Referat PENGOBATAN TERKINI UNTUK TERAPI MULTIPLE MYELOMA oleh : Mashita Yuswini A. G99122072 Asri Sukawati P. G99122020 Fillisita Chandramalina D. G99122045 Nita Prasasti G99122086 Nur Ismi Mustika F. G99122088 Pembimbing Dr. Sri Marwanta, Sp. PD KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA 2014 1 LEMBAR PENGESAHAN PENGOBATAN TERKINI UNTUK TERAPI MULTIPLE MYELOMA Telah disetujui untuk diajukan sebagai referat Pada tanggal : 2014 Pembimbing Dr. Sri Marwanta, Sp.PD KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA 2014 2 I. PENDAHULUAN Multiple myeloma adalah keganasan sel B dari sel plasma yang memproduksi protein imunoglobulin monoklonal. Hal ini ditandai dengan adanya proliferasi clone dari sel plasma yang ganas pada sumsum tulang, protein monoklonal pada darah atau urin, dan berkaitan dengan disfungsi organ. Proliferasi berlebihan dalam sumsum tulang menyebabkan matriks tulang terdestruksi dan produksi imunoglobulin abnormal dalam jumlah besar, dan melalui berbagai mekanisme menimbulkan gejala dan tanda klinis. 1,2,3 II. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI Multiple myeloma merupakan 1% dari semua keganasan dan 10% dari tumor hematologik. Di Amerika Serikat, insiden multiple myeloma sekitar 3 sampai 4 kasus dari 100.000 populasi per tahun, dan diperkirakan terdapat 14.000 kasus baru tiap tahunnya. Insidennya ditemukan dua kali lipat pada orang Afro Amerika dan pada pria. Umur median pasien rata-rata 65 tahun, dan sekitar 3% pasien kurang dari 40 tahun.4 III. ETIOLOGI Penyebab multiple myeloma belum jelas. Paparan radiasi, benzena, dan pelarut organik lainnya, herbisida, dan insektisida mungkin memiliki peran. Faktor genetik juga mungkin berperan pada orang-orang yang rentan untuk terjadinya perubahan yang menghasilkan proliferasi sel plasma yang memproduksi protein M. Beragam perubahan kromosom telah ditemukan pada pasien myeloma seperti delesi 13q14, delesi 17q13, dan predominan kelainan pada 11q. 1,5 IV. ANATOMI DAN FISIOLOGI Lokasi predominan multiple myeloma mencakup tulang-tulang seperti vertebra, costa, calvaria, pelvis, dan femur.6 3 Awal dari pembentukan tulang terjadi di bagian tengah dari suatu tulang. Bagian ini disebut pusat-pusat penulangan primer. Sesudah itu tampak pada satu atau kedua ujung-ujungnya yang disebut pusat-pusat penulangan sekunder.7 Bagian-bagian dari perkembangan tulang panjang adalah sebagai berikut: 1. Diafisis Diafisis merupakan bagian dari tulang panjang yang dibentuk oleh pusat penulangan primer, dan merupakan korpus dari tulang. 2. Metafisis Metafisis merupakan bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang (diafisis). 3. Lempeng epifisis Lempeng epifisis adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anakanak, yang akan menghilang pada tulang dewasa. 4. Epifisis Epifisis dibentuk oleh pusat-pusat penulangan sekunder. Gambar 1. Perkembangan tulang panjang (dikutip dari kepustakaan 7) V. PATOFISIOLOGI Tahap patogenesis pertama pada perkembangan myeloma adalah munculnya sejumlah sel plasma clonal yang secara klinis dikenal MGUS (monoclonal gammanopathy of undetermined significance). Pasien dengan 4 MGUS tidak memiliki gejala atau bukti dari kerusakan organ, tetapi memiliki 1% resiko progresi menjadi myeloma atau penyakit keganasan yang berkaitan. 