pengaruh tingkat non performing loan

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Bank
Berbagai definisi mengenai bank telah dikemukakan oleh berbagai kalangan
dan ahli. Berikut ini akan dikemukakan beberapa pengertian bank :
Peryataan Standar Akuntansi Keuangan No.31 mengenai Akuntansi Perbankan
menjelaskan mengenai pengertian bank :
“Bank adalah lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan (financial
intermediary) antara pihak-pihak yang mempunyai kelebihan dana (surplus
unit) dengan pihak-pihak yang memerlukan dana (deficit unit) serta lembaga
yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran”.
Abdurrachman (2000: 1) memberikan pengertian bank sebagai berikut :
“Bank adalah suatu jenis lembaga keuangan yanng melaksanakan berbagai
macam jasa, seperti memberikan pinjaman, mengedarkan mata uang,
bertindak sebagai penyimpan benda-benda berharga, membiayai usaha
perusahaan dan lain-lain”.
Pada dasarnya, bank merupakan suatu lembaga keuangan yang mempunyai
fungsi sebagai mediator atau perantara bagi peredaran lalu lintas uang, yaitu dalam
bentuk
simpanan
dan
kemudian
mengelola
dana
tersebut
dengan
jalan
meminjamkannya kepada masyarakat yang memerlukan dana.
2.1.1 Jenis Bank
Jenis bank yang dikemukakan oleh Kasmir (2003: 19) ditinjau dari berbagai
segi, antara lain :
1.
Dilihat dari Segi Fungsinya
a. Bank Umum
Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional (umum) dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sifat jasa
yang diberikan adalah umum, dalam arti dapat memberikan seluruh jasa
perbankan yang ada. Begitu pula dengan wilayah operasinya dapat
dilakukan di seluruh wilayah Indonesia, bahkan keluar negeri (cabang).
Bank umum sering disebut bank komersil (commercial bank).
b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan
usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah. Dalam
kegiatannya, BPR tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Artinya jasa-jasa perbankan yang ditawarkan BPR jauh lebih sempit jika
dibandingkan dengan kegiatan atau jasa bank umum.
2.
Dilihat dari Segi Kepemilikan
a. Bank milik pemerintah
Merupakan bank yang akte pendirian maupun modal bank ini sepenuhnya
dimiliki oleh Pemerintah Indonesia, sehingga seluruh keuntungan bank ini
dimiliki oleh pemerintah pula.
b. Bank milik swasta nasional
Merupakan bank yang seluruh atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh
swasta nasional. Akte pendiriannya pun didirikan oleh sawsta, begitu pula
dengan pembagian keuntungannya merupakan keuntungan swasta pula.
c. Bank milik koperasi
Merupakan bank yang kepemilikan saham-sahamnya dimiliki oleh
perusahaan yang berbadan hukum koperasi.
d. Bank milik asing
Bank jenis ini merupakan cabang dari bank yang ada diluar negeri, bank
milik swasta asing atau oemerintah asing. Kepemilikannya pun jelas
dimiliki oleh pihak asing (luar negeri)
e. Bank milik campuran
Kepemilikan saham bank campuran ini adalah pihak asing dan pihak
swasta nasional. Akan tetapi kepemilikan sahamnya secara mayoritas
dipegang oleh warga negara Indonesia.
3.
Dilihat dari segi Status
a. Bank Devisa
Merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi keluar negeri atau
yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan, misalnya
transfer keluar negeri, inkaso keluar negeri, travellers cheque, pembukuan
dana pembayaran Letter of Credit dan transaksi lainnya. Persyaratan untuk
menjadi bank devisa ini ditentukan oleh Bank Indonesia.
b. Bank non Devisa
Merupakan bank yang belum mempunyai izin untuk melaksanakan
transaksi sebagai bank devisa, sehingga tidak dapat melaksanakan
transaksi seperti halnya bank devisa, dimana transaksi yang dilakukan
masih dalam batas-batas negara.
Secara umum bank-bank di Indonesia dapat di bedakan berdasarkan fungsinya
yaitu bank umum dan bank pengkreditan rakyat, berdasarkan kepemilikannya dan
statusnya, semua jenis bank tersebut pada dasarnya telah melakukan kegiatannya
dengan melayani masyarakat sesuai dengan kebutuhannya misalnya pada bank
pengkreditan rakyat kegiatannya mnghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan, memberikan kredit dll. Kecenderungan suatu bank untuk konsentrasi
melakukan kegiatan pada segmen usaha tertentu lebih didasarkan pada strategi bisnis
dan kebijakan intern bank yang bersangkutan dalam menghadapi iklim persaingan.
2.1.2 Usaha Bank Umum
Usaha bank umum dalam Pasal 6 UU No.10 tahun 1998 meliputi :
a. Menghimpun dana dari masyarakat (funding) dalam bentuk simpanan
berupa giro, deposito berjangka, tabungan, dan bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu.
b. Memberikan kredit
c. Menerbitkan surat pengakuan hutang
d. Membeli, menjual, atau menjamin atas resiko sendiri maupun untuk
kepentingan dan atas perintah nasabahnya :
1. Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang
masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam
perdagangan surat-surat yang dimaksud.
2. Surat pengakuan hutang dan kertas daganga lainnya yang masa
berlakunya tidak lebih dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat
dimaksud.
3. Kertas perbendaharaan Negara dan surat jaminan pemerintah.
4. Sertifikat Bank Indonesia.
5. Obligasi.
6. Surat dagang berjangka waktu sampai dengan satu tahun.
7. Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan
satu tahun.
e. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan nasabah.
f. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana
kepada bank lain, bank dengan menggunakan surat, sarana
telekomunikasi, maupun dengan wesel tunjuk, cek atau sarana lainnya.
g. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan
perhitungan dengan atau antar pihak ketiga.
h. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga.
i. Melakukan
kegiatan
penitipan
untuk
kepentingan
bank
lainnya
berdasarkan uasaha kontrak.
j. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam
bentuk surat berharga.
k. Melakukan kegiatan anjak piutang usaha kartu kredit.
l. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak
bertentangan dengan undang-undang yang berlaku.
Bank umum sebagai lembaga intermediasi keuangan memberikan jasa-jasa
keuangan baik kepada unit surplus maupun kepada unit defisit. Bank umum pada
dasarnya merupakan penekanan pada fungsi tambahan bank umum dalam hal
pemberian pelayanan atau jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran.
2.1.3 Pembinaan dan Pengawasan Perbankan
Bank dalam menjalankan usahanya adalah atas dasar kepercayaan, karenanya
setiap bank harus berupaya menjaga kesehatan dan terus memelihara kepercayaan
masyarakat yang diberikan kepadanya. Agar bank-bank dapat bekerja dengan baik
perlu dilakukan pembinaan dan pengawasan terhadap bank. Sejalan dengan hal
tersebut, tertuang dalam pasal 29 ayat 1 UU No.10 tahun 1998 yang berbunyi:
“Pembinaan dan pengawasan dilakukan oleh Bank Indonesia”.
