BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan penyebab utama kematian di seluruh dunia dan menyumbang 7,6 juta kematian (sekitar 13% dari semua kematian) pada tahun 2008. Diantaranya terdapat kanker parudengan 1,37 juta kematian, kanker lambung 736.000 kematian, kanker hati 695.000 kematian, kanker kolorektal 608.000 kematian, kanker payudara 458.000 kematian dan kanker leher rahim 275.000 kematian (Depkes, 2012). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (2013), prevalensi kanker di Indonesia mencapai 1,4 per mil, artinya dari setiap 1000 orang Indonesia sekitar 2 orang di antaranya menderita kanker. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah dengan prevalensi kanker tertinggi di tanah air, yaitu 4,1 per 1000 penduduk. Pada tahun 2013, jumlah pasien kanker paliatif yang menjalani rawat inap di IRNA 1 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta sebanyak 260 pasien. Pasien kanker sering mengalami gejala-gejala diantaranya cancer related fatigue (CRF), mual, gangguan tidur, rambut rontok, depresi dan kehilangan berat badan tanpa sebab yang jelas (Hofman et al., 2004). Hampir semua pasien dengan berbagai tipe kanker yang menjalani pengobatan kanker mengalami CRF(Levy, 2008). Fatigue atau kelelahan adalah suatu terminologi yang sulit untuk dijelaskan, namun secara luas dapat dipahami sebagai perasaan subjektif seseorang akan kelemahan, kurangnya energi atau mudah lelah. Walaupun kelelahan seringkali 1 2 berhubungan dengan menurunnya performance, namun kelelahan ini tidak dapat diukur oleh orang lain dan hanya dapat dikaji oleh laporan dari individu tersebut (Fernsler & Jayne, 1986). Kelelahan dapat disebabkan oleh stres yang berkepanjangan karena berbagai faktor (Cella et al., 1998). Faktor predisposisi termasuk karakteristik demografi, penyakit yang mendasari, pengobatan yang diterima, komorbid, gangguan tidur, imobilitas, dan faktor psikososial (Portenoy & Itri,1999). Kanker dan pengobatannya sering menyebabkan kelelahan hebat yang muncul tidak seperti kelelahan biasa(Mock et al., 2006). Menurut National Comprehensive Cancer Network (2012), definisi dari cancer-related fatigue (CRF) adalah perasaan ketidaknyamanan terus menerus akan kelelahan fisik, emosional dan/ atau kognitif yang berhubungan dengan kanker atau pengobatan kanker yang tidak sesuai dengan aktivitasnya saat ini dan mengganggu fungsi biasanya. Berbeda dengan kelelahan yang fisiologis, kelelahan pada kanker ini (CRF) tidak cukup disembuhkan dengan tidur atau istirahat saja (Cella et al., 2000) dan tidak disebabkan oleh aktivitas fisik (Morrow et al., 2002), bahkan aktivitas kecilpun dapat menyebabkan kelelahan. Secara klinis, CRF membutuhkan diagnosis dan intervensi yang adekuat untuk dapat disembuhkan (Munch et al., 2006). Sebanyak 70-100% pasien kanker akan mengalami CRF (Agasi-Idenburg et al., 2010). CRF dilaporkan menjadi gejala yang paling sering dan paling beratpada 78% pasien kanker yang menjalani perawatan paliatif (Stone& Minton, 2008; Loge et al., 1999). 