II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jasa

advertisement
7 II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Jasa
Dalam pemasaran, produk mempunyai arti yang luas, yaitu suatu kesatuan
yang ditawarkan pada pasar baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Produk
yang berwujud biasa disebut barang (goods) dan produk yang tidak berwujud
biasa disebut jasa (service). Seperti yang diungkapkan oleh Kotler dan Armstrong
(2002) jasa adalah setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan kepada pihak
lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan
sesuatu. Proses produksinya mungkin juga tidak dikaitkan dengan suatu produk
fisik.
2.2 Karakteristik Jasa
Dari pengertian tentang jasa, dapat dikatakan bahwa jasa, mempunyai
beberapa karkteristik. Menurut Kotler (2002), ada empat karekteristik utama jasa
yang berpengaruh besar pada perencanaan program pemasaran yaitu :
1. Intangibility (tidak berwujud)
Jasa bersifat intangible, artinya jasa tidak dapat dilihat, dirasa, dicium,
didengar, atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi. Bila barang
merupakan suatu objek, alat, material, atau benda; maka jasa justru
merupakan
perbuatan, tindakan,
pengalaman,
proses,
kinerja
(performance), atau usaha.
2. Inseparability (tidak dapat dipisahkan)
Kegiatan jasa tidak dapat dipisahkan dari pemberi jasa, baik perorangan
ataupun organisasi serta perangkat mesin/teknologi.
3. Variability (berubah-ubah/aneka ragam)
Bahwa kualitas jasa yang diberikan oleh manusia dan mesin/peralatan
berbedabeda,
tergantung
pada
siapa
yang
memberi,
bagaimana,
memberikannya, serta waktu dan tempat jasa tersebut diberikan.
4. Perishability (tidak tahan lama)
Bahwa jasa tidak bisa disimpan untuk kemudian dijual atau digunakan,
sehingga pada dasarnya jasa langsung dikonsumsi pada saat diberi. Daya
8 tahan suatu jasa tidak akan menjadi masalah jika permintaan selalu ada
dan mantap karena menghasilkan jasa di muka dengan mudah.
2.3 Lembaga Kursus
Menurut Ditjen Pendidikan Non Formal dan Informal, secara konseptual
Kursus didefinisikan sebagai proses pembelajaran tentang pengetahuan atau
keterampilan yang diselenggarakan dalam waktu singkat oleh suatu lembaga yang
berorientasi kebutuhan masyarakat dan dunia usaha/industri. Sedangkan
Kelembagaan
Pendidikan
Nonformal
adalah
lembaga
pendidikan
yang
menyelenggarakan pendidikan nonformal bagi masyarakat, baik yang diprakarsai
oleh pemerintah maupun masyarakat. Menurut Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga Kota Bogor, lembaga kursus adalah salah satu wadah yang didirikan
oleh perorangan atau sekelompok orang, lembaga sosial / yayasan, perusahaan
perorangan yang memiliki beberapa komponen seperti memiliki satuan isi, proses,
kompetensi lulusan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, sarana
prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan.
Penyelenggaraan kursus harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat dan Negara sebagai bagian dari akuntabilitas publik. Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 62
mengamanatkan bahwa setiap satuan pendidikan formal dan nonformal wajib
memperoleh izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah. 4Dasar Hukumnya, yaitu
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undangundang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah,
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 1998
tentang Pembinaan Kursus dan Pelatihan Kerja, Keputusan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Nomor 261 /U/1999 tentang Penyelenggaraan Kursus.
4
Direktorat Pembinaan Kursus & Kelembagaan.2010. http://infokursus.net/perijinan.php. accessed
at 7 April 2010 9 2.4 Pengertian Merek
Kata brand (merek) dalam bahasa Inggris berasal dari kata ‘brandr’ dalam
bahasa Old Norse, Norwegia kuno, dan ‘brant’ dari bahasa Jerman. Semuanya
mempunyai arti yang sama, yaitu menandai dengan besi panas. Menurut UU
Merek No. 15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek adalah tanda yang berupa
gambar, nama, kata, huruf - huruf, angka – angka, susunan warna, atau kombinasi
dari unsur – unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam
kegiatan perdagangan barang atau jasa. Berdasarkan definisi ini, secara teknis
apabila seorang pemasar membuat nama, logo, atau simbol baru untuk sebuah
produk baru, maka ia telah menciptakan sebuah merek.
