biro analisa anggaran dan pelaksanaan apbn – setjen dpr ri

advertisement
Tim Kerja Analisa Pendapatan dan Belanja Negara
Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia
: 17 / 11-12 / 2006
Jenis
: Analisa Pendapatan dan Belanja Negara
Thema
: Analisa Kebijakan Sistem Moneter : Perkembangan Relevansi
TJ
EN
D
PR
R
I
No. Analisa
SE
Keberadaan Ot orit as Jasa Keuangan (OJK) Sebagai Pengawas
:
1.
Hasil-hasil
Rapat Komisi IX ( Komisi XI Sekarang)
KS
AN
AA
N
dengan Bank Indonesia.
AP
Referensi
BN
–
Jasa Keuangan Perbankan dan Non Perbankan
Diskusi dengan DR. Wimboh Santoso ( Bank Indonesia ).
3.
Diskusi dengan Avilliani, SE. MSi (Direktur Indef).
4.
Berbagai Artikel di Mass Media Nasional.
5.
Beberapa Literatur dan Sumber-sumber lain.
G
: 2 Nopember – 23 Desember 2006
BI
R
O
AN
AL
IS
A
AN
G
Waktu Kegiatan
AR
AN
D
AN
PE
LA
2.
Daftar Isi
R
I
Perkembangan Relevansi Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Sebagai Pengawas Jasa Keuangan Perbankan dan Non Perbankan
Pendahuluan
Bab II
Grand Design Sistem Fiskal dan Moneter Indonesia
Bab III
Opt imalisasi
Indonesia
Bab IV
Restrukturisasi Institusi-Institusi Keuangan
Bab V
Otoritas Jasa Keuangan, implementasi
Bab VI
Kesimpulan dan Rekomendasi
EN
Perbankan
dit angan
TJ
Pengawasan
Bank
BI
R
O
AN
AL
IS
A
AN
G
G
AR
AN
D
AN
PE
LA
KS
AN
AA
N
AP
BN
–
SE
Fungsi
D
PR
Bab I
1
Analisa Kebijakan Sistem Moneter:
PR
R
I
Perkembangan Relevansi Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Sebagai Pengawas Jasa Keuangan Perbankan dan Non Perbankan
LA
KS
AN
AA
N
AP
BN
–
SE
TJ
EN
D
Sej ak pert ama kali diamanat kan dal am UU No.23/ 1999 t ent ang Bank
Indonesia yang kemudian diamandemen menj adi UU No.3/ 2004,
pembentukan Ot orit as Jasa Keuangan (OJK) masih merupakan pol emik
yang t ert unda. Meskipun sebel umnya diamanat kan l embaga ini sudah
harus t erbent uk akhir 2002. Dal am proses amandemen UU BI tersebut,
t idak mengamanat kan unt uk menghapuskan ket ent uan dal am pasal 34 UU
BI yang menugaskan pembent ukan OJK. Pembent ukan Ot orit as Jasa
Keuangan (OKJ) sebagai lembaga yang akan mengawasi lembaga keuangan
baik bank maupun nonbank t ersebut kembal i diamanat kan unt uk dapat
realisasikan pada t ahun 2010 mendat ang. Masih rel evankan rencana
pembent ukan lembaga t ersebut , mengingat berbagai perkembangan
kondisi perekonomian, baik monet er maupun fiskal pert engahan dekade
ini.
D
AN
PE
Bab I Pendahuluan
AN
Belum opt imalnya st rukt ur perbankan di Indonesia dit andai oleh t erkonsent rasinya
AR
struktur perbankan hanya pada 11 bank besar (yang menguasai 75% aset perbankan
AN
G
G
Indonesia). Namun demikian bank-bank kecil j umlahnya relat if banyak, bank-bank
kecil t ersebut j uga memiliki cakupan usaha yang relat if sama dengan bank-bank
IS
A
besar namun dengan kemampuan operasional, manaj emen risiko, dan corporate
AN
AL
governance yang relatif lebih terbatas.
