Protein Bioaktif dari Bagian Tanaman dan Akar

advertisement
I. PENDAHULUAN UMUM
A. Latar Belakang
Kecenderungan pemakaian bahan alam terutama tumbuh-tumbuhan sebagai
obat-obatan semakin meningkat, karena mahalnya obat sintetik dan berbagai efek
sampingnya yang merugikan. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa
tanaman menghasilkan senyawa aktif yang berkhasiat sebagai obat.
Diantara senyawa aktif yang dihasilkan oleh tanaman diantaranya protein
bioaktif, yang biasanya digunakan sebagai protein pertahanan bagi tanaman
penghasilnya. Protein bioaktif tersebut diekspresikan pada berbagai organ dan
jaringan, misalnya peptida antimikroba Snakin-1 (SN1) dari umbi kentang. Snakin
mempunyai aktivitas anti bakteri dan anti jamur, menyebabkan agregasi pada
bakteri gram negatif dan gram positif (Segura et al. 1999). Protein anti jamur,
misalnya protein PR-5 dari daun labu (Cucurbita sp.) dan protein PR-5d dari daun
serta akar tembakau. Keduanya mempengaruhi permiabilitas membran plasma,
sehingga menyebabkan kebocoran membran dan keluarnya material intraseluler
dari organisme target (Cheong et al. 1997; Koiwa et al. 1997). Protein antivirus
dari akar Bougainvillea spectabilis (BAP 1) menunjukkan aktivitas penghambatan
sintesis protein secara in vitro (Balasaraswati et al. 1998). Protein anti virus
MAP 30 dari biji Momordica charanthia dan GAP 31 dari Gelonium multiflorum.
Kedua protein tersebut menghambat infeksi virus HIV-1 dan perkembangbiakan
virus pada sel yang sudah terinfeksi dengan menghambat HIV-integrase dan
menonaktifkan topologi HIV-LTR (Huang et al. 1999). Protein penginaktivasi
ribosom (ribosom inactivating protein = RIPs), menghambat sintesis protein pada
organisme lain. RIPs bekerja dengan memotong N-glikosida pada Subunit besar
ribosom pada situs spesifik, akibatnya ribosom tidak dapat berinteraksi dengan
faktor elongasi, sehingga menghambat perpanjangan rantai polipeptida (Endo
et al. 1987; Jensen et al. 1999).
Protein bioaktif menarik perhatian para peneliti karena dapat dikembangkan
potensinya sebagai senyawa toksik pada imunotoksin. Protein dikonjugasikan
dengan antibodi untuk mengenali sel target, sehingga tidak menyerang sel lainnya.
Imunotoksin digunakan untuk perlakuan penyakit penting pada manusia seperti
kanker, AIDS dan penyakit degeneratif (Minami et al. 1992; Girbes et al. 1993).
Protein bioaktif yang telah digunakan dalam imunotoksin antara
lain
protein antivirus dari daun dan biji Phytolaca americana (PAP). PAP termasuk
kelompok protein penginaktivasi ribosom, yang dapat menahan serangan virus
pada tanaman maupun manusia seperti virus influenza, herpes simplek, polio dan
HIV-1. PAP dikonjugasikan dengan antibodi TXU (anti CD7) menjadi TXU-PAP
untuk perlakuan sel yang terinfeksi HIV. Konjugat TXU-PAP sangat efektif
dalam menghambat perkembangbiakan HIV-1 in vitro, efisiensi penghambatannya meningkat 400 kali dibanding dengan PAP, selain itu tidak toksik
terhadap sel-T (Anonym, 1998).
Untuk mendapatkan protein dari tanaman dapat diperoleh dengan
mengekstrak langsung tanaman yang berasal dari lapang, atau melalui kultur in
vitro. Keuntungan dari kultur in vitro adalah kultur dalam kondisi aseptik,
lingkungan tumbuh dapat diatur, dan waktu relatif pendek. Kultur in vitro yang
sering dilakukan untuk memproduksi suatu metabolit adalah kultur sel dan kultur
organ. Kendala yang sering terjadi antara lain pada tingkat sel seringkali metabolit
yang diinginkan tidak terbentuk, atau terbentuk tetapi jumlahnya sangat kecil.
Sedangkan untuk menjaga kelangsungan pertumbuhan sel atau jaringan
diperlukan zat pengatur tumbuh (ZPT). Pemberian ZPT pada suatu kultur secara
terus menerus dalam waktu lama dapat mengubah komposisi genetik sel, dan
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kestabilan metabolit yang dihasilkan
(Baiza et al. 1999).
Kultur in vitro yang lebih menjanjikan adalah kultur akar rambut (hairy
root) melalui bantuan Agrobacterium rhizogenes yang mampu mentransfer
sebagian materi genetiknya (T-DNA) ke genom tanaman. Ekspresi T-DNA dari
plasmid Ri (root inducing) mengakibatkan tumbuhya akar adventif dari tempat
infeksi. Keunggulan kultur akar rambut adalah akar dapat tumbuh dan
berkembang tanpa pemberian ZPT, karena terintegrasinya T-DNA dalam genom.
Oleh karenanya dapat menurunkan biaya produksi dan mempunyai kestabilan
genetik tinggi, sehingga pertumbuhan kultur serta metabolit yang diproduksi juga
lebih stabil.
Uji pendahuluan aktivitas protein dilakukan dengan uji kematian larva
udang (brine shrimp lethality test) menggunakan larva Artemia salina mengikuti
metode Meyer (1982). Menurut Hostettmann (1991) metodenya sederhana,
bahannya mudah didapat, relatif murah, perlu waktu singkat, dan mempunyai
korelasi positif dengan pengujian sitotoksisitas pada 3PS (P-388 murine leukemia
in vivo).
Uji selanjutnya menggunakan galur sel kanker in vitro untuk mengetahui
aktivitas protein dalam menghambat proliferasi sel kanker. Uji in vitro
menggunakan kultur sel dapat mengamati secara langsung pengaruh protein
terhadap viabilitas sel (Wilson, 1992). Uji in vitro sering dilakukan sebelum
melangkah ke uji in vivo karena lebih ekonomis dan cepat.
Kanker adalah salah satu penyakit yang mendapat perhatian besar dalam
ilmu kedokteran. Dengan perubahan pola hidup serta tingginya polusi, penderita
kanker semakin meningkat jumlahnya dari tahun ke tahun. Berbagai pengobatan
untuk penanggulangan penyakit kanker telah dilakukan, namun karena mahalnya
biaya pengobatan dan dampak sampingnya yang berat semakin banyak dicari obat
alternatif dari alam antara lain tumbuh-tumbuhan.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bagian tanaman dari tiga spesies
Cucurbitaceae yaitu B. hispida (Thunb.) Cogn, Coccinia grandis (L.) Voigh.dan
T. cucumirena L. var anguina (L.) Haines, dan kultur akar rambut dari bagian
tanaman terpilih yang menghasilkan protein bioaktif dengan rendemen dan
aktivitas tinggi serta dapat menghambat proliferasi galur sel kanker in vitro.
Tujuan Khusus
1. Mendapatkan informasi dari bagian tanaman, yaitu akar, buah dan biji dari
tiga spesies Cucurbitaceae yang menghasilkan protein bioaktif dengan
rendemen dan aktivitas tinggi dan BM 20-40 kDa.
