BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Dalam

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Dalam kajian pustaka dan hipotesis akan dijelaskan mengenai Teori-teori yang
digunakan untuk menjelaskan variabel-variabel penelitian. Teori-teori tersebut
nantinya akan digunakan untuk mengembangkan hipotesis penelitian dari masingmasing variabel independen terhadap variabel dependen. Variabel-variabel
independen diantaranya Likuiditas, Leverage, Intensitas Persediaan, dan Intensitas
Aset Tetep. Variabel dependen dari penelitian ini adalah Tingkat Agresivitas
Wajib Pajak Badan
2.1 LANDASAN TEORI
Landasan Teori menjelaskan beberapa teori yang digunakan di dalam
penelitian untuk menjelaskan hubungan dari masing-masing variabel independen
terhadap variabel dependen. Beberapa landasan teori yang digunakan akan
dijelaskan sebagai berikut.
2.1.1. Teori Akuntansi Positif
Teori akuntansi positif (TAP) secara jelas dikemukakan oleh Watts dan
Zimmerman (1986). Teori ini berupaya untuk menjelaskan mengapa kebijakan
akuntansi menjadi suatu masalah bagi perusahaan dan pihak-pihak yang
berkepentingan dengan laporan keuangan, dan untuk memprediksi kebijakan
akuntansi yang hendak dipilih oleh perusahaan dalam kondisi tertentu. Teori ini
didasarkan pada pandangan bahwa perusahaan merupakan suatu „nexus of
contracts‟. Artinya, perusahaan merupakan suatu muara bagi berbagai kontrak
yang datang padanya. Misalnya, kontrak dengan karyawan (termasuk manajer),
pemasok, dan dengan pemberi modal. Sebagai suatu kumpulan dari berbagai
kontrak, secara rasional perusahaan ingin meminimalkan contracting cost yang
berkaitan dengan kontrak-kontrak yang masuk padanya, seperti kos negosiasi,
pemantauan kinerja kontrak, kemungkinan kebangkrutan atau kegagalan, dan lainlain. Beberapa dari kontrak tersebut melibatkan variabel-variabel akuntansi, dan
teori akuntansi positif berargumentasi bahwa perusahaan akan memanfaatkan
kebijakan akuntansi guna meminimumkan contracting cost. Kondisi ini diperkuat
dengan pemberian fleksibilitas oleh badan penetap standar kepada manajemen
guna memilih dari seperangkat kebijakan akuntansi yang diperkenankan.
Teori akuntansi positif menggunakan teori keagenan untuk menjelaskan
dan memprediksi pilihan kebijakan akuntansi oleh manajer. Teori akuntansi
positif yang diformulasikan oleh Watts dan Zimmerman (1986) telah
memprediksi tiga hipotesis yang mendorong perusahaan untuk melakukan
manajemen laba, yaitu:
1) The bonus plan hypothesis
Manajer perusahaan yang memiliki program bonus yang terkait dengan
angka-angka akuntansi cenderung untuk memilih prosedur akuntansi yang
menggeser reported earnings dari future period ke current period
(menaikkan laba yang dilaporkan sekarang), ceteris paribus.
2) The debt covenant hypothesis
Perusahaan yang semakin mendekati pelanggaran debt covenant (perjanjian
kontrak hutang) cenderung untuk memilih prosedur akuntansi yang
menggeser reported earnings dari future periods ke current period
(menaikkan laba yang dilaporkan sekarang), ceteris paribus.
3) The political cost hypothesis
Semakin besar political cost yang dihadapi suatu perusahaan, maka manajer
cenderung untuk memilih prosedur akuntansi yang menangguhkan reported
earnings dari current ke future period (menurunkan laba yang dilaporkan
sekarang), ceteris paribus.
2.1.2. Likuiditas
Aset likuid (liquid asset) merupakan aset yang diperdagangkan di pasar
aktif sehingga dapat dikonversi dengan cepat menjadi kas pada harga pasar yang
berlaku (Brigham & Houston, 2010). Terdapat dua rasio likuiditas yang umumnya
digunakan:
1) Rasio lancar (Current Ratio)
Rasio likuiditas yang utama adalah rasio lancar (current ratio) yang
dihitung dengan membagi aset lancar dengan kewajiban lancar. Aset
lancar meliputi kas, efek yang dapat diperdagangkan, piutang usaha, dan
persediaan.