O
Dengan kondisi semacam ini , pengawasan bank merupakan bidang yang
BI
R
memerlukan peningkat an dan penyempurnaan secara berkesinambungan secara
progresif. Hal ini disebabkan karena masih t erdapat nya beberapa prinsip-prinsip
prudensial yang masih belum dit erapkan secara baik, koordinasi pengawasan yang
masih perlu dit ingkat kan, kemampuan SDM pengawasan yang belum opt imal, dan
pelaksanaan law-enforcement pengawasan yang belum efektif.
2
Berbagai upaya peningkat an kapabilit as pengawasan perbankan ini diharapkan
dapat sej alan dengan penerapan 25 Basel Core Principl es f or Ef f ect ive Banking
Supervision, dimana didalamnya termasuk usaha-usaha unt uk meningkat kan sarana
dan teknologi pengawasan.
I
sepert i halnya pengawasan
R
pengawasan perbankan,
PR
Disadari sepenuhnya
D
lembaga-lembaga keuangan lainya (t ermasuk lembaga keuangan diluar bank)
EN
merupakan tugas yang sangat dinamis dan luas cakupannya, maka peningkat an
SE
TJ
kualit as pengawasan merupakan upaya yang pat ut dilaksanakan secara t erus
–
menerus dan terencana dengan baik.
BN
Saat ini fungsi pengawasan perbankan masih dij alankan oleh Bank Indonesia
AP
sebagai ot orit as monet er. Walaupun sej ak penet apan UU No.23/ 1999 t ent ang Bank
KS
AN
AA
N
Indonesia yang kemudian diamandemen menj adi UU No.3/ 2004, pembent ukan Ot orit as
Jasa Keuangan (OJK) t et ap menj adi amanat yang harus dilaksanakan, namun
pembent ukan lembaga t ersebut masih j uga belum direncanakan dan diant isipasi
PE
LA
dengan matang oleh pemerintah.
bank
sent ral
menj adi
hanya
ot orit as monet er
yang berfungsi
D
fungsi
AN
Bagaimanapun banyak pihak yang mengkhawat irkan OJK akan mengerdilkan
AN
menst abilkan harga, sement ara fungsi pengawasan bank akan diberikan kepada
G
AR
OJK.
AN
G
Namun, pelajaran berharga rontoknya moneter Indonesia karena krisis 1997 lalu
yang sangat
berharga
unt uk
dilewat kan
sebagai
bahan
IS
A
j uga sesuat u
AL
pert imbangan pent ingnya memisahkan fungsi fiskal, monet er, dan pengawasan
AN
j asa keuangan. Sehingga nant inya t erdapat ot orit as fiskal, yait u Ment eri
BI
R
O
Keuangan, ot orit as monet er Bank Indonesia, dan ot orit as pengawas j asa
keuangan yaitu OJK.
3
Bab II Grand Design Sistem Fiskal dan Moneter Indonesia
Sesuai dengan wacana yang berkembang dalam pembent ukan UU t ent ang Bank
PR
R
I
Indonesia dan perubahannya, diharapkan dengan t erbent uknya OJK maka
D
Depart emen Keuangan akan memfokuskan diri pada bidang fiskal, yait u
EN
mengurus masalah penerimaan dan pengeluaran negara sert a mengelola
SE
TJ
kekayaan dan hutang negara.
BN
–
Pembent ukan Ot orit as Jasa Keuangan (OJK) ini diharapkan dapat menggant ikan
it u
pembent ukan UU mengenai OJK ini dapat disinkronisasikan
KS
AN
AA
N
karena
AP
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Oleh
dengan perubahan at as empat UU yang akan dilebur dalam OJK, yait u RUU
Perubahan at as UU No 2/ 1992 t ent ang Usaha Perasuransian, RUU Perubahan
LA
at as UU No 7/ 1992 t ent ang Perbankan, RUU Perubahan at as UU No 11/ 1992
PE
t ent ang Dana Pensiun, dan RUU Perubahan at as UU No 8/ 1995 t ent ang Pasar
AN
D
AN
Modal.
