarakat dimana akar budayanya pada mulanya dibangun atas perpaduan antara budaya maritim laut, pantai dan berorientasi pasar. Tradisi ini berkembang menjadi budaya dan sikap hidup yang kosmopolitan, dan dinamis. Hal ini dibuktikan dengan adanya kegiatan bersama yang dilakukan oleh masyarakat pesisir, khususnya kaum wanita. Budaya yang terbentuk pada saat menghuni wilayah pesisir tidak serta merta tertinggalkan. Kaum wanita memperoleh keuntungan dalam hal sosial-ekonomi. Selain berkumpul bersama untuk sekedar bercengkrama di pinggir pantai, kegiatan bersama yang dilakukan para kaum wanita adalah berjualan hasil tangkapan, mengolah hasil tangkapan dan ikut membantu para nelayan membongkar hasil tangkapan. Dengan melihat kemandirian kaum wanita pesisir pantai, terbentuklah Lembaga Keuangan Mandiri yang dinamakan “Wanita Mandiri”. Kegiatan ini berlokasi di kawasan perumahan. Salah satu unit rumah kemudian difungsikan sebagai ruang bersama. Kegiatan bersama tidak hanya terhenti sebatas kaum pria dan wanita pesisir. Demi mensukseskan program pemerintah dalam hal meningkatkan mutu pendidikan dan kesehatan di lokasi relokasi juga terbentuk PAUD bagi para anak, puskesdes dan posyandu sebagai fasilitas kesehatan. Semakin banyak aktifitas dan beragamnya perilaku masyarakat yang terlihat di lokasi penelitian, maka semakin beragam teritori yang terbentuk. 22 2.3.4 Penanda Teritori Edney (1974) mendefinisikan teritorialitas sebagai sesuatu yang berkaitan dengan pertahanan, tanda, kepemilikan. Fisher mengatakan bahwa kepemilikan dalam teritorialitas ditentukan oleh persepsi orang yang bersangkutan. Penanda teritori ditujukan untuk mempertahankan hak seseorang dalam teritori publik dan meminimalisir berbagai bentuk pelanggaran teritori. Penandaan bisa terjadi tanpa kesadaran akan batas wilayah. Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan penanda teritori dalam rumusan masalah satu adalah pagar pembatas rumah. Pagar pembatas rumah dibangun masyarakat setempat sebagai penanda batas wilayah tempat tinggal dan meningkatkan rasa aman serta mengurangi kriminalitas dalam lingkungan perumahan tersebut. 2.3.5 Tingkat Privasi Teritori Privasi adalah kecenderungan pada diri seseorang untuk tidak diganggu kesendiriannya. Untuk mendapatkan privasi, seseorang harus terampil membuat keseimbangan antara keinginan pribadi dengan keinginan orang lain dan lingkungan fisik di sekitarnya. Pengertian privasi menunjukkan adanya kontrol selektif, tidak serba otomatis, tidak berarti menutup semua jalur tetapi mampu mengontrol terbuka dan tertutupnya jalur komunikasi. Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan tingkat privasi teritori dalam rumusan masalah ketiga adalah tingkat kecenderungan seseorang dalam mengontrol wilayah yang telah ditetapkan sebagai wilayah pribadinya. Tingkat privasi dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga bagian, antara lain: publik, semi-publik dan privat. 23 2.4 Tinjauan Teori Landasan Teori merupakan penerapan teori yang digunakan sebagai batasan dalam melakukan suatu penelitian. Adapun landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengenai teritori yang terbentuk di lokasi relokasi. 2.4.1 Invasi Ruang Invasi ruang merupakan bentuk pelanggaran teritori yang dapat diindikasikan. Seseorang secara fisik memasuki teritori orang lain, biasanya dengan maksud mengambil kendali atas teritori tersebut dari pemiliknya. Bentuk kedua adalah kekerasan, biasanya tujuannya bukan untuk menguasai kepemilikannya, melainkan suatu bentuk gangguan. Bentuk ketiga adalah kontaminasi, seseorang mengganggu teritori orang lain dengan meninggalkan sesuatu yang tidak menyenangkan seperti sampah, coretan atau bahkan merusaknya (Laurens, 2004). Pemilik teritori dapat melakukan suatu bentuk pertahanan atas invasi yang dilakukan orang atau kelompok lain, diantaranya dengan usaha pencegahan, usaha reaksi atau respon secara langsung, ataupun dengan membuat kesepakatan (Halim, 2005). 