BABn TEVJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Mengkudu

advertisement
BABn
TEVJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Mengkudu {Morinda citrifoUa L)
Morinda citrifolia L (sinonim Bencudiis latifolia Rumph) yang termasuk
family Rubiaceae, di Indonesia umumnya dikenal dengan nama mengkudu atau
pace. Famili tumbuhan ini terdiri dari 450 genus dan 6500 spesies, sebagian besar
diantaranya terdapat di wilayah tropika dan sub-tropika, walaupun genus Gallium,
yang terdiri dari 300 spesies, ditemukan juga di daerah beriklim sedang di belahan
bumi utara. Genus utama yang termasuk famili Rubiaceae adalah Psychotria,
yang terdiri dari 700 spesies. Tumbuhan Morinda citrifolia tersebar di daerah
tropika Asia hingga Polinesia, terutama di Asia Tenggara. Tumbuhan ini ditanam
untuk diperoleh akar, daun, dan buahnya yang banyak digunakan sebagai bahan
obat tradisional (Achmad dkk, 2007).
Mengkudu merupakan tumbuhan hijau yang tumbuh di wilayah pesisir
pantai dan juga di wilayah hutan dengan ketinggian sekitar 1300 kaki di atas
permukaan laut. Tumbuhan ini juga dapat ditemukan di daerah aliran lava.
Mengkudu dapat diidentifikasi melalui batangnya yang kokoh, daun yang lebar
berwama hijau terang dan berbentuk bulat panjang. Bunganya berbentuk pipa dan
buahnya bisa mencapai ukuran 12 cm. Permukaan buahnya tidak halus dan
dipenuhi oleh bagian-bagian berbentuk poligonal. Bijinya berbentuk segi tiga dan
berwama cokelat kemerahan. Bijinya memiliki kantung udara di salah satu
sisinya, oleh karena itu biji mengkudu dapat mengapung di air. Selain itu, buah
mengkudu yang sudah matang memiliki bau dan rasa yang tidak sedap (Wang
dkk, 2002).
Morinda citrifolia L. telah sering digunakan sebagai obat tradisional oleh
bangsa Polinesia selama 2000 tahun. Mengkudu dilaporkan memiliki efek
terapheutik, termasuk juga aktivitas antikanker, pada skala uji laboratorium serta
uji terhadap manusia. Akan tetapi, bagaimana jalaimya efek tersebut belum
diketahui dengan jelas (Zin dkk, 2006).
4
Kingdom
: Plantae
Divisio
: Angiosspermae
Kelas
: Sypmpetalae
Ordo
: Rubiales
Familia
: Rubiaceae
Genus
: Morinda
Spesies
: Morinda citrifolia L
Gambar 1. Mengkudu
Beberapa senyawa utama yang sudah teridentifikasi dari tumbuhan
mengkudu adalah sapoletin, asam oktoanoat, kalium, vitamin C, terpenoid,
alkaloid, antraquinon, p-sitosterol, karoten, vitamin A, flavon glikosida, asam
linoleat, alizarin, asam amino, akubin, L-asperulosida, asam kaproat, asam ursulat,
rutin, dan kemungkinan juga terdapat proxeronin (Wang dkk, 2002).
Tabel 1. Jenis senyawa fitokimia dan manfaat buah mengkudu (Djauhariya, 2003)
Bagian tanaman
Jenis senyawa
Manfaat
Meningkatkan aktivitas
Alkaloid (xeronin)
enzim dan struktur
protein
Immunostimulan, anti
Polisakarida (asam glukoronat,
Buah
kanker, anti bakteri
glikosida)
Memperlebar pembuluh
Skopoletin
darah dan analgesic
Vitamin (Vit. C)
Antioksidan
Anti septic, anti bakteri,
Antrakuinon (damnakantal)
Daun, akar
anti kanker
Daun
Glikosida (flavonol glikosida)
Anti kanker
Akar
Morindin, morindon
Anti bakteri, pewama
2.2 Tinjauan Umum Candida albicans
Candida spp dikenal sebagai fungi dimorfik yang secara normal ada pada
saluran pencemaan, saluran pemafasan bagian atas dan mukosa genital pada
mamalia. Populasi yang meningkat dapat menimbulkan masalah. Spesies Candida
5
yang dikenal banyak menimbulkan penyakit baik pada manusia maupun hewan
adalah Candida albicans.