2. Mendapatkan kultur akar rambut dari spesies terpilih yang dapat tumbuh dan
berkembang dengan stabil dalam medium tanpa zat pengatur tumbuh dan
menghasilkan protein bioaktif dengan rendemen dan aktivitas tinggi.
3. Mendapatkan protein bioaktif dari dari bagian tanaman dan kultur akar rambut
terpilih yang dapat menghambat proliferasi galur sel kanker.
C. Hipotesis
1. A. rhizogenes mampu mentrasfer T-DNA ke genom tanaman T. cucumirena L.
var anguina (L.) Haines), sehingga dihasilkan kultur akar rambut yang dapat
tumbuh dan berkembang dalam medium tanpa zat pengatur tumbuh.
2. Terdapat bagian tanaman dan kultur akar rambut yang menghasilkan protein
bioaktif dengan rendemen dan aktivitas tinggi serta mempunyai BM
20-40 kDa.
3. Terdapat fraksi protein bioaktif asal tanaman dari lapang dan akar rambut
yang dapat menghambat proliferasi secara spesifik terhadap galur sel kanker
in vitro.
D. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan :
1. Mendapatkan metode induksi dan pemeliharaan kultur akar rambut untuk
memproduksi protein bioaktif dengan rendemen dan aktivitas tinggi.
2. Mendapatkan informasi tentang bagian tanaman atau kultur akar rambut
yang menghasilkan protein bioaktif yang dapat menghambat proliferasi sel
kanker.
3. Meningkatkan nilai ekonomis dari beberapa spesies Cucurbitaceae dari
kelompok sayuran menjadi fitofarmaka.
E. Perumusan Masalah
Penelitian terdiri dari tiga tahap seperti tersaji dalam diagram alir penelitian
(gambar 1), yaitu :
1. Penapisan protein bioaktif dari bagian tanaman tiga spesies Cucurbitaceae,
bertujuan untuk mendapatkan informasi dari bagian tanaman yang
menghasilkan protein bioaktif dengan rendemen dan aktivitas tinggi
(Penelitian 1).
2. Induksi kultur akar rambut dari spesies terpilih untuk mendapatkan protein
bioaktif, dengan tujuan untuk mendapatkan kultur akar rambut yang dapat
tumbuh dan berkembang dengan stabil dalam medium tanpa ZPT serta
menghasilkan protein dengan rendemen dan aktivitas tinggi (Penelitian 2).
3. Uji aktivitas protein bioaktif dari bagian tanaman dan kultur akar rambut
terhadap proliferasi galur sel kanker in vitro, bertujuan mendapatkan protein
bioaktif dari bagian tanaman atau akar rambut terpilih yang dapat
menghambat proliferasi sel kanker (Penelitian 3).
I. Penapisan protein
bioaktif dari bagian
tanaman pada tiga spesies
Cucurbitaceae
ekstraksi, fraksinasi, uji
aktivitas, karakterisasi
protein
Organ tanaman terpilih
yang menghasilkan
protein bioaktif dengan
rendemen dan aktivitas tinggi
III.Uji aktivitas protein bioaktif
dari bagian tanaman dan kultur
akar rambut terhadap proliferasi
galur sel kanker in vitro.
II.Induksi kultur akar rambut
dari spesies terpilih untuk
mendapatkan protein bioaktif
- Konfirmasi transformasi
- Seleksi klon
Klon akar rambut :
♣ dapat tumbuh dalam
medium tanpa ZPT
♣ menghasilkan protein
dengan rendemen dan
aktivitas tinggi
Uji penghambatan
proliferasi sel in vitro
Protein bioaktif dari bagian
tanaman/kultur akar rambut
terpilih yang menghambat
proliferasi sel kanker
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. DISKRIPSI CUCURBITACEAE
1. Benincasa hispida (Thunb.) Cogn
Benincasa hispida (Thunb.) Cogn di Indonesia disebut bligo merupakan
tanaman tahunan, umumnya berumah satu. Tanaman tumbuh baik pada dataran
rendah, relatif toleran terhadap kekeringan. Batang tebal, menjalar hingga
mencapai panjang beberapa meter. Daun sederhana, panjang tangkai daun
5-20 cm, helaian daun berukuran 10-25 cm x 10-20 cm, dengan 5-7 sudut. Bunga
terletak pada ketiak daun, berwarna kuning, diameter 6-12 cm, panjang tangkai
bunga 5-15 cm pada bunga jantan dan 2-4 cm pada bunga betina, bunga jantan
mempunyai 5 benang sari. Buah besar, berbentuk lonjong, berukuran 20-60 cm x
10-25 cm, berwarna hijau tua, tertutup lapisan kapur, daging buah berwarna putih
dengan ketebalan 2-4 cm. Biji berbentuk pipih lonjong, berwarna kuning
kecoklatan, berukuran 10-15 mm x 5-7 mm x 1-2 mm. Perbanyakan tanaman
melalui biji, untuk perkecambahan biji perlu waktu 1-2 minggu. Berbunga pada
umur 50-80 hari setelah tanamm, penyerbukan memerlukan bantuan serangga.
Pemasakan buah 1-2 bulan setelah penyerbukan, buah muda dapat dipanen
1-2 minggu setelah berbunga, buah tua 100-160 hari setelah tanam (Rifai dan
Reyes, 1994).
2. Coccinia grandis (L.) Voigh
Coccinia grandis (L.) Voigh, di Indonesia dikenal dengan nama papasan
atau kemarongan, merupakan tanaman tahunan. Tempat tumbuh sampai dengan
ketinggian 1500 m, dengan kelembaban tinggi, dan tidak tahan genangan.
Tanaman ini berumah dua, merupakan herba menjalar dapat mencapai panjang
20 m, akar berumbi. Batang muda berwarna hijau, setelah tua berbintik putih dan
berkayu. Daun sederhana, berseling, panjang tangkai daun 1-5 cm, helaian daun
berukuran 3-12 cm x 3-15 cm dengan 3-5 sudut. Bunga jantan diketiak daun,
tunggal atau berpasangan, panjang tangkai bunga 0.7-7 cm, kelopak 5 helai
dengan panjang lebih dari 6 mm, mahkota berwarna kuning kemerahan. Bunga
betina juga diketiak daun, tunggal, panjang tangkai bunga lebih dari 2.5 cm. Bakal
buah silindris, panjang 1.5 cm, tangkai putik panjang 3 mm, kepala putik 3 lobi.
Buah berbentuk lonjong, berukuran 3-7 cm x 1-3.5 cm, buah muda berwarna hijau
dengan garis putih, setelah masak berubah merah, panjang tangkai buah 4 cm. Biji
pipih, umumnya berukuran 6mm x 3mm x 1.5 mm. Tanaman ini merupakan satu-
satunya Cucurbitaceae yang diperbanyak melalui stek. Daun dan buah muda
biasanya dimanfaatkan sebagai sayuran (Boonkerd et al. 1994).
4. Trichosanthes cucumirena L. var anguina (L.) Haines
Trichosanthes cucumirena L. var anguina (L.) Haines, di Indonesia ada yang
menyebutnya paria belut atau paria ular. Tempat tumbuh pada dataran rendah
tropis, tidak tahan kekeringan, perlu kelembaban tinggi, dan tidak tahan genangan.