2.4.2 Teritorialitas Teritori adalah satu area yang dimiliki dan dipertahankan, baik secara fisik maupun non-fisik. Teritori biasanya dipertahankan oleh sekelompok penduduk yang memiliki kepentingan yang sama dan bersepakat untuk mengontrol areanya (Haryadi, 1995). Teritorialitas merupakan perwujudan sikap “ego” seseorang 24 karena orang tidak ingin diganggu, atau dengan kata lain merupakan perwujudan dari privasi seseorang. Julian Edney (1976) mendefinisikan teritorialitas sebagai sesuatu yang berkaitan dengan ruang fisik, tanda, kepemilikan, pertahanan, penggunaan yang eksklusif, personalisasi, dan identitas. Teritorialitas terkadang diartikan sebagai wilayah yang dianggap sudah menjadi hak seseorang. Fisher mengatakan bahwa kepemilikan atau hak dalam teritorialitas ditentukan oleh persepsi manusia. Persepsi manusia tersebut bisa bersifat aktual, seperti memang pada kenyataannya dimiliki oleh pribadi, seperti kamar tidur. Persepsi tersebut dapat pula merupakan kehendak untuk menguasai atau mengontrol suatu tempat, seperti meja makan di kantin. Teritorialitas dan Perilaku Teritorialitas berfungsi sebagai proses sentral dalam personalisasi, agresi, dominasi, menenangkan, koordinasi dan kontrol. 1. Personalisasi dan Penandaan Personalisasi dan penandaan seperti memberi nama, tanda, atau menempatkan sesuatu di lokasi strategis, bisa terjadi tanpa kesadaran akan teritorialitas. Pada umumnya, penandan lebih ditujukan untuk mempertahankan haknya di teritori publik, seperti nomor kursi di kereta api, pesawat terbang, atau bioskop. Personalisasi dan penandaan kadang juga dibuat dengan sengaja dengan maksud tertentu, seperti tulisan “tidak menerima sumbangan” dan “dilarang parkir di depan pintu”. 25 2. Agresi Pertahanan dengan kekerasan yang dilakukan seseorang akan semakin keras apabila terjadi pelanggaran di teritori primernya, misalnya pencurian di rumahnya, dibandingkan dengan pelanggaran yang terjadi di tempat umum. Agresi biasanya terjadi apabila batas teritori tidak jelas. 3. Dominasi dan Kontrol Dominasi dan kontrol pada umumnya terjadi pada teritori primer. Mahasiswa lebih menganggap laboratorium sebagai teritori sekunder atau teritori publik sehingga tidak terlalu didominasi. Kemampuan suatu tatanan ruang untuk menawarkan privasi melalui kontrol teritori menjadi penting. Hal ini berarti tatanan tersebut mampu memenuhi kebutuhan dasar manusia, yaitu identitas yang berkaitan dengan kebutuhan akan harga diri dan aktualisasi diri. Maslow (1943) mengemukakan bahwa kebutuhan untuk mengetahui siapa dan bagaimana peran seseorang dalam masyarakat. Teritorialitas dalam Desain Arsitektur Penerapan teritorialitas dalam desain mengacu pada pola tingkah laku manusia yang berkaitan dengan teritorialitas sehingga dapat mengurangi agresi, meningkatkan kontrol, dan membangkitkan rasa tertib dan aman. Semakin banyak sebuah desain mampu menyediakan teritori primer bagi penghuninya, maka desain itu akan semakin baik dalam memenuhi kebutuhan penggunanya. 1. Publik dan Privat Ruang publik adalah area yang terbuka. Ruang ini dapat dicapai oleh siapa saja pada waktu kapan saja dan tanggung jawab pemeliharaannya bersifat 26 kolektif. Ruang privat adalah area yang aksesibilitasnya ditentukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan tanggung jawab pemeliharaannya ditanggung bersama. Apabila seseorang atau sekelompok orang mendapat peluang untuk memakai sebagian area publik untuk kepentingannya dan hanya secara tidak langsung berguna bagi orang lain, akan terbentuk semacam kesepakatan umum bahwa penggunaan itu dibenarkan secara temporer maupun permanen. Contohnya adalah nelayan yang menjemur jala dan atau ikan hasil tangkapannya di jalan umum, bahkan sampai di halaman desa. Contoh lainnya adalah penduduk menjemur pakaian di tangga-tangga umum, atau menggunakan pagar sebagai tempat jemurannya yang merupakan ruang publik. Penandaan teritori juga bisa dilakukan dengan menempatkan logo tertentu. Namun, penggunaan tanda simbolis yang tidak dikenal secara umum menjadi tidak efektif. 2. Ruang Peralihan Daerah peralihan dibuat sebagi penghubung berbagai teritori yang memiliki perbedaan sifat. Area pintu masuk sekolah merupakan daerah transisi. Pada aera transisi, gugatan teritori individual dan kolektif dapat saling tumpang tindih. Untuk menghindari terjadinya konflik, maka diperlukan kesepakatan. Keberhasilan ruang peralihan dalam membentuk ruang komunal yang baik adalah dengan memberi kontribusi demi kenyamanan lingkungan. Teori teritorialitas digunakan sebagai acuan dalam pengamatan di lokasi penelitian tahap satu dan dua. Hasil pengamatan grand tour sementara bahwa 27 teritorialitas yang terbentuk diakibatkan oleh perilaku keseharian penghuni. Penghuni melakukan berbagai cara untuk memperluas teritorinya, baik dengan membangun ruang-ruang tambahan di dalam rumah maupun menjemur pakaian, memasak, melakukan interaksi sosial lainnya di wilayah ruang bersama. 