8 Perkembangan sel plasma maligna ini mungkin merupakan suatu proses multi langkah, diawali dengan adanya serial perubahan gen yang mengakibatkan penumpukan sel plasma maligna, adanya perkembangan perubahan di lingkungan mikro sumsum tulang, dan adanya kegagalan sistem imun untuk mengontrol penyakit. Dalam proses multilangkah ini melibatkan di dalamnya aktivasi onkogen selular, hilangnya atau inaktivasi gen supresor tumor, dan gangguan regulasi gen sitokin. 1 Keluhan dan gejala pada pasien MM berhubungan dengan ukuran massa tumor, kinetik pertumbuhan sel plasma dan efek fisikokimia imunologik dan humoral produk yang dibuat dan disekresi oleh sel plasma ini, seperti antara lain paraprotein dan faktor pengaktivasi osteoklastik (osteoclastic activating factor/OAF). 1 Paraprotein dalam sirkulasi dapat memberi berbagai komplikasi, seperti hipervolemia, hiperviskositas, diatesis hemoragik dan krioglobulinemia. Karena pengendapan rantai ringan, dalam bentuk amiloid atau sejenis, dapat terjadi terutama gangguan fungsi ginjal dan jantung. Faktor pengaktif osteoklas (OAF) seperti IL1-β, limfotoksin dan tumor necrosis factor (TNF) bertanggung jawab atas osteolisis dan osteoporosis yang demikian khas untuk penyakit ini. Karena kelainan tersebut pada penyakit ini dapat terjadi fraktur (mikro) yang menyebabkan nyeri tulang, hiperkalsemia dan hiperkalsiuria. Konsentrasi imunoglobulin normal dalam serum yang sering sangat menurun dan fungsi sumsum tulang yang menurun dan neutropenia yang kadang-kadang ada menyebabkan kenaikan kerentanan terhadap infeksi.1 Gagal ginjal pada MM disebabkan oleh karena hiperkalsemia, adanya deposit mieloid pada glomerulus, hiperurisemia, infeksi yang rekuren, infiltrasi sel plasma pada ginjal, dan kerusakan tubulus ginjal oleh karena infiltrasi rantai berat yang berlebihan. Sedangkan anemia disebabkan oleh karena tumor menyebabkan penggantian sumsum tulang dan inhibisi secara langsung terhadap proses 5 hematopoeisis, perubahan megaloblastik akan menurunkan produksi vitamin B12 dan asam folat.1 VI. DIAGNOSIS Diagnosis multiple myeloma dapat ditegakkan melalui gejala klinis, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan patologi anatomi. a. Gejala klinis Myeloma dibagi menjadi asimptomatik myeloma dan simptomatik atau myeloma aktif, bergantung pada ada atau tidaknya organ yang berhubungan dengan myeloma atau disfungsi jaringan, termasuk hiperkalsemia, insufisiensi renal, anemia, dan penyakit tulang (Tabel 1). Gejala yang umum pada multiple myeloma adalah lemah, nyeri pada tulang dengan atau tanpa fraktur ataupun infeksi. Anemia terjadi pada sekitar 73% pasien yang terdiagnosis. Lesi tulang berkembang pada kebanyakan 80% pasien. Pada suatu penelitian, dilaporkan 58% pasien dengan nyeri tulang. Kerusakan ginjal terjadi pada 20 sampai 40% pasien.2,4 Fraktur patologis sering ditemukan pada multiple myeloma seperti fraktur kompresi vertebra dan juga fraktur tulang panjang (contoh: femur proksimal). Gejala-gejala yang dapat dipertimbangkan kompresi vertebra berupa nyeri punggung, kelemahan, mati rasa, atau disestesia pada ekstremitas. Imunitas humoral yang abnormal dan leukopenia dapat berdampak pada infeksi yang melibatkan infeksi seperti gram-positive organisme (eg, Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus) dan Haemophilus influenzae.9 Kadang ditemukan pasien datang dengan keluhan perdarahan yang diakibatkan oleh trombositopenia. Gejala-gejala hiperkalsemia berupa somnolen, nyeri