BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis perbankan, resesi dan krisis mata uang berdampak buruk terhadap sektor riil yang interdependensinya tinggi. Fakta di Thailand tahun 1997/1998 dan krisis keuangan global tahun 2008 memberikan arahan pentingnya peninjauan kembali regulasi dan pengawasan perbankan. Tujuannya adalah mewujudkan sektor perbankan yang lebih sehat dan tahan terhadap guncangan. Fakta bahwa sektor perbankan di negara berkembang dan beberapa negara maju cenderung rentan terhadap berbagai guncangan, baik yang bersumber dari internal dan eksternal (Dell Arriccia et al, 2008; Nidhiprabha, 2011; Chien Lin dan Huang, 2012). Guncangan internal sektor perbankan ditandai dengan volatilitas variabel rasio - rasio keuangan. Rasio keuangan tersebut antara lain Capital Adequacy Ratio (CAR), Return on Asset (ROA), Return on Equity (ROE), Loan to Deposits Ratio (LDR), Net Interest Margin (NIM), Non Performing Loan (NPL) dan Spread Income (perbedaan Lending Rate dengan Funding Rate). Guncangan eksternal bersumber dari volatilitas variabel makroekonomi seperti inflasi, nilai tukar, suku bunga acuan Bank Sentral dan pertumbuhan ekonomi. Guncangan internal dan ekternal tersebut diduga menurunkan kinerja sektor perbankan yang selanjutnya menurunkan stabilitas sistem keuangan. Oleh karena itu, penguatan sektor perbankan sebagai jangkar untuk mencapai stabilitas sistem keuangan merupakan kebutuhan. 1 Pendekatan tentang pentingnya penguatan stabilitas sistem keuangan melalui sektor perbankan dibagi menjadi dua pendekatan utama yaitu makroprudensial dan mikroprudensial. Beberapa penelitian yang menjelaskan pendekatan makroprudensial antara lain. Pertama penurunan kinerja sektor perbankan di Negara Eropa Timur dan Barat ditentukan krisis perekonomian global dengan determinan krisis likuiditas dan krisis keuangan global (Marer, 2010). Memburuknya kinerja sektor perbankan tersebut ditandai dengan naiknya biaya kredit, terbatasnya fasilitas kredit, dan meningkatnya rasio Loan to Collateral Value (LCV). Kedua sistem perbankan global telah terintegrasi pada level yang tinggi, dengan pengerak utamanya adalah sistem perbankan negara maju antara lain US, EMU, Jepang dan UK (Simpson, 2010). Implikasi temuan Simpson (2010) adalah terbentuknya interdependensi dalam sistem perbankan global yang meningkatkan risiko sistemik dan efek kontigensi. Ketiga memerlukan perlakuan khusus untuk menghindari kebangkrutan sistem keuangan global khususnya perbankan mengingat telah terbentuknya interdependensi dan meningkatnya risiko sistemik (Miskhin, 2011). Keempat perlakuan khusus tersebut antara lain penguatan kelembagaan individual bank, modal, likuiditas, sistem secara keseluruhan dan pengunaan instrumen yang dapat menangkap pengaruh siklus dan konjuntur keuangan (Arnold et al, 2012), peningkatan regulasi permodalan dan modal yang disyaratkan (Gauthier el al, 2012) dan berusaha menghindari penurunan kinerja sektor perbankan melalui penurunan efek kontigensi dan risiko sistemik yang berdampak buruk pada sektor riil (Cevic et al, 2012), serta pengambilan kebijakan makroprudensial yang tepat untuk menurunkan risiko sistemik sektor perbankan 2 (Claessen et al, 2013). Penurunan risiko sistemik di sektor perbankan dapat dilakukan dengan cara meningkatkan capital buffer yang mendukung prosliklikalitas aktivitas kredit (Buncic et al, 2012). Kelima penelitian yang menjelaskan pentingnya instrumen kebijakan penyesuaian ukuran dan operasional bank secara individual (Vallascas dan Keasey, 2012). Kebijakan tersebut lebih efektif dibandingkan dengan peningkatan CAR dan penyesuain pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Meskipun demikian kebijakan peningkatan CAR berdampak pada peningkatan stabilitas sistem perbankan (Distance to Default of Risk turun). Pendekatan lain yang menjelaskan pentingnya stabilitas sistem keuangan melalui sektor perbankan adalah pendekatan