BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Pengetahuan

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan yang tercakup dalam domain
kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu:
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkatan ini adalah
mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Misalnya seseorang
mengetahui apa yang dimaksud dengan hipertensi.
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan
materi tersebut secara benar. Misalnya seseorang dapat menjelaskan dan
menginterpretasikan hipertensi secara benar.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Misalnya
setelah mengetahui gaya hidup tidak sehat dapat menyebabkan hipertensi,
seseorang dapat merubah prilaku tersebut.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Misalnya seseorang
yang tahu dan paham akan bahaya hipertensi, maka ia akan menjauhi
faktor-faktor penyebabnya.
5. Sintesis (syntesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Misalnya seseorang menghubungkan kejadian hipertensi dengan
penyakit jantung lainnya.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap sutu materi atau objek. Sehingga subjek
akan menanggapi hipertensi secara positif maupun negatif.
Pengukuran pengetahuan dapat kita lakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tantang isi materi yang diukur dari subjek penelitian
atau responden. Sejauh mana pengetahuan yang ingin kita ukur dapat disesuaikan
dengan tingkatan-tingkatan diatas.
2.2. Tekanan Darah
Tekanan darah merupakan gaya yang ditimbulkan oleh darah terhadap
dinding pembuluh, bergantung pada volume darah yang terkandung didalam
pembuluh dan compliance atau daya regang dinding pembuluh darah yang
bersangkutan. Tekanan maksimum yang ditimbulkan diarteri sewaktu darah
disemprotkan masuk ke dalam arteri selama sistol (tekana sistolik) rata-rata adalah
120mmHg. Tekanan minimum didalam arteri sewaktu darah mengalir ke luar ke
pembuluh dihilir selama diastol (tekanan diastolik) rata-rata adalah 80mmHg.
Sedangakan tekanan pada nadi adalah perbedaan antara tekanan sistolik dan
diastolik (Sherwood, 2006).
Pengaturan tekanan arteri jangka pendek dilakukan oleh sistem saraf
simpatis, terutama melalui efek sistem saraf pada kapasitansi dan tahanan
vaskular perifer total dan kemampuan memompa jantung. Sedangkan pengaturan
untuk jangka panjang bekaitan dengan homeostasis volume cairan tubuh, yang
ditentukan oleh keseimbangan antara asupan dan keluaran cairan. Bila tubuh
mengandung banyak cairan ekstrasel, volume darah dan tekanan arteri akan
meningkat. Peningkatan tekanan ini kemudian mempengaruhi ginjal untuk
mengeksresikan kelebihan cairan ekstrasel, sehingg pengembalian tekanan
kembali normal (Guyton dan Hall, 2006).
2.2.1. Sistem Pengaturan Tekanan Darah Jangka Pendek
Pengaturan jangka pendek dikendalikan oleh sistem saraf. Mekanisme
utama dalam proses pengontrolan tekanan darah ini berjalan sesuai dengan
mekanisme umpan balik negatif. Mekanisme umpan balik negatif adalah
mekanisme perangsangan yang akan mengurangi impuls respon tubuh.
Mekanisme pengaturan ini membutuhkan sensor/ reseptor, neuron aferen, sistem
saraf pusat, neuron eferen dan efektor (Ronny, 2009).
Meurut Sherwood (2006), beberapa sensor yang mendeteksi perubahan
tekanan darah diuraikan dibawah ini:
a. Refleks Baroreseptor
Setiap perubahan pada tekanan darah rata-rata akan mencetuskan refleks
baroreseptor yang diperantarai secara otonom. Sistem baroreseptor bekerja
sangat cepat untuk mengkompensasi perubahan tekanan darah. Baroreseptor
yang penting dalam tubuh manusia terdapat di sinus karotis dan arkus aorta.
Baroreseptor secara terus menerus memberikan informasi mengenai tekanan
darah, dan secara kontinu menghasilkan potensial aksi sebagai respon
terhadap tekanan didalam arteri. Jika tekanan arteri meningkat, potensial
aksi juga akan meningkat sehingga kecepatan pembentukan potensial aksi di
neuron eferen yang bersangkutan juga ikut meningkat. Begitu juga
sebaliknya, jika terjadi penurunan tekanan darah.