Candida albicans dapat tumbuh pada suhu 37°C dalam kondisi aerob atau
anaerob. Pada kondisi anaerob, C. albicans mempunyai waktu generasi yang lebih
panjang yaitu 248 menit dibandingkan dengan kondisi pertumbuhan aerob yang
hanya 98 menit. Walaupun C. albicans tumbuh baik pada media padat tetapi
kecepatan pertumbuhan lebih tinggi pada media cair dengan digoyang pada suhu
37°C. Pertumbuhan juga lebih cepat pada kondisi asam dibandingkan dengan pH
normal atau alkali.
Kemampunan C. albicans untuk tumbuh baik pada suhu 37*'C
memungkinkannya untuk tumbuh pada sel hewan dan manusia. Sedangkan
bentuknya yang dapat berubah, bentuk khamir dan filamen, sangat berperan dalam
proses infeksi ke tubuh inang (Kusumaningtyas).
Kingdom : Fungi
Filum : Ascomycota
' ,,
Subfilum : Saccharomycotina
Kelas
: Saccharomycetes
,r
Ordo
: Saccharomycetales
, ,
\
Famili : Saccharomycetaceae
Genus : Candida
Spesies : Candida albicans
Gambar 2. Candida albicans
(www.wikipedia.com/candida_albicans)
2.3 Tinjauan Umum Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus sering kali ditemukan dekat dengan tubuh manusia.
Bakteri ini juga bisa ditemukan di sekitar lingkungan seperti debu, air, udara,
feses dan pakaian. Walaupun bakteri S. aureus merupakan patogen, banyak orang
sehat yang tidak menyadari bahwa bakteri ini berasosiasi pada hidung,
tenggorokan dan kulit mereka (Bremer dkk, 2004).
Koloni Staphylococcus aureus biasanya berpigmen, berwama kuning
muda hingga jingga tua atau kuning lemon oleh pigmen karotinoid yang
dihasilkan mikroorganisme. Aureus dalam bahasa Yunani berarti emas. Karena S.
6
aureus menghasilkan hemolisin, koloninya biasanya dikeliiingi oleh suatu zone
beta hemolisis pada agar darah (Shulman dkk, 1994).
Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies
: Eubacteria
: Firmicutes
: Bacili
: Bacilales
: Staphylococcaceae
: Staphylococcus
: Staphylococcus aureus
Gambar 3. Staphylococcus aureus
(www.wikipedia.com/staphvlococcus aureus)
2.4 Kulit
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta
merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Djuanda dkk, 2002). Kulit terdiri
dari bermacam-macam jaringan, termasuk pembuluh darah, kelenjar lemak,
kelenjar keringat, organ pembuluh perasa, urat syaraf, sertajaringan pengikat otot
polos dan lemak (Anief, 1986). Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas
tiga lapisan utama yaitu :
1. Lapisan epidermis (kutikel)
Lapisan epidermis merupakan lapisan kulit terluar dengan tebal sekitar 0,16
mm pada bagian pelupuk mata atau memiliki tebal sekitar 0,8 mm pada pada
telapak tangan dan kaki (Anief, 1986). Lapisan ini menurut Djuanda dkk
(2002) terdiri atas:
a. Stratum komeum (lapisan tanduk)
b. Stratum lusidum
c. Stratum granulosum (lapisan keratohealin)
d. Stratum spinosum (stratum malphigi)
e. Stratum basale
7
Epidermis berflingsi sebagai pelindung terhadap gangguan bakteri, iritasi
kimia, alergi dan juga merupakan perintang terhadap kehilangan air (Anief,
1986).
