Uji Fungsi Paru

advertisement
CONTINUING MEDICAL EDUCATION
BERITA TERKINI
Akreditasi IDI – 2 SKP
Uji Fungsi Paru
Fachrial Harahap, Endah Aryastuti
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RS Persahabatan, Jakarta, Indonesia
PENDAHULUAN
Uji fungsi paru dapat membantu diagnosis
dan penatalaksanaan pasien penyakit paru
atau jantung, penentuan toleransi tindakan
pembedahan, evaluasi kesehatan untuk kepentingan asuransi, penelitian epidemiologi
terhadap bahaya suatu substansi serta prevalensi penyakit dalam komunitas. Analisis
gangguan ventilasi paru mencakup derajat
hambatan terutama mekanisme yang bertanggung jawab pada insufisiensi pernapasan.
Analisis gangguan mekanik paru merupakan
langkah penting pertama prosedur diagnosis
penyakit paru.1
Hal yang harus dihindari sebelum pemeriksaan fungsi paru adalah merokok minimal 1
jam sebelum pemeriksaan, minum alkohol
minimal 4 jam sebelum pemeriksaan, aktivitas
olahraga berat 4 jam sebelum pemeriksaan,
menggunakan pakaian ketat sehingga membatasi pergerakan rongga dada dan abdomen
serta makan dalam jumlah besar 2 jam sebelum pemeriksaan.2
DEFINISI
Uji fungsi paru adalah alat untuk mengevaluasi sistem pernapasan, kelainan yang terkait
riwayat penyakit pasien, penelitian berbagai
pencitraan paru dan uji invasif seperti bronkoskopi dan biopsi terbuka paru. Perbandingan
antara nilai yang diukur pada pasien dengan nilai normal yang berasal dari penelitian
populasi dapat digunakan untuk mengetahui
patofisiologi penyakit yang mendasari. Persentase nilai prediksi normal dapat digunakan
untuk menilai keparahan penyakit. Dokter
harus terbiasa dengan uji fungsi paru karena
sering digunakan dalam pengobatan dan
evaluasi gejala pernapasan seperti sesak napas dan batuk, untuk menilai praoperasi dan
diagnosis penyakit seperti asma dan penyakit
paru obstruktif kronis (PPOK).
CDK-192/ vol. 39 no. 4, th. 2012
CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 305
Uji fungsi paru adalah istilah umum manuver yang menggunakan peralatan sederhana
untuk mengukur fungsi paru. Uji fungsi paru
meliputi spirometri sederhana, pengukuran
volume paru formal, kapasitas difusi karbon
monoksida (CO) dan gas darah arteri. Uji
fungsi paru digunakan untuk mengukur dan
merekam 4 komponen paru yaitu saluran napas (besar dan kecil), parenkim paru (alveoli,
interstitial), pembuluh darah paru dan mekanisme pemompaan. Berbagai penyakit dapat
berdampak pada komponen tersebut.3
SPIROMETRI
Spirometri paling sering digunakan untuk menilai fungsi paru. Sebagian besar pasien dapat
dengan mudah melakukan spirometri setelah
dilatih oleh pelatih atau tenaga kesehatan
lain yang tepat. Uji ini dapat dilaksanakan di
berbagai tempat baik ruang praktek dokter,
ruang gawat darurat atau ruang perawatan.
Spirometri dapat digunakan untuk diagnosis
dan memantau gejala pernapasan dan penyakit, persiapan operasi, penelitian epidemiologi
serta penelitian lain.3 Indikasi spirometri dapat
dilihat pada tabel 1.
Pada spirometri, dapat dinilai 4 volume paru
dan 4 kapasitas paru4:
a.
Volume paru:
1. Volume tidal, yaitu jumlah udara
yang masuk ke dalam dan ke luar
dari paru pada pernapasan biasa.
2. Volume cadangan inspirasi, yaitu
jumlah udara yang masih dapat
masuk ke dalam paru pada inspirasi
maksimal setelah inspirasi biasa.