Merek menjadi pembeda suatu produk lainnya di berbagai komoditas,
sekaligus menegaskan persepsi kualitasnya. Tak heranlah, Stephen King, CEO
WPP Group yang bermarkas di London, mengatakan produk adalah barang yang
dihasilkan pabrik, sementara merek adalah sesuatu yang dicari pembeli. Sesuatu
itu bukan sekedar barang, melainkan juga persepsi akan kualitas dan gengsi yang
diraih (Majalah SWA Sembada no. 15/21 Juli – 3 Agustus 2005, Hal. 45 tahun
2005). Pengertian merek menurut Aaker (1996) dalam Durianto et al.,. (2004a),
adalah nama dan atau simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap,
atau kemasan) dengan maksud mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang
penjual atau sebuah kelompok penjual tertentu.
Konsumen cenderung untuk melihat produk-produk dari perspektif secara
keseluruhan, yang kemudian menghubungkan dengan nama merek , semua atribut
dan kepuasan yang dialami oleh pembelian serta penggunaan produk (Murphy,
1990; Ambler, 1996). Dengan demikian, evaluasi konsumen terhadap atribut
merek yang berbeda dapat dikondisikan oleh kesan mereka secara keseluruhan
tentang merek dievaluasi.
2.4.1 Citra Merek (Brand image)
Citra adalah persepsi masyarakat terhadap perusahaan atau produknya.
Citra dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang di luar control perusahaan.
Menurut Kotler (2000) citra yang efektif melakukan tiga hal. Pertama,
memantapkan karakter produk dan usulan nilai. Kedua, menyampaikan karakter
tersebut dengan cara yang berbeda sehingga tidak dikacaukan dengan karakter
10 pesaing. Ketiga, memberikan kekuatan emosional yang lebih dari sekedar citra
mental. Supaya citra berfungsi dengan baik, maka harus disampaikan melalui
setiap sarana komunikasi yang tersedia dan kontak merek.
Menurut Tjptono (2005), citra merek adalah deskripsi tentang asosiasi dan
keyakinan konsumen terhadap merek tertentu. Citra merek (asosiasi merek)
adalah pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya
dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing,
selebriti dan lain – lain. Kesan – kesan yang terkait dengan merek akan semakin
meningkat
dengan
semakin
banyaknya
pengalaman
konsumen
dalam
mengkonsumsi suatu merek atau dengan semakin seringnya penampakan merek
tersebut dalam strategi komunikasi. Sebuah merek adalah seperangkat asosiasi,
biasanya terangkai dalam berbagai bentuk yang bermanfaat.
Menurut Keller, asosiasi merek adalah kutub informasional yang
berhubungan dengan kutub merek yang ada di memori konsumen dan
mengandung makna dari merek untuk konsumen tertentu. Ia juga menyatakan
bahwa brand asosiasi terdiri dari tiga kategori yaitu, atribut, manfaat, dan sikap.
Atribut merupakan segala bentuk yang ada pada suatu produk/jasa, baik itu
product related maupun non-product related. Product related adalah berhubungan
dengan komposisi fisik dari produk tersebut atau rincian dari suatu jasa tertentu.
Sedangkan non-product related berhubungan dengan faktor eksternal yang
mempengaruhi konsumen dalam proses pengambilan keputusan, seperti informasi
harga, kemasan, dan kegunaan.