Setelah mendapat informasi bahwa tekanan arteri terlalu tinggi oleh
peningkatan potensial aksi tersebut, pusat kontrol kardiovaskuler berespon
dengan mengurangi aktivitas simpatis dan meningkatkan aktivitas
parasimpatis. Sinyal-sinyal eferen ini menurunkan kecepatan denyut
jantung, menurunkan volume sekuncup, menimbulkan vasodilatasi arteriol
dan vena serta menurunkan curah jantung dan resistensi perifer total,
sehingga tekanan darah kembali normal. Begitu juga sebaliknya jika
tekanan darah turun dibawah normal
b. Osmoreseptor hipotalamus dan reseptor volume pada atrium kiri
Osmoreseseptor pada hipotalamus peka terhadap perbahan osmolaritas
darah
yang dipengaruhi oleh keseimbangan cairan tubuh, keduanya
mempengaruhi regulasi jangka panjang tekanan darah dengan mengontrol
volume darah
c. Kemoreseptor pada arteri karotis dan aorta
Kemoreseptor tersebut peka terhadap kadar O2 rendah atau keasaman tinggi
pada darah. Fungsi utamanya adalah secara refleks meningkatkan aktivitas
penafasan sehingga lebih banyak O2 yang masuk atau lebih banyak CO2
pembentuk asam yang keluar. Disamping itu, reseptor ini juga akan
menyampaikan impuls eksitatorik ke pusat kardiovaskuler.
d. Sistem saraf pusat
Sistem saraf akan mempengaruhi tekanan darah melaui perangsangan
simpatis dan parasimpatis. Emosi dan prilaku tertentu memengaruhi kerja
simpatis yang berefek pada respon kardiovaskular
e. Olahraga
Perubahan mencolok pada sistem kardiovaskular terjadi saat berolahraga,
termasuk peningkatan besar aliran darah otot rangka, peningkatan curah
jantung, penurunan resistensi perifer total
f. Kontrol Hipotalamus terhadap arteriol kulit
Tekanan darah dapat turun pada saat pembuluh kulit mengalami dilatasi
menyeluruh untuk mengeluarkan kelebihan panas dari tubuh.
2.2.2. Sistem Pengaturan Tekanan Darah Jangka Panjang
Selain refleks dan respon tersebut, pengaturan tekanan darah intermitten dan
jangka panjang juga dipengaruhi secara vasoaktif, meliputi:
a. Epinefrin, berasal dari medula adrenal, berikatan dengan reseptor α1
(vasokonstriksi) dan reseptor β2 (vasodilatasi), juga berikata dengan β1
(meningkatkan denyut jantung dan kekuatan kontraksi (Ronny, 2009)
b. Serotonin 5-hidroksitriptamin, biasanya terdapat pada saraf terminal,
trombosit dan sel mast. Zat ini menyebabkan vasokonstriksi (Ronny, 2009)
c. Histamin, biasanya dikeluarkan saat terjadi luka atau inflamasi yang dapat
menyebabkan pembuluh darah di otot polos vasodilatasi, tetapi otot polos
viseral berkontraksi (Ronny, 2009)
d. Angiotensin II, merupakan bagian dari sistem renin angiotensin aldosteron.
Angiotensin II merupakan vasokonstriktor yang sangat kuat. Walaupun
hanya berada dalam darah 1 atau 2 menit dalam darah, tetapi angiotensin II
mempunyai pengaruh utama yang dapat meningkatkan tekanan arteri, yaitu
sebagai vasokonstriksi di berbagai daerah tubuh serta menurunkan eksresi
garam dan air oleh ginjal.
