Gambar 1. Kerangka Pemikiran Tujuan Penelitian Tujuan penelitian

advertisement
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui bakteri yang terdapat pada organ internal dan eksternal ikan
gurami (Osphronemus gouramy) akibat infestasi ektoparasit Argulus sp., luka
buatan dan lingkungan (air).
2. Mengetahui keterkaitan antara bakteri yang terdapat pada organ internal dan
eksternal ikan gurami (Osphronemus gouramy) akibat infestasi ektoparasit
Argulus sp., luka buatan dan lingkungan (air).
Manfaat penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dengan mengetahui
jenis bakteri apa saja yang sering ditemukan pada ikan gurami (Osphronemus
gouramy) akibat infestasi yang disebabkan oleh ektoparasit Argulus sp. sehingga
Universitas Sumatera Utara
dapat memberikan informasi dan manfaat bagi para pelaku budidaya ikan untuk
menanggulangi serangan ektoparasit Argulus sp.
Hipotesis penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah:
1. Ditemukan beberapa bakteri pada organ internal dan eksternal ikan gurami
(Osphronemus gouramy) akibat infestasi ektoparasit Argulus sp., luka buatan
dan lingkungan (air).
2. Adanya keterkaitan dan persamaan bakteri yang ditemukan pada organ internal
dan eksternal ikan gurami (Osphronemus gouramy) akibat infestasi ektoparasit
Argulus sp., luka buatan dan lingkungan (air).
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Gurami
Gurami (Osphronemus gouramy) merupakan keluarga Anabantidae,
keturunan Helostoma, dan termasuk bangsa Labyrinthici. Ikan ini mampu hidup di
air yang kandungan oksigennya rendah, seperti air yang tidak mengalir dan
berwarna hijau karena ledakan populasi plankton. Ikan gurami hanya dapat ditemui
di perairan yang beriklim tropis, hidup dengan baik pada pH 7 dan dengan kisaran
suhu 24-28 0C (Sutanto, 2013).
Ciri khas ikan gurami muda adalah berukuran seperti korek api, memiliki 8
garis tegak berwarna hitam pada kedua sisi badannya. Garis tegak itu biasanya
hilang setelah ikan dewasa. Gurami muda berkepala lancip kedepan, berdahi rata.
Sirip duburnya terdapat bintik gelap yang dilingkari warna kuning atau keperakan.
Universitas Sumatera Utara
Sirip dadanya terdapat bintik hitam. Pada perut terdapat sirip perut. Jari-jari sirip
perutnya akan mengalami perubahan menjadi sepasang benang panjang yang
berfungsi sebagai alat peraba setelah ikan dewasa. Warna tubuh dan punggung
gurami muda umumnya biru kehitaman dengan bagian perut putih
(Sitanggang
dan Sarwono, 2002).
Gurami (Osphronemus gouramy) merupakan keluarga Anabantidae,
keturunan Helostoma, dan termasuk bangsa Labyrinthici. Ikan ini mampu hidup di
air yang kandungan oksigennya rendah, seperti air yang tidak mengalir dan
berwarna hijau karena ledakan populasi plankton. Ikan gurami hanya dapat ditemui
di perairan yang beriklim tropis, hidup dengan baik pada pH 7 dan dengan kisaran
suhu 24-28 0C (Sutanto, 2013).
Salah satu parasit yang paling sering menyerang gurami adalah Argulus
indicus. Parasit ini tergolong crustacea tingkat rendah yang hidup sebagai
ektoparasit (Sitanggang dan Sarwono, 2002). Bakteri yang dapat menyerang
gurami adalah bakteri Aeromonas sp. dan Pseudomonas sp. bakteri ini sering
dijumpai pada kolam yang tercemar bahan organik. Gejala yang timbul akibat
bakteri ini adalah luka di bagian tubuh dan mengeluarkan darah, perut membesar,
lendir mencair, sisik mengelupas, dan timbul borok pada tubuh ikan
(Sutanto, 2013).
Interaksi Antara Inang, Patogen dan Lingkungan
Kemampuan organisme untuk menimbulkan penyakit disebut patogenisitas.