Bank Indonesia dalam menjalankan tugasnya ini menggunakan upaya yang
bersifat prefentif dalam bentuk ketentuan-ketentuan, petunjuk, nasehat, bimbingan,
dan pengarahan. Sedangkan tindakan represif adalah dalam bentuk pemeriksaan serta
tindakan perbaikan.
Pada situs (www.bi.go.id) dalam hal mengatur dan mengawasi bank, Bank
Indonesia berwenang :
a. Menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip-prinsip
kehati-hatian.
b. Memberikan dan mencabut izin usaha bank.
c. Memberikan izin pembukuan, penutupan dan pemindahan kantor bank.
d. Memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank.
e. Memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan usaha tertentu.
f. Mewajibkan untuk menyampaikan laporan, keterangan dan penjelasan sesuai
dengan tata cara yang ditetapkanBank Indonesia.
g. Melakukan pemeriksaan terhadap bank, baik secara berkala maupun setiap
waktu apabila diperlukan.
h. Memerintahkan bank untuk menghentikan sementara sebagian atau seluruh
kegiatan transaksi tertentu apabila menurut penilaian Bank Indonesia terhadap
suatu transaksi patut diduga merupakan tindakan pidana dibidang perbankan.
i. Mengatur dan mengembangkan informasi tentang bank.
j. Mengambil tindakan terhadap suatu bank sebagaimana dalam undang-undang
tentang perbankan yang berlaku apabila menurut penilaian Bank Indonesia
dapat membahayakan perekonomian nasional.
k. Tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa
keuangan yang independent dan dibentuk dengan Undang-Undang.
Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan bank,
melakukan pemeriksaan terhadap bank secara berkala maupun setiap waktu apabila
diperlukan. Bank Indonesia berhak untuk meminta laporan yang dianggap perlu dan
mengadakan pemeriksaan terhadap segala aktivitas bank dalam rangka mengawasi
pelaksanaan ketentuan yang telah dikeluarkan di bidang perbankan.
2.2 Laporan Keuangan
Akuntansi seringkali disebut sebagai Universal Language of Bussines.
Sebutan ini tidaklah berlebihan mengingat akuntansi menjadi sumber informasi
utama yang digunakan dalam pengambilan keputusan oleh para pemakai informasi
tersebut. Dalam situs (www.scribd.com) Akuntansi memiliki arti sebagai komunikasi
sosial dan mencakup arus informasi agar menjadi efektif, penerima informasi tersebut
harus dapat mengerti pesan yang dibawa oleh informasi tersebut.
Setiap perusahaan yang melakukan proses akuntansinya pada laporan
keuangan. Laporan keuangan ini disusun oleh perusahaan sebagai alat untuk
memenuhi kebutuhan internal dan eksternal perusahaan.
2.2.1 Pengertian Laporan Keuangan
Laporan keuangan adalah laporan yang menyajikan informasi mengenai posisi
keuangan pada tanggal tertentu, kinerja perusahaan, perubahan ekuitas, dan arus kas
selama periode akuntansi. Laporan keuangan menurut Standar Akuntansi
Keuangan (2004: 2) yaitu :
“laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan.
Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi,
laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dengan berbagai
cara seperti, sebagai laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan
laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan integral dari laporan
keuangan. Disamping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang
berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya, informasi keuangan segmen
industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga.”
Sedangkan laporan internal adalah laporan mengenai akuntansi manajemen
yang berhubungan dengan manajemen produksi perusahaan. Biasanya laporan
keuangan ini disiapkan berdasarkan permintaan manajemen untuk digunakan oleh
para manajer puncak dalam perusahaan. Konsekuensinya adalah bahwa laporan ini
tidak dapat digunakan untuk pemakai laporan eksternal. Sedangkan laporan eksternal
didesain dan disiapkan secara spesifik untuk penggunaan oleh para pengguna
eksternal seperti kreditur, pemegang saham dan pemerintah.
Definisi di atas dapat menjelaskan bahwa laporan keuangan merupakan hasil
akhir atau produk dari proses akuntansi, terdiri dari pencatatan, pengelompokan, dan
penginterprestasian yang isinya merupakan data masa lalu dan sekarang dari
perusahaan dalam satuan uang (monetary unit) yang ditujukan kepada kalangan
internal dan eksternal perusahaan dalam pengambilan keputusan.
2.2.2 Tujuan Laporan Keuangan
Standar Akuntansi Keuangan (2002: 12), menyatakan bahwa :
”Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi tentang posisi
keuangan, kinerja dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian
besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusankeputusan ekonomi serta menunjukan pertanggungjawaban manajemen atas
penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka”.
Menurut Mamduh M Hanafi dan Abdul Halim (2004: 79) tujuan laporan
keuangan adalah sebagai berikut :
1.
Menyajikan informasi sebagai dasar untuk pengambilan keputusan
2.
Memberikan informasi yang bermanfaat untuk pemakai eksternal untuk
memperkirakan jumlah, waktu, dan ketidak pastian aliran kas masuk bersih
perusahaan.
4.
Memberikan informasi mengenai sumber daya ekonomi perusahaan dan
klaim-klaim atas sumber daya tersebut yang meliputi hutang dan modal
saham.
5.
Memberikan informasi mengenai prestasi perusahaan selama periode tertentu
untuk membantu pihak eksternal menentukan harapannya (expectation)
mengenai prestasi perusahaan pada masa-masa mendatang. Atau dengan kata
lain
memberikan
komponennya.
informasi
mengenai
pendapatan
dan
komponen-
6.
Memberikan informasi mengenai aliran kas perusahaan, bagaimana
perusahaan menerima kas dan menyalurkan kas, mengenai pinjaman dan
pelunasan pinjaman, mengenai transaksi pemodalan termasuk dividen yang
dibayarkan, dan mengenai faktor-faktor lain yang bisa mempengaruhi
likuiditas perusahaan.
Uraian di atas menunjukkan bahwa laporan keuangan pada pokoknya adalah
memberikan informasi mengenai kondisi keuangan, posisi keuangan dan hasil usaha
perusahaan kepada pihak-pihak yang memerlukannya. Untuk membantu mereka
dalam pengambilan keputusan-keputusan yang berhubungan dengan kepentingannya,
juga untuk menilai kinerja manajemen yang bersangkutan.
2.2.3 Manfaat Laporan Keuangan
Menurut Munawir (2002: 3) manfaat laporan keuangan antara lain :
a. mengukur tingkat biaya dari berbagai kegiatan perusahaan.
b. Untuk menentukan atau mengukur efisiensi tiap-tiap bagian, proses atau
produksi serta untuk mengukur derajat keuntungan yang dapat dicapai oleh
perusahaan yang bersangkutan.
c. Untuk menilai dan mengukur hasil kerja tiap-tiap individu yang telah diserahi
wewenanng dan tangggung jawab.
d. Untuk menentukan perlu tidaknya digunakan kebijaksanaan atau prosedur
yang baru untuk mencapai hasil yang baik.