2) Quick Ratio
Rasio likuiditas yang kedua yang sering digunakan adalah quick ratio yang
dihitung dengan mengurangi persediaan dengan aset lancar, kemudian
membagi sisanya dengan kewajiban lancar. Persediaan pada umunya
merupakan aset lancar perusahaan yang paling tidak likuid sehingga
persediaan merupakan aset, dimana kemungkinan besar akan terjadi
kerugian jika terjadi likuidasi
Perusahaan yang memiliki tingkat likuiditas rendah cenderung akan
menghindari pembayaran beban pajak. Hal tersebut dikarenakan perusahaan akan
mempertahankan arus kasnya di saat likuiditasnya menurun. Perusahaan akan
cenderung makin agresive dalam menghadapi pajak apabila rasio likuiditasnya
sedang dalam kondisi yang kurang baik.
2.1.3. Leverage
Kewajiban merupakan semua utang perusahaan kepada pihak lain yang
belum terpenuhi dimana kewajiban ini merupakan sumber pembiayaan eksternal
yang digunakan oleh perusahaan untuk membiayai kebutuhan dananya. Brigham
& Houston (2010) menjelaskan terdapat tiga dampak penting apabila perusahaan
menggunakan pendanaan melalui kewajiban :
1) Menghimpun
dana
melalui
kewajiban,
pemegang
saham
dapat
mengendalikan perusahaan dengan jumlah investasi ekuitas yang terbatas
2) Kreditor melihat atau dana yang diberikan oleh pemilik sebagai batas
pengaman. Jadi, makin tinggi proporsi total modal yang diberikan oleh
pemegang saha,, makin kecil resiko yang dihadapi kreditor.
3) Jika hasil yang diperoleh dari aset perusahaan lebih tinggi daripada tingkat
bunga yang dibayarkan, maka penggunaan kewajiban akan “mengungkit”
(leverage) atau memperbesar pengembalian atas ekuitas atau ROE
Terdapat dua alasan di balik dampak leverage (Brigham & Houston, 2010):
1) Karena bunga dapat menjadi pengurang pajak, penggunaan kewajiban
akan mengurangi kewajiban pajak dan menyisakan laba operasi yang lebih
besar bagi investor perusahaan
2) Jika laba operasi sebagai persentase terhadap aset melebihi tingkat bunga
atas kewajiban seperti yang umumnya diharapkan, maka perusahaan dapat
menggunakan kewajiban untuk membeli aset, membayar bunga atas
kewajiban, dan masih mendapatkan sisanya sebagai “bonus” bagi
pemegang saham.
2.1.4. Intensitas Persediaan
Aset adalah kekayaan yang mempunyai manfaat ekonomi berupa benda
berwujud maupun benda tak berwujud yang dapat dikuasai oleh yang berhak
akibat transaksi (Nafarin, 2007). Persediaan adalah salah satu aset perusahaan
yang memiliki peran penting sebagai investasi sumber daya yang besar nilainya
dan signifikan pengaruhnya terhadap aktifitas operasional perusahaan (Harahap
dan Dwi, 2009). Persediaan pada dasarnya dapat dilihat dengan harga pasar atau
harga perolehan.
PSAK 14 menyatakan persediaan adalah aset :
1) Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal
2) Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan, atau
3) Dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan
dalam proses produksi dan pembelian jasa
Biaya-biaya dalam persediaan menyangkut biaya pembelian, biaya konversi,
dan biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi yang tepat
yang siap untuk dijual atau dipakai (PSAK, revisi 2011). Persediaan yang
disimpan oleh perusahaan tentunya akan menimbulkan biaya-biaya pada saat
menyimpan persedian. Biaya-biaya tersebut nantinya akan mengurangi total laba
kotor perusahaan sehingga mengurangi total laba bersih. Pajak yang dikenakan
pun akan ikut berkurang apabila total laba bersih yang dimiliki perusahaan
semakin berkurang. Biaya-biaya yang ditimbulkan adalah sebagai berikut :
1) Pemborosan bahan, upah, atau biaya produksi lainnya yang tidak
normal
2) Biaya penyimpanan
3) Biaya administrasi dan umum
4) Biaya penjualan
Biaya-biaya tersebut yang nantinya akan mengurangi total laba bersih
perusahaan dalam periode berjalan.