2.3. Hipertensi
2.3.1. Definisi
Hipertensi adalah penyakit yang terjadi akibat peningkatan tekanan darah
diatas normal. Menurut pedoman
The Seventh Report of Joint National
Committeeon Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure (JNCVII) (2009) , terdapat empat kategori definisi tekanan darah, yaitu:
• Tekanan darah normal: tekanan darah sistolik <120 mmHg dan tekanan
darah diastolik <80 mmHg
• Prehipertensi: tekanan darah sistolik 120-139 mmHg atau tekanan darah
diastolik 80-89 mmHg
• Hipertensi tahap I: tekanan darah sistolik 140-159 mmHg atau tekanan
darah diastolik 90-99 mmHg
• Hipertensi tahap II: tekanan darah sistolik ≥160 mmHg atau tekanan darah
diastolik ≥100 mmHg.
2.3.2. Jenis Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya Gray dkk (2005) , hipertensi di bagi menjadi
dua jenis:
a.
Hipertensi primer
Juga disebut hipertensi esensial atau idiopatik, dan merupakan 95% dari
kasus-kasus hipertensi. Tekanan darah merupakan hasil curah jantung dan
resistensi vaskular, sehingga tekanan darah meningkat jika curah jantung
meningkat, resistensi vaskular bertambah, atau keduanya. Meskipun
mekanisme yang berhubungan dengan penyebab hipertensi melibatkan
perubahan-perubahan tersebut, hipertensi sebagai kondisi klinis biasanya
diketahui beberapa tahun setelah kecendrungan tersebut dimulai. Dan pada
saat itu telah terjadi beberapa mekanisme fisiologis kompensasi sekunder,
sehingga kelainan dasar curah jantung atau resistensi perifer tidak diketahui
dengan jelas.
b.
Hipertensi sekunder
Sekitar 5% kasus hipertensi telah diketahui penyebabnya, dan dapat
dikelompokkan menjadi:
• Penyakit parenkim ginjal (3%), setiap penyebab gagal ginjal
(glomerulonefritis, pielonefritis, sebab-sebab penyumbatan) yang
dapat menyebabkan kerusakan parenkim ginjal, akan cendrung
menimbulkan
hipertensi
dan
hipertensi
itu
sendiri
akan
mengakibatkan kerusakan ginjal.
• Penyakit renovaskular (1%), terdiri dari penyakit yang menyebabkan
gangguan
pasokan
darah
ginjal,
yaitu
arterosklerosis
dan
fibrodisplasia. Penurunan pasokan darah ginjal akan memacu produksi
renin ipsilateral dan meningkatkan tekanan darah.
• Endokrin (1%), pertimbangkan aldosteronisme primer (sindrom Conn)
jika terdapat hipokalemia bersama hipertensi. Tingginya kadar
aldosteron dan renin yang rendah akan mengakibatkan kelebihan
natrium dan air. Biasanya disebabkan adenoma jinak soliter atau
hiperplasia adrenal bilateral.
• Sindrom Cushing, disebabkan oleh hiperplasia adrenal bilateral yang
disebabkan oleh adenoma hipofisis yang menghasilkan ACTH
(adrenocorticotrophic hormone) pada dua per tiga kasus dan tumor
adrenal primer pada sepertiga kasus.
• Hiperplasia adrenal kongenital, merupakan penyebab hipertensi pada
anak (jarang).
• Feokromositosoma, disebabkan oleh tumor sel kromafin asal neural
yang mensekresikan katekolamin, 90% berasal dari kelenjar adrenal,
dan 10% lainnya terjadi ditempat lain.
• Hipertensi pada kehamilan, terjadi sekitar 10% pada kehamilan
pertama dan lebih sering terjadi pada ibu muda. Diperkirakan karena
aliran uretroplasental yang kurang baik dan umumnya terjadi pada
trimester terakhir atau awal periode postpartum.
• Hipertensi akibat obat, yang paling banyak menyebabkan hipertensi
adalah penggunaan pil kontrasepsi oral (OCP), dengan 5% perempuan
mengalami hipertensi dalam 5 tahun sejak mulai penggunaan.