Uraian di atas menjelaskan bahwa Laporan keuangan yang dikeluarkan oleh
perusahaan akan memberikan manfaat kepada berbagai pihak, masing-masing pihak
mempunyai kepentingan yang berbeda-beda terhadap laporan keuangan tersebut.
sehingga
pihak-pihak
yang
berkepentingan
dengan
perusahaan
menggunakannya sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
dapat
2.2.4 Laporan Keuangan Bank
Ketentuan mengenai laporan keuangan bank diatur oleh IAI dalam 31 tentang
Akuntansi Perbankan, selain juga tercantum dalam SE BI No.75/5/UPPB tangggal 25
Februari 1995 atau pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia yang tidak lain
merupakan tindak lanjut dari Standar Akuntansi Perbankan yang termuat dalam SAK
1999.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.31 mengenai Akuntansi
Perbankan disebutkan terdapat lima jenis laporan keuangan bank yaitu:
1. Laporan Neraca,
Bank menyajikan aktiva dan kewajiban dalam neraca berdasarkan
karakteristiknya dan disusun berdasarkan urutan likuiditasnya.
2. Laporan Laba Rugi,
Bank menyajikan laporan laba rugi dengan mengelompokkan pendapatan dan
bebean menurut karakteristiknya dan disusun dalam bentuk berjenjang
(multiple step) yang menggambarkan pendapatan beban yang berasal dari
kegiatan utama bank dan kegiatan lain.
3. Laporan Arus Kas,
Laporan arus kas disajikan sesuai dengan PSAK2 : laporan arus kas harus
disusun berdasarkan kas selama periode laporan.
4. Laporan Perubahan Ekuitas dan,
Laporan perubahan ekuitas menyajikan peningkatan dan penurunan aktiva
bersih atau kekayaan bank selama periode bersangkutan berdasarkan prinsip
pengukuran tertentu yang dianut dan harus diungkapkan dalam laporan
keuangan.
5. Catatan atas Laporan Keuangan.
Catatan laporan keuangan harus disajikan secara sistematis, setiap pos dalam
neraca, laporan laba rugi dan laporan arus kas yang perlu penjelasan harus
didukung dengan informasi yang dicantumkan dalam catatan atas laporan
keuangan.
Lima jenis bentuk atau penyajian laporan keuangan ini pada umumnya sama,
penyajiannya ini harus sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum (PABU),
di Indonesia cara penyajian laporan keuangan harus sesuai dengan Standar Akuntansi
Keuangan.
2.3 Kredit
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain, yang mewajibkan
pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan baik bersifat langsung
maupun tidak langsung. Kredit merupakan hal yang essensial dalam dunia
perekonomian karena perkembangan yang cepat, maka permasalahan yang
menyangkut kredit berkaitan erat dengan masalah perekonomian.
2.3.1 Pengertian Kredit
Pengertian kredit itu sendiri menurut Mahmoeddin (2004: 2) adalah:
”Penyediaan uang atau tagihan atau yang dapat disamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian
hasil keuntungan.”
Menurut Hessel Nogi (2003: 35) unsur-unsur yang terkandung dalam kredit
adalah sebagai berikut :
1. Kepercayaan
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Adalah keyakinan dari kreditur bahwa prestasi yang diberikan akan benarbenar dikembalikan oleh debitur dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan
kesepakatan.
Kreditur
Adalah orang atau suatu badan yang memiliki prestasi dan bersedia
memberikan pinjaman kepada debitur.
Debitur
Adalah orang yang membutuhkan prestasi dan berkewajiban mengembalikan
prestasi berikut kontra prestasinya.
Kesepakatan
Suatu konsensus mengenai simpan pinjam antara kreditur dengan debitur.
Jangka waktu
Adalah suatu masa antara penyerahan prestasi oleh kreditur dengan saat
pengembalian prestasi berikut kontra prestasinya.
Resiko
Adalah tingkat resiko yang dihadapi akibat adanya jangka waktu yang
memisahkan antara pemberian kredit dengan kontra prestasinya, semakin
lama kredit diberikan semakin tinggi resikonya.
Prestasi atau kontra prestasi
Prestasi adalah obyek kredit yang diberikan dalam betuk uang sedangkan
kontra prestasi adalah balas jasa debitur kepada kreditur berupa bunga,
imbalan atau pembagian hasil keuntungan.
Uraian diatas menjelaskan apabila unsur-unsur tersebut diatas dianalisis oleh
pihak bank dengan baik, diharapkan kredit yang diberikan kepada debitur dapat
dikembalikan tepat pada waktunya sesuai dengan perjanjian dan dengan tingkat risiko
yang sangat kecil.
2.3.2 Tujuan Kredit
Tujuan utama pemberian kredit menurut Kasmir (2001: 96) antara lain :
a. Mencari keuntungan
Yaitu bertujuan memperoleh hasil dari pemberian kredit tersebut. Hasil
tersebut terutama dalam bentuk bunga yang diterima bank sebagai balas jasa
biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah.
b. Membantu usaha nasabah
Tujuan lainnya untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik
dana investasi maupun dana modal kerja, dengan Dana tersebut akan dapat
mengembangkan dan memperluas usahanya.
c. Membantu pemerintah
Bagi pemerintah semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak bank
berarti adanya peningkatan pembangunan di berbagai sektor. Keuntungan bagi
pemerintah adalah :
- Penerimaaan pajak dari keuntungan yang diperoleh nasabah dan bank.
- Membuka kesempatan kerja, dalam hal ini untuk kredit pembangunan
usaha baru atau perluasan usaha akan membutuhkan tenaga kerja baru
sehingga mengurangi pengangguran.
- Meningkatkan jumlah barang dan jasa.
- Menghemat devisa negara terutama untuk produk-produk yang
sebelumnya diimpor dan apabila sudah dapat diproduksi di dalam
negeri dengan fasilitsa kredit yang ada tentunya akan menghemat
devisa.
- Meningkatkan devisa negara, apabila produk yang dibiayai dari kredit
untuk keperluan ekspor.
Tujuan kredit seperti yang telah diuraikan di atas ternyata sangat membantu
pihak-pihak yang memerlukan dana dan juga bagi bank itu sndiri bahkan pemerintah.
Oleh karena itu tujuan krditharus memberikan keuntungan bagi semua pihak serta
dapat menciptakan alat pembayaran baru yang terdapat pada fungsi kredit. di bawah
ini akan diuraikan fungsi kredit.
2.3.3 Fungsi Kredit
Fungsi kredit pada dasarnya ialah pemenuhan jasa untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat dalam rangka melancarkan perdagangan, mendorong dan
melancarkan produksi, jasa-jasa dan bahkan konsumsi yang kesemuanya itu pada
akhirnya ditujukan untuk menaikkan taraf hidup rakyat banyak. Fungsi kredit
menurut Budi Untung (2000: 4) adalah sebagai berikut :
a. Kredit dapat memajukan arus tukar menukar barang dan jasa. Dengan adanya
kredit, lalu lintas pembayaran barang dan jasa dapat terus berlangsung.
b. Kredit dapat mengaktifkan alat pembayaran yang ideal. Terjadinya kredit
disebabkan oleh adanya golongan yang berlebihan dan golongan yang
kekurangan. Maka dari golongan yang berlebihan ini ini akan terkumpul
sejumlah dana yang tidak digunakan. Dana yang ideal tersebut jika
dipinjamkan kepada golongan yang kekurangan akan berubah menjadi dana
yang efektif.
c. Kerdit dapat menciptakan alat pembayaran baru.
d. Kredit sebagai alat pengendali harga. Apabila diperlukan adanya perluasan
jumlah uang yang beredar di masyarakat, maka salah satu caranya ialah
dengan mempermudah pemberian kredit perbankan kepada masyarakat. Dan
andai kata dirasakan adanya keperluan untuk mempersempit jumlah uang
yang beredar diusahakan adanya pembatasan.
e. Kredit dapat mengaktifkan dan meningkatkan manfaat atau faedah atau
kegunaan potensi-potensi ekonomi yang ada.
f. Dengan adanya bantuan permodalan yang berupa kredit maka seorang
industriawan, petani
dan lain sebagainya bisa memproduksi atau
meningkatkan produksi dari potensi-potensi ekonomi yang dimilikinya.