mikroprudensial. Beberapa penelitian sebelumnya yang menjelaskan pendekatan mikroprudensial antara lain. Pertama penelitian yang menguji pandangan kompetisi-kerentanan atau kompetisistabilitas (Berger et al, 2009). Hasil penelitian Berger et al (2009) menunjukkan peningkatan Market Power menurunkan eksposur risiko sektor perbankan, dan beberapa menguatkan pandangan kompetisi-stabilitas. Kedua penelitian yang menjelaskan bahwa peningkatan risiko perbankan dapat diabsorbsi dengan peningkatan rasio modal ekuitas dan peningkatan rasio modal yang disyaratkan atau Capital Adequacy Ratio (CAR) serta penurunan Firm Size (FS) (Jonghe, 2010). Ketiga selain penggunaan instrumen CAR dan FS, instrumen kebijakan moneter ekpansif yaitu penentuan suku bunga rendah dan inflasi yang terkendali (Dovern et al, 2010). Keempat selain instrumen tersebut kebijakan peningkatan kualitas asset (NPA), profitabilitas (ROA) dan likuiditas (LCR) merupakan langkah untuk menguatkan sektor perbankan dalam kerangka mewujudkan stabilitas sistem keuangan (Swamy, 2013). 3 Selain dua pendekatan tersebut terdapat pendekatan campuran yang bertujuan untuk menguatkan stabilitas sistem keuangan melalui sektor perbankan. Pertama penelitian yang menekankan pentingnya instrumen peningkatan konsentrasi pasar perbankan, Capital Adequacy Ratio (CAR), regulasi CAR, kompetisi, peluang diversifikasi, dan rendahnya kepemilikan pemerintah berpengaruh terhadap peningkatan stabilitas sektor perbankan (Uhde dan Heimeshoff, 2009). Kedua penelitian yang menyimpulkan bahwa instrumen kebijakan Return on Equity (ROE), Debt to Equity (DE) perusahaan non bank, Non Performing Loan (NPL) dan Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh signifikans terhadap pembentukan risiko sistemik perbankan (Cihak dan Schaeck, 2010). Ketiga instrumen kebijakan moneter konstraktif yang tak terduga berdampak meningkatkan probabilitas tekanan sektor perbankan, terutama individual bank dengan kapitalisasi rendah (De Graeve et al, 2010). Sementara itu terdapat beberapa penelitian di Indonesia yang menjelaskan pentingnya pendekatan mikroprudensial. Pertama konsentrasi struktur pasar perbankan secara agregat berdampak positif terhadap profitabilitas industri perbankan (Santoso, 2011). Kedua Return on Asset (ROA) berpengaruh positif signifikans terhadap efisiensi perbankan, sedangkan Loan to Asset (LTA) pengaruhnya negatif signifikan (Subri, 2011). Ketiga Net Interest Margin (NIM) dan Loan to Deposits Ratio (LDR) berpengaruh positif signifikans terhadap return saham industri perbankan (Kusuma, 2009). Keempat stabilitas sistem keuangan perbankan ditentukan oleh jumlah kredit yang disalurkan (loan), asset total (total asset), modal ekuitas (equity of capital), dan rasio cost-income. Variabel makroekonomi yang mempengaruhi stabilitas sistem keuangan perbankan adalah 4 inflasi, BI rate, nilai tukar, indek harga saham gabungan dan variabel dummy krisis (Nugroho, 2010). Kelima likuiditas berpengaruh negatif terhadap risiko likuiditas, struktur modal dan profitabilitas sedangkan Non Performing Loan (NPL) berpengaruh negatif terhadap profitabilitas (Tara, 2007). Penelitian makroprudensial di Indonesia sangat terbatas. Penelitian yang menjelaskan pentingnya stabilitas sistem keuangan melalui sektor perbankan adalah pertama penelitian yang menjelaskan bahwa efektivitas kebijakan makroprudensial dengan penggunaan instrumen PDN (Posisi Devisa Neto) dan Giro Wajib Minimum + Loan to Deposit Ratio (GWM-LDR) efektif dalam mempengaruhi volatilitas nilai tukar dan kredit di sektor perbankan di Indonesia (Nasir, 2014). Kedua penelitian yang menjelaskan pertumbuhan kredit riil di sektor perbankan di Indonesia. Hasil pengujian menunjukkan bahwa PDB riil berdampak positif signifikan terhadap pertumbuhan kredit riil di Indonesia, sedangkan inflasi dan suku bunga kredit berpengaruh negatif signifikans terhadap pertumbuhan kredit riil di Indonesia (Utari et al, 2012). Sedangkan, penelitian yang menggunakan kedua pendekatan tersebut yang bersifat komplementer sangat terbatas. Padahal pengujian kedua pendekatan tersebut diperlukan untuk melakukan checking hasil pengujian dengan tujuan saling menguatkan. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian pendekatan makro dan mikro prudensial serta campuran keduanya penting untuk penguatan sektor perbankan guna meningkatkan stabilitas sistem keuangan. Meskipun sebagian besar penelitian sebelumnya bersifat parsial yaitu ansih dengan pendekatan makroprudensial dan mikroprudensial. Tetapi kedua pendekatan tersebut berpandangan bahwa penguatan sektor perbankan merupakan suatu 5 kebutuhan dan urgen bagi negara maju dan khususnya negara berkembang yang pasar keuangannya cenderung bergejolak. Urgensi dan kebutuhan untuk penguatan sektor perbankan bertujuan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan oleh negara maju utamanya negara berkembang. Objek dalam penelitian ini adalah sektor perbankan di Indonesia. Pemilihan sektor perbankan di Indonesia didasarkan beberapa argument antara lain pertama Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang pasarnya cenderung bergejolak, sehingga diduga rentan terhadap guncangan internal dan eksternal. Kedua portofolio asset lembaga keuangan di Indonesia dari sektor perbankan lebih dominan yaitu sekitar 78,60 persen dan 21,40 persen dari lembaga keuangan non bank (mengacu pada diagram 1.1. peran lembaga perbankan dalam sistem keuangan) (Bank Indonesia, 2014). Ketiga fakta tahun 1997/1998 bahwa dampak kegagalan sektor perbankan diperkirakan mencapai 51 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Dampak kerugian ekonomi tersebut akan dikuiti dengan peningkatan biaya sosial dan politik (Insukindro, 2014). Sedangkan menurut International Monetary Fund (IMF) secara umum dampak krisis perbankan dan krisis mata uang adalah rata – rata sebesar 35,33 persen dari PDB riil suatu negara (Laeven dan Valencia, 2008). 6 Diagram 1.1 Komposisi Aset Lembaga Keuangan di Indonesia, 2014 Sumber : Statistik Perbankan Indonesia, Bank Indonesia (2014). Eskalasi dampak kegagalan sektor perbankan mendorong penurunan kepercayaan investor domestik dan luar negeri dan meningkatkan risiko gagal bayar Indonesia. Kondisi tersebut akan memicu terjadinya kelangkaan kredit yang berdampak pada penurunan aktivitas produksi, distribusi dan konsumsi. Disisi lain kegagalan sektor perbankan meningkatkan kegagalan sistem pembayaran yang berdampak pada terganggunya transaksi ekonomi secara keseluruhan. Dengan kata lain kegagalan sektor perbankan berdampak pada pelambatan pertumbuhan ekonomi secara tajam, mendorong resesi ekonomi, dan meningkatkan ekonomi berbiaya tinggi, instabilitas sosial dan politik. Penelitian ini fokus pada upaya untuk menguatkan sektor perbankan di Indonesia, mengingat dampak buruk kegagalan sektor perbankan perlu diantisipasi dan dihindarkan agar tidak terulang untuk masa yang akan datang. 7 Perbedaan dasar penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah dibandingkan dengan penelitian sebelumnya adalah objeknya fokus sektor perbankan di Indonesia. Data yang digunakan runtut waktu dengan rentang waktu 2004:01 – 2014:12, rentang waktu tersebut adalah periode implementasi kebijakan stabilitas sistem keuangan (KSSK) di Indonesia. Pendekatan yang digunakan bersifat komplementer yaitu pengujian dengan pendekatan makroprudensial dan mikroprudensial dengan teknik analisis Autoregressive Distributed Lag-Error Correction Model (ARDL-ECM). Teknik pengujian kointegrasi dengan pendekatan ARDL Bound Testing. Variabel yang digunakan berusaha untuk menangkap pengaruh variabel mikroprudensial, makroprudensial dan dengan kontrol variabel makroekonomi. Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam upaya meningkatkan stabilitas sistem keuangan melalui sektor perbankan. Kontribusi tersebut didasarkan pada analisis yang lebih komprehensif sehingga relevan sebagai dasar untuk melakukan kebijakan stabilitas sistem keuangan. Mengingat penelitian yang menguji kedua pendekatan tersebut di Indonesia masih relatif terbatas. 1.2. Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian tersebut terdapat beberapa poin penting yang berkaitan dengaan stabilitas sistem keuangan melalui penguatan sektor perbankan antara lain. 1) Penguatan sektor perbankan lebih banyak fokus pada pendekatan makro dan mikro prudensial. Pendekatan makro prudensial dilakukan melalui penguatan regulasi prudensial dan penurunan risiko sistemik. Variabel makro prudensial adalah modal penyangga (Capital Buffer (CAB)), 8 pertumbuhan kredit (Credit Growth (CG)), provisi kerugian kredit (Loss Loan Provision (LLP)), dan dana cadangan yang disyaratkan (Reserve Requirement (RR)). Penguatan sektor perbankan pendekatan mikro prudensial dilakukan dengan menguatkan kelembagaan individual bank. Variabel yang digunakan untuk meguatkan kelembagaan bank adalah Return on Asset (ROA), Return on Equity (ROE), Capital Adequacy Ratio (CAR), rasio inefisiensi (biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO), Credit Portfolio (CP), Total kredit yang disalurkan perbankan atau Total Loan (TL), Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR) yang merupakan suku bunga yang ditawarkan dalam transaksi dalam Pasar Uang antar Bank (PUAB) dan asset total sektor perbankan atau Total Assets (TA). 2) Penguatan sektor perbankan dengan memperhatikan perubahan variabel makroekonomi seperti suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate), inflasi atau Inflation (INF), nilai tukar atau Exchange Rate (KURS) dan pertumbuhan ekonomi atau Economic Growth dengan proksi Indek Produksi Industri (IPI). 3) Kajian penguatan sektor perbankan secara regional misalnya kawasan ekonomi ASEAN dan individual seperti Indonesia masih sangat terbatas. Mengacu uraian poin penting tersebut maka perumusan masalah penelitian adalah penguatan stabilitas sistem keuangan perbankan terutama bagi negara berkembang yang pasarnya bergejolak guna mendukung pembangunan yang berkelanjutan dan menghindarkan dari kegagalan sistem keuangan adalah kebutuhan dan urgen. Kegagalan sistem keuangan perbankan berdampak buruk terhadap perekonomian nasional dan kesejahteraan 9 masyarakat. Berdasarkan perumusan masalah tersebut maka disusunlah beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut. 1) Apakah faktor makroprudensial seperti variabel modal penyangga (Capital Buffer (CAB), pertumbuhan kredit (Credit Growth (CG), dan provisi kerugian kredit (Loss Loan Provision (LLP) berpengaruh signifikans terhadap stabilitas sistem keuangan perbankan (yang diukur dengan Non Performing Loan (NPL) di Indonesia dalam rangka mencapai stabilitas sistem keuangan?. 2) Apakah faktor mikroprudensial seperti variabel Capital Adequacy Ratio (CAR), dan rasio inefisiensi biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO), rasio portofolio kredit (Credit Portfolio (CP)), total kredit yang disalurkan perbankan (Total Loan (TL)), jumlah asset total perbankan (Total Asset (TA)) dan Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR) berpengaruh signifikans terhadap stabilitas sistem keuangan perbankan (yang diukur dengan Return on Asset (ROA) di Indonesia dalam rangka mencapai stabilitas sistem keuangan?. 3) Apakah perubahan variabel makroekonomi seperti suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate), stabilitas harga – harga barang secara umum (inflation (INF), nilai tukar rupiah terhadap US$ (Exchange Rate (KURS) dan pertumbuhan ekonomi (Economic Growth (IPI) berpengaruh signifikans terhadap stabilitas sistem keuangan perbankan (yang diukur dengan Return on Assets (ROA) untuk pengujian pendekatan mikroprudensial dan non performing loan (NPL) guna pengujian pendekatan makro prudensial di Indonesia dalam rangka mencapai stabilitas sistem keuangan?. 