AR
Beberapa t ahun yang lalu Depart emen Keuangan (Depkeu) kuat berpendapat
Selain unt uk
G
bahwa pembent ukan OJK sudah mendesak direalisasikan.
AN
G
memelihara pert umbuhan sekt or j asa keuangan yang sehat , j uga menj alankan
AL
IS
A
amanah pasal 34 UU BI.
AN
Namun, kemudian seakan-akan terjadi tarik ulur antara BI dan Depkeu. Sumber
O
masalahnya antara lain karena pengawasan perbankan yang selama ini ditangan
BI
R
BI bakal diserahkan ke OJK, sehingga BI hanya akan mengurusi monet er.
Sement ara, pemerint ah berpendapat pengawasan j asa keuangan akan efekt if
kalau berada dalam satu tangan.
Pembent ukan OJK dit uj ukan unt uk memelihara pert umbuhan sekt or j asa
keuangan yang sehat , kompet it if, st abil dan aman. Di samping it u t uj uan
4
pembent ukan OJK ini agar BI fokus kepada pengelolaan monet er dan t idak
perlu mengurusi pengawasan bank karena bank it u merupakan sekt or dalam
perekonomian.
R
I
Pembent ukan OJK dipandang sangat diperlukan, ant ara lain unt uk mengawasi
PR
konglomerasi ekonomi di mana banyak t erj adi kepemilikan silang ant ara sekt or
pemerint ah j uga merancang Financial Saf et y Net
SE
Selain pembent ukan OJK,
TJ
EN
D
keuangan dengan sektor riil.
BN
–
(FSN) at au j aring pengaman bidang keuangan unt uk menj aga dan menunj ang
AP
pert umbuhan sekt or keuangan. Rancangan FSN t ersebut dit uj ukan unt uk
KS
AN
AA
N
membent uk suat u mekanisme kerj a yang t erpadu, efisien dan efekt if t anpa
mengabaikan independensi dari lembaga pengat ur di sist em keuangan nasional
yang t erdiri at as BI, Lembaga Penj amin Simpanan (LPS), OJK, dan Ment eri
LA
Keuangan.
PE
Dalam kerangka FSN ini OJK melakukan fungsi sebagai pengat ur dan pengawas
D
AN
perbankan, BI melakukan fungsi sebagai ot orit as monet er, fungsi sist em
AN
pembayaran t ermasuk di dalamnya melaksanakan fungsi lender of last resort
AR
(memberikan pinj aman langsung sement ara dan j angka pendek kepada bank-
AN
G
G
bank umum unt uk mengat asi kesulit an likuidit as) . Sedangkan LPS melakukan
fungsi sebagai penj amin simpanan nasabah bank dan Depkeu melakukan fungsi
BI
R
O
AN
AL
IS
A
sebagai otoritas fiskal.
5
Bab III Optimalisasi Fungsi Pengawasan Perbankan ditangan Bank Indonesia
Jika ment elaah perkembangan kondisi perbankan di t ahun t erakhir, dimana
R
I
hingga saat ini peranan Bank Indonesia masih sebagai regulat or dan pengawas
PR
Bank. Perbankan masih berpeluang menarik dana dari masyarakat , ut amanya
EN
D
dalam bent uk deposit o. Namun, skala pet umbuhan simpanan t idak diikut i
TJ
dengan pert umbuhan kredit yang cukup unt uk membangkit kan sekt or riil at au
–
SE
dengan kata lain LDR (loan to deposit ratio) yang masih relatif9 rendah.
Wakil
Presiden sampai
BN
2006 ini,
mengeluarkan
AP
Pertengahan desember
KS
AN
AA
N
peringat an kepada Perbankan unt uk menyalurkan kredit . Hal ini dilakukan
karena kenyat aan t ingginya dana yang t ert imbun dalam bent uk Sert ifikat Bank
Indonesia (SBI). Per Sept ember 2006, Bank Indonesia mencat at penempat an di
LA
SBI hingga 200 t rilliun Rupiah sehingga membebani Bank Indonesia unt uk
AN
PE
memberikan bunga yang cukup tinggi.