2.3.3. Gejala
Penyakit hipertensi ini seringnya datangnya secara diam-diam dan tidak
menunjukkan adanya gejala-gejala tertentu yang terlihat dari luar sehingga disebut
sebagai the silent disease. Pada sebagian besar kasus hipertensi, penderita tidak
mengetahui dan menyadari bahwa dirinya telah menderita hipertensi hingga
dikeahui bahwa terjadi komplikasi.
Ketika tekanan darah naik dengan sangat cepat sehingga tekanan
diastolnya ≥140 mmHg, biasany a baru muncul gejala-gejala seperti sakit kepala
atau pusing, muka merah, vertigo (rasa berputar), tinnitus (suara mendenging
dalam telinga), keluar darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan
pengelihatan menjadi kabur (Sudarmoko, 2010).
Tetapi, gejala-gejala tersebut bukanlah gejala khusus yang hanya dimiliki
pada penderita hipertensi, karena juga dapat terjadi pada pasien dengan tekanan
darah normal. Jika hipertensi yang dialami sudah berat atau menahun dan tidak
diobati, bisa timbul gejala sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas,
gelisah, pandangan kabur karena terjadi kerusakan otak, mata, jantung dan ginjal
(Susilo dan Wulandari, 2011).
Kadang-kadang penderita hipertensi berat dapat mengalalami penurunan
kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakak otak, disebut
ensefalopati hipertensif yang memerlukan penanganan segera, karena dapat
memicu kematian (Susilo dan Wulandari, 2011).
2.3.4. Penyebab
Seperti yang telah dijelaskan diatas, penyebab hipertensi dapat dibagi
menjadi dua, yaitu hipertensi primer yang penyebabnya tidak diketahui dan
hipertensi sekunder yang penyebabnya dapat berupa penyakit parenkim ginjal,
penyakit renovaskular, penyakit endokrin, hipertensi akibat obat, hipertensi akibat
kehamilan dan lain-lain (Gray dkk, 2005).
Seventh Report of the Joint National Committe on Prevention, Detection,
Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7), memperkirakan
penyebab-penyebab hipertensi yang terindentifikasi sebagai berikut:
a. Sleep apnea
b. Pengaruh obat
c. Penyakit ginjal kronis
d. Aldosteronisme primer
e. Penyakit renovaskular
f. Cushing’s syndrome atau terapi dengan steroid
g. Pheochromocytoma
h. Penyakit tiroid/ paratiroid
i. Coarctation of aorta
2.3.5. Faktor Resiko
Sampai saat ini penyebab hipertensi primer tidak diketahui dengan pasti.
Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus. Hipertensi ini
disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan. Hipertensi sekunder disebabkan
oleh faktor primer yang diketahui yaitu seperti kerusakan ginjal, gangguan obat
tertentu, stres akut, kerusakanvaskuler dan lain-lain (Anggraini dkk, 2009).
Namun, menurut dilihat dari faktor pemicunya, dapat dibagi menjadi dua
faktor, yaitu faktor yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi.
a. Faktor Genetik
Dari berbagai hasil penelitian menyebutkan bahwa orang yang mempunyai
riwayat atau silsilah dengan keluarga yang memiliki riwayat hipertensi ada
kecendrungan untuk dapat juga terjadi hipertensi (Sudarmoko, 2010).
Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan
rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium. Individudengan orang tua
dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita
hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat
hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan
riwayat hipertensi dalam keluarga (Anggraini dkk, 2009)
b. Usia
Kepekaan terhadap hipertensi akan meningkat seiring dengan bertambahnya
usia seseorang. Individual yang berumur diatas 60 tahun, sekitar 50-60%
mempunyai tekana darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal
itu merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang yang bertambah
usianya (Susilo dan Wulandari, 2011).
c. Jenis Kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria dan wanita sama, hanya saja wanita
terlindungi dari penyakit kardiovaskular sebelum menopause. Wanita yang
belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang dapat
meningkatkan jumlah High Density Lipoprotein (HDL). Kadar HDL yang
tinggi mampu mencegah terjadinya arterosklerosis (Anggraini dkk, 2009).