Bila mikroorganisme menyerang inang yaitu bila mereka memasuki jaringan tubuh
dan berkembang biak disitu, maka terjadi infeksi. Respon inang terhadap infeksi
ialah terganggunya fungsi tubuh, ini disebut penyakit. Jadi patogen adalah
Universitas Sumatera Utara
mikroorganisme atau makroorganisme mana saja yang mampu menimbulkan
penyakit. Kemampuan suatu mikroorganisme patogenik untuk menyebabkan
infeksi dipengaruhi tidak hanya oleh sifat-sifat mikroba itu sendiri tetapi oleh
kemampuan inang untuk menahan infeksi (Pelczar dan chan 1988).
Perkembangan penyakit akan lebih cepat apabila lingkungan kualitas air
menurun yaitu oksigen terlarut < 4 ppm, Biochemical Oxygen Demand (BOD)
tinggi dan suhu air yang berfluktuatif (Rahayu dkk., 2009). Pada prinsipnya
penyakit yang menyerang ikan tidak datang begitu saja, melainkan melalui proses
hubungan antara tiga faktor, yaitu kondisi lingkungan (kondisi di dalam air),
kondisi inang (ikan), dan adanya jasad patogen (jasad penyakit). dengan demikian,
timbulnya serangan penyakit itu merupakan hasil interaksi yang tidak serasi antara
lingkungan, ikan, dan jasad/organisme penyakit. Interaksi yang tidak serasi ini
menyebabkan stres pada ikan, sehingga mekanisme pertahanan diri yang
dimilikinya menjadi lemah dan akhirnya mudah terserang penyakit (kordi, 2004).
Bentuk interaksi ikan, lingkungan dan patogen dalam menyebabkan
penyakit dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. I (Ikan), L (Lingkungan), P (Patogen) dan D (Penyakit)
Universitas Sumatera Utara
Lingkungan adalah kualiatas air sedangkan organisme penyebab penyakit
adalah jasad berbagai jasad patogen diantaranya parasit, bakteri, virus dan jamur.
Sementara ikan adalah ikan yang dibudidayakan. Lingkungan yang tidak optimal,
misalnya suhu yang tinggi dapat menyebabkan stress dan dalam kondisi demikian
pertahanan tubuh ikan menjadi lemah, sehingga mudah terserang penyakit infeksi.
Dengan demikian, kondisi lingkungan yang jelek merupakan sumber penyakit.
Tetapi lingkungan yang jelek tadi bukan penyebab ikan mati, sebab bila ikan
dikeluarkan dari lingkungan itu maka akan normal kembali. Penyakitnya yang
menyebabkan ikan mati karena serangannya. Lingkungan hanya pencipta peluang
terjadinya ikan terserang penyakit (Handajani dan Samsundari, 2005).
Terdapat tingkat keseimbangan antara jumlah parasit, inang yang diserang
dan lingkungan tempat ikan dan parasit tersebut hidup. Selama keseimbangan itu
tetap terjaga, maka ikan tidak akan mengalami sakit atau terserang penyakit, baik
yang disebabkan parasit atau non parasit. Namun apabila salah satunya tidak
seimbang, sebagai contoh parasit yang menyerang melebihi batas toleransi yang
dapat diatasi ikan, maka ikan akan terserang penyakit parasitik (Argiono, 2012).
Lingkungan yang berbeda dapat menghambat timbulnya penyakit dengan
mengurangi tumbuhnya parasit pada ikan seperti penelitian Rahayu, dkk (2009),
menyatakan bahwa perlakuan perendaman benih ikan gurami yang terserang
parasit Trichodina sp. Oodinium sp. dan Ichthyophthirius sp. dapat dihambat
dengan salinitas 2, 4, 6 g/l. Lama waktu perlakuan berpengaruh terhadap
perkembangan parasit dan penurunan intensitas parasit dapat meningkatkan
kelulushidupan benih gurami.
Argulus sp.
Universitas Sumatera Utara
Argulus berbentuk pipih dan pada bagian dorsal dilindungi oleh karapas
yang menutupi hampir seluruh bagian tubuhnya. Bagian sisi karapas ini dapat
sedikit digerakkan ke atas dan ke bawah seperti sayap. Pada bagian anterior
terdapat dua pasang antena, sepasang mata majemuk, mulut, organ pengisap dan
maxilla yang pada ujung-ujungnya terdapat pengait yang berfungsi untuk
mengaitkan diri pada inangnya. Bagian posterior terdiri dari tiga segmen yang
masing-masing berhubungan dengan sepasang kaki renang. Bagian perut tidak
terlihat jelas, berbentuk seperti ekor (Kordi, 2004).