Fungsi kredit sangat penting karena dengan adanya kredit, lalu lintas
pembayaran barang dan jasa dapat terus berlangsung serta dengan adanya bantuan
pemodalan berupa kredit maka seorang wiraswasta atau petani yang tidak memiliki
dana mereka bisa meningkatkan produksi dari potensi ekonomi yang dimilikinya.
Kredit itu sendiri memiliki beberapa jenis yang dapat dilihat dari beberapa segi, di
bawah ini akan diuraikan jenis-jenis kredit.
2.3.4 Jenis-jenis Kredit
Jenis kredit yang diberikan oleh perbankan kepada masyarakat dilihat dari
berbagai aspek tinjauannya sangatlah bervariasi. Adapun macam atau jenis yang
sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari sebagai berikut dalam situs
(www.isbs.wordpress.com) :
1. Kredit dilihat dari segi kegunaanya
a. Kredit investasi, merupakan kredit yang diberikan kepada para investor
utnuk investasi yang penggunaannya jangka panjang.
b. Kredit modal kerja, merupakan kredit yang diberikan untuk membiayai
kegiatan suatu badan usaha dan biasanya bersifat jangka pendek guna
memperlancar transaksi perdagangan.
2. Kredit dilihat dari segi tujuan
a. Kredit perdagangan, merupakan kredit yang diberikan kepada para
pedagang bank agen-agen meupun pengecer.
b. Kredit konsumtif, merupakan kredit yang digunakan untuk dikonsumsi
atau dipakai oleh keperluan pribadi.
c. Kredit produktif, merupakan kredit yang digunakan untuk menghasilkan
barang dan jasa.
3. Kredit dilihat dari segi jaminannya
a. Kredit dengan jaminan, merupakan kredit yang diberikan dengan suatu
jaminan tertentu. Jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau
barang tidak berwujud.
b. Kredit tanpa jaminan, kredit yang diberikan tanpa jaminan barang. Kredit
jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha, karakter serta loyalitas
si calon debitur selama berhubungan dengan bank yang bersangkutan.
4. Kredit dilihat dari jangka waktunya
a. Kredit jangka pendek, kredit ini merupakan kredit yang memiliki jangka
waktu kurang dari 1 tahun atau paling lama 1 tahun dan biasanya
digunakan untuk keperluan modal kerja.
b. Kredit jangka menengah, jangka waktu kreditnya berkisar antara 1 tahun
sampai dengan 3 tahun.
c. Kredit jangka panjang, merupakan kredit yang masa pengembaliannya
paling lama yaitu diatas 3 tahun atau 5 tahun. Biasanya kredit ini
digunakan untuk investasi jangka panjang seperti perkebunan karet, kelapa
sawit dan lain-lain.
5. Kredit dilihat dari sektor usahanya
a. Kredit pertanian, yaitu kredit dengan tujuan produktif dalam rangka
meningkatkan hasil di sektor pertanian baik berupa kredit investasi
maupun kredit modal kerja.
b. Kredit perdagangan, yaitu kredit untuk sektor perdagangan, restoran dan
hotel yaitu kredit untuk membiayai usaha-usaha perdagangan, baik
perdagangan eceran, tengkulak, distribusi, eksportir dan importir.
c. Kredit industri, yaitu kredit yang berkenaan dengan usaha atau kegiatankegiatan mengubah bentuk, meningkatkan kegunaan dalam bentuk
pengolahan-pengolahan baik secara mekanik maupun secara kimiawi dari
bahan menjadi barang baruyang dikerjakan dengan mesin, tenaga manusia
dan lain-lain.
d. Kredit pertambangan, yaitu kredit untuk membiayai usaha-usaha
penggalian dan pengumpulan bahan-bahan tambang dalam bentuk padat,
cair dan gas yang meliputi minyak dan gas bumi, bijih logam, batu bara
dan barang-barang tambang lainnya.
e. Kredit jasa-jasa dunia usaha, yaitu kredit yang diberikan untuk
pembiayaan sektor-sektor real estate, profesi/advokat/pengacara, notaris,
akuntan, insinyur, leasing company (yaitu usaha sewa beli barang-barang)
modal, lembaga keuangan bukan bank, asuransi dan sebagainya.
f. Kredit jasa-jasa social masyarakat yaitu kredit yang diberikan untuk
membiayai kegiatan-kegiatan di bidang kesenian dan kebudayaan serta
jasa-jasa pengarang, pelukis, musisi, dan sebagainya.
Jenis-jenis kredit sangatlah banyak dan bervariasi, dari uraian diatas jenis
kredit berbeda-beda sesuai dengan pihak yang membutuhkan kredit agar tujuan
mereka tercapai. Agar kredit aman dan pihak yang memerlukan kredit tidak merasa
kecewa, maka di perlukan jaminan kredit. Selanjutnya akan di jelaskan jaminan
kredit.
2.3.5 Jaminan Kredit
Bank yang berhasil dalam pengelolaan kredit adalah bank yang mampu
mengelola kredit bermasalah pada suatu tingkat yang wajar dan tidak menimbulkan
kerugian bagi bank tersebut. Oleh karena itu jaminan pemberian kredit merupakan
unsur pokok dalam persetujuan pemberian kredit tersebut. Tanpa jaminan bank tidak
diperkenankan memberikan kredit kepada siapapun. Jaminan pemberian kredit adalah
keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang
diperjanjikan (Keputusan BI No.23/69/Kep/Dir - 28-2-1991 pasal2 dan 1b) untuk
memperoleh keyakinan bahwa debitur mampu melunasi kreditnya.
Adanya jaminan kredit yang nilai jaminannya biasanya melebihi nilai kredit
maka bank akan aman. Bank dapat mempergunakan atau menjual jaminan kredit
untuk menutupi kredit apabila kredit yang diberikan macet. Jaminan kredit juga dapat
melindungi bank dari nasabah yang nakal. Hal ini disebabkan tidak sedikit nasabah
yang mampu, tetapi tidak mau membayar kreditnya. Yang paling penting dalam
jaminan kredit adalah mengikat nasabah untuk segera melunasi utang-utangnya.