2.4.3 Hubungan Perilaku Manusia - Lingkungan Dalam perilaku-lingkungan, hubungan perilaku manusia dan lingkungan adalah hubungan timbali balik, keterkaitan dan saling mempengaruhi. Berikut merupakan skema hubungan antara perilaku manusia dengan lingkungan. Realitas Ukuran Realitas Setting S1-n Manusia M1-n Sosio-Budaya SB1-n Rencana sebelum memasuki setting Hasil dalam setting Hasil (setelah memasuki setting) Perilaku Perilaku Kognisi dan Emosi Kognisi dan Emosi Tubuh Manusia Tubuh Manusia Sasaran, Keputusan dan Maksud Skema 2.1 Hubungan Perilaku Manusia dengan Lingkungan Sumber : Arsitektur dan Perilaku Manusia (Laurens,2004). Karakteristik individu (M), kualitas setting (S), dan norma sosial budaya (SB) secara bersama-sama mempengaruhi rencana seseorang ketika memasuki setting dan juga apa yang akan terjadi di dalamnya. Dalam setting, seseorang berperilaku, berpikir dan merasa dalam berbagai keadaan. Kadang kala tidak hanya manusia yang terpengaruh, setting pun ikut 28 terpengaruh oleh kehadiran manusia. Misalnya dengan teritori yang dibuat manusia. Skema diatas menjelaskan mengenai keterkaitan antara setting, manusia dan sosial-budaya. Pada penerapan di lapangan sesuai dengan grand tour yang telah dilakukan, kenyataan yang terjadi adalah pemerintah Kota Mataram memiliki gagasan berupa program relokasi perumahan nelayan (manusia). Dalam skema, lokasi relokasi merupakan setting. Keberadaan manusia tidak akan dapat lepas dari sosial-budaya. Program pemerintah untuk merelokasi perumahan nelayan membawa serta sosial-budaya masyarakat pesisir. Nilai sosial-budaya masyarakat pesisir berubah sesuai dengan setting. Teritorialitas merupakan usaha masyarakat pesisir dalam menyesuaikan diri dengan setting baru. Behavior setting terjadi pada pertemuan antara individu dan lingkungannya. Melalui pengamatan behavior setting, sistem sosial dalam setting atau pola perilaku penghuni dalam lingkungan dapat diamati. Contohnya adalah ketika dosen menyiapkan perkuliahan. Pada kasus tersebut, direncanakannya adanya serangkaian aktifitas bersama orang lain ketika terdapat sejumlah pola perilaku tertentu yang dikombinasikan dengan objek tertentu dalam batasan ruang dan waktu tertentu. Behavior setting didefinisikan sebagai suatu kombinasi yang stabil antara aktifitas, tempat, dan kriteria sebagai berikut; 1. Terdapat suatu aktifitas yang berulang berupa suatu pola perilaku (standing pattern od behaviour). Dapat terdiri atas satu atau lebih pola perilaku. 2. Dengan tata lingkungan tertentu (circumjacent milieu), milieu ini berkaitan dengan pola perilaku ekstraindividual. Istilah ekstraindividual menunjukkan 29 fakta operasional bahwa setting tidak bergantung hanya pada seorang manusia atau objek. Istilah circumjacent milieu merujuk pada batas fisik dan temporal sebuah setting. 3. Membentuk suatu hubungan yang sama antar keduanya (synomorphy). 4. Dilakukan pada periode waktu tertentu. Suatu behavior setting mempunyai struktur internal sendiri. Contohnya adalah di dalam sebuah ruang perkuliahan, dosen mempunyai peran sebagai pengajar yang menempati posisi tertentu di depan, misalnya berupa perbedaan level lantai yang memungkinkan untuk melihat seluruh mahasiswa dan mengendalikan pola perilaku yang terjadi. Hal yang dapat mewakili data pengematan behavior setting meliputi: (a) manusia; (b) karakteristik ukuran; (c) objek; dan (d) pola aksi. Behavior Setting dalam Desain Arsitektur Behavior setting yang baik adalah yang sesuai atau pas dengan struktur perilaku penggunanya. Behavior setting memberi dasar yang lebih luas dalam mepertimbangkan lingkungan daripada hanya semata-mata tata guna lahan, tipe bangunan, dan tipe ruang secara fisik. Edward T. Hall mengidentifikasi tiga tipe dasar pola ruang, antara lain; 1. Ruang Berbatas Tetap (fixed-feature space) Ruang berbatas tetap dilingkupi oleh pembatas yang relatif tetap dan tidak mudah digeser, seperti dinding masif, jendela, pintu, atau lantai. 