BAB I - E-Artikel: Pusat Bahan Ilmiah UNTAG Semarang

advertisement
KINERJA PEMASARAN UKM
(Telaah Teoritis Terhadap Orientasi Pembelajaran)
Dr. Sulistiyani, MM
PENERBIT PUSTAKA
MAGISTER SEMARANG
i
Kinerja Pemasaran(Telaah Teoritis Terhadap Orientasi Pembelajaran)
Sulistiyani
Semarang; Penerbit Pustaka Magister, 2015
xxviii + 176 hlm; 23 cm
ISBN: 978-602-0952-27-7
I
Kinerja Pemasaran(Telaah Teoritis Terhadap Orientasi Pembelajaran)
Desain Isi: Elangtuo
Desain Sampul: Elangtuo
PENERBIT PUSTAKA MAGISTER
SEMARANG
Jalan Pucangsari Timur IV/19
Pucanggading Mranggen - Demak
ii
PRAKATA
Penelitian bertujuan untuk mengembangkan suatu ilmu,
khususnya bidang pemasaran, karena pemasaran merupakan
proses kegiatan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan
pelanggan melalui proses pertukaran dengan mengedepankan
kepuasan pada pelanggan, diharapkan dengan adanya pemasaran
ini akan dapat meningkatkan kinerja pemasaran.
Usaha kecil dan Menengah / UKM merupakan tumpuan
utama pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja baru
terutama setelah krisis ekonomi yang terjadi beberapa tahun
terakhir. Usaha kecil dan usaha rumah tangga mampu bertahan
hidup dalam mempertahankan usahanya. di Indonesia UKM
memainkan peranan penting dalam menyerap tenaga kerja dan
meningkatkan pendapatan bagi pemerintah. Dengan demikian
UKM dapat bersaing dalam pasar, sehingga UKM merupakan
salah satu kegiatan usaha dalam rangka meningkatkan
pertumbuhan ekonomi secara nasional.
Variable orientasi pembelajaran adalah suatu proses
belajar dengan mengembangkan pengetahuan yang dimiliki,
sehingga pengetahuan yang ada dan adanya pengalaman akan
semakin baik perkembangan pengetahuan tersebut. Sedangkan
pembelajaran generative adalah pembelajaran yang menekankan
pada integrasi atau perpaduan pengetahuan baru dengan
menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya,
sehingga pengetahuan baru dapat menjawab persoalan yang
muncul, dengan demikian perusahaaan yang menitikberatkan
pada pembelajaran generative diharapkan dapat meningkatkan
kinerja pemasaran.
Variabel lain dalam meningkatkan kinerja pemasaran
adalah inovasi, dimana inovasi merupakan kegiatan menuju
perubahan kearah yang lebih baik dan perubahan tersebut
menyangkut bidang teknis dan administrasi, oleh karena itu
iii
perusahaan yang menitikberatkan pada pembelajaran generative
dimungkinkan akan dapat meningkatkan kinerja pemasaran
Semarang, Mei 2014
penulis
iv
DAFTAR ISI
PRAKATA ............................................................................................... iii
DAFTAR ISI ............................................................................................ v
DAFTAR TABEL ................................................................................... vii
PROLOG .................................................................................................. ix
BAB I......................................................................................................... 1
UKM SEBAGAI BASIS PEREKONOMIAN RAKYAT INDONESIA .. 1
BAB II ..................................................................................................... 17
ORIENTASI PEMBELAJARAN, KETRAMPILAN, DAN INOVASI
DALAM KINERJA PERUSAHAAN ..................................................... 17
A. Orientasi Pembelajaran .......................................................... 21
B. Ketrampilan/Skill ................................................................... 47
C. Inovasi ................................................................................... 50
BAB III .................................................................................................... 78
KAPABILITAS
SUMBER
DAYA
BISNIS
DAN
BUDAYA
ORIENTASI PASAR .............................................................................. 78
A. Kapabilitas Sumber Daya ...................................................... 78
B. Hubungan Kapabilitas Dengan Ketrampilan Dan Pengetahuan
Manajerial Yang Diperoleh Dari Orientasi Pembelajaran ..... 89
C. Hubungan Ketrampilan, Inovasi Radical, Adapta-bilitas
Dengan Kinerja ...................................................................... 90
v
BAB IV ................................................................................................. 110
FAKTOR KOMUNIKASI, KEPERCAYAAN, DAN CUSTOMER
RETENTION DALAM PEMASARAN ................................................ 110
A. Komunikasi ......................................................................... 111
B. Kepercayaan ........................................................................ 112
C. Customer Retention/Mempertahankan pelanggan............... 114
BAB V ................................................................................................... 119
FAKTOR KEUNGGULAN BERSAING, ADAPTABILITAS DAN
KINERJA DALAM PEMASARAN ..................................................... 119
A. Keunggulan Bersaing .......................................................... 119
B. Kinerja ................................................................................. 121
C. Adaptabilitas ....................................................................... 128
BAB VI ................................................................................................. 130
FAKTOR
LINGKUNGAN
DAN
KOMITMENT
DALAM
PEMASARAN ...................................................................................... 130
A. Lingkungan ......................................................................... 130
B. Komitmen ............................................................................ 132
BAB VII ................................................................................................ 135
PENUTUP ............................................................................................. 135
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 139
BIODATA ............................................................................................. 170
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.3Perubahan laba kotor sentra bisnis UKM
pada 5 sektor ............................................................... 12
Tabel 1.4 Banyaknya barang, Nilai output dan Biaya input
perusahaan roti skala besar dan kecil di propinsi Jawa
Tengah, Tahun 2003-2006 (dalam Rp) ....................... 15
Tabel 2.1 Rangkuman Beberapa Penelitian Tentang
Orientasi Pembelajaran .............................................. 42
Tabel Sumber daya dan Kapabilitas ................................... 81
Tabel Indikator orientasi pembelajaran berbasis pasar ..... 107
Tabel Indikator ketrampilan.............................................. 107
Tabel Indikator Kepercayaan ............................................ 108
Tabel Indikator Komunikasi ............................................. 108
Tabel Indikator Inovasi ..................................................... 108
Tabel Indikator Adaptabilitas ........................................... 109
Tabel Indikator Customer Retention................................. 115
vii
viii
PROLOG
Pada dasarnya, setiap masyarakat, atau kelompok masyarakat, atau
bagian dari kelompok masyarakat selalu melakukan proses pembelajaran
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Enkulturasi atau pembudayaan
adalah
“proses
pembelajaran”
dengan
cara
mempelajari
dan
menyesuaikan alam pikiran dan sikap individu dengan sistem norma,
adat, dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Pada
masyarakat proses ini berlangsung sejak kecil, mulai dari lingkungan
kecil (keluarga) ke lingkungan yang lebih besar (masyarakat). Misalnya
anak kecil menyesuaikan diri dengan waktu makan dan waktu minum
secara teratur, mengenal ibu, ayah, dan anggota-anggota keluarganya,
adat, dan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam keluarganya, dan
seterusnya sampai ke hal-hal di luar lingkup keluarga seperti norma, adat
istiadat, dan kinerja pemasaran, serta hasil-hasil budaya masyarakat.
Orientasi maupun intensi adalah kecenderungan sikap pada suatu
saat atau keadaan. Orientasi pembelajaran adalah salah satu konsep
dalam meningkatkan nilai organisasi (Baker and Sinkula, 1999),
dengan cara memberi kepuasan pada karyawan (Argyris and Schon,
1978), melalui perbaikan mental (Geus, 1998) dan menggunakan logika
(Bettis and Prahald, 1995), dengan demikian diperlukan orientasi
pembelajaran dalam meningkatkan pekerjaan. Kemudian orientasi
pembelajaran juga sebagai mekanisme kegiatan yang berdampak pada
kemampuan perusahaan yang berfokus pada teknologi lama berubah
dengan teknologi baru dan metodologi baru. Selanjutnya Hardley and
Mavondo (2000) meyakinkan bahwa pembelajaran adalah tersedianya
sumber daya perusahaan yang dapat diamanfaatkan dalam menghasilkan
ix
produk, sehingga perusahaan yang dapat memanfaatkan sumber daya
dengan tepat, maka perusahaan akan memiliki keunggulan bersaing
dibanding perusahaan lain.
Konsep
orientasi
pembelajaran
telah
dikembangkan
dan
didefinisikan dalam literatur antara lain (Daft and Weick, 1984; Argyris
and Schon, 1978; Senge, 1990; Wang and Ahmed, 2003), menyatakan
bahwa orentasi pembelajaran menyangkut beberapa disiplin, dimana
pendapat Senge (1990) mengidentifikasi ada lima faktor dalam
pembelajaran organisasi yaitu : 1)system berpikir, 2)penguasaan pribadi;
3)model mental; 4)membangun visi bersama ; 5)kelompok/team belajar.
Orientasi pembelajaran sudah lama menjadi subyek yang menarik
(Baker dan Sinkula, 1999; Calantone; Sinkula, Baker dan Noordewier,
1997; Cavusgil dan Zhoa, 2002). Dalam orientasi pembelajaran
merupakan konsep tentang dorongan nilai-nilai individu/ organisasional
yang
mempengaruhi
perusahaan
untuk
menggunakan
dan
mengembangkan pengetahuan (Baker dan Sinkula, 1999; Sinkula, Baker
dan Noordewier, 1997). Perusahaan-perusahaan dengan orientasi
pembelajaran yang kuat akan mendorong atau mengharuskan karyawan
untuk secara terus menerus mempelajari norma-norma, nilai-nilai dan
praktik perusahaan yang mengarahkan tindakan individu/organisasi untuk
memiliki suatu pandangan kritis terhadap perbaikan (Paparoidamis,
2005). Dalam orientasi pembelajaran mengajak karyawan untuk ‘berpikir
kritis, karena orientasi pembelajaran memiliki pengaruh langsung
terhadap pengembangan pengetahuan (Baker dan Sinkula, 1999). Dalam
konteks organisasional, orientasi pembelajaran adalah suatu faktor
penting yang terkait dengan keberhasilan di pasar. Sebagai contoh:
Calantone, Cavusgil, dan Zhao (2002) menyarankan perusahaan/
x
organisasi memerlukan orientasi pembelajaran yang kuat, karena dalam
orientasi pembelajaran merupakan proses belajar yang harus dilakukan
oleh
perusahaan
untuk
mengembangkan
pengetahuan,
sehingga
pengembangan pengetahuan dalam menghasilkan produk akan lebih baik
dibanding produk sebelumnya, dengan demikian perusahaan akan
memiliki
keunggulan
bersaing,
sehingga
keunggulan
bersaing
membutuhkan karyawan untuk bekerja lebih baik, yang pada gilirannya
akan memiliki daya inovatif, kreatifitas, menghasilkan produk, yang pada
akhirnya akan memiliki keunggulan bersaing. Selanjuthya hasil penelitian
Hurley
dan
Knight
(2004)
menyatakan
orientasi
pembelajaran
berhubungan dengan keberhasilan bisnis dan menyatakan bahwa orientasi
pembelajaran merupakan prasyarat atau langkah awal bagi daya inovatif.
Baker dan Sinkula (1999) menunjukkan bahwa orientasi pembelajaran
akan memperbaiki kualitas perilaku seseorang, sehingga orang yang terus
belajar akan mengetahui apa yang dibutuhkan pasar. Kemudian Jones,
Chonko dan Roberts (2004) menjelaskan bahwa orientasi pembelajaran
membantu dalam mendeteksi gejala-gejala lemahnya tenaga penjualan,
dalam
memasarkan
produknya,
sehingga
perusahaan
dapat
menyimpulkan bahwa suatu orientasi pembelajaran dapat membantu
perusahaan agar berhasil dalam meningkatkan penjualan pada tenaga
penjual.
Menurut Tippin dan Sohi (2003) ada tiga dimensi pada proses
pembelajaran yaitu : 1)pencarian pengetahuan yang berasal dari sumber
internal dan sumber exsternal, 2) penyebaran dalam arti menyebarkan
pengetahuan yang diperoleh kepada semua bagian, 3)interpretasi yaitu
individu yang mendapat informasi melakukan penelaah pada informasi
xi
yang mereka dapatkan dan melakukan koordinasi dalam proses
pengambilan keputusan.
Proses pembelajaran mencakup semua tingkatan dalam organisasi,
baik tingkatan paling rendah maupun tingkatan paling tinggi dan
pembelajaran tidak akan terwujud, jika tidak didukung oleh ketrampilan
(skill) yang memadai, oleh karena itu faktor ketrampilan (skill)
mencerminkan pola pikir konseptual (system thingking), model-model
mental (mental model), penguasaan pribadi (personal mastery), tingkat
pembelajaran tim (team learning), tingkat visi bersama (shared vision)
dan dialog (dialoge), dengan kata lain, dalam pembelajaran akan
membuahkan hasil, jika dikemas dengan ketrampilan (skill) yang
memadai, karena ketrampilan (skill) merupakan profesinaliasme dari
kegiatan yang dilakukan oleh semua karyawan maupun tingkatan
manajer. Orientasi pembelajaran merupakan kegiatan dasar atau orientasi
pembelajaran sebagai sumber kegiatan pada tingkat pengulangan yang
lebih baik (Argrys and Schon, 1978 ; Senge, 1990; Sinkula, 1994, Slater
and Narver, 1995), dengan demikian perlunya pengulangan yang terus
dilakukan oleh karyawan maupuan manajer, agar karyawan maupun
manajer dapat meningkatkan kegiatan pekerjaan yang lebih baik
Sedangkan Sinkula et al, (1994) menyatakan bahwa kemampuan
belajar merupakan dasar bagi organisasi untuk mengumpulkan informasi
yang akurat, hasil dari pembelajaran organisasi adalah peningkatan
ketrampilan/skills, (Fiol dan Lyles, 1985), serta pembelajaran organisasi
akan meningkatkan kompetensi (Prahalat dan Hamel, 1990). Kemudian
kompetensi pengetahuan pemasaran terbukti memberikan pengaruh
positip pada kemampuan perusahaan (Tsai dan Shih, 2004), orientasi
pembelajaran juga merupakan paradigma yang memerlukan adanya
xii
penggantian pengulangan kerja baik secara individu maupun kelompok,
yang berasal dari pengembangan pengetahuan, yaitu dengan adanya
perubahan perkembangan pengetahuan dan kontuinitas, sehingga
individu/kelompok berusaha untuk selalu memperbaiki kreativitas.
Banyak
penelitian
yang
telah
menghubungkan
orientasi
pembelajaran dengan kinerja perusahaan (Zahra et al, 2000; Hult et al,
1999; Baker dan Sinkula, 1999), Kemampuan perusahaan untuk belajar
dari pengalamannya merupakan determinan penting dari performansinya
(Argyris dan Schon, 1978; Farrell, 2001; Nevis et al, 1995; Slater dan
Narver, 1995). Performansi
yang diperbaiki memerlukan
suatu
pemahaman dan memberi kepuasan kepada pelanggan (Day, 1994;
Narver dan Slater, 1990). Pembelajaran juga memungkinkan perusahaan
untuk menargetkan dan memasuki pasar-pasar baru, dan meningkatkan
performansi (McCann, 1991; Zahra et al, 2000).
Orientasi pembelajaran pada dasarnya menekankan pada budaya
perusahaan dan budaya perusahaan sebagai faktor mediasi antara
orientasi pembelajaran dengan kinerja bisnis (Hult et al. 2004), karena
dalam budaya memerlukan pengetahuan untuk meningkatkan kinrja.
Sementara itu orientasi pembelajaran akan menghasilkan perilaku baru,
yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja. (Argyris and Schon,
1978 and Fiol and Lyles, 1985). Pembelajaran juga sebagai
pengembangan pengetahuan menuju pada pengembangan pengetahuan
yang lebih luas, (Sinkula, 1994). Selanjutnya Calantone et al. (2002) juga
menjelaskan adanya kaitan antara orientasi pembelajaran, dengan kinerja,
sedang inovasi sebagai variabel intervening
Orientasi Pembelajaran dengan mempertimbangkan suatu konstruk
dari Sinkula, Baker, and Noordewier, (1997) yaitu organisasi yang
xiii
mempunyai kapabilitas untuk mengembangkan kreativitas dan memiliki
keunggulan bersaing (Day, 1991; Dickson, 1996) dengan demikian
organisasi harus memiiki kemampuan/kapabilitas untuk dapat mengelola
sumber daya yang dimiliki, sehingga perusahaan yang dapat mengelola
sumber daya dengan baik akan mampu untuk bertahan, meskipun diluar
adanya perubahan lingkungan (Baker and Sinkula, 1999). Kemampuan
perusahaan untuk merespon perubahan lingkungan adalah merupakan
salah satu pengaruh yang besar terhadap keberadaan dalam jangka
pendek maupun jangka panjang, oleh karena itu perusahaan harus mampu
mengatasi perubahan lingkungan tersebut, jika perusahaan mampu
meredam gejolak yang terjadi diluar organisasi, maka perusahaan akan
tetap eksis, dengan demikian perusahaan harus berusaha keras untuk tetap
bertahan
yaitu
dengan
menghasilkan
produk
yang
mempunyai
keunggulan pada produknya dibanding produk pesaing.
Perusahaan yang memiliki keunggulan bersaing harus memiliki
kompetensi dalam bidangnya, karena kompetensi sangat diperlukan agar
membuat produk yang lebih berkualitas, dengan demikian organisasi
harus mengembangkan dan memelihara dalam mencapai keunggulan
bersaing, dengan keunggulan bersaing diharapkan akan meningkatkan
kinerja (Slater and Narver, 1996, Sinkula, Baker and Noordewier, 1997),
tetapi dalam pembelajaran juga memerlukan pelayanan, karena pelayanan
merupakan salah satu faktor yang penting dalam kompetensi. (Sinkula,
Baker, Noordwier, 1997; Baker and Sinkula, 1999)
Wang and Ahmed (2003) memberi keyakinan bahwa strategi
managemen tradisional berorientasi membangun keunggulan produk/jasa
atas pesaing, tetapi dalam managemen tradisional dalam menghadapi
perubahan lingkungan memerlukan strategi managemen baru supaya
xiv
dapat mengatasi gejolak lingkungan yang muncul. Menurut Garvin
(1993) pembelajaran adalah proses dimana organisasi belajar untuk
memiliki keahlian dalam menciptakan, mempelajari, dan mentranfer
pengetahuan serta menyesuikan sikap dalam bertindak, sehingga
perusahaan dapat merefleksikan hasil belajar untuk meningkatkan kinerja
perusahaan. Sedangkan menurut Goldman Lynda (2002) pembelajaran
adalah system yang terdiri dari langkah-langkah tindakan, pelaku dan
proses-proses yang memungkinkan sebuah organisasi untuk mengubah
informasi menjadi pengetahuan yang berharga, yang mana pada
gilirannya akan meningkatkan kemampuan menyesuikan diri dengan
perubahan lingkungan dalam jangka panjang.
Kim (1993) mengembangkan suatu model adanya hubungan
individu dengan organisasi dengan menggabungkan teori organisasi dan
aspek tingkah laku, meningkatkan perilaku yang lebih baik, yang mana
perilaku ini dapat dilakukan melalui tiga jenis kegiatan yang bersifat
individu, kelompok dan organisasi, inovasi yang dilakukan oleh Hurley
and Hult (1998) menyatakan bahwa ada hubungan positif dengan kinerja,
tetapi penelitian lanjutan dengan : 1)untuk dapat mengevaluasi dengan
lebih banyak menguraikan konsep tentang kewirausahaan, 2)perlu
melakukan adaptasi dengan lingkungan, 3)perlu melakukan pendekatan
proses dalam mengkaji perusahaan yang melakukan inovasi melalui
produk, design serta kualitas dengan perbaikan technologi, prosesing,
distribusi, culture, pesaing, pelanggan, management, karyawan/tenaga
keja, penjualan serta material (Ulrich and Eppinger, 2000; Hoygard and
Hansen, 2004), 4)serta perlu dilakukan pada penelitian nirlaba
Kemampuan seseorang akan tergantung kepada pengalamanpangalaman masa lalu, semakin banyak pengalaman seseorang dalam
xv
menghadapi dan menyelesaikan masalah, maka akan semakin tinggi
kemampuan seseorang . Proses pembelajaran organisasi merupakan
akumulasi dari pembelajaran yang dilakukan oleh individu dalam
organisasi. Kemampuan organisasi lebih menekankan pada bagaimana
sebuah organisasi mengelola proses operasionalnya bukan menekankan
pada apa yang diproses.
Kompetensi adalah pengetahuan dan ketrampilan nyata yang
tercermin dalam keahlian tehnologi (Prahalad, 1994). Organisasi yang
mempunyai kemampuan yang tinggi dalam mengelola organisasi berarti
organisasi tersebut memiliki berbagai kemampuan dan keahlian yang
diperoleh dari pembelajaran dan pengalaman masa lalu, karena
kemampuan dan keahlian untuk melaksanakan tugas, dengan demikian
organisasi yang memiliki kemampuan yang tinggi akan lebih memiliki
keahlian dan penguasaan tehnologi, sehingga organisasi akan lebih maju
dibanding pesaingnya. Sedang Aaker (1993) menyatakan bahwa asset dan
skill atau asset dan kompetensi merupakan instrument yang paling dasar
untuk menghasilkan daya saing.
Heidy, (2002) dalam penelitiannya ”The Relation betwen Learning
Orientation, Market Orientation and Innovation and Their Effect on
Organizational Performance”, adanya hubungan antara inovasi dengan
kinerja, kemudian Lee and Chang, (2006) mengatakan bahwa ide-ide
dalam inovasi direalisasikan dalam organisasi , sehingga meningkatkan
pekerjaan. Selanjutnya Pablo Javier Crespell, (2007) adanya hubungan
antara inovasi dengan kinerja pada industri kehutanan di Amerika. Namun
demikian penelitian lain justru memberikan hasil yang berkontradiksi
yaitu Mavondo et al, (2005) dalam penelitiannya ”Learning orientation
and Market Orientation Relationship with Innovation, Human Resource
xvi
Practise and Performance”, menyatakan bahwa inovasi tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap kinerja atas efektivitas pemasaran.
Isu globalisasi telah mengubah wajah dunia dan karakteristik
lingkungan bisnis. Menurut Peter, pada saat ini lingkungan bisnis
berkembang sangat cepat sehingga sulit diprediksi. Drucker menyebut era
sekarang sebagai era turbulensi, karena perubahan sangat cepat, mendasar
dan revolusiner
Menurut Gidden (2001) globalisasi telah menjadikan dunia lepas
kendali (runway word) . Dalam situasi turbulen dan lepas kendali, setiap
organisasi pada semua skala baik besar maupun kecil dituntut
mengembangkan diri dan memilki daya saing agar mampu bertahan dan
memenangi persaingan yang semakin kompetetif.
Dalam suatu penelitian berusaha untuk mengemukakan teori yang
konsisten dan data empirik yang berkaitan dengan faktor-faktor yang
dominan dalam mempengaruhi ketertinggalan organisasi dalam mencapai
prestasi pada kinerja bisnis, yang mana banyak literatur menyatakan,
perusahaan menghasilkan produk/jasa dengan keunggulan, tidak hanya
mencapai keunggulan bersaing dengan beberapa strategi yang digunakan
dalam mencapai tujuan perusahaan, tapi juga keunggulan bersaing yang
berkelanjutan, yang diwujudkan dari kapabilitas yang dikembangkan
perusahaan. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan untuk
mencari peluang dan kesempatan dari perubahan lingkungan bisnis,
karena lingkungan bisnis dapat mempengaruhi kegiatan perusahaan, oleh
karena itu perusahaan harus mengatasi perubahan lingkungan bisnis
dengan baik, sehingga perusahaan yang dapat mengurangi resiko atas
perubahan lingkungan akan tetap eksis keberadaannya, dengan demikian
perusahaan berusaha memiliki keunggulan atas produk yang dihasilkan,
xvii
perusahaan yang telah memiliki keunggulan bersaing harus tetap
dipertahankan dalam jangka panjang, dengan memiliki keunggulan
bersaing maka perusahaan dalam mencapai kinerja lebih baik dari pada
pesaing (Hunt , 1997)
Edith Penrose (1959) yang menjelaskan kemampuan internal yang
dimiliki perusahaan dalam mempengaruhi kemampuan organisasiorganisasi untuk bersaing secara sukses dalam pasar. Kemampuan
internal yang dimiliki perusahaan terdiri dari sumber daya baik sumber
daya fisik (antara lain: keuangan, sumber daya manusia, peralatan, mesin,
property, dll) maupun sumber daya non fisik (antara lain : infomasi,
reputasi, jaringan organisasi, hak paten, hak cipta, dll). Beberapa fakta
menunjukkan masing-masing individu dalam perusahaan mempunyai
keunikan dalam proses menjalankan kegiatan dengan perbedaan
kemampuan yang dimiliki, seperti ditunjukkan dalam konsep yang
dilakukan oleh perusahaan pesaing, misal tentang keunggulan bersaing
yang dilakukan oleh perusahaan (Hofer and Schendel, 1978, Rumelt,
1984, Porter, 1985, Reed and DeFillippi, 1990).
Pendekatan keunggulan bersaing yang dikemukakan oleh Porter
(1990 ) menyebutkan faktor penentu keunggulan bersaing suatu
perusahaan adalah :a). Faktor-faktor kondisi ( skill, tenaga kerja;
aksesibilitas dalam alam suatu negara, ketersediaan sumber daya
pengetahuan, jumlah dan biaya dari sumber modal dalam struktur industri
keuangan, dan ketersediaan serta kualitas infrastruktur fisik), b). Kondisi
permintaan (komposisi permintaan pasar, ukuran dan pertumbuhan pasar.
c.) Industri yang terkait dan industri penunjang (keberadaan dan kualitas
industri penunjang dan hubungan antara industri lokal dalam koordinasi
dan pembagian aktivitas dalam rantai nilai). Sedang dua faktor ekternal
xviii
yaitu :a) Penemuan baru antara lain produk-produk baru yang muncul di
pasar dan b) Faktor-faktor dari pemerintah antara lain pengaruh politik,
sosial, ekonomi, keamanan
Dalam persaingan membutuhkan strategi yang tepat pada produk
yang dihasilkan, sehingga produk tersebut dibutuhkan oleh konsumen
atau pasar, yang pada akhirnya mempunyai keunggulan dibanding produk
pesaing. Persaingan itu sendiri disebabkan adanya faktor ketidakpastian
lingkungan (Mahoney and Pandian, 1992). Persaingan dalam pasar akan
mendorong perusahaan untuk berinovasi dan inovasi bagi perusahaan
akan menjadi kunci dalam pembelajaran organisasi (Nonaka, 1994).
