BAB II KONSEP, KONSEPSI, DAN PERUBAHAN KONSEPTUAL A. Konsep dan Konsepsi 1. Konsep Belum ada definisi tentang konsep yang diterima atau disepakati oleh para ahli, biasanya konsep disamakan dengan ide (Herron et al., 1977). Definisidefinisi yang ada di dalam kamus seperti ” sesuatu yang diterima dalam pikiran” atau ”suatu ide yang umum dan abstrak” terlalu luas untuk digunakan (Dahar, 1989). Markle dan Tieman (Herron et al., 1977) mendefinisikan konsep sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh ada. Mungkin tidak ada satupun definisi yang dapat mengungkapkan arti dari konsep. Walaupun kita dapat memberikan suatu definisi dari suatu konsep misalnya unsur, kecepatan reaksi; suatu definisi tidak mengungkapkan semua hubungan-hubungan antara konsep tersebut dengan konsep-konsep yang lain. Untuk itu diperlukan suatu analisis konsep yang memungkinkan kita dapat mendefinisikan konsep, sekaligus menguhubungkan dengan konsep-konsep lain yang berhubungan. Analisis konsep merupakan suatu prosedur yang dikembangkan untuk menolong guru dalam merencanakan urutan-urutan pengajaran bagi pencapaian konsep. Prosedur ini telah digunakan secara luas oleh Markle dan Tiemann, serta Klausemer dkk. Analisis konsep dilakukan melalui tujuh langkah, yaitu menentukan nama atau label konsep, definisi konsep, jenis konsep, atribut kritis, atribut variabel, posisi konsep, contoh dan non contoh (Herron et al., 1977). 11 Tabel 3.1 Analisis Konsep Atom menurut Teori Atom Bohr LABEL KONSEP Atom Elektron Proton Netron DEFINISI KONSEP JENIS KONSEP - Atom merupakan partikel terkecil dari unsur, mengandung proton, netron, dan elektron Konsep abstrak Elektron merupakan partikel di dalam atom yang bemuatan negatif, bergerak mengelilingi inti atom dalam lintasan stasioner, dapat pindah ke lintasan lain dengan menyerap atau melepas energi Konsep abstrak Proton merupakan partikel dalam atom, bermuatan positif, terdapat dalam inti atom - Konsep abstrak Netron merupakan partikel dalam atom, tidak Konsep bermuatan, terdapat di abstrak inti atom - ATRIBUT Kritis Variabel Atom Bagian terkecil dari unsur - jenis atom proton netron elektron Elektron Partikel dalam atom bermuatan negatif Jumlahnya mengelilingi inti bergantung pada atom jumlah proton lintasan stasioner dapat pindah ke kulit yang lain proton Jumlahnya partikel dalam bergantung atom pada nomor bermuatan positif atom inti atom netron Jumlahnya partikel dalam bergantung atom pada nomor tidak bermuatan atom dan nomor di inti atom massa POSISI KONSEP Superordinat Koordinat Subordinat Partikelpartikel dasar - molekul - ion - proton netron elektron CONTOH Simbol : Atom Fe, atom H NON CONTOH Rumus kimia: H2O, NaCl atom Proton, netron - lintasan K terisi 2 elektron - atom elektron, netron - Atom 11Na mengandung 11 proton - 39 11 Na atom Proton, elektron - mengandung 11 proton dan 28 netron - 12 Tabel 3.1 Analisis Konsep Atom menurut Teori Atom Bohr (lanjutan) Inti atom Lintasan stasioner inti atom bagian dari atom, mengandung proton dan netron Lintasan stasioner merupakan lintasan yang memiliki tingkat energi tertentu, lintasan terdekat inti atom memiliki tingkat energi terrendah, makin jauh dari inti atom tingkar energinya makin tinggi Konsep abstrak - Konsep berdasarkan rinsip inti atom bagian dari atom proton dan netron lintasan stasioner Tingkat energi tertentu - jumlah proton dan netron Posisi lintasan terhadap inti atom Atom Atom Kulit atom - - - proton netron elektron - - Tingkat energi lintasan K < tingkat energi lintasan L - 13 Tabel 3.2 Analisis Konsep Atom menurut Teori Atom Mekanika Gelombang LABEL KONSEP Atom Elektron Proton DEFINISI KONSEP JENIS KONSEP Atom merupakan partikel terkecil dari unsur, Konsep mengandung proton, abstrak netron, dan elektron Elektron mempunyai sifat sebagai gelombang, kebolehjadian terbesar menemukan elektron dalam ’ruang’ di sekitar inti atom Proton merupakan partikel dalam atom, bermuatan positif, terdapat di inti atom Konsep abstrak ATRIBUT Kritis - Konsep abstrak Netron Netron merupakan partikel dalam atom, tidak Konsep bermuatan, terdapat di abstrak inti atom Inti atom inti atom bagian dari atom, Konsep yang mengandung proton abstrak dan netron - Variabel Atom Bagian terkecil dari unsur - jenis atom proton netron elektron Elektron Bersifat gelombang orbital Superordinat Partikelpartikel dasar - molekul - ion - proton netron elektron CONTOH Simbol : Atom Fe, atom H NON CONTOH Rumus kimia: H2O, NaCl Jumlahnya bergantung pada atom jumlah proton Proton, netron - - - Jumlahnya bergantung pada nomor atom elektron, netron - Atom 11Na mengandung 11 proton - - proton partikel dalam atom bermuatan positif inti atom netron partikel dalam atom tidak bermuatan di inti atom Jumlahnya bergantung atom pada nomor atom dan nomor massa - inti atom bagian dari atom proton dan netron - jumlah proton dan netron - POSISI KONSEP Koordinat Subordinat atom Atom 39 11 Na Proton, elektron orbital - - proton netron elektron mengandung 11 proton dan 28 netron - - - 14 Tabel 3.2 