2. Lapisan dermis (korium, kutis vera, true skin)
Lapisan dermis terdapat di bawah epidermis dan jauh lebih tebal. Lapisan
ini terdiri dari lapisan eiastik dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular
dan folikel rambut (Djuanda dkk, 2002). Lapisan yang merupakan anyaman
kolagen dan elastin ini mengandung pembuluh darah, pembuluh limphe,
gelembung rambut, kelenjar lemak, kelenjar keringat, otot, serabut syaraf dan
korpus pacin (Anief, 1986). Secara garis besar Djuanda dkk (2002) membagi
lapisan dermis menjadi dua bagian yaitu:
a. Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung
serabut syaraf dan pembuluh darah.
b. Pars retikulare, yaitu bagian di bawahnya yang menonjol ke arah
subkutan, bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya
serabut kolagen, elastin, dan retikulin.
3. Lapisan subkutis (hipodermis)
Kelanjutan dermis yang terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel
lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti
terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah.
Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain
oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adiposa,
berflingsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf
tepi, pembuluh darah, dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak
sama bergantung pada lokalisasinya. Di abdomen dapat mencapai ketebalan 3
cm, di daerah kelopak mata dan penis sangat sedikit. Lapisan lemak ini juga
merupakan bantalan (Djuanda dkk, 2002).
Kulit secara konstan berhubungan dengan bakteri dari udara atau dari
benda-benda, tetapi kebanyakan bakteri ini tidak tumbuh pada kulit karena kulit
tidak sesuai dengan pertumbuhannya. Kulit mempunyai keragaman yang luas
dalam hal struktur dan fungsi di berbagai situs tubuh. Perbedaan-perbedaan ini
8
berfungsi sebagai factor ekologis selektif, untuk menentukan tipe dan jumlah
mikroorganisme yang terdapat pada situs kulit. Kebanyakan bakteri kulit dijumpai
pada epitelium yang seakan-akan bersisik, membentuk koloni pada permukaan
sel-sel mati. Kebanyakakn bakteri ini adalah spesies Staphylococcus (S.
epidermidis atau S. aureus) dan sianobakteri aerobik (Pelczar dan Chan, 1988).
DIlKKUl MEHKEl. .
CSEHTUHW)
KlUWSCCDINtaH}
Gambar 4. Bagian-bagian Kulit manusia
2.5 Salep (Unguentum)
Penggunaan obat pada kulit dimaksudkan untuk memperoleh efek pada
atau di dalam kulit (Anief, 1986). Obat diabsorbsi masuk ke dalam kulit melalui
pori-pori, kelenjar keringat, kantung-kantung rambut, dan struktur lainnya di
permukaan kulit. Obat-obat yang digunakan untuk kerja lokal pada kulit biasanya
adalah antijamur, antibakteri, antiseptik, antiradang dan juga emolien. Obat-obat
ini biasanya diberikan dalam bentuk salep ataupun krim (Ansel, 1989).
Salep adalah salah satu sediaan setengah padat untuk dipakai pada kulit.
Basis salep dapat berupa anhidrus, mengandung petrolatum, lanolin, minyak
silikon atau lemak kombinasi dari bahan-bahan tersebut. Salep berfungsi sebagai
pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit, pelumas pada kulit dan
pelindung untuk mencegah kontak permukaan kulit terhadap Iarutan berair dan
ransangan terhadap kulit (Anief, 1986). Salep dapat mengandung obat atau tidak.
Salep yang tidak mengandung obat dikenal dengan dasar salep (basis ointment)
dan digunakan sebagai pembawa dalam penyiapan salep yang mengandung obat
(Ansel, 1989).