Schumpeter menjelaskan dengan adanya perubahan lingkungan akan
menunjang kreativitas untuk menimbulkan beberapa pioner/wiraswasta
yang menerapkan ide-ide baru dalam kehidupan ekonomi (antara lain :
cara berproduksi baru, produk baru ), bagi wiraswasta yang berhasil
melakukan inovasi maka akan menimbulkan posisi yang baik dipasar,
artinya produk hasil inovasi merupakan produk yang didinginkan pasar,
sehingga produk tersebut belum ada yang menyaingi, dengan demikian
produk inovasi memiliki keunggulan daya saing dibanding produk
pesaing.
Dalam resource based theory juga mengenal dan mengakui adanya
perbedaan antara sumber daya dan kapabilitas (Aaker,1989: Dierickx &
Cool, 1989; Amit & Schoemaker, 1993; Mahoney, 1995), dimana sumber
daya terdiri dari : informasi, hak paten, aset keuangan, aset fisik, human
capital, sedang kapabilitas adalah proses yang berbasis pada informasi
dapat bersifat tangibel maupun intangibel yang bersifat khas perusahaan
sebagai hasil pengembangan dalam jangka panjang, dengan demikian
xix
perusahaan yang dapat melakukan proses interaksi dari berbagai sumber
daya akan dapat meningkatkan kinerja (Augusty, 2006)
Pandangan market based theory mengawali pemikirannya dengan
melihat pasar terlebih dahulu yaitu dengan menganalisis lingkungan
eksternal dan dengan melihat organisasi yang sangat dinamis khususnya
terhadap pesaing, pelanggan-pelanggan, supplier, produk substitusi.
Menurut Porter (1980) dalam menyusun strategi bersaing dengan market
based theory yaitu dengan memfokuskan bagaimana memproteksi pasar
dengan cara membuat rintangan bagi pesaing agar mengalami kesulitan
untuk dapat memasuki pasar atau dengan kata lain membuat produk yang
memiliki keunggulan bersaing, sehingga pesaing akan sulit untuk meniru
terhadap produk kita.
Pembelajaran organisasi adalah sebagai pengembangan sumber daya
dengan membandingkan kapabilitas yang dimiliki perusahaan dan sumber
daya yang ada pada organisasi, di mana perusahaan mengembangkan
sumber daya secara berlebih /diluar batas kemampuan perusahaan, akan
berpengaruh pada perusahaan dalam menjalankan usahanya. Farrel
(2000) menyatakan bahwa pembelajaran sebagai sumber keunggulan
bersaing, karena pembelajaran merupakan proses belajar untuk
meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, dengan demikian
perusahaan akan memberi fasilitas pada karyawan untuk belajar dalam
meningkatkan kemampuannya, oleh karena ltu perlunya organisasi
meningkatkan
pengelolaan
dalam
praktek
manajemen,
sehingga
pengelolaan bagi perusahaan dilakukan dengan sebaik-baiknya. Hardley
and Mavondo (2000) menyatakan bahwa orientasi pembelajaran
mempunyai pengaruh terhadap kinerja bisnis.
xx
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Mullen and
Lyles (1993) memberi keyakinan bahwa kontuinitas yang berorientasi
pada pembelajaran akan memperbaiki efisiensi dan efektivitas perusahaan
dalam melakukan aktivitas inovasi, karena perusahaan akan mendorong
karyawan untuk menambah pengetahuan baru maupun pengetahuan yang
sudah dimiliki, karena pengetahuan sebagai salah satu faktor dalam
mengkombinasikan pembelajaran organisasi dengan kegiatan inovasi
(Peter Drucker, 1993)
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Hurley and Hult (1998)
menyatakan kegiatan bisnis akan mempunyai pengaruh besar pada
orientasi pembelajaran dan kapasitas berinovasi, dimana dalam kegiatan
bisnis diukur dengan tingkat keterbukaan dan pengamblilan keputusan,
sehingga akan membantu manager dalam berkomitmen untuk melakukan
inovasi
Penelitian yang dilakukan oleh Calantone (2002) juga menyatakan
inovasi berhubungan positif dengan kinerja, hal mana dalam hasil
penelitian indikator inovasi yang mendapat dukungan dari teori dan hasil
studi empiris dalam pengembangan produk baru, adopsi, penyerapan
teknologi, proses perbaikan dan kapasitas berinovasi. Pada kepentingan
tertentu kapasitas inovasi yang dilakukan pada usaha kecil dan menengah
mengalami hambatan yaitu disebabkan faktor ketidakpastian lingkungan
dan kurang majunya dalam bidang teknologi dalam mengembangkan
produk baru, efektivitas, efisiensi, dan proses inovasi (Appiah-adu and
Sigh , 1998), dengan sumber daya yang terbatas usaha kecil dan
menengah yang melakukan inovasi memerlukan keunggulan kompetetif,
sedangkan perusahaan dalam mencapai tujuan yang positip salah satunya
dengan kepemimpinan yang benar, dengan kepemimpinan berarti
xxi
memerlukan strategi inovasi yang agresif dalam industry, teknologi yang
tinggi untuk terjadinya perbaikan kinerja memasuki pasar baru, sehingga
perusahaan akan berhasil dalam melakukan inovasi (Romijn and
Albaladejo, 2002)
Kinerja atau performance adalah segala sistem yang berhubungan
dengan aktifitas dengan hasil (outcome) yang diperoleh. Perusahaan yang
berorientasi pasar memberikan dampak positif pada kinerja perusahanperusahan besar (Kohli dan Jaworski, 1993) dan perusahaan-perushaan
kecil (Pelhant dan Wilson, 1996 ). Augusty (2000) menempatkan ukuran
kinerja dalam model marketing system ke dalam output sales dan market
share, cost profit models. Sedangkan Keats et all (1988) menyatakan
bahwa kinerja pasar merupakan kemampuan organisasi mentransformasi
diri dalam menghadapi tantangan dari lingkungan dengan perspektif
jangka panjang.
Kinerja pemasaran (marketing performance) merupakan usaha
pengukuran tingkat kinerja yaitu kinerja strategi yang dihasilkan
perusahaan dengan keseluruhan kinerja yang diharapkan, seperti
penjualan, dan keuntungan (Menon, Bharadwaj, dan Howell, 1996).
Dalam pengertian yang lain Augusty (2000) menyatakan bahwa kinerja
pemasaran merupakan konsep untuk mengukur prestasi pemasaran suatu
produk sebagai hasil dari sebuah strategi perusahaan. Selanjutnya Voss
dan Voss, (2000) mendefinisikannya sebagai usaha pengukuran tingkat
kinerja meliputi omzet penjualan, jumlah pelanggan, keuntungan dan
pertumbuhan penjualan.
Hurley and Hult (1998) mengatakan dengan orientasi pembelajaran
akan menuju pada pengembangan perusahaan dan pencapaian kinerja
yang superior, yang selanjutnya orientasi pembelajaran berpengaruh pada
xxii
kinerja superior. Dengan demikian orientasi pembelajaran akan
berpengaruh pada kinerja bisnis secara langsung maupun tidak langsung
melalui inovasi
Menurut Tien Shang Lee (2006) dengan topik ”The effect of business
operation on market orientation, learning operation and innovativeness”
menyatakan terdapatnya hubungan positif antara orientasi pembelajaran
dengan inovasi, serta pengaruh inovasi terhadap kinerja bisnis pada
industri barang dan jasa di Taiwan. Selanjutnya Heidy (2002)
mengemukakan hasil penelitian menunjukkan terdapatnya perbedaan
hubungan antara orientasi pembelajaran dengan inovasi, sehingga ada
kontradiksi atas hubungan tersebut, karena dari hasil hipotesis yang diuji
menghasilkan hubungan yang negatif antara orientasi pembelajaran
dengan inovasi pada anggota perkumpulan pemasaran di Amerika.
Kemudian juga hasil penelitian Mavondo (2002) menyatakan terdapatnya
hubungan antara inovasi dengan kinerja, dimana hasil penelitian
menunjukkan hipotesis yang ditolak, pada usaha rumah sakit dan jasa
profesional di Australia. Perbedaan hasil penelitian tersebut mendasari
research gap dalam penelitian ini
Dalam isu globalisasi telah mengubah wajah dunia dan karakteristik
lingkungan bisnis. Peter. Pada saat ini lingkungan bisnis berkembang
sangat cepat sehingga sulit diprediksi. Drucker menyebut era sekarang
sebagai era turbulensi, karena perubahan sangat cepat, mendasar dan
revolusiner
Menurut Gidden (2001) globalisasi telah menjadikan dunia lepas
kendali (runway word) . Dalam situasi turbulen dan lepas kendali, setiap
organisasi pada semua skala baik besar maupun kecil dituntut
xxiii
mengembangkan diri dan memilki daya saing agar mampu bertahan dan
memenangi persaingan yang semakin kompetetif.
Dalam suatu penelitian berusaha untuk mengemukakan teori yang
konsisten dan data empirik yang berkaitan dengan faktor-faktor yang
dominan dalam mempengaruhi ketertinggalan organisasi dalam mencapai
prestasi pada kinerja bisnis, yang mana banyak literatur menyatakan,
perusahaan menghasilkan produk/jasa dengan keunggulan, tidak hanya
mencapai keunggulan bersaing dengan beberapa strategi yang digunakan
dalam mencapai tujuan perusahaan, tapi juga keunggulan bersaing yang
berkelanjutan, yang diwujudkan dari kapabilitas yang dikembangkan
perusahaan. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan untuk
mencari peluang dan kesempatan dari perubahan lingkungan bisnis,
karena lingkungan bisnis dapat mempengaruhi kegiatan perusahaan, oleh
karena itu perusahaan harus mengatasi perubahan lingkungan bisnis
dengan baik, sehingga perusahaan yang dapat mengurangi resiko atas
perubahan lingkungan akan tetap eksis keberadaannya, dengan demikian
perusahaan berusaha memiliki keunggulan atas produk yang dihasilkan,
perusahaan yang telah memiliki keunggulan bersaing harus tetap
dipertahankan dalam jangka panjang, dengan memiliki keunggulan
bersaing maka perusahaan dalam mencapai kinerja lebih baik dari pada
pesaing (Hunt , 1997)
Premis dasar dari penelitian ini adalah konsep teori sumber daya
dari Edith Penrose (1959) yang menjelaskan kemampuan internal yang
dimiliki perusahaan dalam mempengaruhi kemampuan organisasiorganisasi untuk bersaing secara sukses dalam pasar. Kemampuan
internal yang dimiliki perusahaan terdiri dari sumber daya baik sumber
daya fisik (antara lain: keuangan, sumber daya manusia, peralatan, mesin,
xxiv
property, dll) maupun sumber daya non fisik (antara lain : infomasi,
reputasi, jaringan organisasi, hak paten, hak cipta, dll). Beberapa fakta
menunjukkan masing-masing individu dalam perusahaan mempunyai
keunikan dalam proses menjalankan kegiatan dengan perbedaan
kemampuan yang dimiliki, seperti ditunjukkan dalam konsep yang
dilakukan oleh perusahaan pesaing, misal tentang keunggulan bersaing
yang dilakukan oleh perusahaan (Hofer and Schendel, 1978, Rumelt,
1984, Porter, 1985, Reed and DeFillippi, 1990).
Pendekatan keunggulan bersaing yang dikemukakan oleh Porter
(1990 ) menyebutkan faktor penentu keunggulan bersaing suatu
perusahaan adalah :a). Faktor-faktor kondisi ( skill, tenaga kerja;
aksesibilitas dalam alam suatu negara, ketersediaan sumber daya
pengetahuan, jumlah dan biaya dari sumber modal dalam struktur industri
keuangan, dan ketersediaan serta kualitas infrastruktur fisik), b). Kondisi
permintaan (komposisi permintaan pasar, ukuran dan pertumbuhan pasar.
c.) Industri yang terkait dan industri penunjang (keberadaan dan kualitas
industri penunjang dan hubungan antara industri lokal dalam koordinasi
dan pembagian aktivitas dalam rantai nilai). Sedang dua faktor ekternal
yaitu :a) Penemuan baru antara lain produk-produk baru yang muncul di
pasar dan b) Faktor-faktor dari pemerintah antara lain pengaruh politik,
sosial, ekonomi, keamanan
Dalam persaingan membutuhkan strategi yang tepat pada produk
yang dihasilkan, sehingga produk tersebut dibutuhkan oleh konsumen
atau pasar, yang pada akhirnya mempunyai keunggulan dibanding produk
pesaing. Persaingan itu sendiri disebabkan adanya faktor ketidakpastian
lingkungan (Mahoney and Pandian, 1992). Persaingan dalam pasar akan
mendorong perusahaan untuk berinovasi dan inovasi bagi perusahaan
xxv
akan menjadi kunci dalam pembelajaran organisasi (Nonaka, 1994).
Schumpeter menjelaskan dengan adanya perubahan lingkungan
akan
menunjang
kreativitas
untuk
menimbulkan
beberapa
pioner/wiraswasta yang menerapkan ide-ide baru dalam kehidupan
ekonomi (antara lain : cara berproduksi baru, produk baru ), bagi
wiraswasta yang berhasil melakukan inovasi maka akan menimbulkan
posisi yang baik dipasar, artinya produk hasil inovasi merupakan produk
yang didinginkan pasar, sehingga produk tersebut belum ada yang
menyaingi, dengan demikian produk inovasi memiliki keunggulan daya
saing dibanding produk pesaing.
Dalam resource based theory juga mengenal dan mengakui adanya
perbedaan antara sumber daya dan kapabilitas (Aaker,1989: Dierickx &
Cool, 1989; Amit & Schoemaker, 1993; Mahoney, 1995), dimana sumber
daya terdiri dari : informasi, hak paten, aset keuangan, aset fisik, human
capital, sedang kapabilitas adalah proses yang berbasis pada informasi
dapat bersifat tangibel maupun intangibel yang bersifat khas perusahaan
sebagai hasil pengembangan dalam jangka panjang, dengan demikian
perusahaan yang dapat melakukan proses interaksi dari berbagai sumber
daya akan dapat meningkatkan kinerja (Augusty, 2006)
Pandangan market based theory mengawali pemikirannya dengan
melihat pasar terlebih dahulu yaitu dengan menganalisis lingkungan
eksternal dan dengan melihat organisasi yang sangat dinamis khususnya
terhadap pesaing, pelanggan-pelanggan, supplier, produk substitusi.
Menurut Porter (1980) dalam menyusun strategi bersaing dengan market
based theory yaitu dengan memfokuskan bagaimana memproteksi pasar
dengan cara membuat rintangan bagi pesaing agar mengalami kesulitan
untuk dapat memasuki pasar atau dengan kata lain membuat produk yang
xxvi
memiliki keunggulan bersaing, sehingga pesaing akan sulit untuk meniru
terhadap produk kita.
Pembelajaran organisasi adalah sebagai pengembangan sumber daya
dengan membandingkan kapabilitas yang dimiliki perusahaan dan sumber
daya yang ada pada organisasi, di mana perusahaan mengembangkan
sumber daya secara berlebih /diluar batas kemampuan perusahaan, akan
berpengaruh pada perusahaan dalam menjalankan usahanya. Farrel
(2000) menyatakan bahwa pembelajaran sebagai sumber keunggulan
bersaing, karena pembelajaran merupakan proses belajar untuk
meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, dengan demikian
perusahaan akan memberi fasilitas pada karyawan untuk belajar dalam
meningkatkan kemampuannya, oleh karena ltu perlunya organisasi
meningkatkan
pengelolaan
dalam
praktek
manajemen,
sehingga
pengelolaan bagi perusahaan dilakukan dengan sebaik-baiknya. Hardley
and Mavondo (2000) menyatakan bahwa orientasi pembelajaran
mempunyai pengaruh terhadap kinerja bisnis.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Mullen and
Lyles (1993) memberi keyakinan bahwa kontuinitas yang berorientasi
pada pembelajaran akan memperbaiki efisiensi dan efektivitas perusahaan
dalam melakukan aktivitas inovasi, karena perusahaan akan mendorong
karyawan untuk menambah pengetahuan baru maupun pengetahuan yang
sudah dimiliki, karena pengetahuan sebagai salah satu faktor dalam
mengkombinasikan pembelajaran organisasi dengan kegiatan inovasi
(Peter Drucker, 1993)
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Hurley and Hult (1998)
menyatakan kegiatan bisnis akan mempunyai pengaruh besar pada
orientasi pembelajaran dan kapasitas berinovasi, dimana dalam kegiatan
xxvii
bisnis diukur dengan tingkat keterbukaan dan pengamblilan keputusan,
sehingga akan membantu manager dalam berkomitmen untuk melakukan
inovasi
Penelitian yang dilakukan oleh Calantone (2002) juga menyatakan
inovasi berhubungan positif dengan kinerja, hal mana dalam hasil
penelitian indikator inovasi yang mendapat dukungan dari teori dan hasil
studi empiris dalam pengembangan produk baru, adopsi, penyerapan
teknologi, proses perbaikan dan kapasitas berinovasi. Pada kepentingan
tertentu kapasitas inovasi yang dilakukan pada usaha kecil dan menengah
mengalami hambatan yaitu disebabkan faktor ketidakpastian lingkungan
dan kurang majunya dalam bidang teknologi dalam mengembangkan
produk baru, efektivitas, efisiensi, dan proses inovasi (Appiah-adu and
Sigh , 1998), dengan sumber daya yang terbatas usaha kecil dan
menengah yang melakukan inovasi memerlukan keunggulan kompetetif,
sedangkan perusahaan dalam mencapai tujuan yang positip salah satunya
dengan kepemimpinan yang benar, dengan kepemimpinan berarti
memerlukan strategi inovasi yang agresif dalam industry, teknologi yang
tinggi untuk terjadinya perbaikan kinerja memasuki pasar baru, sehingga
perusahaan akan berhasil dalam melakukan inovasi (Romijn and
Albaladejo, 2002)
Kinerja atau performance adalah segala sistem yang berhubungan
dengan aktifitas dengan hasil (outcome) yang diperoleh. Perusahaan yang
berorientasi pasar memberikan dampak positif pada kinerja perusahanperusahan besar (Kohli dan Jaworski, 1993) dan perusahaan-perushaan
kecil (Pelhant dan Wilson, 1996 ). Augusty (2000) menempatkan ukuran
kinerja dalam model marketing system ke dalam output sales dan market
share, cost profit models. Sedangkan Keats et all (1988) menyatakan
xxviii
bahwa kinerja pasar merupakan kemampuan organisasi mentransformasi
diri dalam menghadapi tantangan dari lingkungan dengan perspektif
jangka panjang.
Kinerja pemasaran (marketing performance) merupakan usaha
pengukuran tingkat kinerja yaitu kinerja strategi yang dihasilkan
perusahaan dengan keseluruhan kinerja yang diharapkan, seperti
penjualan, dan keuntungan (Menon, Bharadwaj, dan Howell, 1996).
Dalam pengertian yang lain Augusty (2000) menyatakan bahwa kinerja
pemasaran merupakan konsep untuk mengukur prestasi pemasaran suatu
produk sebagai hasil dari sebuah strategi perusahaan. Selanjutnya Voss
dan Voss, (2000) mendefinisikannya sebagai usaha pengukuran tingkat
kinerja meliputi omzet penjualan, jumlah pelanggan, keuntungan dan
pertumbuhan penjualan.
Hurley and Hult (1998) mengatakan dengan orientasi pembelajaran
akan menuju pada pengembangan perusahaan dan pencapaian kinerja
yang superior, yang selanjutnya orientasi pembelajaran berpengaruh pada
kinerja superior. Dengan demikian orientasi pembelajaran akan
berpengaruh pada kinerja bisnis secara langsung maupun tidak langsung
melalui inovasi
Menurut Tien Shang Lee (2006) dengan topik ”The effect of business
operation on market orientation, learning operation and innovativeness”
menyatakan terdapatnya hubungan positif antara orientasi pembelajaran
dengan inovasi, serta pengaruh inovasi terhadap kinerja bisnis pada
industri barang dan jasa di Taiwan. Selanjutnya Heidy (2002)
mengemukakan hasil penelitian menunjukkan terdapatnya perbedaan
hubungan antara orientasi pembelajaran dengan inovasi, sehingga ada
kontradiksi atas hubungan tersebut, karena dari hasil hipotesis yang diuji
xxix
menghasilkan hubungan yang negatif antara orientasi pembelajaran
dengan inovasi pada anggota perkumpulan pemasaran di Amerika.
Kemudian juga hasil penelitian Mavondo (2002) menyatakan terdapatnya
hubungan antara inovasi dengan kinerja, dimana hasil penelitian
menunjukkan hipotesis yang ditolak, pada usaha rumah sakit dan jasa
profesional di Australia. Perbedaan hasil penelitian tersebut mendasari
research gap dalam penelitian ini
xxx
BAB I
UKM SEBAGAI BASIS PEREKONOMIAN RAKYAT
INDONESIA
Usaha kecil dan menengah merupakan salah satu pendorong dan
pembangunan ekonomi. Sektor UKM amat penting untuk menciptakan
pertumbuhan dan lapangan pekerjaan. UKM cukup fleksibel dan dapat
beradaptasi dengan pasang surut dan arah permintaan pasar. Usaha kecil
dan menengah juga menciptakan lapangan pekerjaan lebih cepat
dibandingkan sektor usaha lainnya, dan UKM juga memberikan
kontribusi penting dalam ekspor dan perdagangan.
Usaha kecil dan menengah (UKM) mempunyai peran penting dalam
perekonomian suatu negara, karena dengan modal yang terbatas UKM
dapat menciptakan peluang kerja bagi masyarakat disekitarnya dan
sebagai sumber pendapatan pemerintah daerah setempat. Dalam
penelitian Megginson (1994) diketahui bahwa kebanyakan orang tertarik
menekuni UKM karena UKM memberikan kebebasan individu dalam
pengambilan keputusan, berinisiatif dan tidak memerlukan perijinan yang
rumit. Disamping itu ketertarikan menekuni sektor UKM juga disebabkan
karena tuntutan keluarga, lingkungan tempat tinggal, dan tidak
tersedianya peluang kerja yang sesuai dengan keinginanya. (M Kreiser,
Louis D. Marino, K. Mark Weaver 2002) berdasarkan pengertian dari
Bank Dunia (1978). UKM adalah suatu usaha yang mempekerjakan
antara 5 hingga 199 orang pekerja yang bekerja penuh. Mulhern (1995)
dan Smallbone (1995) mendefenisikan UKM sebagai suatu usaha yang
1
mempekerjakan kurang dari 500 orang pekerja., sedang komisi Eropa
membagi UKM dalam tiga kategori, yaitu (i) microenterprises, yang
mempekerjakan kurang dari 10 orang pekerja, (ii) small enterprises, yang
mempekerjakan antara 10 hingga 99 orang pekerja, dan (iii) medium
enterprises, yang mempekerjakan antara 100 hinngga 499 orang pekerja.
Undang –undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2008 tentang
usaha mikro, kecil dan menengah dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan
dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha
mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
2. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang
bukan
merupakan
anak
perusahaan
atau
bukan
cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik
langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha
besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang
3. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri
sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan
usaha yang bukan merupakan anak perusahaanatau cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik
langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha
besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan
tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
4. Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan
oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil
2
penjualan tahunan lebih besar dari usaha menengah, yang
meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha
patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di
Indonesia.
Di Indonesia, sumber penghidupan amat bergantung pada sektor
UKM. Kebanyakan usaha kecil ini berkonsentrasi pada sektor
perdagangan, pangan, olahan pangan, tekstil dan garmen, kayu dan
produk kayu, serta produksi mineral non-logam. Mereka bergerak dalam
kondisi yang amat kompetitif dan ketidakpastian; juga UKM amat
dipengaruhi oleh situasi ekonomi makro. Lingkungan usaha yang buruk
lebih banyak merugikan UKM daripada usaha besar. Secara keseluruhan,
sektor UKM diperkirakan menyumbang sekitar lebih dari 50% PDB
(kebanyakan berada di sektor perdagangan dan pertanian) dan sekitar 10
% dari ekspor. Meski tidak tersedia data yang terpercaya, ada indikasi
bahwa pekerja industri skala menengah telah menurun secara relatif dari
sebesar 10 % dari keseluruhan pekerja pada pertengahan tahun 1980an
menjadi sekitar 5 % di akhir tahun 1990an. Dibandingkan dengan negara
maju, Indonesia kehilangan kelompok industri menengah dalam struktur
industrinya, akibatnya disatu sisi terdapat sejumlah kecil perusahaan
besar dan di sisi lain melimpahnya usaha kecil
UKM diperkirakan akan tumbuh lebih cepat setelah krisis ekonomi.
Sayangnya hasil studi menunjukkan bahwa usaha kecil tumbuh lebih
cepat sebelum tahun 1998 dari pada sesudah tahun 1998.
Zulkieflimansyah dan Banu (2003) menyatakan bahwa UKM
memiliki keunggulan dibidang keluwesan kapasitas, penggunaann
teknologi tepatguna yang sesuai kebutuhan dengan harga murah dan
3
tenaga trampil untuk mennghasilkan produk dengan biaya rendah. Peran
dan semangat kerja yang tinggi dari pemilik/manajer UKM tersebut
kurang mendapat perhatian dari pemerintah khususnya dibidang
peningkatan jiwa kewiraswastaan (entrepreneur), tidak seperti yang
dilakukan di negara Singapura, dimana peningkatan jiwa kewiraswastaan
yang disertai dengan peningkatan kemampuan individu terbukti
berpengaruh positif terhadap peningkatan kinerja bisnis (Lee et al. 2001).
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia telah dimulai pada akhir
tahun 1997 dan mengakibatkan ekonomi Indonesia turun 13,7 persen
pada tahun 1998. Dalam krisis ekonomi tersebut membuktikan bisnis
besar tidak tahan banting dan kurang berdaya menghadapi perubahan
perekonomian yang besar dan bersifat mendadak dibandingkan dengan
UKM. Dengan peristiwa tersebut membuka peluang untuk berpaling pada
UKM dengan pengembangan jiwa entrepreneurship. Peter Drucker
(1984) mengatakan bahwa UKM menjadi motor penggerak perbaikan
perekonomian negara Jepang, Inggris, Amerika Serikat dan lain-lain.
