Latar Belakang 4 Untuk mampu berproduksi sesuai dengan potensi genetiknya, ternak unggul hasil pemuliaan dan bioteknologi memerlukan pakan berkualitas baik. Limbah serat merupakan sumberdaya yang tersedia dalam jumlah besar dan murah di daerah tropis. Untuk menekan biaya ransum, manfaat limbah serat sebagai pakan utama ternak ruminansia perlu terus ditingkatkan. Selarna ini limbah serat dikenal sebagai pakan berkualitas rendah. Karakteristik utama kelompok pakan tersebut adalah tinggi kadar serat (fiber), sehingga memiliki nilai kecernaan yang rendah. Dengan demikian untuk penggunaannya sebagai pakan dalam jumlah besar, memerlukan sentuhan teknologi. Upaya-upaya yang telah dilakukan selama ini masih terpusat pada teknikteknik pengolahan pakan, misalnya pengolahan secara fisik, kimia dan biologis, untuk meningkatkan kecernaan bahan tersebut di dalam rumen. Berbagai teknologi pengolahan pakan, misalnya perlakuan amoniasi dengan urea, perlakuan alkali dan fermentasi mikologis telah berhasil meningkatkan fermentabilitas pakan serat di dalam rumen. Tetapi berbagai teknologi pengolahan tersebut masih memerlukan kajian lebih lanjut untuk dapat diaplikasikan secara komersial. Teknologi tersebut harus segera dipadukan dengan usaha memacu fermentasi dalam rumen. Untuk memaksimumkan pasokan nutrien kepada ternak, keberhasilan meningkatkan fermentabilitas pakan di dalam rumen harus diikuti dengan upaya penyediaan semua prekursor untuk sintesis biomassa mikroba rumen. Biomassa mikroba rumen telah diketahui merupakan sumber protein berkualitas bagi ternak induk semang. Keterbatasan pasokan salah satu nutrien akan menurunkan laju pertumbuhan mikroba. Laju sintesis protein mikroba rumen sangat ditentukan oleh keterse- diaan energi (dalam bentuk ATP). Pada ternak ruminansia kecernaan pakan serat sangat ditentukan d e h populasi mikroba rumen. Proses perombakan pakan serat pada dasarnya adalah kerja enzimenzim yang diproduksi oleh mikroba rumen. Keberhasilan usaha peningka- tan populasi mikroba rumen akan meningkatkan konsentrasi enzim-enzim tersebut, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kecernaan pakan. Bagi ternak induk semang, peningkatan populasi mikroba rumen tersebut selain akan meningkatkan kecerriaan pakan, juga akan meningkatkan pasokan protein asal mikroba rumen yang telah diketahui berkualitas tinggi. Peningkatan populasi mikroba rumen pencerna serat dapat didekati dari segi ekologi dan dari segi kecukupan pasokan nutrien (prekursor) untuk pertumbuhan mikroba tersebut. Pada ransum dengan bahan utama pakan serat berkualitas rendah, kehadiran protozoa di dalam rumen kurang menguntungkan, karena cenderung menekan perkembangan populasi bakteri rumen. Pada kondisi ini hubungan yang positif dalam interrelasi antara bakteri-protozoa tidak menonjol, bahkan kehadiran protozoa akan banyak memboroskan energi untuk pemenuhan kebutuhan hidup pokoknya. Teknologi defaunasi yang dapat mengendalikan populasi protozoa pada situasi seperti tersebut di atas diharapkan akan memberikan kondisi ekologi yang kondusif bag i pertumbuhan bakteri rumen. Beberapa penel itian telah memperlihatkan indikasi I bahwa defaunasi dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri rumen. Meskipun demikian ada beberapa ha1 yang perlu diperhatikan pada pelaksanaan defaunasi, misalnya kecukupan pasokan nitrogen dan kerangka karbon bercabang di dalam rumen. Protozoa mempunyai andil yang berarti pada daur ulang nitrogen (nitrogen recycling) dan penyediaan kerangka karbon bercabang di dalam rumen. Pakan serat sangat rendah kandungan nitrogennya, sehingga penggunaannya dalam jumlah besar dalam ransum perlu disertai dengan penambahan sumber nitrogen untuk mendukung pertumbuhan mikroba rumen. Sumber nitrogen yang murah dan dapat digunakan adalah nitrogen bukan protein (Non-Protein Nitrogen = NPN). Mikroba rumen telah terbukti dapat menggunakan amonia asal urea (atau sumber NPN-lainnya) dengan sangat baik. Sekitar 80%dari jenis mikroba rumen diketahui dapat menggunakan amonia sebagai sumber nitrogen tunggal (Bryant dan Robinson, 1963). Penggunaan ransum yang mengandung NPN dalarn jumlah besar, akan lebih berhasil apabila disertai dengan suplementasi asam lemak rantai cabang (Branched Chain Fatty Acids = BCFA). Asam-asam lemak tersebut sangat diperlukan terutama untuk pertumbuhan kelompok bakteri selulolitik. Asam-asam lemak rantai cabang dalam rumen berasal dari hasil fermentasi protein pakan dan dari protein bakteri yang mengalami lisis dalam rumen. Dengan dernikian apabila ransum rendah kadar