Analisis Analisis Konsep Atom menurut Teori Atom Mekanika Gelombang (lanjutan) LABEL KONSEP Orbital Bilangan Kuantum Bilangan kuantum utama (n) Bilangan kuantum azimut (l) DEFINISI KONSEP JENIS KONSE P ‘ruang’di sekitar inti atom yang paling boleh jadi Konsep ditempati elektron, abstrak identitasnya ditentukan oleh bilangan kuantum Bilangan kuantum menggambarkan identitas (tingkat energi/ ukuran, bentuk, dan arah orientasi ruang) orbital di sekitar inti atom (kecuali bk spin) Bilangan kuantum utama menggambarkan tingkat energi utama dan ukuran orbital, memiliki harga n = 1, 2, 3 dst. Bilangan kuantum azimut menggambarkan subtingkat energi dan bentuk orbital, memiliki haga l = 0,…, n-1 untuk setiap harga n ATRIBUT Kritis Variabel - Orbital -‘ruang’ paling boleh jadi ditempati elektron - bilangan kuantum (utama, azimut, dan magnetik) Harga bk utama, bk azimut, dan bk magnetik Superordinat Atom POSISI KONSEP Koordinat Subordinat Inti atom - CONTOH Orbital s berbentuk bola, orbital p berbentuk balon terpilin - bk utama n = 1, l =0, - bk azimut m = 0, dan s - bk magnetik = +1/2 - bk spin NON CONTOH - Konsep - bilangan kuantum berdasark - identitas orbital an prinsip Jenis bilangan kuantum - bk utama Konsep - tingkat energi utama berdasarkan- ukuran (volume) prinsip orbital, - n = 1, 2, 3 dst. Harga n Bilangan kuantum - bk azimut - bk magnetik - bk spin - n = 1, 2, 3, dst Kulit K, L, M, dst. Harga l Bilangan kuantum - bk utama - bk magnetik - bk spin - Untuk n = 2, maka l = 0 dan 1 Untuk n = 2, maka l= 1 Konsep berdasarkan prinsip - bk azimut - subtingkat energi orbital - bentuk orbital - harga l = 0, …, n-1 Atom - Kulit K, L, M, N, dst. 15 Tabel 3.2 Analisis Analisis Konsep Atom menurut Teori Atom Mekanika Gelombang (lanjutan) LABEL KONSEP Bilangan kuantum magnetik (m) Bilangan kuantum spin (s) DEFINISI KONSEP Bilangan kuantum magnetik menggambarkan jumlah arah orientasi ruang orbital, memiliki harga m = -l, …, 0, …, +l untuk setiap harga l Bilangan kuantum spin menggambarkan arah perputaran elektron pada sumbunya, memiliki harga s= +1/2 atau -1/2 JENIS KONSEP Kritis ATRIBUT Konsep berdasarkan prinsip - bk magnetik - jumlah orientasi ruang orbital - m = -l, …, 0, …, +l - bk spin Konsep - arah perputaran berdasark elektron an prinsip - s= +1/2 atau -1/2 Variabel Superordinat Harga m Bilangan kuantum Harga s Bilangan kuantum POSISI KONSEP Koordinat Subordinat - bk utama - bk azimut - bk spin - bk utama - bk azimut - bk magnetik CONTOH NON CONTOH - Untuk l = 1, maka m = -1, 0, +1 Untuk l =1, maka m = +1 dan -1 - +1/2 atau -1/2 +1 atau -1 16 2. Konsepsi Duit dan Treagust (1995), mendefinisikan konsepsi sebagai “representasi mental idiosyncratic individu. Saptono (Finatri dkk., 2007), mendefinisikan konsepsi sebagai kemampuan memahami konsep, baik yang diperoleh melalui interaksi dengan lingkungan maupun konsep yang diperoleh dari pendidikan formal; sedangkan Berg (1991), mendefinisikan konsepsi sebagai tafsiran terhadap suatu konsep. Berbagai konsepsi sains yang dibangun dalam pikiran siswa disebut misconceptions, alternative frameworks, children’s science, dan, preconceived notions (Nakhleh, 1992). Calik dan Ayas (2005), menggunakan istilah “konsepsi alternatif” untuk menjelaskan kesulitan konseptual, sehingga definisi konsepnya berbeda atau tidak konsisten dengan definisi ilmiah yang diterima. Dalam penelitian ini konsepsi didefinisikan sebagai pandangan atau pendapat siswa tentang konsep-konsep yang berhubungan dengan struktur atom. Banyak peneliti mengungkapkan bahwa para siswa membawa konsepsi mereka ketika memasuki sekolah (Ausubel, 1968; Driver, Easley 1978). Menurut Duit dan Treagust (1995), konsepsi yang dikembangkan siswa adalah hasil dari beberapa faktor, seperti pengalaman indera mereka, dan dipengaruhi oleh pengalaman bahasa, latar belakang budaya, peer groups, media massa, dan pengajaran formal. Buku teks yang digunakan para siswa dapat menjadi sumber miskonsepsi, para guru juga dapat menjadi sumber miskonsepsi, hal ini disebabkan karena sebagian guru gagal dalam menyediakan informasi yang akurat kepada para siswa. Namun karena para guru dianggap sebagai ahli, maka kebanyakan siswa akan menganggap bahwa informasi yang disampaikan guru kepada mereka adalah benar (Nakiboglu dan Tekin, 2006). Menurut Calik dan 17 Ayas (2005), pada umumnya konsepsi alternatif bukan merupakan ide-ide yang spontan, konsepsi alternatif mungkin dihasilkan dari pengajaran, atau berasal dari analogi yang digunakan oleh guru, atau dari buku teks. Jika guru-guru memiliki konsepsi alternatif, maka mereka akan sulit mengidentifikasi dan mengoreksi konsepsi alternatif siswa mereka. Konsepsi alternatif juga kemungkinan disebabkan karena ketidaksesusaian bahasa sehari-hari dengan bahasa ilmiah (Nakhleh, 1992; Quiles-Pardo and Solaz-Portoles, 1995). Sifat dari ilmu kimia yang kompleks dan abstrak membuat pelajaran kimia menjadi sulit bagi siswa (Ben-Zvi et al., 1986; Johnstone, 1991; Nakhleh, 1992), sehingga siswa cenderung memiliki