Sebaiknnya pemerintah dan rakyat Indonesia bersama-sama membangun
perekonomian
melalui
pemberdayaan
ekonomi
rakyat
meskipun
pertumbuhannya relative lambat tapi hasilnya dapat dinikmati masyarakat
Kesuksesan UKM di Indonesia dalam menghadapi krisis ekonomi
dapat dilihat dari survey dan analisis tim ekonomi majalah Swa. Bukti
adanya UKM yang sukses dalam usahanya, dari hasil survey yang
dilakukan swa terhadap 300 pengusaha sukses di Indonesia yang
dievaluasi melalui kinerja keuangan dan manajemen. Saat ini, UKM
memiliki peluang yang didapat dari dukungan sektor politik, dimana
banyak lembaga legislative dan elit politik yang peduli dengan eksistensi
4
kehidupan UKM, karena dibutuhkan oleh masyarakat luas. Dari sektor
sosial budaya, system sosial budaya yang ada sangat mendukung
berkembangnya jiwa kewirausahaan, serta melimpahnya sumber daya
manusia (tenaga kerja). Masyarakat internasional kini juga semakin
membuka peluang bagi UKM untuk masuk ke pasar internasional.
Sementara ancaman yang dihadapi oleh UKM antara lain terbatasnya
pendidikan dan keahlian tenaga kerja dan kurangnya penguasan teknologi
(Sjaifudian et al. 1995).
Kadin membedakan usaha kecil menjadi dua kelompok, kelompok
pertama adalah yang bergerak di bidang perdagangan, petanian dan
industri, dimana yang dimaksud usaha kecil untuk kelompok ini adalah
usaha yang memiliki modal kerja kurang dari Rp. 150 juta dan memiliki
nilai usaha kurang dari Rp. 600 juta. Kelompok kedua adalah usaha yang
bergerak dalam bidang konstruksi. Adapun untuk kelompok kedua yang
dimaksud usaha kecil adalah yang memiliki modal kerja kurang dari Rp.
250 juta dan memiliki nilai usaha kurang dari 1 miliar.
Biro Pusat Statistik mendefinnisikan UKM sebagai industri yang
memiliki kurang dari 100 karyawan. BPS mengelompokkan industri ke
dalam
4
golongan,
yaitu:
(a)
industri
kerajinan:
1
–
4
karyawan/perusahaan, (b) industri kecil: 5 – 19 karyawan/perusahaan, (c)
industri sedang: 20 – 99 karyawan/perusahaan dan (d) industri besar:
lebih dari 100 karyawan/perusahaan. Departemen Perindustrian dan Bank
Indonesia mendefinisikan usaha kecil berdasarkan nilai asetnya, yaitu
usaha yang asetnya (tidak termasuk tanah dan bangunan) bernilai kurang
dari Rp. 600 juta. Departemen Perdagangan membatasi usaha kecil
5
berdasarkan modal kerjanya, yaitu usaha (dagang) yang modal kerjanya
bernilai kurang dari Rp. 25 juta.
Jumlah usaha kecil pada tahun 2008 mencapai 520 ribu unit naik
dari 498 ribu unit tahun 2007. Sedangkan usaha menengah menjadi 40
ribu unit dari 38 ribu unit tahun 2007. Secara keseluruhan, jumlah unit
usaha di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 51,262 juta unit (termasuk
unit usaha-usaha besar), naik dibanding 49,824 juta unit tahun 2007
Usaha kecil dan menengah berkaitan dengan teori kewiraswastaan
yang banyak didukung oleh teori (motivasi: need of achievement) yang
dikemukakan oleh Mc Clelland (1961), dimana dalam teori ini
menyatakan bahwa need of achievement merupakan kemauan seseorang
untuk menyelesaikan masalah sendiri, menyiapkan target dan berusaha
memenuhi target melalui usaha sendiri. Maslow (1954) menyatakan
bahwa motivasi merupakan suatu ketrampilan dalam memadukan
kepentingan
karyawan
kepentingan-kepentingan
dan
kepentingan
karyawan
dipuaskan
organisasi,
bersamaan
sehingga
dengan
tercapainya sarana-sarana organisasi.
Dalam berbagai literature resource based ( Christensen, 1996),
disebutkan tiga tipe umum sumber daya perusahaan yaitu, sumber daya
fisik, sumber daya keuangan, dan sumber daya tidak berwujud. Andrews,
(1971) menyatakan pengkategorian sumber daya adalah: fisik (persediaan
dan pabrik), moneter (uang, kredit), dan manusia(Ansoff, 1965), uang,
teknik dan manajerial
Ada dua sumber daya yang langka yang dimiliki oleh UKM dan
tidak dimiliki oleh bisnis, yaitu kewiraswastaan dan struktur modal (Tony
Fu-Lai Yu, 2001). Dalam kebanyakan kasus, pemilik UKM juga berperan
6
sebagai manjer yang handal, Kemandirian dan kepercayaan diri pada
UKM yang tinggi membuat para wiraswasta tidak mau tergantung kepada
orang lain untuk memproses informasi yang kompleks dan pengambilan
keputusan berdasarkan intuisi, dimana hal ini sangat sulit untuk dilakukan
oleh UKM (Langlois, 1995). Teori kontingensi menyatakan bahwa
kemampuan pemilik/manajer dengan sumber daya bisnis yang dimiliki
dapat menyesuaikan dengan lingkungan akan berpengaruh positif
terhadap kelangsungan hidup dan kinerja bisnis UKM (Lao, 1999).
Dalam menjalankan bisnis perusahaan harus memperhatikan
pelanggan, karena permintaan pelanggan merupakan tujuan utama, untuk
keberhasilan dipasar, dengan demikian perusahaan harus mengamati
terjadinya perubahan pada lingkungan. Slater dan Narver (1995)
menyatakan outcomes atau hasil kegiatan bisnis berujud kepuasan pada
pelanggan, kesuksesan produk baru, peningkatan penjualan, dan
profitabilitas, dengan demikian perusahaan yang sukses memberi
kepuasan pada pelanggan akan dapat meningkatkan kinerja, khususnya
kinerja pemasaran yaitu merupakan ukuran prestasi yang diperoleh dari
proses aktivitas pemasaran secara menyeluruh dari sebuah organisasi.
Augusty (2000) menetapkan ukuran kinerja ini dalam model marketing
system kedalam output sales dan market share, cost profit models.
Sedangkan Keats et al. (1988) menyatakan bahwa kinerja pasar
merupakan
kemampuan
organisasi
mentransformasi
diri
dalam
menghadapi tantangan dari lingkungan dalam jangka panjang.
Berbagai kriteria kuantitatif yang digunakan untuk mengukur
besarnya suatu bisnis adalah: (i) jumlah pekerja, (ii) volume penjualan,
(iii) nilai asset keseluruhan, (iv) besarnya nilai asuransi dan (v) besarnya
7
simpanan yang dimiliki di bank. Dari criteria tersebut, jumlah pekerja
sebagaimana yang ditekankan oleh Longenecker et al (1994), adalah
kriteria yang paling dijadikan acuan untuk mengukur besarnya suatu
bisnis di Amerika Serikat. Hashim dan Wafa (2002) mengemukakan
bahwa kriteria terbaik dalam pengukuran besarnya suatu bisnis
tergantung dengan tujuan masing-masing pemakai. Kriteria yang pertama
kali digunakan oleh Small Business Administration (SBA) di Amerika
Serikat untuk mengklasifikasikan UKM adalah jumlah pekerja dan
volume penjualan (Longenecker et al. 1991 dan 1994). Sebagai contoh,
dalam usaha manufaktur dan pertambangan, SBA mengklasifikasikan
bisnis yang memiliki pekerja dibawah 500 orang masuk dalam criteria
“small”.
Dilihat dari Produk Domestik Bruto (PDB), PDB UKM Indonesia
tahun 2008 mencapai Rp 2.609 trilun, di mana sebesar Rp 1.505 triliun di
antaranya disumbangkan oleh unit-unit usaha mikro. PDB UKM ini lebih
besar dibanding PDB yang dihasilkan unit-unit usaha besar secara
kumulatif yang mencapai Rp 2.087 triliun. Jadi pantas saja sektor UKM
menjadi primadona. (Den Setiawan, [email protected] ).
Pelham dkk, (1988) menyatakan bahwa para manajer/pemilik usaha
lebih banyak menekankan strategi manufaktur dari pada strategi
pemasaran. Siiu dan Kirby (1991) menyatakan bahwa kunci keberhasilan
UKM di China tidak ditentukan oleh pemasaran tetapi lebih pada operasi.
Sousa (2003) menemukan hubungan antara dimensi kualitas dengan
fokus konsumen yang berpengaruh positif terhadap kinerja bisnis.
Kemandirian seseorang dapat diukur melalui bagaimana seseorang
itu mampu berdiri sendiri dan tidak terlalu tergantung pada orang lain (De
8
Carlo dan Lyons, 1979), dengan demikian seseorang yang mandiri akan
lebih berhasil mencapai tujuan, dibanding orang yang belum bisa
mandiri. Selain mandiri juga membutuhkan ciri-ciri pribadi yang kuat
dalam mengatasi persoalan, kemudian faktor peluang usaha juga
berpengaruh terhadap kesuksesaan bisnis (Vesper, 1990). Selanjutnya
faktor lain yang mempengaruhi tingkat kesuksesan bisnis diantaranya
tingkat pendidikan, pengalaman kerja, modal usaha yang disediakan,
linkungan ekonomi, model peran, dan pelayanan (Birley, 1989), dan
orientasi kewiraswastaan para pemilik/manajer (Covin dan Slevin, 1989,
M. Kreiser dkk, 2002).
Di Indonesia sendiri perhatian terhadap UKM telah menjadi agenda
penting dalam rangka
bukan
saja
untuk memperkuat
struktur
perekonomian nasional, tetapi juga untuk penyerapan tenaga kerja dan
sebagai wahana yang sangat strategis untuk distribusi barang dan jasa.
Kehadiran UKM ini semakin dirasakan dampaknya di Indonesia selama
terkena krisis moneter yang akhirnya berkembang menjadi krisis multi
dimensi. Beberapa hal penting yang memberikan indikasi posisi penting
UKM adalah :
1) Ketika pertumbuhan ekonomi mencapai 4,8 persen tahun 2000
dimana
Usaha
besar
belum
bangkit,
banyak
pakar
memperkirakan kontribusi UKM lebih besar, termasuk konsumsi.
2) Hasil survei pada tahun 1998 ketika awal krisis terhadap 225 ribu
UKM diseluruh Indonesia menunjukkan bahwa hanya 4 persen
saja UKM menghentikan bisnisnya, 64 persen tidak mengalami
perubahan omzet, 31 persen omzetnya menurun, dan bahkan 1
persen justru berkembang.
9
3) Technical Assistant ADB pada tahun 2001 juga melakukan survei
terhadap 500 UKM di Medan dan Semarang. Hasilnya, 78 persen
UKM menjawab tidak terkena dampak dari adanya krisis
moneter.
Ada tiga alasan yang mendasari mengapa negara berkembang
belakangan ini memberikan perhatian yang lebih tentang keberadaan
UKM (Berry dkk, 2001), pertama, kinerja UKM cenderung lebih baik
dalam menghasilkan tenaga kerja yang produktif. Kedua, sebagai bagian
dari dinamika. Ketiga, UKM diyakini memiliki keunggulan dalam
fleksibitas dibandingkan usaha besar. Kuncoro (2000) menyebutkan
bahwa usaha kecil dan usaha rumah tangga di Indonesia telah memainkan
peranan penting dalam menyerap tenaga kerja, meningkatkan jumlah unit
usaha dan mendukung pendapatan rumah tangga
Peneltian Ana Christina, (2008) menyatakan bahwa produk inovasi
berpengaruh pada keunggulan bersaing pada usaha kecil dan menengah
dari yang tradisional sampai dengan menggunakan tehnologi tinggi
dengan menggunakan sampel sebesar 300 pengusaha kecil dan menengah
di UK
Halit Keskin, (2006), dalam penelitian dengan judul Market
orientation, learning orientation and innovation capabilities in SME
menyatakan adanya hubungan antara orientasi pembelajaran dengan
kinerja usaha kecil dan menengah di Turki
Cemal Zahir et al, 2007, dengan judul Field research on impact of
some Organizational Factors of Corporate Enterpreneurship and
Business performance in the Turkey menyatakan adanya hubungan antara
10
orientasi pembelajaran dengan inovasi pada usaha kecil dan menengah di
Turki
Colon Gray, (2006) dalam penelitian dengan judul Absorptive
capacity, Knowledge Management and Innovation in Entrepreneurial
Small Firms menyatakan adanya hubungan antara inovasi dengan
perbaikan proses usaha kecil dan menengah yang dipublikasikan di surat
kabar di Midwestern State
Ardiana (2010) dalam penelitian dengan judul Kompetensi Sumber
Daya Manusia UKM dan Pengaruhnya terhadap Kinerja UKM di
Surabaya menyatakan semakin tinggi pengetahuan SDM UKM maka
semakin tinggi pula kinerja UKM di kota Surabaya” tidak diterima atau
ditolak, karena tidak terbukt kebenarannya.
Dengan hasil penelitian diatas dapat dilihat bahwa pengetahuan
sumber daya manusia pada usaha kecil dan menengah belum sepenuhnya
dapat dimanfaatkan sebaik mungkin untuk dapat meningkatkan kinerja
UKM, oleh karena itu perlu penelitian lebih lanjut tentang pengetahuan
dalam
pembelajaran
organisasi
masih
sangat
diperlukan
untuk
meningkatkan kinerja.
Fenomena yang menarik dibeberapa tahun ini yaitu makin tumbuh
suburnya bisnis makanan. Saat ini banyak sekali usaha baru yang sangat
kreatif menawarkan berbagai jenis produk dan jasa, misalnya usaha
makanan
Industri makanan merupakan salah satu sektor bisnis yang relatif
menguntungkan. Hal ini disebabkan pada tingkat perolehan keuntungan
yang relatif besar. Pola yang tergambar dari sentra makanan adalah masih
terpola pada makanan khas masing masing daerah. Ada beberapa
11
kelemahan yang dapat dilihat pada industri pada sentra makanan yaitu
pelaku usaha masih sangat lemah di packing, sehingga kemasan yang
ditampilkan kurang menarik.
Strategi yang dilakukan oleh pelaku bisnis pada sentra bisnis
makanan UKM mengarah pada perbaikan kualitas. Dari data kementrian
koperasi dan UKM, (2009) menyatakan bahwa usaha makanan sekitar
13% sampai 47% sudah melakukan perbaikan mutu terhadap produkproduk yang dihasilkan , berarti yang lain sisanya belum melakukan
perbaikan mutu, sehingga perlu perbaikan mutu bagi usaha makanan.
Kinerja keuangan merupakan salah satu indikator penting untuk
mengetahui bagaimana kondisi kapasitas bisnis dari sisi keuangan.
Pengukuran kinerja keuangan dilihat dari kapasitas bisnis sentra UKM
pada 5 sektor (Kementrian koperasi, 2009 ), hal ini dapat dilihat tabel
sebagai berikut :
Tabel 1.3
Perubahan laba kotor sentra bisnis UKM pada 5 sektor
No
5 sektor
Sebelum Rata-
Sesudah Rata-
Rata-rata perubahan laba
rata
rata
kotor
perubahan laba
Perubahan laba
%
kotor
kotor
1
Kayu
38.684.00
44.320.00
38.684/44.320x100%=15
2
Perkebunan
51.383.00
58.660.00
51.383/58.660x100%=14
3
Tekstil
47.449.00
52.600.00
47.449/52.600x100%=11
4
Makanan
34.050.00
42.000.00
34.050/42.000x100%=23
5
Peternakan
68.115.00
74.133.00
68.115/74.133x100%=9
Sumber : Kementrian Koperasi dan UKM, 2009
Kinerja keuangan yang direpresentasikan oleh perubahan laba kotor
menunjukkan kinerja positif yaitu peningkatan sebesar 9% sampai
12
dengan 23% pada sentra bisnis UKM, dan ternyata sektor makanan
mempunyai laba kotor yang paling besar dibanding sektor bisnis lain
yaitu sebesar 23%.
Produksi roti skala besar maupun kecil dipropinsi Jawa Tengah
semakin berkembang dan tumbuh pesat seiring dengan permintaan yang
meningkat, baik desain, corak maupun rasanya, sebagian bahannya
terbuat dari tepung terigu, telor, gula pasir, mertega, dan lain-lain dan saat
ini makin bervariasi, tetapi juga mulai banyak menggunakan sari buahbuahan dan jenis lainnya.
Perusahaan roti merupakan suatu perusahaan yang bergerak dibidang
pemenuhan kebutuhan makanan sehari-hari, utamanya makanan ringan
dan kue-kue siap saji. Di Indonesia roti bukan merupakan makanan
produk seperti halnya didunia barat, meskipun demikian roti memiliki arti
yang penting bagi masyarakat di Indonesia. Roti dijadikan sebagai
makanan tambahan, baik itu untuk bekal bepergian maupun hanya
sekedar sebagai oleh-oleh untuk sanak keluarga
Setiap perusahaan roti memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh
perusahaan-perusahaan lainnya, karena ada keunggulan tersebut, maka
sekarang mulai banyak berdiri perusahaan-perusahaan roti yang baru dan
bertujuan untuk menyaingi perusahaan roti yang telah ada dan berdiri
cukup lama. Dengan banyaknya perusahaan roti tersebut, maka akan
membuat masing-masing perusahaan roti tersebut saling bersaing untuk
memperebutkan konsumen. Berbagai cara dilakukan oleh perusahaan roti
untuk mempertahankan dan memperluas proses konsumennya mulai dari
pemotongan harga sampai dengan upaya meningkatkan citra merk
perusahaan
13
Penelitian Mila Faila Sufa, (2006), dengan topik strategi peningkatan
kerja perusahaan sebagai upaya menjamin kepuasan pelanggan usaha roti,
menyatakan terdapat 14 atribut yang dianggap penting dalam menentukan
kepuaasan pelanggan perusahaan roti yaitu : 1)bahan baku yang
berkualitas; 2)roti yang dibungkus kemasan; 3)menambah kombinasi dari
variasi dan roti; 4)merk roti dalam produk; 5)roti yang tahan lama;
6)adanya penggantian bahan baku; 7)alamat roti terdapat dalam kemasan;
8)harga yang relatif murah; 9)adanya pelayanan yang baik dari pegawai;
10)kebersihan dari tempat penyimpanan roti; 11)suasana pabrik yang
nyaman;
12)pengiriman
roti
yang
tepat
waktu
ke
konsumen;
13)bersertifikat halal yang ada dikemasan; 14)kesegaran dari roti,
kemudian dalam penilaian kinerja produk terdapat pelanggan tidak puas
atas pelayanan yang diberikan, merk roti dalam produk yang tidak
dikenal, terdapat roti yang belum bersertifikat halal, serta kesegaran roti,
sehingga pelanggan tidak puas dalam memenuhi harapan yang
diinginkan, oleh karena itu dibutuhkan komunikasi dalam pemasaran
untuk penelitian selanjutnya.
Penelitian Gary Aromdhana, (2009), dengan topik Analisis Strategi
Pengembangan usaha roti menyatakan adanya faktor intenal perusahaan
yang menyangkut kelemahan dan kekuatan yang dimliki perusahaan,
sehingga faktor internal ditunjukkan dengan kemampuan menjalankan
pengawasan mutu produk, sedangkan hasil evaluasi terlihat faktor
internal yang menjadi kelemahan adalah kemampuan berinovasi dalam
produk roti, kemudian perusahaan harus memperhatikan kondisi
external/luar perusahaan antara lain tingkat pendapatan masyarakat dan
konsumsi masyarakat terhadap roti, hasil penelitian menyarankan
14
perusahaan roti perlu memperhatikan : 1) meningkatkan produksi dalam
melakukan pengawasan terhadap mutu produk; 2) melakukan inovasi
produk/differensiasi;
3)
melakukan
pelatihan
tenaga
kerja,
4)
meningkatkan mutu produk dengan melakukan pengawasan terhadap
pemakaian bahan baku; 5) memberikan label merk, label halal, dalam
kemasan produk; 6) melakukan komunikasi dengan asosiasi perusahaan
roti untuk mendapatkan informasi mengenai SDM, produksi dan
pemasaran; 7) memastikan pasar yang akan dimasuki /perluasan pasar
Jumlah usaha roti mengalami kenaikan dan penurunan, demikian juga
biaya dan banyaknya barang yang dihasilkan, biaya input yang
dikeluarkan, dan nilai output juga mengalami fluktuatif dalam
memasarkan roti di Jawa Tengah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel
1.4 sebagai berikut ;
Tabel 1.4
Banyaknya barang, Nilai output dan Biaya input perusahaan roti skala
besar dan kecil di propinsi Jawa Tengah,
Tahun 2003-2006 (dalam Rp)
keterangan
Tahun 2002
Tahun 2003
Banyaknya
Banyaknya
Biaya
Biaya
Nilai
Nilai
barang
barang
input
input
output
output
(Value of
(Value of
(input cost)
(input
(Value of
(Value of
good
good
Ush
cost)
gross
gross
product)
product)
Besar
Ush
output)
output)
Ush
Ush
besar
sedang
387.270.115
278.257.100
sedang
Ush
Ush
besar
sedang
98.137.012
297.427.954
68.176.651
387.881.374
100.240.977
79.846.894
227.427.55
53.272.543
278.247.158
80.076.720
94.818.217
Tahun 2004
355.916.549
94.558.285
278.343.439
62.398.848
355.988.886
Tahun 2005
1.018.721.224
102.714.955
280.345.450
65.390.800
1.218.721.224
96.800.217
Tahun 2006
686.431.899
518.958.119
511.981.286
397.399.285
691.350.703
519.522.461
Sumber : Badan Pusat Statistik Tahun , 2006
Dari tahun ke tahun terjadi penurunan banyaknya barang perusahan
roti untuk usaha besar (value of good product ) dari tahun 2002 sebesar
15
Rp. 387.270.115 (79,79%) turun menjadi sebesar Rp. 278.257.100 (77,71
%) pada tahun 2003, sedang usaha kecil (value of good product ) dari
tahun 2002 sebesar Rp. 98.137.115 (20,22%), pada tahun 2003 naik
menjadi sebesar Rp. 79.846.894,- (22,28%), kemudian (value of gross
output ) dari tahun 2002 sebesar Rp. 387.881.374,- (79,46%), turun
menjadi sebesar Rp. 278.247.158,- (77,64%) pada tahun 2003. Data pada
tahun 2005 menunjukkan bahwa banyaknya barang (value of good
product ) sebesar Rp. 1.018.721.224,- (90,84%), turun menjadi sebesar
Rp. 686.431.899 (56,94%) pada tahun 2006 untuk usaha besar, sedang
pada usaha kecil (value of good product ) dari tahun 2005 sebesar Rp.
102.714.955 (9,16%), naik menjadi sebesar Rp. 518.958.119 (43,06%)
pada tahun 2006. Beberapa alasan yang mungkin bisa dikemukakan
adalah semakin berkurang banyaknya barang yang dihasilkan (value of
good product ) dan berkurangnya nilai output yang dihasilkan (value of
gross output )
Sedangkan jumlah perusahaan roti dari tahun ketahun mengalami
perubahan, ini disebabkan banyak hal antara lain roti merupakan
makanan tambahan bukan makanan utama, harga yang agak tinggi
sehingga mahal bagi orang berpenghasilan rendah, kualitas roti yang
kurang baik serta rasa roti yang kurang lembut dan sebagainya.
Dalam data yang didapat dari Dinperindag tahun 2005-2008 tertera
tahun 2005 sebesar 358 buah usaha roti atau 35,16%, tahun 2006 sebesar
117 buah atau 11,49 %, tahun 2007 sebesar 210 buah atau 20,62 %, tahun
2008 sebesar 333 buah atau 32,71 %
Dari keterangan diatas menunjukkan bahwa jumlah perusahaan roti
mengalami fluktuatif, tahun 2005 sebesar 35,16%, tahun 2006 turun
menjadi 11,49%, tapi tahun 2008 naik menjadi 32,71%, ini menunjukkan
perusahaan roti semakin tidak menentu dalam perkembanganya
16
BAB II
ORIENTASI PEMBELAJARAN, KETRAMPILAN, DAN
INOVASI DALAM KINERJA PERUSAHAAN
Studi ini membangun sebuah model teoritikal dasar yang
dikembangkan atas dasar telaah pustaka dari pembelajaran yang dapat
meningkatkan inovasi dan kinerja pemasaran. Kemudian model ini telah
diuji secara empirik pada usaha roti di jawa Tengah.
Inovasi akulturatif akan berjalan dengan baik, apabila mendapat
dukungan dari orientasi pasar, pembelajaran generatif berbasis budaya
dan kompetensi formasi produk akulturatif, orientasi pasar juga akan
meningkatkan keunggulan bersaing. Kemudian inovasi akulturatif akan
meningkatkan keunggulan bersaing, pada akhirnya keunggulan bersaing
akan meningkatkan kinerja pemasaran
Ketidakpastian lingkungan menunjukkan sebagai barometer dalam
mencapai potensi profit bagi perusahaan, yang berarti sama dengan
perusahaan yang survival, dalam parameter kesuksesan ekonomi, suatu
perusahaan dengan adanya profit yang positif, berarti sama dengan
perusahaan yang survival ( Alchian 1951). Kesuksesan suatu perusahaan
diperlihatkan sebagai indicator kompetitif superior dalam mengambil
keputusan yang mungkin dicapai secara kebetulan dalam keadaan
ketidakpastian . Ada beberapa pernyataan dalam literature bahwa
keputusan perusahaan yang sewenang-wenang dapat menumbuhkan
‘Ricardian rents’ berdasar pada keuntungan dan kesempatan (
Liesbeskind 1996, Alchian 1951). Ricardian rents berasal dari beberapa
‘factor produksi ‘yang berkontribusi dalam sumberdaya produktif yang
17
menyediakan nilai dalam scarcity (Mahoney, 1995, Liesbeskind 1996).
Kelebihan
pengembalian
financial
dalam
perusahaan
memberi
kesempatan biaya absorbed dari pemilik sebuah sumberdaya tertentu (
Mahoney and Pandian 1992); tetapi pencapaian yang konsisten dari
excess financial returns bagi perusahaan adalah dasar pemikiran dari
keuntungan kompetitif ( Porter 1985).
Ricardian rents berasal dari sumberdaya yang bernilai, ini sangat
penting bagi perusahaan, karena merupakan bagian daripada kemampuan
perusahaan (De Gregori 1987) dan sebagai sumber daya yang bernilai
langka/ jarang (Ricardo 1817), dan sangat penting bagi perusahaan ,
jikalau keuntungan kompetitif bisa bertahan dapat terlaksana. Ketika
konsep ini dibuat, dengan menyewakan produksi sumberdaya, sehingga
merupakan bukti kekuatan perusahaan, seperti tanah subur dibanding
dengan tanah yang berkualitas buruk, yang pada akhirnya bisa memberi
output bagi perusahaan ( Mahoney and Pandian 1992).
