BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI 6.1 Kesimpulan Perubahan iklim diperkirakan memberikan dampak pada perekonomian dan sektor kehutanan yang relatif besar. Simulasi model menunjukkan bahwa perubahan iklim diperkirakan dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi sebagai akibat turunnya aktivitas ekonomi terutama konsumsi, investasi masyarakat, perdagangan luar negeri, output sektoral, pendapatan sektoral, penyerapan tenaga kerja sektoral dan sebagainya. Aktivitas ekonomi yang turun menyebabkan tingkat pengangguran meningkat, tetapi emisi karbon dan pembangunan manusia turun. Perubahan iklim sedikit meningkatkan kinerja sektor kehutanan terutama industri primer untuk memenuhi permintaan kayu. Dampak perubahan iklim secara makroekonomi relatif besar dengan menggunakan PDB lestari tetapi terlihat semu dengan PDB konvensional. Simulasi kebijakan sektor kehutanan diperkirakan lebih berdampak pada kinerja sektor kehutanan dibandingkan dampaknya pada perekonomia nasional. Hasil simulasi kebijakan menunjukkan bahwa politik anggaran Kementerian Kehutanan diperkirakan tidak berpengaruh terhadap kinerja industri primer kehutanan, kinerja ekonomi, dan degradasi hutan. Secara fiskal, pembubaran Kementerian Kehutanan tidak memberikan pengaruh besar pada perekonomian dan kinerja sektoral. Hal ini dikarenakan keterbatasan sumber daya dan peran yang terbatas sektor kehutanan dalam perekonomian. Namun simulasi pembubaran kementerian Kehutanan menjadi masalah dalam pengendalian kebakaran hutan, deforestasi dan tata kelola kehutanan. 419 Hasil simulasi menunjukkan bahwa kebijakan moneter dan fiskal mempengaruhi perekonomian nasional, industri primer kehutanan, deforestasi hutan, degradasi hutan, output sektoral, tenaga kerja sektoral, pendapatan sektoral dan emisi karbon sektoral. Hasil simulasi model menunjukkan kebijakan moneter dan fiskal diperkirakan memberi dampak cukup besar pada deforestasi dan degradasi hutan dibandingkan dengan kebijakan sektor kehutanan. Kebijakan ekonomi (moneter dan fiskal) diperkirakan dapat menstimulan perekonomian termasuk keputusan untuk deforestasi dan degradasi hutan. Perubahan faktor eksternal harga komoditi kayu, karet, dan sawit diprediksi tidak berdampak besar terhadap perekonomian makro namun berdampak pada sektor kehutanan. Peningkatan harga komoditi sawit, karet dan kayu diperkirakan dapat menurunkan luas kebakaran hutan dan mempengaruhi tingkat deforestasi hutan. Sementara itu, dampak perubahan harga minyak mentah dunia relatif besar mempengaruhi perekonomian makro Indonesia. Pengangguran dan kemiskinan turun dengan adanya peningkatan harga minyak mentah dunia. Kinerja sektor-sektor ekonomi terpengaruh dengan peningkatan harga minyak mentah sedangkan sektor kehutanan relatif kecil terkena dampaknya. Untuk kebijakan antisipasi dampak perubahan iklim, upaya pemberantasan korupsi dan keberhasilan target penurunan emisi karbon tidak dapat mengeliminir dampak perubahan iklim. Demikian pula dengan kombinasi kebijakan pajak karbon, peningkatan anggaran kehutanan, penurunan terjadinya jumlah hotspot, peningkatan luas tutupan hutan, pencegahan illegal logging dan pemberantasan korupsi juga 420 berdampak relatif kecil pada perekonomian nasional tetapi berdampak besar bagi kemampuan kehutanan memitigasi perubahan iklim. Untuk emisi karbon yang berasal dari sektor-sektor ekonomi, kebijakan kehutanan diperkirakan tidak efektif dalam menurunkan emisi karbon. Kebijakan fiskal diprediksi lebih efektif dibandingkan kebijakan moneter, dan pengendalian perubahan faktor eksternal cukup signifikan mengendalikan emisi karbon yang berasal dari sektor-sektor ekonomi pengemisi karbon. Dampak perubahan iklim dapat dimitigasi dengan penurunan emisi karbon pada sektor ekonomi dengan emisi besar dan meningkatkan kinerja sektor ekonomi dengan emisi rendah. Berdasarkan hasil penelitian, untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim, kebijakan yang dapat dilakukan adalah dengan mengkombinasikan kebijakan moneter, fiskal, dan kehutanan dengan tepat. Kebijakan-kebijakan yang dipakai sebaiknya dapat mengeliminasi dampak buruk dari perubahan iklim yang terjadi. 