BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di kota-kota besar yang terdapat aktifitas industri dan padat penduduk serta daerah dengan aktifitas pertambangan, sangat rentan perairannya tercemar logam berat. Zat berbahaya seperti logam berat muncul di perairan dengan konsentrasi melebihi ambang batas baku mutu karena industri belum dilengkapi dengan proses pengelolaan limbah yang baik. Keberadaan logam berat tersebut di perairan limbah industri sangat berbahaya bagi kehidupan makhluk hidup karena sangat beracun dan tidak dapat terbiodegradasi, sehingga diperlukan cara untuk mengatasi permasalahan dari limbah industri. Teknologi untuk mengontrol konsentrasi logam tersebut dalam perairan limbah industri harus dikembangkan. Salah satu logam berat yang sering mencemari perairan pesisir dan laut adalah Pb(II). Logam berat tersebut terdapat dalam perairan karena pemanfaatannya menyisakan limbah yang nantinya akan dibuang ke lingkungan (Rompas, 2010). Industri yang berpotensi sebagai sumber pencemaran Pb(II) adalah semua industri yang menggunakan bahan Pb(II) baik sebagai bahan baku dan bahan tambahan seperti industri pengecoran, pemurnian, industri baterai, industri kimia, industri kabel, dan lain-lain (Sudarmaji dkk., 2006). Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat terbagi dalam dua jenis yaitu logam berat esensial dan nonesensial. Logam berat esensial adalah logam berat yang keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup tetapi jika jumlahnya berlebihan maka akan menimbulkan efek racun. Contoh logam berat ini adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn dan lain sebagainya. Logam berat nonesensial adalah logam berat yang keberadaan dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya dan mungkin dapat bersifat racun seperti Hg, Cd, Pb, Cr, dan lain-lain. Logam Pb secara alamiah dapat ditemukan pada bebatuan dengan kadar berkisar 13 mg kg-1. Kandungan logam Pb juga ditemukan pada permukaan air seperti di sungai, telaga, dan laut yang berkisar 1-10 µg L-1. Selain itu, kandungan 1 2 Pb ditemukan di udara yang kadarnya berkisar 0,0001-0,001 µg m-3 (Mukono, 2014). Baku mutu logam Cd, Cr, dan Pb untuk perairan golongan II masing-masing adalah 0,01 ppm, 0,003 ppm, dan 0,005 ppm (Peraturan daerah provinsi Jawa Timur No. 2 Tahun 2008). Banyak metode yang telah dikembangkan untuk menangani masalah limbah di perairan yaitu ekstraksi (Djunaidi dan Gunawan, 2006), separasi dengan membran cair (Haris dan Djunaidi, 2002), dan adsorpsi. Metode adsorpsi merupakan salah satu metode alternatif yang cukup potensial karena prosesnya yang relatif sederhana, dapat bekerja pada konsentrasi rendah, dapat didaur ulang, dan biaya yang dibutuhkan relatif murah. Metode adsorpsi telah terbukti efektif untuk mengurangi konsentrasi logam di perairan seperti yang dilaporkan oleh berbagai penelitian, diantaranya melalui penggunaan berbagai adsorben seperti karbon aktif (Uzun dan Guzel, 2000), limbah jerami padi (Safrianti, 2012), dan arang ampas tebu (Apriliani, 2010). Penggunaan adsorben alami yang berlimpah dan murah sangat menguntungkan, tetapi untuk mengetahui senyawa aktif yang berfungsi sebagai adsorben dari bahan-bahan tersebut tidaklah mudah, sehingga dapat menyulitkan dalam menjelaskan fenomena adsorpsi yang terjadi. Oleh karena itu, perlu dicari adsorben lain yang strukturnya diketahui dengan pasti dan hal ini dapat diperoleh dari hasil sintesis. Salah satu kelompok senyawa sintetis yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai adsorben adalah kaliksarena. Kaliksarena adalah senyawa oligomer siklis yang tersusun dari satuansatuan aromatis yang dihubungkan oleh jembatan metilena. Kaliksarena mempunyai kemungkinan untuk dimodifikasi baik pada jenis dan jumlah satuan aromatis, jenis jembatan, maupun jenis gugus fungsional. Selain itu, kaliksarena mempunyai geometri unik, berbentuk seperti keranjang dan berongga, sehingga dapat digunakan dalam sistem guest-host (inang-tamu). Metode adsorpsi umumnya berdasarkan interaksi ion logam dengan gugus fungsional yang ada pada permukaan adsorben melalui interaksi pembentukan kompleks dan biasanya terjadi pada permukaan padatan yang kaya gugus fungsional seperti –OH, –NH, –SH, dan –COOH (Stum dan Morgan, 1996). 