3. Volume cadangan ekspirasi, yaitu
jumlah udara yang dikeluarkan secara aktif dari dalam paru setelah
ekspirasi biasa.
4. Volume residu yaitu jumlah udara
yang tersisa dalam paru setelah ekspirasi maksimal.
b.
Kapasitas paru:
1. Kapasitas paru total, yaitu jumlah
total udara dalam paru setelah inspirasi maksimal.
2. Kapasitas vital, yaitu jumlah udara
yang dapat diekspirasi maksimal setelah inspirasi maksimal.
Tabel 1 Indikasi Spirometri3
Diagnostik
Evaluasi keluhan dan gejala (deformitas rongga dada, sianosis, penurunan suara napas, perlambatan udara ekspirasi,
overinflasi, ronki yang tidak dapat dijelaskan)
Evaluasi hasil laboratorium abnormal (foto toraks abnormal, hiperkapnia, hipoksemia,polisitemia)
Menilai pengaruh penyakit pada fungsi paru
Deteksi dini seseorang yang memiliki risiko menderita penyakit paru (perokok, pekerja yang terpajan substansi tertentu)
Pemeriksaan rutin (risiko pra-pembedahan, menilai prognosis, menilai status kesehatan)
Monitoring
Menilai efek terapi (terapi bronkodilator, terapi steroid)
Menggambarkan perjalanan penyakit (penyakit paru, interstitial lung disease (ILD), gagal jantung kronik, penyakit
neuromuskuler, sindrom Guillain-Barre)
Efek samping obat pada paru
Evaluasi kecacatan
Kesehatan masyarakat
305
4/10/2012 3:02:25 PM
CONTINUING MEDICAL EDUCATION
3.
4.
Kapasitas inspirasi, yaitu jumlah
udara maksimal yang dapat masuk
ke dalam paru setelah akhir ekspirasi
biasa.
Kapasitas residu fungsional, yaitu
jumlah udara dalam paru pada akhir
ekspirasi biasa.
Interpretasi hasil spirometri digambarkan oleh
nilai VEP1/FEV1, KV/VC, APE dan VEP1/KVP. Nilai
abnormal dapat menggambarkan kelainan
dasar fungsi paru, yaitu kelainan obstruksi,
restriksi dan kombinasi. Klasifikasi kelainan
fungsi paru dapat dilihat pada tabel 2.5
Batasan volume dan kapasitas paru dapat dilihat pada gambar 1. Nilai normal untuk setiap volume dan kapasitas paru bervariasi dan
dipengaruhi oleh usia, tinggi badan, jenis kelamin, suku, berat badan dan bentuk tubuh.
Volume udara tersebut dapat dinilai dengan
alat spirometri. Spirometri dapat pula mengukur aliran ekspirasi yaitu volume ekspirasi
paksa detik pertama (VEP1/FEV1) dan kapasitas
vital paksa (KVP/FVC).1
Tabel 2 Klasifikasi kelainan fungsi paru yang ditunjukkan
spirometri5
UJI PROVOKASI BRONKUS
Uji provokasi bronkus digunakan untuk menentukan hipereaktivitas saluran napas nonspesifik
oleh penyebab yang tidak diketahui. Metakolin
dan histamin adalah bahan yang sering digunakan untuk provokasi walaupun bahan lain
juga dapat digunakan. Metakolin relatif aman
dan dapat digunakan pada klinik rawat jalan
dan tidak memiliki efek samping sistemik.
Bila hasil spirometri normal, uji provokasi
bronkus dapat dilaksanakan menggunakan inhalasi metakolin dengan dosimeter.
Uji ini dilaksanakan dalam 5 tahap dengan 5
kali peningkatan konsentrasi. Setiap selesai
Gambar 1 Spirometri1
Lung Volumes and Capacities
Maximum possible inspiration
6,000
Lung volume (mL)
5,000
4,000
Inspiratory
capacity
Inspiratory
reserve volume
PEMERIKSAAN KAPASITAS RESIDU
FUNGSIONAL (KRF)
Pengukuran KRF dapat dilakukan dengan
teknik dilusi gas atau body plethysmograph.