tulang, konstipasi, nausea, dan rasa haus.10 Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan :1,11 Pucat yang disebabkan oleh anemia Ekimosis atau purpura sebagai tanda dari thrombositopeni 6 Gambaran neurologis seperti perubahan tingkat sensori , lemah, atau carpal tunnel syndrome. Amiloidosis dapat ditemukan pada pasien multiple myeloma seperti makroglossia dan carpal tunnel syndrome. Gangguan fungsi organ visceral seperti ginjal, hati, otak, limpa akibat infiltrasi sel plasma (jarang). b. Laboratorium Pasien dengan multiple myeloma, secara khas pada pemeriksaan urin rutin dapat ditemukan adanya proteinuria Bence Jones. Dan pada apusan darah tepi, didapatkan adanya formasi Rouleaux. Selain itu pada pemeriksaan darah rutin, anemia normositik normokrom ditemukan pada hampir 80% kasus. Jumlah leukosit umumnya normal, namun dapat juga ditemukan pancytopenia, koagulasi yang abnormal dan peningkatan LED. 5,6,11,13 . c. Gambaran radiologi 1) Foto polos x-ray Gambaran foto x-ray dari multiple myeloma berupa lesi litik multiple, berbatas tegas, punch out, dan bulat pada calvaria, vertebra, dan pelvis. Lesi terdapat dalam ukuran yang hampir sama. Lesi lokal ini umumnya berawal di rongga medulla , mengikis tulang, dan secara progresif menghancurkan tulang kortikal. Sebagai tambahan, tulang pada pasien myeloma, dengan sedikit pengecualian, mengalami demineralisasi difus. Pada beberapa pasien, ditemukan gambaran osteopenia difus pada pemeriksaan radiologi. 4,6,14,15 7 Gambar 2. Foto skull lateral yang menggambarkan sejumlah lesi litik “punch out lesion” yang khas pada calvaria, yang merupakan karakteristik dari gambaran multiple myeloma. (dikutip dari kepustakaan 16) e Gambar 3. Foto pelvic yang menunjukkan fokus litik kecil yang sangat banyak sepanjang tulang pelvis dan femur yang sesuai dengan gambaran multiple myeloma.(dikutip dari kepustakaan 9) 8 Gambar 4. Foto femur menunjukkan adanya endosteal scalloping (erosi pada cortex interna) pada pasien dengan multiple myeloma. (dikutip dari kepustakaan 9) 2) CT-Scan CT Scan menggambarkan keterlibatan tulang pada myeloma serta menilai resiko fraktur pada tulang yang kerusakannya sudah berat. Diffuse osteopenia dapat memberi kesan adanya keterlibatan myelomatous sebelum lesi litik sendiri terlihat. Pada pemeriksaan ini juga dapat ditemukan gambaran sumsum tulang yang tergantikan oleh sel tumor, osseous lisis, destruksi trabekular dan korteks. Namun, pada umumnya tidak dilakukan pemeriksaan kecuali jika adanya lesi fokal. 6,9,17,18 Gambar 5. CT Scan sagital T1 – gambaran weighted pada vertebra lumbalis menunjukkan adanya infiltrasi difus sumsum yang disebabkan oleh multiple myeloma. (dikutip dari kepustakaan 17) 9 Gambar 6. Lytic expansile mass dari C5. Pada CT Scan tranversal C5 menunjukkan adanya perluasan massa jaringan lunak (expansile soft-tissue mass) pada sepanjang sisi kanan Vertebra Cervikal 5 dengan kerusakan tulang terkait. (dikutip dari kepustakaan 4) 3) MRI MRI potensial digunakan pada multiple myeloma karena modalitas ini baik untuk resolusi jaringan lunak. Secara khusus, gambaran MRI pada deposit myeloma berupa suatu intensitas bulat , sinyal rendah yang fokus di gambaran T1, yang menjadi intensitas sinyal tinggi pada sekuensi T2. 