Manfaat adalah hal – hal yang berhubungan dengan persepsi dari
konsumen mengenai nilai yang melekat pada produk / jasa tersebut. Park et al.,
(1986), mengkategorikan manfaat – manfaat tersebut menjadi tiga, yaitu :
1. Manfaat Fungsional, yaitu yang berhubungan dengan harapan konsumen
untuk memuaskan konsumsi dari suatu kebutuhan. Manfaat ini
memberikan suatu kepuasan terhadap suatu motivasi dasar (kebutuhan
dasar), seperti menyelesaikan masalah atau menghindari masalah. Menurut
Keller (2003, 2008), manfaat ini berhubungan dengan kebutuhan fisik dan
kebutuhan keamanan.
11 2. Manfaat Eksperensial, yaitu manfaat yang berhubungan dengan kebutuhan
eksperensial seperti kesenangan atau stimulasi kognitif. Nostalgia dan
kebanggan merupakan salah satu bentuk dari eksperensial benefit.
3. Manfaat Simbolik, yaitu yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan
simbolih atau gengsi, anggota grup, ego, peranan, dan citra diri. Manfaat
ini merupakan kentungan ekstrinsik dari produk atau jasa yang dikonsumsi
yang berkorespondensi dengan penerimaan sosial atau ekspresi diri yang
mengarah kepada kepercayaan diri.
Sementara itu, brand attitudes adalah keseluruhan evaluasi dari konsumen
mengenai suatu merek. Hal ini merupakan konstruk yang sangat penting untuk
membantu mengerti mengenai pilihan yang akan dilakukan oleh konsumen.
2.5 Bauran Pemasaran
Menurut Kotler (1997) bauran pemasaran adalah campuran dari variabelvariabel pemasaran yang dapat dikendalikan yang dipergunakan oleh suatu
perusahaan untuk mengejar tingkat penjualan yang diingankan dalam pasar
sasaran. Sedangkan menurut swastha dan Irawan (1990), marketing mix adalah
kombinasi dari empat variabel atau kegiatan yang merupakan inti dari sistem
pemasaran perusahaan yakni: produk, struktur harga, kegiatan promosi, dan
sistem distribusi.
Menurut Kotler (2002) terdapat tiga variabel dalam marketing mix yang
khusus digunakan dalam bidang jasa, yaitu orang (people), proses (process), dan
bukti fisik (physical evidence).
2.5.1 Kerangka Kerja Boom dan Bitner
Tabel 2. Kerangka Kerja Boom dan Bitner
Elemen 7 Ps
Product
Bauran Pemasaran yang Dimodifikasi dan Diperluas
Place
Kualitas, nama merek, jenis jasa, jaminan, kapabilitas, facilitating
goods, bukti nyata, harga, staff, lingkungan fisik, proses
pengiriman layanan
Tingkat harga, diskon, payment terms, interaksi harga,
diferensiasi
Lokasi, aksesibiltas, chanel distribusi, cakupan wilayah
Promotion
Iklan, personal selling, promosi penjualan, publisitas
Price
12 Lanjutan Tabel 2
People
Staf, pelatihan, penampilan, perilaku interpersonal, attitude,
keterlibatan, kontak dengan pelanggan
Physical
Evidence
Process
Lingkungan, furnishing, warna, tata letak, tingkat kebisingan,
bukti nyata
Kebijakan prosedur, mekanisasi, kecermatan karyawan,
keterlibatan pelanggan, alur dari aktivitas
Penelitian kepuasan konsumen mengatakan bahwa ekspektasi konsumen
(keyakinan pra-pembelian tentang kinerja suatu produk) dan keyakinan
disconfirmation iklan (persepsi setelah pembelian adalah bahwa suatu produk atau
tidak bekerja seperti yang diharapkan) memiliki pengaruh signifikan terhadap
kepuasan konsumen (Bearden dan Teel, 1983; Oliver, 1980; Tse dan Wilton,
1988). Jaminan berguna untuk mewujudkan harapan konsumen yang lebih besar
terhadap produk/jasa, peningkatan kualitas layanan, risiko keuangan berkurang,
serta meningkat nilai yang didapat.
