perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERAN PEMBERIAN KALSITRIOL TERHADAP PENURUNAN JUMLAH NETROFIL DAN EOSINOFIL INDUKSI SPUTUM PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK STABIL TESIS Tri Adi Kurniawan S. 600708003 PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 i perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id UNIVERSITAS SEBELAS MARET PERAN PEMBERIAN KALSITRIOL TERHADAP PENURUNAN JUMLAH NETROFIL DAN EOSINOFIL INDUKSI SPUTUM PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK STABIL Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar DOKTER SPESIALIS ILMU PENYAKIT PARU Tri Adi Kurniawan S. 600708003 PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 ii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Penelitian ini dilakukan di bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret/ Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta. Pimpinan : Prof. Dr. Suradi, dr., Sp.P(K), MARS Pembimbing : Prof. Dr. Suradi, dr., Sp.P(K), MARS Dr. Reviono, dr., Sp.P(K) PENELITIAN INI MILIK DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA. commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 iii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 iv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KATA PENGANTAR Penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah-Nya sehingga tesis ini dapat terselesaikan sebagai bagian persyaratan akhir pendidikan spesialis di bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam menyelesaikan pendidikan dan tesis ini merupakan buah kerjasama berbagai pihak. Pendidikan dan tesis ini merupakan hasil bimbingan, pengarahan dan bantuan dari para guru, keluarga, teman sejawat residen paru, karyawan medis dan non medis, serta para pasien selama penulis menjalani pendidikan. Penghargaan setinggi-tingginya dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Prof. Dr. Suradi, dr., Sp.P(K), MARS Ketua Program Studi Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta dan sebagai pembimbing I penelitian ini yang telah memberikan petunjuk, bimbingan, saran dan kritik yang membangun. Terima kasih atas transfer ilmu yang telah beliau berikan kepada penulis dalam menjalani pendidikan dan menyelesaikan penelitian ini.. 2. Dr. Eddy Surjanto, dr., Sp.P(K) Kepala Bagian Pulmonologi RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang telah memberikan petunjuk, bimbingan, saran dan kritik yang membangun. Terima kasih atas kemudahan yang telah beliau berikan kepada penulis dalam menjalani pendidikan. Kesetiaan dan perhatian beliau dalam pendidikan memberikan memori yang dalam buat penulis. 3. Dr. Hadi Subroto, Sp.P(K),MARS Nilai-nilai hakekat pendidikan kedokteran khususnya di bidang Pulmonologi yang beliau selalu tanamkan memberikan makna yang dalam buat penulis. commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 v perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Penulis mengucapkan terima kasih atas nasehat dan saran beliau terhadap kemajuan ilmu Pulmonologi. 4. Yusup Subagio Sutanto, dr., Sp.P(K) Wakil Direktur Pelayanan RSUD Dr. Moewardi Surakarta dan pengajar di bagian Pulmonologi yang telah memberikan petunjuk, bimbingan, saran dan kritik yang membangun. Terima kasih atas ilmu manajemen pelayanan yang telah beliau ajarkan kepada penulis. 5. Dr. Reviono, dr., Sp.P(K) Pembantu Dekan II Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta dan pembimbing II penelitian ini, walaupun dalam kesibukan beliau bersedia membimbing penelitian ini. Terima kasih penulis ucapkan atas ilmu dan petunjuk yang telah diberikan selama menjalani pendidikan dan menyelesaikan penelitian ini. 6. Ana Rima Setijadi, dr., Sp.P Sekretaris Program Studi Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kemudahan dalam menyelesaikan tesis ini. Terimakasih atas segala keramahannya dalam membimbing dan memotivasi kepada penulis selama menjalani pendidikan di bagian Pulmonologi. 7. Harsini, dr., Sp.P Beliau merupakan pengajar di bagian Pulmonologi yang memberikan bimbingan, dorongan dan saran yang baik selama menjalani pendidikan. Terima kasih penulis ucapkan atas kritik membangun yang telah disampaikan kepada penulis selama menjalani pendidikan. 8. Jatu Aphridasari, dr., Sp.P Beliau merupakan pengajar di bagian Pulmonologi yang memberikan bimbingan, dorongan dan saran yang baik selama menjalani pendidikan. Terima kasih penulis ucapkan atas kritik membangun yang telah disampaikan kepada penulis selama menjalani pendidikan. commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 vi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pengajar di luar lingkungan RSUD Dr. Moewardi: Syahril Mansyur, dr., Sp.P, Fordiastiko, dr., Sp.P, Hasto Nugroho, dr., Sp.P, IGN. Widyawati, dr., Sp.P, Windu Prasetya, dr., Sp.P, Dwi Bambang, dr., Sp.P atas bimbingan dan pengarahan yang sangat berguna selama penulis mengikuti pendidikan. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih juga kepada: 1. Direktur RSUD Dr. Moewardi Surakarta 2. Direktur Pascasarjana UNS Surakarta 3. Dekan Fakultas Kedokteran UNS Surakarta 4. Kepala Bagian Imu Bedah RSUD Dr. Moewardi/ FK UNS 5. Kepala Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Moewardi/ FK UNS 6. Kepala Bagian Radiologi RSUD Dr. Moewardi/ FK UNS Surakarta 7. Kepala Bagian Kardiologi RSUD Dr. Moewardi/ FK UNS Surakarta 8. Kepala Bagian Kesehatan Anak RSUD Dr. Moewardi/ FK UNS Surakarta 9. Kepala Bagian Anestesi RSUD Dr. Moewardi/ FK UNS Surakarta 10. Kepala Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr. Moewardi Surakarta 11. Direktur Rumah Sakit Paru Dr. Ario Wirawan Ngawen Salatiga 12. Direktur RSU Sragen 13. Kepala BBKPM Semarang 14. Kepala BP4 Klaten 15. Kepala BP4 Pati 16. Kepala BP4 Magelang 17. Kepala BP4 Ambarawa, beserta seluruh staf atas bimbingan dan ilmu pengetahuan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan. Penghargaan, penghormatan dan rasa terima kasih yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada ayahanda Guntur Soemono dan ibunda tercinta Ruswijati atas dukungan yang luar biasa dalam doa dan pengorbanan tiada tara kepada ananda. Kepada istri tercinta Dian Nurwidayanti, Ssi, Apt., yang selalu setia, menerima apa commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 vii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id adanya dan mendukung setiap langkah penulis dalam menjalani pendidikan sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas dengan baik. Kepada putra-putri tercinta: Alfa Nugerah dan Cahya Larasati, para mutiara hati tersayang yang menjadikan semangat papa untuk tidak merasakan dinginnya hujan dan teriknya panas sehingga menjadi motivator untuk segera menyelesaikan tugas dengan baik, ‘you are the truly pace maker for spirit and inspiration’. Kepada mas Gun, mbak Dwi dan Fina serta seluruh keluarga tercinta, kalian merupakan kakak dan adik luar biasa yang mampu mendukung penulis sepenuh hati untuk menyelesaikan pendidikan ini, Tuhan memberkati kalian semua. Hormat dan terima kasih penulis sampaikan kepada senior yang telah lebih dulu menyelesaikan pendidikan: Joko Susilo, dr., Sp.P, Eny, dr., Sp.P, Eva LM, dr., Sp.P, Riana, dr., Sp.P, Juli P, dr., Sp.P, Gani, dr., Sp.P, Niwan, dr., Sp.P, Irphan, dr., Sp.P, Dyah, dr., Sp.P, Novita, dr., Sp.P, Rita, dr., Sp.P dan seluruh rekan residen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Ucapan terima kasih setulusnya khusus penulis ucapkan atas kekompakan rekan seangkatan: Aprilludin, dr., Yusfi, dr., dan Anita M, dr., yang telah banyak membantu terlaksananya penelitian ini dan kalianlah yang membuat semuanya terasa lebih mudah dan menyenangkan selama penulis menjalani pendidikan. Terima kasih pula penulis ucapkan kepada: Farih R, dr., atas kritikan cerdasnya dan kepada Fitrie RS, dr., Poppy Aldorisye, dr., Dina, dr., atas bantuan selama penelitian berlangsung. Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh pasien, semua rekan perawat poliklinik paru (bu Krisni, bu Lestari, pak Ranto, pak Kuswanto) dan bangsal rawat paru di RSUD Dr. Moewardi, RSTP Ario Wirawan Salatiga, BP4 Klaten, BP4 Pati, BP4 Magelang, BP4 Ambarawa dan BBKPM Semarang serta rekan kerja di SMF paru (mas Waluyo, mbak Yamti, mbak Anita, mbak Ira dan mas Arif), juga kepada mas Harnoko atas bantuan dan kerjasamanya selama ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu penulis mohon maaf dan sangat mengharapkan saran serta commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 viii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id kritik dalam rangka perbaikan penulisan tesis ini. Semoga dengan rahmat dan anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa atas ilmu dan pengalaman yang penulis miliki dapat bermanfaat bagi sesama. Surakarta, Mei 2012 Penulis commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 ix perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id RINGKASAN PERAN PEMBERIAN KALSITRIOL TERHADAP PENURUNAN JUMLAH NETROFIL DAN EOSINOFIL INDUKSI SPUTUM PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK STABIL Tri Adi Kurniawan LATAR BELAKANG: Kalsitriol adalah metabolit aktif vitamin D sintetis yang dapat menghambat maturasi sel dendrit dan berlanjut menghambat ekspresi sitokin proinflamasi sehingga terjadi penurunan jumlah sel-sel inflamasi. Netrofil dan eosinofil merupakan sel inflamasi yang berkaitan dengan gejala klinik penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan dapat ditemukan dari pemeriksaan induksi sputum. Tujuan penelitian ini adalah menilai peran pemberian kalsitriol terhadap penurunan jumlah netrofil dan eosinofil induksi sputum penderita PPOK stabil. METODE: Penelitian ini termasuk uji klinis quasi-experimental, consecutive sampling, desain one group pretest-postest. Subjek penelitian adalah penderita PPOK stabil yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi di poliklinik paru RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Pebruari-Maret 2012. Variabel bebas adalah kalsitriol 2x0,25 µg dengan lama pemberian 14 hari, variabel tergantung adalah jumlah netrofil dan eosinofil induksi sputum. HASIL: Subjek yang dianalisis 26 orang, rerata umur 70,62 ± 9,025 tahun, 24 lakilaki (92,3 %) dan 2 perempuan (7,7 %). Rerata jumlah netrofil sebelum dan setelah pemberian kalsitriol masing-masing 55,88 ± 22,227 % dan 49,88 ± 18,290 %. Rerata jumlah eosinofil sebelum dan setelah pemberian kalsitriol masing-masing 17,12 ± 16,619 % dan 14,810 ± 9,290 %. Jumlah netrofil lebih besar bermakna dibandingkan jumlah eosinofil induksi sputum penderita PPOK stabil sebelum ataupun setelah pemberian kalsitriol (masing-masing p= 0,000). Penurunan jumlah netrofil dan eosinofil induksi sputum penderita PPOK stabil setelah pemberian kalsitriol adalah tidak bermakna (nilai p masing-masing 0,326 dan 0,850). KESIMPULAN: Jumlah netrofil lebih besar bermakna dibandingkan jumlah eosinofil induksi sputum penderita PPOK stabil. Pemberian kalsitriol tidak berperan terhadap penurunan jumlah netrofil dan eosinofil induksi sputum penderita PPOK stabil. Kata kunci: kalsitriol, PPOK, netrofil, eosinofil, induksi sputum. commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 x perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ABSTRACT THE ROLE OF CALSITRIOL IN DECREASING NEUTROPHILS AND EOSINOPHILS COUNT FROM SPUTUM INDUCTION OF STABLE CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE PATIENTS Tri Adi Kurniawan BACKGROUND: Calsitriol is an active metabolite of synthetic vitamin D that is able to inhibit maturation dendrite cells and cytokine proinflammatory expression thus decreasing inflammatory cells. Neutrophils and eosinophils are inflammatory cells that related to symptoms of clinical chronic obstructive pulmonary diseases (COPD) which can be found in sputum induction. The aim of this study is to asses the role of calsitriol in decreasing neutrophils and eosinophils count from sputum induction of stable COPD patients. METHODS: This study was a quasi-experimental clinical trial, consecutive sampling by one group pretest-postest design. Subjects were stable COPD patients who match the inclusion and exclusion criteria, done at pulmonary ambulatory care in dr. Moewardi Hospital Surakarta in February-March 2012. Calsitriol (0,25 µg twice daily for 14 days) is an independent variable, neutrophils and eosinophils count from sputum induction are dependent variable. RESULTS: There were 26 subjects analysed, 70.62 ± 9.025 years old average of age, 24 male (92.3 %) and 2 female (7.7 %). Mean of neutrophils count from sputum induction before and after treatment of calsitriol was 55.88 ± 22.227 % and 49.88 ± 18290 %, respectively. Mean of eosinophils count from sputum induction before and after treatment calsitriol was 17.12 ± 16.619 % and 14.810 ± 9.290 %, respectively. Neutrophils were the predominant cells than eosinophils count from sputum induction of stable COPD patients both before and after treatment of calsitriol (p= 0.000). Treatment of calsitriol in decreasing netrophils and eosinophils count from sputum induction of stable COPD patients was not significant (p= 0.326 and 0.397, respectively). CONCLUSIONS: Neutrophils were the predominant cells than eosinophils count from sputum induction of stable COPD patients. The role of calsitriol in decreasing neutrophils and eosinophils count from sputum induction of stable COPD patients was not significant. Key words: calsitriol, COPD, neutrophils, eosinophils, sputum induction. commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 xi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DEPAN ................................................................................................. i SAMPUL DALAM ................................................................................................. ii LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................... iii KATA PENGANTAR ............................................................................................ v RINGKASAN ......................................................................................................... x ABSTRACT ............................................................................................................ xi DAFTAR ISI ........................................................................................................... xii DAFTAR SINGKATAN KATA ........................................................................... xvi DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xviii DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xix BAB I. PENDAHULUAN A. Latar belakang......................................................................................... 