6,15,17 Namun, hampir setiap tumor muskuloskeletal memiliki intensitas dan pola menyerupai myeloma. MRI meskipun sensitif terhadap adanya penyakit namun tidak spesifik. Pemeriksaan tambahan untuk diagnosis multiple myeloma seperti pengukuran nilai gamma globulin dan aspirasi langsung sumsum tulang untuk menilai plasmasitosis. Pada pasien dengan lesi ekstraosseus, MRI dapat berguna untuk menentukan tingkat keterlibatan dan untuk mengevaluasi kompresi tulang.6,17 10 Gambar 7. Foto potongan sagital T1 weighted-MRI pada lumbar-sakral memperlihatkan adanya diffusely mottled marrow yang menunjukkan adanya diffuse involvement pada sumsum tulang dengan multiple myeloma. Juga didapatkan gambaran fraktur kompresi pada seluruh vertebra yang tervisualisasi. Pada V-T10 terdapat adanya focal mass-like lesion yang menunjukkan suatu plasmacytoma. (dikutip dari kepustakaan 19) 4) Radiologi Nuklir Myeloma merupakan penyakit yang menyebabkan overaktifitas pada osteoklas. Scan tulang radiologi nuklir mengandalkan aktifitas osteoblastik (formasi tulang) pada penyakit dan belum digunakan rutin, pemeriksaan ini menggunakan radiofarmaka Tc-99m senyawa kompleks fosfat yang diinjeksikan secara intravena. Tingkat false negatif skintigrafi tulang untuk mendiagnosis multiple myeloma tinggi. Scan dapat positif pada radiograf normal, membutuhkan pemeriksaan lain untuk konfirmasi.6,20 5) Angiografi6 Gambaran angiografi tidak spesifik. Tumor dapat memiliki zona perifer dari peningkatan vaskularisasi. Secara umum, teknik ini tidak digunakan untuk mendiagnosis multiple myeloma. 11 d. Patologi Anatomi6,15 Pada pasien multiple myeloma , sel plasma berproliferasi di dalam sumsum tulang. Sel-sel plasma memiliki ukuran yang lebih besar 2 – 3 kali dari limfosit, dengan nuklei eksentrik licin (bulat atau oval) pada kontur dan memiliki halo perinuklear. Sitoplasma bersifat basofilik. Gambar 9. Aspirasi sumsum tulang memperlihatkan sel-sel plasma multiple myeloma. Tampak sitoplasma berwarna biru, nukleus eksentrik, dan zona pucat perinuclear (halo).(dikutip dari kepustakaan 6) Kriteria minimal untuk menegakkan diagnosis multiple myeloma pada pasien yang memiliki gambaran klinis multiple myeloma dan penyakit jaringan konektif, metastasis kanker, limfoma, leukemia, dan infeksi kronis telah dieksklusi adalah sumsum tulang dengan >10% sel plasma atau plasmasitoma dengan salah satu dari kriteria berikut :1 - Protein monoclonal serum (biasanya >3g/dL) - Protein monoclonal urine - Lesi litik pada tulang Sistem derajat multiple myeloma1,3,6,11 Saat ini ada dua derajat multiple myeloma yang digunakan yaitu Salmon Durie system yang telah digunakan sejak 1975 dan the International Staging System yang dikembangkan oleh the International Myeloma Working Group dan diperkenalkan pada tahun 2005. 12 Salmon Durie staging : a) Stadium I Level hemoglobin lebih dari 10 g/dL Level kalsium kurang dari 12 mg/dL Gambaran radiograf tulang normal atau plasmositoma soliter Protein M rendah (mis. IgG < 5 g/dL, Costa < 3 g/dL, urine < 4g/24 jam) b) Stadium II Gambaran yang sesuai tidak untuk stadium I maupun stadium III c) Stadium III Level hemoglobin kurang dari 8,5 g/dL Level kalsium lebih dari 12 g/dL Gambaran radiologi penyakit litik pada tulang Nilai protein M tinggi (mis. IgG >7 g/dL, Costa > 5 g/dL, urine > 12 g/24 jam) d) Subklasifikasi A meliputi nilai kreatinin kurang dari 2 g/dL e) Subklasifikasi B meliputi nilai kreatinin lebih dari 2 g/dl International Staging System untuk multiple myeloma a) Stadium I β2 mikroglobulin ≤ 3,5 g/dL dan