Modul / Tatap Muka 12 KEUANGAN MIKRO SEBAGAI LEMBAGA EKONOMI RAKYAT PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH A. Pembangunan Ekonomi Daerah (Pembangunan Antar Propinsi) Pembangunan ekonomi nasional sejak Pelita I memang telah memberikan hasil positif bila dilihat pada tingkat makro. Tingkat pendapatan riil masyarakat rata-rata perkapita mengalami peningkatan dari 50 USD pada pertengahan tahun 1960 menjadi lebih dari 1.000 USD pada pertengahan tahun 1990-an. Namun, dilihat pada tingkat meso dan mikro, pembangunan selama pemerintahan Orba telah menciptakan suatu kesenjangan yang besar, baik dalam bentuk personal income distribution maupun dalam bentuk kesenjangan ekonomi/pendapatan antar daerah/propinsi. Ada sejumlah indikator yang dapat digunakan dalam menganalisis development gap antar propinsi, dintaranya adalah PDRB, konsumsi rumah tangga perkapita, human development index, kontribusi sektoral terhadap PDRB, tingkat kemiskinan dan struktur fiskal. Distribusi PDB Menurut Propinsi. Dalam distribusi PDB menunjukkan besar dari PDB nasional berasal dari Jawa, khususnya Jawa Barat dan DKI Jakarta, yang selama periode 1995 hingga 1997 diatas 60%. Empat propinsi dengan PDRB terbesar berasal dari Jawa. Ketimpangan ekonomi ini akan sangat besar lagi, bila dilihat ketimpangan antara Jakarta dengan luar Jakarta. Jakarta dengan luasnya 0,03% dan dengan jumlah penduduk sekitar 5% dari total populasi menikmati 16% ‘12 1 Perekonomian Indonesia Drs. Hasanuddin Pasiama, MS. Pusat Bahan Ajar dan Elearning Universitas Mercu Buana http://www.mercubuana.ac.id Gambar 1. Tingkat PDRB dan Pertumbuhannya Tahun 1977 (harga konstan 1993 dan tanpa gas) Hight Growth . Low Inocme Kalbar Hight Income . Riau . Kalteng . Sulut 6 Hight Growth Sumut . Bali . . .NTB 5 .Kalsel . DKI Jakarta . DI Aceh . Sumbar . Kaltim .Sumsel . NTT 4 . Jabar Lampung . . Sulteng . DI Yogyakarta . .Tim-tim . . Irian Jaya . Jambi 3 . Bengkulu . Sultra . Sulsel 2 1.000.000 1 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 Low Growth Low Growth Low Income High Income Rupiah Sumber : Dari Grafik dalam ECONIT (1999). ‘12 3 Perekonomian Indonesia Drs. Hasanuddin Pasiama, MS. Pusat Bahan Ajar dan Elearning Universitas Mercu Buana http://www.mercubuana.ac.id tetapi posisinya termasuk rendah dalam PDRB perkapita. Walaupun demikian, satu hal yang jelas pada tabel adalah bahwa : propinsi-propinsi yang HDI rankingnya rendah lebih banyak terdapat pada IBB. Gambar 2. Tingkat Konsumsi Riil Rumah Tangga Perkapita dan Pertumbuhannya Antar Propinsi Tahun, 1977 20% . Riau . Kalteng High Growth High Consumpsion 10% . Lampung . Tim-tim . Sumbar . Kaltim . Irian Jaya . DKI Jakarta . Jambi . . Sultra . DI . DI Aceh . Bali . Bengkulu . Kalsel 0% -10% -20% . NTT . Maluku -30% . Sulut . Jateng -40% Low Consumption High Consumption Low Growth Low Growth -50% Sumber : Dari Grafik 2 dalam Econit (1999) ‘12 5 Perekonomian Indonesia Drs. Hasanuddin Pasiama, MS. Pusat Bahan Ajar dan Elearning Universitas Mercu Buana http://www.mercubuana.ac.id