9
Dasar salep digolongkan ke dalam empat kelompok yaitu:
a. Dasar salep hidrokarbon
Dasar salep hidrokarbon bebas dari air (dasar dengan sifat lemak) dan
biasanya dipakai untuk efek emolien. Dasar salep ini dapat bertahan pada kulit
dalam waktu yang lama dan sukar dicuci. Terdapat beberapa jenis salep dengan
dasar hidrokarbon yaitu petrolatum putih, salep kuning (yellow ointment), salep
putih (white ointment), paraffin, dan minyak mineral (Ansel, 1989).
b. Dasar salep absorbsi
Dasar salep absorbsi terbagi menjadi dua jenis yaitu: (I) yang
memungkinkan pencampuran Iarutan berair, hasil dari pembentukan emulsi air
dan minyak misalnya petrolatum hidrofilik dan lanolin anhidrida: dan (2) yang
sudah menjadi emulsi air minyak (dasar emulsi), memungkinkan bercampumya
sedikit penambahan jumlah Iarutan berair misalnya lanolin dan cold cream.
Dasar salep ini berguna sebagai emolien dan tidak mudah dihilangkan dari kulit
oleh pencucian air (Ansel, 1989).
c. Dasar salep yang dapat dibersihkan dengan air
Dasar salep ini merupakan emulsi minyak dalam air yang dapat dicuci dari
kulit atau pakaian dengan air. Dasar salep ini tampak seperti krim dan dapat
diencerkan dengan menggunakan air atau Iarutan berair. Bahan obat tertentu
dapat diabsorbsi lebih baik oleh kulit dengan menggunakan dasar salep tipe ini.
Salep tipe ini mengandung natrium laurel sulfat sebagai bahan pengemulsi,
dengan alkohol stearat dan petrolatum putih mewakili fase berlemak dan
emulsi serta propilen glikol dan air mewakili fase air. Metil paraben dan propil
paraben digunakan sebagai pengawet salep melawan pertumbuhan mikroba
(Ansel, 1989).
d. Dasar salep larut dalam air
Dasar salep larut dalam air tidak memiliki komponen yang dapat larut
dalam minyak. Salep ini hanya memiliki komponen yang dapat larut dalam air
sehingga Iarutan air tidak efektif untuk dicampurkan dalam dasar salep ini.
Akan tetapi dasar salep jenis ini akan lebih baik dicampur dengan bahan tidak
berair atau bahan padat (Ansel, 1989).
10
2.6 Metoda Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses pengambilan komponen yang larut dari bahan
atau campuran, dengan menggunakan pelarut seperti air, alkohol, eter, aseton, dan
sebagainya. Metoda ekstraksi yang dipilih untuk mendapatkan senyawa bahan
alam tergantung pada jenis sampel tumbuhan yang ada. Terutama tergantung pada
keadaan fisik senyawa tersebut, misalnya senyawa yang berupa cairan yang
mudah menguap berbeda caranya dengan cairan yang tidak menguap (Harbone,
1987).
Ada beberapa teknik isolasi senyawa bahan alam yang digunakan antara
lain:
a. Maserasi (perendaman)
Maserasi merupakan proses perendaman sampel dengan pelarut organik
yang digunakan pada temperatur ruangan. Teknik maserasi digunakan terutama
jika senyawa organik metabolit sekunder yang ada dalam bahan alam tersebut
cukup banyak persentasenya dan ditemukan suatu pelarut yang dapat melarutkan
senyawa organik tersebut tanpa dilakukan pemanasan. Maserasi biasanya
dilakukan untuk bagian tumbuhan yang struktumya lunak seperti bunga dan daun.
Secara umum metanol merupakan pelarut yang paling banyak digunakan dalam
proses isolasi senyawk organik bahan alam karena dapat melarutkan hampir
semua senyawa metabolit sekunder (Lermy, 2006), Hasil perendaman kemudian
disaring dan filtrat yang didapatkan diuapkan denga alat rotary evaporator sampai
diperoleh ekstrak kental tumbuhan yang akan dilakukan pemisahan dengan caracara kromatografi (Sharp dkk, 1989).
b. Perkolasi
Merupakan proses melewatkan pelarut organik pada sampel sehingga
pelarut akan membawa senyawa organik bersama-sama pelarut (Lenny, 2006).