albumin ≥ 3,5 g/dL CRP ≥ 4,0 mg/dL Plasma cell labeling index < 1% Tidak ditemukan delesi kromosom 13 Serum Il-6 reseptor rendah durasi yang panjang dari awal fase plateau b) Stadium II Beta-2 microglobulin level >3.5 hingga <5.5 g/dL, atau Beta-2 microglobulin <3.5g/dL dan albumin <3.5 g/dL c) Stadium III Beta-2 microglobulin >5.5 g/dl 13 VII. DIAGNOSIS BANDING Diagnosis multiple myeloma seringkali jelas karena kebanyakan pasien memberikan gambaran klinis khas atau kelainan hasil laboratorium. Keadaan yang dapat menjadi diagnosis banding multiple myeloma berupa metastasis tumor ke tulang.22 Delapan puluh persen penyebaran tumor ganas ke tulang disebabkan oleh keganasan primer payudara, paru, prostat, ginjal dan kelenjar gondok. Penyebaran ini ternyata ditemukan lebih banyak di tulang skelet daripada ekstremitas. Bone Survey atau pemeriksaan tulang-tulang secara radiografik konvensional adalah pemeriksaan semua tulang-tulang yang paling sering dikenai lesi-lesi metastatik yaitu skelet ekstremitas bagian proksimal. Sangat jarang lesi megenai sebelah distal siku atau lutut. Bila ada lesi pada bagian tersebut harus dipikirkan kemungkinan multiple myeloma.22 Sebagian besar proses metastasis memberikan gambaran “lytic” yaitu bayangan radiolusen pada tulang. Sedangkan gambaran "blastic" adalah apabila kita temukan lesi dengan densitas yang lebih tinggi dari tulang sendiri. Sedangkan pada multiple myeloma ditemukan gambaran lesi litik multiple berbatas tegas, punch out, dan bulat. Selain gambaran radiologik, ditemukannya proteinuri Bence Jones pada pemeriksaan urin rutin dapat menyingkirkan adanya metastasis tumor ke tulang. 22 VIII. PENGOBATAN Pada umumnya, pasien membutuhkan penatalaksanaan karena nyeri pada tulang atau gejala lain yang berhubungan dengan penyakitnya. Regimen awal yang paling sering digunakan adalah kombinasi antara thalidomide dan dexamethasone. Kombinasi lain berupa agen nonkemoterapeutik bartezomib dan lenalidomide sedang diteliti. Bartezomib yang tersedia hanya dalam bentuk intravena merupakan inhibitor proteosom dan memiliki aktivitas yang bermakna pada myeloma. Lenalidomide , dengan pemberian oral merupakan turunan dari thalidomide.2,5 14 Pada pasien usia tua > 65 tahun, kombinasi obat oral berupa mephalan dan prednison (MP) merupakan standar pengobatan di Eropa. Terdapat dua pilihan obat kombinasi yang direkomendasikan, yaitu melphalan/prednison/thalidomide (MPT) dan bortezomib/melphalan/prednison (VMP). Keduanya dierima oleh European Medicines Agency (EMA). Selain itu, ada sebuah obat kombinasi lain yang digunakan dan diterima oleh EMA, yaitu bendamustine. Bendamustine dapat dijadikan pilihan untuk terapi kombinasi pada pasien multiple myeloma khususnya yang memiliki gejala klinis neuropati. Penggunaan kombinasi lenalidomide dan dexamethasone dosis rendah banyak digunakan di center USA tetapi terapi ini tidak diterima oleh negara-negara di Eropa24. Dalam sebuah penelitian disebutkan, untuk pasien dengan klinis yang baik dan berusia < 65 tahun, induksi yang diikuti terapi dosis tinggi transplantasi sel induk autolog (Autologous Stem Cell Transplantation: ASCT) merupakan salah satu standar pengobatan. Tingkat respon terhadap terapi induksi telah meningkat secara signifikan dengan menggunakan kombinasi beberapa agen. Bortezomibdeksametason, (vincristine, adriamycin dan dexamethasone dosis tinggi), telah menjadi