Tanaman ini merupakan tanaman tahunan, berumah satu, berbatang lunak, dan
tumbuh menjalar. Daunnya sederhana dengan 5-7 lobi, berukuran 7-25cm x
8-20 cm, berambut halus, panjang tangkai daun 2-10 cm. Bunga jantan terdiri dari
5 bunga atau lebih, panjang tangkai bunga 10-30 cm. Buah silindris memanjang,
berukuran 30-180 cm x 2-10 cm, berwarna hijau keputihan saat masih muda dan
berubah kemerahan setelah tua. Biji tebal, berwarna cokelat, panjang 1-1,5 cm.
Berbunga sekitar 5 minggu setelah tanam, bunga jantan muncul lebih dulu, kirakira tiga hari kemudian diikuti bunga betina, penyerbukan dibantu serangga. Buah
muda berwarna hijau, dipanen 12-20 hari setelah berbunga atau setelah mencapai
panjang 30-60 cm, sedangkan buah tua 1-2 bulan kemudian. Perbanyakan
tanaman melalui biji, yang dipanen setelah buah benar-benar masak. Bagian
tanaman yang dimanfaatkan buahnya, digunakan sebagai sayuran (Gildemacher
et al. 1994).
B. PROSES PEMBENTUKAN AKAR RAMBUT
Agrobacterium adalah genus bakteri tanah familia Rhizobiaceae yang
bersifat gram negatif. Spesies Agrobacterium yang bersifat parasit pada tanaman
dan sudah dikenal luas adalah Agrobacterium tumefaciens dan Agrobacterium
rhizogenes. Kedua Agrobacterium tersebut dapat menginfeksi berbagai tanaman
spesies dikotil serta beberapa monokotil. A. tumefaciens menyebabkan timbulnya
tumor, sedangkan A. rhizogenes menyebabkan tumbuhnya akar adventif pada
tanaman yang terinfeksi. Timbulnya tumor maupun akar adventif tersebut akibat
ditransfernya sebagian materi genetik (T-DNA) dari Ti-plasmid A. tumefaciens
atau Ri-plasmid A. rhizogenes ke genom tanaman.
Menurut McClean (1998) pada proses transfer T-DNA terdapat dua tahap
penting yaitu terjadinya kontak antara Agrobacterium dengan sel tanaman dan
proses transfer T-DNA, dimana masing-masing tahap melibatkan sekelompok gen
yang berbeda. Selanjutnya adalah proses integrasi T-DNA didalam kromosom
tanaman.
a) Kontak antara Agrobacterium dengan sel tanaman
Dalam tahap ini diperlukan peranan dari gen-gen kromosom antara lain
dua lokus yang saling berpautan yaitu chvA dan chvB, dimana chvB berfungsi
mensintesis β-1-2glukan dan chvA mensekresikan senyawa tersebut. Mutasi pada
dua lokus tersebut menurunkan kemampuan Agrobacterium untuk kontak dengan
sel tanaman. Gen lainnya adalah pscA (ExoC) berperan dalam sintesis polisakarida
ekstraseluler.
b) Proses transfer DNA ke sel tanaman
Didalam proses transfer melibatkan berbagai gen vir yang terdiri dari virA,
virB, virD dan virG yang berpenanan dalam proses transfer, virC dan virE untuk
meningkatkan efisiensi transfer. Pada sel tanaman terluka mengeluarkan suatu
senyawa fenol dengan BM rendah yaitu asetosiringone (AS) atau hidroksi
asetosiringone (OH-AS). AS akan menginduksi ekspresi gen vir pada
Agrobacterium melalui dua sistem komponen yaitu komponen sensor disandi oleh
gen virA, dan komponen regulator oleh gen virG. VirA merupakan protein
membran dalam, berfungsi sebagai khemoreseptor untuk menangkap AS. Dengan
terdeteksinya senyawa AS oleh reseptor virA, AS ditransduksikan dari sensor
virA ke regulator virG, mengakibatkan terjadinya aktivasi virG. Selanjutnya virG
mengaktivasi ekspresi gen vir lainnya, diikuti terjadinya perubahan pada elemen
T-DNA. Gen virD memproduksi protein virD1 dan virD2 yang berfungsi sebagai
endonuklease untuk memotong kedua border dari T-DNA sehingga dihasilkan
utas T (T-strand), yaitu molekul intermediet yang ditransfer dari Agrobacterium
ke sel tanaman. Gen virC menghasilkan dua polipeptida yang berfungsi
meningkatkan aktivitas virD1 dan virD2 sebagai nuklease pada T-DNA border.
Gen virE memproduksi protein virE2 yang berperan dalam memproses utas T
menjadi DNA utas tunggal dan berikatan dengan T-DNA utas tunggal tersebut
membentuk ”ssDNA binding protein”. Selain virE2 protein lainnya yang
berikatan dengan DNA utas tunggal adalah protein virD2 yang berikatan pada
ujung 5', kedua protein tersebut berfungsi melindungi utas T dari degradasi
nuklease. Fungsi virD2 lainnya adalah sebagai helikase yang menjaga agar utas T
tidak menggulung sehingga tetap dalam posisinya, dan sebagai pilot yang
memandu transfer utas T dari Agrobacterium ke sel tanaman. Protein produk dari
gen virB diduga berfungsi mengarahkan transfer T-DNA melalui membran
Agrobacterium. Selanjutnya transfer T-DNA dari Agrobacterium ke sel tanaman
dipandu oleh protein virD2.
c) Integrasi T-DNA ke genom tanaman
Tahap ini diawali dengan interaksi antara protein virD2 yang terdapat pada
ujung 5’ dari T -DNA dengan titik potong (nick) pada DNA tanaman. DNA utas
tunggal menempel pada suatu utas DNA tanaman dan terjadi pemilinan pada
DNA tanaman yang menghasilkan titik potong kedua. Masing-masing utas dari
T-DNA berligasi dengan DNA tanaman dan menghasilkan utas homolog.
Penyusunan kembali dan replikasi dari titik potong yang berturutan pada DNA
tanaman menghasilkan duplikasi dan perubahan susunan pada DNA target.
A. rhizogenes mentransfer T-DNA dari Ri (root inducing) plasmid ke sel
tanaman yang diinfeksinya. Didalam Ri plasmid terdapat gen yang berfungsi
mendorong pertumbuhan akar adventif. Ri plasmid. membawa satu atau beberapa
T-DNA, dan dapat mentransfernya satu persatu atau beberapa T-DNA sekaligus.
Ri plasmid selain membawa gen yang mendorong pertumbuhan akar adventif,
juga membawa gen penyandi enzim yang memproduksi dan mensekresikan opin.
Senyawa opin merupakan substrat pertumbuhan bagi Agrobacterium. Berdasarkan
jenis opin yang diproduksi, antara lain terdapat A. rhizogenes strain mannopin dan
A. rhizogenes strain agropin. A. rhizogenes strain manopin hanya mempunyai satu
T-DNA. Sedangkan strain agropin mempunyai dua T-DNA yaitu TL-DNA dan
TR-DNA. Salah satu dari T-DNA yaitu TR-DNA mempunyai homologi dengan
T-DNA A. tumefaciens, yaitu gen iaaM dan iaaH yang meregulasi biosintesis
auksin, dan gen penyandi sintase yaitu gen ags yang menyandi agropin.