Nasabah akan terikat dengan bank mengingat jaminan kredit akan disita oleh bank
apabila nasabah tidak mapu membayar. Untuk masalah-maslah khusus kredit dapat
pula diberikan tanpa jaminan, hal ini tentunya dengan berbagai pertimbangan yang
matang misalnya untuk jumlah yang kecil atau kredit sosial.
Yang dapat dijadikan jaminan kredit oleh calon debitur menurut Kasmir
(2001: 80) adalah sebagai berikut :
1. Jaminan dengan barang-barang seperti :
a. Tanah
b. Bangunan
c. Kendaraan bermotor
d. Mesin-mesin / peralatan
e. Barang dagangan
f. Dan barang-barang berharga lainnya.
2. Jaminan surat berharga seperti :
a. Sertifikat saham
b. Sertifikat obligasi
c. Sertifikat tanah
d. Sertifikat deposito
e. Promes
f. Wesel
g. Dan surat berharga lainnya.
3. Jaminan orang atau perusahaan
Yaitu jaminan yang diberikan oleh seseorang atau perusahaan kepada
bankterhadap fasilitas kredit yang diberikan. Apabila kredit tersebut macet
maka orang atau perusahaan yang memberikan jaminan itulah yang
diminta pertanggung jawabannya atau menanggung resikonya.
4. Jaminan asuransi
Yaitu bank menjaminkan kredit tersebut kepada pihak asuransi terutama
terhadap phisik objek kredit, seperti kendaraan, gedung dan lainnya.
Apabila terjadi kehilangan atau kebakaran maka pihak asuransilah yang
akan menanggung kerugian tersebut.
Jaminan pemberian kredit merupakan unsur pokok
dalam persetujuan
pemberian kredit tersebut, tanpa jaminan bank tidak diperkenankan memberikan
kredit kepada siapapun. Jaminan pemberian kredit ini untuk memperoleh keyakinan
bahwa debitur mampu melunasi kreditnya, dan perusahaan akan melakukan Analisis
dalam pemberian kredit. Selanjutnya akan dibahas prinsip-prinsip pemberian kredit.
2.3.6 Prinsip-prinsip Pemberian Kredit
Jaminan kredit yang diberikan nasabah kepada bank hanyalah merupakan
tambahan, terutama untuk melindungi kredit yang macet akibat suatu musibah. Akan
tetapi apabila telah dilakukan analisis kredit, sehingga nasabah sudah dikatakan layak
untuk memperoleh kredit, maka fungsi jaminan kredit hanyalah untuk berjaga-jaga.
Sebelum suatu fasilitas kredit diberikan maka bank harus merasa yakin terlebih
dahulu bahwa kredit yang diberikan akan benar-benar kembali. Keyakinan tersebut
diperoleh dari penilaian kredit sebelum kredit tersebut disalurkan. Penilaian kredit
oleh bank dapat dilakukan dengan berbagai prinsip untuk mendapatkan keyakinan
tentang nasabahnya, apakah calon debitur memiliki kemampuan untuk memenuhi
kewajiban kepada bank secara tertib baik pembayaran pokok pinjaman maupun
bunganya sesuai dengan ketentuan yang disepakati.
Menurut Mudrajad Kuncoro (2002: 75) Analisis yang dilakukan dalam
memberikan kredit :
a. Prinsip-prinsip kredit analisis 7P :
1. Personality, yaitu menilai nasabah dari segi kepribadian atau tingkah
lakunya sehari-hari maupun masa lalunya.
2. Party, yang mengklasifikasikan nasabah kedalam klasifikasi tertentu atau
golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas, serta karakternya.
3. Purpose, yaitu mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit ,
termasuk jenis kredit yang diinginkan nasabah.
4. Prospect, yaitu untuk menilai usaha nasabah dimasa yang akan datang
menguntungkan atau tidak.
5. Payment, merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan
kredit yang telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk
pengembalian kredit yang diperolehnya.
6. Profitability, untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam
mencari laba.
7. Protection, tujuannya adalah bagaimana menjaga kredit yang dikucurkan
oleh bank namun melalui suatu perlindungan.
b. Prinsip-prinsip kredit 5C :
1. Character, adalah sifat atau watak seseorang dalam hal ini calon debitur.
2. Capacity, untuk melihat kemampuan calon nasabah dalam membayar
kredit yang dihubungkan dengan kemampuannya mengelola bisnis serta
kemampuan mencari laba.
3. Capital, untuk mengetahui sumber-sumber pembiayaan yang dimiliki
nasabah terhadap suatu usaha yang akan dibiayai oleh bank.
4. Collateral, merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang
bersifat fisik maupun non fisik.
5. Condition, dalam menilai kredit hendaknya dinilai juga kondisi ekonomi
sekarang dan untuk masa yang akan datang sesuai sektor masing-masing.
2.4 Non Performing Loan
IAI No. 31 (Revisi 2000) menyebutkan mengenai kredit Non Performing :
“Kredit Non Performing pada umumnya merupakan kredit yang pembayaran
angsuran pokok dan atau bunganya telah lewat Sembilan puluh hari atau lebih
setelah jatuh tempo, atau kredit yang pembayarannya secara tepat waktu
sangat diragukan. Kredit Non Performing terdiri atas kredit yang digolongkan
sebagai kredit yang kurang lancar, diragukan dan macet.”
Kredit non performing adalah kredit di mana debiturnya tidak memenuhi persyaratan
yang telah diperjanjikan sebelumnya, misalnya persyaratan mengenai pembayaran
bunga, pengembalian pokok pinjaman, pengikatan agunan, dan sebagainya. Kredit
non performing adalah kredit yang tidak menepati janji pembayaran, sehingga
memerlukan tindakan hukum untuk menagihnya karena memiliki potensi merugikan
bank.
Suatu kredit dikatagorikan sebagai kredit dengan kinerja tidak baik bila tidak
dapat kembali sesuai jangka waktu yang diperjanjikan atau kesepakatan. Krisna
Wijaya (2002: 2) menjelaskan :
“Banyak penyebab dari krisis perbankan. Bagi industri perbankan yang
mengandalkan hampir sebagaian besar bisnisnya dari perkreditan, maka
sangat pasti baik dan buruknya kualitas kredit menjadi penentu sehat tidaknya
sebuah bank. Pada umumnya penyebab krisis adalah tingginya kredit
bermasalah (Non Performing Loan) sehingga menimbulkan krisis secara
sistematik.”
Kredit non performing pada dasarnya mencerminkan kegagalan yang melekat
atau adanya risiko dalam kemapuan dan kemauan debitur membayar kewajibannya.
Berdasarkan kapasitas atau kemapuan debitur, kelengkapan dokumen, dan kecukupan
cash flow atau dukungan sumber pembayarannya, kredit dilasifikasikan dalam
kategori yang mencerminkan kemungkinan rugi.
Untuk kategori kredit bermasalah menurut Dahlan Siamat (2001: 71) adalah:
1. Dalam perhatian khusus (special mention), apabila memenuhi kriteria :
a. terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga yang belum
melampaui 90 hari,
b. kadang-kadang terjadi cerukan,
c. mutasi rekening relatif aktif,
d. jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan,
e. didukung oleh pinjaman baru.