Namun dari hasil penelitian menyebutkan bahwa pria lebih mudah terserang
hipertensi dibandingkan dengan wanita, mungkin dikarenakan gaya hidup
pria yang kebanyakan lebih tidak terkontrol dibandingkan wanita, misalnya
kebiasaan merokok, bergadang, stres kerja, hingga pola makan yang tidak
teratur (Sudarmoko, 2010).
d. Etnis
Hipertensi banyak terjadi pada orang berkulit hitam daripada yang berkulit
putih. Belum diketahui secara pasti penyebabnya, namun pada orang berkulit
hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensitivitas terhadap
vasopresin yang lebih basar (Susilo & Wulandari, 2011).
e. Obesitas
Menurut National Institutes for Health USA (NIH,1998), prevalensi tekanan
darah tinggi pada orang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas)
adalah 38% untuk pria dan 32% untuk wanita, dibandingkan dengan
prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk wanita bagi yang memiliki IMT
<25 (status gizi normal menurut standar internasional) (Anggraini dkk, 2009).
f. Asupan garam
Asupan garam yang tinggi akan menyebabkan pengeluaran berlebihan dari
hormon natriuretik yang secara tidak langsung akan meningkatkan tekanan
darah
(Susilo&Wulandari,
2011). Konsumsi
natrium
yang
berlebih
menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat.
Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume
cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler
tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak
kepada timbulnya hipertensi (Anggraini dkk, 2009).
World Health Organization (WHO) merekomendasikan pola konsumsi garam
yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang
direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium
atau 6 gram garam) perhari (Anggraini dkk, 2009).
g. Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor penyebab dan faktor resiko yang dapat
dimodifikasi untuk terjadinya hipertensi. Dalam penelitian kohort prospektif
oleh dr. Thomas S Bowman dari Brigmans and Women’s Hospital,
Massachussetts (2007) terhadap 28.236 subyek yang awalnya tidak ada
riwayat hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36% merupakan perokok
pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang
merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek terus diteliti dan dalam median
waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu kejadian hipertensi
terbanyak pada kelompok subyek dengan kebiasaan merokok lebih dari 15
batang perhari (Anggraini dkk, 2009). Jadi, dapat disimpulkan bahwa
kebiasaa merokok dapat menyebabkan terjadinya hipertensi.
h. Stres
Stres dapat meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah
jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Peningkatan
simpatis akan meningkatkan kerja jantung dan meningkatkan tekanan darah
(Susilo dan Wulandari, 2011).
i. Kafein
Konsumsi kafein dalam jumlah yang berlebihan juga dapat menjadi faktor
resiko terjadi hipertensi. Kafein dapat menimbulkan perangsangan saraf
simpatis, yang pada orang-orang tertentu dapat menimbulkan gejala jantung
berdebar-debar, sesak nafas dan lain-lain (Susilo dan Wulandari, 2011).
j. Kolesterol tinggi
Kandungan lemak yang berlebihan dalam darah dapat menyebabkan
penimbunan kolesterol pada dinding pembuluh darah, sehingga pembuluh
darah akan menyempit dan akibatnya tekanan darah akan meningkat (Susilo
dan Wulandari, 2011).
2.3.6. Patofisiologi
Menurut Udjianti (2010), empat sistem kontrol yang berperan dalam
mempertahankan tekanan darah antara lain sistem baroreseptor arteri, pengaturan
volume cairan, sistem renin angiotensin dan autoregulasi vaskular.
Sistem baroreseptor seperti yang dijelaskan sebelumnya, merupakan
monitor derajat tekanan arteri dan meniadakan peningkatan tekanan arteri melalui
mekanisme perlambatan jantung oleh respon vagal (stimulasi parasimpatis) dan
vasodilatasi. Namun, pada hipertensi kontrol ini gagal menurunkan tekanan darah
dan belum jelas penyebabnya.