Pada prinsipnya teknik perkolasi menggunakan suatu pelarut dimana pelarut
tersebut dilewatkan secara perlahan (tetes demi tetes) kepada bahan alam yang
mengandung senyawa organik tersebut. Perkolasi biasanya digunakan untuk
tumbuhan yang keras seperti akar, batang dan biji. Cara perkolasi digunakan
apabila kandungan senyawa kimianya sedikit. Filtrat yang didapatkan diuapkan
pelarutnya dengan alat rotary evaporator (Sharp dkk, 1989).
II
c. Sokletasi
Menggunakan soklet dengan pemanasan dan pelarut akan dapat dihemat
karena terjadinya sirkulasi pelarut yang selalu membasahi sampel. Proses ini
sangat baik untuk senyawa yang tidak terpengaruh oleh panas (Lenny, 2006).
Prinsip kerja dengan metoda sokletasi adalah menggunakan suatu pelarut yang
mudah menguap dan dapat melarutkan senyawa organik yang terdapat dalam
bahan alam tersebut. Metoda sokletasi menggunakan keunggulan dari metoda lain,
karena melalui metoda ini penyarian yang dilakukan beberapa kali dan pelarut
yang digunakan tidak habis, karena dia didinginkan melalui pendingin, begitupun
pelarut tersebut dapat dipergunakan lagi setelah hasil isolasi dipisahkan. Metoda
ini mempunyai kelemahan, karena hanya cocok untuk isolasi senyawa yang tidak
rusak akibat pemanasan pada suhu titik didih pelarutnya (Sharp dkk, 1989).
d. Distilasi Uap
Proses destilasi uap lebih banyak digunakan untuk senyawa yang tahan
pada suhu yang cukup tinggi, yang lebih tinggi dari titik didih pelarut yang
digunakan. Pada umumnya banyak dilakukan untuk minyak atsiri (Lenny, 2006).
2.7 Metoda Evaluasi Laboratoris Zat Antimikrobial
Evaluasi terhadap zat kimia antimikrobial dilakukan dengan mengikuti
salah satu dari tiga prosedur umum. Pada tiap prosedur zat tersebut diujikan
terhadap mikroorganisme terpilih yang disebut organisme uji. Prosedur-prosedur
tersebut ialah:
a. Zat antimikrobial berbentuk cair yang dapat larut dalam air diencerkan dan
dimasukkan kedalam tabung-tabung reaksi steril. Kemudian ke dalam
masing- masing tabung itu ditambahkan sejumlah organism uji yang
diketahui jumlahnya. Pada interval tertentu, dilakukan pemindahan dari
tabung reaksi ini ke dalam tabung-tabung berisi media steril yang lalu
diinkubasikan dan diamati tampak atau tidaknya pertumbuhan.
b. Zat kimia itu dicampurkan ke dalam media agar atau kaldu, diinokulasi
dengan organism uji, diinkubasikan lalu dilakukan pengamatan terhadap
penurunan banyaknya pertumbuhan atau tidak adanya pertumbuhan,
bergantung kepada efek mana yang penting bagi penerapan yang
dimaksudkan.
12
c. Media agar dalam cawan petri, diinokulasi dengan organism uji. Zat kimia
yang diuji ditempatkan di atas permukaan media itu. Setelah masa
inkubasi tertentu, cawan itu diamati untuk melihat adanya zona
penghambatan (tidak ada pertumbuhan) disekeliling situs tempat
ditaruhnya zat kimia tersebut (Pelczar dan Chan, 1988).
Tabel 2. Klasifikasi Respon Hambatan Pertumbuhan Bakteri (Greenwood, 1995)
Diameter Zona Terang
Respon Hambat Pertumbuhan
Lebih dari 20 mm
Kuat
16-20 mm
Sedang
10-15 mm
Lemah
0 mm
Tidak ada
13
Download