pandangan-pandangan idiosyncratic tertentu tentang fenomena dan konsep-konsep, yang mereka bawa ke dalam kelas. Seringkali, konsepsi yang dikembangkan oleh siswa cenderung berbeda dari pandangan masyarakat ilmiah (Osborne dkk, 1983). Menurut Chandrasegaran dkk. (2007), konsepsi yang unik tentang fenomena alam yang dimiliki siswa seringkali resisten terhadap pengajaran, terutama jika konsepsi tersebut mengakar dalam pengalaman, hidup mereka sehari-hari. Umumnya miskonsepsi sangat stabil, sehingga pengajaran tradisional tidak cukup untuk memperbaikinya (Hestenes 1987; Dykstra et al. 1992; McDermot dan Shaffer 1992; White 1992). Oleh karena itu perlu untuk mengidentifikasi konsepsi siswa, untuk membantu mereka mengembangkan konsepsi yang lebih diterima secara ilmiah tentang konsep-konsep sains. Miskonsepsi siswa dalam sains merupakan masalah utama yang menjadi perhatian para pendidik. Skelly dan Hall (1993) mendefinisikan miskonsepsi sebagai suatu penyajian mental suatu konsep yang tidak berhubungan dengan teori 18 ilmiah yang diterima saat ini. Mereka membagi miskonsepsi ke dalam dua kategori, yaitu: pengalaman (experiential) dan pengajaran (instructional). Miskonsepsi Experiential juga dikenal sebagai konsepsi alternatif, konsepsi intuitif, atau konsepsi asli. Dalam miskonsepsi experiential, suatu konsep sudah dipahami, sedikitnya sampai taraf tertentu, melalui pengalaman dan interaksi sehari-hari dengan fenomena yang terlibat (Nakiboglu dan Tekin, 2006) Miskonsepsi mengenai beberapa gejala kimia, pada dasarnya berbeda dengan konsep-konsep yang lain, karena keberadaan dari atom-atom dan molekulmolekul tidak secara langsung ditemui dalam realita pengalaman sehari-hari. Miskonsepsi mengenai ini merupakan fenomena yang lebih abstrak yang dihasilkan dari beberapa pengalaman pengajaran. Menurut Committee On Undergraduate Science Education, miskonsepsi dapat juga digolongkan ke dalam lima kelompok, yaitu: pendapat yang terbentuk sebelumnya, kepercayaankepercayaan yang tidak ilmiah, kesalah pahaman konseptual, miskonsepsi bahasa daerah, dan miskonsepsi faktual (Nakiboglu dan Tekin, 2006)). B. Perubahan Konseptual Istilah perubahan konseptual sering digunakan untuk menunjukkan perubahan global dalam kerangka konseptual (Chi dan Roscoe, 2002). Menurut Lappi (2007), perubahan konseptual berhubungan dengan proses untuk mengatasi perbedaan antara konsepsi commonsense dan teori ilmiah. Pandangan tentang perubahan konseptual yang terjadi pada pembelajar tidak lepas dari pandangan tentang pengetahuan pembelajar. Menurut Ozdemir dan Clark (2007), ada dua pandangan tentang pengetahuan pembelajar, yaitu pengetahuan sebagai teori (PPST) dan pengetahuan 19 sebagai elemen-elemen (PPSE). Para penganut PPST memandang pengetahuan pembelajar sebagai kerangka kesatuan yang koheren dari suatu teori (Carey, 1985; Chi, 2005; Ionnides dan Vasniadou, 2002; Wellman dan Gelman, 1992). Untuk menjelaskan suatu perubahan konseptual, para penganut PPST menyajikan analogi-analogi dengan konsep-konsep Piaget tentang asimilasi dan akomodasi, dan konsep Kuhn tentang sains normal dan revolusi ilmiah (Carey, 1985; Wiser dan Carey, 1983; Greiffenhagen dan Sherman, 2006). Para penganut PPSE memandang bahwa struktur pengetahuan dari pemula (novices) terdiri atas kumpulan elemen-elemen sederhana yang tidak terstruktur yang disebut p-prims (phenomenological primitives) (Clark, 2006; diSessa, 1993; diSessa, Gillespie, Esterly, 2004; Harrison, Grayson, Treagust, 1999; Linn, Eylon, Davis, 2004). Selama proses perubahan konseptual, terjadi revisi elemen dan interaksi antar elemen, perbaikan melalui penambahan, penghapusan, dan reorganisasi untuk memperkuat jaringan. Perubahan konseptual melibatkan suatu proses evolusiner sedikit demi sedikit (Ozdemir dan Clark, 2007). Perbedaanperbedaan antara PPST dan PPSE dapat ditinjau dari segi sifat struktural dari pengetahuan naive, konsistensi pengetahuan naive, dan pola perubahan konseptualnya. Sifat struktural dari pengetahuan naïve. Menurut PPST, pengetahuan naïve sangat terorganisir dalam bentuk teori, skema, atau frame. Dengan kata lain, menurut PPST konsepsi naïve analog dengan teori naïve. Sebaliknya, PPSE mengusulkan bahwa pengetahuan naïve adalah koleksi unsur-unsur sederhana yang quasi-independen dalam ekologi konseptual yang lebih besar yang terhubung dengan lemah ke dalam jaringan konseptual yang lebih besar tanpa 20 suatu struktur yang melingkupi. PPSE memprediksi bahwa individu secara serempak dapat memiliki ide-ide yang berlawanan. Konsistensi dan inkonsistensi. Menurut PPST, pengetahuan naïve dalam bentuk koheren memiliki kekuatan untuk menjelaskan secara konsisten menginterpretasikan pada domain yang luas. Sebaliknya dari PPSE, struktur pengetahuan pemula jauh lebih sensitif secara kontekstual. Prediksi atau penjelasan pemula konsisten untuk konteks-konteks yang terkait secara spesifik dari waktu ke waktu, tetapi konsistensi ini tidak meluas melintasi domain yang luas karena sensitivitas kontekstual dari unsur-unsur