2. Kurang Lancar (substandard), apabila memenuhi kriteria :
a. terjadi tunggakan angsuran pokok dan atau bunga yang telah melampaui
90 hari,
b. sering terjadi cerukan,
c. frekuensi mutasi rekening relatif rendah,
d. terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 hari,
e. terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitor,
f. dokumentasi pinjaman yang lemah.
3. Diragukan (doubtful), apabila memenuhi kriteria :
a. terdapat tunggakan dan angsuran pokok dan atau bunga yang telah
melampaui 180 hari,
b. terjadi cerukan yang bersifat permanen,
c. terjadi wanprestasi lebih dari 180,
d. terjadi kapitalisasi bunga,
e. dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian kredit maupun
pengikatan jaminan.
4. Macet (loss), apabila memenuhi kriteria :
a. terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga yang telah melampaui
270 hari,
b. kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru,
c. dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan
pada nilai wajar.
2.4.1 Penyebab Non Performing Loan
Menurut Dahlan Siamat (2001: 175) ada beberapa faktor yang menjadi
penyebab kredit bermasalah :
1.
Faktor Internal
a. Kebijakan perkreditan yang ekspansif
2.
Bank yang memiliki kelebihan dana (excess liquidity) sering menetapkan
kebijakan perkreditan yang terlalu ekspansif yang melebihi pertumbuhan
kredit secara wajar yaitu dengan menetapkan sejumlah target kredit yang
harus dicapai untuk kurun waktu tertentu.
b. Penyimpangan dalam pelaksanaan prosedur perkreditan
Penyimpangan sistem dan prosedur perkreditan tersebut bisa disebabkan
karena jumlah dan kulitas sumber daya manusia khususnya yang
menangani masalah perkreditan belum memadai. Disamping itu dari disisi
intern bank adanya pihak dalam bank yang sangat dominan dalam
pemutusan kredit.
c. Lemahnya sistem administrasi dan pengawasan kredit
Untuk mengukur kelemahan sistem administrasi dan pengawasan kredit
bank dapat dilihat dari dokumen kredit yang seharusnya diminta dari
debitur tapi tidak dilakukan oleh bank, berkas perkreditan tidak lengkap
dan tidak teratur, pemantauan usaha debitur secara periodic. Lemahnya
sistem administrasi dan pengawasan tersebut menyebabkan kredit yang
secara potensial akan mengalami masalah tidak dapat dilacak secara dini,
sehingga bank terlambat melakukan langkah-langkah pencegahan.
d. Lemahnya sistem informasi kredit
Sistem informasi kredit yang tidak berjalan sebagaimana seharusnya akan
memperlemah keakuratan pelaporan bank yang pada gilirannya akan sullit
melakukan deteksi dini.
e. Itikad kurang baik dari pihak bank
Pemilik atau pengurus bank seringkali memanfaatkan keberadaan banknya
untuk kepentingan kelompok bisnisnya dengan sengaja melanggar
ketentuan kehati-hatian perbankan terutama ketentuan legal lending limit.
Faktor eksternal
a. Penurunan kegiatan ekonomi dan tingginya tingkat bunga kredit
Penurunan kegiatan ekonomi dapat disebabkan oleh adanya kebijakan
penyejukan ekonomi atau akibat kebijakan pengetatan uang yang
dilakukan oleh Bank Indonesia menyebabkan tingkat bunga naik yang
pada gilirannya bank tidak lagi mampu membayar cicilan pokok dan
bunga kredit.
b. Pemanfaatan iklim persaingan perbankan yang tidak sehat oleh debitur
Persaingan bank yang sangat ketat dalam penyaluran kredit dapat
dimanfaatkan debitur yang kurang memiliki itikad baik dengan cara
memperoleh kredit melebihi jumlah yang diperlukan dan untuk usaha
yang tidak jelas.
c. Kegagalan usaha debitur
Kegagalan usaha debitur dapat terjadi karena sifat usaha debitur sensitif
terhadap pengaruh eksternal misalnya kegagalan dalam pemasaran
produk, terjadi perubahan harga di pasar perubahan pola konsumen dan
pengaruh perekonomian nasional.
d. Debitur mengalami musibah
Musibah dapat saja terjadi pada debitur misalnya meninggal dunia, lokasi
usahanya mengalami kebakaran atau kerusakan sementara usaha debitur
tidak dilindungi dengan asuransi.
Kendati penyebab kredit bermasalah telah diidentifikasi, dalam praktek tidak
mudah mencari jalan keluarnya. Pihak bank akan berhati-hati terhadap semua faktor
tersebut dan akan mengawasinya dengan sungguh-sungguh. Kelambanan dalam
menangkap isyarat tidak menguntungkan dari faktor-faktor tersebut dan kelalaian
dalam mengambil tindakan penanganannya dapat menjuruskan kredit dalam kondisi
yang bermasalah.
2.4.2 Dampak Non Performing Loan terhadap Kinerja Bank
Dampak dari keberadaan Non Performing Loan dalam jumlah besar tidak
hanya berdampak pada bank yang bersangkutan, tetapi dapat meluas dalam cakupan
nasional apabila tidak ditangani dengan tepat. Lukman Dendawijaya (2003: 86)
mengemukakan dampak keberadaan Non Performing Loan yang tidak wajar sebagai
berikut :
1. Hilangnya kesempatan memperoleh pendapatan (income) dari kredit yang
diberikan, sehingga mengurangi perolehan laba dan berpengaruh buruk bagi
profitabilitas bank.
2. Rasio kualitas aktiva produktif menjadi semakin besar yang menggambarkan
terjadinya situasi yang memburuk.
3. Bank harus memperbesar penyisihan untuk cadangan aktiva produktif yang
diklasifikasikan berdasarkan ketentuan yang berlaku. Hal ini pada akhirnya
akan mengurangi besar modal bank.
4. Menurunnya nilai tingkat kesehatan bank berdasarkan perhitungan kesehatan
bank.
2.4.3 Cara Menurunkan Non Performing Loan
Pada dasarnya kredit bermasalah masih dapat diselesaikan jika ditangani
dengan baik dan tepat oleh pejabat bank yang benar-benar memiliki kemampuan dan
pengalaman. Karena itu kredit bermasalah memerlukan perhatian khusus dari pihak
bank selaku kreditur dan juga pihak nasabah selaku debitur. Karena kredit bermasalah
jika tidak ditangani secara professional, ia akan berkembang untuk merusak tatanan
perkreditan yang sudah mapan sekalipun.
Menurut Mahmoeddin (2004: 120) Ada beberapa cara atau kombinasi untuk
menurunkan besaran Non Performing Loan, yaitu :
1. Menurunkan jumlah outstanding kredit bermasalah
Dengan cara memperbaiki kolektibilitas kelompok kredit yang tadinya
bermasalah menjadi kredit golongan lancar.
a. Merestrukturisasi atau penjadwalan ulang (rescheduling) hanya dapat
dilakukan apabila proyek yang dibiayai debitur masih memiliki prospek
yang baik.
b. Wtite-off terhadap kredit bermasalah. Berimbas pada penurunan modal
bank.
2. Memperbesar penyebutnya dengan cara melakukan ekspansi kredit atau surat
berharga.