pilihan terapi induksi utama sebelum ASCT. Penambahan agen ketiga bersama dengan bortezomib-deksametason, misal thalidomide, doxorubicin, lenalidomide, atau siklofosfamid,telah menunjukkan tingkat respon yang lebih baik di uji coba tahap II. Kombinasi tiga obat termasuk setidaknya bortezomib dan deksametason saat ini merupakan standar perawatan sebelum ASCT. Tiga sampai empat tahapan dianjurkan sebelum melanjutkan proses stem cell tersebut24. Melfalan (200 mg / m2 iv) adalah rejimen preparatif standar sebelum ASCT. Progenitor sel darah perifer adalah sumber yang disukai dari pengambilan sel induk, bukan sumsum tulang24. Tandem ASCT telah dievaluasi sebelum agen baru lainnya bermunculan. Manfaat tandem ASCT diamati pada pasien yang tidak mencapai respon parsial sangat baik setelah ASCT pertama24. Untuk terapi maintenance baik untuk pasien-pasien usia muda maupun usia tua, kombinasi obat-obatan sistemik diatas tidak dianjurkan24. Evaluasi Respon Pengobatan 15 Hitung darah lengkap, serum dan urin elektroforesis, pemeriksaan kreatinin dan kalsium harus dilakukan setiap 2-3 bulan. Apabila ada keluhan nyeri tulang, harus dilakukan X-ray tulang, MRI atau CT scan untuk mendeteksi adanya lesi tulang baru24. Penatalaksanaan kasus relaps Pilihan terapi untuk kasus relaps tergantung pada bebrapa parameter yang meliputi usia, keadaan umum pasien, komorbiditas, tipe MM, efikasi dan toleransi pengobatan sebelumnya, jumlah lini pengobatan utama yang diberikan, pilihan terapi lain yang tersedia, dan jarak waktu pemberian terapi terakhir24. EMA telah menyetujui pemberian lenalidomide yang dikombinasikan dengan dexamethason [25-26] dan pemberian bortezomide sebagai obat tunggal atau kombinasi dengan doxorubicin. Namun demikian, bortezomib banyak digunakan dalam kombinasi dengan deksametason untuk penanganan kasus relaps. Thalidomide dan bendamustine merupakan obat yang efektif dan sering digunakan, namun tidak disetujui oleh EMA24. Pada pasien yang masih muda, ASCT yang kedua dapat dipertimbangkan, yaitu bagi pasien yang merespon baik ASCT yang telah dilakukan sebelumnya dan telah mengalami perkembangan survival lebih dari 24 bulan24. Radioterapi terlokalisasi dapat berguna sebagai terapi paliatif nyeri pada tulang atau untuk mengeradikasi tumor pada fraktur patologis. Hiperkalsemia dapat diterapi secara agresif, imobilisasi dan pencegahan dehidrasi. Bifosfonat mengurangi fraktur patologis pada pasien dengan penyakit pada tulang.3,14 Obat-obatan atau golongan obat lainnya seperti histone-deacetylase inhibitor atau antibodi monoklonal saat ini sedang dikembangkan. Dalam pengaturan penyakit ini, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengidentifikasi penanda molekuler yang dapat memberikan kemajuan dalam pengobatan pribadi24. 16 Gambar 11. Pendekatan penatalaksanaan pada pasien baru terdiagnosis multiple myeloma (MM). (dikutip dari kepustakaan 2) IX. PROGNOSIS Berdasarkan derajat stadium menurut Salmon Durie System , angka rata- rata pasien bertahan hidup sebagai berikut : 6 Stadium I > 60 bulan Stadium II , 41 bulan Stadium III , 23 bulan Stadium B memiliki dampak yang lebih buruk. Berdasarkan klasifikasi derajat penyakit menurut the International staging system, angka rata-rata pasien bertahan hidup sebagai berikut:6 stadium I , 62 bulan stadium II, 44 bulan Stadium III, 29 bulan. 