yang ada dan yang saling berhubungan. Oleh karena itu, pemula tidak akan menunjukkan konsistensi melintasi domain-domain yang luas. Pola perubahan konseptual. PPST lebih fokus pada perubahan revolusioner di mana konsep-konsep yang ada ditinggalkan dan digantikan dengan konsep-konsep yang berdasarkan norma. Menurut PPST, pemula telah mempunyai struktur teoritis yang terdefinisi dengan baik dari awal, dan untuk menambahkan unsur-unsur pengetahuan baru ke dalam struktur konseptual yang ada dan/atau memodifikasi unsur-unsur menggantikan teori awal mereka dengan pengetahuan yang ada untuk yang ilmiah. Perubahan tersebut digambarkan sebagai dramatis dan holistik, meski banyak ahli teori mengakui bahwa proses sering membutuhkan waktu dan lama. Gagasan yang penting adalah bahwa perubahan revolusioner terjadi antara pemahaman yang berbeda atau model-model yang sifatnya seperti teori. Dengan demikian, harus ada keterpaduan yang signifikan antara ide-ide pada setiap titik sepanjang proses perubahan. 21 PPSE mengusulkan suatu cara yang lebih evolusiner tanpa tahap-tahap yang terpisah. Belajar melibatkan pertambahan dan penghapusan yang berangsurangsur dan sedikit demi sedikit, penambahan-penambahan, dan organisasi kepingan pengetahuan berkenaan dengan unsur dimana gagasan-gagasan berlawanan yang multipel dapat eksis pada waktu yang sama dalam suatu ekologi konseptual siswa. PPSE menyatakan bahwa proses pembentukan pengetahuan dimulai dengan unsur-unsur pengetahuan kecil yang quasi-independen yang disambungkan pada pembentukan struktur konseptual yang lebih rumit, dengan menambahkan unsur-unsur pengetahuan baru, mereorganisasi koneksi-koneksi, dan/atau memodifikasi unsur-unsur pengetahuan sederhana yang ada melalui proses yang evolusiner. 1. Sumber-sumber Pengetahuan dan Poin Integrasinya Pengetahuan yang dimiliki seseorang berasal dari dua sumber, yaitu pengetahuan yang diperoleh seseorang dari interaksi dengan lingkungannya dan pengetahuan yang diperoleh dari pengajaran formal. Pengetahuan yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungannya disebut pengetahuan intuitif, pengetahuan dasar, atau pengetahuan naif (Driver, 1989; Osborne dan Freyberg, 1985), disebut juga phenomenological primitives atau p-prims (diSsesa, 1993) . Pengetahuan ini adalah pemahaman seseorang dalam menjelaskan lingkungan yang diamati, yang dipengaruhi dan dimanipulasi oleh interaksinya dengan orang tua, kelompok, televisi, bahasa, budaya, dan pengaruh lain. Sumber pengetahuan yang lain adalah pengajaran formal atau pengetahuan formal, yang sifatnya otoritas. Pengetahuan ini merupakan interpretasi orang lain tentang dunia, keberadaannya karena adanya tumpang tindih substansial antar pemahaman sekelompok individu itu. Menurut 22 Vigotsky (West dan Pines, 1985), pembelajaran konseptual adalah integrasi dari dua sumber pengetahuan tersebut. Ketika siswa mempelajari suatu pengetahuan sekolah dapat dibayangkan ada dua sumber pengetahuan dari arah yang saling mendekati, maka ketika terjadi integrasi, ada 4 situasi berbeda yang muncul, yaitu situasi yang tidak terstruktur, situasi kongruen, situasi konflik, dan situasi pengetahuan simbolik. Situasi tidak terstruktur terjadi apabila semua pengetahuan siswa berdasarkan pada pengetahuan intuitif, atau hanya ada sedikit pengetahuan formal. Jika situasi ini terjadi maka tidak terjadi integrasi dengan pengetahuan sekolah formal. Situasi pengetahuan simbolik terjadi apabila hanya ada pengetahuan formal, atau hanya sedikit sekali pengetahuan intuitif yang bisa diintegrasikan dengan pengetahuan, Jika situasi ini terjadi, maka penurunan pengetahuan sekolah mudah berkembang dengan pesat, dan peningkatan jalinan berbagai cabang pengetahuan formal semakin luas dan kuat. Proses ini disebut pengembangan konseptual. Situasi kongruen terjadi apabila pengetahuan siswa tidak bertentangan dengan pengetahuan formal, atau ada pertentangan, tetapi hanya dalam potongan pengetahuan yang kecil, misalnya perbedaan makna kata “kerja” dalam fisika dan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam situasi ini, pengetahuan pembelajar dapat diintegrasikan dengan pengetahuan sekolah tanpa perlu meninggalkan pengetahuan yang lama, sehingga terjadi perluasan dan integrasi pengetahuan kedalam perspektif yang lebih besar, karena pengetahuan sekolah menguatkan ide-ide yang ada. Proses ini disebut resolusi konseptual. Situasi konflik terjadi apabila terjadi pertentangan antara pengetahuan siswa dengan pengetahuan formal yang dipelajari, sehingga siswa harus meninggalkan pengetahuan yang telah ada 23 sekian lama. Proses ini disebut perubahan konseptual, yaitu proses peninggalan suatu komitmen pada satu rangkaian pemahaman konseptual dengan mengadopsi rangkaian lain yang tidak disatukan kembali. 