1 B. Rumusan masalah.................................................................................... 3 C. Tujuan penelitian..................................................................................... 4 D. Manfaat penelitian................................................................................... 4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Imunopatogenesis PPOK ....................................................................... 5 B. Sel-sel yang terlibat inflamasi pada PPOK............................................. 5 1. Sel T ................................................................................................. 6 2. Makrofag/ monosit............................................................................ 6 3. Netrofil ............................................................................................. 8 4. Eosinofil ........................................................................................... 9 5. Sel epitel ........................................................................................... 10 6. Sel otot polos .................................................................................... 11 7. Sel B ................................................................................................. 11 commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 xii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 8. Sitokin/ kemokin .............................................................................. 12 C. Mekanisme inflamasi pada PPOK........................................................... 13 1. Tahap respons inisiasi terhadap asap rokok ..................................... 13 2. Tahap aktivasi dan proliferasi sel T ................................................. 13 3. Tahap reaksi imun adaptif ................................................................ 14 D. Stres oksidatif...........................................................................................14 E. Target terapi molekuler PPOK................................................................ 15 F. Kalsitriol.................................................................................................. 17 1. Biosintesis.......................................................................................... 18 2. Farmakodinamika.............................................................................. 19 3. Farmakokinetika................................................................................ 20 G. Defisiensi dan toksisitas vitamin D......................................................... 20 H. Manfaat vitamin D.................................................................................. 22 1. Efek kalsemik .................................................................................... 22 2. Efek nonkalsemik/ ekstrakalsemik .................................................... 23 I. Vitamin D sebagai imunomodulator pada PPOK.................................... 26 1. Mekanisme kerja molekuler vitamin D .............................................26 2. Sinyal vitamin D dan metabolisme dalam sistem imun.................... 27 J. Maturasi sel dendrit..................................................................................27 1. Jalur sinyal aktivasi NFκB................................................................. 28 2. Vitamin D dan sinyal intraseluler NFκB........................................... 30 K. Kerangka konseptual............................................................................... 33 L. Hipotesis ................................................................................................ 34 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan penelitian............................................................................... 36 B. Tempat dan waktu penelitian................................................................... 36 C. Populasi penelitian................................................................................... 36 D. Pemilihan sampel..................................................................................... 36 E. Besar Sampel........................................................................................... 36 commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 xiii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id F. Kriteria inklusi dan eksklusi .................................................................. 37 G. Identifikasi variabel................................................................................. 37 H. Definisi operasional................................................................................. 38 I. Cara penelitian......................................................................................... 40 J. Teknik pemeriksaan................................................................................. 40 K. Etika penelitian........................................................................................ 41 L. Alur penelitian......................................................................................... 41 M. Analisis data ........................................................................................... 42 BAB IV. HASIL PENELITIAN 1. Karakteristik sampel menurut umur dan jenis kelamin ........................ 43 2. Karakteristik sampel menurut jumlah konsumsi rokok ........................ 45 3. Karakteristik sampel menurut indeks massa tubuh .............................. 45 4. Karakteristik sampel menurut derajat PPOK........................................ 45 5. Karakteristik sampel menurut keluhan subjek penelitian..................... 47 6. Karakteristik sampel menurut pengobatan yang digunakan ................ 47 7. Karakteristik sampel menurut jumlah kalsium serum ......................... 48 8. Penurunan jumlah netrofil dan eosinofil setelah pemberian kalsitriol ................................................................................................ 48 9. Perbedaan jumlah netrofil dibandingkan eosinofil induksi sputum penderita PPOK stabil sebelum pemberian kalsitriol dan perbedaan jumlah netrofil dibandingkan eosinofil induksi sputum penderita PPOK stabil setelah pemberian kalsitriol ........................................................ 49 BAB V. PEMBAHASAN 1. Karakteristik subjek penelitian ............................................................. 51 2. Penurunan jumlah netrofil dan eosinofil induksi sputum setelah pemberian kalsitriol .............................................................................. 54 3. Perbedaan jumlah netrofil dibandingkan eosinofil induksi sputum penderita PPOK stabil sebelum pemberian kalsitriol dan perbedaan jumlah netrofil dibandingkan eosinofil induksi sputum penderita commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 xiv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PPOK stabil setelah pemberian kalsitriol ............................................. 56 BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ................................................................................................ 59 B. Saran ...................................................................................................... 59 DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 60 LAMPIRAN ............................................................................................................ 68 commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 xv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR SINGKATAN KATA AP APC ATM CACC CD CK2 CTGF CXCL CXCR DBP DNA ECP EDN ENA-78 ECP EGF EPO GCP GCSF GM-CSF GRO-α Hb HDAC IB ICAM IFN Ig IκB: IKK IL IMT IP10 KVP LPS LT MAF MAP MBP MCP MES : Activator protein : Antigen presenting cell : Ataxia telangiectasia mutated : Calcium-activated chloride channels : Cluster of differentiaton : Casein kinase-II : Connective tissue growth factor : Chemokine ligand : Chemokine receptor : Vitamin D-binding protein : Deoxyribo Nucleic Acid : Eosinophyl cationic protein : Eosinophyl-derived neurotoxin : Epithelial neutrophil activating protein-78 : Eosinophyl-derived neurotoxin : Epidermal growth factor : Eosinophyl peroxidase : Granulocyte chemotactic protein : Granulocyte colony stimulating factor : Granulocyte-macrophage colony stimulating factor : Growth related oncoprotein-α : Haemoglobin : Histone deacetylase : Indeks brinkman : Intracellular adhesion molecule : Interferon : Imunoglobulin : Inhibitor of κB : Inhibitor IκB kinase : Interleukin : Indeks massa tubuh : Inducible protein 10 : Kapasitas vital paksa : Lipopolisakarida : Leukotriene : Macrophage activating factor : Mitogen-activated protein : Major basic protein : Monocyte chemotactic protein : Matriks ekstraseluler commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 xvi perpustakaan.uns.ac.id MHC MMP NCF NE NEMO NIK NFκβ NK PAF PDE PI3K PPOK RANTES ROS RXRs SLPI SMRT STAT Sel Th TGFβ TIMP TLR TNF UV VCAM VDR VDREs VEGF VEGFR VEP 1,25(OH)2D 25(OH)D digilib.uns.ac.id : Major histocompatibility complex : Matrix metalloproteinase : Neutrophyl chemotacting factor : Netrofil elastase : Nuclear factor-κB essential modifier : NFκB inducing kinase : Nuclear factor kappa beta : Natural killer : Plasminogen activator systems : Phosphodiesterase : Phosphatidylinositide-3-kinase : Penyakit paru obstruktif kronik : Regulated on activation, normal T-cell expressed and secreted : Reactive oxygen species : Retinoid acid X-receptors : Secretory leukoprotease inhibitor : Silencing mediator for the retinoid and thyroid hormone receptor : Signal transducer and activator transcription : Sel T helper : Transforming growth factor β : Tissue inhibitor of metalloproteinase : Toll like receptor : Tumor necrosis factor : Ultraviolet : Vascular cell adhesion molecule : Vitamin D receptor : Vitamin D respons elements : Vascular endotelial growth factor : Vascular endotelial growth factor receptor : Volume ekspirasi paksa : 1α-25-dihydroxyvitamin D : 25-hydroxyvitamin D commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 xvii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 : Interaksi sitokin/ kemokin pada PPOK ..................................... 12 Gambar 2 : Efek stres oksidatif pada paru ................................................... 16 Gambar 3 : Target terapi PPOK ................................................................... 17 Gambar 4 : Biosintesis vitamin D dari provitamin D .................................. 18 Gambar 5 : Aktivasi vitamin D menjadi metabolit aktif kalsitriol .............. 19 Gambar 6 : Metabolisme vitamin D ............................................................. 21 Gambar 7 : Efek kalsemik dan nonkalsemik/ ekstrakalsemik vitamin D ..... 24 Gambar 8 : Kompleks NFκB, IκB dan IKK ................................................. 29 Gambar 9 : Jalur aktivasi NFκB ................................................................... 30 Gambar 10 : Cross-talk antara NF-κB dan VDR .......................................... 31 Gambar 11 : RelB dalam keadaan steady state, terangsang dan dalam keadaan tersupresi setelah diberikan vitamin D serta keterlibatan kofaktor................................................................. 32 Gambar 12 : Analisis flow cytometric mengenai efek pemberian vitamin D3 terhadap diferensiasi sel dendrit dan analisis flow cytometric mengenai efek pemberian vitamin D3 terhadap aktivasi sel dendrit ...................................................................................... 32 Gambar 13 : Kerangka konseptual penelitian ................................................ 34 Gambar 14 : Alur penelitian .......................................................................... 41 Gambar 15 : Indeks brinkman subjek penelitian ........................................... 46 Gambar 16 : Indeks massa tubuh subjek penelitian ....................................... 46 Gambar 17 : Frekuensi derajat PPOK subjek penelitian ................................ 47 Gambar 18 : Frekuensi sampel menurut keluhan subjek penelitian ................ 48 commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 xviii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 : Lembar penjelasan kepada penderita.................................... 68 Lampiran 2 : Lembar persetujuan mengikuti penelitian............................. 71 Lampiran 3 : Lembar data penderita........................................................... 72 Lampiran 4 : Lembar teknik pemeriksaan.................................................. 74 Lampiran 5 : Lembar isian kelaikan etik.................................................... 75 Lampiran 6 : Lembar kelaikan etik............................................................. 79 Lampiran 7 : Jadwal pelaksanaan penelitian............................................... 80 Lampiran 8 : Hasil pemeriksaan laboratorium ........................................... 81 Lampiran 9 : Lembar hasil pengambilan data ............................................ 83 Lampiran 10 : Lembar hasil perhitungan SPSS versi 17 ............................. 