Bila tubuh menglami kelebihan garam dan air, tekanan darah akan
meningkat melalui mekanisme fisiologi yang kompleks yang mengubah aliran
balik vena ke jantung dan mengakibatkan peningkatan curah jantung. Bila ginjal
masih berfungsi secara adekuat, peningkatan tekanan arteri dapat meningkatkan
diuresis dan penurunan tekana darah. Kondisi patologis yang mengubah ambang
tekanan pada ginjal dalam mengeksresikan garam dan air akan meningkatakan
tekanan arteri sistemik.
Renin
dan aniotensin memegang peranan penting dalam pengaturan
tekanan darah. mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya
angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE).
Angiotensin II inilah yang berperan penting dalam meningkatkan tekanan darah
karena bersifat vasokonstriktor kuat pada pembuluh darah dan juga berperan
dalam pelepasan aldosteron oleh korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting
pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan
mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus
ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara
meningkatkan
volume
cairan
ekstraseluler
yang
pada
gilirannya
akan
meningkatkan volume dan tekanan darah (Anggraini dkk, 2009).
Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berpera dalam pengendalian
tekanan darah yang mempengaruhi rumus dasar Tekanan Darah = Curah Jantung
x Tahanan Perifer (Gambar 2.1) (Yogiantoro, 2006).
Gambar 2.1. Diagram Faktor-faktor yang berpengaruh pada pengendalian tekanan
darah
Asupan
garam
berlebihan
Retensi
natrium
ginjal
Jumlah
nefron
berkurang
Stres
Penurunan
permukaan
filtrasi
Volume cairan
Aktifitas
berlebihan
saraf
i
i
Perubahan
Genetis
Obesitas
Renin
angiotensin
berlebihan
Perubahan
membran
sel
Bahanbahan yang
berasal dari
endotel
Hiperinsuline
mia
Konstriksi vena
kontraktilitas
preload
TEKANAN DARAH
=
Konstriksi
fungsionil
CURAH JANTUNG
X
Hipertensi = Penigkatan CJ dan/ atau
Hipertrofi
struktural
TAHANAN PERIFER
Peningkatan TP
Otoregulasi
(Hipertensi Esensial. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi V)
2.3.7. Pencegahan
Cara terbaik untuk mencegah terjadinya hipertensi adalah menghindari
faktor - faktor penyebab dan faktor resiko timbulnya penyakit hipertensi. Dalam
hal ini adalah faktor yang dapat dihindari, misalnya merokok, asupan garam yang
berlebihan, stres, obesitas dan lain-lain.
Selain dengan cek tekanan darah secara teratur, perawatan pada penderita
hipertensi dapat dilakukan dengan menjalankan diet yang dirancang secara khusus
sesuai dengan tingkat kebutuhan dan kondisi penderita.
Menurut Susilo dan Wulandari (2011), berikut yang dapat dilakukan untuk
pencegahan hipertensi:
1. Pola makan sehat
Inti pola makan sehat adalah makan makanan yang mengandung kalori
dan kebutuhan nutrisi sesuai kebutuhan.
a. Kurangi konsumsi garam dalam makanan sehari-hari
b. Konsumsi makanan yang mengandung kalium, magnesium dan kalsium
karena dapat mengurangi hipertensi seperti pisang dan alpukat
c. Kurangi minuman beralkohol dan bersoda
d. Makan sayur dan buah-buahan berserat tinggi seperti sayuran hijau,
pisang, tomat, wortel, melon dan jeruk
e. Kendalikan kolesterol, kurangi makanan yang mengandung lemak jenuh
f. Kendalikan diabetes bila ada
g. Hindari konsumsi obat yang dapat meningkatkan tekanan darah
h. Tidur yang cukup setia hari, antara 6-8 jam setiap hari
i. Konsumsi minyak ikan, karena mengandung omega-3 yang dapat
menurunkan tekanan darah secara signifikan
j. Puasa yang rutin juga sangat baik untuk mengendalikan tekanan darah
2. Pola hidup sehat
a. Melakukan olahraga teratur. Pada penderita hipertensi dapat melakukan
olahraga ringan seperti berjalan kaki, bersepeda, lari santai dan berenang.