2. Komponen-komponen Perubahan Konseptual Proses perubahan konseptual melibatkan pemahaman konseptual, yaitu membuat pengertiannya sendiri tentang pengetahuan, hal ini melibatkan siswa dalam mengkonstruksi pemahamannya (Wittrock, 1985). Menurut Vigotsky (West dan Pines, 1985), belajar dipandang sebagai proses dimana pembelajar membuat makna tentang inputnya sendiri, yang selalu melibatkan interaksi antara pemahaman siswa tentang dunia (pengetahuan intuitif) dan input pengetahuan Belajar juga merupakan suatu upaya yang rasional, dimana seseorang harus mempunyai keinginan untuk mengubah fikirannya, sehingga tugas pembelajar terutama adalah menghubungkan apa yang telah ditemui dengan ide-ide yang ada. Ada dua komponen utama agar terjadi perubahan konseptual, yaitu: ekologi konseptual seseorang yang menyediakan konteks dimana perubahan konseptual terjadi, dan kondisi yang diperlukan untuk perubahan konseptual (Strike dan Posner, 1985; Hewson dkk., 1983). Ekologi konseptual atau sumber-sumber kognitif yang ada pada individu akan mempengaruhi pemilihan konsepsi yang baru. Menuruty Strike dan Posner (1985) jenis-jenis sumber yang sangat penting dalam menentukan arah suatu perubahan konseptual adalah sebagai berikut: (1) anomali-anomali: karakter kegagalan-kegagalan spesifik dari ide yang ada merupakan bagian penting dari ekologi yang memilih penggantinya; (2) analogi-analogi dan metafora-metafora: dapat membantu untuk menyarankan ide-ide baru dan untuk membuat mereka 24 dapat dipahami; (3) contoh-contoh dan gambaran-gambaran; (4) pengalaman masa lalu: konsepsi yang kontradiksi dengan pengalaman masa lalu tidak mungkin diterima; (5) komitmen-komitmen epistemologis: penjelasan ideal, pandangan umum tentang karakter pengetahuan; (6) kepercayaan-kepercayaan dan konsepkonsep metafisis; (7) pengetahuan lain: pengetahuan dalam bidang lain, ide-ide baru harus sesuai dengan hal-hal lain yang dipercaya orang adalah benar, persaingan konsepsi-konsepsi: suatu kondisi untuk menyeleksi konsepsi baru adalah jika konsepsi baru lebih menjanjikan dibanding pesaing-pesaingnya. Menurut Posner dkk. (1982), perubahan konseptual dapat terjadi apabila didukung oleh ketidak puasan dengan konsepsi-konsepsi yang ada (dissatisfaction), konsepsi baru harus jelas dan mudah dipahami (intelligibility), konsepsi yang baru harus dapat memecahkan masalah yang ada, atau masuk akal (plausibility), dan konsepsi yang baru harus bermanfaat (fruitfulness). a. Dissatisfaction Secara umum, konsepsi baru tidak mungkin menggantikan konsepsi yang lama, kecuali jika konsepsi lama menemui berbagai kesulitan serius dan dan konsepsi yang baru dapat dipahami dan merupakan konsepsi yang masuk akal sehingga dapat memecahkan berbagai kesulitan. Seseorang harus memandang konsepsi yang ada dengan beberapa ketidak puasan sebelum ia mempertimbangkan yang baru. Ketidakpuasan akan dihasilkan seseorang yang mengalami satu atau lebih kondisi berikut: suatu konsepsi yang tidak mampu menginterpretasikan pengalaman yang diasumsikan bisa diinterpretasikan (menghasilkan satu keganjilan); suatu konsepsi yang nampak sudah tidak lagi diperlukan dalam menginterpretasikan pengalaman sebelumnya atau konsepsi 25 yang mengurangi pentingnya pengalaman; suatu konsepsi yang tidak mampu memecahkan beberapa masalah yang seharusnya bisa dipecahkan; suatu konsepsi yang melanggar epistemologis atau standar metafisis; suatu konsepsi yang tidak konsisten dengan pengetahuan dalam bidang lain b. Intelligibility Agar dapat mempertimbangkan suatu konsepsi baru, maka seseorang harus memahami sedikitnya pada tingkatan minimal. Ada dua hal perlunya pemahaman minimal, yaitu: (1) pemahaman minimal diperlukan untuk membangun atau mengidentifikasi kerangka untuk menempatkan ide yang baru. Metafora dan analogi memungkinkan siswa untuk meminjam kerangka dari konteks lain. Pembentukan gambaran-gambaran memungkinkan siswa untuk mengkonstruk kerangka visual; (2) pemahaman minimal diperlukan untuk membuat kerangka, minimal berupa prototipe. Memahami adalah mengetahui arti atau makna. Memahami arti suatu gagasan adalah tentang melihat bagaimana ide-ide itu direpresentasikan atau diaplikasikan dalam konteks konseptual tertentu, dan mampu untuk merumuskannya dalam persyaratan dan batasan-batasan teori yang lebih umum, sehingga arti dari suatu gagasan tidak dapat dipahami terpisah dari rumah konseptual dalam teori yang lebih luas (Strike dan Posner, 1985). Siswa dikatakan memahami ketika mereka mampu membangun makna dari pesan-pesan pengajaran seperti komunikasi lisan, tulisan, dan grafik; dan mampu membangun hubungan antara pengetahuan baru yang diperoleh dengan pengetahuan sebelumnya, dan mengintegrasikan dalam skema dan kerangka kognitif yang ada. Proses-proses kognitif dalam kategori memahami menurut 26 Bloom adalah menginterpretasikan, memberi contoh, mengklasifikasikan, meringkas, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan (Anderson dkk., 2001) c. Plausibility Konsepsi baru yang diadopsi harus minimal mempunyai kapasitas untuk memecahkan masalah, dan cocok dengan pengetahuan, dan pengalaman yang lain. Plausibilitas dapat dipahami sebagai derajat antisipasi dari kecocokan suatu konsepsi baru ke dalam ekologi konseptual yang ada. Ada