3 Proses adsorpsi mencakup dua hal penting yaitu kinetika dan termodinamika adsorpsi (Purwaningsih, 2009). Kaliks[4]resorsinarena adalah tetramer siklik dengan empat unit resorsinol yang dihubungkan dengan jembatan metilena pada posisi orto untuk masingmasing gugus –OH dalam resorsinol (Guo, 2004). Kaliksarena dapat disintesis dengan mereaksikan resorsinol dan aldehida dalam suasana asam (Gambar 1.1) (Gutsche, 2008). HO OH R R HO O OH 4 4 R resorsinol HO OH HO OH H+ H -4H2O aldehida R R HO OH kaliksarena turunan resorsinol Gambar 1.1 Reaksi pembentukan kaliksarena Kaliks[4]resorsinarena merupakan oligomer siklik yang mengandung cincin aromatis dari resorsinol yang terhubung oleh jembatan metilen dan memiliki rongga geometri. Senyawa 2-hidroksi benzaldehida atau yang dikenal sebagai salisilaldehida (Gambar 1.2) adalah senyawa aromatik yang memiliki gugus aldehida, sehingga dapat digunakan untuk membuat senyawa turunan kaliksarena. HO CHO Gambar 1.2 Struktur salisilaldehida (Hodnett dan Willie, 1965) 4 Gugus aldehida dalam salisilaldehida sangat berperan penting dalam pembentukan senyawa turunan kaliksarena. Substituen –OH yang dimiliki dimungkinkan untuk diubah ke bentuk lain sehingga menambah variasi senyawa turunan kaliksarena dari salisilaldehida. Gugus –OH akan diubah dengan memanfaatkan ion fenoksida sebagai nukleofil yang terjadi melalui reaksi substitusi nukelofilik bimolekuler dengan bantuan katalis. Gugus asetamida dari 2-kloroasetamida akan mensubstitusi atom H dari gugus –OH sehingga akan menghasilkan 2-(2-amino-2-oksoetoksi)benzaldehida. Kemudian 2-(2-amino2-oksoetoksi)benzaldehida direaksikan dengan resorsinol akan menghasilkan C-2-(2-amino-2-oksoetoksi)fenil-kaliks[4]resorsinarena (Gambar 1.3). OH OH H2NOCH2CO OH OCH2CONH2 OH OH H2NOCH2CO OH OCH2CONH2 OH OH Gambar 1.3 Struktur C-2-(2-amino-2-oksoetoksi)fenil-kaliks [4]resorsinarena Berdasarkan prinsip teori asam-basa keras-lunak (HSAB), Pb(II) termasuk golongan asam menengah sehingga akan memberikan hasil adsorpsi yang baik jika berinteraksi dengan adsorben yang bersifat basa menengah. Senyawa C-2-(2-amino-2-oksoetoksi)fenil-kaliks[4]resorsinarena memiliki gugus hidroksi (-OH) dan gugus amida (-CONH2) yang terikat pada cincin benzena sehingga dapat dikelompokan sebagai basa menengah. Dengan adanya kesesuaian sifat tersebut maka diharapkan senyawa C-2-(2-amino-2-oksoetoksi)fenil- kaliks[4]resorsinarena dapat berfungsi untuk mengadsorpsi kation logam Pb(II). 5 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mensintesis dan mengkarekterisasi C-2-(2-amino-2-oksoetoksi)fenil- kaliks[4]resorsinarena. 2. Menguji senyawa C-2-(2-amino-2-oksoetoksi)fenil-kaliks[4]resorsinarena sebagai adsorben kation logam Pb(II). 3. Menentukan kondisi (keasaman, waktu kontak, dan konsentrasi adsorbat) optimum serta parameter-parameter adsorpsi seperti kapasitas maksimum adsorpsi (Xm), kontanta laju adsorpsi (k), orde adsoprsi, konstanta keseimbangan adsorpsi (K), dan energi adsorpsi (Eads) dari adsorpsi kation logam Pb(II) oleh senyawa C-2-(2-amino-2-oksoetoksi)fenil- kaliks[4]resorsinarena. 1.3 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu kimia khususnya bidang sintesis kimia organik dan kimia lingkungan. Dalam bidang sintesis kimia organik, penelitian ini untuk memperkaya jenis senyawa makromolekul kaliksarena. Dalam dalam bidang lingkungan, senyawa golongan kaliksarena ini dapat membantu mengatasi pencemaran limbah logam berat di lingkungan khususnya daerah pencemaran oleh kation logam Pb(II).