30 2. Ruang Berbatas Semitetap (semifixed-feature space) Ruang berbatas semi tetap adalah ruang yang pembatasnya bisa berpindah. Contohnya adalah ruang-ruang pameran yang dibatasi partisi yang dapat dipidahkan sesuai dengan kebutuhan setting. 3. Ruang Informal Ruang informal adalah ruang yang terbentuk dalam waktu yang singkat, seperti ruang yang terbentuk ketika dua atau lebih orang berkumpul. Ruang ini bersifat tidak tetap dan terjadi diluar kesadaran orang yang bersangkutan. Penggunaan teori behavior setting dalam penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi setting dan pola perilaku yang terjadi di lokasi penelitian. Dari grand tour sementara yang telah dilakukan, dapat didentifikasikan ruang berbatas tetap, semitetap, dan informal yang terbentuk merupakan akibat dari adanya interaksi sosial dalam lokasi penelitian. Unit rumah tinggal merupakan perwujudan fisik dari ruang berbatas tetap. Adanya penambahan ruang yang dilakukan didalam rumah merupakan upaya penghuni untuk memperluas teritori. Perluasan teritori dilakukan penghuni atas ijin pemerintah dengan memanfaatkan lahan sisa yang disediakan pemerintah dalam unit-unit rumah, sedangkan biaya perluasan ruang ditanggung oleh masing-masing penghuni. Perwujudan ruang semitetap adalah sekat-sekat dalam unit rumah yang dibentuk penghuni guna memenuhi kebutuhan ruang untuk menampung aktifitas. Akses jalan yang digunakan masyarakat nelayan untuk sekedar bercengkrama atau melakukan serangkaian upacara kematian menjadi perwujudan dari terbentuknya ruang sementara atau informal di dalam lokasi penelitian. 31 2.4.4 Teori Perilaku Perilaku spasial atau bagaimana orang menggunakan tatanan dalam lingkungan adalah sesuatu yang dapat diamati secara langsung. Arsitek dan perencanaan kota umumnya lebih menaruh perhatian pada perilaku secara mikro, mulai dari ruangan hingga lingkungan atau distrik dalam kota. Pendekatan perilaku-lingkungan mengenai perilaku manusia menunjukkan bahwa perilaku seseorang adalah fungsi dari motivasinya, kemanfaatan lingkungan (affordances) dan image-nya tentang dunia di luar persepsi langsung dan makna citra tersebut bagi orang yang bersangkutan. Manusia bersosialisasi secara berbeda, dibesarkan di lingkungan geografis dan sosial yang berbeda, mempunyai motivasi yang berbeda, melihat dan menggunakan lingkungannya secara berbeda pula. Dari waktu ke waktu peran seseorang dalam masyarakat berubah. Budaya memiliki posisi tertinggi dalam hierarki kontrol, diikuti oleh kelompok sosial, kepribadian dan terakhir subsistem organismik lingkungan. Artinya karakter fisik seseorang lebih mudah dikendalikan dibandingkan dengan yang lain. Berdasarkan model ini, budaya yang merupakan sistem kepercayaan, tata nilai, simbol dan gaya yang menjadi karakteristik sekelompok orang, mengendalikan banyak perilaku manusia. Banyak kualitas yang menentukan kemampuan seseorang yang sukar diukur, terutama yang berkaitan dengan budaya dan perilaku budaya. Perubahan dapat terjadi diberbagai unsur kehidupan. Dalam teori yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat, menyebutkan bahwa perubahan yang paling mudah terjadi pada unsur sistem peralatan hidup dan teknologi. Sedangkan unsur 32 yang paling sulit berubah adalah unsur religi. Berikut merupakan 7 unsur budaya menurut Koentjaraningrat, antara lain : 1. Sistem religi yang meliputi kepercayaan, nilai dan pandangan hidup, komunikasi keagamaan, serta upacara keagamaan. 2. Sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial yang meliputi kekerabatan, asosiasi dan perkumpulan, sistem kenegaraan, serta sistem kesatuan hidup. 3. Sistem pengetahuan yang meliputi flora dan fauna, waktu, ruang dan bilangan, tubuh manusia, serta perilaku antar sesama manusia. 4. Bahasa meliputi bahasa lisan dan tulisan. 5. Kesenian yaitu seni patung/pahat, relief, lukisan dan gambar, ragam hias, vokal, musik, bangunan, kesusastraan dan drama. 6. Sistem mata pencaharian atau sistem ekonomi yang meliputi berburu dan mengumpulkan makanan, bercocok tanam, peternakan, perikanan dan perdagangan. 