Perusahaan dengan ide menyewakan sumberdaya sehingga dapat
meningkatkan persaingan, dalam memproduksi berdasarkan factor
akumulasi yang tersedia dari sumberdaya dengan menumbuhkan
kekayaan / property bagi perusahaan dan kemudian perusahaan
berpotensi untuk kesuksesan Schoemaker 1993) menyatakan bahwa
adanya korelasi dari kemampuan sumberdaya dan lingkungan yang
berasal dari lingkungan eksternal (Mahoney 1993). Lingkungan bukan
hanya sebagai sumberdaya yang memberikan perusahaan dengan input
yang produktif, tetapi juga apa yang berasal dari service/pelayanan yang
diberikan oleh perusahaan , sehingga perusahaan akan menggunakan
metode yang tepat dalam melakukan kegiatan ( Penrose 1959).
18
Konsep yang diajukan sebagai teori dari pertumbuhan perusahaan
yang ditunjukkan oleh Penrose (1959) ,tetapi faktanya bahwa sumberdaya
kolektif perusahaan digunakan sama dengan kebutuhan dan efektif untuk
digunakan dalam kesempatan di lingkungan eksternal dan mendorong
kemampuan perusahaan agar memberikan keuntungan. Ini semua
memerlukan kemampuan managerial dalam menyebarkan sumberdaya
dalam memproduksi barang kolektif ( Mahoney 1993, Penrose 1959,
Aaker 1989), sumberdaya internal membantu dalam semua strategi
perusahaan, tapi sumberdaya itu sendiri adalah sumber penting yang
dimiliki perusahaan, yang dapat menguntungkan perusahaan (Grant
1991)
Dalam mengelola sumber daya diperlukan strategi organisasi,
sedang strategi organisasi didefinisikan sebagai pencarian lanjutan untuk
mencari keuntungan ( Bowman 1974). keuntungan untuk “pengembalian
sebagai akibat/excess dari pemilik sumber daya dalam menggunakan
‘kesempatan biaya (Tollison 1982) dan penyebaran ekuitas sumberdaya
organisasi untuk mendukung strategi yang dipilih yang menjadi focus
utama dalam literature bisnis, berdasarkan keuntungan kompetitif (
Wernerfelt 1984, Barney1986). Sebuah factor yang berkontribusi bagi
tingkat kesuksesan perusahaan atau profit merupakan perbandingan bagi
kompetitor -kompetitor dalam produk pasar , dengan mana faktor
lingkungan perusahaan sangat berpengaruh dan kesuksesan perusahaan
akan berdampak pada persaingan yang tinggi ( Alchian 1951),
bagaimanapun juga, meskipun perusahaan ada kekurangan pada
kesuksesan yang kompetitif seharusnya perusahaan tidak hanya
bergantung pada kesuksesan dengan strategi perusahaan saja : tetapi
19
perusahaan perlu sebuah strategi yang dipilih/yang tepat dan melakukan
kegiatan
untuk
meneruskan
tingkat
pengembalian
biaya
yang
diikeluarkan berdasarkan sumber daya yang ada pada perusahaan
(Mahoney and Pandian 1992).
Ketahanan keuntungan yang kompetitif adalah kemampuan yang
dimiliki oleh perusahaan yang mempunyai mekanisme untuk sukses dan
lebih sukses lagi, apabila perusahaan melakukan kerja lembur yang
konsisten (Porter 1985). Perusahaan dengan kemampuan internal dan
kerjasamanya
dalam
implementasi
strategi
akan
menghasilkan
kesuksesan produksi (Reed and De Filippi 1990), karena posisi pasar
yang kompetitif, berkaitan dengan pelaksaaan strategi, yang berasal dari
sumber daya yang dimiliki (Direcx and Cool 1989). Dalam penelitian lain
yang berfokus pada bagaimana kemampuan internal atau sumberdaya
bisa bertahan dan tumbuh dalam waktu yang panjang untuk
mempertahankan keuntungan yang kompetitif, maka elemen penting dari
spesifikasi perusahaan atas kemampuannya, berasal dari kegiatan apa saja
yang mendukung perusahaan (Lippman & Rumelet 1982) atau meniru
perusahaan lain ( Reed and De Filippi 1990). Basis/dasar untuk perspektif
mekanisme internal memodernkan tingkatan kinerja perusahaan atau
kesuksesan perusahaan diperkenalkan di dalam sumberdaya berdasar
perspektif yang ada bahwa perluasan sumberdaya sangat menguntungkan
bagi kompetensi perusahaan itu sendiri ( Penrose, 1959) Banyak definisi
pembelajaran yang berkontribusi dalam keuntungan kompetitif, yang
berasal dari perbedaan bahasa, sehingga dalam terminology konstitusi
keuntungan kompetitif, khususnya evolusi konsep dari pembelajaran
organisasi dan efek mendasar dari keuntungan kompetitif perusahaan.
20
Adanya perbedaan pengetahuan yang berasal dari pembelajaran
organisasi dari teori ekonomi yang berasal dari reaksi dalam mengubah
lingkungan sebagai pengetahuan yang rasional, sehingga menimbulkan
sebuah solusi optimal (Alchian 1951, Simon 1955). Sebuah pilihan yang
rasional dan bertanggungjawab, yang kemudian menjadi standard
prosedur kegiatan perusahaan dan merupakan referensi masa depan,
ketika situasi perusahaan akan sama dengan dorongan beberapa factor
yang ada pada perusahaan, sehingga perusahaan akan fleksibel untuk
memperbaiki proses yang kurang berhasil, tetapi standar kegiatan yang
dilakukan perusahaan masih baik ( McGill and Slocum 1992).
A. Orientasi Pembelajaran
Konsep dari pembelajaran organisasi adalah merupakan subyek
dalam mengembangkan pertumbuhan ilmu dengan akar teori menjangkau
disiplin ilmu lain termasuk didalamnya disiplin ilmu psikologi (Nonaka
dan Takeuchi, 1995; Dixon, 1994; Schein, 1983), management (misal,
Stata, 1992; Huber, 1991; March, 1991; Senge, 1990; Levit and March,
1988; Fiol and Lyles, 1985; Argyis and Schon, 1978; Cyer and March,
1963) dan management strategic (Misal: Inpen and Crosnan, 1995;
Whittington and Whipp, 1992; Dickson, 1992). Sosiologi dan teori
organisasi memberi kontribuasi pada system sosial dan struktur
organisasi, seperti issu-issu bagaimana kemungkinan organisasi belajar
(Misal ; Coopey, 1995; Law, 1994; Hedberg, 1981), suatu ketidaktentuan
lingkungan (Shrivastava, 1983) dan suatu sumber organisasi yang
konstruktif (Nicoloni & Meznar, 1995; Brown & Duguid, 1991)
Konsep pembelajaran organisasi pada akhirnya merupakan aplikasi
21
dalam pemasaran pengembangan produk baru (Mc Kee & Conant, 1992),
melalui hubungan pemasaran (Lukas, 1996), strategi pemasaran
(Franwick et al, 1994) dan managemen pemasaran (Baker & Sinkula,
1999). Perusahaan adalah sepenuhnya memberikan pengenalan dengan
kemungkinan
belajar,
karena
dengan
belajar
sebagai
sumber
pembelajaran maka perusahaan mempunyai sesuatu dalam keunggulan
bersaing atau sebagai sumber keunggulan bersaing yang dilakukan secara
terus-menerus, seperti Lukas (1996), menyatakan bahwa adanya
pembelajaran organisasi yang dikembangkan dari beberapa peneliti,
bahwa organisasi pembelajaran sebagai kunci untuk kesuksesan
organisasi dimasa yang akan datang
Orientasi pembelajaran organisasi adalah fungsi dari suatu proses
akumulasi dan tingkat kepuasan dari ketergantungan pada pengetahuan,
tetapi pembelajaran yang baik harus tetap eksis dalam mengembangkan
pengetahuan (Powel, Koput, and Smith-Doerr, 1960). Pembelajaran
Organisasi memberi kontribusi pada perusahaan dalam keunggulan
bersaing dengan pendekatan yang tepat dalam kegiatan bisnis serta
organisasi yang lain (Snow and Hrebiniak, 1980). Suatu penentuan dalam
kompetensi yang baru dalam perusahaan adalah dirancang dan dievaluasi
dengan suatu kemampuan dari kepercayaan dan konsistensi serta tetap
eksis dalam mencapai sasaran /tujuan (Mc Grath, Mc Millan and
Venkataraman, 1995) serta menunjukkan bahwa pembelajaran organisasi
merupakan sasaran menuju hasil yang lebih baik, jika perusahaan
menggunakan strategic yang tepat sebagai sasaran, maka perusahaan
perlu suatu cara yang konsisten yaitu dengan mengembangkan sumber
daya yang sesuai dengan kemampuan perusahaan. Dengan demikian
22
kinerja hasil dapat diidentifikasi dengan factor-faktor keberuntungan
dalam jangka panjang, sehingga memberikan landasan bagi perusahaan
untuk mengelola sumber daya dalam menciptakan keunggulan bersaing (
Hofer and Schendel, 1978 )
Model
Tim
Pembelajaran
dari
Watkins
dan
Marsick
menggambarkan hubungan dan pembelajaran antara individu, tim, dan
organisasi. Model ini menunjukkan bahwa organisasi pembelajar sebagai
gabungan dari individu-individu (segitiga bawah) dan organisasi (segitiga
atas). Kunci dari model ini adalah tumpang tindih (overlap), dimana
fungsi tim dan manfaat organisasi pembelajar. Pemanfaatan dari
penggabungan sumber daya dan energi dari individu-individu, tim-tim
dan organisasi itulah yang menciptakan organisasi pembelajar.
Pembelajaran organisasi mencari untuk menciptakan suatu rentangan
penuh
tim-tim,
termasuk
penyempurnaan
tim-tim
yang
berkesinambungan, tim-tim lintas fungsional, tim-tim manajemen
kualitas, dan bahkan tim-tim organisasi pembelajar. Tim-tim ini
memerlukan
waktu
untuk
merefleksikan,
untuk
melaksanakan
pembelajaran. Mereka menyajikan sebagai kendaraan bagi penyebab
perubahan dan pembaharuan organisasi yang fundamental. Tim-tim
didorong tidak hanya untuk memecahkan masalah, tetapi sesuai dengan
Redding, (1996 ) untuk menimbulkan pemahaman baru yang fundamental
terhadap organisasi/perusahaan melalui suatu proses pembelajaran
kolektif.
Tim pembelajaran akan berlangsung lebih cepat dan penuh, jika timtim diberikan imbalan untuk pembelajaran yang mereka sumbangkan
kepada organisasi. Pembelajar pada tingkat tim memerlukan praktik dan
23
refleksi, Tim pada tingkat tinggi pembelajaran memampukan pemikiran
kolektif dan komunikasi pada tingkat yang tinggi, dan juga kemampuan
untuk bekerja secara kreatif dan konstruktif sebagai suatu kesatuan yang
utuh.
Menurut Dickson (1996) memberi keyakinan bahwa keutamaan
lingkungan organisasi dalam menggunakan seluruh sumber daya yang
dimiliki perusahaan, termasuk didalamnya kegiatan inovasi. Kemudian
Mulen and Lyles (1993) juga meyakinkan bahwa kontuinitas yang
berorientasi pada pembelajaran organisasi akan memperbaiki kegiatan
inovasi secara efisien dan efektif. Perusahaan harus menjamin bahwa
tenaga kerja dapat menyerap pengetahuan baru dan memelihara
pengetahuan secara internal dalam system manajemen yang lebih baik,
dengan demikian pengetahuan sebagai kunci dalam menghubungkan
pembelajaran organisasi dan aktivitas inovasi (Drucker, 1993)
Orientasi pembelajaran menunjukkan bahwa kapabilitas organisasi
yang mendasarkan pada asumsi lama di pasar yaitu perusahaan yang
berfokus pada kejadian/perubahan lingkungan, yang mana akan
mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam memberikan kepuasan
kepada pelanggan (Hardley and Mavondo, 2000). Adanya perbedaan
antara dua konsep orientasi pembelajaran yaitu orientasi pembelajaran
tidak hanya mendasarkan pengetahuan pasar tapi juga memberi kepuasan
pada pelanggan. Sedang Dodgson (1993) menyatakan bahwa orientasi
pembelajaran dapat memudahkan suatu perusahaan untuk melakukan
perubahan external secara efektif, misalnya pilihan pelanggan terhadap
produk dan tehnologi. Pengembangan kapabilitas perusahaan akan
mencakup organisasi untuk menyerap dan menggabungkan ide-ide baru
24
(Cohen and Levintal, 1990). Kemudian Hurley and Hult (1998)
mengingat kembali bahwa orientasi pembelajaran sebagai precursor
dalam menjelaskan budaya perusahaan kedalam inovasi
Sebagai tambahan, perusahaan-perusahaan dengan memokuskan
pada orientasi pembelajaran berarti perusahaan belajar dari keberhasilan
dan kesalahan mereka melalui pengalaman, sehingga akan menjadi lebih
berhasil (Zahra et al, 2000; Hult et al,1999; Baker dan Sinkula,1999).
Beberapa artikel konseptual terbaru telah membahas pentingnya orientasi
pembelajaran bagi kinerja usaha bisnis Internasional ( Harrison dan
Leitch, 2005; Lumpkin dan Lichtenstein, 2005). Adanya penelitian
empiris pengaruh orientasi pembelajaran terhadap keberhasilan kinerja
usaha bisnis Internasional.
Menurut Perin and Sampaio, (2003) memberi pendapat bahwa
perusahaan dengan tingkat tinggi dalam orientasi pembelajaran akan
mencakup karyawan dalam menghadapi tantangan yang permanent pada
aturan organisasi dengan demikian perusahaan perlu mengembangkan
informasi pasar serta kegiatan organisasi. Sedang Hurley and Hult (1998)
memulai
dengan
orientasi
pembelajaran
akan
menuju
pada
pengembangan perusahaan dan pencapaian kinerja yang superior, dengan
demikian orientasi pembelajaran mungkin berpengaruh pada kinerja
superior. Dengan demikian orientasi pembelajaran akan berpengaruh
pada kinerja bisnis secara langsung maupun tidak langsung melalui
inovasi
Menurut Tien Shang Lee (2006) dalam penelitiannya menyatakan
adanya hubungan positif antara orientasi pembelajaran dengan inovasi,
begitu juga hubungan antara orintasi pembelajaran dengan kinerja bisnis,
25
serta pengaruh inovasi terhadap kinerja bisnis . Kemudian masih dalam
penelitian Tien Shang Lee (2005) mengemukakan bahwa adanya
hubungan yang lebih baik dari oreintasi pembelajaran, inovasi dan kinerja
bisnis ketika perusahaan mengoperasikan bisnis, dimana dalam operasi
bisnis dilakukan dengan gaya komunikasi yang baik dari partisipasi
karyawan, pembagian kekuasaan , serta kolaborasi dari para karyawan .
Kemudian pernyataan yang dikemukakan oleh Schumpeter yaitu
perlunya “penemuan dan perubahan” melalui inovasi yang berlanjut,
sehingga perlu dipertimbangkan dalam pembelajaran yang baru bagi
organisasi (Mc Gill and Slocum, 1992), yang mana pembelajaran menjadi
sumber kemampuan perusahaan untuk melakukan inovasi. (Mahoney,
1995). Dengan demikian perusahaan yang belajar inovasi berarti
perusahaan mengamati melalui kegiatan apa saja yang dilakukan oleh
pesaing (Hayek, 1935; Hunt, 1997). Persyaratan kemampuan dari
perusahaan
yang
baik/mempunyai
melakukan
nilai
lebih
inovasi
dari
berusaha
pesaing,
untuk
sehingga
lebih
merupakan
premis/dasar dari keunggulan bersaing, yaitu ditunjukkan dengan kinerja.
Dengan demikian perusahaan yang belajar
inovasi berarti
perusahaan mengamati melalui kegiatan apa saja yang dilakukan oleh
pesaing (Hayek, 1935; Hunt, 1997).
Dalam orientasi pembelajaran merupakan kegiatan dasar atau
orientasi
pembelajaran
sebagai
sumber
kegiatan
pada
tingkat
pengulangan pekerjaan yang lebih baik (Argrys and Schon, 1978 ; Senge,
1990; Sinkula, 1994, Slater and Narver, 1995)
26
Aaker ( 1989 ) menulis bahwa mengelola sumber daya dan
ketrampilan-kompetensi
adalah
kunci
bagi
pencapaian
sebuah
keunggulan bersaing .
Berbagai
macam sumber
daya
perusahaan
yang
memiliki
kompleksitas sosial yang tinggi seperti hubungan interpersonal antar
manajer, budaya perusahaan, reputasi perusahaan, jaringan pelanggan,
latar belakang historis yang unik dapat menjadi sumber bagi keunggulan
bersaing ( Barney 1991; Aharoni 1993; Bharadwaj, Varadarajan et al.
1993; Barney 1995; Oliver 1997 ). Elemen-elemen social ini dihasilkan,
dikembangkan dan dibudidayakan dalam lingkungan internal perusahaan
dan mempunyai potensi untuk membentuk suatu tingkatan tertentu (
Rumelt, 1984, dalam Bharadwaj et al., 1993 )
Pembelajaran adalah komponen dari keunggulan bersaing (Pisano,
1994) dengan menjelaskan bahwa pembelajaran adalah tidak mengamati
dari para pesaing ( Barney , 1991), Menurut Bharadway, Varadarajan and
Fahy (1993) memposisikan bahwa lingkungan persaingan sebagai
pengaruh yang signifikan pada ketahanan dan kelanjutan dari keunggulan
sumber daya. Dengan demikian Pembelajaran merupakan yang sesuatu
yang harus dianalisis untuk yang akan datang. Dengan sumber perbedaan
dari jenis/tipe pembelajaran dapat dipertimbangkan untuk mengejar
keunggulan bersaing. Lingkungan yang stabil akan membuat perusahan
bertahan dalam mencari kesempatan untuk mencari kebenaran dalam
pembelajaran organisasi.
Menurut Slater dan Narver (1995) yang mengambil pendekatan
dalam bertindak dan merespon pasar dengan pengenalan gagasan dari
pembelajaran organisasi, oleh karena itu perusahaan harus mempunyai
27
kemampuan untuk mengenalkan pembelajaran (gagasan) dari organisasi,
dengan pembelajaran organisasi diharapkan dapat meningkatkan kinerja
(Performance). Sedangkan Hurber (1991) menegaskan pembelajaran
pengorganisasian adalah sebagai pengetahuan yang baru terhadap hal-hal
yang potensial, yang dapat mempengaruhi tingkah laku.
Pembelajaran organisasional adalah perkembangan dari pengetahuan
atau wawasan baru yang secara potensial dapat mempengaruhi perilaku
(Slater dan Narver, 1995; Hult et al., 1999). Suatu organisasi
pembelajaran adalah organisasi ‘yang terampil dalam menciptakan,
mendapatkan, dan memindahkan pengetahuan, dan memodifikasi
perilakunya untuk mencerminkan pengetahuan dan wawasan baru’
(Garvin, 1993, ). Organisasi di mana pembelajaran individual dipermudah
dan didorong dengan suatu tekanan yang ditambahkan terhadap
pembagian pembelajaran tersebut di seluruh unit organisasional yang
berlainan (Breman dan Dalgic, 1998), mengarah pada banyak
keuntungan. Pertama, suatu orientasi pembelajaran dapat memainkan
suatu peranan dalam perpanjangan strategis (Lumpkin dan Lichtenstein,
2005). Kedua, pembelajaran organisasional bertindak sebagai penyangga
antara perusahaan dan lingkungannya (Day, 1994; Sinkula, 1994), yang
amat sangat penting bagi kinerja usaha bisnis Internasional. Ketiga,
pembelajaran adalah pemandangan ke depan; dia mengurangi dampak
pukulan
utama
lingkungan
(Day,
1994).
Keempat,
organisasi
pembelajaran mempertahankan hubungan erat dengan para stakeholder
termasuk pelanggan, supplier, dan pembuat undang-undang untuk
meningkatkan
lingkungan
28
kemampuan
yang
tidak
mereka
diharapkan
berurusan
(Webster,
dengan
1992).
perubahan
Terakhir,
pembelajaran organisasional dapat memainkan suatu peranan utama
dalam pengenalan peluang (Lumpkin dan Lichtenstein, 2005).
Banyak
penelitian
yang
telah
menghubungkan
orientasi
pembelajaran dengan performansi perusahaan (Zahra et al, 2000; Hult et
al, 1999; Baker dan Sinkula, 1999). Bagaimanapun, ini mengabaikan
hubungan dalam penelitian kinerja usaha bisnis internasional sebelumnya
(Harrison dan Leitch, 2005). Kemampuan perusahaan untuk belajar dari
pengalamannya merupakan determinan penting dari performansinya
(Argyris dan Schon, 1978; Farrell, 2001; Nevis et al., 1995; Slater dan
Narver, 1995).
Performansi
yang diperbaiki memerlukan
suatu
pemahaman dan kepuasan dari kebutuhan pelanggan yang diekspresikan
(Day, 1994; Narver dan Slater, 1990). Pembelajaran memungkinkan
perusahaan untuk menargetkan dan memasuki pasar-pasar baru, dan
meningkatkan performansi (McCann, 1991; Zahra et al., 2000). Suatu
karakteristik dari kinerja usaha bisnis adalah pintu masuk baru ke pasar
dengan barang/ layanan baru atau yang sudah ada (Lumpkin dan Dess,
1996) dan pelajar yang luar biasa seringkali menjadi wirausahawan yang
efektif (Harrison dan Leitch, 2005).
Dalam penelitian pembelajaran organisasi usaha kecil dan
menengah, misalnya usaha kecil dan menengah yang berhubungan
langsung dengan konsumen dimana konsumen mempunyai rasa sensitive,
usaha
kecil
dan
kerja
secara
alami,
bersikap
pasif,
serta
mengoperasionalkan pekerjaan dalam jangka pendek , ini semua
menunjukkan kekurangan yang dimiliki usaha kecil dan menengah
dibanding perusahaan besar yang berperilaku inovatif (Badger et al,
2001). Akan tetapi pembelajaran ditunjukkan dengan perilaku kognitif
29
yaitu perilaku yang dilakukan dengan kemampuan yang dimiliki, dengan
menjelaskan dari masing-masing informasi yang diterima karyawan dan
informasi dalam melakukan pekerjaan pada kegiatan opersional secara
praktis dengan lebih baru, yaitu dengan cara pemikiran baru dan
pengembangan pengetahuan (Hurley and Hult, 1998), sehingga karyawan
dapat menyesuaikan diri dengan munculnya perbedaan dalam prosedur,
ide-ide serta bersikap proaktif dalam mengembangkan kualitas pekerjaan
dan mengoperasionalkan pekerjaan perusahaan, serta memberi kepuasaan
pada pelanggan (Chaston, et al, 2001, Anderson and Boocock, 2002,
Matlay, 2000)
Orientasi Pembelajaran diadopsi dari penelitian Calantone et al,
(2002), yaitu suatu kegiatan organisasi dalam mengembangkan dan
menggunakan pengetahan untuk meningkatkan keunggulan bersaing
termasuk didalamnya empat komponen yaitu :
1. Berkomitmen dalam pembelajaran, berarti tingkat pembelajaran
dalam organisasi disesuaikan dengan budaya
2. Pembagian visi, yaitu suatu organisasi dengan memfokuskan
pada pembelajaran atau petunjuk dari organisasi
3. Keterbukaan, suatu keinginan dalam mengevaluasi kegiatan
operasional rutin organisasi, serta mencari ide-ide baru
4. Pembagian pengetahuan antar fungsi organisasi, yaitu dengan
kepercayaan
secara
kolektif
atau
perilaku
rutin
yang
berhubungan dengan kecepatan dalam belajar dengan unit lain
yang berbeda dalam organisasi
Orientasi pembelajaran berhubungan positip dengan inovasi (Halit
Kenskin, 2006), dimana orientasi pembelajaran terdiri dari dimensi
30
keterbukaan, pembagian visi, komitmen, pembagian pengetahuan,
fasilitas perusahaan dengan mencoba ide-ide baru, mencari cara-cara baru
untuk berpikir, berkembang untuk produk/jasa, serta mengembangkan
dalam kegiatan operasionalnya, dengan demikian orientasi pembelajaran
memerlukan antara lain :
1. memeliharan organisasi dengan kepercayaan, yaitu dengan
pembelajaran merupakan suatu kunci untuk perbaikan dan
keunggulan bersaing
2. Suatu totalitas persetujuan dengan visi organisasi melalui semua
tingkatan dari karyawan
3. kebijakan yang terus-menerus dalam mempertahankan kualitas
dari karyawan
4. adanya mekanisme dalam pembagian pembelajaran dalam
organisasi dari masing-masing unit, maupun antar team yang
berkaitan dengan inovasi
Perusahaan yang dapat beradaptasi dengan pembelajaran berarti
merupakan refleksi perusahaan dengan menggunakan biaya yang efisien
,dengan demikian perusahaan melakukan kegiatan inovasi dengan
mencari pasar baru dan menggunakan tehnologi baru.
Dengan orientasi pembelajaran berarti organisasi melakukan suatu
kegiatan dengan mengawasi kinerja karyawan dan mempelajari
management learning melalui pendidikan (training dan seminar ) yang
dibutuhkan
untuk
berinovasi,
sehingga
organisasi
memerlukan
persetujuan dan sosialisasi bagi karyawan dan management learning bagi
organisasi , dengan demikian organisasi harus menyesuikan dengan factor
lingkungan dan social, serta adanya fasilitas untuk mengembangkan
31
pembelajaran, dimana perusahaan mempunyai kemampuan untuk
;1)perbaikan dan penggunaan tehnologi yang efektif; 2)mengembangkan
pengetahuan dari beberapa karyawan yang efektif dalam struktur
organisasi; 3)mencari pasar baru; 4)perusahaan menjadi lebih unggul
(Baker and Sinkula, 1999)
Pembelajaran organisasi ditunjukkan dengan pemecahan masalah
dengan kegiatan yang diterapkan perusahaan, ketika timbul perbedaan
antara tujuan bisnis dengan kinerja bisnis yang sesungguhnya , sehingga
menjadi proses kegiatan yang saling terkait (Lant and Mezias, 1990,
Pisano, 1994). Hubungan yang saling terkait antara pengaruh lingkungan
external dan internal dari kapabilitas perusahaan dan sumber daya
perusahaan dalam mencapai kinerja, ini semua merupakan inti dari
pembelajaran organisasi (Saint Onge, 1996). Akan tetapi pemecahan
masalah dan aplikasi untuk mendefinisikan pembelajaran adalah penting.