Studi oleh Bolton dan Lemon (1999) dan Mattila dan O'Neill (2003) telah
menemukan bahwa harga sebenarnya memiliki dampak yang signifikan terhadap
kepuasan pelanggan secara keseluruhan. Homburg et al.,. (2005) meneliti
pengaruh kenaikan harga pada niat kembali dan menemukan kepuasan yang
sebelum kenaikan harga berpengaruh besar dari kenaikan harga pada tujuan
pembelian kembali. Menurut Keaveney (1995), harga diidentifikasi sebagai salah
satu variabel kausal utama untuk pelanggan beralih dari satu penyedia layanan
lain. Ada empat subkategori yang mendorong pelanggan beralih: (1) harga terlalu
tinggi relatif terhadap harga referensi internal, (2) kenaikan harga, (3) praktekpraktek harga yang tidak adil dan (4) praktik harga menipu. Menurut Hu, Parsa,
dan Khan (2006) , Harga promosi merupakan bagian integral dan penting dari
pemasaran di industri jasa. Sebagian besar perusahaan jasa sering bergantung
pada harga diskon sebagai strategi menarik. Harga promosi yang diterapkan untuk
jasa dapat dievaluasi dengan cara yang berbeda dibandingkan dengan harga
promosi yang diterapkan untuk produk. Konsumen akan mencari dan
mengevaluasi suatu jasa sebelum memasuki lingkungan tempat jasa itu berada
(Monroe dan Guiltinan, 1975). Oleh karena itu, konsumen harus mencari dan
mengevaluasi nilai dari promosi harga relatif serta kualitas sebelum
13 mengkonsumsi jasa tersebut (Nelson, 1970).
Pilihan lokasi dari suatu tempat dipercaya secara luas merupakan
keputusan paling penting yang dihadapi pengecer dan penyedia jasa (Craig et al.,.,
1984; Durvasula et al.,., 1982; Ghosh dan Craig, 1986). Ada beberapa alasan
mengapa keputusan lokasi adalah penting. Beberapa peneliti mengklaim bahwa
keputusan lokasi melibatkan investasi yang besar, sehingga sangat sulit untuk
mengubah lokasi tanpa substansial konsekuensi keuangan yang negatif (Achabal
et al.,., 1982; Craig et al.,, 1984.). Argumen lain yang sering dikutip adalah
bahwa untuk pengecer dan penyedia layanan, lokasi adalah titik kontak di mana
pelanggan mengakses barang dan jasa yang diinginkan. Sebuah lokasi yang
nyaman didefinisikan sebagai menyediakan layanan kepada konsumen di tempat
yang meminimalkan biaya keseluruhan perjalanan ke konsumen. Biaya perjalanan
ini mengacu pada jarak konsumen yang harus ditempuh ke penyedia jasa dari
rumah atau kantor dan (Bell et al., 1998).
Fungsi iklan adalah untuk menciptakan simbolisme dan citra pada produk
yang akan kemudian akan menghasilkan hubungan antara merek dan konsumen.
Sedangkan konsumen dipandang sebagai pihak yang aktif, berpengetahuan, dan
terlibat dalam proses memberi makna pada merek. Merek pilihan didasarkan pada
perasaan emosional dan intuitif tentang merek, gambar dan makna bagi konsumen
dan bagaimana merek ini memenuhi kebutuhan konsumen dan tampaknya masuk
ke dalam hubungan dengan konsumennya (McDonald, 1992).