Teknik dilusi gas digunakan untuk mengukur udara dalam paru yang berhubungan
dengan saluran napas. Keterbatasan teknik ini
adalah tidak dapat mengukur udara yang tidak berhubungan dengan saluran napas misalnya bula sehingga hasil kapasitas paru total
lebih rendah terutama pasien dengan emfisema berat. Teknik dilusi gas menggunakan
closed-circuit dilusi helium dan open-circuit nitrogen washout. Berdasarkan inhalasi sejumlah
gas helium pada volume dan konsentrasi tertentu kemudian terjadi proses ekuilibrium dalam waktu 7-10 menit dalam sistem tertutup,
konsentrasi akhir helium pada udara ekspirasi
merupakan volume residu. Teknik washout nitrogen dilakukan dengan cara pasien bernapas dengan oksigen 100% dan nitrogen dalam
paru dikeluarkan. Volume udara yang diekspirasi dan konsentrasi nitrogen dalam volume
tersebut diukur. Perbedaan volume nitrogen
pada konsentrasi awal dan konsentrasi akhir
dapat digunakan untuk menghitung KRF.7
Vital capacity
Tidal
volume
3,000
Total lung capacity
2,000
1,000
satu tahap kemudian dilakukan spirometri.
Bila terdapat penurunan VEP1 sebesar 20%,
tindakan dihentikan dan dipertimbangkan
hasilnya positif hipereaktivitas saluran napas.
Konsentrasi bahan untuk uji provokasi yang
dapat menurunkan VEP1 hingga 20% diberi
label PC20VEP1. Jika penurunan VEP1 kurang dari
20% hasilnya negatif. Hasil PC20VEP1 kurang dari
8 mg/mL secara klinis penting pada hipereaktivitas saluran napas.. Hasil positif uji ini secara
kuat menunjukkan diagnosis asma; hasil ini
bisa false positive pada berbagai kondisi, seperti PPOK, gangguan parenkim paru, gagal
jantung kronik, infeksi saluran napas atas dan
rinitis alergi, sedangkan hasil negatif bisa menyingkirkan diagnosis asma.6
Expiratory
reserve volume
Maximum
voluntary
expiration
Residual
volume
Functional residual
capacity
0
Gambar 2 Volume dan kapasitas paru
(Dikutip dari: http://images.tutorvista.com/content/feed/tvcs/lung20volumes1.JPG)
306
CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 306
Body plethysmograph merupakan metode
lain untuk mengukur volume paru menggunakan prinsip hukum Boyle; yaitu bila massa gas
ditekan pada suhu konstan maka tekanan (P)
dan volume (V) adalah tetap. Prinsip ini diaplikasikan pada paru subjek yang duduk dalam
plethysmograph. Udara dalam jumlah besar di
dalam kotak tertutup rapat seperti kotak telepon umum dengan subjek duduk di dalamnya
(Gambar 3). Subjek membuat usaha napas
melawan saluran udara yang tertutup sehing-
CDK-192/ vol. 39 no. 4, th. 2012
4/10/2012 3:02:26 PM
CONTINUING MEDICAL EDUCATION
ga volume paru meningkat, kemudian tekanan
saluran napas menurun dan tekanan dalam
kotak meningkat bersamaan dengan penurunan volume gas. Plethysmograph mengukur
volume total gas dalam paru, termasuk apapun yang terperangkap di saluran napas yang
tertutup dan yang tidak berhubungan dengan
mulut, sedangkan metode dilusi helium hanya
mengukur hubungan gas atau ventilasi volume paru. Pada subjek muda normal volume ini
sebenarnya sama tetapi pada pasien penyakit
paru volume ventilasi kurang dari volume total
karena terdapat gas yang terperangkap di saluran napas yang obstruksi.7
yang terdiri dari 10% helium, 0,3% CO, 21%
oksigen dan sisanya adalah nitrogen. Setelah menghirup pasien kemudian menahan
napas selama 10 detik. Perhitungan DLCO