enam faktor yang menyebabkan suatu konsepsi menjadi masuk akal, yaitu: konsepsi yang konsisten dengan kepercayaan-kepercayaan metafisis yang ada dan komitmen-komitmen epistemologis, yang merupakan asumsi-asumsi fundamental; konsepsi yang konsisten dengan teori-teori atau pengetahuan yang lain; konsepsi yang konsisten dengan pengalaman yang lalu; suatu penemuan atau dapat menciptakan gambaran-gambaran untuk konsepsi yang sesuai dengan pengertian seseorang tentang dunia; konsepsi baru yang mampu memecahkan masalah termasuk memecahkan anomali-anomali; dan suatu konsepsi yang analog dengan beberapa konsepsi lain yang familiar. d. Fruitfulness Seseorang menjadi terikat dengan suatu konsepsi karena dapat membantu menginterpretasikan pengalaman dan memecahkan masalah. Suatu konsepsi baru harus lebih bermanfaat dibandingkan konsepsi sebelumnya bagi seseorang. Jika manfaat yang dipertimbangkan, maka itu harus dilakukan tanpa mengorbankan manfaat dari konsepsi sebelumnya. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa 27 beberapa anomali tidak bisa menggoyahkan keterikatan seseorang pada konsepsi sebelumnya, meskipun konsepsi yang baru dapat memecahkan anomali-anomali. Jika konsepsi yang baru dapat memecahkan anomali-anomali seperti konsepsi sebelumnya, dan dapat memecahkan anomali-anomali lain sehingga memimpin ke arah pemahaman dan penemuan-penemuan baru, maka konsepsi yang baru akan bermanfaat, dan terjadi perubahan konseptual 3. Pemrosesan Pengetahuan Para ahli psikologi kognitif mengemukakan suatu kerangka teoretik yang menjelaskan bagaimana pengetahuan atau informasi diproses dalam pikiran, yang dikenal dengan teori atau model pemrosesan informasi. Menurut model Atkinson dan Shiffrin (Atkinson dan Shiffrin, dalam Matlin, 2003; Solso, Maclin, and Maclin, 2005; Reisberg, 2006), informasi masuk ke dalam otak melalui inderaindera dan disimpan sementara dalam suatu ruang kerja yang disebut memori jangka pendek. Informasi di dalam memori jangka pendek akan segera dilupakan, kecuali ditindaklanjuti oleh pembelajar tersebut. Semakin banyak upaya yang dilakukan selama fase pemrosesan aktif di dalam memori jangka pendek tersebut, semakin baik kesempatannya informasi baru itu akan dipindahkan ke memori jangka panjang secara permanen. Memori jangka pendek disebut juga memori kerja, yaitu tempat dilakukannya kegiatan mental secara sadar. Informasi dalam memori kerja dapat dikode, kemudian disimpan dalam memori jangka panjang. Memori kerja terbatas kapasitasnya, bila informasi di dalamnya tidak diulang-ulang atau diberi kode, informasi itu akan hilang. Pengkodean merupakan suatu proses transfomasi, dimana informasi baru diintegrasikan pada informasi lama dengan berbagai cara. 28 Memori jangka panjang menyimpan informasi yang akan digunakan di kemudian hari (Dahar, 1989). Manusia menyimpan informasi yang sangat besar di dalam memori jangka panjang. Para ahli teori pemrosesan informasi memberi nama cara pengetahuan diorganisasikan dan disimpan di dalam sistem memori, sebagai representasi pengetahuan. Menurut mereka, pengetahuan dalam memori jangka panjang disimpan dalam berbagai cara. Para ahli psikologi kognitif yakin bahwa manusia memproses pengetahuan dalam bentuk unit-unit dasar, yang disebut proposisi dan produksi. Proposisi adalah unit-unit pengetahuan deklaratif, sedangkan produksi adalah unit-unit pengetahuan prosedural. Gabungan kedua jenis pengetahuan membentuk jaringan pengetahuan yang secara mental menghubungkan konsepkonsep terkait dan potongan-potongan pengetahuan. Menurut Arends (Nur, 2004), proposisi dan produksi digunakan untuk mewakili unit-unit pengetahuan deklaratif dan prosedural yang agak kecil. Istilah skemata mengacu pada struktur pengetahuan yang lebih kompleks, seperti susunan konsep yang sangat luas yang disimpan dalam memori jangka panjang. Seorang pembelajar mengembangkan skemata melalui pengalaman, dan skemata ini akan membentuk pengetahuan awal pembelajar tersebut. C. Studi tentang Konsepsi pada Konsep-konsep Kimia Talanquer (2006) meneliti tentang ide-ide prekonsepsi siswa tentang kimia yang telah teridentifikasi dari berbagai hasil penelitian. Penelitian ini didasarkan pada hipotesis bahwa kesulitan konseptual dari sebagian besar siswa sains diakibatkan dari penalaran yang berdasarkan pada "common sense” . Pelajar yang 29 berpikiran" common sense " cenderung menggeneralisasi penjelasan tentang gejala alam berdasarkan pada intuisi dan generalisasi secara luas. Penelitian dilakukan melalui tahap-tahap: 1) inventarisasi konsepsi alternatif siswa yang dibangun berdasarkan pada analisis hasil penelitian, reviu makalah dan buku yang berhubungan. Pada tahap ini konsepsi-konsepsi alternatif diorganisir melalui topik-topik (struktur materi, reaksi kimia, dan lain-lain); 2) reviu lebih luas dan analisis psikologi perkembangan, sains kognitif, dan dilengkapi dengan literatur riset pendidikan sains untuk mengidentifikasi perbedaan model-model dan kerangka teoritis yang bisa digunakan dalam mengorganisir