Dalam kerangka kerja Boom dan Bitner semua aktor manusia yang
berperan dalam penyediaan layanan, yaitu personil perusahaan dan pelanggan
lainnya karena pada simultanitas produksi dan konsumsi, personil perusahaan
menempati posisi kunci dalam mempengaruhi persepsi pelanggan terhadap
kualitas produk. Konsep ini peserta juga termasuk pelanggan yang membeli
layanan dan pelanggan lainnya di lingkungan pelayanan.. Oleh karena itu manajer
pemasaran perlu untuk mengelola tidak hanya penyedia layanan antarmuka tetapi
juga tindakan pelanggan lainnya. Orang adalah kunci dalam pembuatan jasa dan
pengirimannya kepada klien. Menurut Bitner (1990), dari perspektif konsumen
menyatakan bahwa karyawan merupakan bagian dari jasa dan tingkah laku dari
karyawan walau bagaimanapun mempengaruhi persepsi konsumen terhadap
14 suatu jasa. Begitu pula yang diungkapkan oleh Zeithamel (2000), ia menyatakan
bahwa setiap aksi yang dilakukan oleh karywan akan memberikan pengaruh
perspsi mengenai perusahaan atau lembaga yang memberikan jasa tersebut. Hal
ini sangatlah penting, peran dari karyawan, terutama dalam mengatasi masalah
selama pemberian pelayanan suatu jasa tertentu secara terus menerus dan juga
untuk jenis jasa yang memiliki kontak tinggi dengan konsumen. Sesuai yang
diungkapkan oleh Rafael et al., (1997), bahwa karyawan memakai pakaian
tertentu (pakaian formal) untuk menunjukkan fakta bahwa mereka memiliki
sikap profesional dan memiliki tanggung jawab terhadap perannya sebagai
karyawan pada suatu organisasi tertentu. Di lain pihak, pakaian yang digunakan
juga mengindikasikan bahwa pakaian tersebut menandakan mereka adalah
bekerja pada suatu instansi tertentu. Selain itu, menurut Klassen et al., (1996),
konsumen juga menggunakan penampilan dari seorang karyawan untuk
mencirikan dan memperoleh informasi bahwa karyawan tersebut memakai
indentitas dari tempat / instansi. Menurut Gronroos (1984), tingkah laku dan
sikap dari personel atau karyawan akan mempengaruhi proses pemrosesan kesan
terhadap kinerja dari suatu jasa. Sebagai contoh ketika hal yang tidak diinginkan
terjadi, karyawan akan dengan sigap untuk meminta maaf, menawarkan sebuah
kompensasi atas apa yang terjadi, atau menjelaskan mengapa hal tersebut terjadi.
Bukti fisik merupakan lingkungan fisik perusahaan jasa dimana penyedia
jasa dan pelanggan berinteraksi. Bukti fisik dalam kerangka kerja Boom dan
Bitner mengacu pada lingkungan di mana layanan ini disampaikan dan setiap
barang berwujud yang memfasilitasi kinerja dan layanan komunikasi. Bukti fisik
penting karena pelanggan menggunakan petunjuk yang nyata untuk menilai
kualitas layanan yang diberikan. Menurut Langeard (1981), jasa memiliki
karakteristik intangible yaitu tidak berwujud, oleh karena itu, konsumen akan
mencari suatu bukti tangible yang akan dapat mereka rasakan di tempat jasa itu
diberikan. Bukti fisik ini dapat berupa desain dalam suatu lingkungan, dekorasi,
tanda – tanda, yang kemudian akan membangun suatu image dari suatu
perusahaan jasa tersebut yang akan mempengaruhi harapan dari konsumen
(Baker, 1977). Selanjutnya, pada saat mengevaluasi suatu proses, elemen dari
bukti fisik seperti tingkat kebisingan, wewangian ruangan, warna, tekstur,
15 perabotan, peralatan, akan dapat mempengaruhi kesan kinerja dari jasa yang
diberikan.