Sedangkan TL-DNA mempunyai beberapa homologi dengan T-DNA dari strain
manopin. Pada kondisi tertentu TL-DNA tanpa TR-DNA dapat menginduksi
pembentukan akar rambut, tetapi pada kondisi lainnya memerlukan TR-DNA,
diduga meningkatnya biosintesis auksin endogen memacu kerja gen TL-DNA
(Nilsson dan Olsson, 1997).
Analisis sekuens terhadap TL-DNA mengindikasikan adanya 18 open
reading frame (ORF), tetapi dari 18 ORF tersebut hanya 4 lokus yang berpengaruh
terhadap morfologi akar rambut yang dihasilkan. Lokus tersebut adalah root locus
A-D (rolA-D), yaitu rolA (ORF 10), rolB (ORF11), rolC (ORF12) dan rolD
(ORF15). Akar yang diinduksi oleh oleh T-DNA mutant rolA mempunyai
fenotipe lurus. Mutan rolB menyebabkan A. rhizogenes tidak virulen,
menunjukkan begitu pentingnya lokus rolB pada induksi akar. Mutant rolC terjadi
penghambatan pertumbuhan akar, sedangkan mutant rolD meningkatkan
pembentukan kalus sehingga menghambat pertumbuhan akar (Oono et al. 1993).
Pada pembentukan akar rambut yang paling berpengaruh adalah gen rolA
dan gen rolB, dimana gen rolA diduga berpengaruh terhadap
rasio
sitokinin/auksin. Sedangkan gen rolB bekerja melalui dua mekanisme, yaitu :
1) meningkatkan pool auksin aktif bebas dengan memediasi terjadinya hidrolisis
IAA konjugat yang tidak aktif, 2) meningkatkan sensitivitas sel terhadap IAA.
(Nilsson dan Olsson, 1997). Selain itu gen rolB diduga mendorong pembentukan
meristem. Gen rolA maupun rolB secara tunggal mampu menginduksi
pertumbuhan akar rambut, sedangkan gen rol C memerlukan promoter yang kuat
(35S promoter). Tetapi bila semua gen rol berada bersama-sama akan bekerja
secara sinergis dan cenderung mempunyai efek lebih kuat dibanding dalam
keadaan tunggal (Nilsson dan Olsson, 1997).
Meskipun produksi akar rambut akibat infeksi A. rhizogenes merupakan
hasil proses transfer gen seperti pada tumor akibat infeksi A. tumefaciens, tetapi
proses yang terjadi pasca infeksi sangat berbeda. Selain itu sejumlah gen yang
terlibat juga berbeda, dalam hal ini ekspresi gen rol terutama gen rolB sangat
penting untuk terjadinya akar rambut. Sedangkan ORF lainnya seperti gen iaaM
dan iaaH hanya merupakan faktor pelengkap yang diperlukan untuk terbentuknya
akar rambut. Perbedaan lainnya antara crown gall dan akar rambut adalah crown
gall terdiri dari sel yang tidak terdeferensiasi, tumbuh dengan cepat membentuk
tumor yang terdiri dari sel-sel tertransformasi dan sel-sel non-transformasi.
Karena pada crown gall seringkali terjadi difusi auksin dan sitokinin yang
disintesis oleh sel tertransformasi ke sel sekitar yang tidak tertransformasi.
Sebaliknya
akar
rambut
terdiri
dari
sel-sel
yang
terdeferensiasi
dan
tertransformasi, karena akar rambut berasal dari sel tunggal yang tertransformasi
(Nilsson dan Olsson, 1997).
Pola ekspresi gen rol menunjukkan sel target pada proses infeksi dan hampir
semua gen rol mempunyai persamaan pola ekspresi yaitu pada jaringan tertentu
(tissue specific expression) terutama meristem akar dan floem. Kecuali gen rolD
ekspresinya diregulasi oleh perkembangan tanaman (developmentally regulated
expression), terjadi pada fase elongasi/ekspansi dan pemasakan jaringan.
Promoter rolB terekspresi pada parenkhim floem dan sel ray, demikian pula
promoter rol C diekspresikan pada sel floem (Nilsson et al. 1997).
Altamura et al. (1991) melaporkan ada korelasi tinggi antara ekspresi gen
rol dan inisiasi akar, yang ditunjukkan dengan diekspresikannya promoter rolB
dan rolC pada sel-sel pericycle sebelum dan selama inisiasi serta pertumbuhan
akar adventif. Menurut Maurel et al. (1994), promoter rolB diaktivasi oleh auksin,
sedangkan aktivitas rolC dimodulasi oleh sukrosa. Kandungan sukrosa paling
tinggi terdapat didalam floem dimana sukrosa ditransportasikan. Sedangkan
konsentrasi IAA maksimal terdapat didalam pembuluh kambium, tetapi sejumlah
IAA juga ditransportasikan melalui floem. Pengaturan promoter rolB dan rolC
oleh sukrosa dan auksin menunjukkan pentingnya peranan kedua senyawa
tersebut selama inisiasi akar, keduanya merupakan komponen yang diperlukan
dalam induksi akar adventif. Oleh karena itu sel-sel dengan kandungan sukrosa
dan auksin tinggi kompeten sebagai asal meristem akar dan merupakan sel target
yang ideal untuk infeksi A. rhizogenes, sel-sel tersebut adalah sel ray dan sel
floem.
C. BIOSINTESIS PROTEIN PADA TANAMAN
Biosintesis protein pada tanaman bersifat khas berbeda dengan organisme lain,
karena tanaman mampu mensintesis asam amino yang diperlukan untuk
pembentukan protein (Salysbury dan Ross, 1991).
1. Pembentukan Asam Amino
Pembentukan asam amino pada tanaman memerlukan dua unsur penting
yaitu karbon dan nitrogen, serta sulfur untuk asam amino tertentu. Berdasarkan
cara mendapatkan sumber nitrogen Salysbury dan Ross (1991) membagi tanaman
menjadi tiga kelompok: a) melalui fiksasi N2, b) menggunakan NO3 sebagai
sumber nitrogen, c) menggunakan NH4 sebagai sumber nitrogen.
Pada proses fiksasi nitrogen terjadi reduksi N2 oleh mikroorganisme
prokariot membentuk NH3. Proses tersebut merupakan kerjasama secara simbiotik
antara mikroorganisme dan sel akar, ditandai dengan terbentuknya nodul akar.
Tanaman inang mensuplai
karbohidrat hasil fotosintesis dari daun, ditrans-
lokasikan melalui floem ke nodul akar dalam bentuk sukrosa. Kemudian sukrosa
dioksidasi oleh bakteroid pada nodul akar, hasilnya untuk mereduksi NAD+
menjadi NADH atau NADP+ menjadi NADPH. Selain karbohidrat pada tanaman
lain terjadi oksidasi piruvat yang mereduksi protein flavodoksin. Selanjutnya
flavodoksin, NADH atau NADPH mereduksi feredoksin atau protein lain mirip
feredoksin yang sangat efektif dalam mereduksi N2 menjadi NH3. Reaksi fiksasi
nitrogen yang mereduksi N2 menjadi NH3 sebagai berikut:
N2 + 16 ATP + 8e + 8 H ◊ 2NH3 + H2 + 16ADP + 16Pi
Tanaman yang menggunakan NO3 sebagai sumber nitrogen mereduksi NO3,
sebagian besar terjadi di akar atau daun di tempat nitrat reduktase paling aktif.