D
Namun demikian, kondisi ini menurut Bak Indonesia masih dalam arah t ahapan
AN
menguat an st rukt ur dan kelembagaan perbankan sesuai dengan “ road map”
Implement asi
AN
G
G
AR
yang telah dijalankan oleh Bank Indonesia.
kebij akan
perbankan
kedepan
diarahkan
dalam
rangka
1
AL
IS
A
pelaksanaan berbagai kebijakan yang terintegrasi, antara lain :
BI
R
O
AN
1. Penerapan Arsit ekt ur Perbankan Indonesia (API), yang merupakan
indust ri perbankan ke depan yang dilandasi visi unt uk mencapai suat u
sist em perbankan yang sehat , kuat , dan efisien guna mencapai
kest abilan sist em keuangan dalam rangka membant u mendorong
pertumbuhan ekonomi nasional.
1
Wimboh Santoso, DR , Perkembangan Perbankan,(Bahan Diskusi ), Kepala Biro Stabilitas
Sistem Keuangan Bank Indonesia, 14 Desember 2006.
6
2. Penerapan Basel II, yait u sist em perhit ungan kecukupan modal yang
lebih berorient asi pada risiko dengan mendasarkan pada 3 pilar: 1)
Minimum Capital Requirement; 2) Supervision Review Process; 3) Market
Discipline.
t ermasuk
RUU
Perbankan;
I
ket ent uan,
R
berbagai
PR
3. Penyempurnaan
D
Ket ent uan t ent ang Bank Umum; Merger, Konsolidasi & Akuisisi Bank
TJ
EN
Umum; dan Jual-Beli Saham Bank Umum.
SE
Berdasarkan Roadmap Implement asi Basel II t ersebut , Bank Indonesia t elah
Supervision Review Process yang secara
BN
–
membangun dan memperbaiki
KS
AN
AA
N
AP
bertahap akan dijalankan. Implementasi ini antara lain mencakup :
1. Kebutuhan Modal Minimum
a.
Penyusunan ket ent uan Market Risk (St andardized Model & Int ernal
LA
Model)
Penyusunan ketentuan Credit Risk (Standardized Model)
c.
Penyusunan ketentuan Operational Risk (Basic Indicator Approach)
AN
PE
b.
AN
Pembuat an kaj ian ket ent uan t ent ang j enis risiko lainnya (other
AR
a.
D
2. Pengawasan
G
risks), t ermasuk int erest rat e risk di banking book, legal risk,
Hasil kaj ian merupakan dasar unt uk penerbit an ket ent uan pada
IS
A
b.
AN
G
reputation risk dll.
AL
tahun 2009.
BI
R
O
AN
3. Disiplin Pasar
a. Pembuat an kaj ian/ rekomendasi mengenai ket ent uan Transparansi
(Transparency) yang berkait an dengan Market Risk (Standardized
Model & Int ernal Model) , Credit Risk (St andardized Model), dan
Operational Risk (Basic Indicator Approach)
b. Hasil kaj ian merupakan dasar unt uk penerbit an ket ent uan pada
tahun 2009.
7
Berdasarkan beberapa perbaikan sist em pengawasan oleh Bank Indonesia
tersebut, Bank Indonesia menilai bahwa hingga saat ini kebijakan moneter akan
sangat efekt if kalau didukung oleh perbankan. Kalau kebij akan monet er
dilepaskan dari perbankan, barangkali t idak akan efekt if. Menurut Bank
PR
R
I
Indonesia set idaknya beberapa t ahun t erakhir nampak, pert umbuhan ekonomi
D
sangat didukung oleh pengaturan moneter.
TJ
EN
Berdasarkan observasi di beberapa negara, pemisahan pengawasan perbankan
SE
dari bank sent ral di beberapa negara yang menerapkan OJK t idak mencapai
–
sasaran yang diharapkan. Bahkan negara-negara t ersebut ingin mengembalikan
bank
ke bank
sent ral.