data. Berdasarkan analisis tersebut dibuat skema pengkodean awal, berdasarkan pada pengurangan jumlah kategori yang menjelaskan pola pemikiran yang telah teridentifikasi dengan baik; 3) kategori-kategori itu digunakan untuk membangun matriks penggolongan dan skema pengkodean yang kemudian diaplikasikan untuk mereorganisasi rangkaian konsepsi alternatif yang dipilih secara acak. Selama proses ini, kategori pengkodean baru dibuat dan sebagian dari mereka didefinisikan kembali. Suatu rangkaian pola penalaran yang lebih lengkap telah diidentifikasi, dan mengulangi proses tersebut dengan rangkaian konsepsi alternatif yang berbeda untuk memeriksa kelengkapan dan ketelitian; 4) kategorikategori yang diusulkan digolongkan dalam 2 kelompok utama berdasarkan pada: (a) apakah konsepsi alternatif yang dihubungkan berdasarkan pada asumsi-asumsi empiris tentang karakteristik dan perilaku alamiah, atau (b) dihasilkan dari penyederhanaan pola penalaran (heuristik). 30 Berdasarkan langkah-langkah tersebut disimpulkan bahwa ada dua asumsi yang mendasari konsepsi alternatif siswa, yaitu asumsi empiris dan penalaran heuristik. Asumsi-asumsi empiris yang mendukung konsepsi alternatif adalah: continuity, substantialism, essentialism, mechanical causality, dan teleology; penalaran heuristik yang mendasari konsepsi alternatif : asosiasi, reduksi, fiksasi, dan berurutan secara linear. Nakiboglu dan Tekin (2006), meneliti tentang miskonsepsi siswa tentang kimia inti. Untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa, dikembangkan instrumen diagnostik tentang kimia inti, yang diteskan setelah materi kimia inti diajarkan. Instrumen terdiri atas 7 item tes pilihan ganda dan sesi terbuka untuk menuliskan penjelasan pilihan mereka pada masing-masing pertanyaan. Sebelum dikembangkan, dilakukan reviu buku teks untuk memastikan apakah berisi pernyataan yang dapat menyebabkan miskonsepsi siswa; dan observasi pengajaran di kelas untuk mencari materi yang menimbulkan kesulitan konseptual dan miskonsepsi siswa. Hasil dari penelitian yang dilakukan, teridentifikasi bahwa Para siswa memperoleh rangkaian miskonsepsi tentang topik-topik kimia inti yang berhubungan dengan stabilitas inti, waktu-paruh, energi ikat, aplikasi-aplikasi praktis kimia inti, tingkat peluruhan radioaktif, dan konsep-konsep prasyarat penting untuk belajar kimia inti. Salah satu dari dua kendala untuk belajar yang efektif adalah bahwa konsep dan topik yang berhubungan dengan kimia inti adalah abstrak. Kurangnya pengetahuan prasyarat merupakan kendala kedua bagi siswa dalam memahami konsep yang berhubungan dengan kimia inti. Konsep-konsep prasyarat tersebut misalnya konsep nomor atom, nomor massa, unsur, atom, radio isotop, nuklida, 31 dan isotop. Lebih dari itu, para siswa juga kesulitan dalam membedakan reaksi inti dan reaksi kimia. Banyak penelitian yang mengidentifikasi adanya miskonsepsi siswa tentang sifat partikel materi. Miskonsepsi ini bisa disebabkan oleh kemampuan visualisasi yang lemah (Gabel, Samuel, Hunn, 1987; dalam Yezierski dan Birk, 2006). Beberapa penelitian telah mengungkap adanya perbedaan dalam kemampuan sains dan kemampuan ruang antara pria dan wanita, walaupun ada pula hasil penelitian yang kurang mendukung adanya perbedaan tersebut. Yezierski dan Birk (2006), meneliti tentang penggunaan animasi komputer untuk mengurangi kesenjangan jenis kelamin terhadap kemampuan sains. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa animasi komputer dapat mengurangi kesenjangan jenis kelamin pada konsep sifat partikel materi, karena animasi komputer memungkinkan para siswa untuk memvisualisasikan proses pada tingkat partikel. Osborne dan Cosgrove menemukan fakta bahwa siswa dengan usia antara 12 sampai 17 tahun tidak memiliki pemahaman ilmiah tentang peristiwa mendidih, menguap dan mengembun. Para siswa berpendapat bahwa ketika suatu zat menguap, maka zat tersebut hilang. Bar dan Travis, meneliti perkembangan konseptual siswa pada usia 6 sampai 14 tahun mengenai konsep mendidih, menguap, dan mengembun. Para siswa menjeaskan bahwa materi di dalam gelembung keluar dari air mendidih sebagai air, uap air, dan udara. Siswa menginterpretasikan proses mendidih sebagai air yang hilang, air berubah menjadi hidrogen dan oksigen, dan air menembus benda padat (Azizoglu, Alkan, dan Geban, 2006). Canpolat, Pinarbasi, dan Sozbilir (2006) melakukan penelitian untuk mengidentifikasi adanya miskonsepsi calon guru kimia tentang penguapan. Untuk 32 mengidentifikasi miskonsepsi, dikembangkan tes diagnostik dengan pertanyaan terbuka. Berdasarkan analisis teridentifikasi adanya miskonsepsi tentang hubungan antara penguapan dan tekanan uap. Di samping itu umumnya mereka kurang memahami konsep kesetimbangan air, menganggap bahwa penguapan terjadi bersamaan dengan saat mendidih, bahwa tekanan uap dalam kesetimbangan dengan cairannya dipengaruhi oleh perubahan volume, bahwa tekanan uap bergantung pada jumlah dan volume air. Azizoglu, Alkan, dan Geban (2006) mengadakan penelitian untuk