Gambar 3. Argulus sp. (Nagasawa dan Kawai, 2008)
Argulus adalah parasit obligat, karena itu harus mampu mencari dan
melekat ke inang untuk bertahan hidup. Untuk mencari inang, Argulus harus
memiliki mekanisme penemuan inang yang baik, tetapi peluang untuk menemukan
inang dapat lebih besar dengan memiliki berbagai jenis spesies inang. Meskipun
kisaran inang yang luas ini, beberapa spesies ikan tampaknya lebih rentan terhadap
Argulus daripada yang lain. Universitas Sumatera Utara
Tingginya kecerahan warna ikan tidak rentan terinfeksi daripada ikan
berwarna pudar, dengan menggunakan contoh bahwa ikan forel coklat sering lebih
mudah terinfeksi daripada ikan forel pelangi yang berwarna cerah. Gurami dan ikan
karper lebih rentan terhadap infeksi daripada ikan mas perak dan juga menemukan
pada berbagai jenis ikan hias di mana jumlah Argulus meningkat dengan
peningkatan panjang sirip ekor (Taylor dkk., 2005). Ikan-ikan yang terserang oleh Argulus sp. pada umumnya adalah ikan-ikan
labyminthisi seperti gurami dan ikan gabus di Indonesia, sedangkan di Eropa
dikenal sebagai carp-lice (kutu ikan mas), karena menyerang ikan-ikan carp
(Handajani dan Samsundari, 2005). Argulus sp. dapat menginfeksi ikan mas,
gurami, nila, patin dan lele dengan tingkat intensitas tertinggi pada ikan mas
dilanjut ikan gurami, nila, patin dan lele. Distribusi organ target inang yang paling
tinggi atau yang paling dominan yaitu pada organ sirip yang terdiri dari sirip anal,
caudal dan dorsal (Nurlaela, 2013).
Ektoparasit Argulus sp. menyerang ikan maskoki dengan menghisap darah,
sehingga menyebabkan ikan stress, dan terjadi perubahan tingkah laku pada ikan
maskoki tersebut. Perubahan tingkah laku pada ikan antara lain berenang pasif dan
selera makan menjadi turun. Hal ini terjadi karena infestasi Argulus sp. yang
menyerang ikan maskoki menimbulkan bekas luka akibat alat penghisap dari
Argulus sp. yang kemudian akan timbul ulcer, dalam jangka waktu yang agak lama
akan terjadi pendarahan dan kerusakan jaringan pada bagian luar dari kulit ikan
yang terserang Argulus sp. tersebut, kemudian terjadi inflamasi
(Kismiyati
dkk., 2009).
Universitas Sumatera Utara
Argulus menyerang ikan dengan menancapkan alat penusuknya ke dalam
tubuh ikan dan menghisap cairan tubuh. Ikan yang diserang parasit ini
menunjukkan gejala-gejala berikutnya: bobot badan menurun karena sebagian
cairan tubuh dan sel-sel dihisap dan menimbulkan iritasi pada tubuh ikan. Infeksi
kedua akibat Argulus oleh jamur dan bakteri yang menurunkan nilai keuntungan
akibat dari parasit ikan dan ikan mas (Nurfatimah, 2001).
Serangan ektoparasit pada ikan akan menurun sejalan dengan bertambahnya
umur dan ukuran ikan. Semakin besar ukuran ikan maka sistem ketahanan tubuh
ikan akan semakin baik. Kondisi ketahanan tubuh ikan yang berukuran benih masih
lemah dan sangat rentan terhadap perubahan lingkungan sehingga lebih mudah
terserang parasit.
Intensitas dan prevelensi ektoparasit yang tinggi juga
dipengaruhi oleh kepadatan ikan yang tinggi pada kolam pemeliharaan. Kepadatan
yang tinggi dapat menyebabkan ikan menjadi stres. Pada kolam dengan kepadatan
ikan yang tinggi, ikan akan saling bergesekan satu dengan lainnya, sehingga akan
terjadi penularan ektoparasit dengan cepat (Rustikawati dkk., 2004).