84 commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 xix perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas beracun/ berbahaya disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat berat penyakit. Progresifitas PPOK ditandai dengan perubahan patologis saluran napas akibat peningkatan aktivitas sel inflamasi di saluran napas.1,2 Netrofil dan eosinofil termasuk sel inflamasi yang berperan penting pada imunopatogenesis PPOK.3 Pemeriksaan sel inflamasi di saluran napas dapat dilakukan dengan berbagai cara misalnya dengan induksi sputum, kurasan bronkoalveolar maupun dari biopsi bronkus. Penelitian Rutgers dkk. dengan cara induksi sputum menemukan perbedaan signifikan persentase netrofil dan eosinofil sputum pada bekas perokok yang menderita PPOK dibandingkan kontrol sehat.4 Penelitian Suradi dengan cara pemeriksaan cairan kurasan bronkus penderita emfisema (merupakan salah satu bentuk lesi yang berkaitan dengan PPOK) menemukan peningkatan kadar interleukin-1β (IL-1β) dan interferon γ (IFNγ) berkorelasi dengan pelepasan matrix metalloproteinase-9 (MMP9).5 Matrix metalloproteinase-9 merupakan enzim protease yang dihasilkan netrofil di saluran napas yang bersifat elastolytic/ merusak dinding alveoli. Matrix metalloproteinase-9 akan menetap jangka lama selama masih terpajan asap rokok/ zat iritan sehingga menimbulkan sifat kronik dan progresifitas PPOK.3 Respons inflamasi netrofilik biasa ditemukan pada PPOK, tetapi respons inflamasi eosinofilik yang menyebabkan peningkatan kontraksi otot saluran napas juga dapat menyertai pada 20-40 % penderita PPOK stabil dan commit to user dapat ditemukan dengan cara induksi sputum.6 Penelitian yang dilakukan Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 1 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Yildiz dkk. melalui induksi sputum penderita PPOK diperoleh persentase jumlah netrofil dan eosinofil masing-masing 78 ± 11 % dan 3 ± 1 %,7 sedangkan Belda dkk. melakukan induksi sputum subjek dewasa sehat menemukan persentase jumlah netrofil dan eosinofil masing-masing 37,5 ± 20.1 % dan 0,4 ± 0.9 %.8 Kalsitriol merupakan metabolit aktif vitamin D bersifat pleiotropic yang dipakai secara luas jaringan tubuh karena reseptor vitamin D terdapat hampir di seluruh jaringan tubuh.9 Kalsitriol selain berperan dalam homeostasis kalsium juga berfungsi sebagai ligan yang berikatan dengan reseptor vitamin D sehingga berperan sebagai imunomodulator dengan cara menghambat maturasi sel dendrit. Maturitas sel dendrit diperantarai oleh faktor transkripsi nuclear factor kappa beta (NFκB). Ikatan kalsitriol sebagai ligan dengan reseptor vitamin D pada NFκB akan menekan aktivasi NFκB sehingga transkripsi gen proinflamasi tersupresi.10,11 Penderita PPOK stabil derajat II-IV menunjukkan penurunan indeks massa tubuh akibat malnutrisi yang tidak seimbang dengan kebutuhan energi.1 Status nutrisi yang jelek dan kelemahan otot skeletal pada PPOK akan semakin meningkatkan morbiditas.12 Status nutrisi yang jelek memungkinkan berpengaruh terhadap kecukupan vitamin yang diperlukan tubuh. Kecukupan vitamin D sebagian besar berasal dari pajanan sinar ultraviolet (UV) matahari yang mengubah 7-dehydrocholesterol di kulit menjadi previtamin D3 kemudian mengalami isomerisasi menjadi vitamin D3. Sumber lain berasal dari nutrisi nabati dan hewani.13 Kelemahan otot skeletal pada penderita PPOK mempengaruhi limitasi aktivitas sehingga memungkinkan penderita mengalami penurunan pajanan sinar matahari yang merupakan sumber utama vitamin D. Pengaruh musim mempengaruhi kejadian eksaserbasi PPOK. Penelitian di New Delhi oleh Chandra dkk. tahun 2009 mendapatkan kenaikan admission eksaserbasi PPOK puncaknya pada bulan November-Pebruari.14 Penelitian di Inggris oleh Hansell dkk. tahun 2003 mendapatkan admission commitsaat to user dan mortalitas PPOK meningkat musim dingin (winter) dan gugur Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 2 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (autumn).15 Penelitian Yap dkk. mengenai kejadian eksaserbasi PPOK di Hong Kong mengalami kenaikan signifikan pada bulan Desember-Mei dibandingkan Juni-November.dikutip dari 14 Walaupun penelitian tersebut menilai hubungan musim dan faktor pencetus eksaserbasi PPOK, tetapi hasil penelitian tersebut sangat menarik karena peningkatan eksaserbasi PPOK yang mencerminkan peningkatan respons inflamasi terjadi pada musim dingin dimana terjadi penurunan pajanan sinar UV matahari yang merupakan sumber utama vitamin D, sehingga menarik untuk diteliti bertepatan dengan musim hujan di Indonesia saat ini khususnya di Surakarta,16 apakah pemberian kalsitriol akan berperan terhadap respons inflamasi pada PPOK stabil yang dilihat berdasarkan jumlah netrofil dan eosinofil induksi sputum. Penelitian mengenai peran pemberian kalsitriol terhadap jumlah netrofil dan eosinofil induksi sputum pada PPOK stabil belum ada. Penelitian ini dibuat untuk menilai apakah terdapat peran pemberian kalsitriol terhadap penurunan jumlah netrofil dan eosinofil induksi sputum penderita PPOK stabil? B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah terdapat peran pemberian kalsitriol terhadap penurunan jumlah netrofil induksi sputum penderita PPOK stabil? 2. Apakah terdapat peran pemberian kalsitriol terhadap penurunan jumlah eosinofil induksi sputum penderita PPOK stabil? 3. Apakah terdapat perbedaan jumlah netrofil induksi sputum dibandingkan jumlah eosinofil induksi sputum penderita PPOK stabil sebelum pemberian kalsitriol? 4. Apakah terdapat perbedaan jumlah netrofil induksi sputum dibandingkan jumlah eosinofil induksi sputum penderita PPOK stabil setelah pemberian kalsitriol? commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 3 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id C. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan umum Mengetahui peran pemberian kalsitriol terhadap penurunan jumlah netrofil dan eosinofil induksi sputum penderita PPOK stabil. 2. Tujuan khusus a. Menilai penurunan jumlah netrofil induksi sputum penderita PPOK stabil setelah pemberian kalsitriol. b. Menilai penurunan jumlah eosinofil induksi sputum penderita PPOK stabil setelah pemberian kalsitriol. c. Menilai perbedaan jumlah netrofil induksi sputum dibandingkan jumlah eosinofil induksi sputum penderita PPOK stabil sebelum pemberian kalsitriol. d. Menilai perbedaan jumlah netrofil induksi sputum dibandingkan eosinofil induksi sputum penderita PPOK stabil setelah pemberian kalsitriol. D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat keilmuan Mengetahui respons inflamasi sebelum dan setelah pemberian kalsitriol pada penderita PPOK stabil melalui pemeriksaan netrofil dan eosinofil induksi sputum. 2. Manfaat praktis Kalsitriol dipertimbangkan sebagai terapi tambahan untuk mengurangi respons inflamasi sehingga dapat menghambat progresifitas penyakit PPOK. commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 4 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. IMUNOPATOGENESIS PPOK Faktor risiko utama PPOK adalah pajanan asap rokok. Polusi udara dalam ruangan dan luar ruangan (gas buang kendaraan, debu, polusi tempat kerja, zat kimia/ iritan) serta infeksi saluran napas bawah berulang merupakan faktor risiko PPOK.17 Faktor genetik defisiensi alfa-1 protease inhibitor berperan meningkatkan risiko PPOK terutama pada penderita yang muncul gejala PPOK pada usia lebih muda dan penderita tidak merokok tetapi mengalami emfisema.18,19 Imunopatogenesis PPOK berkaitan dengan banyak faktor. Inflamasi paru dan interaksi seluler akibat pajanan zat iritan menyebabkan inflamasi kronik. Aktivasi sel dendrit, netrofil, makrofag, sel epitel, sel T, fibroblas, sel otot polos mengekspresikan sitokin, kemokin dan protease.20 Asap rokok mengandung konsentrasi tinggi reactive oxygen species (ROS) yang berperan dalam aktivasi makrofag sehingga akan lebih banyak menghasilkan stres oksidatif. Oksidan akan mengoksidasi antiproteinase dan meningkatkan aktivasi faktor transkripsi misalnya NFκB yang berperan dalam ekspresi gen proinflamasi.19 Inflamasi kronik saluran napas berkaitan dengan reparasi jaringan dan remodeling yang merupakan ciri kelainan patologis PPOK.21 Inflamasi kronik PPOK ditandai akumulasi sel inflamasi di lumen saluran napas kecil antara lain: netrofil, makrofag, cluster of differentiation 8+ cells (sel CD8+), sel CD4+, dan sel B. Derajat inflamasi seiring dengan berat penyakit.22 B. SEL-SEL YANG TERLIBAT INFLAMASI PADA PPOK Proses inflamasi pada PPOK sangat kompleks melibatkan beberapa tipe sel, antara lain sel inflamasi commit (sel T, makrofag/ monosit, sel dendrit, netrofil, to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 5 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id eosinofil dan sel epitel), sel otot polos dan interaksi antar sitokin/ kemokin. Proses inflamasi tersebut berlangsung kronik dan bersifat progresif menyebabkan hambatan aliran udara ekspirasi yang tidak sepenuhnya reversibel.3 1. Sel T Sel T yang belum berdiferensiasi karena belum terpajan antigen disebut sebagai sel T naif yang dikenali dari molekul permukaannya yaitu CD45RA dan dapat ditemukan dalam organ limfoid perifer. Sel naif yang terpajan antigen akan berkembang menjadi sel T helper 0 (Th0), selanjutnya sel Th0 berkembang menjadi sel efektor Th1 dan Th2 yang dibedakan berdasarkan sitokin yang diproduksinya.23 Ekspresi IL-12 oleh sel dendrit akan mengaktivasi signal transducer and activator transcription 4 (STAT4) yang akan menginduksi sel T berdiferensiasi menjadi sel T helper 1.24 Jumlah sel T CD4+ dan sel T CD8+ meningkat di sepanjang saluran napas, parenkim paru dan berkas otot polos saluran napas. Fungsi sel T CD8+ adalah untuk membersihkan sel terinfeksi dengan mengapoptosis atau mensitolisiskan sel. Sel parenkim paru dapat rusak oleh pengeluaran substansi litik seperti perforin dan granzyme dari sel T CD8+.20 Sel T CD4+ dan sel T CD8+ pada penderita PPOK perokok mengekspresikan reseptor kemokin spesifik CXCR3, CCR5, dan CXCR6 tetapi tidak mengekspresikan CCR3 atau CCR4 yang merupakan reseptor kemokin pada asma yang diekspresikan oleh Th2.24 2. Makrofag/ monosit Sel induk multipotensial sumsum tulang menghasilkan sel induk mieloid yang berkembang menjadi sel promonosit dan granulosit. Sel promonosit berdiferensiasi menjadi sel fagosit mononuklear, sel granulosit menjadi sel fagosit polimorfonuklear. Sel fagosit mononuklear matang di sumsum tulang kemudian masuk ke sirkulasi darah sebagai monosit dan commit to user setelah 24 jam akan meninggalkan sirkulasi menuju ke jaringan. Makrofag Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 6 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id di dalam jaringan akan mengalami diferensiasi, kemudian dapat hidup berbulan-bulan di jaringan dan mempunyai nama yang berbeda-beda tetapi fungsinya sama. Sel fagosit mononuklear mempunyai 2 fungsi yaitu sebagai fagosit profesional yang fungsi utamanya menghancurkan antigen dan sebagai antigen presenting cells (APC) yang berfungsi menyajikan antigen kepada limfosit.23 Makrofag paru terdiri dari beberapa subpopulasi antara lain sel dendrit, makrofag alveolar dan makrofag interstisial. Makrofag alveoler mempunyai kapasitas fagositosis lebih tinggi.25 Sel dendrit dahulu dikenal sebagai sel darah putih yang berfungsi sebagai monosit dan makrofag. Sel dendrit saat ini dikenal sebagai APC poten.26 a. Sel dendrit Sel dendrit pertama kali dideskripsikan oleh Paul Langerhans pada tahun 1868 yang ditemukan di lapisan basal epidermis. Sel dendrit imatur merupakan sel dendrit yang belum tersensitisasi sehingga belum mampu melakukan sensitisasi terhadap sel T. Sel dendrit imatur banyak terdapat di jaringan yang sering kontak dengan dunia luar, misalnya pada kulit dan mukosa.26 Sel dendrit akan berfungsi sebagai APC jika menjadi sel dendrit matur. Sel dendrit menjadi matur apabila toll like receptors (TLR) 2, 4 dan 9 mengikat antigen sebagai ligan.11 Sel dendrit akan mengekspresikan major histocompatibility complex I (MHC I) dan MHC II untuk dapat mempresentasikan antigen ke sel T.24 Sel dendrit matur dikenali dari banyaknya sitokin yang diekspresikan dipermukaannya yaitu: MHC I dan MHC II, integrins (CD54) dan molekul kostimulator misalnya CD40, CD80, CD86.11 Akumulasi sel dendrit dikenal sebagai sel langerhans yang berada di epitel dan adventisia saluran napas kecil penderita PPOK.20 Soler dkk. menemukan jumlah sel dendrit matur di saluran napas dan dinding alveolar mengalami peningkatan pada penderita perokok.dikutip dari 27 commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 7 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id b. Makrofag alveolar/ interstisial Makrofag merupakan derivat monosit di sirkulasi yang migrasi ke paru sebagai respons terhadap kemoatraktan seperti CCL2 (monocyte chemotactic protein 1/ MCP1) beraksi pada CCR2 dan CXCL1 beraksi pada CXCR2. Kemokin yang diekspresikan makrofag akan menarik netrofil dan akan melepaskan enzim protease.27 Makrofag/ monosit adalah sel efektor penting pada PPOK yang mengeluarkan ROS, protein matriks ekstraseluler serta mediator lipid antara lain: leukotrien, prostaglandin, sitokin, kemokin dan MMP. Makrofag CD68+ paling dominan di submukosa bronkus pasien PPOK dan jumlahnya meningkat seiring berat penyakit.20 Penelitian Setijadi pada tahun 2005 dengan cara pemeriksaan kurasan bronkoalveolar penderita perokok mendapatkan jumlah makrofag meningkat bermakna pada perokok serta didapatkan korelasi kuat antara jumlah makrofag dan MMP9 dibandingkan bukan perokok.28 3. Netrofil Netrofil merupakan sel fagosit polimorfonuklear dengan jumlah sekitar 70 % dari jumlah lekosit yang beredar di sirkulasi. Netrofil dapat hidup di jaringan selama 2-3 hari. Lama hidup netrofil di saluran napas tergantung oleh sitokin granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF) dan granulocyte-colony-stimulating factor.3 Netrofil berisi butir-butir azurofilik primer dan sekunder. Butir azurofilik primer mengandung asam hidrolase, mieloperoksidase dan neutromidase. Butir azurofilik sekunder mengandung laktoferin dan lizozim.23 Netrofil terutama terdapat di epitel bronkus, kelenjar bronkus dan serat otot polos saluran napas. Netrofil dapat ditemukan di lumen saluran napas melalui pemeriksaan sputum atau melalui broncho alveolar lavage (BAL). Jumlah netrofil sputum berkaitan dengan obstruktif saluran napas berat dan seiring dengan penurunan fungsi paru.20 commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 8 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Netrofil sampai di saluran napas melalui mekanisme aktivasi kemoatraktan. Kemoatraktan netrofil seperti leukotriene B4 (LTB4), CXC chemokine ligand 8 (CXCL8)/ IL-8), CXCL1/ growth-related oncogene-α (GRO-α) dan CXCL5/ epithelial neutrophil activating protein 78 (ENA78) meningkat pada pasien PPOK. Tumour necrosis factor (TNF) dan IL1ß tidak menyebabkan aktivitas kemotaktik secara langsung tetapi melalui peningkatan regulasi molekul adhesi pada sel endotel dan netrofil sehingga terjadi akumulasi netrofil di saluran napas.25 Netrofil berperan penting pada patogenesis PPOK karena netrofil di saluran napas dan alveoli menghasilkan enzim protease, netrofil elastase, cathepsin G, proteinase-3, MMP8 dan MMP9 yang berkontribusi terhadap kerusakan dinding alveolar. Enzim protease juga menginduksi hipersekresi mukus saluran napas.3 Penelitian Rutgers