proteinnya, tentu saja jumlah asam lemak rantai cabang di dalam rumen akan sangat terbatas. Keterbatasan asam lemak rantai cabang akan semakin kritis apabila kondisi tersebut disertai dengan penerapan defaunasi dalam rumen. Defaunasi menyebabkan aliran protein bakteri ke organ pascarumen meningkat dan bakteri yang mengalami lisis oleh protozoa cenderung berkurang. Karena itu penerapan defaunasi selayaknya juga memperhatikan aspek kecukupan pasokan kerangka karbon bercabang. Pada ransum yang mengandung NPN dalam jumlah besar, selain suplementasi kerangka karbon bercabang, perlu pula diikuti dengan suplementasi mineral sulfur (S). Tanpa suplementasi, maka mineral sulfur akan menjadi faktor pembatas pertumbuhan mikroba rumen. Mineral tersebut sangat diperlukan untuk sintesis de novo asam-asam amino mengandung sulfur (Sulphur Containing Amino Acids = SCAA). Mikroba rumen telah dibuktikan dapat memanfaatkan sulfur anorganik dengan amat baik. Sulfur terinkorporasi ke dalam asam amino sistein dalam bentuk sulfida (sulfur tereduksi). Mikroba rumen, terutama fungi sangat responsif terhadap penambahan sulfur dalam ransum. Akhir-akhir ini telah diketahui bahwa fungi rumen ternyata memiliki peranan sangat berarti pada pencernaan pakan serat. Karkna itu suplementasi sulfur dapat diharapkan berdampak positip terhadap kecernaan ransum yang banyak mengandung pakan serat. Pada ternak ruminansia sebagian energi pakan ada yang terbuang dalam bentuk produksi gas metan (CHJ. Gas metan terbentuk dari reaksi antara gas CO, dan gas H,. Proses tersebut terjadi untuk menyalurkan akumulasi hidrogen di dalam rumen, sehingga potensial redoks dalam rumen tetap dapat dipertahankan pada kisaran yang ideal. Potensial redoks dalam rumen sekitar -250 sampai - 450 mV, yang mencerminkan kondisi tanpa oksigen dan daya reduksi tinggi (Van Soest, 1982). Pemborosan energi pakan yang muncul dalam bentuk produksi gas metan ternyata cukup b a r , umumnya berkisar 12.4 % . Akhir-akhir ini muncul isu pemanasan global (global warming), yang menganggap bahwa emisi gas metan merupakan salah satu faktor penyebab yang perlu segera dikendalikan. Dengan demikian perlu segera diupayakan metode manipulasi proses nutrisi yang mengarah kepada penurunan produksi gas metan di dalam rumen. Hal tersebut dapat dicapai misalnya dengan mengarahkan fermentasi menuju sintesis asam propionat, atau dengan mengalihkan akumulasi hidrogen dalam rumen. I Pemberian asam lemak tidak jenuh (polyunsaturated fatty acids = PUFA) ke dalam ransum diharapkan dapat mengalihkan penggunaan gas hidrogen untuk menjenuhi asam lemak tak jenuh (biohidrogenasi). Dengan demikian produksi gas metan diharapkan dapat ditekan. Optimasi bioproses di dalam rumen, menuntut penciptaan kondisi ekologi sistem fermentasi yang mendukung dan kecukupan pasokan nutrien untuk pertumbuhan mikroba rumen secara bersamaan. Pendekatan menyeluruh untuk optimasi bioproses yang melibatkan secara bersamaan teknologi defaunasi (segi ekologi), suplementasi sulfur, kerangka karbon bercabang serta penggunaan asam lemak tidak jenuh perlu dikaji rnanfaatnya. Optimasi bioproses di dalarn rumen diharapkan dapat memhcu fermentasi dan pertumbuhan mikroba rumen, sehingga dapat meningkatkan produksi ternak ruminansia. Tujuan Penelitian Berdasarkan pemikiran di atas, rangkaian percobaan dalam penelitian ini ditujukan untuk memadukan teknologi defaunasi, suplementasi sulfur, asam lemak tidak jenuh dan asam amino rantai cabang, sebagai upaya optimasi bioproses pakan serat di -cialam rumen. Dengan pendekatan bioproses tersebut diharapkan porsi pakan serat di dalam ransum dapat lebih dominan. Pertumbuhan mikroba rumen, kecernaan zat-zat makanan dan pertumbuhan ternak merupakan tolok ukur utama keberhasilan pendekatan bioproses yang dilakukan. Kegunaan Penelitian Hasil penel itian, di samping untuk pengembangan ilmu pengetahuan, juga diharapkan membuka jalan untuk lebih efektif memanfaatkan limbah serat sebagai pakan utama ternak ruminansia. Pemanfaatan limbah serat sebagai pakan ternak , akan memberikan nilai tambah yang berarti pada sumberdaya limbah serat tersebut. Penggunaan limbah serat tersebut, selain menunjang pembangunan peternakan, juga akan menjadi alternatif menarik dalam mencegah pencemaran lingkungan yang semakin serius. Pengolahan limbah serat dalam sekala besar dapat melahirkan cabang usaha baru dalam agroindustri, sehingga dapat menciptakan lapangan kerja baru. Pemanfaatan sumberdaya dengan efisien akan meningkatkan keunggulan kompetitif agribisnis memasuki era globalisasi.