Penyakit Bakterial Pada Ikan Gurami
Penyakit bakteri adalah salah satu penyakit yang paling umum dalam
akuakultur dengan dampak yang cukup signifikan. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa tingkat patogenitas suatu bakteri salah satunya ditentukan
oleh aktivitas kuorum sensing bakteri. Kuorum sensing bakteri merupakan suatu
proses komunikasi yang dilakukan oleh bakteri dengan bakteri lainnya baik yang
sejenis maupun berlainan jenis berupa pelepasan dan penangkapan molekul sinyal
menuju dan dari lingkungan sekitar bakteri tersebut (Wiyoto dan Ekasari, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Organisme patogen dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu
patogen asli (true patoge) dan patogen potensial (opportunistic patoge). Patogen
asli adalah organisme patogen yang selalu menimbulkan penyakit khas apabila ada
kontak dengan ikan. Patogen potensial adalah organisme patogen yang dalam
keadaan normal hidup damai dengan ikan, akan tetapi jika kondisi lingkungan
menunjang akan segera menjadi patogen yang membahayakan ikan (penyebab
suatu penyakit) seperti bakteri Vibrio sp. yang menyerang ikan kerapu
(Handajani dan Samsundari, 2005).
Bakteri patogen oportunis pada dasarnya bersifat saprofitik sehingga
memungkinkan di isolasi dan ditumbuhkan pada media buatan untuk keperluan
identifikasi ciri karakteristiknya. Ada sejumlah kecil bakteri yang bersifat patogen,
walaupun mampu bertahan hidup sementara waktu di air tetapi tidak dapat tumbuh
di luar sel inangnya, misalnya Renibacterium salmoninarum (Irianto, 2005).
Beberapa penyakit bakterial yang menginfeksi ikan adalah Aeromonas sp.
Pseudomonas sp. Staphylococcis sp. dan Streptococcus sp. Bahkan pada tahun
1980, wabah penyakit yang disebabkan Aeromonas hydrophila menyebabkan
kematian 82.288 ikan di Jawa Barat. Tak hanya itu, pada 2005, sebanyak 47 ton
ikan gurami dan 2,1 juta ekor benih gurami yang siap dipasarkan mati disebabkan
penyakit serupa di Lubuk Pandan, Sumatera Barat (KKP, 2009).
Berdasarkan penelitian Minaka, dkk (2012), Gejala klinis ikan gurami yang
terserang penyakit bakteri adalah memiliki luka kemerahan pada bagian tubuh dan
sirip serta terdapatnya luka yang berwarna coklat-kuning.
Agensia penyebab
penyakit pada ikan gurami tersebut adalah Aeromonas hydrophila, Staphylococcus
saprophyticus, Aeromonas caviae dan Flavobacterium sp.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa bakteri yang biasa menyerang ikan gurami maupun ikan air tawar
lainnya yaitu sebagai berikut : Aeromonas sp. Pseudomonas. Flavobacterium
columnare. Mycobacterium spp.
Streptococcus sp. Corynebacterium sp. dan
Micrococcus sp.
a. Aeromonas sp.
Bakteri Aeromonas sp. termasuk dalam famili Pseudomonadaceae yang
terdiri dari 3 spesies utama yaitu Aeromonas punctata, Aeromonas hydrophila, dan
Aeromonas liquiefacius yang bersifat patogen. Bakteri Aeromonas umumnya hidup
di air tawar yang mengandung bahan organik tinggi. Ciri utama bakteri Aeromonas
adalah bentuknya seperti batang, ukurannya 1-4 x 0,4-1 mikron, bersifat gram
negatif, fakultatif aerobik (dapat hidup dengan atau tanpa oksigen), tidak berspora,
bersifat motil (bergerak aktif) karena mempunyai 1 flagel (monotrichous flagella)
yang keluar dari salah satu kutubnya, senang hidup di lingkungan bersuhu 15-30oC
dan pH antara 5,5-9 (Kordi, 2004).