Prosedur, mekanisme dan aliran aktivitas dimana layanan tersebut
diperoleh disebut sebagai proses dalam kerangka 7Ps Boom dan Bitner. Karena
itu, harus dipastikan bahwa pelanggan memahami proses memperoleh layanan
dan bahwa antrian dan waktu pengiriman yang diterima pelanggan. Menurut
Lovelock dan Wright (1999), ada suatu titik dimana pelanggan bertemu dengan
karyawan dari suatu perusahaan jasa atau mereka melayani diri sendiri yang
implikasinya akan dapat mempengaruhi persepsi kualitas layanan yang ada di
benak pelanggan. Menurut Mayer dkk (2003), proses akan membuat suatu
perseptual yang ada dalam diri konsumen. Perseptual tersebut yaitu citra merek,
mood, serta resiko yang dirasakan. Menurut Berry (1983 dan 1995) bahwa
menarik, mempertahankan dan meningkatkan hubungan dengan pelanggan akan
membangun hubungan yang saling memuaskan untuk jangka panjang dengan
mereka, dengan harapan akan adanya peningkatan pendapatan dan dapat
mempertahankan preferensi mereka dalam jangka waktu yang panjang pula dan
kemudian akan membentuk hubungan yang saling menguntungkan.
Tujuh P bauran pemasaran dapat digunakan sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan suatu perusahaan dalam mencapai tujuan pemasarannya. Masing –
masing unsur bauran pemasaran ini berinteraksi satu sama lain dan merek harus
dikembangkan, sehingga dapat saling mendukung dan berinteraksi.
2.6 Penelitian Terdahulu
Rajh (2005) melakukan penelitian dengan judul The Effects of Marketing
Mix Elements on Service Brand Equity. Penelitian ini mengeksplorasi efek dari
elemen bauran pemasaran yang dipilih pada ekuitas merek layanan. Hipotesis
penelitian tentang hubungan antara unsur-unsur bauran pemasaran, dimensi
ekuitas merek dan ekuitas merek itu sendiri, dalam konteks merek jasa, ditetapkan
berdasarkan tinjauan literatur. Sebuah survei ini dilakukan dalam rangka untuk
mengumpulkan data empiris yang relevan. Model persamaan struktural digunakan
untuk menguji hipotesis penelitian. Temuan penelitian menunjukkan bahwa
beberapa unsur bauran pemasaran mungkin memiliki efek negatif pada ekuitas
merek jasa. Selain itu, temuan menunjukkan bahwa iklan, karyawan, interior
16 penampilan, tingkat harga dan pelayanan operasi memiliki efek positif pada
ekuitas merek jasa. Hasilnya menunjukkan pentingnya pendekatan strategis untuk
membangun merek jasa, dengan mendirikan ekuitas merek jasa menjadi tujuan
jangka panjang. Kontribusi utama dari penelitian ini berasal dari hasil penelitian
tentang pengaruh bauran pemasaran yang berbeda elemen pada ekuitas merek
layanan, dan pentingnya pendekatan strategis untuk membangun dan mengelola
merek layanan.
Amalia (2005) melakukan Analisis Tingkat Kepuasan Pelanggan terhadap
Mutu Layanan Jasa Lembaga Kursus Bahasa Inggris International Language
Progam (ILP). Dari penelitiannya diperoleh bahwa proses pengenalan masalah
yang menyatakan adanya kebutuhan untuk memilki kemampuan berbahasa
Inggris karena diperlukan dalam pekerjaan atau pelajaran. Pencarian informasi
yang paling dominan berasal dari teman atau keluarga. Evaluasi terhadap
alternatif dilakukan berdasarkan prioritas dari atribut – atribut kualitas jasa yang
dimiliki oleh lembaga kursus tersebut. Pemilihan terhadap ILP Bogor sebagai
tempat kursus bahasa Inggris karena mutu pengajarannya. Proses terakhir adalah
pembelian dan konsumsi. Mayoritas responden menyatakan telah mengikuti
kursus selama 3-5 periode level program dan memutuskan untuk kursus kembali
di ILP Bogor. Hasil Importance and Performance Analysis menunjukkan bahwa
atribut – atribut yang berada di kuadran A pada diagram kartesius adalah materi
buku belajar yang lengkap dan mudah dipahami, fasilitas WC, musholla, kantin,
dan parkir yang memadai, kesesuaian pelayanan dengan janji yang ditawarkan,
kejelasan dan ketepatan waktu studi siswa, dan staf ILP cepat tanggap terhadap
keluhan pelanggan. Atribut kualitas jasa yang memiliki tingkat kepentingan
tertinggi adalah atribut kemampuan staf pengajar dalam menyampaikan materi
dengan jelas. Atribut kinerja tertinggi adalah atribut kemampuan staf pengajar
untuk menciptakan suasana belajar yang aktif dan menyenangkan di kelas.