Oleh karena itu ada dua jenis yaitu pembelajaran dan pemecahan masalah
yang digunakan organisasi (Cohen and Levintal, 1990), organisasi yang
berkreativitas yang berarti mengembangkan pengetahuan baru dalam
menanggapi
problem,
maka
organisasi
dapat
mengidentifikasi
permasalahan dan mencari solusi problem utama adalah dengan
mengartikan inovasi tersebut, karena inovasi dapat menyatukan dalam
mengejar keunggulan bersaing dan kinerja bisnis yang lebih baik (
Nonaka, 1994), beradaptasi dan inovasi menjadi keterkaitan kedalam
perubahan kearah yang lebih baik (Eigen, 1971 , Lant and Mezias, 1990)
Pembelajaran yang bersifat eksploratif akan menghasilakan ide-ide
baru yang baru yang dapat menciptakan market disruption yang mampu
32
mempertahankan yang dibangun oleh pesaing. Pengembangan produk
melalui inovasi tersebut akan memperbaiki kinerja perusahaan.
Pembelajaran organisasional oleh Frank T Rothaermel dan David L
Deeds
(2004)
dibagi menjadi
dua
macam yaitu pembelajaran
organisasional ekploratif dan pembelajaran eksploitatif. Pembelajaran
eksploratif bersifat eksternal yang dilakukan untuk menggali gagasan
produk baru, sedangkan pembelajaran eksploitatif bersifat internal untuk
memasarkan produk tersebut, guna memperbaiki kinerja perusahaan.
Pada
umumnya
pembelajaran
Organisasi
adalah
merupakan
turunan/derivatif dari pendekatan yang biasa dilakukan yaitu dengan
perubahan lingkungan (Cyert and March, 1963 ; Levitt and March, 1988).
Dalam anggapan suatu paradigma internal bahwa organisasi melakukan
kegiatan dengan menggunakan seluruh strategi yang dimiliki perusahaan
pada masa yang akan datang agar menjadi lebih baik (Spender, 1989 ).
Demikian juga organisasi yang cepat merespon perubahan lingkungan
yaitu beradaptasi dengan lingkungan, sehingga organisasi dapat
mengidentifikasi factor-faktor apa saja yang berpengaruh, maka
organisasi akan tetap eksis (DeGeus, 1988; Dickson, 1992, Schein, 1993).
Kemampuan organisasi untuk menggerakkan dalam beradaptasi
adalah merupakan komponen yang cepat dan effektif dalam pembelajaran
(Peter and Waterman, 1982). Sumber adaptasi dalam pembelajaran juga
merupakan kontradiksi yang ditujukkan dalam literature yang lain. Yaitu
adanya perbedaaan adaptasi pembelajaran dalam organisasi , sehingga
organisasi memerlukan evolusi pemecahan masalah bagi perusahaan,
oleh karena itu perusahaan perlu memepertanyakan kembali “bagaimana
belajar yang baik “(Harlow, 1948).
Perusahaan dalam beradaptasi
33
dengan perubahan lingkungan dapat dilakukan dengan cara pendekatan
coba-coba yaitu dengan langkah sebagai berikut: adanya perubahan
lingkungan, perusahaan dengan kreativitas sebagai pendekatan baru
sebagai kegiatan pembelajaran (Harlow, 1948, Garvin, 1993)
Penelitian
terdahulu
mengatakan
bahwa
kreativitas
sebagai
kapabilitas organisasi baru merupakan landasan bagi prisip-prinsip untuk
keunggulan bersaing dan pembelajaran yang baru merupakan hasil dari
kapabilitas berikutnya (Mahoney, 1995). Adaptasi sebagai pembelajaran
merupakan hubungan sebab akibat antara pembelajaran dengan kinerja
Adaptasi
juga
merupakan
sumber
perubahan
organisasi
dalam
mengakomodasi struktur organisasi secara keseluruhan dan perusahaan
tidak hanya cukup merespon dengan perubahan pasar (Mc Gill and
Slocum, 1992). Adaptasi bagi perusahaan merupakan subyek keadaan
yang menempatkan organisasi dalam merespon perubahan dengan
beberapa cara/strategi yang digunakan (Hedberg, 1992). Secara singkat
adaptasi dan pembelajaran bagi perusahaan dapat ditanggapi sebagai
sumber pendekatan reaktif dan proaktif dalam menghadapi perubahan
lingkungan (Hedgberg, 1981). Dalam perspektif/pandangan perusahaan
melihat pembelajaran sebagai evolusi, proses multidimensi yang dimulai
dengan memfokuskan dalam belajar dan memberikan kontribusi pada
organisasi dalam mencapai keunggulan bersaing melalui perbaikan
kinerja (Slatet and Narver, 1994)
Menurut Senge (1990) pembelajaran yang sebenarnya akan
menyentuh perasaan yang berhubungan dengan apa arti menjadi manusia.
Dengan demikian kita, akan mampu menciptakan kembali jati diri kita.
Hal tersebut berlaku bagi perorangan, dan bagi organisasi pembelajar.
34
Jadi sebagai suatu pembelajar, tidak cukup hanya mampu bertahan saja.
Belajar untuk bertahan hidup atau biasa disebut belajar adaptif (adaptif
learning), memang berguna dan sangat diperlukan, akan tetapi untuk
pembelajar organisasi, belajar adaptif saja tidak cukup, harus digabung
dengan belajar generatif (generatif learning), yaitu belajar dengan
menggabungkan kapasitas kita dan untuk mencipta.
Menurut Senge (1990) mengatakan bahwa perusahaan sering
menyederhanakan
system
yang
sebenarnya
komplek,
cenderung
memfokuskan diri pada bagian-bagian, ketimbang melihat secara
menyeluruh, sehingga kita gagal melihat organisasi sebagai proses yang
dinamis. Kemudian masih menurut Senge (1990) bahwa belajar terbaik
melalui pengalaman, tetapi kita tidak pernah secara langsung mengalami
konsekuensi dari kepitisan-keputusan itu.
Senge
mengemukakan
bahwa didalam pembelajaran yang efektif sangat diperlukan lima faktor
disiplin pembelajaran yang harus diwujudkan dan dikembangkan dalam
terciptanya organisasi pembelajar, yaitu:
1. Disiplin personal mastery, antara lain menunjukkan kemampuan
untuk senantiasa mengklarifikasi dan mendalami visi pribadi,
memfokuskan
energi,
mengembangkan
kesabaran
dan
memandang realitas secara objektif. Penguasaan pribadi juga
merupakan kegiatan belajar untuk meningkatkan kapasitas
pribadi kita, untuk menciptakan hasil yang paling diinginkan,
dan menciptakan suatu lingkungan organisasi yang mendorong
semua anggotanya untuk mengembangkan diri ke arah sasaran
dan tujuan organisasi.
35
2.
Disiplin berbagi visi, menggambarkan kemampuan organisasi
dalam mengikat anggotanya untuk secara bersama-sama
mencapai sasaran yang disepakati. Dengan disiplin berbagi visi,
organisasi dapat membangun suatu rasa komitmen bersama
dengan menetapkan gambaran-gambaran tentang masa depan
yang diciptakan bersama, dan sekaligus menetapkan prinsipprinsip serta rencana-rencana jangka panjang sebagai arahan
bertindak para anggotanya.
3.
Disiplin model mental, menggambarkan kemampuan para
anggota
organisasi
mengklarifikasikan
dan
untuk
melakukan
memperbaiki
perenungan,
gambaran-gambaran
internal (pemahaman) tentang dunia yang dilandasi oleh prinsipprinsip serta nilai-nilai yang sarat dengan moral dan etika.
Disiplin model mental berpengaruh pada kemampuan seseorang
atau organisasi saat memahami permasalahan yang dihadapinya.
Disiplin model mental dapat menjelaskan bagaimana seseorang
berpikir, sehingga dapat menjelaskan mengapa dan bagaimana
seseorang atau organisasi menetapkan suatu keputusan atau
melakukan tindakan.
4.
Disiplin berpikir sistematik, menggambarkan kemampuan untuk
melihat organisasi sebagai satu kesatuan dari seluruh komponen
yang membentuk atau mempengaruhinya. Dengan berpikir
sistematik kita dapat: 1) Melihat gambaran yang lebih besar dari
organisasi sebagai keseluruhan yang dinamis, sehingga mampu
memahami bagaimana organisasi bergerak dan bagaimana
individu-individu dalam organisasi berinteraksi.
36
5. Disiplin pembelajaran merupakan suatu keahlian para anggota
untuk melakukan proses berpikir kolektif dan sinergi sehingga
mampu mengembangkan kecerdasan
Pembelajaran organisasi akan terjadi jika individu-individu dalam
organisasi melakukan proses pembelajaran. Menurut Tippin dan Sohi
(2003) membagi proses pembelajaran organisasi dalam empat kegiatan
yaitu : 1)pencarian pengetahuan yang berasal dari sumber internal dan
sumber exsternal, 2) penyebaran dalam arti menyebarkan pengetahuan
yang diperoleh kepada semua bagian, 3)interpretasi yaitu individu yang
mendapat informasi melakukan penelaah pada informasi yang mereka
dapatkan dan melakukan koordinasi dalam proses pengambilan
keputusan. Sedangkan Sinkula et al, (1997) menyatakan bahwa
kemampuan
belajar
merupakan
dasar
bagi
organisasi
untuk
mengumpulkan informasi yang akurat, kemudian Fiol dan Lyles (1985)
menyatakan bahwa hasil dari pembelajaran organisasi adalah peningkatan
ketrampilan/skills, sedang Prahalat dan Hamel (1990) menyatakan bahwa
pembelajaran organisasi akan meningkatkan kompetensi. Selanjutnya
menurut Tsai dan Shih (2004) mengatakan bahwa kompetensi
pengetahuan pemasaran terbukti memberikan pengaruh positip pada
kemampuan perusahaan. Pembelajaran organisasi dikembangkan dari
pengetahuan baru/buah pikiran yang berpengaruh pada perilaku
seseorang (Fiol dan Lyles, 1985; Huber, 1991; Simon, 1969; Sinkula,
1994), dengan asumsi pembelajaran memudahkan perubahan perilaku,
dengan menuju pada perbaikan kinerja ( (Fiol dan Lyles, 1985; Garvin,
1993; Senge, 1990; Sinkula, 1994). Semua bisnis yang bersaing dinamis
dan dalam perilaku dan perbaikan kinerjanya, kemudian proses
37
pembelajaran melalui informasi, diseminasi informasi, serta interpretasi,
ini semua sebagai dasar dalam mempelajari pembelajaran organisasi, dan
merupakan perubahan menjalankan aktvitas organisasi.
Perusahaan perlu memperhatikan budaya organisasi dan iklim
orgnisasi , karena budaya organisasi adalah akar atau sumber kegiatan
organisasi dalam memberikan nilai dan kepercayaan kepada anggota
dalam berperilaku pada suatu organisasi (Desphande dan Webster, 1989),
sedang
iklim
organisasi
menjelaskan
bagaimana
organisasi
mengoperasionalkan budaya organisasi, struktur organisasi dan proses
organisasi, sehingga memudahkan dalam mencapai prestasi dari
pengembangan perilaku ( Desphande dan Webster, 1989). Dalam
menguji keunggulan bersaing yang berkelanjutan bagi perusahaan
menurut (Illiam, 1992; Achroll, 1991) menjelaskan bahwa semua industri
memiliki dasar dalam perubahan dengan memperhatikan pelanggan,
pesaing dan perubahan tehnologi. Perubahan ini akan berkembang secara
terus-menerus dalam menghasilkan produk maupun pelayanan, serta
mengembangkan nilai bagi pelanggan ( Levit, 1980), karena tidak ada
pelanggan yang mau dirugikan dari sejumlah biaya yang telah
dikeluarkan (Bhide, 1986; Ghemawat, 1986; William, 1982). Dengan
demikian perusahaan harus mempunyai kemampuan yang lebih
dibanding pesaing yaitu dengan memilki keunggulan yang lebih baik dari
pada pesaingnya. (De Geus, 1988). Dengan kondisi yang berubah maka
memaksa perusahaan untuk memperhatikan budaya dan iklim usaha
dalam menghasilkan produk dengan mempunyai keunggulan bersaing
dan kinerja yang superior , karena organisasi harus mempunyai dasar
keahlian dalam mengelola sumber daya yaitu ;1)memberikan nilai
38
superior bagi pelanggan; 2)memiliki perbedaan khas yang sulit untuk
ditiru;
3)perusahaan
memiliki
kapabilitas
dalam
berbagai
kegiatan/aplikasi (Barney, 1991; Day, 1994). Oleh karena itu 1)organisasi
memberikan nilai superior pada pelanggan ketika terjadi perubahan
budaya dan perubahan iklim usaha, sehingga perusahaan akan tetap
memelihara efektivitas dan efisien dalam kinerjanya, misalnya dalam
menetapkan harga yang lebih rendah ( Day dan Wensley, 1988);
2)kesempurnaan dalam membuat barang, yang bisa menghasilkan produk
yang unik/khas dalam lingkungan organisasi, maka akan berbeda dengan
yang dimiliki pesaing (Barney, 1986). Akhirnya perusahaan yang
memiliki keunggulan yang unik/khas akan memiliki peluang untuk tetap
eksis dalam pasarnya, serta mempunyai kemampuan dalam aplikasinya.
(Hamel dan Prahald, 1994)
Pembelajaran organisasi adalah proses pembelajaran dengan
memfokuskan pada pelanggan, berarti organisasi tersebut mengerti apa
yang diinginkan pelanggan yaitu dengan memberi kepuasan pada
pelanggan melalui produk baru maupun service/pelayanan yang lebih
baik (Day, 1994; Dickson, 1992; Sinkula, 1994), dengan demikian
perusahaan tersebut secara langsung memiliki keunggulan dalam
kinerjanya yaitu kesuksesan yang besar dalam produk baru, kepekaan
dalam keluhan pelanggan, kualitas yang lebih baik yang dirasakan
pelanggan serta utamamya keuntungan yang semakin besar.
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Hartanto (1995)
mengatakan bahwa pembelajaran organisasi adalah suatu organisasi yang
anggotanya
konsisten
kepekaan,
keyakinan
mengembangkan
dan
sikap
ketrampilan,
dasar
yang
kemampuan,
baru
secara
39
berkesinambungan. Demikian juga pendapatan George Freedman (1988)
yang mengatakan bahwa suatu organisasi perlu mendukung adanya
kegiatan inovasi, karena perusahaan yang menerapkan kebijakan akan
dapat memberikan arahan pada aktivitas inovasi.
Menurut Slater dan Nerver (1995) yang mengemukakan bahwa
untuk bertindak dan merespon pasar diperlukan pengenalan gagasan dari
pelajaran organisasi, oleh karena itu perusahaan harus mempunyai
kemampuan dalam mengenalkan pelajaran organisasi dengan inovasi,
karena akan dapat meningkatkan kinerja
Organisasi yang efektif berarti dapat meyesuikan diri dengan
perubahan
lingkungan
,
dengan
demikian
dalam
mempelajari
pembelajaran organisasi perlu memperhatikan budaya organisasi yaitu
dengan :1)pembelajaran khususnya menciptakan belajar yang pada
umumnya melihat langsung dengan mengurangi kesulitan yang sering
muncul dari goncangan yang ada. (Day, 1994; Sinkula, 1994)
Pembelajaran organisasi adalah sebagai pengembangan sumber daya
dengan membandingkan kapabilitas yang dimiliki perusahaan dan sumber
daya yang ada dikembangkan secara berlebihan /diluar batas kemampuan
perusahaan, sehingga perusahaan mempunyai kasus dalam memenuhi
kebutuhan, para peneliti dalam mendefinisikan kembali pembelajaran
organisasi adalah kegiatan apa saja yang menjadi sumber dari
pembelajaran, dengan kata lain bahwa pembelajaran terletak pada
kapabilitas/kemampuan dari sumber daya yang saling mengikat dalam
perusahaan (Dodgson 1993, collis, 1994).
Kemampuan seseorang akan tergantung kepada pengalamanpangalaman masa lalu, semakin banyak pengalaman seseorang dalam
40
menghadapi dan menyelasaikan masalah, maka akan semakin tinggi
kemampuan seseorang . Proses pembelajaran organisasi merupakan
akumulasi dari pembelajaran yang dilakukan oleh individu dalam
organisasi. Kemampuan organisasi lebih menekankan pada bagaimana
sebuah organisasi mengelola proses operasionalnya bukan menekankan
pada apa yang diproses.
Kompetensi adalah pengetahuan dan ketrampilan nyata yang
tercermin dalam keahlian tehnologi (Prahalad, 1994). Organisasi yang
mempunyai kemampuan yang tinggi dalam mengelola organisasi berarti
organisasi tersebut memiliki berbagai kemampuan dan keahlian yang
diperoleh dari pembelajaran dan pengalaman masa lalu, karena
kemampuan dan keahlian untuk melaksanakan tugas, dengan demikian
organisasi yang memiliki kemampuan yang tinggi akan lebih memiliki
keahlian dan penguasaan tehnologi, sehingga organisasi akan lebih maju
dibanding pesaingnya. Sedang Aaker (1993) menyatakan bahwa asset dan
skil atau asset dan kompetensi merupakan instrument yang paling dasar
untuk menghasilkan daya saing
Efektivitas dan kualitas dari pembelajaran organisasi adalah
tergantung pada seberapa besar perusahaan belajar tapi juga bagaimana
perusahaaan bekerja. Dua tipe pembelajaran yaitu pembelajaran adaptif
dan pembelajaran generatif berhubungan dengan dua tipe inovasi yaitu
inovasi radical dan inovasi incremental (Baker & Sinkula, 2002; Slater &
Naver, 1995). Dalam penelitian Baker & Sinkula, (2007) menyatakan
bahwa pembelajaran adaptive merupakan inspirasi bagi inovasi
incremental, begitu juga perusahaan yang menempatkan pembelajaran
generatif merupakan inspirasi bagi inovasi radikal yang akan membentuk
41
inovasi, dimana inovasi secara langsung berkaitan dengan program
pembuatan produk baru
Dengan demikian tenaga pemasar yang memfokuskan pada orientasi
pembelajaran akan memiliki motivasi tinggi untuk meningkatkan
kemampuannya dan memandang bahwa pekerjaan yang mereka lakukan
merupakan sarana belajar serta sebagai upaya meningkatkan kualitas dan
profesional kerja. Dengan demikian orientasi pembelajaran dapat
meningkatkan kemampuan dan potensi diri , sehingga dalam melakukan
pekerjaan para pemasar memiliki motivasi yang kuat untuk dapat berhasil
melalui pengembangan potensi yang ada dalam dirinya.
Rangkuman beberapa penelitian tentang orientasi pembelajaran
secara lebih detail dapat disajikan tabel sebagai berikut :
Tabel 2.1
Rangkuman Beberapa Penelitian Tentang Orientasi Pembelajaran
N
o
Peneliti/Tahun/
Judul/Alat Analisis
1.
Revati
Subramania/ 2005
A
Multivariat
Study
of
The
Relationship
betwen
Organizational
Learning,
Organizational
Innovation
and
Organizational
Climate/mengguna
kan SPSS versi 10
2.
42
William
Baker
and
James
M.Sinkula/ 2007
Does
Market
OrientationFacilitat
e
Balanced
Innovation
ProgramS?
An
Organization
Learning Perspektif
Ukuran
Orientasi
Pembelajaran
pertanyaan
yang
dikembangkan
oleh Pace et, al
(1998)
Pertanyaan
dikembangkan
oleh Baker and
Sinkula , 1999
Pertanyaan
dikembangkan
oleh Kale et al
,2000,and
Edmondson,19
99
Hasil
Orientasi
pembelajaran
dalam
organisasi
dengan inovasi
mempunyai
korelasi yang
tinggi (r=0,76)
Pembelajaran
generatif
berpengaruh
pada
inovasi
radikal sebesar
β=0,592
Pembelajaran
adaptif
berpengaruh
pada
inovasi
incremantal
sebesar
β=0,619
Variabel
independen
Variabel dependen
Orientasi
pembelajaran :
1. pembelajaran
- praktis
2. pola berbagiinformasi
3. pola pikirprestasi
Inovasi:
a. Inovasiorganisasi
b. Iklimorganisasi
c. Team inovasi
d. Inovasi individu
Orientasi
pembelajaran :
1. pembelajaran
-generatif/
proaktif
2. pembelajaran
- adaptif
3. mengumpulk
an informasi
Inovasi
a. Inovasiincremantal
b. InovasiRadikal
N
o
Peneliti/Tahun/
Judul/Alat Analisis
Ukuran
Orientasi
Pembelajaran
Victor J GarciaMarales, Antonia
Ruis-Moreno
&
Fransisco Javier
Llorens-Montes,
2007
Ukuran
Orientasi
Pembelajaran
Pertanyaan
dikembangkan
oleh Kale et al
,2000,and
Edmondson,19
99
Pertanyaan
dikembangkan
oleh Calantone
et al, 2002
Hasil
3.
4.
5.
Victor J GarciaMarales, Antonia
Ruis-Moreno
&
Fransisco Javier
Llorens-Montes,
2007
Effectsof
Technology
absorptive capacity
and
technology
Proactivity
on
Organiational
learning,
Innovation
and
Performance : An
Empirical
Examination
Halit Keskin/ 2006
Market orientation,
Learning
orientation,
and
Innovation
capabilitas
in
SMEs
Pembelajaran
berpengaruh
pada
inovasi
sebesar β=0,38
Pembelajaran
berpengaruh
pada
inovasi
sebesar β=0,38
Variabel
independen
Variabel dependen
Orientasi
pembelajaran :
1. Pembelajaran
adaptif
2. Pembelajaran
generatif
3. Pembelajaran
berdasar
pengalaman
Inovasi
a.Inovasi-incremantal
b.Inovasi-Radikal
Orientasi
pembelajaran :
4. Pembelajaran
adaptif
5. Pembelajaran
generatif
6. Pembelajaran
berdasar
Inovasi
a.Inovasi-incremantal
b.Inovasi-Radikal
pengalaman
Pertanyaan
dikembangkan
oleh Baker and
Sinkula, 1999
Pembelajaran
berpengaruh
pada
inovasi
sebesar β=0,60
Pembelajaran
Orientasi
pembelajaran :
1.
Pembelajara
n adaptif
2.
Pembelajara
n generatif
3.
.Pembelajara
n berdasar
pengalaman
Inovasi
a.Inovasi-incremantal
b Inovasi-Radikal
Oreintasi
pembelajaran :
1.Komitmen
2.Pembagian visi
3.Keterbukaan
4.Pembagian
pngetahuan antar
organisasi
6.
Chaterine
L
Wang/ 2006/
Entrepreneueral
orientation,
Learning
orientation,
and
firm Performance
Pertanyaan
dikembangkan
oleh Sinkula,
Baker,
Noordewier,
1997
Pembelajaran
berpengaruh
pada
kinerja
sebesar β=0,53
Orientasi
pembelajaran :
1. komitmen
pada
pembelajaran
2. visi bersama
3. keterbukaan
pemikiran
Inovasi :
a. Menerima ideide
b. Mencari caracara
bertindak
bekerja
c. Mengembangka
n
dan
memperbesar
43
N
o
Peneliti/Tahun/
Judul/Alat Analisis
Ukuran
Orientasi
Pembelajaran
Hasil
Variabel
independen
Variabel dependen
pelayanan
d. Mengembangka
n metode-metod
dalam
beroperasi
7.
8.
9.
Cemal Zehir et al/
2007/
Field
Research on Impact
of
some
Organiational
Factors
on
Corporate
Entrepreneurship
and
Business
Perforrmance in the
Turkish
Automotive
Fredric
Kropp/
2006/
Entrepreunership,
market,
and
learning
and
international
entrepreunership
business
venture
performance
in
South
African
firm/menggunakan
Struktur
model
Two
Stage Least Square
(2SLS)
Mark
Antony
Farrel/2008/
Market Orientation,
Learning
Orientation and
Organisational
performance in
internasional joint
venture/
menggunakan
struktur model
AMOS
10.
44
Lawrence
S.
Silver,
Sean
Dwyer, and Bruce
Alford/2006/
Pertanyaan
dikembangkan
oleh Zahra et
al, 2000
Pembelajaran
berpengaruh
pada
kinerja
sebesar
β=
0,336
Pertanyaan
dikembangkan
oleh
Baker
and
Sinkula,
1999
1. Pembelajara
n
berpengaruh
pada
kinerja
obyektif
sebesar β=
0,18
2. Pembelajara
n
berpengaruh
pada kinerja
subyektif
sebesar
β=0,22
Pertanyaan
dikembangkan
oleh
Kohli,
Shervani, and
Challagalla,
1989
1. Pembelajaran
2. berpengaruh
pada kinerja
sebesar β=
0,372
3. Pembelajaran
berpengaruh
pada kinerja
(retensi
pelanggan)
sebesar β=
0,390
4. Pembelajaran
berpengaruh
pada kinerja
(kesuksesan
produk)
sebesar β=
0,989
Pertanyaan
dikembangkan
oleh Sinkula,
1.Pembelajaran
berpengaruh
pada kinerja
oreintasi
pembelajaran:
1. Kemampuan
mengembangk
an
2. Penyebaran
Informasi
3. Pemanfaatan
Pengetahuan
Orientasi
pembelajaran ;
1. orientasi
sistem
2. orientasi team
3. orientasi
Pelanggan
4. orientasi
pembelajaran
Kinerja antara lain
a. return of capital
b. pertumbuhan
Penjualan
c.keuntungan
tingkat inovasi
Kinerja;
a.Kinerja subyektif
b. kinerja obyektif
Orientasi
pembelajaran ;
1. komitmen
pada
pembelajaran
2. keterbukaan
pemikiran
3. visi bersama
Kinerja :
a. retensi
pelanggan
b. kesuksesan
produk
Oreintasi
pembelajaran
1. belajar
Kinerja antara lain
a. return of
capital
N
o
Peneliti/Tahun/
Judul/Alat Analisis
Learning
and
Performance Goal
Orientation
of
SalesPeople
Revisited : The
Role
of
Performance
–
Approach
and
PerformanceAvoidane
Orientation
Menggunakan
Struktur
Model
dengan Lisrel versi
8.51
11.
12.