merupakan hasil single-breath pasien yang
dapat digunakan untuk memperkirakan kapasitas paru total dikalikan laju ambilan CO
selama 10 detik menahan napas. Anemia
dapat menurunkan DLCO. Penyakit interstitial
pulmonary fibrosis (IPF) dan penyakit interstitial lung disease (ILD) lain dapat menghasilkan DLCO abnormal. Penurunan DLCO tidak
hanya menunjukkan penyakit restriksi tetapi
dapat ditemukan pada emfisema.8
KAPASITAS DIFUSI
Penilaian kapasitas difusi dapat menggunakan pemeriksaan DLCO (diffusing capacity of the lung for carbon monoxide). DLCO
diukur untuk menilai interaksi permukaan
alveolar, perfusi kapiler alveolar, bagian dari
celah antara alveolar-kapiler, volume kapiler,
konsentrasi Hb, reaksi Hb dengan CO. DLCO
merupakan rasio antara ambilan CO dalam
mililiter per menit dibagi rata-rata tekanan
alveolar CO dalam mmHg. Cara yang paling banyak digunakan adalah single-breath
breath-holding technique yaitu subjek diminta menghirup sejumlah volume udara
FEV1/VC ≥ LLN
Yes
No
VC ≥ LLN
Yes
VC ≥ LLN
No
Yes
No
TLC ≥ LLN
TLC ≥ LLN
No
Yes
Normal
Yes
Restriction
No
Obstruction
Mixed defect
Gambar 3 Skema bodyplethysmograph7
DLCO ≥ LLN
Yes
Normal
DLCO ≥ LLN
No
PV disorders
DLCO ≥ LLN
Yes
No
Yes
No
CW and NM
disorders
ILD
Pneumonitis
Asthma CB
Emphysema
Gambar 4 Algoritma yang dapat digunakan untuk menilai fungsi paru pada praktek klinik9
Keterangan: VC: vital capacity; LLN: lower limits of normal; TLC: total lung capacity; DL,CO: diffusing capacity for carbon monoxide;
PV: pulmonary vascular; CW and NM: chest wall and neuromuscular; ILD: interstitial lung disease; CB: chronic bronchitis.
DAFTAR PUSTAKA
1.
West JB. Test of pulmonary function. In: Remsberg C ed. Pulmonary physiology the essentials. 2 nd ed. Baltimore:Williams & Wilk in ;1979.p.153-60.
2.
Miller MR, Hankinson J, Brusasco V, et al. American Thoracic Society/European Respiratory Society Task Force: Standardization of spirometry. Eur Resp J. 2005;26: 319-38.
3.
Lung function test [Internet]. 2011 [cited 2011 Jun 20]. Available from: http://www.webmd.com/lung/lung-function-tests?page=2. Accessed on June 20th 2011.
4.
Yunus F. Pemeriksaan spirometri. In: Workshop on Respiratory Physiology and Clinical Application. Jakarta; 1997. p. 1-34.
5.
Pierce R. Spirometry: the measurement and interpretation of ventilator function in clinical practice. In: Rob P, ed. Spirometry. 1st ed. Tasmania: PJ David; 2004. p. 1-24.
6.
Crapo RO, Casaburi R, Coates AL, et al. Guidelines for methacholine and exercise challenge testing, 1999. Official statement of the American Thoracic Society adopted by the ATS Board of
Directors, July 1999. Am J Respir Crit Care Med. 2000;161: 309-29.
7.
Gold MW. Pulmonary Function Testing. In : Mason RJ, Broaddus C, Murray JF, Nadel JA eds. Textbook of Respiratory Medicine. 4th ed. Elsevier Saunders; 2005.p.681-8.
8.
American Thoracic Society. Single-breath carbon monoxide diffusing capacity (transfer factor). Recommendations for a standard technique—1995 update. Am J Respir Crit Care Med.
9.
Brusasco V, Viegi G. The ATS/ERS consensus on clinical pulmonary function testing. Breathe 2005;2:9-10.
1995; 152: 2185-98.
CDK-192/ vol. 39 no. 4, th. 2012
CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 307
307
4/10/2012 3:02:28 PM
Download