Tingkat kepuasan secara keseluruhan terhadap kualitas jasa ILP Bogor sudah
tinggi yaitu sebesar 70,635%.
Rahman (2007) melakukan penelitian dengan judul Analisis Citra Merek
(Brand image) dalam Pengambilan Keputusan Fruit Tea di Kota Sukabumi.
Penelitian ini memiliki tujuan yaitu menganalisis kekuatan citra merek fruit tea
17 yang relatif terhadap merek lain (pesaing), menganalisis variabel – variabel yang
menjadi dasar konsumen dalam melakukan pembelian fruit dan menganalisis
hubungan antara citra produk dengan keputusan konsumen dalam melakukan
pembelian fruit tea. Metode penelitian ini adalah dengan menggunakan metode
Multidimensional Scalling. Hasil yang didapatkan dari perhitungan citra merek
bahwa merek fresh tea merupakan pesaing utama fruit tea. Urutan citra merek
yang dimiliki fruit tea dari citra terkuat hingga terlemah adalah campuran teh yang
bervariasi, merek yang terkenal, kemudahan mendapatkan, bentuk atau desain
kemasan yang menarik, rasa teh yang nikmat, aroma wangi, tanpa pengawet,
produk dingin, minuman menyehatkan isi atau volume yang banyak, harga yang
murah dan terakhir adalah atribut warna teh yang pekat. Secara keseluruhan dapat
diambil dari penelitian ini yaitu bahwa citra merek yang dimiliki fruit tea memang
mampu mempengaruhi keputusan pembelian produk.
2.7 Hipotesis
Penelitian ini merupakan penelitian konfirmatori yang berguna untuk
menegaskan suatu teori dan diterapkan pada keadaan nyata. Oleh karena itu,
penelitian ini menggunakan metode SEM dengan beberapa hipotesis sebagai
berikut :
Hipotesis 1
H0 : Produk tidak berpengaruh positif terhadap Brand image
H1 : Produk berpengaruh positif terhadap Brand image
Keller (2003) menyatakan bahwa asosiasi merek dibuat berdasarkan pengalaman
langsung. Pengalaman langsung melibatkan keyakinan konsumen yang telah
dibuat ketika menggunakan jasa tertentu. Kemudian menurut Zeithaml dan Bitner
(2006) bahwa setelah terjadi evaluasi kualitas pelayanan kemudian akan
membentuk suatu outcome dari dimensi – dimensi yang telah dievaluasi menjadi
image tertentu
Hipotesis 2
H0 : Harga tidak berpengaruh positif terhadap Brand Image
H1 : Harga berpengaruh positif terhadap Brand Image
18 Tingkat harga yang lebih mahal sering dianggap sebagai kualitas lebih
tinggi, sehingga mereka kurang rentan terhadap pemotongan harga oleh kompetisi
dibandingkan merek-merek murah (Blattberg dan Wisniewski, 1989; Dodds et
al.,., 1991; Kamakura dan Russel, 1993). Harga yang lebih tinggi memiliki
dampak positif terhadap ekuitas merek, dengan kualitas merek yang dirasakan
melayani sebagai variabel mediator (Yoo et al.,., 2000). Oleh karena itu, semakin
tinggi harga sebuah merek jasa, semakin positif citra merek.
Hipotesis 3
H0 : Tempat tidak berpengaruh positif terhadap Brand image
H1 : Tempat berpengaruh positif terhadap Brand image
Menurut Rao and Monroe (1989) keadaan tempat yang memiliki image yang baik
akan menarik perhatian, kontak, dan jumlah kunjungan dari konsumen potensial.
Sebagai tambahan tempat yang seperti ini akan memberikan kepuasan konsumen
dan menstimulasi secara aktif dan positif terhadap komunikasi word of mouth di
antara konsumen.