Singapura misalnya,
BN
pengawasan
t et ap
AP
fungsi
BI
R
O
AN
AL
IS
A
AN
G
G
AR
AN
D
AN
PE
LA
KS
AN
AA
N
mempertahankan fungsi pengawasan perbankan oleh bank sentral.
8
Bab IV Restrukturisasi Institusi-Institusi Keuangan
Rest rukt urisasi
inst it usi-institusi keuangan harus dilakukan dalam usaha
memenangkan
persaingan
global.
Kemampuan
perbankan
diukur
dari
I
keberhasilan misinya memulihkan perekonomian nasional (makroekonomi)
PR
R
terutama dari krisis moneter pertengahan 1997.
berkeadilan
dan
mampu
bersaing
di
kancah
perekonomian
TJ
andal,
EN
D
Perbankan diharapkan berpihak pada ekonomi kerakyat an, merat a, mandiri,
SE
inrt ernasional. Secara t eknis, perbankan dit unt ut lebih mampu mengucurkan
BN
–
kredit unt uk invest asi, modal kerj a dan perdagangan unt uk meningkat kan
AP
pertumbuhan ekonomi.
diukur dari CAR (capit al adequacy rat io), kucukupan
KS
AN
AA
N
Kesehat an bank yang
modal minimal 12 % sesuai dengan st andar int ernasional. Hingga pert engahan
t ahun 2006 rat a-rat a kecukupan modal perbankan nasional mencapai 22,65 %.
PE
LA
Tapi LDR (Loan t o Deposit Rat io) masih rendah, sekit ar 41,11 %. Idealnya LDR
AN
paling t idak di at as 50 %. Sement ara it u, NPL (Non Performance Loan) at au
D
kredit bermasalah masih cukup t inggi 7,08 %. Idealnya di bawah 5 %. Rat a-rata
AN
Return of equity (ROE) perbankan, juga belum menunjukan perkembangan yang
G
AR
signifikan.
AN
G
Secara umum perbankan nasional belum dapat mencapai pert umbuhan kredit
IS
A
sepert i yang diharapkan oleh kondisi fiskal. Kondisi LDR yang t erbatas,
AL
membuat beban pembayaran bunga SBI menj adi membengkak. Perbankan lebih
AN
memilih berinvest asi melalui inst rument SBI, daripada mengambil resiko
BI
R
O
mengucurkan kredit bagi dunia usaha.
Walau Bank Indonesia mengklaim, beberapa t ahun t erakhir t elah memperbaiki
fungsi pengawasannya.
Namun, t et ap t ercat at beberapa t ahun t erakhir
terdapat beberapa skandal bank yang menghambat pembangunan ekonomi.
Pencabut an izin usaha Bank Bali dan Bank Asiat ic April kemudian kasus
pembekuan Bank Global. Kasus-kasus t ersebut set idaknya merupakan cont oh
masih ada sej umlah bank yang membangkang t idak mau menerapkan prinsip
9
good corporat e governance (GCG). Dalam kasus-kasus ini, banyak kalangan
menilai Bank Indonesia t idak konsist en menj alankan fungsi pengawasan. BI
hanya melakukan t indakan set elah menget ahui kedua bank t ersebut mengalami
I
masalah likuiditas.
PR
R
Prinsip GCG bertujuan mencapai efisiensi dalam pengelolaan perbankan, yang
D
seringkali harus bert ent angan dengan kesempat an memperoleh peluang dalam
TJ
EN
mengembangkan bank it u sendiri. Dalam sist em ini diat ur secara j elas, hak dan
SE
kewaj iban pemegang saham pengendali, pemegang saham minorit as di luar
BN
–
direksi dan komisaris.
AP
Komisaris , direksi dan j aj arannya waj ib memiliki kemampuan dan int egrit as
KS
AN
AA
N
moral unt uk menj alankan usaha sesuai at uran dan ket ent uan yang berlaku.