10 1.3. Tujuan Penelitian Beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah. 1) Untuk menganalisis pengaruh faktor makroprudensial seperti variabel modal penyangga (Capital Buffer (CAB)), pertumbuhan kredit (Credit Growth (CG)) dan provisi kerugian kredit (Loss Loan Provision (LLP)) terhadap stabilitas sistem keuangan perbankan (yang diukur dengan Non Performing loan (NPL) di Indonesia dalam rangka mencapai stabilitas sistem keuangan. 2) Untuk menganalisis pengaruh faktor mikroprudensial seperti variabel Capital Adequacy Ratio (CAR), dan rasio inefisiensi biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO), rasio portofolio kredit (Credit Portfolio (CP)), jumlah kredit yang disalurkan sektor perbankan (Total Loan (TL)), jumlah asset total sektor perbankan (Total Asset (TA)) dan Jakarta interbank offered rate (JIBOR)) terhadap stabilitas sistem keuangan perbankan (yang diukur dengan Return on Asset (ROA)) di Indonesia dalam rangka mencapai stabilitas sistem keuangan. 3) Untuk menganalisis pengaruh perubahan variabel makroekonomi seperti seperti suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate), stabilitas harga – harga barang secara umum (Inflation (INF), nilai tukar rupiah terhadap US$ (Exchange Rate (KURS) dan pertumbuhan ekonomi (Economic Growth (KURS)) terhadap stabilitas sistem keuangan perbankan (yang diukur dengan Return on Assets (ROA)) guna pengujian pendekatan mikroprudensial dan Non Performing Loan (NPL) sebagai pengujian pendekatan makroprudensial di Indonesia dalam rangka mencapai stabilitas sistem keuangan. 11 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari temuan penelitian ini adalah. 1) Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk memahami perlunya penguatan aspek makroprudensial untuk meningkatkan stabilitas sistem keuangan perbankan dalam kerangka mewujudkan ketahanan sistem keuangan. 2) Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk memahami perlunya penguatan aspek mikroprudensial untuk meningkatkan stabilitas sistem keuangan perbankan dalam kerangka mewujudkan ketahanan sistem keuangan. 3) Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk memahami perlunya penguatan aspek makroekonomi untuk meningkatkan stabilitas sistem keuangan perbankan dalam kerangka mewujudkan ketahanan sistem keuangan. 1.5. Sistematika Penulisan Penelitian ini akan disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut. Bab I Pendahuluan Pada Bab I terdiri dari latar belakang, perumusan masalah dan pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka dan Studi Literatur Pada Bab II dijelaskan mengenai tinjauan pustaka dan studi literatur. Tinjauan pustaka menjelaskan hal – hal yang berkaitan dengan sistem keuangan, stabilitas sistem keuangan, sistem perbankan, stabilitas sistem perbankan dan kebijakan makro dan mikro prudensial, baik secara global dan spesifik Indonesia. Studi literatur menjelaskan penelitian sebelumnya yang menjadi dasar pengembangan dalam penelitian ini terdiri dari penelitian yang terkait dengan makroprudensial, mikroprudensial, makro dan mikro prudensial dan makroekonomi. 12 Bab III Metodologi Penelitian Pada Bab III menjelaskan deskripsi dan definisi operasional variabel penelitian, sumber data, dan metode analisis yang terdiri dari uji stasioneritas, uji kointegrasi dengan ARDL Bound Testing, uji spesifikasi model, uji asumsi klasik, uji linearitas dan uji stabilitas model). Bab IV Hasil dan Pembahasan Pada Bab IV menjelaskan deskripsi statistik pendekatan makro dan mikro prudensial, hasil uji stasioneritas variabel penelitian, uji kointegrasi, uji spesifikasi model dengan Autoregresive Distributed Lag - Error Correction Model (ARDLECM), uji asumsi klasik, uji linearitas dan hasil uji stabilitas model. Selanjutnya hasil uji – uji tersebut di intepretasikan. Bab V Kesimpulan dan Saran Pada Bab V menjelaskan tentang simpulan, implikasi kebijakan dan keterbatasan penelitian. 13