7. Sistem peralatan hidup dan teknologi meliputi produksi, distribusi, transportasi, peralatan komunikasi, peralatan konsumsi dalam bentuk wadah, pakaian dan perhiasan, tempat berlindung dan perumahan serta senjata. Manusia memiliki kepribadian individual, tetapi manusia juga makhluk sosial, hidup dalam masyarakat dalam suatu kolektivitas. Dalam memenuhi kebutuhan sosial, manusia berperilaku sosial dalam lingkungannya yang dapat diamati dari fenomena perilaku-lingkungan, kelompok pemakai dan tempat terjadinya perilaku. 33 Menurut Teori Konvergensi oleh Stern menyatakan bahwa lingkungan dan budaya berpengaruh dalam perkembangan manusia. Dalam hal ini dapat dikemukakan dua hal yaitu: 1. Manusia mengalami perubahan sebagai akibat dari perkembangan manusia tersebut. 2. Dalam perkembangan manusia itu faktor pembawaan dan faktor lingkungan secara bersama-sama mempunyai peranan. Dapat disimpulkan disini bahwa perilaku manusia berubah dan berkembang sesuai dengan perubahan dan perkembangan manusia dan lingkungan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi manusia dapat dibagi dua yaitu lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Bentuk Perubahan Perilaku Menurut WHO, perubahan perilaku dikelompokkan menjadi tiga (Notoatmojo, 2007) : a. Perubahan Alamiah (Natural Change) Perilaku manusia selalu berubah. Sebagian perubahan disebabkan oleh kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota masyarakatnya pun akan mengalami perubahan. b. Perubahan Terencana (Planned Change) Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek. 34 c. Kesediaan untuk berubah (Readiness to Change) Apabila terjadi inovasi, maka yang sering terjadi adalah sebagian masyarakat dapat dengan cepat menerima perubahan dan sebagian lagi dapat dengan sangat lambat menerima perubahan. Penyebabnya adalah setiap orang memiliki kapasitas yang berbeda-beda dalam menerima perubahan. Proses Terjadinya Perubahan Perilaku Menurut teori Rogers dan Schoemaker, proses terjadinya perubahan perilaku terjadi secara berurutan, antara lain : a. Awareness (kesadaran), yaitu pelaku yang mengalami perubahan menyadari stimulus (objek) terlebih dahulu. b. Interest, yaitu pelaku tersebut mulai tertarik terhadap stimulus. c. Evaluation, yaitu pelaku tersebut mulai menimbang-nimbang, baik atau tidaknya stimulus bagi pelaku. d. Trial, pelaku mencoba melakukan perilaku baru. e. Adoption, pelaku telah menjalani perubahan perilaku, sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus (objek). Teori perubahan perilaku sangat berperan sebagai tolak ukur dalam melihat bentuk perubahan perilaku yang terjadi terhadap masyarakat pesisir di lokasi relokasi. Perubahan perilaku masyarakat menyebabkan perubahan dari teritorialitas asal dengan teritorial di lokasi penelitian. Dari grand tour yang telah dilakukan, kondisi yang terlihat adalah terbentuknya teritori akibat dari perubahan perilaku masyarakat pesisir. 35 2.4.5 Teritori Komunal Teritori komunal yaitu pengontrolan batas wilayah yang terbentuk dari kebiasaan suatu kelompok masyarakat yang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan, peraturan dan tradisi yang berlaku di dalam suatu wilayah tempat tinggal yang dalam kasus ini adalah lingkungan perumahan relokasi. Klasifikasi teritori merupakan salah satu cara untuk dapat mengerti mengenai terbentuknya teritorialitas. Teritorialitas manusia tidak hanya berfungsi sebagai perwujudan privasi, tetapi juga memiliki fungsi sosial dan fungsi komunikasi. Altman (1975) membagi teritori menjadi tiga kategori yang telah dikaitkan dengan keterlibatan personal, involvement, kedekatan dengan kehidupan sehari-hari individu atau kelompok dan frekuensi penggunaan. Tiga kategori tersebut, antara lain: 1. Teritori Primer Teritori utama (primary) adalah suatu area yang dimiliki, digunakan secara eksklusif, disadari oleh orang lain, dikendalikan secara permanan, dan menjadi bagian utama dalam kehidupan sehari-hari penghuninya (Haryadi, 1995). Teritori primer bersifat sangat pribadi, hanya dapat dimasuki oleh orang-orang yang sudah sangat akrab atau yang sudah mendapat izin khusus. Contoh teritori primer adalah ruang tidur atau ruang kantor. 2. Teritori Sekunder Teritori sekunder (secondary) adalah suatu area yang tidak terlalu digunakan secara eksklusif oleh seseorang atau sekelompok orang, mempunyai cakupan area yang relatif luas, dikendalikan secara berkala oleh 36 kelompok yang menuntutnya (Haryadi, 1995). Pengertian lain teritori sekunder adalah tempat-tempat yang dimiliki bersama oleh sejumlah orang yang sudah cukup saling mengenal. Contoh teritori sekunder adalah ruang kelas, kantin, kampus, dan ruang olahraga. 