Hipotesis 4
H0 : Iklan tidak berpengaruh positif terhadap Brand image
H1 : Iklan berpengaruh positif terhadap Brand image
Periklanan digunakan untuk membawa perbaikan dalam kualitas layanan yang
dirasakan, baik dengan mengurangi dampak heterogenitas layanan dan
meningkatkan jumlah informasi eksternal pada jasa (Hill dan Gandhi, 1992).
Periklanan juga memainkan peran penting dalam meningkatkan kekuatan asosiasi
yang terkait dengan merek (Yoo et al.,., 2000). Iklan membuat asosiasi merek
positif lebih mudah diakses dalam benak pelanggan (Farquhar, 1990).
Hipotesis 5
H0 : Proses tidak berpengaruh positif terhadap Brand image
19 H1 : Proses berpengaruh positif terhadap Brand image
Proses pengiriman layanan pasti akan mempengaruhi kualitas pelayanan
yang dirasakan (de Chernatony dan Segal-Horn, 2003). Dalam perjalanan
pelayanan, konsumen mengalami penyediaan layanan, dengan proses ini sendiri
mempengaruhi nilai pelayanan yang dirasakan. Dengan cara ini, pelayanan dapat
meningkatkan atau menurunkan nilai yang dirasakan dari layanan masing-masing
(Tseng et al.,., 1999). Karakteristik dari proses pemberian pelayanan bahkan
mungkin mempunyai dampak yang lebih besar pada penilaian umum layanan dari
layanan sebenarnya (Brown dan Swartz, 1989).
Hipotesis 6
H0 : Lingkungan Fisik tidak berpengaruh positif terhadap Brand image
H1 : Lingkungan Fisik berpengaruh positif terhadap Brand image
Karena jasa merupakan intangibel, sangat penting untuk memanfaatkan
secara nyata, unsur-unsur bahan layanan untuk mengkomunikasikan nilai layanan
(de Chernatony dan Segal-Horn, 2003). Merek jasa perlu dibuat dengan nyata
sehingga mereka terwakili dan terdefinisi oleh konsumen. Penggunaan sebanyak
mungkin unsur-unsur fisik yang dapat menghubungkan konsumen dengan merek
adalah cara yang efisien membangun merek jasa yang kuat dan meningkatkan
sifat nyatanya (McDonald et al., 2001). Lingkungan fisik di mana jasa
disampaikan tidak hanya mempengaruhi citra merek jasa (Upah dan Fulton, 1985;
Zeithaml et al., 1985; Bitner, 1992), tetapi juga kepuasan konsumen dengan
pelayanan (Bitner, 1990; Harrell et al., 1980).
Hipotesis 7
H0 : Karyawan dan Staf tidak berpengaruh positif terhadap Brand image
H1 : Karyawan dan Staf berpengaruh positif terhadap Brand image
Di mata pelanggan, karyawan mewujudkan merek dari suatu jasa
(Grönroos, 1994). Perusahaan jasa perlu untuk mengkomunikasikan tujuan dan
20 nilai-nilai, yaitu identitas merek mereka kepada karyawan, sehingga mereka
sendiri dapat memberikan kontribusi untuk membangun citra merek layanan
masing-masing (Hogg et al., 1998). Karyawan membutuhkan dukungan dari
perusahaan dalam rangka untuk bertindak dalam kepentingan terbaik merek jasa,
dan perusahaan harus memotivasi mereka untuk berkontribusi dalam membangun
merek (Tilley, 1999). Para karyawan perusahaan jasa mempengaruhi persepsi
pelanggan merek di suatu jasa (McDonald et al., 2001).
Sementara itu, penerimaan hipotesis yaitu menggunakan uji statistik
metode signifikansi. Jika t-value ≥ 0.05, maka tolak H0 dan terima H1. Dan
sebaliknya jika t-value ≤ 0.05 maka terima H0 dan tolak H1.
Download