6.2 Implikasi Kebijakan Perubahan iklim berdampak besar pada perekonomian dan sektor kehutanan. Implikasi kebijakannya adalah perlu kebijakan yang komprehensif untuk memitigasi dan beradaptasi dari dampak perubahan iklim. Kegiatan di sektor kehutanan selain dipengaruhi kebijakan sektor kehutanan juga terkena dampak kebijakan fiskal dan moneter. Implikasinya, kebijakan di sektor kehutanan perlu memperhatikan kebijakan ekonomi (fiskal dan moneter) selain pertimbangan teknis kehutanan semata. 421 Kebijakan ekonomi (fiskal dan moneter) dan kebijakan kehutanan berdampak pada besarnya emisi karbon serta sering tidak sinkron. Implikasinya, perlu dihitung dampak emisi karbon yang dihasilkan dari suatu kebijakan dan kompensasi untuk mengurangi emisi karbon tersebut. Kinerja sektor industri primer kehutanan lebih banyak dipengaruhi oleh kebijakan moneter dibandingkan dengan kebijakan fiskal dan kebijakan sektor kehutanan. Implikasinya, insentif moneter berupa suku bunga dapat mendorong perkembangan industri primer kehutanan. Selain itu, perlu diantisipasi dampak perubahan harga minyak dunia dan harga komoditi (kayu, sawit, karet) karena mempengaruhi kinerja industri kehutanan dan penerimaan pemerintah sektor kehutanan. Politik anggaran dan pembubaran Departemen kehutanan tidak berdampak besar pada perekonomian dan sektor kehutanan. Namun simulasi ini menjadi masalah dalam pengendalian kebakaran hutan, deforestasi dan tata kelola kehutanan. Implikasinya, perlu pertimbangan komprehensif dalam pembubaran kementerian Kehutanan tidak hanya dilihat dari aspek fiskal dan politis saja. Hasil simulasi kebijakan terkait penanaman dan reboisasi diperkirakan tidak memberikan dampak yang relatif besar bagi perekonomian dan sektor kehutanan kecuali meningkatkan kapasitas penyimpanan karbon sektor kehutanan. Implikasinya, kebijakan reboisasi penghijauan seyogyanya dapat mengerakkan ekonomi dan mensejahterakan masyarakat serta menjadi bagian integral pembangunan ekonomi. Hasil simulasi model menunjukkan bahwa penurunan jumlah hotspot diperkirakan lebih efektif dalam mengendalikan kebakaran hutan dan menurunkan emisi karbon dibandingkan dengan pemadaman kebakaran hutan. Implikasi 422 kebijakannya, perlu perubahan paradigma pengendalian kebakaran hutan dari pemadaman kebakaran menjadi pencegahan kebakaran hutan. Untuk itu perlu dukungan teknologi, dana, infrastruktur, sumberdaya manusia, partisipasi masyarakat dan keberpihakan dalam pengendalian kebakaran hutan. Simulasi penerapan pajak karbon diperkirakan tidak mempengaruhi ekonomi nasionla dan sektor kehutanan secara nyata. Namun kebijakan ini diperkirakan dapat meningkatkan penerimaan pemerintah dan tidak menimbulkan penurunan kinerja industri kehutanan serta kinerja ekonomi sektoral dilihat dari penyerapan tenaga kerja, output sektoral dan pendapatan sektoral. Implikasi kebijakannya, penerapan pajak karbon dapat dilaksanakan dan pendapatan pajak karbon ini dapat dipergunakan untuk membiayai aktivitas perbaikan lingkungan dan dampak perubahan iklim. Peningkatan harga BBM diprediksi tidak membuat kinerja ekonomi makro terganggu dan relatif stabil. Peningkatan harga BBM diprediksi signifikan dapat menurunkan deforestasi hutan untuk sawit, karet dan padi yang diusahakan negara dan rakyat; tetapi tidak berpengaruh bagi deforestasi hutan untuk