BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kanker menduduki peringkat kedua setelah penyakit kardiovaskular sebagai penyebab kematian terbesar di dunia. Pada tahun 2012 diperkirakan diseluruh dunia terdapat 14 juta kasus baru dan 8,2 juta kasus kanker menyebabkan kematian penderitanya (Anonim1, 2014). Sekitar 60% dari kasus kanker tersebut terjadi di negara berkembang, salah satunya adalah Indonesia. Di Indonesia, pada tahun 2014 tercatat 12,60% dari sekitar 1,5 juta kematian disebabkan oleh kanker. Kanker serviks atau kanker leher rahim menempati urutan kedua setelah kanker payudara sebagai penyebab kematian pada wanita di Indonesia. Persentasenya yaitu sekitar 10,3% dari 92.200 kasus kematian wanita akibat kanker, sehingga dapat diperkirakan 9500 wanita Indonesia meninggal akibat kanker serviks (Anonim2, 2014). Kanker serviks merupakan tumor ganas yang terjadi pada bagian kanalis servikalis. Jenis kanker ini berkembang melalui beberapa tahapan sebelum menjadi kanker ganas. Dimulai dengan suatu fase prakanker yang disebut dengan keadaan neoplasia intraepitel serviks (NIS). Kanker ini merupakan salah satu jenis kanker yang paling mungkin dicegah dan dideteksi secara dini karena adanya fase prakanker. Hal ini dibuktikan dengan adanya penurunan jumlah kasus kanker serviks di negara maju, yang memiliki kesadaran lebih tinggi serta pencegahan sekunder yang baik terhadap penyakit ini (Andrijono, 2007). Namun kebanyakan dari kasus yang terjadi, kanker baru terdeteksi setelah masuk pada invasive, sehingga pengobatan lebih sulit untuk dilakukan jika dibandingkan pada fase prakanker. Pengobatan kanker yang biasanya dilakukan adalah dengan pembedahan, radioterapi, kemoterapi ataupun kombinasi dari beberapa metode pengobatan. Hingga saat ini, pengobatan atau terapi yang dilakukan dirasa kurang efektif karena menimbulkan efek samping dan resistensi. Oleh karena itu saat ini terus dicari suatu bahan terutama bahan alami yang memiliki potensi sebagai senyawa anti kanker. 1 Senyawa tersebut diharapkan bisa dikombinasikan dengan obat yang sudah ada, untuk meminimalisir efek samping, serta dapat menurunkan resistensi. Senyawa bioaktif yang potensial sebagai anti kanker telah banyak dikaji. Senyawa tersebut antara lain berasal dari laut atau sering dikenal dengan marine drug. Laut yang juga dikenal dengan mother of origin of life merupakan sumber dari suatu produk alami dengan struktur unik yang biasanya terakumulasi pada suatu organisme. Beberapa dari senyawa tersebut terbukti menunjukkan aktivitas farmakologi. Hal ini sangat membantu untuk pengembangan serta penemuan senyawa bioaktif baru, sebagai kandidat potensial obat berbagai penyakit mematikan seperti kanker. Senyawa potensial tersebut biasanya ditemukan tersimpan pada mikroorganisme, algae, serta invertebrata dan jarang ditemukan pada vertebrata laut. Salah satu invertebrata yang potensial untuk dikaji senyawa bioaktifnya adalah Aplysia sp. yang termasuk kedalam kelompok hewan lunak (molluska) tidak bercangkang. Kandungan tinta Aplysia sp. yang berupa protein dengan berat molekul utama antara 61-78 kDa terbukti memiliki aktivitas anti kanker, anti bakteri, dan anti predator (MacColl, 1990; Jha and rong, 2004; Zandi, 2007). Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Firdausi (2014) dan Taufiqurrahman (2015) menunjukkan bahwa, Aplysia dactylomela ditemukan cukup melimpah terutama dimusim penghujan di daerah intertidal pantai Gunungkidul, Yogyakarta. Hal ini terjadi seiring dengan semakin melimpahnya sumber pakan yang berupa algae. Namun kemelimpahan dan potensi tersebut belum begitu dioptimalkan. Terbukti dengan minimnya data penelitian tentang potensi tinta Aplysia di Indonesia. Firdausi (2014) menyatakan bahwa protein 60 kDa dari tinta Aplysia dactylomela yang didapat dari pantai Gunungkidul, Yogyakarta bersifat sitotoksik kuat terhadap sel T47D. Penelitian lanjutan oleh Taufiqurahman (2015) melaporkan bahwa protein 60 kDa tinta Aplysia dactylomela dapat menginduksi terjadinya apoptosis pada sel yang sama (T47D). Selain itu, dijumpai pula adanya protein 70 kDa dari tinta Aplysia dactylomela. Protein dengan berat molekul tersebut, hingga saat ini belum dikaji fungsi dan potensinya. Sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, untuk 2 menguji potensi dari protein 60 dan juga 70 kDa yang terdapat pada Aplysia dactylomela, terutama pengujian sebagai antikanker. Pada penelitian ini digunakan sel kanker serviks (HeLa), yang merupakan jenis kanker kedua penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Pada penelitian ini digunakan jenis Aplysia dactylomela yang dikoleksi dari tempat yang sama dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian yang dilakukan adalah untuk melihat potensi sitotoksisitas serta induksi apoptosis protein 60 dan 70 kDa tinta Aplysia dactylomela pada sel HeLa (Cervical Cancer Cell Line). B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang tersebut dirumuskan suatu permasalahan yaitu : apakah protein 60 dan 70 kDa dari tinta Aplysia dactylomela bersifat sitotoksik dan menginduksi apoptosis pada sel HeLa? C. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian protein 60 dan 70 kDa dari tinta Aplysia dactylomela terhadap aktivitas sitotoksik dan apoptosis sel HeLa. D. Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai potensi tinta Aplysia sebagai senyawa anti kanker potensial. Selain itu sebagai preliminary study untuk penelitian-penelitian lanjutan yang lebih mendalam. Dapat digunakan untuk mengoptimalkan potensi kelautan Indonesia pada bidang farmasi dan biomedis (marine drug). 3