Art inya kewenangan direksi, komisaris, dan para pemegang saham harus diat ur
dalam anggaran dasar dan anggaran rumah t angga. Segala keput usan harus
secara
t ransparan
dan
masing-masing
LA
dilakukan
pihak
j elas
PE
pert anggungj awabannya. Dengan demikian t idak ada pihak yang dirugikan,
D
AN
termasuk karyawan dan masyarakat (nasabah).
AN
Bagaimanapun Bank Indonesia harus ikut bert anggung j awab at as maraknya
AR
skandal-skandal perbankan. BI membiarkan para pemilik saham pengendali
AN
G
G
bert indak sewenang-wenang dengan manaj emen berbasis nepot isme. Tidak ada
IS
A
pemisahan yang jelas antara uang pribadi dan uang perusahaan.
AL
Karena BI merupakan sat u-sat unya inst it usi t ert inggi di bidang pengawasan,
AN
maka kegagalan BI seharusnya dicermat i. BI t idak boleh mencari alasan dengan
BI
R
O
dalih fungsi pengawasan sering menghadapi hambat an dari pemilik, pengurus
dan pej abat yang berwenang. Dal sudut pandang hukum BI mempunyai
wewenang berdasarkan undang-undang unt uk menindak bank-bank yang
melakukan penyimpangan.
Ironisnya lagi, bahwa skandal perbankan t idak hanya t erj adi di bank-bank kecil
milik
keluarga,
t et api
j uga
di
bank
t erbesar
kedua
sepert i
BNI.
10
Secara formal, bank-bank milik negara t ermasuk BI memang merekrut pegawai
melalui uj ian, t et api calon-calon yang akan menang t elah dit ent ukan oleh
orang
dalam
sendiri
(nepot isme)
sehingga
persyarat an
kompet ensi,
PR
R
I
profesionalisme dan integritas moral terabaikan.
TJ
EN
D
Bab V Otoritas Jasa Keuangan, implementasi dan Studi Negara Lain
SE
Implementasi keberadaan Ot orit as Jasa Keuangan di Indonesia, sebagai
BN
–
lembaga yang memilik ot orit as pengawasan lembaga keuangan bank maupun
AP
non bank merupakan sebuah t ant angan yang sarat dengan kendala. Kelemahan
KS
AN
AA
N
st rukt ur pemerint ahan dan ekonomi merupakan pokok ut ama kendala-kendala
t ersebut . Sist em pemerint ahan Indonesia yang presidensiil, t radisi demokrasi
dan penegakan hukum yang sangat lemah, dan masih kondisi ekonomi dan
ini
menj adi
sangat
krusial,
j ika dihubungkan
dengan
bent uk
AN
Kondisi
PE
LA
moneter yang belum pulih pasca krisis.
D
kelembagaan lembaga pengawas ini. Hal ini dikarenakan perbedaan cakupan
AR
AN
kewenangan antara Lembaga Pengawas dengan Otoritas.
G
Beberapa st udi negara-negara lain, mengungkapkan beberapa fakt a ant ara
AN
G
2
lain :
IS
A
Pert ama, negara-negara yang menerapkan sist em LPJK umumnya menganut
AL
sist em polit ik parlement er. Cont ohnya adalah Aust ralia, Denmark, Inggris,
AN
Jepang, Kanada, Norwegia, dan Swedia. Sement ara yang sist emnya presidensiil
BI
R
O
hanya Korea Selat an, di Amerika Serikat yang presidensiil, pengawasan
perbankan masih ditangani the fed, yang
independen
dari
presiden.
Sedangkan pengawasan pasar modal, asuransi dan sebagainya dit angani oleh
instansi-instasni yang independen pula
2
Aviliani, Pengawasan Perbankan, Peran Bank Sentral atau Otoritas Jasa Keuangan, Diskusi
Intern - 13 Desember 2006.
11
Kedua, negara-negara t ersebut (kecuali Korsel) sudah
memiliki sist em
demokrasi dan penegakan hukum yang relat if mapan. Korsel sendiri j uga
mencat at banyak kemaj uan dalam demokrat isasi, walaupun belum semapan
I
negara lainnya.
