PENDAHULUAN Latar Belakang Penurunan kualitas udara dapat diakibatkan oleh perubahan lingkungan yang pada umumnya disebabkan oleh polutan di udara, diantaranya SOx, CO, HC, NOx, dan partikel debu (Sitanggang 1999). Debu yang ada dalam udara sebagian besar disebabkan oleh kontribusi zat pencemar partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor (Gede 2008). Pencemaran udara dapat mengakibatkan perubahan fisik maupun kimia, selain itu juga dapat mengakibatkan stres fisiologi, bau tidak sedap, dan berbahaya serta mengancam kehidupan dan kesehatan suatu organisme termasuk tanaman (Treshow 1984). Kerusakaan pada tanaman akibat polutan antara lain klorosis daun yang bersifat progresif, dan senescence (Singh et al. 1991). Tanaman dapat digunakan sebagai bioremedian yang dapat mengurangi tingkat pencemaran udara, karena tanaman dapat menyerap berbagai polutan seperti CO, NO, NO2, SO3, HF, dan O3 (Hoyano et al. 1992). Namun, tidak semua jenis tanaman dapat menyerap polutan secara efisien, karena perbedaan tingkat toleransinya. Kemampuan tanaman sebagai pereduksi polutan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor lingkungan, model penataan tanaman, fisiologi dan sifat morfologis tanaman. Tanaman yang ditanam secara berkelompok dengan spesies beragam, mudah tumbuh, ranting rapat, dan percabangan yang tidak mudah patah akan lebih efisien dalam menyerap polutan (Spirn 1987). Tanaman semak, rumput, dan penutup tanah memiliki kerimbunan yang relatif lebih kecil dibanding pohon, namun banyak digunakan dalam lanskap, karena mempunyai keragaman tinggi dalam penampilan visual seperti bentuk dan tekstur daun, warna daun, dan bunga serta aromanya (Nasrullah et al. 2000). Secara umum tanaman menunjukkan respon yang negatif terhadap adanya polutan di udara. Tanaman yang toleran terhadap polutan memiliki laju pertumbuhan yang baik (Singh et al. 1991). Laju pertumbuhan tanaman dapat dilihat dari tinggi tanaman, bobot kering, dan luas daun total tanaman yang dihasilkan. Luas daun merupakan salah satu variabel yang digunakan untuk mengamati pertumbuhan tanaman (Lambers et al. 1998). Laju pertumbuhan tanaman diyakini dapat menggambarkan respon fisiologi tanaman terhadap adanya faktor lingkungan termasuk polutan (Heggestad & Heck 1971). Respon fisiologi tanaman terhadap faktor-faktor lingkungan yang tidak menguntungkan dapat dilihat dari beberapa fenomena seperti perubahan kandungan askorbat dan klorofil daun. Asam askorbat (ASA) merupakan senyawa antioksidan yang sangat larut dalam air dan mudah teroksidasi dalam keadaan alkalis serta suhu tinggi (Gaman & Sherrinton 1981). Tanaman yang memiliki asam askorbat (ASA) tinggi akan lebih tahan terhadap pencemar udara. Klorofil merupakan pigmen hijau daun yang terdapat pada semua tumbuhan hijau yang berfotosintesis dan dapat digunakan untuk identifikasi ketahanan tanaman terhadap polutan (Mowli et al. 1989). Metode pengukuran kadar klorofil untuk melihat pengaruh pencemaran udara telah dilakukan juga oleh Mowli et al. (1989) dan Solichatun (2007). Pada penelitian ini akan digunakan 3 spesies tanaman yang biasa digunakan sebagai tanaman hias. Tanaman Impatiens balsamina, Asystasia gangetica, dan Mirabilis jalapa merupakan tanaman yang tumbuh dengan mudah dan dapat digunakan sebagai obatobatan. Ketiga jenis tanaman tersebut mudah tumbuh dan berkembang biak cepat (Fakuara 1987). Asystasia gangetica termasuk dalam famili Acanthaceae yang memiliki perawakan mirip rumput dan berbunga putih kecil. Impatiens balsamina merupakan famili Balsaminaceae, termasuk tumbuhan tegak, tinggi mencapai 30-80 cm, dan sering digunakan sebagai tanaman hias (Heyne 1987). Mirabilis jalapa merupakan famili Nyctagynaceae yang lebih dikenal dengan sebutan bunga pukul empat. Tanaman ini asli Amerika tropis, tumbuhan terna yang tegak, tinggi sampai 50 cm, akar yang menebal seperti umbi dan banyak dibudidayakan (Heyne 1987). Respon dari ketiga tanaman ini penting untuk melihat sejauh mana polutan mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang digunakan. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk melihat respon pertumbuhan dan fisiologi yang terjadi pada tanaman Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, dan Mirabilis jalapa pada dua daerah dengan tingkat polusi yang berbeda.