dkk. dengan cara induksi sputum menemukan perbedaan signifikan persentase netrofil pada bekas perokok yang menderita PPOK dibandingkan kontrol sehat.4 4. Eosinofil Eosinofil merupakan sel fagosit polimorfonuklear dengan jumlah sekitar 2-5 % dari jumlah lekosit yang beredar di sirkulasi. Eosinofil dapat hidup di jaringan selama 4-10 hari. Eosinofil mengekspresikan fcR untuk imunoglobulin A (Ig A), Ig G, Ig E dan ligan untuk beberapa molekul adhesi. Granul eosinofil mengandung myelin basic protein (MBP) dan peroksidase eosinofil.23 Perekrutan eosinofil ke jalan napas melalui beberapa tahap yang dimediasi oleh sitokin yang dihasilkan oleh Th2. Tahap pertama adalah akibat peningkatan produksi eosinofil di sumsum tulang di bawah pengaruh IL-5 dan eotaxin. Kedua, target organ mengalami peningkatan adhesi terhadap eosinofil akibat pengaruh sitokin IL-4 dan IL-13. Sitokin tersebut akan meningkatkan ekspresi vascular cell adhesion molecule (VCAM)-1 pada sel-sel endotel paru yang memudahkan ikatan dengan eosinofil.6 commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 9 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Meskipun dominansi inflamasi PPOK adalah netrofilik, tetapi dengan induksi sputum ternyata ditemukan eosinofil pada 20-40 % penderita PPOK stabil. Eosinofil juga mengalami peningkatan saat eksaserbasi. Eotaxin merupakan kemokin CC yang dikeluarkan sel dinding saluran napas yang mengaktivasi kemokin reseptor CCR3 untuk mengekspresikan eosinofil dan menarik ke jaringan.6 Bronkitis kronik yang mengalami eksaserbasi terjadi peningkatan ekspresi CC chemokine ligand 5 (CCL5).20 Eosinofil berisi protein kationik yang tersimpan dalam granula, antara lain: major basic protein (MBP), eosinophil cationic protein (ECP), eosinophil peroxidase (EPO), dan eosinophil-derived neurotoxin (EDN). Protein-protein tersebut toksik terhadap sel epitel bronkus.6 Eosinofil merupakan sumber cysteinyl-leukotrienes yang akan meningkatkan sekresi mukus di epitel dan meningkatkan kontraksi otot saluran napas.29 Inflamasi eosinofilik pada PPOK mewakili subgrup PPOK yang berbeda.20 Terapi kortikosteroid sistemik memberikan respons terhadap inflamasi eosinofilik.6 Penelitian Rutgers dkk. dengan cara induksi sputum menemukan perbedaan signifikan persentase eosinofil pada bekas perokok yang menderita PPOK dibandingkan kontrol sehat.4 5. Sel epitel Sel epitel saluran napas penting untuk pertahanan jalan napas. Mukus yang diproduksi sel goblet akan menjebak bakteri dan partikel terinhalasi.3 Produksi dan sekresi sel epitel saluran napas distimulasi oleh asap rokok, komponen bakteri, stres oksidatif dan sitokin proinflamasi misalnya TNFα dan IL-1ß.25 Sel epitel akan mensekresi defensins dan peptida kationik yang berperan sebagai antimikroba dengan mensekresikan antioksidan atau antiprotease seperti secretory leukoprotease inhibitor (SLPI). Sel epitel juga mensekresikan Ig A yang berperan dalam sistem imun adaptif.3 commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 10 perpustakaan.uns.ac.id Epitel digilib.uns.ac.id alveolar saluran 3 proinflamasi dan protease. napas merupakan sumber mediator Mediator inflamasi dan sitokin yang dikeluarkan sel epitel saluran napas antara lain: CXCL8 (IL-8), IL-17, CXCL-1 (GRO-α), CXCL5 (ENA-78), CXCL-6/ granulocyte chemotactic protein 2 (GCP-2) dan regulated on activation, normal T-cell expressed and secreted (RANTES)/ CCL5. Sel epitel bronkus mengeluarkan transforming growth factor-ß (TGF-ß) yang terlibat dalam proses fibrosis saluran napas.25 6. Sel otot polos Sel otot polos saluran napas tidak hanya berkaitan dengan kontraktilitas tetapi mampu mengekspresikan dan mengeluarkan sitokin, kemokin, faktor pertumbuhan dan protease yang berperan dalam inflamasi. Sel otot polos saluran napas memproduksi sitokin dan kemokin antara lain: IL-6, CXCL8/ IL-8, CCL2/ MCP-1, -2/ CCL8 dan -3/ CCL7, CXCL1/ GRO-α, CXCL10/ IFN-γ-inducible protein 10 (IP-10) dan GM-CSF. Sel otot polos saluran napas juga mengeluarkan IL-1ß, TNFα, connective tissue growth factor (CTGF) dan TGF-ß.20 7. Sel B Peningkatan sel B dan bronchus-associated lymphoid tissue pada biopsi bronkus penderita PPOK tingkat lanjut menggambarkan respons imun adaptif infeksi kronik pada PPOK.30 Folikel limfoid berisi sel B dan sel dendrit folikuler berdampingan dengan sel T yang terdapat pada dinding bronkus dan parenkim pasien emfisema.31 Sel plasma berasal dari sel B matang ditemukan dalam jumlah besar di subepitel dan dalam kelenjar submukosa pada penderita PPOK dan mayoritas dari sel-sel ini mengekspresikankan IL-4 dan IL-5.32 Peningkatan jumlah sel B dan penurunan jumlah sel T regulator (Treg) menunjukkan terdapat kemungkinan peran respons autoimun pada PPOK.20 commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 11 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 8. Sitokin/ kemokin Asap rokok dan iritan inhalasi lain akan mengaktivasi sel epitel dan makrofag untuk melepaskan sitokin-sitokin termasuk faktor pertumbuhan (TGF-β dan FGFs) yang merangsang proliferasi fibroblas sehingga mengakibatkan fibrosis saluran napas. Sel-sel tersebut mensekresi sitokin proinflamasi misalnya TNFα, IL-1β dan IL-6 yang meningkatkan reaksi inflamasi dan beberapa kemokin akan menarik sel inflamasi dari sirkulasi ke paru. Kehadiran monosit karena CCL2 yang beraksi melalui CCR2 (di paru berdiferensiasi menjadi makrofag); CXCL1 dan CXCL8 beraksi lewat CXCR2 untuk menarik netrofil dan monosit; dan CXCL9, CXCL10 dan CXCL11 beraksi lewat CXCR3 menarik sel Th1 dan sel Tc yang keduanya menghasilkan IFNγ. Hipersekresi mukus dirangsang oleh epidermal growth factor (EGF) dan TGF-α.33 Gambar 1 memperlihatkan interaksi sel dan sitokin proinflamasi pada PPOK.33 Gambar 1. Interaksi sitokin/ kemokin pada PPOK. Ket,: CXCL= CXC chemokine ligand, CCL= CC chemokine ligand, IL= interleukin, TNF= tumour necrosis faktor, TGF= transforming growth faktor, EGF= epidermal growth faktor, VEGF= vascular endothelial growth faktor, MMP= matrix metalloproteinase, CTGF= connective tissue growth factor. commit to user Dikutip dari (33) Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 12 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id C. MEKANISME INFLAMASI PADA PPOK Mekanisme sentral yang mendasari inflamasi pada PPOK adalah respons terhadap inhalasi partikel dan polutan. Inflamasi yang dimediasi sel T di paru masih menetap beberapa tahun walaupun telah berhenti merokok. Mekanisme inflamasi PPOK terbagi menjadi 3 tahap: tahap respons inisiasi terhadap asap rokok, aktivasi dan proliferasi sel T serta reaksi imun adaptif.24 1. Tahap respons inisiasi terhadap asap rokok Zat iritan seperti asap rokok dalam mencetuskan respons imun bawaan dijelaskan oleh hipotesis Matzinger (danger hypothesis) yaitu respons imun bawaan tidak hanya diakibatkan oleh mikroba sendiri melainkan juga karena kerusakan jaringan dan celluler stress. Sel epitel yang rusak karena asap rokok melepaskan danger signals bertindak sebagai ligan untuk toll-like receptors 4 (TLR4) dan TLR2 epitel. Produk sel inflamasi dapat merusak matriks ekstraselular, menyebabkan pelepasan ligan dan aktivasi TLR. Hal ini akan mengaktivasi NFκB menyebabkan sel dendrit matur dan bermigrasi ke organ limfe lokal. Aksi ini memicu produksi kemokin dan sitokin menghasilkan respons inflamasi bawaan. Inflamasi bawaan pada tahap ini apabila diminimalkan maka inflamasi tidak akan berkembang ke imunitas adaptif dan proses penyakit kemungkinan terhenti di tahap ini.24 2. Tahap aktivasi dan proliferasi sel T Ikatan ligan (danger signal) yang berasal dari epitel cidera dengan TLR membuat sel dendrit menjadi matur sehingga terjadi ekspresi protein MHC II, molekul kostimulator (CD80 dan CD86) untuk mempresentasikan antigen ke sel T. Sel dendrit matur menghasilkan IL-6 yang meningkatkan jumlah sel T efektor dengan cara menghilangkan sinyal dari sel Treg. Interleukin-12 yang dihasilkan sel dendrit matur akan mengaktifkan STAT4 yang menginduksi diferensiasi sel T menjadi Th1 dan akan merangsang produksi commit toIFNγ. user Sel T kemudian berproliferasi Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 13 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id menjadi sel efektor Th1 CD4+ dan sel sitolitik CD8+. Mekanisme toleransi atau pengaturan sistem imun ditentukan di stadium ini. Proliferasi sel T efektor menjadi banyak dengan cepat (homing).24 3. Tahap reaksi imun adaptif Kegagalan toleransi/ regulasi sistem imun pada tahap aktivasi dan proliferasi sel T menyebabkan berkembangnya inflamasi sistem imun adaptif di paru yang terdiri dari sel T CD4+ Th1, sel T sitolitik CD8+ dan IgG yang diproduksi sel B. Sel Treg dan sel T γδCD8+ juga memodulasi tingkat keparahan inflamasi sistem imun adaptif. Hasil akhir proses inflamasi yang diinduksi oleh sel T CD4+ Th1 dan aktivasi sel imun bawaan yang memproduksi stres oksidatif dan proteinase bersama sel T sitolitik CD8+ dan sel B menyebabkan nekrosis, apoptosis, deposisi kompleks imun dan komplemen, kerusakan dan airway remodelling, emfisema serta penumpukan material antigenik.24 D. STRES OKSIDATIF Inflamasi paru kronik pada PPOK terjadi karena ketidakseimbangan antara oksidan dan antioksidan sehingga terjadi peningkatan stres oksidatif. Sumber stres oksidatif berasal dari pajanan eksogen dan endogen. Sumber oksidan eksogen berasal dari asap rokok dan polutan udara, oksidan endogen berupa ROS dihasilkan oleh sel-sel inflamasi dan jalan napas.34 Pertahanan antioksidan yang efisien penting untuk melindungi paru melawan pajanan oksidan endogen dan eksogen. Jaringan paru mempunyai kapasitas untuk membangun respons adaptif dengan cepat terhadap stres oksidatif melalui pengerahan pertahanan antioksidan.35 Reactive oxygen species seperti anion superoksida (O2-) dan radikal hidroksil (OH) adalah spesies tidak stabil yang mampu menginisiasi oksidasi menyebabkan oksidasi protein, DNA dan lemak menyebabkan kerusakan paru langsung atau dengan menginduksi berbagai respons seluler melalui commit to user pembentukan spesies metabolik reaktif sekunder.36 Reactive oxygen species Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 14 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id dapat menginisiasi respons inflamasi paru melalui aktivasi factor-faktor transkripsi yaitu NFκß dan activator protein (AP)-1 serta jalur transduksi sinyal lain seperti mitogen-activated phosphatidylinositide-3-kinase (PI3K), protein chromatin (MAP) kinases remodeling dan (histone acetylation/ deacetylation) menyebabkan peningkatan ekspresi gen-gen mediator proinflamasi.34,35 Gambar 2 memperlihatkan efek stres oksidatif pada paru.20 E. TARGET TERAPI MOLEKULER PPOK Pendekatan terapi target molekuler PPOK berdasarkan pengetahuan patogenesis molekuler PPOK.37 Antagonis mediator spesifik misalnya inhibitor LTB4, IL-8 mulai dikembangkan. Inhibitor TNFα digunakan pada PPOK dengan gambaran inflamasi sistemik.38 Destruksi jaringan dihambat dengan inhibitor protease misalnya inhibitor netrofil elastase, cathepsins atau MMP. Anti inflamasi misalnya phosphodiesterase (PDE)-4 inhibitor atau penghambat sinyal transduksi seperti inhibitor dari inhibitor nuclear factor-κB kinase (IKK-2), p38 mitogen activated protein (MAP) kinase atau phosphoinositide-3-kinase.38 Obat-obatan yang menghambat TGF-β akan menghambat fibrosis di saluran napas kecil. Obat yang menghambat produksi mukus antara lain epidermal growth factor receptors inhibitor dan calcium-activated chloride channels (CACC). Pendekatan terapi pada kasus emfisema menggunakan retinoid dan sel punca.38 Target terapi molekuler PPOK secara ringkas terlihat pada gambar 3.38 commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 15 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Gambar 2. Efek stres oksidatif pada paru: a. Efek oksidatif membran asam lemak menyebabkan peroksidasi lipid dan reaktif aldehid. b. Aktivasi intraseluler kinase dan faktor transkripsi menyebabkan transkripsi gen antioksidan dan proinflamasi. Ket.: PUF= polyunsaturated fatty acid, LOOH= lipid hydroperoxide, 4-HNE= 4hydroxy-2-nonenal, MDA= malondialdehyde, TNF= tumour necrosis factor, LPS= lipopolysaccharide, ROS= reactive oxygen species, GSH= reduced glutathione, GSSG= oxidised glutathione, Nrf= nuclear faktor erythoid 2-related factor, KEAP= Kelch-like erythroid-cell-derived protein with CNC homology-associated protein, MAP= mitogen-activated protein kinase, ERK= extracellular signal-regulated kinase, MEKK= MAP/ ERK kinase kinase, MKK= MAP kinase kinase, JNK= c-Jun N-terminal kinase, ASK= apoptosis signal-regulating kinase, MAPK= MAP kinase, PKC= protein kinase C, PI3K= phosphatidylinositol 3- kinase, Akt= Akt kinase, GSK= glycogen synthase kinase, IKK= inhibitor of nuclear faktor (NF)-κB kinase, AP= activator protein, Ref= redox factor, IL= interleukin, iNOS= inducible nitric oxide synthase, γGCS= λ-glutamylcysteine synthetase, SOD= superoxide dismutase, HO= haem oxygenase. Dikutip dari (20) commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 16 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id F. KALSITRIOL Kalsitriol merupakan metabolit aktif vitamin D.9 Vitamin D merupakan nutrient kelompok sterol yang berasal dari diet dan sintesis endogen. Sumber diet berasal dari ikan, susu, mentega, kuning telur dan sayuran. Vitamin D terdiri dari dua jenis, yaitu vitamin D2 (ergokalsiferol) dan vitamin D3 (kholekalsiferol). Ergokalsiferol terdapat dalam sayuran, sedangkan kholekalsiferol terdapat pada hewan. Sinar ultraviolet matahari (290-320 nm) akan mengubah 7-dehydrocholesterol di kulit menjadi previtamin D3. Kedua jenis vitamin D tersebut memiliki struktur kimia berbeda, namun fungsinya identik.13 Gambar 3. Target terapi PPOK. Ket.: PDE4= phosphodiesterase-4, p38 MAPK= p38 mitogen activated protein, IKK-2= inhibitor of nuclear factor-κB kinase, PI3K-γ= phosphoinositide 3 kinasegamma, PPAR-γ= peroxisome proliferation activated receptor-γ, TGF-β= transforming growth factor-β, CTG= connective tissue growth factor, IL-8= interleukin-8, CXC= cysteine-X-cysteine, LTB4= leukotriene B4, TNF= tumour necrosis factor, NE= neutrophil elastase, MMP= matrix metalloproteinase, EGFR= epidermal growth factor receptor, CACC= calcium-activated chloride channel. commit to user Dikutip dari (38) Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 17 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Beberapa faktor akan menghambat produksi vitamin D, antara lain: ketinggian tinggi, hiperpigmentasi, musim dingin dan hal-hal yang menghalangi sinar matahari termasuk pakaian dan sunblocks.13 Vitamin D saat ini dikenal 6 jenis (D2-D7) yang dibedakan berdasarkan differing side chains, tetapi hanya ada 2 bentuk vitamin D yang mempunyai fungsi biologis yaitu D2 dan D3.39 1. Biosintesis Pecahan cincin B pada provitamin D akan ditempati oleh 5,7dienesterol dengan bantuan sinar ultraviolet matahari menjadi previtamin D diikuti reaksi isomerisasi thermal sehingga terbentuk vitamin D, seperti terlihat pada gambar 4.39 Gambar 4. Biosintesis vitamin D dari provitamin D. Dikutip dari (39) Sumber vitamin D berasal dari makanan akan diserap pada bagian usus halus proksimal, kemudian vitamin D bersama dengan kilomikron diangkut ke dalam sistem limfatik yang akan dilepaskan dan masuk ke pembuluh darah (plasma). Vitamin D di dalam plasma darah dibawa oleh suatu protein petransport yaitu vitamin D-binding protein (DBP), selanjutnya vitamin D ditransportasikan ke liver.40 Vitamin D di mikrosom/ mitokondria liver dihidroksilasi pada posisi C-25 oleh cytochrome P450 vitamin D 25 hydroxylase (termasuk CYP2R1, CYP2D11 dan CYP2D25) menjadi 25-hydroxyvitamin D/ [25(OH)D] atau kalsidiol.39,40 commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 18 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Kalsidiol selanjutnya memasuki sirkulasi menuju ginjal. Kalsidiol diserap masuk ke proksimal tubulus ginjal oleh megalin.40 Kalsidiol mengalami hidroksilasi pada posisi ke-1 menjadi 1α-25-dihydroxyvitamin D [1,25(OH)2D] dengan bantuan enzim 1α-hidroksilase. Senyawa 1,25(OH)2D ini dikenal sebagai kalsitriol yang merupakan metabolit vitamin D aktif.39 Aktivasi kalsitriol terlihat pada gambar 5.40 Gambar 5. Aktivasi vitamin D menjadi metabolit aktif kalsitriol. Dikutip dari (40) 2. Farmakodinamika Mekanisme aksi utama kalsitriol adalah di usus halus dan tulang. Kalsitriol sebagai metabolit aktif vitamin D menstimulasi absorbsi kalsium di usus halus.41 Aktivasi ikatan vitamin D dengan reseptor vitamin D (VDR) di tulang, ginjal, dan sel kelenjar paratiroid menjaga pemeliharaan kalsium serum dan kadar fosfor dalam batas normal dan efeknya terkait dengan mineralisasi dan pergantian tulang.42 Mekanisme kerja molekuler vitamin D lainnya adalah dengan mengikat dan mengaktivasi VDR di berbagai sel proinflamasi.43 termasuk faktor transkripsi yang mengkode gen commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 19 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 3. Farmakokinetika Kalsitriol cepat diabsorbsi di usus halus. Konsentrasi puncak dengan kalsitriol oral dosis tunggal 0,25 µg sampai 1,0 µg tercapai dalam waktu 36 jam. Efek farmakologis dosis tunggal dicapai dalam waktu 3 hari. Pemberian kalsitriol berturutan akan tercapai kondisi steady state dalam waktu 7 hari. Dosis kalsitriol yang direkomendasikan untuk pengobatan osteoporosis adalah 0,25-1,0 µg perhari diberikan 2 kali sehari. Dosis kalsitriol jika digunakan sebagai imunomodulator belum diketahui secara pasti. Obat-obatan yang mempengaruhi efektifitas kalsitriol antara lain: kolestiramin menghambat absorbsi kalsitriol di usus, phenobarbital menurunkan konsentrasi kalsitriol dalam plasma dengan cara meningkatkan metabolismenya. Penggunaan kalsitriol bersama thiazid akan meningkatkan risiko hiperkalsemia dan penggunaan bersama dengan digitalis akan meningkatkan risiko aritmia.41 Ginjal juga menghasilkan 24,25-dihydroxyvitamin D yang merupakan metabolit inaktif. Enzim 25-hydroxyvitamin D 24 hydroxylase (CYP24) termasuk enzim mitokondria P450 yang menghidrolisa 25(OH)D dan 1,25(OH)2D menjadi 1,24,25(OH)3D (calcitroic acid) untuk diekskresikan melalui kandung empedu.39,44 Bila kadar kalsium darah rendah, kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon parathormon untuk meningkatkan sintesis kalsitriol. Metabolisme vitamin D secara ringkas terlihat pada gambar 6.44 Jaringan adiposa merupakan tempat penyimpanan vitamin D, tetapi belum ada bukti kalau penurunan berat badan secara cepat akan melepaskan vitamin D ke sirkulasi menyebabkan toksisitas.45 G. DEFISIENSI DAN TOKSISITAS VITAMIN D Manifestasi defisiensi vitamin D umumnya berhubungan dengan metabolisme tulang antara lain: rakitis yaitu suatu kelainan dari tulang akibat kekurangan kalsium atau fosfor, yaitu suatu keadaan yang commitosteomalasia to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 20 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ditandai oleh dekalsifikasi sebagian tulang mengakibatkan tulang menjadi lunak dan rapuh.13 Defisiensi vitamin D dapat asimptomatis dan tidak khas seperti kelemahan otot, nyeri muskuloskeletal, mudah lelah, gangguan mood dan kurang konsentrasi.46 Gambar 6. Metabolisme vitamin D. Dikutip dari (44) commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 21 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Kecukupan vitamin D dapat dinilai dari kadar 25(OH)D dari hasil pemeriksaan serum. Kadar 25(OH)D ideal adalah 40-70 ng/ ml, kurang jika 25(OH)D < 40 ng/ ml, lebih jika 25(OH)D > 100 ng/ ml dan kadar toksik jika 25(OH)D > 150 ng/ ml (374 nm/ l).46,47 Toksisitas vitamin D sangat lebar, sinar matahari perhari memberikan sumber vitamin D (ekuivalen dengan preparat oral) sebesar 250 µg (10.000 IU), sehingga dosis ini dipandang sebagai dosis normal harian. Toksisitas paling utama berhubungan dengan gejala hiperkalsemia yang dicapai dengan dosis 1000 µg (40.000 IU) per hari pada individu sehat selama beberapa bulan pemberian.45 Gejala toksisitas vitamin D meliputi: hiperkalsemia (kalsium serum > 10 mg/ dl), mual, muntah yang sulit dibedakan dengan gejala gastroenteritis pada umumnya, sehingga pemeriksaan kadar 25(OH)D serum sangat diperlukan untuk membedakannya.45,48 Mengembalikan hiperkalsemia karena efek toksik vitamin D sangat lama karena waktu paruh 25(OH)D adalah 2562 hari.45,47 H. MANFAAT VITAMIN D Vitamin D berkaitan erat dengan berbagai macam penyakit (kanker, kardiovaskuler, hipertensi, stroke, diabetes, multipel sklerosis, rheumatoid arthritis, inflamatory bowel disease, periodental disease, nyeri kronik, osteoporosis, dan sebagainya), menunjukkan bahwa vitamin D merupakan suatu bahan yang mempunyai fungsi luas, efek pleiotropic, reparasi, autokrin dan endokrin.45,49 Vitamin D mempunyai bermanfaat terhadap efek kalsemik dan nonkalsemik.49 1. Efek kalsemik 25-hydroxyvitamin D di dalam serum mempunyai waktu paruh panjang dan mencerminkan status vitamin D seseorang. 25-hydroxyvitamin D dihidroksilasi di ginjal oleh 1 α-hydroksilase (CYP27B1) menjadi 1,25(OH)2D yang merupakan metabolit aktif vitamin D di bawah kontrol ketat commit to user kalsium serum dan fosfat dan diatur oleh hormon paratiroid (PTH), Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 22 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id kalsitonin dan phosphatonins. Kalsitriol menginduksi ekspresi 24hydroksilase (CYP24A1), yang mengkatabolik 25(OH)D dan 1,25(OH)2D menjadi metabolit inaktif larut air dan berfungsi sebagai regulator umpan balik negatif. Kalsitriol mempunyai efek kalsium dengan cara mengikat reseptor vitamin D (VDR). Kalsitriol setelah berikatan dengan DNA spesifik vitamin D respons elements (VDREs) dan kompleks jaringan protein akan mengatur ekspresi sejumlah besar gen. Aktivasi ikatan liganVDR di usus, tulang, ginjal, dan sel kelenjar paratiroid menjaga pemeliharaan kalsium serum dan kadar fosfor dalam batas normal.42 Kadar serum 25(OH)D berkaitan dengan densitas mineral tulang (dipakai untuk mempertahankan homeostasis kalsium) pada berbagai populasi dan kadar rendah 25(OH)D berbanding terbalik dengan nilai PTH yang akan berkontribusi terhadap kerusakan matriks kolagen dan mineral tulang, menyebabkan osteopenia, osteoporosis, dan peningkatan risiko patah tulang.42,50 2. Efek nonkalsemik/ ekstrakalsemik Sel-sel jaringan ekstrarenal misalnya: kulit, tulang, prostat, dan selsel imun mengandung enzim 1α-hydroksilase. Meskipun enzim yang ditemukan identik dengan yang enzim yang berada di ginjal, ekspresinya diatur oleh sinyal imun tubuh daripada oleh mediator tulang dan homeostasis kalsium.51 Kadar 1,25(OH)2D tinggi mempunyai fungsi autokrin dan parakrin pada reseptor nuklir VDR yang terdapat dalam berbagai sel dan jaringan. Kalsitriol merupakan imunomodulator kuat dari sistem imun adaptif dan merangsang respons imun bawaan terhadap infeksi.49 Vitamin D berkaitan dengan fungsi otot rangka, sehingga suplementasi vitamin D merupakan target terapi nonkalsemik untuk pemeliharaan tulang pada penyakit kronik, termasuk pada PPOK. Efek nonkalsemik vitamin D antara lain: antimikroba, imunomodulator, remodelling jaringan paru dan fungsi pada otot perifer. Efek kalsemik dan 49 nonkalsemik secara ringkascommit terlihattopada user gambar 7. Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 23 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id a. Antimikroba Eksaserbasi PPOK dapat dipicu oleh virus, bakteri, kuman atipikal atau kombinasi.52 Lima puluh persen eksaserbasi karena bakteri patogen potensial terdeteksi dalam pemeriksaan sputum. Bakteri patogen juga ditemukan pada 30-40 % penderita PPOK stabil dalam bentuk kolonisasi bakteri yang tidak sepenuhnya bisa dipahami.52,53 Gambar 7. Efek kalsemik dan nonkalsemik/ ekstrakalsemik vitamin D Dikutip dari (49) Pengobatan dengan antibiotik untuk mengurangi reaksi inflamasi tidak hanya digunakan saat eradikasi total tetapi juga digunakan pada penderita dengan inflamasi saluran napas karena kolonisasi bakteri.54 Pengobatan antimikroba yang tepat merupakan andalan dalam pengobatan eksaserbasi akut, sedangkan dalam kasus kolonisasi pengobatan antibiotik jangka panjang akan berkontribusi terjadi multiresistensi. Wang dkk. membuktikan bahwa pada jenis sel yang berbeda (sel epitel dan sel-sel darah putih) terdapat pengkodean gen commit to usercathelicidin (LL-37) diperantarai untuk polipeptida antimikroba yaitu Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 24 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id oleh promotor mengandung VDRE.55 Peningkatan kompleks lokal 1,25(OH)2D-VDR (melalui TLR2) dalam monosit merangsang produksi LL-37 mengakibatkan tuberculosis intraselular.56 peningkatan eradikasi Mycobacterium Cathelicidin efektif dalam membunuh sejumlah strain resisten antibiotik misalnya Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, virus, dan klamidia.57 Cathelicidin banyak ditemukan di epitel permukaan saluran napas manusia, kelenjar submukosa dan dari granul sekretorik makrofag dan netrofil.58 Kekurangan vitamin D dapat meningkatkan risiko infeksi pernapasan kronik dan kolonisasi pada saluran pernapasan. Sebaliknya, peningkatan konsentrasi 25(OH)D pada pasien dengan PPOK dapat mengurangi beban bakteri dan eksaserbasi akut.49 b. Imunomodulator Semua sel sistem imun adaptif termasuk sel dendrit, monosit, sel T, sel B dan sel natural killer (NK) mengekspresikan VDR sebelum atau setelah tersensitisasi dan sensitif terhadap 1,25(OH)2D. Kadar vitamin D tinggi berpotensi menghambat pematangan sel dendrit mengakibatkan ekspresi molekul MHC II berkurang sehingga produksi sitokin proinflamasi (IL-2, IL-12, IFNγ dan IL-23) berkurang. Musim dingin dan awal musim semi ketika kadar 25(OH)D lebih rendah lebih banyak terjadi eksaserbasi PPOK dan penyakit autoimun sehingga memperkuat hipotesis bahwa antara vitamin D, PPOK dan kekebalan adaptif saling terkait.49 c. Remodeling jaringan paru Kalsitriol tidak hanya terlibat dalam proliferasi sel, apoptosis dan diferensiasi sel tetapi juga mengatur homeostasis matriks ekstraseluler pada jaringan lain selain tulang terutama di paru dan kulit melalui pengendalian TGF-β, MMP dan plasminogen activator systems (PAF).59 commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 25 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id d. Fungsi pada otot perifer Mekanisme yang mendasari disfungsi otot rangka pada PPOK belum sepenuhnya dipahami. Hambatan aktivitas, peningkatan stres oksidatif, inflamasi sistemik, hipoksia dan penggunaan steroid jangka panjang diduga menjadi penyebab utama disfungsi otot rangka.60 Kelemahan otot sering didapatkan pada rakitis dan gagal ginjal kronis. Studi epidemiologi Bischoff-Ferrari dkk. menemukan hubungan positif korelasi antara kadar 25(OH)D dengan fungsi ekstremitas bawah pada orang tua.61 I. VITAMIN D SEBAGAI IMUNOMODULATOR PADA PPOK Hampir setiap jaringan tubuh mempunyai reseptor vitamin D yang berinteraksi dengan metabolit aktif vitamin D (kalsitriol). Aktivasi VDR dalam sistem imun menghasilkan produk gen yang bersifat antiproliferasi, prodiferensiasi dan mempunyai efek imunomodulator. Kalsitriol mempunyai efek supresif terhadap jalur sinyal NFκB pada sel T, monosit, makrofag sehingga berpengaruh terhadap ekspresi molekul permukaan sel.9 1. Mekanisme kerja molekuler vitamin D Mekanisme kerja 1,25(OH)2D adalah dengan mengikat dan mengaktivasi VDR. Reseptor vitamin D merupakan reseptor nuklir dan faktor transkripsi yang diaktifkan oleh suatu ligan. Ikatan ligan-VDR akan mengaktivasi transkripsi melalui heterodimerisasi dengan reseptor retinoid X (RXRs) yang diperlukan untuk meningkatkan afinitas ikatan DNA pada VDRE yang sesuai dan terletak di daerah regulasi gen target 1,25(OH)2D.43 Ikatan DNA VDR/ RXR heterodimer disebut sebagai protein koregulator yang berfungsi mengendalikan modifikasi histon, remodeling kromatin, mengikat RNA polimerase II dan inisiasi transkripsi.62-64 Ikatan VDR-ligan 1,25(OH)2D akan menekan transkripsi, VDR/ RXR heterodimer dapat menggeser ikatan DNA-faktor nuklir commit to user sebagai pengaktif sel T sehingga akan menekan ekspresi gen sitokin.65,66 Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 26 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 2. Sinyal vitamin D dan metabolisme dalam sistem imun Reseptor vitamin D terdapat di sebagian besar sel sistem imun tubuh, termasuk limfosit T, netrofil dan APC seperti sel dendrit dan makrofag.67,68 Kalsitriol merupakan penghambat maturasi sel dendrit yang dikenal sebagai suatu APC poten dan berpengaruh langsung terhadap limfosit T sehingga menghambat proliferasi sel T.43 Sinyal 1,25(OH)2D akan merepresi transkripsi gen pengkode sitokin sel Th1, IFNγ dan IL-2.65 Kalsitriol akan menekan presentasi antigen, aktivasi dan rekrutmen sel Th1.43 Ekstrarenal 1α-hydroksilase (CYP27B1) berkontribusi penting terhadap fisiologi vitamin D. Makrofag dan sel dendrit yang teraktivasi akan mengekspresikan CYP27B1 dan tidak seperti enzim di ginjal yang oleh diatur sinyal homeostatik Ca2+ tetapi diatur oleh input imunitas terutama IFNγ dan reseptor TLR pattern recognition.43,51,69,70 Hal ini membuat sistem imun responsif terhadap kadar 25(OH)D dalam sirkulasi. Respons VDR sangat lemah atau tidak ada dalam serum individu kekurangan vitamin D yang dapat diatasi dengan suplemen vitamin D. Stimulasi kompleks reseptor TLR4/ CD14 dengan lipopolisakarida akan menginduksi ekspresi CYP27B1.70 J. MATURASI SEL DENDRIT Sel dendrit dalam keadaan imatur (steady state) terdapat di sebagian besar jaringan perifer, sebagian besar di kulit dan mukosa yang berhubungan dengan dunia luar (kecuali kornea). Sel dendrit matur dikenali dari banyaknya sitokin yang diekspresikan dipermukaannya yaitu: MHC class I dan II, integrins (CD54), dan co-stimulatory molecules (CD40, CD80, CD86). Maturitas sel dendrit dipicu oleh berbagai faktor baik dari endogen maupun eksogen antara lain:11 - Sitokin proinflamasi, antara lain: GM-CSF, IL-1β, TNFα, IFNγ dan cyclooxygenase metabolites (prostaglandin commit to user E2). Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 27 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id - Komponen bakteri atau virus, antara lain: lipopolisakarida (LPS), unmethylated cytosine poly-guanine (CpG) motifs, double-stranded RNA. - Interaksi berbagai molekul misalnya TNF receptor (TNFR) superfamily (CD40, RANK, TNFR) pada permukaan sel dendrit dengan ligan saat terjadi interaksi sel dendrit dan sel T. 1. Jalur sinyal aktivasi NFκB Rangsangan endogen dan eksogen menyebabkan maturitas sel dendrit melalui faktor transkripsi yang diatur oleh NFκB sehingga jalur aktivasi sinyal NFκB merupakan target terapi untuk menekan reaksi inflamasi. Nuclear factor-κB dapat merangsang dan mengekspreksi gen melalui ikatan dengan elemen κB dalam suatu promoter. Nuclear factorκB mamalia terdiri dari 5 macam protein homodimer dan heterodimer antara lain: p50/ p105 (atau NFκB1), p52/ p100 (atau NF-κB2), p65/ RelA, RelB, dan RelC. Kompleks NFκB terjaga di sitoplasma oleh suatu inhibitor NFκB yaitu IκBs. Phosporilasi IκBs oleh kompleks IκB kinase (IKK) menyebabkan degradasi IκB sehingga NFκB akan teraktivasi. Nuclear factor-κB yang teraktivasi dapat bebas melakukan translokasi ke nukleus menyebabkan aktivasi dan reaksi inflamasi.11 Kompleks NFκB, IκB dan IKK terlihat pada gambar 8.71 Mekanisme aktivasi NFκB melalui beberapa jalur, antara lain: atypical pathway (IKK dependen dan IKK independent), canonical pathway dan non-canonical pathway seperti terlihat pada gambar 9.71 Canonical pathway dirangsang oleh TNFα, IL-1 dan oleh rangsang lain yang tergantung pada IKKβ. Aktivasi ini menghasilkan phosphorilasi (P) IκBα pada Ser32 and Ser36 menghasilkan ubiquitylation (Ub) dan degradasi dari 26S proteasome. Kompleks NFκB bebas akan memudahkan masuk ke nukleus. Aktivasi IKK-dependent dari NFκB dapat diakibatkan oleh genotoxic stress. Nuclear factor-κB essential modifier (NEMO) akan melokalisir dalam nukleus,commit mengalami sumoylated kemudian ubiquitylated to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 28 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id yang merupakan suatu proses tergantung pada ataxia telangiectasia mutated (ATM) checkpoint kinase. Nuclear factor-κB essential modifier akan kembali ke sitoplasma bersama ATM, tempat terjadi aktivasi IKKβ.71 Gambar 8. Kompleks NFκB, IκB dan IKK. Ket.: RHD= Rel-homology Domain, TAD= C-terminal transcription activation domain, ANK= ankyrin repeat motif, CC= coiled-coil; DD= region with homology to a death domain; HLH= helix–loop–helix; LZ= RelB transactivationdomain containing a putative leucine-zipper-like motif; NBD= NEMO-binding domain; PEST= domain rich in proline (P), glutamate (E), serine (S) and threonine (T); ZF= zinc-finger domain. Dikutip dari (71) Aktivasi NFκB dari IKK-independent atypical pathways melibatkan casein kinase-II (CK2) dan tyrosine-kinase-dependent pathways. Noncanonical pathway menghasilkan aktivasi IKKα melalui NFκB inducing kinase (NIK) yang diikuti phosphorylase dari subunit NFκB p100 oleh IKKα. Hal ini menghasilkan proteasome dependent processing dari p100 menjadi p52 yang akan mengaktivasi p52-RelB heterodimer dan merupakan target κB elements. Phosphorilasi dari subunit NFκB dilakukan oleh nuclear kinase dan akan dimodifikasi oleh acetylases dan commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 29 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id phosphatases menghasilkan aktivasi transkripsi sebaik yang dihasilkan oleh efek promoter spesifik.71 Gambar 9. Jalur aktivasi NFκB. Ket.: Ac= acetylation, bZIP= leucinezipper-containing transcription factor, HMG-I= high-mobility-group protein-I, IκB= inhibitor of κB, IKK= IκB kinase, LMP1= latent membrane protein-1, LPS= lipopolysaccharide, RHD= Relhomology domain, TAD= transcriptional activation domain, TF= transcription factor, UV= ultraviolet, Zn-finger TF= zinc-finger-containing transcription factor. Dikutip dari (71) 2. Vitamin D dan sinyal intraseluler NFκB Reseptor vitamin D terlibat dalam regulasi transkripsi gen dalam suatu ikatan disebut sebagai VDRE commit to yang user berbentuk kompleks heterodimer Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 30 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id dan berikatan dengan reseptor lain (dengan RXR). Cross-talk antara NFκB dan VDR akan menghambat jalur aktivasi NFκB sehingga mempunyai sifat antiinflamasi, terlihat pada gambar 10.11 Griffin dkk. mendapatkan promoter relB VDRE disusun oleh VDR dan RXR, tetapi hanya VDR yang mempunyai sifat dinamis. Pemberian vitamin D akan memperkuat ikatan promoter sehingga transkripsi gen proinflamasi tersupresi yang terlihat pada gambar 11.10 Goncharenko dalam disertasinya mendapatkan bahwa pemberian vitamin D3 akan menghambat diferensiasi dan aktivasi sel dendrit dilihat dari molekul permukaan yang diekspresikan sel dendrit seperti terlihat pada gambar 12.11 Gambar 10. Cross-talk antara NF-κB dan VDR. Keterangan: VDR= vitamin D receptor, RXR= retinoid acid X-receptor, X, Y= kofaktor, Z= kofaktor lain/regulator, (+)= regulasi positip, (-)= regulasi negatip, (?)= mekanismenya tidak diketahui. Dikutip dari (11) commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 31 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Gambar 11. A. RelB dalam keadaan steady state dan terangsang. B. RelB tersupresi setelah diberikan vitamin D dan keterlibatan kofaktor. Ket.: VDR= vitamin D receptor, HDAC= Histone deacteylation, SMRT= silencing mediator for the retinoid and thyroid hormone receptor, RXRs= retinoid acid X-receptors. Dikutip dari (10) Gambar 12. A. Analisis flow cytometric mengenai efek pemberian vitamin D3 terhadap diferensiasi sel dendrit. B. Analisis flow cytometric mengenai efek pemberian vitamin D3 terhadap aktivasi sel dendrit. Ket.: VD3= vitamin D3, LPS= lipopolysacharide, TNFα= tumor necrosis factor alpha. commit to user Dikutip dari (11) Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 32 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id K. KERANGKA KONSEPTUAL Berdasarkan tinjauan pustaka di atas dapat diambil kesimpulan bahwa inflamasi memegang peranan penting pada imunopatogenesis PPOK yang melibatkan berbagai sel inflamasi. Reaksi inflamasi terjadi akibat pajanan zat iritan (asap rokok), antigen dan ROS eksogen maupun endogen. Pajanan zat iritan tersebut akan mengaktivasi NFκB sehingga sel dendrit menjadi matur.35,36 Sel dendrit matur menghasilkan MHC II sehingga menjadi APC poten yang akan mempresentasikan lebih banyak antigen ke sel T. Sel dendrit matur akan menghasilkan IL-12, IL-6, IL-1β.24 Interleukin-12 dan IL-6 mengaktivasi sel T sehingga lebih banyak berdiferensiasi menjadi sel Th1. Interleukin-1β merangsang sel Th1 mengeluarkan IFNγ yang akan merangsang makrofag lebih banyak menghasilkan TNFα, IL-8 dan LTB4. Tumour necrosis factor α akan menginduksi ROS. Interleukin-8 dan LTB4 merupakan kemoatraktan yang menarik netrofil dari sirkulasi ke paru. Netrofil akan menghasilkan protease mengakibatkan destruksi dinding alveolus/ emfisema dan hipersekresi mukus.3 Respons inflamasi eosinofilik juga didapatkan pada 20-40 % penderita PPOK stabil, dapat ditemukan dengan cara induksi sputum yang menunjukkan aktivasi sel Th2. Aktivasi sel Th2 menghasilkan sitokin IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, IL-9 dan GM-CSF menyebabkan proliferasi dan aktivasi eosinofil di saluran napas. Eosinofil pada saluran napas mengakibatkan hiperresponsibilitas bronkus.6 Maturitas sel dendrit diperantarai oleh faktor transkripsi yaitu NFκB.11 Reseptor vitamin D pada NFκB berperan dalam regulasi transkripsi gen dalam suatu ikatan disebut VDRE yang berbentuk kompleks heterodimer dan berikatan dengan RXR sebagai promoter transkripsi. Pemberian vitamin D (kalsitriol) akan memperkuat ikatan promoter transkripsi di nukleus menyebabkan transkripsi gen proinflamasi NFκB tersupresi sehingga terjadi penurunan produksi sitokin proinflamasi termasuk kemoatraktan netrofil dan eosinofil, selanjutnya aktivasi netrofil/ eosinofil di saluran napas akan berkurang.11,54,71 gambar 13. Kerangka konseptual secara ringkas terlihat pada commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 33 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Gambar 13. Kerangka konseptual yang menjelaskan kalsitriol menghambat respons inflamasi pada PPOK. L. HIPOTESIS 1. Terdapat peran pemberian kalsitriol terhadap penurunan jumlah netrofil induksi sputum penderita PPOK stabil. 2. Terdapat peran pemberian kalsitriol terhadap penurunan jumlah eosinofil induksi sputum penderita PPOK stabil. commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 34 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 3. Terdapat perbedaan jumlah netrofil induksi sputum dibandingkan jumlah eosinofil induksi sputum penderita PPOK stabil sebelum pemberian kalsitriol. 4. Terdapat perbedaan jumlah netrofil induksi sputum dibandingkan jumlah eosinofil induksi sputum penderita PPOK stabil setelah pemberian kalsitriol. commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 35 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini merupakan uji klinis quasi-experimental dengan rancangan one group pretest-postest. B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di poliklinik paru RSUD Dr. Moewardi pada bulan Pebruari sampai Maret 2012. C. POPULASI PENELITIAN Populasi target penelitian ini adalah penderita PPOK. Populasi terjangkau adalah penderita PPOK stabil yang menjalani rawat jalan di poliklinik paru RSUD Dr. Moewardi pada bulan Pebruari sampai Maret 2012. D. PEMILIHAN SAMPEL Sampel penderita PPOK stabil diambil di poliklinik paru RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling yaitu pengumpulan sampel dilakukan berurutan sampai jumlah sampel terpenuhi sesuai perhitungan rumus. E. BESAR SAMPEL Besar sampel ditentukan berdasarkan jenis penelitian analitis numerik berpasangan dengan rumus sebagai berikut:72 (Za+Zb) . S n1 = n2 = 2 commit to user X1 – X2 Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 36 perpustakaan.uns.ac.id n = besar sampel a = tingkat kemaknaan: 0.05 → Za: 1.645 (1-β) = kekuatan/ power: 0.80 → Zb: 0.842 digilib.uns.ac.id X1 – X2 = selisih rerata minimal yang dianggap bermakna netrofil: 5.5, eosinofil: 0.5 (judgement) S = simpang baku netrofil: 11, eosinofil: 1 [dari pustaka (Yildiz dkk. 2003)7]. n = 25 sampel. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut populasi penelitian ini diperlukan 25 pasang subjek. F. KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI 1. Kriteria inklusi: - Penderita terdiagnosis sebagai PPOK stabil secara klinis. - Umur > 40 tahun - Bersedia diikutkan dalam penelitian. - Kalsium serum < 10 mg/dl 2. Kriteria eksklusi: - Menggunakan obat golongan kortikosteroid inhalasi/ sistemik selama penelitian berlangsung. - Penderita mengalami eksaserbasi akut - Tidak terlacak lagi saat follow up - Mengundurkan diri - Muncul efek samping terhadap kalsitriol selama penelitian berlangsung. G. IDENTIFIKASI VARIABEL 1. Variabel tergantung: commitpenderita to user PPOK stabil. - Jumlah netrofil induksi sputum Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 37 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id - Jumlah eosinofil induksi sputum penderita PPOK stabil. 2. Variabel bebas: Kalsitriol dosis 2x0.25 µg dengan lama pemberian 14 hari. H. DEFINISI OPERASIONAL 1. Diagnosis PPOK Diagnosis PPOK pada penelitian ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, radiologis dan spirometri. Gejala klinis PPOK: batuk, produksi sputum, sesak napas yang bertambah pada saat aktivitas dengan riwayat pajanan partikel atau gas beracun terutama asap rokok. Foto toraks terdapat gambaran hiperinflasi, hiperlusen, diafragma mendatar, corakan bronkovaskuler meningkat, bulla, jantung pendulum. Pemeriksaan spirometri didapatkan VEP1/ KVP < 70 % setelah pemberian bronkodilator inhalasi.2 Diagnosis PPOK stabil adalah jika penderita PPOK tidak dalam kondisi eksaserbasi akut (sesak meningkat, sputum bertambah dan perubahan konsistensi/ warna sputum).1 2. Kalsitriol Kalsitriol adalah bentuk metabolit aktif vitamin D, nama kimianya adalah 1α-25-dihydroxyvitamin D [1,25(OH)2D].40 3. Induksi sputum Sputum yang diperoleh dengan cara membatukkan setelah penderita diinduksi melalui nebulisasi dengan cairan salin hipertonik 3 %.44 4. Umur Selisih hari kelahiran dengan ulang tahun yang terakhir pada saat penelitian. commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 38 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 5. Eosinofil Salah satu jenis sel inflamasi polimorfonuklear di saluran napas.23 Jumlah eosinofil diperiksa dari pemeriksaan sputum. 6. Netrofil Salah satu jenis sel inflamasi polimorfonuklear di saluran napas.23 Jumlah netrofil diperiksa dari pemeriksaan sputum. 7. Respons terapi setelah pemberian kalsitriol Respons terapi setelah pemberian kalsitriol diukur berdasarkan berkurangnya jumlah netrofil dan eosinofil induksi sputum. 8. Efek samping kalsitriol Efek samping kalsitriol dicatat apabila didapatkan hasil anamnesis selama berlangsung dan akhir perlakuan kalsitriol ditemukan gejala gastroenteritis meliputi mual dan muntah. 