William Baker,
James F Sinkula /
1999/
Learning
orientation, Market
Orientation,
and
Innovation:
Integrating
and
Extending Models
of Organizational
Perforrmance
Howard J.Klein,
Sunhee Lee/2006/
The Effects of
Personality on
Learning : The
Mediating Role of
Goal Setting
Ukuran
Orientasi
Pembelajaran
Baker,
Noordewier,
1997
Hasil
Variabel
independen
sebesar β=
0,25 (Model
Kontempore
r)
2.Pembelajaran
berpengaruh
pada kinerja
sebesar β=
0,372(Mode
l klasik)
dengan
mengembang
kan
pemikiran
baru
2. belajar
dengan
pendekatan
baru
3. Perbaikan
yang terusmenerus dng
pelanggan
4. belajar dari
Pengalaman
belajar
dengan lebih
baik dari
sebelumnya
Pertanyaan
dikembangkan
oleh
Button,
1996
Pembelajaran
berpengaruh
pada
kinerja
sebesar β= 0,23
Orientasi
pembelajaran ;
1. komitmen
pada
pembelajaran
2. keterbukaan
pemikiran
3. visi bersama
Pertanyaan
dikembangkan
oleh Sinkula,
Baker,
Noordewier,
1997
Pembelajaran
berpengaruh
pada komitmen
sebesar β= 0,23
Orientasi
tujuan
pembelajaran
antara lain :
1.pengembangan
ketrampilan
baru
2.belajar
dari
pengalaman
3.berkompeten
pada
pembelajaran
Variabel dependen
b.
c.
pertumbuhan
Penjualan
keuntungan
Komitmen antara
lain :
a.keinginan
yang
sesuai
b.kesepakatan
bersama
Kinerja antara lain
a. pendapatan
penjualan
b. market share
c. keuntungan
4.
13.
Mark
Antony
Farrel/2002/
Are
Market
Orientation,
and
Learning
Orientation
Necessary
for
Superior
Organizationes
performance
/
menggunakan
struktur
model
AMOS
Pertanyaan
dikembangkan
oleh Sujan et
al, 1994
Pembelajaran
berpengaruh
pada
kinerja
sebesar
β=
0,3072
Orientasi
pembelajaran ;
1.komitmen pada
pembelajaran
2.keterbukaan
pemikiran
3.visi bersama
Komitmen antara
lain :
a.keinginan
yang
sesuai
b.kesepakatan
bersama
45
N
o
Peneliti/Tahun/
Judul/Alat Analisis
14.
Jie Yang/2008/
Antecedents
and
consequences
of
Knowledge
management
Strategy:The case
of Chinese high
Technology Firm
15.
46
George
D.Kuh
and
Shouping
HU/2001/
Learning
Prudukivity
at
Rsearch
Universities
Ukuran
Orientasi
Pembelajaran
Hasil
Variabel
independen
Variabel dependen
Pertanyaan
dikembangkan
oleh Sujan et
al, 1994
Pembelajaran
berpengaruh
pada Strategi
managemen
pengetahuan
/KMS/Knowled
ge Managemnet
Strategy
sebesar β= 0,07
Orientasi
pembelajaran :
1.pendekatan baru
kepada
pelanggan
2.perbaikan yang
terus menerus
dalam keahlian
3.berusaha mencari
ksepakatan
dalam perintah
yang
kadangkadang
baru
dalam belajar
4.belajar
dari
pngalaman
masa lalu
Kinerja antara lain
a.retensi pelanggan
b.keberhasilan
produk baru
c.pertumbuhan
penjualan
d.keuntungan atas
investasi
e.performance
secara
keseluruhan
Pertanyaan
dikembangkan
oleh Kuh et al,
1997
Aktivitas
pembelajaran
berpengauh
positip
pada
produktivitas
pembelajaran
sebesar β=0.88
aktivitas
pembelajaran :
1. pengalaman
2. kursus
3. kelompok studi
4.
pengalaman
menulis
5.
ilmu
pengetahuan
6.
topik
pembicaraan
7.
informasi
pembicaraan
8.
pengalaman
pribadi
9. keamanan
Strategi
managemen
pengetahuan/KM
S:
a.ketertarikan pada
berbagai
pengalaman
melalui sumner
daya keuangan
b.mengembangkan
suatu
variasi
lebih besar yang
mudah diakses
c.mengembangkan
tingkat kebaruan
tempat
penyimpanan
sebagai
kontribusi pada
karyawan
N
o
Peneliti/Tahun/
Judul/Alat Analisis
16.
Angelo
Paladino/2007/
Investigating
the
Driver
of
Innovation
and
New
Product
Success
:
A
Comparison
of
Strategic
Orientations/
Dengan
tehnik
analisis
SEM
Ukuran
Orientasi
Pembelajaran
Pertanyaan
dikembangkan
oleh
Kumar,
Subramanian,
and
Yauger
(1998)
Hasil
Pembelajaran
organisasi
berpengaruh
pada orientasi
pasar
Variabel
independen
pembelajaran
organisasi terdiri
dari :
1. promosi budaya
Pembelajaran
2. berpikir dan
bertindak
dengan akrab
3. Keterbukaan
4. proaktif dalam
kepercayaan,
asumsi, kegiatan
rutin
5. menanggapi
perubahan
lingkungan baik
external dan
internal
6. komitmen pada
pembelajaran
Variabel dependen
produktivitas
pembelajaran :
a. keahlian bekerja
c. latar belakan g
pendidikan
kedepan
d. informasi karir
e. pengetahuan
sejarah
f. keahlian team
work
g. nilai dan etika
h. kebiasaan hidup
sehat
i. mengerti diri
sendiri
Orintasi
pasar
terdiri dari :
a. orientasi
pesaing
b. orientasi
pelanggan
c. koordinasi
antar fungsi
Sumber : Dari berbagai penelitian yang diolah kembali (2009)
B. Ketrampilan/Skill
Manajemen perusahaan sebaiknya merespon keinginan tenaga
pemasar
dengan
memberikan
perhatian
terhadap
upaya-upaya
pengembangan kemampuan/ketrampilan, misalnya dengan mengadakan
pelatihan-pelatihan, studi banding, seminar lainnya. Salah satu metode
yang cukup efektif untuk meningkatkan kemampuan tenaga pemasar
adalah dengan menawarkan insentif-insentif lain untuk mengembangkan
serangkaian ketrampilan tertentu terkait dengan penjualan.
Organisasi pemasar dapat menciptakan keunggulan bersaing
yang berkelanjutan dengan menawarkan insentif bagi tenaga pemasar
47
untuk mengembangkan serangkaian ketrampilan yang terkait dengan
perencanaan, negosiasi, dan orientasi konsumen yang mungkin dapat
memberikan keuntungan bagi peningkatan kinerja jangka panjang dan
kepuasan karyawan .
Apabila tenaga pemasar memiliki pengetahan yang lebih baik
akan pekerjaan, memiliki motivasi, keahlian, tanggung jawab dan
kemampuan yang lebih tinggi , maka hal ini akan menunjang peningkatan
kinerja
Metode pembelajaran ketrampilan proses merupakan salah satu
cara / strategi belajar mengajar yang menuntut keaktifan dan partisipasi
subyek didik seoptimal mungkin. Hal ini bertujuan agar siswa mampu
mengubah tingkah lakunya secara lebih efektif dan efisien. Pendekatan
pembelajaran ini sangat menekankan pada proses pembentukan
pengetahuan siswa secara langsung, artinya siswa dilibatkan dalam
pengamatan, pengklasifikasian dan mengkomunikasikan hasil belajarnya.
(Darliana,1991)
Pendekatan ketrampilan proses ialah pendekatan pembelajaran
yang bertujuan mengembangkan sejumlah kemampuan fisik dan mental
sebagai dasar untuk mengembangkan kemampuan yang lebih tinggi pada
diri siswa. (Conny Semiawan dalam Oemar Hamalik, 2003) Kemampuan
– kemampuan fisik dan mental tersebut pada dasarnya telah dimiliki oleh
siswa meskipun masih sederhana dan perlu dirangsang agar menunjukkan
jatidirinya. Dengan mengembangkan ketrampilan memproses perolehan,
seeorang akan mampu menemukan serta mengembangkan sendiri fakta
dan konep serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang
dituntut
48
Sedangkan
ketrampilan
proses
menurut
diartikan
Oemar
Hamalik (2003), pendekatan
sebagai
pendekatan
dalam
proses
pembelajaran yang menitik beratkan pada aktivitas dan kreativitas
seseorang untuk mengembangkan kemampuan fisik dan mental yang
sudah dimiliki ke tingkat yang lebih tinggi dalam memproses perolehan
belajarnya.
Pendapat senada diungkapkan oleh Gagne dalam Oemar Hamalik
(2003:149) yang merumuskan pendekatan ketrampilan proses dalam
bidang ilmu pengetahuan alam ( sains): pengetahuan tentang konsep –
konsep dan prinsip – prinsip dapat diperoleh seseorang bila dia memiliki
kemampuan – kemampuan dasar tertentu. Dalam bidang sains,
ketrampilan itu meliputi: mengamati, menggolongkan, berkomunikasi,
mengukur, mengenal, dan menggunakan hubungan ruang dan waktu,
menarik kesimpulan, menyusun definisi operasional, menentukan
hipotesis, mengendalikan variabel, menafsirkan data, dan bereksperimen.
Pendekatan proses ketrampilan dapat juga diartikan sebagai
pendekatan belajar mengajar yang mengarah pada pengembangan
kemampuan fisik, mental dan sosial yang mendasar sebagai penggerak
kemampuan yang lebih tinggi dalam diri individu, Menurut Moh.Uzer
Usman, (1993), hal ini bertujuan agar seseorang mampu memproses
informasi mampu memproses informasi sehingga ditemukan hal-hal baru
yang bermanfaat baik berupa fakta, , konsep maupun pengembangan
sikap.
Menurut Heidjrahman & Suad Husnan 1998 peningkatan
ketrampilan adalah sebaga berikut :
1. Motivasi
49
Semakin tinggi motiasi seorang karyawan, semakin cepat
karyawan dalam mempelajari ketrampilan
2. Laporan kemajuan
Laporan kemajuan diperlukan untuk mengetahui seberapa jauh
karyawan telah memahami pengetahuan yang baru
3. Reinforcement/perlakuan
Suatu ketrampilan yang dipelajari memerlukan proses belajar
yaitu denganmemberi hadiah atau hukuman
4. Praktek
5. Perbedaan individual
C. Inovasi
Perusahaan yang melakukan inovasi/ melakukan perubahan
kearah yang lebih baik, karena inovasi merupakan topik yang menarik
pada penjelasan managemen dalam era sekarang (Husher, 1994).
Teori yang berbasis sumber daya sebagai suatu perspektif untuk
menguji peran dari sumber daya yang internal perusahaan, studi-studi
empiris terbaru menyatakan adanya hubungan antara inovasi dan kinerja,
pengujian pendekatan berbasis sumber daya secara tegas/eksplisit
menunjukkan
akan
pentingnya
kemampuan
perusahaan
dalam
menjalankan kegiatan, dengan demikian akan mengetahui hubungan
antara kemampuan organisasi dan keunggulan bersaing dalam konteks
inovasi (Cainelli et al, 2006)
Evolusi inovasi merupakan pemikiran dari Joseph Schumpeter tahun
1934 dan menunjukkan perkembangan dari pemikiran Ricardian yang
memfokuskan pada teori dasar sumber daya begitu juga dikemukakan
50
oleh Penrose, (1959). Menurut perspektif Ricardian kejadian dalam
resource based theory adalah saling melengkapi antara sumber daya
dengan
kemampuan
untuk
melakukan
kegiatan
sehingga
akan
memberikan nilai dari penggunaan keterbatasan sumber daya yang ada,
dengan demikian perusahaan yang dapat mengeloal sumber daya yang
ada, akan mendapat keuntungan yang lebih baik dibanding pesaing
(Ricardo, 1817)
Inovasi secara berkelanjutan sering diletakkan sebagai sumber
pertumbuhan dalam pasar bebas (Getz dan Robinson, 2003), inovasi juga
merupakan faktor kritikal kesuksesan organisasi (Aliaga, 2004), dan
inovasi merupakan bentuk keunggulan bersaing yang dimilki perusahaan
(Hamel, 2000, Peter, 1999), oleh karena itu perusahaan yang berhasil
melakukan inovasi berarti telah sukses menghasilkan produk sesuai
dengan keinginan pasar
Penelitian proses inovasi melalui beberapa tahapan proses, karena
banyak model tahapan, tapi model yang dikemukakan oleh Zaltman et al
(1973), adalah dengan mengembangkan teori proses inovasi berdasarkan
titik pandang unit adopsi individual, yaitu terdiri dari dua tahap, sebagai
berikut: tahap pertama: inisiasi terdiri dari a) knowledge-awareness, b)
formasi sikap terhadap inovasi, c) keputusan, sedang tahap kedua
implementasi terdiri dari a) inisial implementasi; b) keberlanjutan
Inovasi menurut King (1990) terdapat tiga faktor yang bisa menjadi
anteseden inovasi dalam organisasi yaitu 1) karakteristik pemimpin dan
resistensi faktor-faktor psikologis individu dalam melakukan inovasi ; 2)
faktor-faktor
organisasi
seperti
:
kompleksitas
lingkungan
dan
persaingan; 3) karakteristik organisasi, seperti : ukuran organisasi,
51
struktur organisasi, sumber daya, umur organisasi, kemampuan organisasi
untuk melakukan inovasi, strategi, iklim, dan budaya organisasi.
Menurut West and Farr (1990) mengatakan inovasi didefinisikan
sebagai permulaan dan implementasi yang dilakukan oleh suatu
kelompok, organisasi dan masyarakat social, dalam melakukan proses
kegiatan, memproduksi, pelayanan/service atau prosedur baru dalam
mengadopsi unit kegiatan dan menuju tercapainya perbaikan kinerja.
Penelitian yang berkaitan dengan inovasi akan melihat pekerjaan dari
pada kelompok ataupun berpikir, bagaimana bagian /fungsi melakukan
pekerjaan atau tugas untuk mencapai kinerja yang lebih baik seperti ;
kegiatan sumber daya manusia, atau kegiatan pelayanan maupun,
kegiatan yang sudah ada/statis (Scott and Einstein, 2001), sedang Levit
and Blumen (1995) mencatat bahwa selama organisasi mencapai
profit/untung, yang dilakukan oleh kelompok yaitu dengan memperbaiki
kreativitas dan melakukan inovasi. Penelitian yang terkait dengan inovasi
memberi kepentingan, bahwa dalam jangka panjang mempelajari inovasi
memerlukan karakteristik, struktur proses, yang mana struktur proses
dapat meningkatkan kinerja dari kelompok tersebut (Galdstein, 1984,
Cohenn and Bailey, 1997), akan tetapi dalam inovasi membutuhkan
waktu yang lama agar kegiatan inovasi berlangsung, dengan lamanya
waktu yang dibutuhkan maka individu atau kelompok dapat memperbaiki
kinerjanya, pada penelitian terdahulu menyatakan adanya kegiatan pada
inovasi dalam lintas fungsi / berbagai kegiatan ataupun team akan
mengembangan produk baru, sehingga produk baru ini sesuai dengan
keinginan pasar
52
Perusahaan-perusahaan dengan kapasitas besar untuk melakukan
inovasi akan lebih sukses dalam memberikan respon terhadap lingkungan
dan mengembangkan kemampuan-kemampuan baru yang menghasilkan
keunggulan kompetetif dan kinerja unggul. Dengan memasukkan
pengetahuan
kedalam
inovasi
akan
memberi
keuntungan
bagi
perusahaan, karena pengetahuan akan muncul dalam perilaku baru
(Argyris dan Schon, 1978; Fiol dan Lyles, 1985), maka pengetahuan
organisasi merupakan salah satu faktor untuk melakukan inovasi, dengan
demikian pengetahuan akan berdampak pada perubahan didalam
organisasi.
Sinkula
pengetahuan,
maka
(1994)
menjelaskan
perusahaan
dengan
mempunyai
bertambahnya
kemampuan
untuk
menerapkan pengetahuan sehingga pengetahuan akan berkembang yang
berkaitan dengan pembuatan produk. Sedang menurut (Kimberly, 1981;
Roger, 1983) menyatakan inovasi sebagai salah satu kegiatan dalam
menyesuikan diri dengan lingkungan atau adaptasi terhadap lingkungan
Inovasi merupakan kegiatan individu yang berbeda dan melakukan
perubahan dengan demikian inovasi merupakan tanggapan dari sikap
positip dari perubahan sikap yang negative, karena inovasi merupakan
kegiatan yang berbeda dari sebelumnya menuju kearah yang lebih baik,
menyangkut kegiatan dalam menghasilkan produk (See Clark and
Watson, 1995),
Popkins, 1998, Hurt et al. (1977) menyatakan inovasi merupakan
salah satu ciri dari kepribadian seseorang untuk melakukan perubahan,
contoh ada beberapa faktor dari kepribadian yang berinovasi misal
terbuka menerima masukan, yaitu dengan menjelaskan bagaimana
53
seseorang yang akan menetapkan tujuan dan kegiatan dengan menerima
ide-ide baru dalam situasi yang berbeda
Dowling, (1999) menyatakan inovasi diartikan sebagai tingkatan
yang tertunda dari perubahan individu kepada perubahan yang lebih baik,
dengan demikian perusahaan yang melakukan inovasi akan mengubah
perilaku untuk selalu mengerti produk atau jasa apa yang diinginkan
konsumen, sehingga perilaku konsumen akan selalu dimonitor apa yang
berubah terhadap produk yang dihasilkan perusahaan, sedang Goldsmith
et al. (1996) menunjukkan tingkatan organisasi berhubungan dengan
hirarki, dimana masing-masing tingkatan organisasi melakukan inovasi,
sehingga hasil melakukan inovasi akan berpengaruh pada perilaku,
dengan demikian perilaku inovasi mempunyai pengaruh yang kuat pada
penawaran dengan kategori produk yang khusus. Inovasi pada konsumen
mempunyai akan berdampak pada hubungan tipe karakteristik dan
perilaku, sehingga konsumen sangat dipengaruhi oleh perubahan sosial
ekonomi, kepribadian dan komunikasi dalam mengkomsumsi barang atau
jasa.
Zalman, Duncan dan Holbek (1973) menyatakan bahwa terdapat dua
tahap yang berbeda dari proses inovasi yaitu permulaan dan
implementasi, bagian penting dari tahap permulaan inovasi adalah adanya
keterbukaan, kemudian masih menurut Zalman, Duncan dan Holbek
(1973) yang diukur dalam inovasi adalah anggota organisasi bersedia
mempertimbangkan adopsi atau menolak adanya inovasi, karena Van de
Van (1986) menyatakan bahwa perusahaan yang memperhatikan kegiatan
pekerjaan, maka organisasi tersebut memerlukan atau mengelola
kebutuhan akan ide-ide serta perilaku baru dalam organisasi. Berdasarkan
54
differensiasi yang dibuat oleh Zalman, Duncan dan Holbek (1973)
tentang tahap permulaan dan implementasi dari inovasi, maka dalam
konsep inovasi dapat dilakukan dengan 1) Keinovatifan yaitu gagasan
tentang keterbukaan terhadap ide-ide baru sebagai sebuah aspek dari
budaya perusahaan seperti penekanan pada pengetahuan, pengambilan
keputusan, dukungan dan kolaborasi serta pembagian kekuasan akan
menentukan keberhasilan kinerja perusahaan. 2) Kapasitas untuk
melakukan inovasi, menurut Burns dan Staker (1961) kapasitas adalah
kemampuan organisasi untuk mengadopsi atau mengimplementasikan
ide-ide, proses, atau produk baru dengan berhasil.
Organisasi dapat lebih inovatif, harus terdapat kelompok- kelompok
yang respon terhadap perubahan dan kreativitas di dalam organisasi. Untuk
itu perlu diciptakan lingkungan organisasi yang bersifat inovatif dan
mendorong timbulnya inovasi ( I Gede Raka, 1992)
Menurut Peter Drucker (1985) organisasi perlu membuat kebijakan
yang dapat membuat inovasi menjadi suatu hal yang menarik dan
bermanfaat bagi perkembangan, sedangkan menurut George Freedman
(1988) perusahaan perlu kegiatan inovasi, karena dengan inovasi,
perusahaan perlu kebijakan yang diterapkan untuk dapat memberikan
arahan pada aktivitas inovasi.
Inovasi didefinisikan sebagai proses kreatif yang melibatkan
implementasi gagasan yang ada untuk menciptakan solusi yang
terbaik (Nasution, 2005). Namun demikian Knox (2002) membedakan
antara pengertian inovasi dengan penemuan (invention), menurut Knox
(2002) inovasi memiliki definisi yang lebih luas dibandingkan
dengan
penemuan.
Dalam
hal
ini
penemuan
(invention)
55
didefinisikan sebagai penciptaan produk dan teknologi baru ke
pasar, sedangkan inovasi didefinisikan sebagai pemberian solusi
baru yang dapat memberikan nilai bagi pelanggan (customer value).
Secara konvensional inovasi diartikan sebagai terobosan yang
terkait dengan produk-produk baru (Han et al. 1998). Dalam
organisasi inovasi memiliki berbagai peran yaitu: pembaharuan dan
pengembangan produk, jasa dan pasar, pengembangan metode produksi
baru, suplai dan distribusi, pengenalan perubahan dalam manajemen,
organisasi kerja dan kondisi kerja maupun ketrampilan tenaga kerja
(McAdam et al. 1998).
Menurut Gana (2003) menyatakan bahwa inovasi merupakan cara
untuk terus menerus membangun dan mengembangkan organisasi
yang dapat dicapai melalui introduksi teknologi baru, aplikasi baru
dalam bentuk-bentuk baru organisasi. Inovasi dibedakan dengan
kreatifitas,
kreatifitas
merupakan
pemikiran-pemikiran
baru,
sedangkan inovasi adalah melakukan sesuatu yang baru tersebut atau
mengalihkan gagasan-gagasan yang baru tersebut bagi keberhasilan
bisnis. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh O'Reilly
(1997) dalam Gorat (2003) yang
Menyatakan
banwa
inovasi
berarti
membicarakan
tentang
pelaksanaan ( about doing) tentang membuat sesuatu terjadi (about
getting it done).
Menurut Thompson dalam Hurley dan Hult (1998) inovasi
didefinisikan sebagai penerapan gasasan, produk atau proses yang
lebih baru. Sedang Hurley dan Hult (1998) sendiri mendefinisikan
inovasi sebagai sebuah mekanisme perusahaan untuk beradaptasi dalam
56
lingkungan yang dinamis. Oleh karena itu perusahaan dituntut untuk
menciptakan gagasan baru, proses yang baru untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan. Dalam kaitannya dengan organisasi konsep
inovasi menurut Damanpour (1991) dibedakan menjadi tiga yaitu:
inovasi
organisasi
(organisational
innovation),
tingkat
inovasi
(innovativeness) dan kemampuan untuk inovasi (capacity to innovate).
Tingkat inovasi organisasi (organisational innovativeness) adalah tingkat
dimana pengembangan dan implementasi gagasan yang mewakili
kapabilitas
perusahaan
Damanpour
(1991)
(Avlonitis
et
mendefinisikan
al,
1994),
inovasi
sedangkan
organisasi
(organizational innovation) sebagai adaptasi gagasan atau perilaku
baru dalam organisasi.
Tingkat inovasi (innovationess) didefinisikan sebagai tingkat
dimana individu atau unit adopsi lebih awal dalam mengadopsi
gagasan baru dibanding anggota lainnya dalam sistem organisasi
(Avlonitis et al. 1994). Menurut Gopalakrishnan dan Damanpor (1997)
menyatakan bahwa tahapan inovasi dalam organisasi terdiri dari dua
tahapan, yaitu: (1) fase penciptaan inovasi, dalam fase ini termasuk
didalamnya adalah kreasi gagasan dan pemecahan produk atau solusi
proses, (2) fase adopsi adalah akuisisi dan atau implementasi dari inovasi.
Organisasi dapat menjalankan salah satu fase dari inovasi ataupun terlibat
dalam dua fase inovasi sekaligus.
Menurut Slater (1997) menjelaskan bahwa inovasi yang sukses
adalah produk dari persaingan antara pasar yang berorientasi kebudayaan
dengan nilai-nilai golongan pengusaha, oleh karena itu nilai-nilai ini
dapat berujud penilaian terhadap kerja karyawan. Dari definisi ini konsep
57
inovasi menggambarkan suatu kegiatan seseorang (perusahaan) yang
menyangkut mengenai informasi, ide-ide baru untuk mengembangkan
kearah yang lebih baik, oleh karena itu inovasi memberikan tanggapan
yang positif terhadap pelaksanaan ide-ide yang kreatif yang relevan
dengan perkembangan pasar, sebagai sumber inovasi akan memberikan
gagasan baru didalam operasionalnya.
Menurut Slater (1997) menjelaskan adanya ide-ide, gagasan,
pendapat dari kegiatan inovasi yang sukses yaitu timbulnya kreativitas
yang dibangun dari pasar, yang berorientasi pada budaya perusahaan
.Inovasi yang dilakukan oleh organisasi akan memunculkan tingkah lakutingkah laku baru, oleh karena itu sikap atau tingkah laku yang baru
menunjukan adanya kreativitas atau pengembangan yang lebih baik.
Kompetisi dalam pemasaran global menjadi intensif, karena adanya
informasi tentang pengembangan inovasi, kegiatan organisaization,
(Kotha, 1996), akuisisi informasi dan distribusi (Howard, 1997).
Inovasi organisasi adalah penting untuk bersaing secara dinamis
dengan lingkungan bisnis yang berkembang (Dooley and Sulivan, 2003),
seperti diungkapkan oleh beberapa peneliti bahwa inovasi merupakan
salah satu alat untuk mempertahankan pertumbuhan dan mencapai kinerja
bisnis (Cottam et al, 2001). Inovasi juga merupakan elemen penting
dalam persaingan dan inovasi menjadi potensial dalam menjamin
organisasi dimasa yang akan datang
Managemen inovasi telah didiskusikan dan banyak literatur yang
menjelaskan, antara lain Huergo, (2006 ), yang mengatakan bahwa
managemen inovasi dalam organisasi memiliki perbedaan, sehingga perlu
mendapatkan definisi yang sesuai, seperti yang diungkapkan oleh Keegan
58
dan Turner, (2002) juga menjelaskan bahwa ide-ide inovasi dalam
managemen adalah penting dalam setiap kegiatan, karena inovasi akan
berpengaruh pada perubahan organisasi yang efektif, sebagai tujuan dari
perusahaan/organisasi tersebut. Dalam penelitian managemen inovasi
menunjukkan penggunaan bermacam metode managerial, yang mana
memberikan organisasi dengan momentum inovasi, mendorong dan
memudahkan dalam mengembanghkan ide inovasi dalam perusahaan.