Proses reduksi nitrat terdiri dari 2 reaksi, masing-masing dikatalisir oleh ensim
yang berlainan. Reaksi pertama reduksi nitrat ke nitrit dikatalisir ensim nitrat
reduktase, terjadi di sitosol diluar organel sebagai berikut :
NO3 - + NAD(P)H + H+ + 2e ◊
NO2 - + NAD(P) + H2O
Selanjutnya nitrit dari sitoplasma ditransportasikan ke kloroplas daun atau ke
proplastid akar. Reaksi berikutnya adalah reduksi NO2- menjadi NH4+ dikatalisir
oleh ensim nitrit reduktase sebagai berikut :
NO2 - + 6Fdred + 8H+ + 6e
◊
NH4+ + 6 Fdox + 2H2O
Tanaman yang menggunakan NH4 sebagai sumber nitrogen utama,
mengabsorbsi nitrogen dalam bentuk NH4. Tanaman ini biasanya hidup didaerah
dengan kondisi pH tanah rendah, sehingga menghambat proses nitrifikasi.
Selain proses reduksi nitrogen pembentukan asam amino tertentu
melibatkan asimilasi sulfur. Pada tanaman sumber sulfur umumnya dalam bentuk
oksidasi atau sulfat, sehingga terjadi proses reduksi membentuk S
=
sebagai
berikut :
SO4= + ATP + 8e- +8 H+ ◊ S = + 4H2O + AMP + PPi
Sulfur merupakan unsur penting dalam pembentukan asam amino sistein dan
metionin (Crawford et al. 2000).
Rangka karbon pada asam amino diperoleh dari berbagai asam organik
produk berbagai proses reaksi antara lain siklus Calvin, glikolisis, dan siklus asam
sitrat (Coruzzi dan Last., 2000). Asam organik tersebut antara lain :
a. á-ketoglutarat,
menyumbangkan rangka karbon untuk asam amino
glutamat, glutamin, histidin, prolin dan arginin.
b. Oksaloasetat, menyumbangkan rangka karbon untuk asam amino aspartat,
asparagin, treonin, isoleusin, metionin dan lisin.
c. 3-fosfogliserat, sebagai sumber rangka karbon dari serin, glisin, sistein.
d. Fosfoenol piruvat, merupakan sumber rangka karbon dari triptofan, tirosin
dan fenilalanin.
e. Piruvat , merupakan sumber rangka karbon dari alanin, leusin dan valin.
Pembentukan asam amino melalui berbagai proses antara lain proses reduksi
aminasi yang terjadi pada pembentukan glutamat dari á-ketoglutarat yang
dikatalisir oleh ensim glutamat dehidrogenase. Selanjutnya pembentukan glutamin
yang dikatalisir ensim glutamin sintetase, kemudian glutamin mentransfer gugus
amidanya ke asam aspartat membentuk asparagin, dikatalisir ensim asparagin
sintetase. Pembentukan asam amino lainnya melalui berbagai reaksi transaminasi
dua arah. Reaksi transaminasi ini melibatkan perpindahan dua arah gugus
α-amino dari suatu asam amino ke gugus α-keto dari asam α-keto, diikuti dengan
terbentuknya asam amino baru dan asam α-keto baru (Coruzzi dan Last, 2000).
2. Sintesis Protein
Protein merupakan hasil ekspresi gen yang terbentuk melalui proses
transkripsi, prosesing dan translasi. Pada proses transkripsi DNA dihasilkan
pre-mRNA, selanjutnya pre-mRNA mengalami prosesing menjadi mRNA,
kemudian mRNA ditranslasi atau diterjemahkan menjadi protein (Sugiura dan
Takeda, 2000).
a. Perangkat sintesis protein
Menurut Spremulli (2000) berbagai makromolekul yang berperanan dalam
proses translasi, antara lain :
- Messenger RNA (mRNA)
Messenger RNA (mRNA) berperanan sebagai pola cetakan suatu rangkaian
asam amino, dimana pola tersebut ditetapkan dalam rangkaian kodon pada
mRNA. Kodon adalah rangkaian tiga basa yang berdampingan, yang
berdasarkan sandi genetik mampu menyandi satu asam amino.
- Transfer RNA (tRNA)
Transfer RNA (tRNA) berperanan sebagai penterjemah runtunan kodon mRNA
menjadi runtunan asam amino, dibantu seperangkat ensim. Antikodon tRNA
mengenali kodon mRNA melalui pasangan basa, masing-masing basa dari
kodon membentuk pasangan dengan basa yang komplementer dari antikodon.
- Ribosom
Merupakan organel tempat sintesis protein berlangsung, mempunyai struktur
spesifik dan komplek. Pada sel eukariot ribosom terletak dalam sitoplasma,
mempunyai koefisien sedimentasi 80S yang terbagi menjadi dua yaitu Subunit
besar (60S) dan Subunit kecil (40S). Subunit kecil terdiri dari molekul RNA
tunggal 18S, sedangkan Subunit besar mempunyai tiga molekul RNA (28S, 7S,
dan 5S). Pada ribosom terdapat satu situs untuk mRNA, dua situs untuk tRNA
(situs A dan situs P), dan satu situs untuk ensim peptidil transferase yaitu situs.
Situs mRNA terdapat pada subunit kecil, sedangkan dua situs tRNA sebagian
besar terletak pada subunit besar dan sebagian lagi pada subunit kecil, situs
peptidil transferase pada subunit besar. Pada tanaman selain ribosom pada
sitoplasma juga terdapat ribosom lain pada organel yaitu pada mitokondria dan
kloroplas. Ribosom organel berfungsi mensintesis protein yang diperlukan oleh
organel tersebut .
b. Mekanisme sintesis protein
Mekanisme
sintesis
protein
disebut
translasi,
karena
merupakan
penterjemahan dari pasangan empat macam basa asam nukleat kedalam 20 macam
asam amino. Menurut Watson et al. (1998) mekanisme sintesis protein meliputi
berbagai tahap sebagai berikut :
- Pembentukan aminoasil-tRNA
Pada proses ini terjadi perpautan antara asam amino dengan tRNA membentuk
aminoasil-tRNA,
dikatalisir
aminoasil-tRNA
sintetase,
yang
disebut
"activating enzyme". Perpautan ini berfungsi mengaktivasi gugus karboksil
untuk membentuk suatu peptida. dan sebagai molekul adaptor karena asam
amino tidak dapat mengenali langsung kodon pada mRNA. Satu aminoasiltRNA sintetase mengkatalisir satu asam amino, karena setiap ensim berbeda
ukuran, struktur subunit, maupun komposisi asam aminonya. Molekul tRNA
penerima suatu asam amino mempunyai sekuensi basa spesifik untuk asam
amino tersebut, sehingga dengan cepat dapat bergabung dengan sintetase yang
sesuai.
- Inisiasi
Pada proses ini terjadi ikatan antara inisiator tRNA dengan tanda awal (start
signal) dari mRNA. Inisiator tRNA menempati situs P (peptidil) pada ribosom.