3 Prevalensi CRF meningkat menjadi 80-96% pada pasien yang menjalani kemoterapi, dan 60-93% pada pasien yang sedang menjalani radioterapi (Stasi et al., 2004). Tujuh puluh enam persen pasien mengalami CRF selama beberapa hari setiap bulan setelah kemoterapi. Wanita lebih banyak mengalami CRF dibandingkan pria (33% vs 22%). Sebanyak 54% pasien kanker melaporkan bahwa CRF merupakan gejala sekaligus efek samping yang paling lama disembuhkan (Curtet al., 1999). Insidensi dan keparahan CRF dipengaruhi oleh karakteristik pasien (Stone, 1998), keganasan utama dan tipe atau intensitas pengobatan (Cella et al., 1998). Walaupun telah dilakukan pengelompokan berdasarkan jenis kelamin maupun jenis kanker, CRF merupakan gejala yang paling berdampak terhadap kehidupan sehari-hari selama pengobatan berlangsung (Diaz et al., 2008). Dampak yang ditimbulkan oleh CRF cukup serius. CRFdapat mengganggu fungsi sehari-hari dan menyebabkan penurunan kemampuan activity daily living(ADL) pada lebih dari 80% pasien kanker (Curt et al., 2000; KieszkowskaGrudny et al., 2010). Ditinjau dari dampak pada kehidupan sehari-hari yang ditimbulkan oleh CRF, 58,3% pasien mengalami keterbatasan dalam melakukan self-care (mandi, berpakaian, melepas pakaian), 69,8% berdampak pada aktivitas di waktu senggang (jalan-jalan, belanja, menonton bioskop), dan 71,4% terbatas pada aktivitas sosial (Diaz et al., 2008). CRF tidak hanya mempengaruhi keadaan fisiknya, tetapi juga psikologis dan sosialnya yang akan berdampak signifikan pada kualitas hidup pasien (Hofman et al., 2007). Ketidakadekuatan bantuan dalam melakukan ADLakan mengganggu konsep diri yang dapat menurunkan kualitas hidup (Aistar, 1987). Selain itu juga beresiko 4 tinggi untuk hospitalisasi karena beberapa resiko misalnya usia lanjut, komorbiditas, kecacatan, dan riwayat hospitalisasi (Xuet al., 2012). Tingginya prevalensi yang ditimbulkan oleh CRF terhadap ADL ternyata membuat para oncologist memandang kecil masalah ini dan tidak butuh manajemen yang efektif. Hanya 27% pasien dengan kanker paliatif yang menerima manajemen CRF(Stone et al., 2000). Sampai saat ini data mengenai prevalensi CRF di Indonesia sangat sulit didapatkan. Begitu pula untuk dampak CRF terhadap kehidupaan fungsional pasien dan minimnya perhatian tenaga kesehatan terhadap manajemen CRF. Selain itu juga belum ada literatur yang cukup untuk membuktikan hubungan antara CRF dengan ADL pada pasien kanker paliatif. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara CRFdengan ADL pada pasien kanker paliatif. B. Rumusan Masalah Pada pasien kanker terjadi peningkatan aktivitas pro-inflammatory cytokines sehingga menimbulkan cancer related fatigueyang dapat menurunkan status fungsional tubuh dan dapat mengganggu activity daily living. C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara CRF dengan ADL pada pasien kanker paliatif. 5 D. Manfaat Penelitian Dengan mengetahui hubungan antara CRF dengan ADL pada pasien kanker paliatif di IRNA 1 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, maka penelitian ini dapat bermanfaat bagi: 1. Ilmu Pengetahuan Dapat mengembangkan dan memperkaya ilmu pengetahuan khususnya di bidang kesehatan serta dapat menjadi referensi dan dasar penelitian selanjutnya. 2. Masyarakat Diharapkan lebih aware terhadap tanda dan gejala CRF agar tidak terjadi dampak yang tidak diinginkan. 3. Instansi Terkait Diharapkan dapat memberikan informasi kepada tenaga kesehatan khususnya bidang kanker yang merawat pasien kanker paliatif terkait hubungan antara CRF yang ditimbulkan dengan tingkat kemampuan ADL sehingga dapat menangani dengan tepat dan mencegah komplikasi lebih lanjut. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan pengetahuan dan literatur yang ditelaah, penelitian tentang hubungan antara CRFdengan ADL pada pasien kanker paliatif di IRNA 1 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta belum pernah dilakukan. Penelitian yang berhubungan dengan CRF dengan ADL pada pasien kanker yang pernah dilakukan antara lain: 1. Mustian (2008) melakukan penelitian berjudul Cancer-related fatigue interferes with activities of daily living among 753 patients receiving chemotherapy: A URCC CCOP study di New York. Penelitian Mustian bertujuan 6 mengkaji dampak CRF dengan ADL pada permulaan pengobatan kanker. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan pertanyaan dari Multidimensional Assessment of Fatigue (MAF) Instrument yang diberikan pada 753 pasien yang menjalani kemoterapi.Lebih dari sembilan puluh persen pasien mengeluhkan bahwa CRFmempunyai dampak yang sangat besar terhadap kehidupannya, terutama berdampak pada aktivitas berjalan yang merupakan salah satu komponen dari ADL. Persamaan dengan penelitian ini adalah meneliti dua variabel yang sama yaitu CRF dan ADL. Perbedaannya terletak pada penggunaan instrumen penelitian, yaitu Visual Analogue Scale for Fatigue (VAS-F) untuk mengukur CRF dan Modifikasi Indeks Barthel untuk mengukur kemampuan ADL, serta hanya menggunakan pasien kanker paliatif dengan berbagai pengobatan sebagai sampel penelitian. 2. Penelitian berjudul Patients’ perception of cancer-related fatigue: results of a survey to assess the impact on their everyday lifeoleh Diaz et al (2008) dilakukan di Spanyol. Penelitian Diaz et al pada 505 pasien kanker dengan rata-rata usia 58,8 tahun bertujuan untuk mengeksplorasi dampak fungsional dan psikologis CRF diantara gejala kanker yang lain menurut persepsi pasien. Metode yang digunakan berupa penelitian cross-sectional pada 10 pelayanan oncologist di Spanyol dengan mengukur dampak CRFterhadap aktivitas fungsional dan sosial serta kesejahteraan emosional.Diaz et almenggunakan Visual Analogue Scale for Fatigue (VAS-F) dengan ditambah tiga pertanyaan terkait ADL sebagai instrument penelitian. CRF dianggap mengganggu rutinitas sehari-hari yang 7 meliputi kemampuan self-care (58,26%), aktivitas hiburan (69,8%), dan hubungan (71,4%). Persamaan dengan penelitian ini adalah desain penelitian berupa crosssectional dan VAS-F untuk mengukur tingkat CRF. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada instrumen untuk mengukur kemampuan ADL dengan Modifikasi Barthel Indeks dan variabel tergantung berupa ADL. 3. Penelitian serupa telah dilakukan oleh Curtet al (2000) di United States dengan judul Impact of Cancer-Related Fatigue on the Lives of Patients: New Findings From the Fatigue Coalition. Penelitian Curt et al yang dilakukan pada 379 pasien kanker dengan rata-rata usia 62 tahun ini bertujuan untuk menentukan prevalensi dan durasi CRF pada populasi kanker dan untuk mengkaji dampak fisik, mental, sosial dan ekonomi terhadap kehidupan pasien maupun caregivernya. Curt et al menggunakan wawancara sebagai instrumen penelitian pada kedua variabel yaitu CRF dan dampaknya terhadap kualitas hidup termasuk rutinitas sehari-hari. Tujuh puluh enam persen pasien merasakan CRF selama beberapa hari setiap bulan selama menjalani kemoterapi, dan 30% merasakan CRF setiap menjalankan aktivitas dasar sehari-hari. Sembilan puluh satu persen pasien melaporkan bahwa CRF mengganggu kehidupan normalnya, dan 88% pasien mengatakan bahwa CRF berdampak pada rutinitas sehari-harinya. Persamaan dengan penelitian ini adalah meneliti dua variabel yang sama yaitu CRFdan ADL. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada instrumen penelitian yang menggunakan dua instrumen berupa Visual Analogue Scale for Fatigue (VAS-F) dan Modifikasi Barthel Indeks yang berturut-turut untuk mengukur CRF dan ADL.