3. Mengalihkan atau menjual kredit kepada pihak lain
Pengalihan ini dapat dilakukan dengan memberikan diskon yang besar. Bank
harus membentuk cadangan untuk menutup kerugian bank dari penjualan
kredit dengan diskon besar tersebut.
2.5 Return On Asset
Return on Assets umumnya menggambarkan perputaran aktiva diukur dari
volume penyaluran kredit. Semakin besar rasio ini maka akan semakin baik. Hal ini
berarti bahwa aktiva dapat lebih cepat berputar dan memperoleh laba.
Munawir (2002: 89) menjelaskan mengenai Return on Assets, yaitu:
“Return on assets merupakan salah satu bentuk dari ratio profitabilitas yang
dimaksudkan untuk dapat mengukur kemampuan
perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang
digunakan dalam operasi perusahaan untuk menghasilkan keuntungan.
Rasio ini menghubungkan keuntungan yang diperoleh dari operasi perusahaan
dengan jumlah investasi atau aktiva yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan
operasi tersebut.
Return On Asset (ROA) =
Income Before Tax
X 100%
Total Asset
Mudrajad Kuncoro Suhardjono (2002: 449) menyebutkan :
“Rendahnya rentabilitas dalam rasio ROA disebabkan karena dana yang
berhasil dihimpun cukup besar namun bank belum mampu melakukan
penyaluran dana tersebut secara optimal.”
2.5.1 Kegunaan Return on Assets
Menurut Munawir (2002: 90) Kegunaan Return on Assets dapat
dikemukakan sebagai berikut :
1. Salah satu kegunaannya yang prinsipil adalah sifatnya yang menyeluruh.
Apabila perusahaan sudah menjalankan praktik akuntansi yang baik,
manajemen dengan menggunakan teknik analisis ROA dapat mengukur
efisiensi penggunaan modal kerja.
2. Dengan analisis ROA dapat dibandingkan efisiensi penggunaan penggunaan
modal pada perusahaan dengan perusahaan lain yang sejenis, sehingga dapat
diketahui apakah perusahaannya berada di bawah, sama atau diatas rataratanya. Dengan demikian dapat diketahui kekuatan dan kelemahan
perusahaan dibandingkan dengan perusahaan sejenis.
3. Analisis ROA dapat digunakan untuk mengukur efisiensi tindakan-tindakan
yang dilakukan oleh divisi/bagian, yaitu dengan mengalokasikan semua biaya
dan modal kedalam bagian yang bersangkutan.
4. Analisis ROA juga dapat digunakan untuk mengukur profitabilitas
perusahaan.
5. ROA selain berguna untuk keperluan pengendalian, juga berguna untuk
keperluan perencanaan, misalnya sebagai dasar pengambilan keputusan
Uraian di atas menjelaskan bahwa Return On Assets memiliki kegunaan bagi
perusahaan, khususnya dalam hal ini bank menggunakan rasio ROA karena rasio ini
digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank untuk memperoleh laba
secara keseluruhan. ROA ini memiliki kegunaan yang menguntungkan bagi pihak
bank salah satunya dapat menggukur efisiensi penggunaan modal kerja.
2.5.2 Kelemahan Return On Assets
Terdapat kelemahan dari analisis return on assets, diantaranya adalah sebagai
berikut :
1. Salah
satu
kelemahan
yang
prinsipal
adalah
kesukarannya
dalam
membandingkan rate of return suatu perusahaan dengan perusahaan lain yang
sejenis. Mengingat dalam praktik akuntansi yang digunakan oleh masingmasing perusahaan berbeda-beda.
2. Dengan menggunakan analisis rate of return saja atau return on assets saja
tidak dapat digunakan untuk mengadakan perbandingan antara dua
perusahaan atau lebih dengan mendapatkan kesimpulan yang memuaskan.
3. Rasio ini hanya menunjukan hubungan antara penghasilan dan aktiva yang
dipergunakan dan tidak memberikan gambaran laba yang diperoleh.
Berdasarkan uraian di atas Return On Assets selain memiliki kegunaan, juga
terdapat kelemahan yaitu salah satunya dengan menggunakan rasio ROA saja tidak
dapat digunakan untuk mengadakan perbandingan antara perusahaan atau lebih
dengan mendapatkan kesimpulan yang memuaskan.
2.6 Pengertian Aktiva
Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2004: 13), aktiva adalah :
“Sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa
masa lalu dan dari mana manfaat-manfaat ekonomi di masa depan diharapkan
akan diperoleh.”
Menurut Munawir (2002: 13), aktiva adalah :
“Pengertian aktiva tidak terbatas pada kekayaan perusahaan yang berwujud
saja, tetapi juga pengeluaran-pengeluaran yang belum dialokasikan paada
penghasilan yang akan dating, serta aktiva ynag tidak berwujud lainnya,
misalnya goodwill, hak patent, dan sebagainya.”
Sisi neraca ini mencerminkan posisi kekayaan yang merupakan hasil
penggunaan dana bank dalam berbagai bentuk. Penggunaan dana bank dilakukan
berdasarkan prinsip prioritas. Di samping itu kegiatan pengalokasian dana tersebut
harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Sentral sebagai
otoritas moneter yang mengatur dan mengawasi bank.
2.6.1 Aktiva Produktif
Aktiva produktif atau earning assets adalah semua penanaman dana dalam
rupiah dan valuta asing yang dimaksudkan untuk memperoleh penghasilan sesuai
dengan fungsinya. Menurut Dahlan Siamat (2001: 134) Komponen aktiva produktif
bank terdiri dari :
a. Kredit yang diberikan
Kredit adalah penyediaan uang tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau
pembagian hasil keuntungan termasuk pembelian surat berharga nasabah yang
dilengkapi dengan NPA (Note Purchase Agreement) dan pengambil alihan
tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang (factoring).
b. Penempatan pada bank lain
Penempatan pada bank lain antara lain dalam bentuk call money, deposito
berjangka, deposit on call, dan sertifikat deposito.
c. Surat-surat berharga
Pengalokasian dana dalam surat-surat berharga dapat dilakukan dengan cara
mendiskonto atau membeli surat-surat berharga pasar uang dan pasar modal
baik dalam rupiah maupun dalam valuta asing.
d. Penyertaan
Penyertaan modal adalah penanaman dana dalam bentuk saham secara
langsung (direct investment) pada bank atau lembaga keuangan lain yang
berkedudukan di dalam dan di luar negeri.
Aktiva produktif ini merupakan penempatan dana oleh bank dalam asset yang
menghasilkan pendapatan untuk menutup biaya-biaya yang dikeluarkan oleh bank.
Aktiva produktif yang dinilai kualitasnya meliputi penanaman dana baik dalam
rupiah maupun valuta asing, dalam bentuk kredit dan surat berharga.
2.6.2 Aktiva Non Produktif
Aktiva tidak produktif atau non earning assets adalah penanaman dana
kedalam aktiva yang tidak memberikan hasil bagi bank. Menurut Dahlan Siamat
(2001: 134) aktiva yang tidak memberikan hasil bagi bank terdiri dari :
a. Alat likuid.