Bakteri Aeromonas sp dapat langsung menyerang berbagai jenis ikan air
tawar, seperti ikan mas (Cyprinus carpio) , ikan lele (Ictalurus punctatus), ikan
gurami (Osphronemus gouramy Lac.), dan ikan nila (Oreochromis niloticus). Ikan
yang terserang dapat dilihat dari tanda-tanda klinis seperti pembusukan pada
bagian sirip, terdapatnya hemoragik pada insang dan pembengkakan pada organ
internal (ginjal) (Tantu dkk., 2013)
b. Pseudomonas fluorescens
Bakteri Pseudomonas fluorescens merupakan bakteri berbentuk batang
pendek, motil dengan flagella polar dan bersifat gram negatif. Pseudomonas
fluorescens menyerang ikan air tawar dan merupakan patogen oportunistik. Secara
Universitas Sumatera Utara
umum infeksi bakteri ini hampir sama dengan Aeromonas hydrophila antara lain
yaitu terjadinya hemoragik septikema, hemoragik pada insang, ekor, dan borok
pada kulit (Irianto, 2005).
c. Flavobacterium columnare
Flavobacterium sp. merupakan bakteri berbentuk batang, bersifat gram
negatif. Secara umum diketahui, menjadi penyebab penyakit pada ikan-ikan
ornamental seperti granuloma atau penonjolan mata pada ikan molly (Mollienesia
sphaenops). Ikan yang terinfeksi menjadi kurus dan pucat, terjadi nodul-nodul putif
multifokal pada organ-organ dalam, retina, khoroid, dan otak. Nodul-nodul tersebut
dapat bersifat keras seperti kista atau seperti butiran mineral
(Irianto, 2005).
Bakteri Flavobacterium columnare memiliki gejala klinis yang menandai ikan
terkena bekteri ini adalah ikan lemas, nafsu makan berkurang, serta pada ikan yang
berukuran kecil dapat menyebabkan sirip/insang akan rontok (Sutanto, 2013).
d. Mycobacterium spp.
Mycobacterium merupakan bakteri berbentuk batang, bersifat acid fast dan
gram positif. Sejumlah spesies Mycobacterium merupakan patogen pada hampir
semua jenis ikan baik ikan air tawar maupun ikan air laut, spesies tersebut terutama
adalah Mycobacterium marinum, Mycobacterium chelonei dan Mycobacterium
fortuitum. Tingkat infeksi dalam suatu populasi dapat bervariasi dari 10% hingga
100%.
Penyakit
yang
ditimbulkan
Mycobacterium
dikenal
sebagai
Mycobacteriosis. Tanda-tanda klinis Mycobacteriosis sangat bervariasi, umumnya
yaitu anoreksia, emasiasi, deformitas tulang belakang, peradangan kulit,
eksoptalmia, dan kehilangan warna normal. Akibat infeksi Mycobacterium dapat
Universitas Sumatera Utara
juga terbentuk luka atau borok terbuka, ikan tidak nafsu makan, bergerak lamban,
kerusakan sirip dan ekor, serta lepasnya sisik-sisik (Irianto, 2005).
e. Streptococcus sp.
Penyakit pendarahan pada mata disebabkan oleh bakteri jenis Streptococcus
sp. sehingga penyakitnya disebut streptococcis. Bakteri ini tergolong bakteri gram
positif. Ikan yang terserang bakteri ini menampakkan gejala-gejala: ikan menjadi
lemah, berenang tidak teratur, dan kadang-kadang terjadi.
f. Corynebacterium sp.
Penyebab penyakit ginjal pada ikan atau biasa disebut Bacterial Kidney
Disease
disebabkan
oleh
bakteri
Corynebacterium
sp.
(Kordi,
2004).
Corynebacterium sp. juga ditemukan pada organ kulit, hati, ginjal dan usus ikan
serta air akuarium (Suhendi, 2009). Menurut Baya, dkk (1992), menemukan bahwa
C. aquaticum adalah bakteri oportunistik yang bersifat patogenik pada ikan.
Bakteri tersebut ditemukan pada isolasi organ ginjal ikan yang terinfeksi
ektoparasit Argulus sp. dan sampel air.
g. Micrococcus sp.
salah satu bakteri penyebab penyakit cacar pada ikan gurami adalah
micrococcus sp, dengan gejala ikan terlihat lemah, nafsu makan hilang, kulit
kelihatan melepuh yang selanjutnya menjadi borok (Kordi, 2004). Bakteri
Micrococcus luteus biasanya dapat menyebabkan peradangan maupun infeksi yang
kronis pada ikan-ikan dewasa maupun ikan-ikan stadia larva. Efek dari patogenitas
M. luteus yang menyebabkan pendaharan pada organ tubuh bagian tertentu seperti
pada hati, limfa, dan ginjal ikan (Austin dan Austin, 1999).