2.1.5. Intensitas Aset Tetap
PSAK no 16 menyatakan aset tetap adalah aset berwujud yang dimiliki
untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa untuk
direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administrative, dan diharapkan
digunakan selama lebih dari satu periode. Aset tetap memiliki nilai ekonomis
yang akan terus menyusut nilainya sesuai dengan umur ekonomis yang
ditetapkan. UU no 17 tahun 2002 Perpajakan di Indonesia membagi aset tetap
perusahaan ke dalam 2 jenis yaitu kelompok bangunan dan bukan bangunan.
Kelompok bukan bangunan dibagi ke dalam 4 kelompok yaitu :
1) Kelompok 1 dengan umur ekonomis 4 tahun
2) Kelompok 2 dengan umur ekonomis 8 tahun
3) Kelompok 3 dengan umur ekonomis 16 tahun
4) Kelompok 4 dengan umur ekonomis 20 tahun
Sementara untuk kategori bangunan dibagi ke dalam 2 kelompok yaitu:
1) Permanen dengan umur ekonomis 20 tahun
2) Tidak permanen dengan umur ekonomis 10 tahun
Setiap aset tetap yang dimiliki perusahaan akan memiliki beban depresiasi
yang akan menimbulkan beban sehingga mengurangi total laba bersih perusahaan.
dalam manajemen pajak, depresiasi dapat dijadikan sebagai pengurang beban
pajak. Perusahaan dengan rasio aset tetap dibanding dengan total aset yang besar,
akan membayar pajak lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang
memiliki rasio lebih kecil (Blocher, 2007).
2.1.6. Agresivitas Pajak
Pajak merupakan salah satu tambahan biaya yang akan ditanggung oleh
perusahaan. Beban pajak tersebut tentunya akan mengurangi total laba bersih
yang akan diterima oleh perusahaan, tentu saja kondisi tersebut sangat tidak
diinginkan oleh para pemegang saham, sehingga para manajer akan berusaha
seoptimal mungkin untuk mengurangi beban pajak dalam satu periode berjalan.
Menurut Frank dkk. dalam Putri (2014), tindakan yang dilakukan
perusahaan untuk mengurangi pendapatan kena pajak baik secara legal (tax
avoidance) maupun secara illegal (tax evasion) disebut dengan agresivitas pajak
perusahaan. Tindakan perusahaan memang tidak sepenuhnya melanggar aturan
perpajakan, namun perusahaan akan terus berusaha untuk mencari celah yang ada
untuk menghindari pajak, tindakan tersebutlah yang dinamakan dengan
agresivitas pajak.
2.2 HIPOTESIS PENELITIAN
Hipotesis merupakan dugaan sementara terhadap suatu hasil penelitian yang
kebenarannya harus diuji melalui penelitian secara empiris. Berdasarkan latar
belakang permasalahan di atas, hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Pengaruh Likuiditas pada tingkat Agresivitas Pajak
Perusahaan yang memiliki rasio likuiditas yang tinggi menandakan
perusahaan tersebut memiliki keadaan arus kas yang baik dalam suatu
periode tertentu. Rasio likuiditas yang baik menandakan bahwa
perusahaan tersebut mampu memenuhi kewajiban lancarnya, sehingga
perusahaan tersebut akan mampu melunasi kewajiban pajak terutang pada
periode yang bersangkutan pula. Semakin tinggi rasio likuiditas
perusahaan menandakan perusahaan tersebut dalam keadaan yang sehat.
Perusahaan dengan tingkat laba yang tinggi akan memiliki kenaikan modal
(aktiva bersih) yang tinggi. Dengan tingkat aktiva bersih yang tinggi maka
perusahaan dapat menggunakannya untuk meningkatkan aktiva lancar
yang dimilikinya (Yusriwati, 2012). Perusahaan dengan laba yang tinggi
akan memiliki rasio likuiditas yang tinggi. Apabila laba perusahaan tinggi
maka tingkat beban pajak yang dibayarkan akan meningkat pula. Teori
akuntansi
positif
menjelaskan
bagaimana
perusahaan
melakukan
manajemen laba dengan mengalokasikan laba periode berjalan ke periode
mendatang, sehingga perusahaan dengan tingkat likuiditas yang tinggi
akan berusaha untuk mengalokasikan laba periode berjalan ke periode
mendatang, sehingga beban pajak yang dibayarkan akan berkurang.