mengetahui pemahaman mahasiswa calon guru kimia tentang kasetimbangan fase. Untuk itu dikembangkan instrumen tes penguasaan konsep yang berisi 9 pertanyaan terbuka, yang memuat topik perubahan fase (melebur, membeku, sublimasi), larutan, tekanan uap dan Hukum Raoults’, sifat koligatif (penurunan titik beku, kenaikan titik didih), dan diagram fase. Dari hasil penelitian, teridentifikasi 18 miskonsepsi tentang konsep-konsep penting dalam topik kesetimbangan fase pada mata kuliah kimia fisik. Pada umumnya mereka kurang paham tentang penurunan tekanan uap, kesetimbangan tekanan uap, diagram fase, perubahan fase (dari gas ke padat dan sebaliknya), dan Hukum Raoult’s. Menurut mereka beberapa miskonsepsi terjadi sebagai hasil kecenderungan siswa mengaplikasikan sifat-sifat makroskopis pada tingkat molekul, misalnya siswa menyatakan bahwa molekul mengembang jika dipanaskan dan bahwa molekul menjadi panas ketika zat dipanaskan. Calik, dan Ayas (2005), membandingkan pemahaman siswa kelas delapan dengan mahasiswa calon guru sains tentang konsep pelarutan, gas, dan perubahan kimia. Pada penelitian ini, keduanya diminta menggambarkan campuran gula 33 dengan air, gas oksigen, dan reaksi antara air dengan natrium karbonat dalam bentuk partikel (mikroskopis). Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa kelas 8 dan calon guru kimia memperoleh konsepsi alternatif yang sama dalam konsepkonsep tersebut. Schmidt, Baumgartner, Eybe (2003), mengubah ide tentang tabel periodik unsur yang semula merupakan daftar unsur (sebagai zat), dikembangkan menjadi daftar atom dari unsur-unsur. Berdasarkan penelitiannya, jika tabel periodik merupakan daftar unsur (sebagai zat) maka konsep isotop dan alotropi sulit diintegrasikan kedalamnya. Beberapa konsepsi alternatif yang dimiliki siswa tentang tabel periodik antara lain: (a) atom-atom standar mengandung jumlah proton dan netron yang sama, sehingga lebih stabil dibandingkan atom-atom dari isotop; (b) massa atom merupakan bilangan bulat; (c) grafit dan intan merupakan isotop; (d) hasil analisis menunjukkan bahwa siswa secara aktif mencoba untuk memahami dari apa yang telah mereka alami . Locaylocay, Van Den Berg, dan Magno (2005) melakukan penelitian tentang evolusi konsep reaksi kimia yang berkesudahan menuju reaksi kesetimbangan, melalui strategi pengajaran konstruktivisme. Evolusi konsepsi mahasiswa diikuti mulai dari pretes, rekaman diskusi kelompok, jawaban pada lembar kerja, catatan pelajaran, wawancara, dan postes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa kesulitan dalam memahami konsep reaksi kesetimbangan dinamis, di samping konsepsi mahasiswa tentang reaksi berkesudahan yang telah diperoleh sebelumnya membuat perubahan konseptual menuju reaksi reversibel yang berlangsung secara simultan menjadi sulit. 34 Cakmakci, Donnelly, dan Leach (2005) melakukan penelitian crosssectional terhadap perkembangan pemahaman kinetika kimia dari tingkat SMA (kelas 10) sampai mahasiswa calon guru kimia (tahun pertama dan ketiga). Penelitian terutama berdasarkan pada jawaban tertulis yang diberikan siswa SMA dan mahasiswa terhadap 11 pertanyaan terbuka yang meliputi konsep dan gejala kinetika kimia. Di samping itu dilakukan wawancara terhadap sebagian partisipan, untuk memperoleh informasi lebih lanjut mengenai ide-ide mereka tentang kinetika kimia, dan untuk mengecek interpretasi yang sesuai dari jawaban tertulis. Penelitian difokuskan pada pemahaman siwa tentang hubungan antara konsentrasi pereaksi/produk dan laju reaksi. Berdasarkan analisis terhadap jawaban tertulis dan wawancara, terindikasi bahwa banyak siswa yang menggunakan konsepsi yang tidak konsisten dengan pandangan ilmiah, dan memiliki kesulitan konseptual dalam memahami hubungan antara konsentrasi dan kecepatan reaksi. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah diuraikan di atas, terlihat bahwa sebagian besar peneliti hanya mengidentifikasi konsepsi siswa atau mahasiswa tentang beberapa konsep kimia atau sains. Beberapa penelitian yang memiliki persamaan dengan penelitian ini adalah: (1) cara analisis data yang dilakukan oleh Talanquer (2006), akan tetapi data yang dianalisis berupa data konsepsi siswa dari berbagai materi kimia yang dihasilkan oleh peneliti-peneliti sebelumnya; (2) penelitian yang dilakukan oleh Cakmaci, Donelly, dan Leach (2005) yang melakukan penelitian cross-sectional terhadap perkembangan pemahaman kinetika kimia dari tingkat SMA (kelas X) sampai mahasiswa, akan tetapi dalam analisisnya hanya membandingkan antara pemahaman siswa dengan mahasiswa tentang kinetika kimia. 35 Berdasarkan uraian di atas, maka kebaruan dalam penelitian ini adalah ditemukannya pola perkembangan konsepsi pembelajar tentang struktur atom dari SMA hingga perguruan tinggi, yang semakin sesuai dengan konsep SAMG. Pola perkembangan konsepsi pebelajar berupa proses revisi kepingan-kepingan pengetahuan yang tidak sesuai dengan konsep SAMG dan atau penambahan kepingankepingan pengetahuan yang sesuai dengan konsep SAMG.