Dalam managemen inovasi internasioanal dikenal secara umum
merupakan referensi kerangka kerja managemen, yang dibangun dari :
1)Konsep dan dasar pemberian nilai organisasi; 2)kritik terhadap faktor
isu-isu dari managemen; 3) penerapan sistem pada organisasi, yang
selanjutnya kritik terhadap faktor-faktor isu management akan dijelaskan
dengan melengkapi informasi yang berkaitan dengan bidang organisasi
tertentu, dengan melihat beberapa faktor yang berhubungan dengan
variabel tertentu dalam mempengaruhi kegiatan organisasi , seperti yang
diungkapkan oleh ( Wong, 2005)
Kritik terhadap managemen inovasi, pertama kali dikembangkan
konsep dengan menentukan nilai perusahaan, yang mana sebagai dasar
pada managemen inovasi praktis . Konsep dan nilai adalah wujud dari
perilaku untuk mendapatkan inovasi organisasi.
Ada tujuh penilaian dan konsep inovasi organisasi yaitu antara lain:
1. Inovasi yang terus-menerus
salah satu dasar falsafah managemen inovasi organisasi adalah
dalam keberlangsungan dalam meningkatkan dan mencapai
keberadaan organisasi adalah hal-hal atau fakor-faktor yang
berkaitan dengan pengelolaan organisasi (Ahmed, 1998).
59
Keberlangsungan inovasi yang melebar dengan adanya
perubahan , termasuk didalamnya perusahaan yang melakukan
inovasi yang terus-menerus dalam mencapai tujuan organisasi
atau dalam sistem organisasi yaitu dengan menetapkan
petunjuk yang tepat dalam menjalankan organisasi (Tang,
1998). Pengembangan inovasi dengan menata pola pikir bagi
manager-manager, juga karyawan adalah memberi keuntungan
pada pertumbuhan perusahaan dan supaya perusahaan tetap
eksis. Konsep dan kemajuan organisasi dengan mekanisme
yang baik akan mendukung sebagai dasar keberlangsungan
inovasi dalam memasuki organisasi yang semakin baik (Tang,
1998; Chanal, 2004)
2. Sistem adaptibilitas
Kesesuaian organisasi dengan faktor lingkungan yang dinamis
dan merupakan perubahan, karena kemampuan organisasi
untuk
menyesuikan
diri
dengan
perubahan
adalah
menunjukkan kesuksesan managemen dalam melakukan
inovasi. Sistem adaptabilitas menjelaskan bahwa perusahaan
yang fleksibel adalah yang dapat mengakomodasi perubahan
dan perusahaan mempunyai kemampuan untuk mencapai
perubahan dengan pengembangan dan penerapan ide-ide
inovasi. Perusahaan yang mempunyai tujuan yang flesikbel
adalah berdasarkan team/kelompok yang sudah terstruktur
(Lemon dan Sahota, 2003), aturan strategis yang dinamis
(Guan dan Ma, 2003) dan perusahaan mengadopsi komunikasi
yang berasal dari formal maupun non formal (Souitaris, 2002)
60
3. Kepemimpinan
perusahaan/organisasi
memerlukan
kerja
sama
dengan
karyawan dalam menangani pekerjaan yaitu perlu melibatkan
anggota organisasi dalam melakukan kegiatan pekerjaan
(Borgel
dan
Falk,
2007).
Asumsi
yang
kuat
dalam
merealisasikan ide-ide inovasi dan managemen dalam inovasi
organisasi (Lee dan Chang, 2006). Inovasi mulai dengan top
managemen yang meyakini bahwa inovasi organisasi adalah
cara yang tepat agar perusahaan tetap survival, dengan contoh
seorang
manajer
harus
bisa
menata
organisasi
,
mengembangkan nilai organisasi dan menetapkan harapan bagi
perusahaan untuk mencapai keuntungan (Tang, 1999)
4. Prestasi perseorangan
perusahaan yang mempunyai perhatian terhadap sumber daya
manusia , karena sumber daya manusia merupakan faktor
penting dalam menggerakkan aturan-aturan perusahaan agar
perusahaan sukses dalam menjalankan usahanya, karena
sumber daya manusia menunjukkan sumber dari ide-ide inovasi
, sebagai hasilnya kompetensi sumber daya manusia dalam
inovasi organisasi akan menarik dan terfokus dalam pekerjaan.
Sumber daya manusia adalah aset dalam managemen inovasi
organisasi, karena sumber daya manusia merupakan pilihan
dan sumber ide-ide dan dapat merespon kegiatan melalui
kemahiran karyawan, sehinggga dapat mengatasi permasalahan
organisasi (Martin dan Terblanche, 2003), selanjutanya
kepercayaan antara karyawan dengan perusahaan akan saling
61
membutuhkan dalam mengelola organisasi (Tang, 1999)
5. Fokus pada pelanggan
Setiap keuntungan membuat perusahaan mengutamakan tujuan
, karena keuntungan merupakan penjualan produk yang
bersaing secara kompetetif. Dalam visi pasar yang kuat
organisasi menjamin mengetahui kekuatan yang dimiliki
perusahaan tersebut (Ong et al, 2003)
6. Pembelajaran yang terus-menerus
pembelajaran adalah merupakan aturan yang penting dalam
inovasi, karena sejak awal manusia mempunyai kreativitas
untuk dapat meningkatkan kemampuan dan kapabilitas dalam
inovasi organisasi akan dapat meningkatkan kinerja perusahaan
dengan
pembelajaran
yang
terus-menerus
.
Organisasi
memerlukan perluasan, pengembangan pengetahuan , dan
komunikasi, melalui proses pembelajaran yang terus-menerus ,
sehingga perusahaan dapat meningkatkan karyawan melalui
pelatihan dari pengalaman pembelajaran tersebut.
7. Penggunaan pengetahuan
Dalam
proses
memerlukan
penggunaan
kreativitas,
pengetahuan
akuisisi,
dan
dan
praktek
pencarian,
dan
pembagian pengetahuan dan aplikasi dari pengetahuan serta
keahlian (Swan et al, 1999), faktanya kapabilitas/kemampuan
pengetahuan dalam perusahaan berasal dari penyerapan
pengetahuan,
penggabungan
pengetahuan.
Managemen
pengetahuan
inovasi
dan
organisasi
aplikasi
dapat
dikembangkan oleh pengetahuan yang baik dari sistem
62
managemen, karena pengetahuan tentang sistem managemen
yang baik akan memudahkan untuk menangkap informasi baru
dan dapat menginterpretasikan kedalam perilaku organisasi
(Chanal, 2004)
Perusahaan harus meningkatkan dalam mengerahkan pasar dan
memfokuskan pelayanana pada pelanggan, karena banyak perusahan
merancang dan membuat produk yang sesuai dalam kebutuhan
konsumen, sehingga perusahaan akan tetap memperoleh keuntungan
dalam jangka panjang. Dalam perusahaan yang melakukan inovasi berarti
perusahaan tersebut memfokuskan pada pelanggan, selanjutnya akan
lebih baik , jika pelanggan telah mengenal merk produk yang digunakan,
serta mengetahui manfaat yang dirasakan pelanggan secara lengkap,
misal dengan menggunakan tehnologi yang mudah digunakan sehingga
memberikan keunikan tersendiri bagi pelanggan.
Dari pengalaman konsumen akan memberikan efek yang baik
bagi perusahaan, yang berarti perusahaan telah mampu melakukan
inovasi
dan
managemen
perusahaan,
juga
perusahaan
harus
memperhatikan faktor budaya masyarakat, kebijakan pemerintah dan
sistem pendukung dalam menata perusahaan Inovasi organisasi harus
memperhatikan lingkungan sekitar dan budaya dalam perusahaan, berarti
karyawan harus mengetahui dan melakukan kegiatan operasional
organisasi, sesuai dengan budaya yang dianut berdasarkan lingkungan
setempat, sehingga bila ada informasi dari pimpinan harus dapat
dikomunikasikan pada orang lain dan memberikan petunjuk pada semua
karyawan dalam organisasi, informasi dari pemimpin sebaiknya diberikan
dengan keterbukaan, dan adanya kerja sama antar karyawan, partisipasi
63
dari semua anggota, serta perbaikan yang terus-menerus dalam
mengerjakan pekerjaan dalam suatu perusahaan
Inovasi berdasarkan tingkat intensitasnya dapat dikelompokan
menjadi inovasi radikal dan inovasi inkremental. Penjelasan
mengenai inkremental dan inovasi radikal menurut beberapa ahli
dalam bidang pemasaran (Chandy dan Tellis, 1998; Varadarajan dan
Jayachandran (1999) adalah sebagai berikut: 1) Inovasi Inkremental
Inovasi inkremental didefinisikan sebagai inovasi yang memerlukan
sedikit perubahan dalam teknologi (Chandy dan Tellis, 1998). 2)
Inovasi Radikal Inovasi radikal didefinisikan sebagai produk yang
banyak menggunakan sejumlah pengetahuan teknis yang baru. Inovasi
radikal memiliki resiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan inovasi
inkremental Top managemen dalam perusahaan haruslah merespon
karyawan yang bekerja dan mengembangkan kreativitas karyawan serta
memberikan kesempatan pada karyawan untuk memberikan ide-idenya,
sehingga
managemen
akan
mendengarkan
ide-ide
yang
dapat
mengembangkan perusahaan, karena karyawan yang berkompeten dan
mempunyai sikap yang positip akan berpengaruh pada pekerjaaannya,
dikarenakan karyawan mempunyai latar belakang yang berbeda, sehingga
karyawan yang mempunyai keahlian dan profesional dalam bidang
tertentu akan didapatkan perusahaan, yang pada akhirnya perpaduan dari
keahlian dan profesional akan memudahkan perusahaan melakukan
inovasi.
Dalam faktanya pencapaian inovasi yang sukses tidaklah mudah
untuk beberapa organisasi, kenyataannya inovasi tidak dapat dengan
mudah untuk diwujudkan (Dougherty and Hardy, 1996). Kemudian
64
peneliti lain mengatakan bahwa inovasi yang baik merupakan suatu
kombinasi dari inovasi dan manajemen inovasi (Ahmed, 1998; Adam et
al, 2006), meskipun munculnya inovasi merupakan kejadian yang
membawa perubahan dan mungkin akan berbeda dari perusahaan satu
dengan perusahaan yang lain .
Perusahaan
dapat melakukan
antara
inovasi tehnik dan inovasi administrasi, dimana inovasi teknis adalah
inovasi yang berkaitan dengan produk, jasa, teknologi proses
produksi (Han et al, 1998), inovasi ini berhubungan langsung
dengan aktivitas pekerjaan dasar dalam organisasi dan menentukan
proses dan hasil produksi, sedangkan menurut Gana (2003) inovasi
teknis adalah inovasi yang berlangsung dalam aktivitas organisasi,
sedangkan inovasi administrasi adalah inovasi yang berkaitan dengan
struktur
organisasi
dan proses administrasi. Inovasi ini tidak
berhubungan langsung dengan aktivitas pekerjaan dasar dalam organisasi
(Han et al, 1998). Inovasi administratif berkaitan dengan perubahan
dalam metode operasi bisnis yang dapat memanfaatkan perubahan
tersebut secara efektif dalam struktur dan dan kebijakan organisasi,
metode kerja dan prosedur lainnya untuk memproduksi, membiayai dan
memasarkan produk atau jasa. Pendapat Cooper (1998) menyatakan
bahwa inovasi teknologi dan inovasi administratif dapat dikaitkan
dengan keterlibatan dengan tingkat perubahan yang berkaitan dengan
kegiatan inti perusahaan
Dari
hasil
penelitian
ini,
Hurley
(1998)
memberi
rekomendasi untuk memasukkan konsep-konsep yang berhubungan
dengan inovasi kedalam riset tentang pengetahuan organisasi,
kemudian
masih
pendapat
Hurley
(1998)
tingkat
inovasi/
65
innovativeness lebih merupakan aspek budaya organisasi yang
mencerminkan tingkat keterbukaan terhadap gagasan baru, yang
selanjutnya
tingkat
perusahaan
untuk
kemampuan
inovasi
akan
berinovasi
/
perusahaan
mempengaruhi
capasity
/organisasi
untuk
to
kemampuan
innovate
yaitu
mengadopsi
atau
mengimplementasikan gagasan baru, proses dan produk baru
Beberapa teori orientasi pembelajaran dan inovasi sebagai dasar
dalam penelitian empiric yang diterapkan pada perusahaan besar ternyata
lebih banyak dibanding usaha kecil dan menengah, dengan demikian
dapat dinyatakan bahwa adanya gap/kesenjangan antara investigasi
empirik orientasi pembelajaran dan kapasitas perusahaan yang melakukan
inovasi pada usaha kecil dan menengah (Badger et al, 2001).
Perusahaan yang melakukan inovasi berusaha untuk lebih
baik/mempunyai
nilai
lebih
dari
pesaing,
sehingga
merupakan
premis/landasan dari keunggulan bersaing, yaitu ditunjukkan dengan
kinerja keuangan yang lebih baik (Hunt, 1997).
Menurut Gopalakrishnan dan Damanpor (1997) menyatakan
bahwa tahapan inovasi dalam organisasi terdiri dari dua tahapan, yaitu:
(1) fase penciptaan inovasi, dalam fase ini termasuk didalamnya adalah
kreasi gagasan dan pemecahan produk atau solusi proses, (2) fase
adopsi adalah akuisisi dan atau implementasi dari inovasi. Organisasi
dapat menjalankan salah satu fase dari inovasi ataupun terlibat dalam dua
fase inovasi sekaligus.
Menurut Slater dan Narver (1995) yang mengambil pendekatan
dalam bertindak dan merespon pasar dengan pengenalan gagasan dari
pelajaran organisasi, oleh karena itu perusahaan harus mempunyai
66
kemampuan untuk mengenalkan pelajaran (gagasan) dari organisasi,
dengan pelajaran organisasi diharapkan dapat meningkatkan kinerja
(Performance). Sedangkan Hurber
(1991)
menegaskan
pelajaran
pengorganisasian adalah sebagai pengetahuan yang baru terhadap hal-hal
yang potensial, yang dapat mempengaruhi tingkah laku.
Menurut Kohli dan Jaworski (1996) menyatakan bahwa inovasi
sebagai faktor ketepatan yang dapat digunakan dalam berorientasi pasar,
selanjutnya oleh Desphande dan Farley dan Webster (1993), serta Dee
meno dan Faradarajan (1990) mengatakan adanya hubungan antara
orientasi pasar dengan inovasi. Pendapat Slater dan Narver (1995)
mengambil beberapa pendekatan yang berbeda untuk bersikap dan
bertindak dalam merespon pasar dengan mengenalkan gagasan dari
pelajaran
pengorganisasian,
mereka
menyarankan
bahwa
tanpa
kemampuan untuk bertindak dalam realitasnya akan sulit dicapai.
Menurut Porter (1980) menyatakan bahwa terdapat dua factor dari
keunggulan bersaing yaitu : 1)keunggulan yang berbeda yaitu perusahaan
yang menekankan pada pelanggan, pesaing atau pada inovasi,
2)keunggulan biaya dengan cara perusahaan menitik beratkan pada factor
internal dengan maksud perusahaan melakukan efisiensi pada semua
bagian (Porter, 1985). Perusahaan berusaha mengurangi biaya dalam
aktivitasnya seperti : bagian logistic, operasional dan bagian penjualan
maupun pemasaran, termasuk juga kegiatan bagian persediaan, R and D
dan fungsi administrasi. Dengan demikian perusahaan bermaksud
mengoperasionalkan kegiatan yang utama dari penjualan yang lebih
tinggi dengan cara menetapkan harga yang lebih rendah (Treacy and
Wiersema
,
1993).
Perusahaan
melakukan
experiment
dengan
67
berorientasi pada inovasi, penjelasan ini sebagai tanda bahwa perusahaan
memfokuskan pada kegiatan internal (March, 1991). Penjelasan ini
mengharapkan perusahaan untuk memperbaiki kegiatan diperlukan
aktivitas pembelajaran (Albert, 1989), akan tetapi perusahaan perlu
kegiatan untuk beradaptasi ,karena adanya perubahan dalam perbaikan
kondisi pasar, sedangkan berorientasi pada pengetahuan menunjukkan
apresiasi dan keinginan untuk mnerima ide-ide baru. aspek budaya
organisasi ini telah dikonseptulasikan sebagai langkah awal menuju
inovasi. Pengetahuan organisasi atau wawasan yang mempengaruhi
perilaku dan inovasi saling melengkapi, dalam definisi klasik Thompson
(1965 ) tentang inovasi, menyatakan bahwa munculya, penerimaan dan
implementasi ide, proses, produk atau pelayanan baru. pernyataan lain
yang senada juga muncul dalam definisi Zalman, Duncan dan Holbek
(1973) mengenai inovasi, yaitu : sebuah ide, praktek, atau benda yang
dianggap baru oleh unit adopsi yang relevan. Kita juga menemukan
overlap antara pengetahuan organisasi dan inovasi dalam definisi
Amabile dan rekan (1996) mengenai inovasi, yaitu : Implementasi ide-ide
kreatif yang berhasil didalam suatu organisasi.” Karena adanya
kesalingterkaitan ini, adalah mengherankan bahwa konsep menenai
inovasi tidak muncul dalam model tentang orientasi pasar dan
pengetahuan. Bahasan tentang tahap-tahap proses inovasi memberikan
sedikit pemahaman tentang bagaimana budaya organisasi mempengaruhi
inovasi dan kinerja dan bagaimana pengetahuan organisasi merupakan
langkah awal menuju ke budaya inovatif.
Zaltman, Duncan dan Holbek (1973) menyatakan bahwa dua
tahap yang berbeda dari proses inovasi adalah permulaan dan
68
implementasi. Bagian penting dari tahap permulaan adalah keterbukaan
terhadap inovasi (Zaltman , Duncan dan Holbek 1973, hal.64) yang
diukur
dari
apakah
anggota
sebuah
organisasi
bersedia
mempertimbangkan adopsi atau menolak inovasi. Van de Ven (1986)
menyatakan sebagai pengelolaan perhatian perusahaan dengan maksud
untuk mengetahui adanya kebutuhan akan ide-ide dan perilaku baru
dalam organisasi. Berdasarkan diferensiasi yang dibuat oleh Zaltman,
Duncan, dan Holbek (1973) tentang tahap permulaan dan implementasi
dari inovasi, kita akan memperkenalkan dua konsep inovasi kedalam
model orientasi pasar yakni, (1) Keinovatifan dan (2) kapasitas untuk
melakuakan inovasi. Keinovatifan adalah gagasan tentang keterbukaan
terhadap ide-ide baru sebagai sebuah aspek dari budaya perusahaan.
Keinovatifan budaya merupakan sebuah indicator dari orientasi
perusahaan terhadap inoasi. Kita menyatakan bahwa terhadap sejumlah
indicator yang menentukan keinovatifan, yaitu bahwa berbagai
karakteristik budaya perusahaan, seperti penekanan pada pengetahuan,
pengambilan keputusan yang partisipatif, dukungan dan kolaborasi, dan
pembagian kekuasaan, mempengaruhi (menentukan) apakah suatu
perusahaan memiliki orientasi inovasi. Kapasitas
untuk
melakukan
inovasi, suatu istilah yang pertama kali digunakan oleh Burns dan Staiker
(1961),
adalah
kemampuan
organisasi
untuk
mengadopsi
atau
mengimplementasikan ide-ide, proses, atau produk baru dengan berhasil.
Definisi ini menggarisbawahi focus bahasan kita tentang apa yang disebut
Roger (1983) sebagai aspek predifusi dari inovasi, yaitu, produksi atau
adopsi awal dari inovasi oleh sebuah organisasi, dan bukan difusi inovasi
diantara para pembeli setelah adopsi pertama. Keinovatifan budaya
69
perusahaan ditambah dengan berbagai sifat structural perusahaan
berperan
dalam
mempengaruhi
kapasitas
inovatif
organisasi.
Kapasitas inovatif terkait dengan apa yang disebut Cohen dan
Levinthal (1990) sebagai kapasitas absorptive. Kapasitas ini bias diukur
dengan jumlah inovasi yang bias diadopsi atau diimplementasikan
dengan sukses oleh sebuah perusahaan. Keinovatifan budaya perusahaan,
jika dikombinasikan dengan sumber daya dan karakteristik organisasional
lainnya, akan menciptakan kapaitas yang lebih besar untuk berinovasi.
Perusahaan yang memiliki kapasitas yang lebih besar untuk berinovasi
mampu mengembangkan keunggulan kompetitif dan mencapai tingkat
kinerja yang lebih tinggi. Dalam keinovatifan (budaya Organisasi) dan
kapasitas inovatif (hasil organisasional) sebagai variable dengan melihat
bagaimana perusahaan beradaptasi, mengembangkan kapabilitas, dan
mendapatkan keunggulan kompetitif. Dalam konseptualisasi ini, inovasi
menggantikan pengetahuan organisasi sebagai mekanisme sentral dimana
organisasi
mengembangkan
kapabilitas
dan
beradaptasi
dengan
lingkungan mereka. Orientasi pengetahuan, bersama-sama dengan aspek
lain dari budaya organisasi, berfungsi sebagai anteseden(= langkah awal)
menuju orientasi inovasi . Orientasi inovasi dan kapasitas untuk
menerapkan inovasi akan menentukan pasar organisasi dan orientasi
pengetahuan akan mengarah kepada perkembangan perusahaan dan
pencapaian kinerja yang unggul. Pernyataan ini memperjelas keruwetan
yang terdapat dalam model Slater dan Narver (1995). Orientasi
pengetahuan, keinovatifan, dan kapasitas inovatif adalah sifat-sifat
organisasional yang mempengaruhi proses inovasi. Budaya yang
berorientasi pada pasar dan pengetahuan, bersama-sama dengan factor
70
lain, akan menunjang penerimaan ide-ide baru dan inovasi sebagai bagian
dari budaya organisasi (keinovatifan). Keinovatifan dalam budaya
organisasi, adalah jika sumber-sumber daya yang tersedia mencukupi,
akan memudahkan implementasi inovasi (kapasitas inovatif).
Perusahaan-perusahaan dengan kapasitas besar untuk melakukan
inovasi akan lebih sukses dalam memberikan respons terhadap
lingkungan mereka dan mengembangkan kemampuan-kemampuan baru
yang menghasilkan keunggulan kompetitif dan kinerja yang unggul.
Karakteristik
organisasi
merupakan
variable
yang
menentukan
keinovatifan dan kapasitas untuk berinovasi, banyak literature mengenai
karakteristik organisasi yang inovatif. Brown dan Eisenhardt (1995);
Damanpour
(1991).
menjelaskan
beberapa
pengertian
tentang
karakteristik budaya, dengan merujuk pada berbagai perilaku yang
dianggap
baik
dan
mendapatkan
dukungan
dalam
suatu
organisasi.Karakteristik structural, menurut Aiken, Bacharach, dan
French (1980), adalah aspek-aspek objektif dari organisasi yang tidak
bisa ditentukan dengan karakteristik anggota orgnisasi. Hal inilah yang
membedakan karakteristik structural dari budaya, dimana karakteristik
structural dikembangkan oleh anggota-anggota suatu organsasi. Proses
organisasi adalah kombinasi dari berbagai tugas atau aktivitas yang
menghasilkan sejumlah output (Day 1994). Hasil penelitian inovasi
menurut Hurley and Hult, (1998) menunjukkan bahwa dengan melakukan
kontrol atas ukuran kelompok, keinovatifan budaya suatu kelompok
memiliki sebuah pengaruh signifikan dan positif terhadap kapasitas
inovatif. Ketika budaya kelompok ditandai dengan kemampuannya
menerima ide-ide baru dan inovasi, maka dia diasosiasikan memiliki
71
tingkat inovasi yang tinggi. Dengan menempatkan jumlah penghargaan
atas masukan sebagai variable terikat yang mengukur kapasitas inovatif,
varian khas yang menunjukkan keinovatifan kelompok adalah 10,9 %.
Variabel terikat dalam penelitian ini yakni kapasitas inovatif, jelas
merupakan sebuah indikator keberhasilan kelompok dalam melakukan
perubahan adaptasi. Pengaruh signifikan dari keinovatifan organisasi
terhadap kapasitas inovatif menyatakan bahwa budaya organisasi dan
inovasi merupakan konsep yang penting.
Konsep ini harus dikaji lebih mendalam dalam riset mengenai
orientasi pasar dan pengetahuan, dimana fokus utamanya adalah
memahami proses adaptasi organisasi, kemampuan merespon, dan
kinerja. Dengan demikian, terbukti bahwa pernyataan Deshpande, Farley,
dan Webster (1993) adalah benar, yakni bahwa keinovatifan organisasi
adalah pentinng untuk memahami orientasi pasar dan pengetahuan
organisasi, dan hubungan ini perlu dikaji dalam konteks budaya. Menurut
Haim (Creativity, 1998), dalam inovasi merupakan salah satu produk
berpikir kreatif dalam proses pem belajaran (learning loop). Sebuah
model berpikir kreatif – yang disebut the real-world model, menurut
Haim, dapat menjelaskan seberapa kreatif orang atau organisasi itu
sesungguhnya. Menurut Haim, model-model formal dan linier (idealized models) yang banyak digunakan dalam bidang kreativitas, haruslah
logis dan rasional.
Menurut Haim ada beberapa tahap dalam
pemikiran kreatif. Tahap pertama, pemikiran kreatif selalu diawali
dengan insigh tyang diperkuat oleh sense of possibility. Insight muncul
ketika pengalaman seseorang atau sebuah organisasi menunjukkan
adanya ketidaklengkapan, yang dipertanyakan atau dinyatakan.
72
Mungkin saja yang dipertanyakan atau dinyatakan itu sudah sangat
dikenal,
bahkan bagian
dari
kegiatan sehari-hari. Sedang
possibility, adalah memancarkan cahaya lebih terang, seperti
menemukan sesuatu yang potensial atau terobosan.
Ada kekuatan yang mengalir dan meningkat secara tibatiba, sebuah kemampuan melihat sesuatu lebih dalam. Insight yang
diperkuat
(precipitating
insight)
sangat
penting
karena
dapat
menyemburkan pemikiran kreatif dan memberi tanda bahwa inovasi
mungkin dan tepat dengan situasi yang dihadapi. Insight memberi arah,
visi, harapan dan bahkan kenyakinan, bahwa ada sesuatu yang lain dan
mungkin
dilakukan.
Sekalipun
sebuah
insight
sangat
sederhana, seperti hanya melihat persamaan dari dua benda yang
berbeda, dapat mengarah pada inovasi.