Lakukan selama 30 hingga 45 menit sehari sebanyak tiga kali seminggu.
b. Mengendalaikan emosi dan mengurangi kecemasan
c. Berhenti merokok. Selain dapat meningkatkan faktor resiko terkena
hipertensi, merokok juga dapat menyebabkan komplikasi pada penyakit
paru dan kardiovaskular lain
2.3.8. Penatalaksanaan
Menurut Anggraini dkk (2009), tujuan pengobatan hipertensi adalah
sebagai berikut:
• Target tekanan darah yatiu <140/90 mmHg dan untuk individu berisiko
tinggiseperti diabetes melitus, gagal ginjal target tekanan darah adalah
<130/80 mmHg.
• Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler.
• Menghambat laju penyakit ginjal.
Terapi farmakologis yaitu obat antihipertensi yang dianjurkan oleh JNC VII
yaitu diuretika, terutama jenis thiazide (Thiaz) atau aldosteron antagonis, beta
blocker, calcium chanel blocker atau calcium antagonist, Angiotensin Converting
Enzyme Inhibitor (ACEI), Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor
antagonist blocker (ARB).
Tabel 2.1. Terapi Hipertensi
Klasifiksi TD
Tekanan
Sistolik
(mmHg)
Tekanan
Diastolik
(mmHg)
Modifikasi
Gaya
Hidup
Normal
Prehipertensi
<120
120-139
dan <80
atau
80-89
Dianjurkan
Ya
Hipertensi
tahap I
140-159
atau
90-99
Ya
Hipertensi
tahap II
≥160
atau
≥100
ya
Terapi Obat
Tanpa Indikasi
Dengan
yang Memaksa Indikasi yang
Memaksa
Tidak
ada
indikasi
pemberian
antihipertensi
Thiazide tipe
diuretik,
ACEi, ARB,
BB, CCB atau
kombinasi
Dua kombinasi
obat (biasanya
Thiazide-tipe
diuterik
dan
ACEi
atau
ARB atau BB
atau CCB)
Obat-obatan
untuk indikasi
yang
memaksa
Obat-obatan
untuk indikasi
yang
memaksa
Obat
antihipertensi
lain (diuretik,
ACEi, ARB,
BB,CCB) as
needed
(JNC7 Report on the prevention, detection, evaluation and treatment of high
blood pressure)
Indikasi yang memaksa (Compelling indications) untuk terapi spesifik
mencakup kondisi resiko tinggi yang dapat menyebabkan secara langsung gejala
sisa dari hipertensi (gagal jantung, penyakit jantung iskemik, penyakit ginjal
kronik dan stroke yang berulang) atau penyakit yang berhubungan dengan
hipertensi (diabetes, resiko tinggi penyakit jantung), sehingga diperlukan obat
antihipertensi tertentu (Yusuf, 2008).
2.3.9. Komplikasi
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Beberapa penelitian menemukan bahwa
penyebab kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari
kenaikan tekanan darah pada organ atau karena efek tidak langsung, antara lain
adanya antibodi terhadap reseptor AT1 angiotensin II, stress oksidatif, down
regulation dari ekspresi nitric oxide synthase dan lain-lain. Penelitian lain juga
membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitifitas terhadap garam berperan
besar dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya kerusakan pembuluh
darah akibat meningkatnya ekspresi transforming growth factor-β (TGF-β)
(Yogiantoro,2006).
Gambar 2.2. Diagram Komplikasi Hipertensi
Hipertens
Afterload
Disfungsi
sitolik
LVR
Disfungsi
diastolik
Gagal
jantung
Kerusakan arteri
Akseleasi
Arterosklerosis
Myocardial
oxygen
demand
p.darah
koroner
Suplai
oksigen
miocardial
Iskemik
Miokardial
p.darah
serebral
Stroke
Iskemik
Kelemahan
pembuluh darah
aorta
p.darah
serebral
Aneurisma
Stroke
Hemorrhagic
Nephrosklerosis
dan gagal ginjal
p.darah
ginjal
p.darah
okular
Retinopati
Download