9. Indeks massa tubuh. Indeks massa tubuh (IMT) adalah parameter turunan berat badan dan tinggi badan, satuan kg/ m2. Nilai IMT dapat dihitung dengan rumus: IMT = Berat badan (kg) Tinggi badan (m)2 Klasifikasi kategori IMT untuk Asia menurut International Obesity Taskforce (IOTF) adalah:73 · Underweight : IMT < 18,5 kg/ m2 · Normal : IMT = 18,5 – 22,9 kg/ m2 · Risiko obesitas : IMT = 23,0 – 24,9 kg/ m2 · Obesitas I : IMT = 25,0 – 29,9 kg/ m2 · Obesitas II : IMT > 30,0 kg/ m2 commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 39 perpustakaan.uns.ac.id I. digilib.uns.ac.id CARA PENELITIAN 1. Penderita PPOK yang datang di poliklinik paru sebagai subjek dicatat identitasnya serta data lainnya meliputi: riwayat merokok, penyakit lain, pengobatan bronkodilator sebelumnya, lama menderita sakit, dan lain-lain pada formulir yang disediakan. 2. Data awal subjek diperoleh dengan anamnesis, pemeriksaan spirometri, pemeriksaan kadar kalsium serum, jumlah netrofil dan eosinofil induksi sputum. 3. Subjek yang masuk kriteria inklusi diminta persetujuan tertulis untuk mengikuti penelitian, subjek yang masuk kriteria eksklusi dikeluarkan dari penelitian, 4. Subjek diberikan perlakuan obat kalsitriol dengan dosis 2x0.25 µg selama 14 hari. 5. Obat rutin yang subjek pakai tetap dipakai seperti biasa. 6. Evaluasi efek samping obat melalui telepon jika ada keluhan dan pada hari ke 15 selesai perlakuan ditanyakan kembali apakah ada gejala toksisitas kalsitriol (mual dan muntah). 7. Hari ke 15 selesai perlakuan subjek kembali diperiksa jumlah netrofil dan eosinofil induksi sputum. J. TEKNIK PEMERIKSAAN Media yang diteliti adalah induksi sputum yang diambil dari penderita PPOK stabil dan memenuhi kriteria inklusi-eksklusi. Pengambilan sputum dilakukan dengan cara membatukkan setelah sebelumnya dilakukan induksi sputum inhalasi larutan salin hipertonik 3 % melalui nebulisasi ultrasonik. Pengecatan media memakai cara Romanowski dengan Giemsa sebagai bahan pengecatan. Sel inflamasi yang dihitung adalah persentase jumlah netrofil dan eosinofil memakai cara manual melalui pemeriksaan mikroskopis dengan pembesaran 100 kali. commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 40 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id K. ETIKA PENELITIAN Sebelum dilakukan penelitian, penulis mengajukan persetujuan penelitian ke Panitia Kelaikan Etik Fakultas Kedokteran UNS Surakarta. Sebelum dilakukan prosedur penelitian setiap subjek penelitian diberikan penjelasan yang benar dan terperinci tentang tujuan dan manfaat penelitian. Jika subjek mengerti dan setuju mengikuti penelitian, subjek diminta menandatangani lembar persetujuan dan isian data penderita. L. ALUR PENELITIAN PPOK stabil Kriteria inklusi: - Umur > 40 tahun - Setuju mengikuti penelitian - Ca+ serum kurang dari 10 mg/ dl Jumlah netrofil (N0) dan eosinofil (Eo) induksi sputum Analisis statistik Kriteria eksklusi: - Menggunakan steroid inhalasi/oral - Eksaserbasi + - Tidak terlacak saat follow up - Mengundurkan diri - Efek samping kalsitriol + Kalsitriol 2x0,25 µg selama 14 hari Jumlah netrofil (N1) dan eosinofil (E1) induksi sputum Gambar 14. Alur penelitian ini. commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 41 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id M. ANALISIS DATA Data disajikan dengan angka rerata (mean), median dan deviasi standar. Analisis data dilakukan dengan memakai SPSS 17, untuk melihat perbedaan antar variabel menggunakan uji t berpasangan (parametrik) jika memenuhi syarat, jika tidak memenuhi syarat digunakan uji Wilcoxon (nonparametrik).74 Batas kemaknaan: - nilai p > 0,05: tidak bermakna. - nilai p ≤ 0,05: bermakna. commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 42 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL PENELITIAN Penelitian ini melibatkan 29 penderita PPOK stabil rawat jalan di poliklinik paru RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Tiga penderita diantaranya tidak dapat menyelesaikan penelitian dengan alasan: satu penderita mengalami eksaserbasi 10 hari setelah perlakuan, satu penderita mengundurkan diri atas inisiatif sendiri pada hari ke tiga penelitian karena mual setelah minum kalsitriol dan satu penderita tidak terlacak pada hari terakhir penelitian. Jumlah keseluruhan subjek yang dapat mengikuti penelitian dan dianalisis sampai selesai adalah 26 orang. Keluhan mual/ muntah yang berkaitan dengan efek samping kalsitriol tidak didapatkan pada 26 subjek yang dianalisis selama penelitian berlangsung. Karakteristik dasar subjek penelitian dapat dilihat pada tabel 1. Uji normalitas dilakukan terhadap masalah skala pengukuran variabel numerik. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui sebaran data apakah normal atau tidak normal secara analitik dan akan menentukan uji statistik yang sesuai. Uji normalitas penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov yang dapat dilihat pada tabel 2. Sebaran data normal jika didapatkan nilai p > 0,05 dan akan dilanjutkan dengan uji t berpasangan (parametrik). Jika sebaran data tidak normal maka akan dilanjutkan dengan uji Wilcoxon (nonparametrik). Masalah skala pengukuran variabel kategorik ditampilkan secara deskriptif. 1. Karakteristik sampel menurut umur dan jenis kelamin. Keseluruhan subjek penelitian yang dianalisis adalah 26 orang dengan rerata umur adalah 70,62 ± 9,025 tahun terdiri dari 24 orang (92,3 %) laki-laki dan 2 orang (7,7 %) perempuan. commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 43 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Tabel 1. Karakteristik dasar subjek penelitian. Ket.: #= Sebaran data tidak normal, SABA= short acting beta 2 agonist. Penelitian ini melibatkan 29 penderita PPOK stabil; 1 orang eksaserbasi pada hari kesepuluh, 1 orang mengundurkan diri karena mual pada hari ketiga dan 1 orang tidak terlacak pada hari terakhir penelitian. Jumlah subjek yang dapat mengikuti penelitian dan dianalisis sampai selesai adalah 26 orang. commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 44 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Tabel 2. Uji normalitas sebaran data terhadap variabel penelitian. Variabel Umur Kadar kalsium serum Netrofil pretest Eosinofil pretest Netrofil postest Eosinofil postest Ket.: #= sebaran data tidak normal. 2. Kolmogorov-Smirnov Statistik df. 0,079 26 0,116 26 0,151 26 0,243 26 0,080 26 0,124 26 p 0,200 0,200 0,130 0,000# 0,200 0,200 Karakteristik sampel menurut jumlah konsumsi rokok. Sebaran besar jumlah rokok yang dikonsumsi subjek penelitian ini dibagi menurut kriteria indeks brinkman (IB), frekuensi terbesar responden penelitian ini adalah termasuk IB berat (> 599) yaitu 8 orang (30,8 %), disusul IB sedang (200-599) dan IB ringan (< 200) masing-masing 7 orang (26,9 %). Penelitian ini juga menemukan responden tidak pernah merokok yaitu 4 orang (15,4 %) yang terlihat pada gambar 15. 3. Karakteristik sampel menurut indeks massa tubuh. Sebaran frekuensi indeks massa tubuh (IMT) responden penelitian ini terbanyak adalah termasuk IMT underweight 13 orang (50 %) disusul IMT normal 10 orang (38,5 %) dan IMT lebih 3 orang (11,5 %) yang terlihat pada gambar 16. 4. Karakteristik sampel menurut derajat PPOK. Frekuensi derajat PPOK terbanyak subjek penelitian ini adalah PPOK stabil derajat II 13 orang (50 %), disusul derajat III dan IV masing-masing 10 orang (38,5 %) dan 3 orang (11,5 %) terlihat pada gambar 17. commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 45 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id n= 26 Gambar 15. Indeks brinkman subjek penelitian n= 26 Gambar 16. Indeks massa tubuh subjek penelitian commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 46 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id n= 26 Gambar 17. Frekuensi derajat PPOK subjek penelitian. 5. Karakteristik sampel menurut keluhan subjek penelitian. Seluruh sampel penelitian ini (26 orang) merasakan sesak napas sebagai keluhan utama respiratorik, 21 orang (80,77 %) mengeluh batuk tanpa dahak. Frekuensi keluhan nonrespiratorik yang berkaitan dengan PPOK stabil masingmasing 21 orang (80,77 %) merasakan mudah lelah, 20 orang (76,92 %) otot lemah, 15 orang (57,69 %) nyeri otot dan nafsu makan turun 5 orang (19,23 %). Frekuensi sampel menurut keluhan subjek penelitian terlihat pada gambar 18. 6. Karakteristik sampel menurut pengobatan yang digunakan. Keseluruhan subjek penelitian ini (26 orang) menggunakan salbutamol MDI sebagai bronkodilator kerja singkat. Sediaan antikolinergis berupa tiotropium bromida digunakan oleh 4 orang (15,4 %) dan terdapat penggunaan bronkodilator dengan cara diminum yaitu golongan xantin berupa aminofilin tablet sebanyak 25 orang (96,2 %). commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 47 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id n= 26 Gambar 18. Frekuensi sampel menurut keluhan subjek penelitian. 7. Karakteristik sampel menurut jumlah kalsium serum. Rerata kadar kalsium serum subjek penelitian ini adalah 8,78 ± 0,476 mg/ dl. Kadar terendah 8,03 mg/ dl dan tertinggi 9,84 mg/ dl. Seluruh subjek penelitian ini tidak didapatkan kadar hiperkalsemia (> 10 mg/ dl). 8. Penurunan jumlah netrofil dan eosinofil induksi sputum setelah pemberian kalsitriol. Rerata jumlah netrofil sebelum pemberian kalsitriol didapatkan 55,88 ± 22,227 %, sedangkan rerata setelah pemberian kalsitriol 2x0,25 µg selama 14 hari didapatkan 49,88 ± 18,290 %, sehingga penurunan rerata jumlah netrofil setelah pemberian kalsitriol 2x0,25 µg selama 14 hari adalah 6,00 %. Masalah variabel numerik netrofil antara sebelum dan setelah pemberian kalsitriol merupakan variabel dengan sebaran data normal sehingga dilanjutkan analisis statistik parametrik yaitu uji t berpasangan. Hasil uji t berpasangan didapatkan commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 48 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id nilai p= 0,326 yang berarti penurunan jumlah netrofil setelah pemberian kalsitriol 2x0,25 µg selama14 hari secara statistik tidak bermakna. Rerata jumlah eosinofil sebelum pemberian kalsitriol didapatkan 17,12 ± 16,619 % dengan median 12,00 (3-79) %, sedangkan rerata jumlah eosinofil setelah pemberian kalsitriol 2x0,25 µg selama 14 hari didapatkan 14,810 ± 9,290 %, sehingga penurunan rerata jumlah eosinofil setelah pemberian kalsitriol adalah 2,31 %. Masalah variabel numerik eosinofil sebelum pemberian kalsitriol merupakan variabel numerik dengan sebaran data yang tidak normal sehingga untuk menganalisis perbedaan jumlah eosinofil antara sebelum dan setelah pemberian kalsitriol dilanjutkan dengan analisis statistik nonparametrik yang sesuai yaitu uji Wilcoxon. Hasil uji Wilcoxon didapatkan nilai p= 0,850 yang berarti penurunan jumlah eosinofil setelah pemberian kalsitriol 2x0,25 µg selama 14 hari secara statistik tidak bermakna. Hasil analisis terlihat pada tabel 3. Tabel 3. Penurunan jumlah netrofil dan eosinofil induksi sputum setelah pemberian kalsitriol. 9. Perbedaan jumlah netrofil dibandingkan eosinofil induksi sputum penderita PPOK stabil sebelum pemberian kalsitriol dan perbedaan jumlah netrofil dibandingkan eosinofil induksi sputum penderita PPOK stabil setelah pemberian kalsitriol. Masalah variabel numerik eosinofil sebelum pemberian kalsitriol merupakan variabel numerik dengan sebaran data tidak normal sehingga untuk commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 49 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id menganalisis perbedaan jumlah netrofil dibandingkan eosinofil sebelum pemberian kalsitriol menggunakan analisis statistik nonparametrik yang sesuai yaitu uji Wilcoxon. Hasil uji Wilcoxon untuk mengetahui perbedaan jumlah netrofil dibandingkan eosinofil sebelum pemberian kalsitriol didapatkan nilai p= 0,000 yang berarti perbedaan jumlah netrofil dibandingkan eosinofil sebelum pemberian kalsitriol secara statistik bermakna. Masalah variabel numerik netrofil dan eosinofil setelah pemberian kalsitriol merupakan variabel numerik dengan sebaran data normal sehingga untuk menganalisis perbedaan jumlah netrofil dibandingkan eosinofil setelah pemberian kalsitriol menggunakan analisis statistik parametrik yang sesuai yaitu uji t berpasangan. Hasil uji t berpasangan untuk mengetahui perbedaan jumlah netrofil dibandingkan eosinofil setelah pemberian kalsitriol 2x0,25 µg selama 14 hari didapatkan nilai p= 0,000 yang berarti perbedaan jumlah netrofil dibandingkan eosinofil setelah pemberian kalsitriol secara statistik bermakna. Hasil analisis terlihat pada tabel 4. Tabel 4. Perbedaan jumlah netrofil dibandingkan eosinofil induksi sputum penderita PPOK stabil sebelum pemberian kalsitriol dan perbedaan jumlah netrofil dibandingkan eosinofil induksi sputum penderita PPOK stabil setelah pemberian kalsitriol. commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 50 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB V PEMBAHASAN Inflamasi pada PPOK melibatkan banyak sel inflamasi, diantaranya yang dapat ditemukan pada saluran napas melalui induksi sputum adalah sel netrofil dan eosinofil. Pajanan zat iritan akan meningkatkan risiko kejadian PPOK, termasuk pajanan partikel asap rokok menyebabkan penarikan sel inflamasi ke paru selanjutnya akan mensekresi sitokin yang meningkatkan respons inflamasi lebih lanjut menyebabkan induksi dan pelepasan enzim proteolitik sehingga memberikan kelainan progresif.75 Kalsitriol merupakan metabolit aktif vitamin D sintetis dan mempunyai fungsi penting sampai tingkat sel termasuk pada sel inflamasi. Sumber terbesar vitamin D alami berasal dari sinar matahari dan dari makanan.9 Kualitas hidup penderita PPOK menurun seiring dengan tingkat keparahannya,76 hal itu memungkinkan kecukupan vitamin D yang diperoleh secara alami pada penderita PPOK akan terganggu. Analisis hasil penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai penurunan jumlah netrofil dan eosinofil induksi sputum setelah pemberian kalsitriol yang dilihat berdasarkan perbedaan jumlah netrofil dan eosinofil induksi sputum sebelum dan setelah pemberian kalsitriol 2x0,25 µg selama 14 hari. Penelitian ini juga akan mengkonfirmasi apakah jumlah netrofil induksi sputum akan selalu lebih tinggi dibandingkan jumlah eosinofil induksi sputum baik sebelum dan setelah pemberian kalsitriol. 