PR
R
Ket iga, kecuali Korsel, negara-negara t ersebut t idak mengalami krisis ekonomi
EN
D
yang parah ketika menerapkan sistem LPJK.
TJ
Keempat , persoalan independensi dan koordinasi t idak menj adi masalah besar
–
SE
di negara-negara tersebut, kecuali Korsel.
BN
Di Jepang, sub-sekt or perbankan mengalami krisis yang cukup berat sebagai
AP
akibat kredit macet pada sub-sekt or credit union (j usens), yang bersumber dari
KS
AN
AA
N
t ingginya rediko kredit perumahan. Oleh sebab it u, sebagai bagian dari
rest rukt urisasi sekt or keuangan, Jepang membent uk Financial Supervisory
Agency (SFA), yang mengint egrasikan pengawasan perbankan, credit -union dan
PE
LA
sub-sektor keuangan lainnya.
AN
Di Aust ralia, misalnya mengalami dampak dari ket ergesa-gesaan. Negara ini
D
memiliki Aut ralian Prudent ial Regulat ion Aut horit y (APRA) sej ak 1 Juli 1998,
AR
AN
hanya sat u t ahun set elah diusulkan oleh Komisi Wallis. Unt uk sekt or perbankan
G
dan asuransi, APRA menst ranfer sist em pengawasan dari Reserve Bank of
AN
G
Autralia (RBA) dan Insurance and Superannuat ion. Tahun 2001, t iga t ahun
konglomerat asuransi t erbesar kedua di Aust ralia
IS
A
setelah APRA berdiri,
BI
R
O
AN
AL
(yaitu grup HIH) bangkrut karena mismanajemen keuangan.
12
Bab VI Kesimpulan dan Rekomendasi
A. Kesimpulan
lembaga
pengawas
yang
independen
masih
merupakan
PR
pembent ukan
R
I
Dalam rangka melakukan pengawasan lembaga-lembaga keuangan, amanat
EN
D
kebut uhan. Pert imbangan t ersebut dilandasi oleh prinsip-prinsip pengawasan
TJ
yang bersifat independen dalam melaksanakan t ugasnya unt uk mengat ur dan
SE
mengawasi sekt or j asa keuangan, konsisten dalam mewuj udkan pengat uran
BN
–
yang net ral t anpa adanya diskriminasi dan harus berlaku adil t erhadap set iap
lainnya,
adalah
transparansi
dalam
KS
AN
AA
N
Pertimbangan
AP
lembaga jasa keuangan.
melakukan
kegiat an
keuangan, pengambilan keputusan dan pelaksanaannya. Pertimbangan lain yang
perlu diperhat ikan adalah lembaga pengawas ini hendaknya memiliki int egrat if
PE
LA
dan komprehensif, proaktif, dan fasilitatif.
AN
Unt uk it u sangat diperlukan penyempurnaan ket ent uan-ket ent uan prudensial
D
sert a harmonisasi ket ent uan ant arlembaga keuangan dan kait annya lembaga
AR
AN
pengawasan ini.
AN
G
G
Selama ini Depart emen Keuangan dalam hal iki DJLK menj adi pembina dan
pengawas lembaga keuangan non-bank sepert i asuransi, dana pensiun, modal
IS
A
vent ura dan perusahaan j asa pembiayaan. Sement ara Bapepam bert ugas
AN
AL
mengatur dan mengawasi kegiatan pasar modal.
O
Namun prakt iknya, dalam pengawasan produk-produk j asa keuangan terdapat
BI
R
karakt erist ik yang serupa ant ara t ugas DJLK dengan Bapepam yang melakukan
pengawasan yang set ara (level playing f ield). Di sekt or asuransi t erdapat
produk yang dinamakan unit
link at a invest ment
link, yang memiliki
karakteristik sama dengan produk reksadana yang ada di sektor pasar modal.