3. Teritori Publik Teritori publik adalah suatu area yang dapat digunakan atau dimasuki oleh siapa pun, akan tetapi tetap mematuhi norma-norma serta aturan yang berlaku di area tersebut (Haryadi, 1995). Teritori publik adalah tempattempat terbuka untuk umum. Pada prinsipnya, setiap orang diperkenankan untuk berada di tempat tersebut. Contohnya adalah pusat perbelanjaan, tempat rekreasi, lobi hotel, dan ruang sidang pengadilan yang dinyatakan terbuka untuk umum. Pada beberapa kasus, kerap terjadi pengusaan teritori publik oleh kelompok tertentu dan tertutup bagi kelompok yang lain, seperti bar yang hanya diperuntukkan bagi orang dewasa. Selain pengklasifikasian tersebut, Altman (1975) juga mengemukakan dua tipe teritori lainnya, yaitu objek dan ide. Objek dan ide bukan berwujud tempat, namun diyakini dapat memenuhi kriteria teritori. Seperti halnya dengan tempat, manusia biasanya juga menandai, menguasai barang-barang pribadi yang dianggap sebagai hak milik. Lyman dan Scott (1967) juga membuat klasifikasi terhadap tipe teritorialitas, klasifikasi tersebut antara lain : 37 1. Teritori Interaksi (Interactional Territories) Teritori interaksi ditujukan pada suatu daerah secara temporer dan dikendalikan oleh adanya interaksi sosial dari sekelompok orang. Contoh teritori interaksi adalah ruang kuliah yang dipakai oleh sejumlah peserta mata kuliah, lapangan sepak bola yang dipakai untuk pertandingan oleh sekelompok klub sepak bola. 2. Teritori Badan (Body Territories) Teritori badan dibatasi oleh badan manusia, sedangkan batasannya adalah kulit manusia. Ruang komunal atau public space merupakan ruang yang digunakan untuk umum. Menurut Didik Nopianto A Nugradi dalam penelitiannya yang berjudul “Setting Dan Atribut Ruang Komunal Mahasiswa Kampus Universitas Negeri Semarang” yang dimaksud dengan ruang komunal adalah ruang yang mudah diakses dan dipergunakan oleh masyarakat luas untuk berinteraksi sosial. Menurut Roger Scrupton, ruang komunal merujuk pada lokasi yang dapat diakses oleh setiap orang, kurang sesuai untuk digunakan untuk keperluan pribadi, dan perilaku pengguna ruang terikat oleh norma sosial yang berlaku. Menurut Laurens (2004), terdapat aspek sosial yang terkandung dalam ruang, yaitu bagaimana manusia dapat berbagi dan membagi ruang dengan sesamanya. Perilaku sosial manusia menjadi alasan utama terbentuknya ruang, perilaku tersebut meliputi : 1. Ruang personal (personal space) berupa domain kecil sejauh jangkauan manusia yang dimiliki setiap orang. Ruang pribadi dipengaruhi oleh posisi 38 seseorang dalam masyarakat dengan individu-individu lebih makmur menuntut ruang pribadi yang lebih besar. Orang membuat pengecualian terhadap, dan memodifikasi persyaratan ruang mereka. Misalnya dalam pertemuan romantis tegangan dari jarak dekat yang memungkinkan ruang pribadi dapat ditafsirkan kembali ke semangat emosional. Selain itu, sejumlah hubungan memungkinkan untuk ruang pribadi untuk dimodifikasi dan ini termasuk hubungan keluarga, mitra romantis, persahabatan dan kenalan dekat di mana tingkat yang lebih besar dari kepercayaan dan pengetahuan seseorang memungkinkan ruang pribadi harus dimodifikasi. 2. Teritorialitas (territoriality) yaitu kecenderungan untuk menguasai daerah yang lebih luas bagi penggunaan oleh seseorang atau sekelompok pemakai atau bagi fungsi tertentu. Menurut Lang (1987), terdapat 4 karakter dari territorial tersebut yaitu meliputi kepemilikan atau hak dari suatu tempat, personalisasi atau penandaan dari suatu area tertentu, hak untuk mempertahankan diri dari gangguan luar, pengatur dari berbagai fungsi, mulai dari bertemunya kebutuhan dasar psikologis sampai kepada kepuasan kognitif dan kebutuhan – kebutuhan estetika. 3. Kesesakan atau kepadatan (crowding dan density) yaitu keadaan apabila ruang fisik yang tersedia sangat terbatas dibandingkan dengan jumlah penggunanya. 4. Privasi (privacy) sebagai usaha untuk mengoptimalkan pemenuhan kebutuhan sosial. 