Proses inisiasi terdiri dari tiga tahap :
- penempelan subunit kecil ribosom pada tRNA inisiator
- penempelan mRNA pada kompleks subunit kecil ribosom dan tRNA
inisiator
- pembentukan kompleks subunit besar ribosom, subunit kecil ribosom, tRNA
dan mRNA yang siap membaca kodon-kodon mRNA.
Proses inisiasi dibantu dua molekul protein yang disebut eIF2 dan eIF3 (eIF =
eucaryotic initiation factor). Didalam sitoplasma kedua faktor inisiasi
menempel pada subunit kecil ribosom. Fungsi eIF2 mendorong penempelan
aminoasil-tRNA inisiator dan mRNA pada subunit kecil ribosom. Sedangkan
eIF3 berfungsi memisahkan subunit kecil ribosom dari subunit besar setelah
ribosom selesai melakukan translasi.
- Elongasi
Perpanjangan
rantai
polipeptida
melibatkan
sejumlah
protein
faktor
perpanjangan EF (elongation factor), enzim peptidil tranferase serta GTP.
Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu pengikatan aminoasil-tRNA (pengenalan
kodon), pembentukan ikatan peptida, dan translokasi.
- Terminasi
Merupakan akhir proses translasi yang terjadi bila tanda berhenti (stop signal)
pada mRNA dibaca oleh protein faktor pembebas, dan terjadi pelepasan rantai
polipeptida dari ribosom.
Didalam setiap tahapan proses sintesis protein terjadi interaksi antara
berbagai perangkat (makromolekul) yang berperanan dalam proses sintesis
protein. Interaksi tersebut terjadi dalam semua tahapan sintesis protein yaitu
didalam proses inisiasi, elongasi dan terminasi (Spremulli, 2000).
Proses inisiasi diawali dengan penempelan eIF2, GTP dan aminoasil-tRNA
inisiator pada subunit kecil ribosom. Sedangkan eIF3 sudah lebih dulu menempel
pada subunit kecil ribosom pada saat pemisahan kedua subunit ribosom setelah
selesai proses translasi periode sebelumnya. Dengan adanya penempelan faktor
inisiasi ini terjadi interaksi antara subunit kecil ribosom dengan mRNA, dimana
subunit kecil ribosom akan menempel pada ujung 5' dan kemudian bergerak
sepanjang mRNA untuk mencari kodon awal AUG. Pada proses inisiasi terjadi
hidrolisis ATP menjadi ADP dan P yang diperlukan untuk mencari kodon awal.
Setelah subunit kecil menyelesaikan inisiasi, subunit besar ribosom bergabung,
dan GTP yang menempel pada eIF2 dihidrolisis menjadi GDP dan P. Kemudian.
eIF2 dan eIF3 terlepas dari ribosom, dan ribosom siap memulai proses
perpanjangan polipeptida. Pada akhir proses inisiasi subunit besar ribosom bersatu
dengan subunit kecil ribosom dan berasosiasi dengan aminoasil-tRNA inisiator
serta mRNA.
Proses elongasi dimulai dengan masuknya aminoasil-tRNA kedua ke situs
A. Pada prokariot masuknya aminoasil-tRNA dibantu oleh faktor elongasi EF-Tu
serta GTP yang membentuk kompleks EF-Tu-GTP-aminoasil-tRNA. Setelah
terjadi hidrolisis GTP menjadi GDP dan P, maka EF-Tu-GDP terlepas dari
aminoasil-tRNA. Protein faktor elongasi lainnya EF-Ts mengembalikan EF-TuGDP menjadi EF-Tu-GTP untuk berperan kembali dalam siklus berikutnya.
Sedangkan pada eukariot hanya ada satu protein faktor elongasi yaitu EF1 yang
mempunyai peran kombinasi EF-Tu dan EF-Ts.Tahap berikutnya adalah
pembentukan ikatan peptida. Bila antikodon pada aminoasil tRNA sesuai dengan
kodon mRNA pada situs A, maka ensim peptidil transferase akan melepaskan
asam amino dari tRNA pada situs P dan menggabungkannya dengan asam amino
yang terdapat pada aminoasil-tRNA pada situs A. Pada aminoasil-tRNA asam
amino berikatan dengan tRNA melalui gugus karboksilnya (-COO-) sedangkan
gugus aminonya (-NH) dalam keadaan bebas. Peptidil tranferase akan melepaskan
ikatan -COO- dari ujung 3' tRNA dari aminoasil
-tRNA pada situs P dan
merangkaikannya pada gugus amino pada situs A membentuk ikatan peptida,
sehingga terbentuk dipeptidil pada situs A. Reaksi tersebut disebut reaksi
transpeptidasi. Transpeptidasi berikutnya tidak akan berlangsung selama peptidiltRNA masih berada pada situs A, maka untuk reaksi transpeptidasi berikutnya
terjadi perpindahan tempat atau translokasi. Pada proses translokasi ini terjadi tiga
pergerakan, yaitu : tRNA yang tidak bermuatan meninggalkan situs P, peptidiltRNA berpindah dari situs A ke situs P, dan mRNA bergeser sejauh tiga
nukleotida. Dengan demikian kodon berikutnya menduduki posisi yang dapat
dibaca oleh aminoasil-tRNA baru. Translokasi memerlukan faktor elongasi kedua,
yaitu EF2 (translokase). GTP yang terikat oleh EF2 dihidrolisa pada saat
translokasi. Hidrolisis GTP menyebabkan EF2 dikeluarkan dari ribosom,
karenanya GTP juga berfungsi sebagai katalitik. Setelah translokasi, situs A
menjadi kosong, dan segera mengikat aminoasil-tRNA baru untuk memulai
elongasi berikutnya
Terminasi terjadi bila ribosom menemukan salah satu kodon akhir UAA,
UAG atau UGA. Pada kondisi tersebut tidak ada aminoasil-tRNA yang dapat
menempel pada situs A,
karena tidak ada tRNA dengan antikodon yang
komplementer dengan tanda stop (stop signal). Tetapi tanda stop ini dikenali oleh
protein faktor pembebas (RF = release factor). Kemudian RF berikatan dengan
kodon akhir pada situs A, mengubah aktivitas peptidil transferase. Ensim tersebut
tidak mereaksikan polipeptida dengan aminoasil-tRNA melainkan dengan H2O,
akibatnya terjadi proses hidrolisis. Peptidil tRNA pada situs P dan rantai
polipeptida terlepas dari tRNA, selanjutnya GTP terhidrolisis menjadi GDP dan P,
disosiasi antara ribosom, tRNA dan mRNA, dan terurainya ribosom menjadi
Subunit besar dan Subunit kecil.
D. PROTEIN BIOAKTIF
Protein bioaktif adalah protein yang mempunyai aktivitas biologis diluar
aktivitas dari fungsi protein tersebut. Protein bioaktif yang sudah dikenal luas
antara lain protein anti-jamur, protein anti-bakteri, protein anti-virus, dan protein
penginaktivasi ribosom. Protein bioaktif pada tanaman penghasilnya diduga
sebagai senyawa yang berfungsi dalam sistem pertahanan.
Protein anti jamur protein PR-5 dari daun labu ditemukan Cheong et al.