kebun sawit dan karet yang diusahakan swasta. Harga BBM yang tinggi meningkatkan biaya eksploitasi sehingga mempengaruhi deforestasi. Implikasi kebijakannya, penghapusan subsidi BBM dipertimbangkan untuk dilakukan dengan mempersiapkan resiko ekonomi dan politisnya serta masyarakat yang terkena dampak. Simulasi model mendapatkan bahwa pemberantasan korupsi diprediksi dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kinerja sektor kehutanan, tingkat kesejahteraan manusia dan menurunkan pengangguran, tetapi meningkatkan emisi karbon. Implikasinya, pemberantasan korupsi seyogyanya terus digiatkan dan 423 untuk memitigasi peningkatan emisi karbon perlu disinergikan dengan penerapan teknologi ramah lingkungan rendah emisi karbon. Simulasi model menunjukkan bahwa target penurunan emisi karbon yang dilakukan pemerintah diprediksi tidak berpengaruh besar pada pertumbuhan ekonomi dan kinerja ekonomi. Bahkan sektor kehutanan relatif diuntungkan dengan kebijakan target penurunan emisi karbon ini. Sektor kehutanan diuntungkan dalam hal rendahnya tekanan untuk mengeksploitasi hutan, meningkatnya luas tutupan hutan, penurunan luas kebakaran hutan, relatif rendahnya deforestasi dan degradasi hutan. Implikasi kebijakannya, upaya penurunan emisi karbon terus didukung dan dilakukan dengan lebih optimal. Kebijakan pembangunan sektor kehutanan sebagai antisipasi dampak perubahan iklim melalui peningkatan kemampuan serapan karbon dan penurunan emisi karbon memberi kesempatan perkembangan ekonomi Indonesia menuju ekonomi hijau serta manajemen yang lebih baik pada hutan dan lahan gambut. Implikasi kebijakan, diperlukan kebijakan yang dapat memberikan dukungan, dorongan, pengarusutamaan bagi kebijakan ekonomi dan politik untuk mengedepankan konsep ekonomi hijau dan pembangunan berkelanjutan dalam sistem pembangunan ekonomi Indonesia. 6.3 Saran Penelitian Lanjutan Berdasarkan studi ini dan untuk penyempurnaan pengembangan model ekonomi yang telah dibangun, disarankan beberapa hal sebagai berikut: Penelitian lanjutan dapat mengelaborasi leih jauh tentang konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah per jenis produk utama dan emisi karbonnya. Hal tersebut 424 untuk dapat menemukan unsur makroekonomi yang harus dikembangkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan emisi karbon yang rendah. Dampak deforestasi dan degradasi hutan terhadap pertumbuhan ekonomi dan pengangguran tidak dapat secara langsung dianalisis dalam model sehingga perlu penelitian lanjutan. Pada deforestasi untuk areal HTI, penelitian ini menggunakan data agregat dan diasumsikan digunakan untuk kepentingan industri pulp. Penggunaan data disagregasi areal HTI akan mampu melihat respon masing-masing areal penggunaan HTI untuk kayu pulp, kayu pertukangan dan HTI trans. Selain itu, degradasi hutan yang dianalisis baru mencakup degradasi hutan areal HPH sehingga model dapat dikembangkan dengan memasukkan degradasi hutan areal hutan lindung dan hutan konservasi (taman nasonal). Produksi kayu bulat dalam model yang dikembangkan masih merupakan agregasi produksi kayu bulat belum dipelajari perilakunya untuk hutan alam, hutan tanaman, dan hutan rakyat sebagai pemasok kayu bulat. Pengembangan model kedepan perlu melihat pasar komoditas pendorong terjadinya deforestasi dengan mengembangkan persamaan penawaran, permintaan dan perilaku harganya sehingga dapat diketahui pemicu deforestasi dan diketahui perubahan surplus konsumen dan produsen dari perubahan kebijakan. Penelitian dilanjutkan dengan peramalan terhadap perubahan yang terjadi di masa depan dan simulasi ex ante terhadap perubahan kebijakan moneter, fiskal, kehutanan, perubahan iklim dan dampak faktor eksternal terhadap kondisi perekonomiaan dan sektor kehutanan. 425