39 Teori mengenai aspek sosial dalam ruang mampu menjadi masukan penting dalam penelitian karena teori ini menunjukkan bahwa perilaku manusia mampu membentuk ruang. Dalam penelitian mengenai relokasi perumahan nelayan, perilaku manusia di lokasi yang baru mempengaruhi teritorialitas. Teritori komunal masyarakat nelayan berubah setelah direlokasi. Teitori komunal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah wilayah bersama yang dapat digunakan oleh setiap orang untuk berinteraksi sosial seperti jalan lingkungan, musholla, masjid, lahan kosong, dan ruang lainnya yang dapat dimanfaatkan bersama di lingkungan perumahan relokasi. 2.4.6 Rumah Tinggal Manusia kian menuntut adanya kenyamanan dan keselamatan dalam rumah. Semakin tinggi tuntutan manusia terhadap sebuah rumah, maka semakin meningkat pula kreativitas manusia dalam mewujudkan sebuah tempat tinggal. Pada umumnya, sebuah rumah tinggal harus dapat mewadahi aktifitas harian penghuni. Tapi bukan berarti bahwa semua ruang yang telah disebutkan diatas harus terpenuhi. Dalam beberapa kasus, satu jenis ruangan dapat menampung beberapa fungsi. Penyediaan ruang dipengaruhi oleh kondisi ekonomi pemilik rumah. Secara arsitektural, dimensi ruang harus disesuaikan dengan standar kebutuhan ruang gerak, sehingga penghuni merasa nyaman dalam melakukan aktivitas. Selain itu, dimensi ruang juga harus memperhitungkan kapasitas atau daya tampung ruang yang direncanakan. Terdapat beberapa faktor dalam merencanakan sebuah rumah, antara lain : 40 1. Keamanan Agar bangunan dapat digunakan sesuai dengan fungsi yang direncanakan, maka bangunan harus dapat berdiri kokoh, kuat, mampu menahan bebanbeban yang diterima. 2. Kesehatan Untuk memenuhi persyaratan ini, sebuah rumah tinggal harus dilengkapi dengan sarana-sarana yang diperlukan untuk pemeliharaan kebersihan dan kesehatan, antara lain : (a) kamar mandi dan WC lengkap dengan saluran pembuangan, (b) saluran pembuangan air hujan dan (c) tempat penimbunan atau penampungan sampah sementara. 3. Kenyamanan Dalam masalah kenyamanan, perlu dipertimbangkan beberapa aspek yang mempengaruhi kenyamanan, antara lain : (a) kenyamanan thermal, yaitu kenyamanan yang terkait dengan suhu udara, (b) kenyamanan audio, yaitu kenyamanan yang terkait dengan tingkat kebisingan, (c) kenyamanan visual, yaitu kenyamanan yang terkait dengan wujud keindahan fisik bangunan. 4. Keindahan Aspek keindahan merupakan aspek terakhir yang harus dipertimbangkan. Biasanya aspek ini dipertimbangkan oleh masyarakat golongan ekonomi menengah ke atas, dimana kebutuhan pokok jasmani bukan merupakan masalah yang terpenting. 41 Dalam usaha mewujudkan keamanan, kesehatan, kenyamanan, dan keindahan dalam rumah, masyarakat kerap melakukan penyesuaian maupun perubahan terhadap ruang. Turner (1976) mengemukakan, antara lain: a. Housing Adaptation. Usaha penghuni dalam menyesuaikan perilakunya terhadap ruang, sebagai tanggapan atas kebutuhan ruang untuk melakukan aktifitas pada rumahnya, hal ini disebut “ bersifat pasif.” b. Housing Adjusment. Usaha memenuhi kebutuhan ruang, ketika penghuni merasakan kekurangan ruang untuk beraktifitas pada rumahnya. Bentuk tindakannya dapat berupa : pindah rumah, pengubahan atau melakukan penambahan ruang terhadap rumahnya, agar tingkat privasi lebih dapat tercapai. Menurut Sinai (2001: 97-114), langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengelola perubahan, yaitu: (1) Unfreezing, merupakan suatu proses perencanaan atau penentuan perubahan yang telah disesuaikan dengan kebutuhan, (2) Changing, merupakan langkah tindakan, baik memperkuat driving forces maupun memperlemah resistences dan (3) Refreesing, membawa kembali kelompok kepada keseimbangan yang baru (a new dynamic equilibrium). Penghuni melakukan perubahan rumah sesuai dengan harapan dan kebutuhan ruang. Selain daripada itu, terdapat 4 bentuk penyesuaian diri terhadap perubahan ruang di dalam rumah, antara lain : (1) adaptasi peraturan keluarga, (2) struktur adaptasi keluarga, (3) mobilitas tempat tinggal dan (4) merubah tepat tinggal agar menjadi lebih baik. 42 Menurut Ching (2000) dalam bukunya yang berjudul Arsitektur Bentuk, Ruang dan Tatanan menyatakan bahwa perubahan bentuk terdiri atas 3 bagian, antara lain : 1. Perubahan Dimensi Perubahan dimensi, yaitu suatu bentuk yang dapat diubah dengan mengganti salah satu atau beberapa dimensinya dan tetap mempertahankan identitas sebagai suatu bentuk. 