(1997) dan protein PR-5d dari tembakau oleh Koiwa et al. (1997). Kedua protein
ini mempunyai mekanisme kerja dengan meningkatkan permiabilitas plasma
membran, sehingga menyebabkan kebocoran membran dan keluarnya material
intraseluler pada jamur.
Protein antivirus dari akar Bougainvillea spectabilis (BAP 1) menunjukkan
aktivitas penghambatan sintesis protein secara in vitro. (Balasaraswati et al. 1998)
Protein anti virus MAP 30 dari biji Momordica charanthia dan GAP 31 dari
Gelonium multiflorum. Kedua protein tersebut mampu menghambat infeksi virus
HIV-1 dan menghambat replikasi virus pada sel yang sudah terinfeksi, dengan
menghambat HIV-integrase dan menginaktivasi topologi HIV-LTR (Huang et al.
1999).
Segura et al. (1999) menemukan peptida antimikroba Snakin-1 (SN1) dari
umbi kentang. Protein ini menunjukkan aktivitasnya pada konsentrasi kurang dari
10 µM terhadap bakteri dan jamur patogen pada kentang dan spesies tanaman
lainnya. Snakin-1 diketahui menyebabkan agregasi bakteri gram negatif maupun
gram positif.
Protein yang menonaktifkan ribosom, menghambat sintesis protein pada
organisme lain, dikenal sebagai ribosom inactivating protein (RIPs). Protein ini
merupakan toksin tanaman dengan aktivitas N-glikosidase yang memotong
N-glikosida pada Sub unit besar ribosom mamalia, jamur, dan bakteri. RIPs
memotong N-glikosida rRNA pada situs spesifik, yaitu pada A4324 dari 28S rRNA
liver tikus, A3024 pada 26S rRNA yeast dan A2660 dari 23S rRNA E. coli. Dengan
terjadinya pemotongan N-glikosida pada Sub unit besar, ribosom tidak dapat
berinteraksi dengan faktor elongation 2 (EF2) pada eukariot atau EFG pada
prokariot sehingga menghambat elongasi rantai polipeptida (Girbes et al. 1993;
Jensen et al. 1999).
RIPs dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu
a) Tipe 1, merupakan rantai polipeptida dengan aktivitas ensim yang unik. RIPs
tipe 1 relatif banyak, lebih dari 30 jenis telah berhasil diisolasi.
b) Tipe 2, terdiri dari satu atau dua dimer dari dua rantai polipeptida yang
berlainan yang digabungkan dengan jembatan disulfida. Salah satu rantai
polipeptida bersifat ensimatik (rantai A), sedangkan rantai lainnya adalah lektin
(rantai B) yang dapat berikatan dengan gula membran, terutama residu
galaktosa.
RIPs tipe 2 bekerja dengan mengikatkan toksin dari rantai B ke reseptor
pada permukaan sel, kemudian rantai A masuk ke sitoplasma dan menonaktifkan
sub unit besar ribosom 60 S. RIPs tipe 2 sangat jarang baru 5 jenis yang berhasil
dideteksi dan diisolasi.
RIPs tipe 1 mempunyai banyak kemiripan struktur, termasuk berat molekul
(26-32 kD), dan sebagian besar merupakan glikoprotein. Umumnya cukup stabil
terhadap degradasi denaturan maupun proteolitik (Jensen et al. 1999).
Pada umumnya protein bioaktif disintesa dalam bentuk tidak aktif,
selanjutnya ditransport ketempat dimana protein tersebut disimpan, dan pada
tempat protein tersebut disimpan mengalami proses pengaktifan. Kloning cDNA
pada ricin menunjukkan bahwa molekul disintesa dalam bentuk prepro sebagai
polipeptida tunggal, kemudian 12 asam amino yang menghubungkan antara dua
rantai dipotong untuk menghasilkan protein aktif. Hal serupa dijumpai pada toksin
diphteria dimana disintesa sebagai polipeptida tunggal, kemudian mengalami
proses proteolitik membentuk dua rantai. Endopeptidase yang dapat memotong
sekuen intervening 12 asam amino pada preporicin telah diisolasi dari protein
pada biji jarak (Ricinus communis L), dimana toksin disimpan. Proricin tanpa
sekuen signal, tetapi dengan sekuen intervening dapat mengikat galaktosa, bentuk
ini bersifat inaktif dalam uji rantai ensim. Oleh karena itu sel jarak diduga
memproteksi perangkat sintesis proteinnya dari pengaruh inaktivasi oleh ricin
dengan mengekspresikan molekul ricin yang tidak aktif (proricin), kemudian
menjadi aktif (ricin) setelah diekspor ke biji (Jensen et al. 1999).
Park et al. (2003) mengisolasi dan mengkarakterisasi RIPs tipe I dari akar
rambut Phytolaca americana yang disebut PAP-H. Protein tersebut disekresikan
secara konstitutif kedalam medium sebagai eksudat akar. Selain mempunyai
aktivitas menghambat sintesis protein dengan menonaktifkan ribosom PAP-H
juga mempunyai aktivitas anti-jamur.
E. UJI KEMATIAN LARVA UDANG
Dasar pertimbangan dari metode ini adalah senyawa bioaktif bersifat toksik
pada dosis tinggi, sehingga kematian in vivo dari hewan sederhana Artemia salina
Leach dapat digunakan untuk memonitor dengan mudah dan cepat dalam skrining
ekstrak bioaktif tanaman. Selain metodenya cukup sederhana, bahannya mudah
didapat, relatif murah dan perlu waktu singkat. Menurut Hostettmann (1991)
metode ini mempunyai korelasi positif dengan pengujian sitotoksisitas pada 3PS
(P-388 murine leukemia in vivo). Telur A. salina Leach (larva udang) tersedia dan
dijual dengan harga murah dan tahan disimpan beberapa tahun dalam kondisi
kering. Untuk menetaskannya sangat mudah dengan menaruh telur dalam medium
air laut buatan, dalam waktu 24 jam akan diperoleh larva (nauplii ) dalam jumlah
banyak.
Larva A. salina Leach tidak mempunyai alat untuk mempertahankan diri
dari serangan musuh, satu-satunya cara untuk menghindar dari musuh adalah
dengan hidup diperairan kadar garam tinggi, dalam kondisi ini jarang organisme
yang dapat bertahan hidup. Pada habitatnya A. salina memakan sisa-sisa jasad
hidup yang sudah menghancur, ganggang, bakteri dan cendawan.
A. salina Leach berkembangbiak dengan dua cara yaitu ovipar melalui telur
dan ovovivipar langsung melalui larva. Perkembangbiakan ovovivipar terjadi bila
lingkungan cukup baik, kadar garam tidak terlalu tinggi dan oksigen cukup. Tetapi
bila lingkungan buruk seperti meningkatnya kadar garam dan menurunnya
oksigen maka larva akan
berkembangbiak secara ovipar melalui telur yang
bercangkang tebal disebut cyste. Dan bila lingkungan membaik telur akan
menetas dalam waktu 24 – 36 jam (Meyer, 1982).