Universitas Sumatera Utara
Isolasi bakteri
Ada berbagai cara mengisolasi mikroba. Isolasi harus memperhatikan
beberapa hal penting: (1) sifat spesies mikroba yang akan di isolasi, (2) tempat
hidup atau asal mikroba, (3) medium untuk pertumbuhan yang sesuai, (4) cara
menanam mikroba tersebut, (5) cara inkubasi mikroba, (6) cara menguji bahwa
mikroba yang di isolasi telah berupa biakan murni dan sesuai dengan yang
dimaksud, dan (7) cara memelihara agar mikroba yang telah di isolasi tetap
merupakan biakan murni (Waluyo, 2010).
Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai
jenis. Untuk mempelajari sifat-sifat perturnbuhan, morfologi dan sifat fisiologi
mikroba, maka masing-masing mikroba tersebut harus dipisahkan satu dengan
yang lainnya, sehingga terbentuk kultur mumi, yaitu suatu biakan yang terdiri dari
sel-sel satu spesies atau satu galur mikroba. Untuk mendapatkan isolat bakteri dari
suatu bahan yang mengandung campuran mikroba dapat dilakukan isolasi dengan
beberapa metode, tergantung dari jenis mikroorganismenya (Fardiaz, 1989)
Mikroorganisme yang akan diisolasi dapat berupa biakan murni atau
populasi campuran. Bila biakan yang akan diidentifikasi ini tercemar, perlu
dilakukan pemurnian terlebih dahulu. Pemurnian dilakukan dengan cara
menggores suspensi mikroba yang akan diisolasi pada agar lempengan. Setelah
diperoleh koloni terpisah, dibuat pewarnaan gram dari berbagai koloni untuk
melihat kemurnian biakan (Lay, 1994)
Isolasi metode tuang dilakukan menggunakan media cair sebagai medium
pengenceran mikroba. Dasar melakukan pengenceran adalah penurunan jumlah
mikroorganisme, sehingga pada pengenceran terakhir akan didapatkan jumlah sel
Universitas Sumatera Utara
yang semakin sedikit di dalam media. Oleh karena itu, dengan cara agar tuang akan
diperoleh lempengan jumlah bakteri yang optimum untuk isolasi (Lay, 1994).
Penyakit infeksi bakterial pada ikan memiliki waktu inkubasi tingkat
mortalitas dan tanda-tanda klinis bervariasi. Sebagian besar bakteri patogen ikan
yang sudah diketahui, dapat ditumbuhkan pada medium buatan di luar tubuh inang.
Hal utama yang harus disediakan yaitu media sintetis untuk pertumbuhan bakteri.
Memang tidak ada satu teknik yang dapat digunakan secara umum untuk
mengisolasi bakteri patogenik ikan, tetapi media pertumbuhan dasar yang biasa
digunakan untuk bakteri perairan atau yang diisolasi dari hewan perairan tawar
yaitu media Trypticase Soya Agar atau Tryptone Soya Agar (TSA) dan Brain Heart
Infusion Agar (BHIA) dan untuk bakteri perairan laut yaitu marine agar, TSA yang
ditambah NaCl hingga 2%, BHIA atau variasi lainnya (Irianto, 2005).
Berdasarkan penelitian Minaka, dkk (2012), setelah melakukan isolasi dari
ikan gurami yang sakit kemudian di pilih berdasarkan kriteria bentuk, warna dan
ukuran koloni seragam yang tumbuh pada media NA dan GSP. Hasil isolasi yang
terpilih kemudian di murnikan terlebih dahulu sebanyak 3-5 kali hingga
mempunyai warna, bentuk serta ukuran koloni yang seragam. Isolat terpilih
kemudian di uji biokimia dan hasilnya dicocokkan dengan buku “Bergey`s Manual
of Determinative Bacteriology” oleh Holt, dkk (1994) dan “Bacteria from Fish and
Other Aquatic Animals” Oleh N.B. Buller (2004).
Uji karakterisasi lain yang dapat digunakan untuk identifikasi bakteri adalah
uji fisiologi. Uji fisiologi yang dapat dilakukan diantaranya uji hidrolisis pati, uji
hidrolisis lemak, uji hidrolisis protein, uji fermentasi karbohidrat (laktosa,
dekstrosa, dan sukrosa), uji fermentasi gula dan H2S, uji indole, uji methyl red, uji
Universitas Sumatera Utara
Download