2. Perubahan dengan Pengurangan Suatu bentuk dapat diubah dengan mengurangi sebagian dari volumenya. Tergantung dari banyaknya pengurangan, suatu bentuk mampu mempertahankan identitas aslinya atau diubah menjadi suatu bentuk baru. Pada kasus sebuah rumah tinggal, volume ruang dapat dikurangi dalam upaya merencanakan entrance bangunan. 3. Perubahan dengan Penambahan Suatu bentuk dapat diubah dengan menambah unsur-unsur tertentu kepada volume bendanya. Penambahan unsur-unsur baru nantinya akan menentukan identitas suatu bentuk baru. Suatu bentuk dengan penambahan dihasilkan dengan menghubungkan satu atau beberapa bentuk tambahan lain, namun denga volume yang telah ditetapkan. Saat ini rumah tidak hanya sebagai tempat berlindung, namun juga memiliki beragam fungsi yang disesuaikan dengan tingkat kebutuhan penghuni. Tingkat kebutuhan manusia terhadap hunian dapat dikategorisasikan sebagi berikut (Maslow, 1943) : 43 1. Survival Needs Dalam tingkatan ini, rumah sebagai sarana untuk menunjang keselamatan hidup manusia. Rumah diharapkan dapat menjadi pelindung bagi manusia dari ancaman makhluk hidup lain atau dari gangguan iklim. 2. Safety and Security Needs Dalam tingkatan ini, hunian berfungsi sebagai pelengkap kebutuhan terhadap keselamatan dan keamanan. 3. Affiliation Needs Hunian dalan tingkatan ini berperan sebagai identitas seseorang agar diakui dalam suatu golongan masyarakat. 4. Esteem Needs Kebutuhan dalam tingkatan ini berkaitan dengan aspek psikologis. Hunian berperan sebagai sarana untuk mendapatkan pengakuan atas jati dirinya dalam masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Rumah yang mewah dan bagus dapat memberikan kebanggaan dan kepuasan kepada pemilik rumah. 5. Cognitive and Aesthetic Needs Pada tingkatan ini, hunian tidak saja merupakan sarana peningkatan kebanggaan dan harga diri, tetapi juga agar dapat dinikmati keindahannya secara visual. Ditinjau dari sisi arsitektur, rumah merupakan wadah bagi kegiatan manusia yang dilakukan selama 24 jam, antara lain : (1) beristirahat, (2) makan, (3) berinteraksi sosial, (4) buang air besar/kecil, (5) beribadah dan (6) bekerja/berkarya. 44 Berdasarkan aktivitas tersebut, maka ruang-ruang di dalam rumah dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu : 1. Area Perumahan (Living Area) yang terdiri dari ruang tamu, ruang makan, ruang keluarga dan ruang keluarga/kerja. 2. Area Peristirahatan (Sleeping Area) yang terdiri dari ruang tidar dan kamar mandi. 3. Area Pelayanan (Service Area) yang terdiri dari dapur, ruang penyimpanan (gudang), dan garasi. Dalam penelitian ini, perilaku masyarakat nelayan di lokasi relokasi sangat mempengaruhi teritorialitas. Teritori rumah tinggal masyarakat nelayan berubah setelah direlokasi. Keterbatasan ruang yang disediakan oleh pemerintah, kurangnya tingkat kenyamanan dari rumah tinggal memaksa masyarakat memperluas teritori rumah tinggal. Perluasan teritori rumah tinggal cenderung menggunakan ruang bersama. Akses jalan dimanfaatkan untuk menjemur pakaian, menjemur beras, parkir kendaraan, hingga digunakan sebagai areal bermain anak. 2.5 Model Penelitian Model penelitian merupakan suatu tahapan yang harus dilakukan dalam suatu penelitian. Hal tersebut dikarenakan, model penelitian dapat digunakan sebagai acuan kerja dalam penelitian. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh relokasi perumahan nelayan akibat abrasi dan gelombang pasang pesisir pantai di kecamatan ampenan dan sekarbela. Relokasi perumahan nelayan ini kemudian berdampak terhadap teritorialitas. 45 Kemudian dilanjutkan pada tahapan kajian pustaka yang terkait dengan perilaku manusia yang menyebabkan terbentuknya teritorialitas. Rumusan masalah dalam penelitian ini merupakan acuan dalam penentuan teori yang nantinya digunakan dalam menganalisis data lapangan. Dalam kajian pustaka, diuraikan mengenai persamaan dan perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini terkait dengan judul penelitian, yaitu mengenai teritorialitas. Diagram 2.2 Model Penelitian Penelitian Perumahan Relokasi Nelayan Pesisir PERILAKU TERITORIALITAS NELAYAN DI RELOKASI PERUMAHAN NELAYAN KOTA MATARAM Proses Perluasan Area Teritori Gambaran Teritori Komunal Varian Elemen Penanda Teritori Teori Teritorialitas Invasi Ruang Teritori Primer, Sekunder, Tersier 46 Penandaan Wilayah