A. salina Leach atau brine shrimp adalah jenis udang-udangan primitif,
dengan sistematika sebagai berikut :
filum
: Arthropoda
subfilum
: Mandibulata
kelas
: Crustaceae
subkelas
: Branchiopoda
ordo
: Anostraca
famili
: Artemiidae
genus
: Artemia
spesies
: Artemia salina Leach
Uji kematian larva udang (brine shrimp lethality test = BSLT) telah
digunakan secara luas dalam berbagai pengujian antara lain untuk menguji residu
pestisida, mikotoksin, anastesi, senyawa golongan morfin, dan toksisitas limbah
Gambar 2. Larva Artemia salina Leach
minyak (Hostettman, 1991). Oberlies et al. (1998) menggunakan uji BSL pada
skrining sitotoksisitas buah muda alpokat Persea americana. Hasil penelitiannya
menunjukkan buah muda yang diekstraksi dengan ethanol 95% pada uji BSL
memperoleh LC50 pada konsentrasi 31 µg/ml. Jaki et al. (1999) menguji 86
ekstrak lipofilik dan hidrofilik dari 43 sampel cyanobacteria untuk penapisan
bioaktivitasnya dengan uji BSL. Hasil penelitiannya menunjukkan 8,1% dari
≥ 60% A. salina Leach pada konsentrasi
ekstrak mengakibatkan kematian
500 ppm. Lieberman (1999) memantau toksisitas limbah kimia rumah tangga
dengan uji BSL menggunakan Artemia franciscana.
F. UJI MENGGUNAKAN GALUR SEL KANKER IN VITRO
Pada pertumbuhan normal terjadi pengaturan laju proliferasi sel dari suatu
organ, meningkat atau menurunnya proliferasi sel setara dengan laju kerusakan sel
sehingga ukuran organ tetap terjaga. Sebaliknya sel kanker tidak mengikuti aturan
tersebut, tetapi terjadi proliferasi yang tidak terkendali, sehingga terbentuk tumor
(Hood et al. 1997).
Tumor yang disebabkan oleh proliferasi sel disebut neoplasma
atau
pertumbuhan baru. Berdasarkan kemampuan menyebar neoplasma dibedakan
antara neoplasma maligna dan neoplasma benigna. Neoplasma maligna atau
kanker adalah neoplasma yang menyerang jaringan sekelilingnya, kemudian
menyebar keseluruh tubuh (metastasis). Neoplasma yang membentuk tumor yang
tidak menyebar disebut neoplasma benigna. Berdasarkan asalnya antara lain
terdapat dua jenis tumor yaitu
tumor yang berasal dari sel epitel disebut
karsinoma, sedangkan yang berasal dari sel stroma atau mesenkhim disebut
sarkoma (Van de Velde et al. 1999).
Pengobatan penyakit kanker umumnya dilakukan melalui biopsi, radioterapi
dan khemoterapi yang memerlukan biaya sangat mahal. Oleh karena itu berbagai
penelitian dilakukan untuk mencari obat alternatif yang berasal dari alam antara
lain tumbuh-tumbuhan. Indonesia sebagai negara dengan kekayaan flora terbesar
kedua di dunia kaya akan berbagai tanaman berkhasiat obat, termasuk obat anti
kanker (Maat, 2000).
Untuk mengidentifikasi senyawa anti kanker dilakukan evaluasi praklinik
yang ekstensif
dari berbagai senyawa untuk mendeteksi aktivitas neoplastik.
Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian in vivo menggunakan hewan model,
dan pengujian in vitro menggunakan kultur sel. Pada kultur sel dapat diamati
secara langsung
sitotoksisitas suatu senyawa terhadap viabilitas sel (Wilson,
1992).
Berdasarkan asalnya Freshney (1992) membagi kultur sel menjadi beberapa
jenis, yaitu : 1) Sel primer adalah kultur sel yang belum disubkultur, berasal dari
jaringan yang diisolasi dan dikulturkan. Sel ini dapat mewakili atau mempunyai
kemiripan dengan jaringan asal, tetapi pemeliharaannya sulit.. 2) Finite Cell Line,
kultur sel yang mempunyai masa hidup terbatas, umumnya merupakan kultur
jaringan sel normal atau sel-sel yang tidak berubah selama masa pengkulturan. Sel
masih mempunyai kemiripan atau dapat mewakili jaringan asal, pemeliharaannya
sulit dan waktu penggandaan sel 24-96 jam 3) Continuous cell line, adalah galur
sel yang mempunyai masa hidup tidak terbatas (immortal), bisa berasal dari tumor
atau sel yang mengalami perubahan selama pengkulturan. Umumnya sel kurang
terdeferensiasi, pemeliharaannya mudah, dan memerlukan waktu penggandaan
12-24 jam.
Griffiths (1992) membedakan kultur sel berdasarkan sifat pertumbuhannya,
sebagai berikut : a) sel suspensi adalah sel yang tumbuh membentuk suspensi
dalam medium kultur, dapat hidup dan berkembang tanpa menempel pada cawan
kultur. Sel yang berasal dari darah, limpa atau sumsum tulang, khususnya sel yang
belum dewasa cenderung tumbuh dalam bentuk suspensi. Sel suspensi berbentuk
seperti bola-bola kecil, dan mudah dipanen. Keuntungan lain dari sel suspensi
adalah dapat menghasilkan sel dalam jumlah besar.
b) Sel yang menempel,
adalah sel yang tumbuh membentuk satu lapisan (monolayer), menempel pada
permukaan cawan kultur. Sel yang berasal dari lapisan embrionik ektodermal atau
endodermal cenderung tumbuh secara menempel, antara lain sel fibroblas dan sel
epithel. Sel yang tumbuh secara menempel mempunyai beragam bentuk, tetapi
umumnya pipih. Kelebihan dari pertumbuhan yang menempel adalah kemampuan
dari sel untuk menempel dan menyebar pada permukaan, memudahkan dalam
pengujian mikroskop, hibridisasi dan pengujian fungsional lainnya.
Contoh galur sel kanker yang mempunyai masa hidup tidak terbatas adalah
sel HeLa yang diisolasi dari epitheloid carcinoma pada servic seorang wanita
negro berusia 31 tahun. Sel Hela merupakan sel monolayer, dan bersifat
aneuploid. Sel lainnya adalah sel K-562 (ATCC CCL 243) diisolasi pertamakali
oleh Lozzio (1972) dari efusi pleural wanita berumur 53 tahun yang menderita
leukemia myleogenous kronik pada akhir masa blast. Sel K-562 merupakan galur
erythroleukemia, multipotensial dan sel malignant haematopoeitic. Galur sel
K-562 ini merupakan tipe sel yang dibiakkan dalam bentuk suspensi (ATCC,
1992).
Pada setiap kultur diperlukan pengamatan berkala secara makroskopis atau
mikroskopis, karena bila sel
tidak sehat percobaan tidak reprodusible.
Pengamatan kultur menurut Hay (1992) meliputi : a) warna medium, umumnya
media mempunyai indikator pH, bila berubah menjadi kuning menunjukkan
bersifat asam atau keunguan menunjukkan basa. Medium yang terlalu asam atau
basa menunjukkan terjadinya kontaminasi, pertumbuhan yang berlebihan,
kematian kultur, atau kurangnya aliran CO2. b) ada selaput yang menyelimuti
medium, menunjukkan kontaminasi atau pertumbuhan kultur yang berlebihan.
c) terbentuk gumpalan sel pada kultur suspensi atau terjadi pengelupasan pada
kultur yang menempel.
Download