Disinilah terjadi indikasi agresivitas pajak. Berdasarkan uraian di atas,
hipotesis dirumuskan sebagai berikut :
H1 : Likuiditas berpengaruh positif pada tingkat agresivitas pajak
perusahaan
2) Pengaruh Leverage pada tingkat Agresivitas Pajak
Perusahaan dapat menggunakan sumber dana yang bersumber baik dari
internal maupun eksternal perusahaan. Kewajiban merupakan salah satu
sumber pendanaan yang penting bagi perusahaan. Leverage perusahaan
menandakan besarnya modal pinjaman/utang yang digunakan perusahaan
untuk membiayai aktivitas operasinya. Teori Akuntansi Positif dengan
Hipotesis debt covenant menjelaskan apabila perusahaan memiliki tingkat
kewajiban yang tinggi maka perusahaan akan berusaha meningkatkan laba
periode mendatang ke periode berjalan. Hal tersebut dilakukan untuk
menjaga stabilitas laba karena kreditur akan mengawasi perusahaan yang
memiliki tingkat kewajiban yang tinggi dari mereka. Apabila perusahaan
memiliki tingkat Leverage yang tinggi maka perusahaan tidak akan agresif
terhadap beban pajak karena perusahaan akan menjaga stabilitas laba yang
juga
berjalan
sebanding
dengan
tingkat
beban
pajak
yang
dibayarkan.Berdasarkan uraian di atas, hipotesis dirumuskan sebagai
berikut :
H2 : Leverage berpengaruh negatif pada tingkat agresivitas pajak
perusahaan
3) Pengaruh Intesitas Persediaan pada tingkat Agresivitas Pajak
Perusahaan dengan nilai persediaan tinggi akan memiliki biaya
pemeliharaan yang tinggi menyangkut persediaan. Biaya-biaya tersebut
meliputi biaya bahan, tenaga kerja, biaya produksi, biaya administrasi dan
umum serta biaya penjualan. Akibatnya laba perusahaan akan berkurang
karena meningkatknya tingkat biaya yang dimiliki perusahaan. Apabila
laba perusahaan berkurang maka akan mengurangi beban pajak yang
dikenakan. Sehingga perusahaan dengan tingkat intensitas persediaan yang
tinggi akan lebih agressive terhadap tingkat beban pajak yang diterima.
Hasil penelitian Derashid dan Zhang (2013) menunjukkan bahwa
intensitas persediaan berpengaruh Negatif terhadap tarif pajak efektif.
Perusahan dengan tingkat intensitas persediaan yang tinggi akan mampu
mengefisienkan biaya tersebut dan akhirnya meningkatkan jumlah laba
serta pajak terutang. Laba periode berjalan dapat digantikan dengan
adanya persediaan yang tinggi dan dialokasikan ke periode mendatang.
Disinilah teori akuntansi positif menjelaskan fenomena tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, hipotesis dirumuskan sebagai berikut :
H3
: Intensitas Persediaan berpengaruh positif pada tingkat Agresivitas
Pajak
4) Pengaruh Intensitas Aset Tetap pada tingkat Agresivitas Pajak
Aset tetap merupakan aset berwujud yang digunakan perusahaan dalam
berproduksi atau penyediaan barang dan jasa. Aset tetap perusahaan
memiliki umur ekonomis yang berbeda-beda di mata perpajakan
Indonesia. Masing-masing memiliki umur ekonomis dan beban depresiasi
yang berbeda. Beban depresiasi tersebut nantinya akan mengurangi total
laba bersih yang diterima oleh perusahaan sehingga akan mengurangi
beban pajak yang akan dikenakan kepada perusahaan tersebut. Perusahaan
dengan jumlah aset yang besar akan memiliki beban pajak yang lebih
rendah dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki jumlah aset yang
lebih kecil karena mendapatkan keuntungan dari beban depresiasi yang
ditanggung perusahaan (Noor et al, 2010). Perusahaan dapat menggunakan
tingkat beban depresiasi tersebut untuk menghindari beban pajak yang
tinggi dalam periode berjalan. Berdasarkan uraian di atas, hipotesis
dirumuskan sebagai berikut :
H4
Pajak
: Intensitas Aset Tetap berpengaruh positif pada tingkat Agresivitas
Download