1. Karakteristik subjek penelitian Penelitian ini keseluruhan melibatkan 29 orang penderita PPOK stabil. Subjek yang tidak dilakukan analisis adalah tiga orang laki-laki. Jumlah subjek yang dapat mengikuti penelitian sampai selesai dan dilakukan analisis adalah commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 51 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 26 orang. Subjek yang dianalisis terdiri dari 24 (92,3 %) laki-laki dan 2 (7,7 %) perempuan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penderita laki-laki lebih banyak dibanding perempuan. Penelitian pada 33 subjek PPOK sebelumnya oleh Aphridasari tahun 2008 di RSUD Dr. Moewardi Surakarta juga melibatkan lebih banyak subjek laki-laki (87,9 %) dibanding perempuan (12,1 %).77 Rerata umur subjek penelitian ini secara keseluruhan adalah 70,22 ± 9,025 tahun. Aphridasari dalam penelitiannya menemukan rerata umur subjek PPOK secara keseluruhan adalah 64,52 tahun.77 Rerata umur subjek pada penelitian ini lebih tua dibanding penelitian Aphridasari. Klasifikasi derajat PPOK stabil penelitian ini mengikuti panduan GOLD tahun 2010. Penelitian ini melibatkan 13 orang (50 %) PPOK stabil derajat II, 10 orang (38,5 %) derajat III dan 3 orang (11,5 %) derajat IV. Berdasarkan hasil tersebut pada penelitian ini tergambar bahwa subjek terbanyak adalah penderita PPOK stabil derajat II dan yang paling sedikit derajat IV. Penelitian pada 80 penderita PPOK stabil terdahulu oleh Gani tahun 2011yang melibatkan 42 subjek penelitian dengan PPOK derajat III (52,5 %), disusul 29 subjek derajat II (36,25 %), tujuh subjek derajat IV (8,75 %) dan dua subjek derajat I (2,5 %).78 Frekuensi keluhan nonrespiratorik penderita PPOK stabil penelitian ini berkaitan dengan limitasi aktivitas yaitu 21 orang (80,77 %) merasakan mudah lelah, 20 orang (76,92 %) otot lemah, 15 orang (57,69 %) mudah lelah dan nafsu makan turun 5 orang (19,23 %). Keluhan nonrespiratorik tersebut merupakan efek sistemik PPOK yang dapat tumpang tindih dengan keluhan defisiensi vitamin D. Defisiensi vitamin D dapat asimptomatis dan tidak khas seperti kelemahan otot, nyeri muskuloskeletal, mudah lelah, gangguan mood dan kurang konsentrasi.46 Tiga belas subjek (50 %) penelitian ini mempunyai IMT < 18,5 kg/ m2, artinya separoh responden yang ikut dalam penelitian merupakan subjek dengan kategori underweight. Subjek dengan IMT normal adalah 10 orang (38,46 %) dan sisanya 3 orang (11,54 %) mempunyai IMT > 22,9 kg/ m2. Penelitian commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 52 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id sebelumnya oleh Aphridasari tahun 2008 didapatkan rerata IMT seluruh subjek penelitian adalah 22,29 kg/ m2.77 Besar jumlah rokok yang dikonsumsi subjek penelitian ini dibagi menurut kriteria IB, frekuensi terbesar responden penelitian ini termasuk IB berat yaitu 8 orang (30,8 %), disusul IB sedang dan IB ringan masing-masing 7 orang (26,9 %). Penelitian ini menemukan responden yang tidak pernah merokok yaitu 4 orang (15,4 %). Penelitian Kojima tahun 2005 juga mendapatkan proporsi PPOK lebih besar pada pada subjek yang merokok dan meningkat seiring berat IB.79 Tiga jenis obat bronkodilator diketahui rutin dipergunakan oleh responden dalam penelitian ini, antara lain: golongan SABA yaitu salbutamol dalam sediaan MDI, antikolinergis yaitu tiotropium bromida dalam sediaan kapsul hisap handy haler dan golongan xantin yaitu aminofilin dalam sediaan tablet/ kapsul. Masingmasing subjek menggunakan lebih dari satu macam bronkodilator. Berbeda dengan penelitian Gani yang mendapatkan hasil bahwa tiotropium bromida inhalasi memberikan kenaikan VEP1 dan perbaikan keluhan sesak lebih baik dibandingkan ipratropium bromida atau kombinasi salmeterol dan fluticasone,78 keseluruhan subjek penelitian ini (26 orang) menggunakan salbutamol melalui sediaan MDI bukan berdasarkan efektifitasnya tetapi karena memanfaatkan ketersediaan obat tersebut dari pihak asuransi (seluruh responden ini tertanggung oleh asuransi pegawai negeri dan asuransi jaminan kesehatan masyarakat). Satu dari 26 subjek (3,8 %) tidak menggunakan obat golongan xantin karena tidak tahan efek sampingnya (nyeri ulu hati). Empat dari 26 subjek (15,4 %) mempergunakan obat golongan antikolinergis (tiotropium bromida) juga karena memanfaatkan ketersediaannya dari pihak asuransi pegawai negeri. Seluruh subjek penelitian ini tidak didapatkan kadar hiperkalsemia (> 10 mg/ dl). Kalsium serum subjek penelitian diperiksa sebelum perlakuan untuk menyingkirkan subjek yang mengalami hiperkalsemia dan didapatkan rerata kalsium serum adalah 8,78 ± 0,476 mg/ dl. Peran utama vitamin D adalah commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 53 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id untuk menjaga persediaan kalsium, vitamin D akan menjaga kalsium serum dalam batas normal dengan cara meningkatkan absorbsi kalsium dari usus halus yang diperoleh dari makanan dan resorbsi kalsium dari tulang.42 2. Penurunan jumlah netrofil dan eosinofil induksi sputum setelah pemberian kalsitriol. Berdasarkan data dasar subjek penelitian sebelum perlakuan didapatkan rerata jumlah netrofil sputum induksi adalah 55,88 ± 22,227 %. Penurunan rerata jumlah netrofil induksi sputum setelah perlakuan kalsitriol 14 hari dengan dosis 2x0,25 µg adalah 49,88 ± 18,290 % sehingga penurunan rerata jumlah netrofil yang terjadi adalah sebesar 6,00 %. Hal ini juga terjadi pada rerata jumlah eosinofil induksi sputum, yaitu dari 17,12 ± 16,619 % sebelum perlakuan menjadi 14,81 ± 9,290 % setelah perlakuan kalsitriol 14 hari dengan dosis 2x0,25 µg atau terjadi penurunan rerata jumlah eosinofil sebesar 2,31 %. Analisis statistik dilakukan terhadap penurunan jumlah netrofil dan eosinofil induksi sputum tersebut tetapi didapatkan hasil tidak bermakna pada jumlah netrofil dan eosinofil antara sebelum dan setelah perlakuan kalsitriol 2x0,25 µg selama 14 hari (nilai p masing-masing 0,326 dan 0,850). Ketidakbermaknaan setelah dilakukan uji statistik terhadap penurunan jumlah netrofil dan eosinofil menarik untuk dikaji lebih lanjut. Peneliti sampai saat ini belum pernah mendapatkan penelitian yang sama sehingga tidak dapat membandingkan hasil tersebut. Penelitian oleh Griffin dkk. dan Goncharenko sebelumnya mendapatkan bahwa vitamin D menghambat maturasi sel dendrit, sehingga memungkinkan menurunkan ekspresi sitokin proinflamasi yang berlanjut terhadap penurunan sel-sel inflamasi lainnya.10,11 Penelitian oleh Beeh dkk. melalui induksi sputum sebelumnya mendapatkan keberadaan netrofil di saluran napas adalah berkorelasi dengan aktivasi CXCL8/ IL-8 dan LTB4.80 Interleukin-8 dan LTB4 merupakan kemoatraktan yang diproduksi oleh makrofag yang telah tersensitisasi.25 commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 54 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Ketidaksesuaian antara hasil penelitian ini dengan kajian teori dapat disebabkan beragam faktor variabel. Faktor variabel yang paling mempengaruhi hasil penelitian ini adalah dalam pemilihan subjek penelitian dan variabel luar yang tidak bisa dikendalikan, hal ini sekaligus menjadi keterbatasan penelitian ini. Faktor subjek penelitian yang berpengaruh utama pada hasil penelitian ini adalah dari karakteristik derajat PPOK stabil responden. Frekuensi terbanyak sebaran data derajat PPOK stabil responden penelitian ini adalah PPOK stabil derajat II berjumlah 13 orang (50 %), sedangkan derajat III dan IV masingmasing 10 orang (38,5 %) dan 3 orang (11,5 %). Faktor subjek penelitian lainnya yang juga berpengaruh pada hasil penelitian ini adalah dari karakteristik IMT responden. Frekuensi sebaran data IMT responden penelitian ini didapatkan responden dengan IMT underweight (< 18,5 kg/ m2) berjumlah 13 orang (50 %), sedangkan IMT normal (18,5-22,9 kg/ m2) dan IMT lebih (> 22,9 kg/ m2) masing-masing 10 orang (38,5 %) dan 3 orang (11,5 %). Pemeriksaan kadar vitamin D sebelum perlakuan yang tidak dilakukan membuat peneliti tidak dapat menentukan subjek yang mengalami defisiensi vitamin D sehingga subjek yang seharusnya paling tepat mendapatkan kalsitriol tidak bisa ditentukan. Pemeriksaan vitamin D yang belum bisa dilakukan di Indonesia dan membutuhkan waktu 2-3 minggu sampai mendapatkan hasil menjadi kendala penelitian ini. Variabel luar yang pertama dan mempengaruhi hasil penelitian ini adalah pajanan sinar matahari (ultraviolet) yang diterima seluruh responden tidak bisa dikendalikan atau diukur sehingga mempengaruhi kecukupan vitamin D masingmasing subjek penelitian. Variabel luar yang kedua adalah dari unsur imunopatogenesis PPOK selama penelitian berlangsung, yaitu tidak bisa dikendalikannya zat iritan atau antigen yang secara langsung merangsang epitel saluran napas dan makrofag alveolar untuk menghasilkan TNF-α, IL-1, GM-CSF dan IL-8.3 commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 55 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Beberapa hal yang menjadikan keterbatasan penelitian ini saling terkait karena kecukupan vitamin D seseorang sangat bergantung dari pajanan sinar ultraviolet serta kecukupan nutrisi/ gizi yang bisa diukur dari IMT seseorang, sedangkan kualitas hidup seseorang akan berbanding lurus dengan derajat PPOK.76 Semakin berat derajat PPOK akan semakin menurun kualitas hidupnya sehingga memungkinkan seseorang semakin berat derajat PPOK maka akan semakin berkurang beraktivitas di luar rumah, akibatnya pajanan sinar matahari berkurang. Jumlah subjek PPOK derajat IV yang tidak dominan, subjek dengan IMT underweight yang tidak dominan, pemilihan subjek tanpa melihat kadar vitamin D serum, imunopatogenesis varibel yang luar tidak dari bisa pajanan diukur atau ultraviolet dan dikendalikan unsur sangat mempengaruhi hasil penelitian ini sehingga hasil penelitian ini berbeda dengan kajian teori. 3. Perbedaan jumlah netrofil dibandingkan eosinofil induksi sputum penderita PPOK stabil sebelum pemberian kalsitriol dan perbedaan jumlah netrofil dibandingkan eosinofil induksi sputum penderita PPOK stabil setelah pemberian kalsitriol. Analisis statistik didapatkan jumlah netrofil induksi sputum sebelum perlakuan kalsitriol lebih besar bermakna daripada jumlah eosinofil induksi sebelum sebelum perlakuan (p= 0,000) dan jumlah netrofil induksi sputum setelah perlakuan kalsitriol 2x0,25 µg selama 14 hari didapatkan lebih besar bermakna dibandingkan jumlah eosinofil induksi setelah perlakuan (p= 0,000). Penelitian ini mendapatkan hasil jumlah netrofil lebih besar bemakna dibandingkan jumlah eosinofil sputum induksi penderita PPOK stabil sebelum ataupun setelah perlakuan kalsitriol. Penelitian ini mempunyai kesesuaian hasil penelitian oleh Yildiz dkk. yang melakukan induksi sputum penderita PPOK diperoleh persentase jumlah netrofil lebih besar dibanding eosinofil, masing-masing 78 ± 11 % dan 3 ± 1 %. commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 56 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Inflamasi netrofilik pada PPOK terjadi akibat pajanan zat iritan yang mengaktivasi Th1.7 Asap rokok dan/ atau gas iritan lainnya akan mengaktifkan sel-sel epitel dan makrofag untuk melepaskan beberapa faktor kemotaktik sel-sel inflamasi ke paru antara lain: CCL2 bekerja pada reseptor kemokin CCR2 untuk menarik monosit, CXCL1 dan CXCL8 bekerja pada reseptor CCR2 untuk menarik netrofil dan CXCL9, CXCL10 dan CXCL11 bekerja untuk menarik CXCR3 sel Th1 dan sel Tc1. Netrofil akan menghasilkan netrofil elastase (NE) menyebabkan degradasi elastin. Sel epitel dan makrofag mengeluarkan transforming growth factor ß (TGFß) yang merangsang proliferasi fibroblas, mengakibatkan fibrosis pada saluran napas kecil.33 Penelitian mengenai NE yang diberikan secara inhalasi pada babi menghasilkan kerusakan epitel yang terjadi dalam 20 menit setelah pajanan.dikutip dari 81 Sebagian besar subjek penelitian ini (22 dari 26 orang) adalah perokok/ bekas perokok (85,6 %) yang terdiri dari 30,8 % subjek dengan IB berat, 26,9 % subjek dengan IB sedang dan 26,9 % subjek dengan IB ringan. Menghisap rokok merupakan faktor risiko berbagai penyakit, antara lain kanker, penyakit kardiovaskuler dan PPOK. Menghisap rokok menyebabkan pelepasan berbagai faktor inflamasi misalnya IL-8,dikutip dari 75 dan akan meningkatkan ekspresi dari molekul adhesi lymphocyte function asociated antigen-1 (LFA-1) dan Mac-1 terhadap netrofil di darah tepi,82 hal ini menegaskan bahwa terdapat kaitan antara merokok, penarikan netrofil dan adhesi ke jalan napas pada penderita PPOK.75 Peningkatan aktivasi serta mobilisasi netrofil dan makrofag alveoler mengakibatkan peningkatan elastase (MMP9) sehingga terjadi dominansi elastase dan destruksi serat elastin matriks ekstraseluler.5 Penelitian Suradi mendapatkan kadar MMP9 meningkat pada kurasan bronkus penderita PPOK (emfisema) dibandingkan kontrol, hal ini menunjukkan konsistensi inflamasi netrofilik pada PPOK.5 Destruksi elastin matriks ekstraseluler berkepanjangan/ kronik oleh aktifitas MMP9 yang dihasilkan oleh netrofil mengakibatkan emfisema paru commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 57 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id sehingga terjadi penurunan fungsi paru secara progresif. Kesesuaian hasil penelitian ini dengan kajian teori yang menjelaskan pada PPOK terjadi dominansi inflamasi netrofilik di saluran napas memberikan manfaat dan menegaskan bahwa pendekatan terapi PPOK yang bertujuan menghambat/ mengurangi mobilisasi netrofil ke saluran napas sangat diperlukan sehingga dapat mengurangi progresifitas penyakit PPOK. commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 58 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN 1. Pemberian kalsitriol tidak berperan terhadap penurunan jumlah netrofil induksi sputum PPOK stabil. 2. Pemberian kalsitriol tidak berperan terhadap penurunan jumlah eosinofil induksi sputum PPOK stabil. 3. Terdapat perbedaan jumlah netrofil induksi sputum dibandingkan jumlah eosinofil induksi sputum penderita PPOK stabil sebelum pemberian kalsitriol. Jumlah netrofil lebih besar dibandingkan eosinofil sebelum pemberian kalsitriol. 4. Terdapat perbedaan jumlah netrofil induksi sputum dibandingkan jumlah eosinofil induksi sputum penderita PPOK stabil setelah pemberian kalsitriol. Jumlah netrofil lebih besar dibandingkan eosinofil setelah pemberian kalsitriol. B. SARAN 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai peran kalsitriol pada PPOK stabil dengan memilih subjek PPOK stabil derajat IV dan mempunyai IMT underweight. 2. Jika akan dilakukan penelitian lanjutan mengenai peran kalsitriol, disarankan untuk dilakukan pemeriksaan kadar awal vitamin D. commit to user Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi, 2012 59