17 KESIMPULAN Multiple myeloma dibagi menjadi asimptomatik myeloma dan simptomatik atau myeloma aktif. Pada kasus myeloma yang gejalanya muncul secara perlahan atau myeloma inaktif, tidak dianjurkan untuk diberikan terapi segera. Terapi harus segera diberikan pada pasien-pasien dengan myeloma aktif yang memenuhi kriteria CRAB ( hiperkalemi > 11.0 mg/dl, kreatinin >2.0 mg/ml, anemia (Hb < 10 g/dl), lesi tulang aktif). Regimen awal yang paling sering digunakan untuk pengobatan multiple myeloma adalah kombinasi antara thalidomide dan dexamethasone. Pada pasien usia tua > 65 tahun, kombinasi obat oral berupa mephalan dan prednison (MP) merupakan standar pengobatan di Eropa. Terdapat dua pilihan obat kombinasi yang direkomendasikan, yaitu melphalan/prednison/thalidomide (MPT) dan bortezomib/melphalan/prednison (VMP). Bendamustine dapat dijadikan pilihan untuk terapi kombinasi pada pasien multiple myeloma khususnya yang memiliki gejala klinis neuropati. Untuk pasien dengan klinis yang baik dan berusia < 65 tahun, induksi yang diikuti terapi dosis tinggi transplantasi sel induk autolog (Autologous Stem Cell Transplantation: ASCT) merupakan salah satu standar pengobatan. Bortezomib-deksametason, (vincristine, adriamycin dan dexamethasone dosis tinggi), telah menjadi pilihan terapi induksi utama sebelum ASCT. Kombinasi tiga obat termasuk setidaknya bortezomib dan deksametason saat ini merupakan standar perawatan sebelum ASCT. Radioterapi terlokalisasi dapat berguna sebagai terapi paliatif nyeri pada tulang atau untuk mengeradikasi tumor pada fraktur patologis. Hiperkalsemia dapat diterapi secara agresif, imobilisasi dan pencegahan dehidrasi. Bifosfonat mengurangi fraktur patologis pada pasien dengan penyakit pada tulang. Obat-obatan atau golongan obat lainnya seperti histone-deacetylase inhibitor atau antibodi monoklonal saat ini sedang dikembangkan. 18 DAFTAR PUSTAKA 1. Syahrir, Mediarty. Mieloma Multipel dan Penyakit Gamopati Lain. Buku Ajar – Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI. Jakarta: 2006. 2. Palumbo,Antonio M.D. and Anderson,Kenneth M.D. Medical Progress Multiple Myeloma. The New England Journal of Medicine, [online]. 2011;364:1046-60 [cited 2014 Juli 23]. Available from: http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMra1011442 3. Wenqi, Jiang. Mieloma Multipel. Buku Ajar – Onkologi Klinis Edisi 2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta: 2008. 4. Angtuaco, Edgardo J.C, M.D, et al. Multiple Myeloma: Clinical Review and Diagnostic Imaging. Departement of Radiology and the Myeloma Institute, University of Arkansas, [online]. 2004 [cited 2014 Juli 23]. Available from: http://radiology.rsna.org/content/231/1/11.full.pdf+html 5. Fauci, Braunwald, Kasper, et al. Plasma Cell Disorder in Harrison’s – Principles of Internal Medicine 17th Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc. US: 2008. 6. Besa, Emmanuel C, M.D. Multiple Myeloma. Medscape Reference, [online] 2011 [cited 2014 Juli 23]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/204369-overview 7. Baron, Rolland, DDS,PhD. Anatomy and Ultrastructure of Bone Histogenesis, Growth and Remodelling. Endotext – The most accesed source endocrinology for Medical Professionals, [online]. 2008 [cited 2014 Juli 23]. Available from: http://www.endotext.org/parathyroid/parathyroid1/parathyroid1.html 8. Belch, Andrew R,MD, et al. Multiple Myeloma Patient Handbook. Multiple Myeloma Canada, [online]. 