Alat likuid atau cash asset adalah aktiva yang dapat digunakan setiap saat
untuk memenuhi kebutuhan likuiditas bank. Aktiva ini merupakan yang
paling likuid dar keseluruhan aktiva bank. Aktiva yang digolongkan sebagai
cash assets adalah : kas, Giro pada Bank Sentral, dan Giro pada bank-bank
lain.
b. Aktiva tetap dan inventaris
Dalam membiayai aktiva tetap dan inventaris, bank hanya diperkenalkan
menggunakan maksimal 50% dari total modalnya untuk membiayai seluruh
kebutuhan aktiva tetap dan inventarisnya. Hal ini berarti bahwa dalam
penanaman dana dalam aktiva tetap dan inventarisnya dananya harus dibiayai
dari modal sendiri bank yang bersangkutan.
Aktiva non produktif ini merupakan penempatan dana oleh bank dalam asset
yang tidak menghasilkan keuntungan secara finansial, akan tetapi penempatan
tersebut harus dilakukan oleh bank untuk memenuhi kewajiban kepada nasabah dan
untuk kepentingan bank sendiri.
2.6.3 Pengertian Penghasilan
Pendapatan adalah salah satu unsur penting dari laporan keuangan dan juga
merupakan salah satu tolak ukur untuk menilai keberhasilan manajemen dalam
mengelola perusahaan. Pendapatan dalam arti luas adalah kenaikan aktiva bersih atau
aliran dana yang masuk kekesatuan usaha yang terjadi akibat kegiatan perusahaan
selain dari yang diakibatkan oleh transaksi modal atau pendapatan financing.
Pendapatan menurut Peryataan Standar Akuntansi Keuangan No.23 adalah
:
“pendapatan adalah aliran masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul
dari aktivitas normal perusahaan selama suatu periode bila arus masuk itu
mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanam
modal.”
Penggunaan aktiva perusahaan oleh pihak lain menimbulkan pendapatan
dalam bentuk :
1. Bunga
Pembebanan untuk penggunaan kas atau setara kas atau jumlah terhutang
kepada perusahaan.
2. Royalti
Pembebanan untuk penggunaan aktiva jangka panjang perusahaan, seperti
patent, merek dagang, hak cipta, dan sebagainya.
3. dividen
Distribusi laba kepada pemegang investasi ekuitas sesuai dengan proporsi
mereka dari jenis modal tertentu.
Selain pendapatan operasi (operating revenue) ditambahkan dengan
pendapatan non operasi (non-operating revenue) lalu dikurangi oleh beban (baik
beban bunga maupun beban lain-lain) maka didapatkan penghasilan sebelum pajak
(income before tax).
Income atau penghasilan itu sendiri menurut Standar Akuntansi Keuangan
(2004: 18) adalah :
“Penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu
periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau
penuruna kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal
dari kontribusi penanaman modal.”
2.7 Pengaruh Non Performing Loan Terhadap Return On Asset
Non Performing Loan dijadikan sebuah indikator kualitas aktiva suatu bank
dapat diartikan sebagai perbadingan antara kredit bermasalah dengan total kredit pada
suatu bank. Semakin tinggi Non Performing Loan suatu bank menujukan jumlah
kredit bermasalah pada bank tersebut ada pada jumlah yang relatif besar terhadap
kredit yang disalurkan. Dari indikator kualitas aktiva tersebut tentunya akan
menujukkan tingkat kesehatan suatu bank. Kesehatan bank adalah tingkat kesehatan
suatu bank untuk melaksanakan seluruh kegiatan usaha perbankan. Menurut
Mudrajad Kuncoro (2002: 67) kegiatan tersebut meliputi :
a. Kemampuan menghimpun dana dari masyarakat, dari lembaga lain, dan
dari modal sendiri
b. Kemampuan mengelola dana
c. Kemampuan menyalurkan dana ke masyarakat
d. Kemampuan memenuhi kewajiban kepada para stakeholders
e. Pemenuhan peraturan perbankan yang berlaku
Profit atau laba merupakan indikasi kesuksesan suatu badan usaha.
Profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk memperoleh laba. Informasi
kinerja perusahaan terutama dalam hal kemampuan perusahaan untuk memperoleh
laba (profitabilitas) diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya
ekonomi yang mungkin dikendalikan di masa yang akan datang. Profitabilitas pada
bank dapat dinyatakan dengan Rentabilitas. Rentabilitas adalah kemampuan bank
untuk memperoleh penghasilan berupa bunga kredit.
Pengaruh Non Performing Loan terhadap Return on Assets juga dibahas oleh
Mahmoedin (2004: 114), yaitu :
“Profitabilitas adalah kemampuan bank utnuk memperoleh keuntungan. Hal
ini terlihat pada penghitungan produktivitasnya yang dituangkan dalam rumus
ROE (Return on Equity) dan ROA (Return on Assets). Jika kredit tidak lancar
(kredit Non Performing) maka rentabilitasnya menjadi kecil.”
Bisnis inti dari bank yaitu melakukan intermediasi, yaitu dengan menghimpun
dana masyarakat yang menjadi sumber dana dan disalurkan dalam bentuk kredit.
Penyaluran kredit yang menjadi resiko adalah kerugian akibat kredit bermasalah.
Ketika tingkat kredit bermasalah meningkat maka kredit menjadi tidak lancar dan
macet, pada saat yang bersamaan tingkat Non Performing Loan pun akan meningkat,
akibatnya penghasilan bank yang bersumber dari bunga kredit menjadi tidak lancar.
Sebaliknya, jika kredit lancar dan tidak bermasalah, maka bank akan memperoleh
penghasilan yang bersumber bunga dengan lancar pula.
Penelitian terdahulu (Santy 2007) bahwa Non Performing Loan mempunyai
hubungan negatif yang moderat (sedang) terhadap tingkat Return On Assets bank.
Hubungan tersebut bernilai negatif berarti menunjukan hubungan yang tidak searah
(berlawanan), ketika terjadi kenaikan NPL maka akan berdampak pada berkurangnya
tingkat ROA, sebaliknya ketika NPL mengalami penurunan akan berdampak pada
penambahan ROA. Maka kesimpulan dari peneliti ini adalah bahwa Non Perming
Loan
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat Return On Assets bank.
Karena ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi ROA seperti pndapatan bank yang
berasal dari kegiatan-kegiatan seperti giro, deposit berjangka dan tabungan, serta
faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini seperti fee base income, biaya-biaya
OPEX dan lain-lain
Menurut (Noviana 2007) bahwa setiap kenaikan Non Performing Loan akan
mengakibatkan penurunan terhadap Return On Assets bank. Maka kesimpulan yang
diambil oleh peneliti ini adalah bahwa Non Performing Loan tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap Return On Assets bank. Penyebab Non Performing Loan
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat Return On Assets bank yaitu
penghasilan utama bank adalah dari bunga pemberian kredit, pnggunaan dana bank
sangat didominasi dalam bentuk penyaluran kredit. Tetapi walaupun seperti itu
pendapatan bank dapat berasal dari kegiatan-kegiatan bank, serta jasa perbankan
lainnya.
Download