Mahasiswa Papua Bicara Soal Festival Lamaran Hingga Barapen UNAIR NEWS – Tiga mahasiswa asal Papua diundang sebagai narasumber dalam program Cross Culture di Radio UNAIR kamis (11/2). Mereka adalah Muram Yando (FEB), Efraim Makanuai (FKG), dan Stevany Rumbobiar (FK). Putra-putri Papua ini berbicara tentang budaya di daerah asal masing-masing. Dalam kesempatan tersebut, disampaikan sejumlah keunikan kotakota tertentu. Misalnya, Manokwari yang terkenal dengan buahbuahan, Jayapura yang relatif lebih terkenal karena menjadi salah satu Ibukota provinsi, Nabire yang disebut sebagai kota jeruk, dan Sorong yang kaya akan minyak. Juga, Kaimana yang populer dengan keindahan senjanya serta Fak-fak yang merupakan kota pala. Efraim bercerita tentang prosesi lamaran di Papua yang mirip festival. Semua anggota keluarga mulai anak-anak hingga dewasa ikut serta. Mereka mengantarkan calon mempelai pria dengan cara berjalan kaki ke tempat calon mempelai perempuan. Di perjalanan, ada sejumlah aktifitas budaya seperti nyanyian dan tarian. “Anak-anak dilibatkan biar mereka selalu ingat dengan adat nenek moyang,” kata Efraim. “Yang selalu ada dalam rangkaian hantaran adalah piring-piring batu. Kalau di sini kan umumnya cincin,” tambahnya. Salah satu yang juga mereka ceritakan adalah teknik memasak khas Papua. Namanya, Barapen. Jadi, makanan yang akan dimasak (biasanya daging), “dikepung” dengan batu-batu panas. Teknisnya, kata Yando, di sebuah tempat ditaruh dedaunan, di atasnya diberi batu-batu yang lebih dulu dibakar. Nah, di atasnya lagi, baru diletakkan bahan makanan atau daging yang juga sudah diberi alas dedaunan. Di lapisan teratas, atau sebagai penutupnya, akan ditaruh batu panas lagi. “Susunan dikreasi sedemikian rupa. Sehingga rapat benar dan bahan makanan bisa mendapat suhu panas yang maksimal. Rasa makanannya, enak sekali,” ujar dia. Sementara itu, Stevany dan kawan-kawannya merasa bahagia bisa kuliah di UNAIR. Terlebih, pihak kampus menaruh perhatian besar pada mahasiswa asal Papua. “Kami merasa UNAIR punya kepedulian yang luar biasa pada Papua. Sejauh yang kami tahu, tidak semua kampus bersikap seperti ini,” kata Stevany. (*) Penulis: Rio F. Rachman