13
B. Rekomendasi
Apabila masih dipert imbangkan perlunya pembent ukan OJK sebagai lembaga
pengawas
independen
t erhadap
lembaga-lembaga
keuangan
t ermasuk
R
I
perbankan, setidaknya terdapat beberapa hal yang perlu dicermati :
D
yait u RUU Perubahan at as UU No 2/ 1992 t ent ang Usaha
EN
OJK,
PR
1. Perlunya sinkronisasi dengan perubahan empat UU yang akan melebur ke
TJ
Perasuransian, RUU Perubahan at as UU No 7/ 1992 t ent ang Perbankan,
BN
–
Perubahan atas UU No 8/1995 tentang Pasar Modal.
SE
RUU Perubahan at as UU No 11/ 1992 t ent ang Dana Pensiun, dan RUU
KS
AN
AA
N
pimpinan dan pegawai dari OJK tersebut.
AP
2. Harus harus ada uj i kelayakan dan kepat ut an (fit and proper t est ) bagi
3. Tingkat profit abilit as dan efisiensi operasional yang dicapai oleh perbankan
pada umumnya bukan
merupakan
profit abilit as dan
efisiensi
yang
PE
LA
sustainable. Hal ini disebabkan oleh lemahnya st rukt ur akt iva produkt if
AN
bank-bank. Margin yang diperoleh bank-bank semakin mengecil karena
profit ibilit as
AN
sustainable-nya
D
adanya kecenderungan suku bunga yang menurun. Fakt or lain dari t idak
dan
efisiensi
adalah
karena
sebagian
AR
pendapat an perbankan berasal dari akt ivit as trading yang flukt uat if sert a
AN
G
G
rendahnya rasio asset per nasabah yang membuat biaya operasional
perbankan Indonesia relat if t inggi dibandingkan negara-negara lain. Ini
IS
A
adalah suat u ciri perbakan Indonesia yang unik dan agak berbeda dengan
AN
AL
pengalaman negara-negara lain yang menerapkan OJK.
BI
R
O
4. Perlindungan t erhadap nasabah merupakan t ant angan perbankan yang
berpengaruh secara langsung terhadap sebagian besar masyarakat kita. Oleh
karena it u, menj adi t ant angan yang sangat besar bagi perbankan dan Bank
Indonesia sert a masyarakat luas unt uk secara bersama-sama mencipt akan
st andarst andar yang j elas dalam membent uk mekanisme pengaduan
nasabah dan t ransparansi informasi. produk perbankan. Di samping it u,
edukasi pada masyarakat mengenai j asa dan produk yang dit awarkan oleh
14
perbankan perlu segera diupayakan sehingga masyarakat luas dapat lebih
memahami risiko dan keunt ungan yang akan dihadapi dalam menggunakan
jasa dan produk perbankan.
5.
Perkembangan t eknologi informasi (TI) menyebabkan makin pesat nya
PR
R
I
perkembangan j enis dan kompleksit as produk dan j asa bank sehingga
perbankan yang cenderung bersifat global j uga
EN
persaingan indust ri
D
risikorisiko yang muncul menj adi lebih besar dan bervariasi. Disamping it u,
SE
TJ
menyebabkan persaingan ant ar bank menj adi semakin ket at sehingga bank-
–
bank nasional harus mampu beroperasi secara lebih efisien dengan
OJK
memerlukan infrast rukt ur, sumber daya manusia
AP
6. Pembentukan
BN
memanfaatkan teknologi informasi.
KS
AN
AA
N
(SDM), j uga pembiayaan, hal ini merupakan t ant angan t ersendiri
mengingat ket erbat asan pendanaan APBN. Namun, t ent unya hal ini
akibat
krisis-krisis akibat
kurang t ert at anya
pengawasan
PE
negara
LA
dapat dipert imbangkan mengingat pengalaman-pengalaman kerugian
BI
R
O
AN
AL
IS
A
AN
G
G
AR
AN
D
AN
perbankan kita.
15
I
R
PR
D
EN
TJ
SE
–
BN
AP
KS
AN
AA
N
LA
BI
R
O
AN
AL
IS
A
AN
G
G
AR
AN
D
AN
PE
This document was created with Win2PDF available at http://www.win2pdf.com.
The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only.
This page will not be added after purchasing Win2PDF.
Download