2007 [cited 2014 Juli 23]. Available from: http://myeloma.org/pdfs/PHCanada.pdf 9. Ki Yap, Dr. Multiple Myeloma. Radiopaedia.org, [online]. 2010 [cited 2014 Juli 23]. Available from: http://radiopaedia.org/articles/multiple-myeloma-1 19 10. ______. Multiple Myeloma Research. Department of Radiology, College of Medicine, University of Arkansas for Medical Sciences, [online] [cited 2014 Juli 23]. Available from: http://www.uams.edu/radiology/info/research/multiple_myeloma/default. asp 11. Schmaier, Alvin H.,MD, et al. Multiple Myeloma and Plasmacytoma Hematology for the Medical Student. Lippincott Williams & Wilkins. United States of America: 2003. 12. Vickery, Eric, PA-C. Multiple myeloma: Vague symptoms can challenge diagnostic skill. Journal of the American Academy of Physician Assistans, [online]. 2008 [cited 2014 Juli 23]. Available from: http://www.jaapa.com/multiple-myeloma-vague-symptoms-can-challengediagnostic-skills/article/121750/ 13. Reyna, Rolando. Lytic Lesion in Multiple Myeloma – Radiology Teaching Files. MyPACS.net, [online]. 2005 [cited 2014 Juli 23]. Available from: http://www.mypacs.net/cases/LYTIC-LESIONS-IN-MULTIPLEMYELOMA-1664181.html 14. ______. Guidelines on the Diagnosis and Management of Multiple Myeloma. UK Myeloma Forum, [online]. [cited 2011 April 5]. Available from: http://www.ukmf.org.uk/guidelines/gdmm/context.htm 15. Kumar, Cotran, Robbins. Mieloma Multipel dan Gangguan Sel Plasma Terkait – Buku Ajar Patologi Edisi 7, Robbins volume 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 2004. 16. Brant, William E.,et al. Fundamentals of Diagnostic Radiology – 2nd Ed. Lippincott Williams & Wilkins. 2007. 17. Berquist, Thomas H. Musculoskeletal Imaging Companion. Lippincott Williams & Wilkins. 2007. 18. ______. Cardiothoracic Pulmonary Imaging Correlation Conference – Case of the Week. Virginia Commonwealth University Health System, [online]. 2009 [cited 2014 Juli 23]. Available http://www.vcuthoracicimaging.com/Historyanswer.aspx?qid=9&fid=1 20 from: 19. ______. MRI of Multiple Myeloma. Science Photo Library, [online]. [cited 2014 Juli 23]. Available from: http://www.sciencephoto.com/images/download_lo_res.html?id=771340876 20. ______. Pelayanan Kedokteran Nuklir Diagnostik. Bagian Radiologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, [online]. 2005 [cited 2014 Juli 23]. Available from: http://www.radiologi.ugm.ac.id/kednuklirdiagnosis.html 21. ______. Multiple Myeloma – PET CT Scan Images. Department of Radiology, College of Medicine, University of Arkansas for Medical Sciences, [online] [cited 2014 Juli 23]. Available from: http://www.uams.edu/radiology/info/clinical/pet/images.asp 22. Susworo, dr. Penyebaran Tumor Ganas di Tulang: Aspek Diagnostik dan Terapi. Cermin Dunia Kedokteran, [online]. 1981 [cited 2014 Juli 23]. Available from: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/08PenyebaranTumor GanasdiTulang023. pdf/08PenyebaranTumorGanasdiTulang023.html 23. Weber, Kristy, MD. Rounds 2: Treatment of Metastatic Bone. The Johns Hopkins Arthritis Center, [online]. 2006 [cited 2014 Juli 23]. Available from: http://www.hopkins-arthritis.org/physician-corner/cme/rheumatology- rounds/metastatic_bone_disease_rheumrounds2.html 24. Moreau, P et al. Multiple myeloma: ESMO Clinical Practice Guidelines for diagnosis, treatment and follow-up. 2013. Annals of Oncology Advance. 00: 1-5 21