Oleh karena itu, semua bentuk
insight harus segera ditangkap, diberi pengakuan dan pemikiran lebih lanjut.
Sayangnya, kita sering tidak mengakui atau menyadari sebuah insight. Kita
hanya mendapatkan pancaran yang sangat kecil, kemudian mengabaikan
dan menguapkannya ke udara. Kita tidak berusaha memperkuat sebuah
insight meskipun segalanya mengharuskan kita untuk tetap membuka mata
dan pikiran terhadap peluang-peluang yang ada. Padahal, jika kita
sungguh-sungguh melihat apa yang ada di sekitar kita dan menangguhkan
asumsi-asumsi keseharian kita, pancaran tersebut dapat benar-benar
nyata. Tahap kedua menghasilkan alternatif-altematif. Alternatif dapat
berupa cara berpikir atau Cara pandang yang berbeda mengenai apa saja
yakni mengenai apa yang dipikirkan atau apa yang ingin dicapai melalui
proses kreatif. Pada kasus Leung misalnya, Leung melihat sampah- sampah
di Hongkong sebagai sesuatu yang dapat dimanfaatkan (berguna). Salah
73
satu alternatif adalah membuatnya menjadi bahan bangunan ramah
lingkungan (wood-plastic compositlum). Apa yang dilakukan Leung
kemudian hanyalah mengumpulkan dan memilih sampah-sampah secara
sistematis. Apapun alternatifnya, yang penting menghasilkan sebanyak
mungkin. Cara alamiah menumbuhkan alternatif- alternatif adalah melalui
pencabangan (branching). Seperti halnya menyemai- kan sejenis tanaman
baru pada lahan pikiran kita, kemudian mendorong setiap cabang untuk
bertunas dan bertumbuh. Tahap
ketiga
adalah
memilih
alternatif
(selection). Pertumbuhan alternatif yang ruwet dapat membingungkan, jika
tidak diseleksi lebuh dulu yakni memilih alternatif yang ingin
dikembangkan dan memangkas sisanya. Proses seleksi ini secara umum
melibatkan pemilihan di antara solusi- solusi alternatif untuk masalah atau
tujuan yang telah didefinisikan dengan jelas. Melalui siklus pertumbuhan
dan pemangkasan yang berulang inilah dapat diperoleh pilihan terbaik
yang akan dikembangkan. Tahap keempat adalah pengulangan tahap
kedua dan ketiga. Model berpikir kreatif sesungguhnya (real-worldmodel)
sangat rumit, oleh karena itu, satu putaran untuk menghasilkan dan memilih
alternative terbaik jarang sekali memadai. Kembali ke tahap pertumbuhan
dan seleksi, mungkin untuk beberapa kali, kita dapat melihat perbedaanperbedaan yang sangat kecil. Adanya proses seleksi melalui pemangkasan
yang penuh pertimbangan, memungkinkan kita untuk mengevaluasi secara
kritis gagasan-gagasan yang telah berkembang. Ini untuk menghindari
kemungkinan melewatkan sebuah cabang pemikiran (alternatif) yang
menarik dan pantas mendapat perhatian. Atau sebaliknya, perlu
mendefinisikan kembali pandangan awal kitaterhadap sebuah masalah atau
tujuan. Dinamika take and give antara pertumbuhan dan seleksi alternatif
74
merupakan kunci utama bagi inovasi. Hanya melalui pengujian yang kritis
akan terlihat kekuatan dan kelemahan sebuah alternatif sering kali kelemahan
sebuah alternative merangsang insight lebih jauh dan mengarah pada hasil yang
lebih inovatif. Perlu diperhatikan, bahwa berpikir kreatif tidak dapat
berkembang di bawah kungkungan aturan-aturan umum sebuah pandangan
atau praktek. Seperti dikatakan Levitt (dalam HBR, 2002), konfirmasi dapat
mengurangi animasi kreatif. Apabila seseorang atau sebuah organisasi
semata-mata
dipandang
sebagai
models
produksi
sistem
yang
menghasilkan barang dan jasa, maka pandangan atau praktek yang ada
tidak banyak berbicara tentang pembelajaran yang memungkinkan lahirnya
proses kreatif.
Dalam sesi berpikir kreatif misalnya, dimana peserta tidak
dimungkinkan mengemukakan pendapat kritis terhadap gagasan orang
lain, tidak akan ada dinamika yang bermanfaat antara kreasi dan evaluasi
menuju inovasi. Baik dalam berpikir bebas individual maupun kelompok
(collective), dibutuhkan waktu untuk berpikir generatif dan selektif. Tanya
itu, sulit dicapai siklus kreatif yang diperlukan untuk menumbuhkan gagasan
cukup matang, khususnya dalam dunia bisnis.
Pada siklus pertumbuhan dan seleksi ini tidak ada solusi karena
tidak ada pemisahan waktu yang nyata ketika proses berpikir kreatif
berhenti. Apa yang sesungguhnya terjadi adalah kita tetap melakukan siklus
alternatif dan selektif sampai kita merasakan bahwa waktunya untuk
berhenti meskipun proses kreatif sesungguhnya tidak pernah berakhir. Kita
hanya memutuskan untuk keluar dan menerima apapun hasilnya. Dalam
jangka panjang, selalu ada kemungkinan mengembangkan gagasangagasan baru yang lebih baik.Pada dasarnya, kreativitas dan inovasi
merupakan hal yang manusiawi, proses yang terus-menerus, dan selalu ada
75
potensi lebih lanjut yang dapat ditemukan. Dengan demikian, adanya
pengakhiran terhadap proses kreatif semata-mata alasan pragmatis, sebuah
keputusan intuitif dan rasional untuk mengalihkan dunia pemikiran ke
dunia pelaksanaan. Tahap kelima adalah menjelmahkan gagasan kreatif
menjadi produk yang berguna (translation) dalam arti inovasi. Dalam dunia
bisnis misalnya, harapan seseorang atau organisasi adalah untuk mendapatkan
pengembalian yang menguntungkan atas investasinya.
Beberapa inovasi yang paling umum adalah menciptakan metode
atau proses baru (new methods or process), menciptakan pasar barn atau
pengguna baru (new market or user) atau menghasilkan produk baru (new
product).Tahap keenam adalah belajar dari proses. Salah satu yang tetap
menjadi teka-teki pada model-model kreativitas baku adalah tidak adanya
proses pembelajaran. Banyak orang atau organisasi menemukan nilai
sebuah pembelajaran dalam proses disain ketika mereka mengadopsi
metodetotalquality management atau business process reengineering.
Perlunya
sebuah
proses
pembelajaran
adalah
untuk
mendorong
pengembangan di masa depan, bukan kemungkinan untuk membakukan
(fossillize) sesuatu di akhir sebuah proses perubahan. Dalam model kreativitas
dan inovasi yang sesungguhnya, proses pembelajaran yang berkelanjutan
harus tetap didorong. Dalam proses kreatif akan diperoleh 1) dapat dan
harus terus menguji subyek pekerjaan-pekerjaan inovatif. Perlu kita ingat,
apapun inovasi yang ada, apapun pilihan yang diambil ketika menghentikan
siklus pertumbuhan dan seleksi bukanlah merupakan solusi akhir (ultimate
solution). Suatu hari, kita harus melihatnya kembali ( revisit ) dan mencoba
menumbuhkan sesuatu yang baru dan lebih baik. 2) sebelum mengakhiri
sebuah proses inovasi, pastikan bahwa kita merencanakannya untuk masa
76
depan. Misalnya, dengan menciptakan sebuah arsip (memory) yang baik dari
gagasan-gagasan kreatif kita, dengan demikian, kita atau orang lain dapat
melihatnya kembali di kemudian hari. pastikan, bahwa pihak lain akan
mendapatkan informasi tentang inovasi tersebut, apakah berupa produk
atau proses. Hal ini berlaku, baik untuk individu mapun organisasi
sebagai kumpulan individu.
Variabel inovasi terdiri dari indikator-indikator partisipasi dalam
pengambilan keputusan, support / dukungan, pembagian tugas serta
pengembangan diri. Seperti halnya penelitian yang dilakukan oleh
Zalman, Dunca & Nolbile’s (1975) bahwa inovasi adalah sebagai ide,
latihan atau materi yang dirasakan, sebagai unit yang relevan dalam
pembelajaran organisasi
77
BAB III
KAPABILITAS SUMBER DAYA BISNIS DAN BUDAYA
ORIENTASI PASAR
A. Kapabilitas Sumber Daya
Pada dasarnya teori ekonomi menyatakan bahwa keberadaan
perusahaan adalah untuk menciptakan nilai dan kegunaan, untuk
melayani baik konsumen maupun prodUsen. Titik keselarasan dalam
proses penyeimbangan ini adalah nilai dan kegunaan yang disediakan dan
diciptakan oleh kedua belah pihak
Dalam istilah ekonomi, suatu perusahaan akan mengeksploitasi
sumber-sumber daya yang dimiliki untuk memperoleh sejumlah
pertumbuhan
kinerja
yang
diindikasikan
dengan
pangsa
pasar,
profitabilitas dan kontinuitas.
Perusahaan cenderung untuk mengatur sumber-sumber daya yang
dimiliki untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Pengertian sumber
daya pandang perusahaan adalah semua aset nyata dan tidak nyata yang
diikatkan
pada
perusahaan
yang
bersifat
relatif
permanen
(Mosakowski,1993), hal ini membuktikan bahwa sumber daya heterogen
(bermacam-macam) yang dikontrol perusahaan adalah secara relatif
mungkin tidak akan berubah (Barney, 1991) dan bersifat nyata dan tidak
nyata.
Kombinasi dari sumber daya (Penrose, 1959) dan pengurutannya
atas dasar waktu (Emit & Schoemaker, 1993) memungkinkan adanya
78
evolusi kemampuan yang spesifik, sehingga dapat diperoleh suatu
keunggulan kompetetif
Konsep nilai berarti memancarkan kegiatan yang berasal dari
kemampuan perusahaan, dimana sumber kemampuan dikembangkan dari
sumber daya yang dikuasai perusahaan tersebut (Barney, 1991; Colin,
1991). Perusahaan kecil dalam pencapaian keunggulan bersaing bukanlah
tujuan yang harus segra dilakukan, sebab tujuan primer/dasar yang
sebenarnya bagi UKM adalah kemampuan untuk bisa bertahan hidup dan
kesuksesan sumber-sumber daya (Churcill & Lewis, 1993)
Sumberdaya yang bisa memberikan keuntungan kompetitif yang
berkelanjutan, maka perusahaan harus melakukan kegiatan dengan
ketidakpastian lingkungan agar organisasi dapat bertahan, dalam kinerja
superior jangka panjang (Bharadawaj, Varadarajan dan Fahy 1993).
Banyak literature mendefinisikandi banyak variasi , salah satunya dengan
mencakup produksi yang berkurang, sehingga memberikan kontribusi
khusus dalam keuntungan yang kompetitif. Sebelum menganalisis
bagaimana ‘ sumberdaya’ ini berkontribusi pada keuntungan kompetitif,
kita mengetahui bahwa sumberdaya perusahaan merupakan suatu
kemampuan yang dimiliki perusahaan dalam mencapai pelayanan yang
produktif. Tetapi sumberdaya ini harus dikelola dengan baik, karena
sumber daya tanpa pengelolaan akan mengakibatkan ketidakgunaan bagi
perusahaan, yang justru menyulitkan dalam pelayanan yang diinginkan (
Penrose 1959).
Sumberdaya mewakili sebagai factor dinamis untuk survive,
berdasarkan kemampuan organisasi untuk menyesuaikan terhadap respon
dengan keadaan lingkungannya. Hal penting ini bagi perusahaan, karena
79
perusahaan berusaha untuk mengedepankan pemeliharaan dan akuisisi
sumberdaya yang tepat untuk bertahannya survive organisasi (Pfeffer and
Salancik 1978). Kondisi perusahaan yang sehat akan berguna dalam
mengaplikasikan biologis sebagai control sumberdaya (Van Valen 1973),
dimana perusahaan yang sehat dapat sebagai paralel aplikasi kedalam
tujuan survive (Penrose 1959, Wernerfelt 1984, Prahlahad dan Hamel
1990, Amit & Schoemaker 1993, Peteraf 1993, Mahoney and Pandian
1992). Perusahaan dalam akumulasi dan penyebaran sumberdaya adalah
untuk mengejar pertumbuhan, efek waktu, kompetisi dan lingkungan
eksternal dalam keefektifan sumberdaya, kebenaran nilai dari strategi
managerial bagi perusahaan yang menyebutkan, bukan hanya ketepatan
sumberdaya saja tapi juga akuisisi yang dinamis, perlengkapan dan
pengembangan serta sumberdaya baru untuk mengembangkan sumber
daya dengan keunggulan yang kompetitif (McGrath, McMillan and
Venkataraman, 1995). Sebagai tambahan, nilai sumberdaya bagi
perusahaan adalah sebagai fundamental dalam mengaplikasikan, dan
perusahaan menyesuaikan dengan lingkungan eksternal ( Black and Boal,
1994) dan produk organisasi menawarkan kompetisi superior melalui
kemampuannya untuk mengantisipasi aksi competitor (Slater, 1996).
Strategi yang digunakan perusahaan, ketika ketidaksamaan dalam
implementasi
sekarang
atau
potensi
competitor.
Untuk
sebuah
keuntungan kompetitif yang bertahan bagi perusahaan, maka pihak
perusahaan mempunyai kriterianya juga perusahaan harus melihat
ketidakmampuan sekarang atau potensi competitor untuk memperbanyak
manfaat dari strategi. Ini adalah eksploitasi dari kekuatan internal
perusahaam
80
dalam
kesempatan
merespon
lingkungannya
yang
menetralkan ancaman eksternal sebagai kontribusi factor-faktor dan
membawa
keuntungan
kompetitif
yang
bertahan
sebagai
basis
sumberdaya – dan merupakan teori dasar (Black and Boal 199).
Kemudian, ketika keunggulan perusahaan yang tidak dapat ditiru yang
berasal dari sumberdaya, maka ini merupakan kunci dari keuntungan
kompetitif yang bertahan.
Kapabilitas adalah proses yang berbasis pada informasi, dapat
bersifat tangibel dan intangibel yang bersifat khas perusahaan sebagai
hasil pengembangan dalam jangka panjang melalui proses interaksi yang
rumit dari berbagai sumber daya tersebut (Amit &Schoemaker, 1993
dalam Augusty, 2006)
Perbedaan antara sumber daya dan kapabilitas, untuk lebih jelasnya dapat
dilihat tabel sebagai berikut :
Tabel
Sumber daya dan Kapabilitas
Sumber daya
 Informasi
 Reputasi
 Jaringan organisasional
 Data base
 Rahasia dagang
 Paten, hak cipta, Lisessi
 Property
 Pabrik , peralatan
 Modal insani
 Modal keuangan
Sumber :Grant (1991), Hall (1994)
Kapabilitas
 know-how
 Persepsi baku mutu
 Persepsi
pelayanan
pelanggan
 Kemampuan
mngelola
perubahan
 Kemampuan berinovasi
 Kemampan untuk belajar
 Kemampuan
kerja
kelompok
Kapabilitas mengacu pada kapasitas perusahaan untuk menyalurkan
sumber daya, umumnya dalam kombinasi dengan menggunakan prosesproses organisasional untuk mencapai sasaran akhir
81
Sejumlah peneliti telah mengembangkan daftar sumber daya
perusahaan dan penciptaan nilai. Sumber daya perusahaan dapat
digolongkan secara tepat kedalam kategori yaitu : sumber daya fisik
(William, 1975), sumber daya manusia (Becker, 1964), sumber daya
organiasi (Hpmer, 1987), dimana sumber daya fisik termasuk tehnologi
fisik yang digunakan dalam suatu perusahaan, lokasi pabrik dan
peralatan, lokasi, geografis, dan akses bahan mentah, yang termasuk
dalam sumber daya manusia adalah pelatihan, pengalaman, penilaian dan
pendidikan
Sementara yang termasuk dalam sumber daya organisasi adalah
struktur laporan formal perusahaan, perencanaan formal dan informal,
sistem pengendalian dan koordinasi, informasi seperti juga hubungan
informal antara kelompok dengan lingkungannya. Akhir-akhir ini ada
suatu pemikiran baru tentang peran sumber daya organisasi sebagai dasar
dalam menetapkan strategi perusahaan
Pada strategi tingkat perusahaan perhatian teori ekonomi
mengenai lingkup dan transaksi biaya telah memfokuskan perhatiannya
pada peranan sumber daya perusahaan dalam menentukan batasan
industri dan geografi dari kegiatan-kegiatan perusahaan (Treece, 1980;
Chatterju dan Wennerfelt, 1991)
Pada strategi tingkat bisnis eksploitasi hubungan antara
eksplorasi hubungan antara sumber daya, kompetensi dan profitabilitas
(Rumelt, 1982; Reed & Fillipi, 1991), pertalian ketidaksempurnaan
informasi dalam penciptaan perbedaaan profitabilitas antara perusahaanperusahaan bersaing (Barney, 1986) dan peralatan dimana akumulasi
82
proses sumber daya bisa mempertahankan keunggulan bersaing (Dierick
& Cool, 1989)
Grand (1991) merumuskan pendekatan sumber daya dengan
mengusulkan suatu kerangka kerja untuk suatu pendekatan yang berbasis
pada sumber daya dalam memformulasikan strategi. Kerangka berbasis
pendekatan sumber daya mempunyai lima tahap prosedur untuk
memformulasikan strategi yaitu 1)menganalisis basis sumber daya
perusahaan; 2)menaksir kapabilitas perusahaan; 3)memilih suatu strategi;
4)perluasan; 5) peningkatan kelompok sumber daya dan kapabilitas
perusahaan
Persaingan
internasional
telah
menyebabkan
perusahaan
manufaktur untuk mengidentifikasi dan menggolongkan sumber daya dan
kapabilitas perusahaan, apa yang bisa dilakukan perusahaan untuk bisa
lebih efektif dari pada pesaingnya. Perusahaan manufaktur harus
menetapkan tujuan strategi berasarkan pada permintaan pasar saat ini dan
yang akan datang dan mengembangkan sistem pengukuran kinerja yang
konsisten permintaan tersebut Hasil kinerja harus dikomunikasikan dan
dievaluasi oleh tiap tingkatan dalam kinerja yang efektif' harus
mengandung kriteria yaitu kinerja pengukuran dan standar. Dalam
operasi bisnis manajer dihadapkan pada penetapan strategi yang akan
digunakan bisnis dalam beberapa waktu kedepan, tentunya tipe strategi
yang nantinya akan dipakai juga tergantung pada orientasi perusahaan.
Dalam tahap-tahap proses inovasi memberikan pemahaman
tentang bagaimana budaya organisasi mempengaruhi inovasi dan kinerja,
serta bagaimana pengetahuan organisasi merupakan langkah awal menuju
pada budaya inovatif (Hurley & Hult, 1998)
83
Budaya
organisasi
merupakan
culture
fondation
dari
pembelajaran organisasional, sedang komptensi yang berhubungan
dengan pengetahan pasar menduduki urutan kompetensi pertama dalam
usaha untuk memperoleh keunggulan kompetitive (Nirmala Kumar,
2004), disamping budaya organisasi merupakan norma perilaku dalam
pengembangan organisasi dan norma tanggung jawab dalam perolehan
informasi pasar (Naver & Slater, 1995), dengan demikian budaya
organisasi merupakan sistem nilai yang memberikan norma yang
mendasar ketika manajemen melakukan koordinasi dan kontrol antar
fungsi dalam implementasi konsep marketing untuk memperoleh
keunggulan kompetetif (Desphande & Webster, 1989)
Setiap perusahaan yang memiliki budaya perusahaan dan dalam
budaya perusahaan terdiri dari beberapa sub budaya, seperti budaya
manajerial, budaya pekerjaan dan budaya kelompok (Schein, 1985),
masih menurunit Schein (1985) menyatakan bahwa budaya organisasi
dapat berfungsi sebagai perekat yang membentuk kohesivitas (Sircich,
1989), serta budaya organisas juga dapat berfungsi sebagai sosial kontrol
yang mendorong semua anggota organisasi mempunyai komitmen
terhadap kemajuan organisasi (O Realliley, 1989)
Menurut Deal & Kennedy (1982) mengatakan bahwa budaya
organisasi adalah pola terpadu perilaku manusia yang tergantung pada
kemampuan orang untuk mempelajari dan kemudian menyebarkan
pengetahuan kegenerasi-generasi berikutnya, oleh karena itu budaya
organisasi merupakan asumsi-asumsi bersama yang dipelajari oleh
sebuah kelompok berkaitan dengan masalah penyesuaian atau intregrasi
kondisi internal dan external
84
Menurut Kerin, Mahajan dan Varadarajan (1999) dimensi budaya
organisasi mencakup : 1) arti adalah kepercayaan secara bersama antar
kelompok yang berbeda; 2)komunikasi yaitu menunjukkan pada kodekode atau ketentuan perilaku formal maupun non formal yang bersifat
menguatkan arti; 3)share adalah menunjuk pada usaha melakukan hal-hal
bersama
Budaya organisasi merujuk pada seperangkat nilai (value),
kepercayaan (beliefs), dan pola perilaku yang merupakan bentuk identitas
inti organisasi dan membantu membentuk perilaku anggota. Secara
elaboratif menurut Schein (2004) mendefinisikan budaya organisasi
sebagai asumsi dasar yang dibagikan (pattren shared basic assumptions) ,
yang dipelajari oleh kelompok sebagai hasil belajar untuk mengatasi
masalah-masalah yang berhubungan dengan integrasi internal dan
adaptasi eksternal.
Ada tiga tingkatan budaya dalam pengertian Schein, yakni
asumsi dasar (underlying assumption), nilai-nilai dan kepercayaan
(espoused belief and value), dan benda-benda (artifacts).
Asumsi dasar sebagai lapisan paling dalam suatu budaya sangat
mempengaruhi nilai-nilai yang dianut dan perilaku anggota organisasi.
Ada enam dimensi /asumsi dasar dalam organisasi , yakni : 1)sifat dasar
dari realitas dan kebenaran, 2)sifat dasar tentang waktu, 3)sifat dasar
tentang jarak-tempat (space); 4)sifat dasar dari manusia, 5)sifat dasar
aktifitas manusia; 6)sifat dasar hubungan manusia dan alam. Dalam
budaya entrepreuner menekankan nilai inovasi, mengambil resiko (risktaking), dinamika tinggi dan kreativitas..Sedangkan budaya kompetitif
berorientasi pada tuntutan ujian, keunggulan bersaing, superioritas dalam
85
pemasaran dan keuntungan. Menurut penelitian Rashid et al (20003)
terhadap perusahaan-perusahaan di Malaysia menunjukkan adanya
korelasi antara budaya perusahaan dengan kinerja keuangan perusahaan;
Menurut
Budihardjo,
(2003)
budaya
perusahaan
yang
memungkinkan promosi inovasi organisasi adalah task culture yang
menekankan keahlian daripada karisma atau posisi, karena budaya
tersebut berorientasi pada kinerja, minimalisasi perbedaan gaya dan status
dalam tim, fleksibel, adaptif, dan sensitif terhadap lingkungan. Penelitian
Kotter dan Heskett (1992) mengkonfirmasi sekaligus membuktikan
bahwa budaya adaptif merupakan faktor penting dalam upaya melahirkan
inovasi suatu perusahaan, karena itu budaya perusahaan yang
memperhatikan konstituen seperti konsumen, pelanggan, stakeholder, dan
karyawan sebagai perusahaan yang memiliki kinerja yang tinggi, karena
perusahaan dengan karakteristik lingkungan bisnis yang berubah sangat
cepat mensyaratkan perusahaan dikelola dengan profesional dan
mengaplikasikan nilai dan strategi inovatif agar perusahaan berhasil
menciptakan dan menawarkan produk-produk baru (Budiharjo, 2003)
Menurut Deshpande dan Farley (1999) menjelaskann adanya
empat jenis budaya perusahaan ; 1)budaya kompetetif (competitive
culture) ; 2)budaya entrepreuner (entreperuner culture); 3)budaya
birokratik (bureauacratik culture); dan 4)budaya konsensual (consensual
culture).
Budaya organisasi adalah penting, karena budaya organisasi
sebagai alat untuk menerapkan mengembangkan organisasi ((Yeung,
Brockbank, and Ulrich, 1991). Perusahaan tidak berpikir bahwa semua
organisasi berusaha melakukan inovasi, karena semua organisasi
86
memerlukan perubahan dalam inovasi (King, 1990). Banyak peneliti
mempunyai eksistensi bahwa adanya kaitan antara budaya organisasi
dengan inovasi organisasi (Kotter and Hesket, 1992). Banyak penelitian
mengemukakan bahwa budaya organisasi berdampak pada inovasi
organisasi
Menurut Schein (1985) menyatakan bahwa budaya organisasi
adalah suatu aturan dalam proses budaya, dengan mendefinisikan budaya
sebagai pola anggapan dasar dengan mana organisasi belajar untuk
mengatasi problem yang sama dan penyampaian informasi kepada
karyawan serta sumber daya perusahaan dengan menggunakan strategi
dalam pelaksanaanya. Pembagian pekerjaan dalam suatu organisasi juga
mengurangi timbulnya kesalahan, politik dan status pekerjaan yang tidak
jelas, yang mana dengan pembagian pekerjaan dapat mengembangkan
potensi karyawan untuk melakukan inovasi.
Budaya organisasi adalah pola terpadu perilaku manusia yang
tergantung pada kemampuan orang untuk mempelajari dan kemudian
menyebarkan pengetahuan kegenerasi-generasi berikutnya.(Deal dan
Kennedy, 1982). Oleh karena itu budaya organisasi merupakan asumsiasumsi bersama yang dipelajari oleh sebuah kelompok serta berkaitan
dengan masalah penyesuian atau intregrasi kondisi internal dengan
eksternal. Sedang Schein (1985) menyatakan setiap perusahaan memiliki
budaya perusahaan yang dominant dan didalamnya terdiri dari beberapa
sub budaya, seperti budaya manajerial, budaya pekerjaan dan budaya
kelompok, masih pendapat Schein (1985) bahwa budaya organisasi dapat
berfungsi sebagai perekat (glue) yang membentuk kohesivitas. Kemudian
O Relliley (1989) menyatakan bahwa budaya organisasi dapat berfungsi
87
sebagai social control yang mendorong semua anggota organisasi
mempunyai komitmen terhadap kemajuan organisasi.
Dimensi budaya organisasi menurut Hofstede (1984) antara lain :
1)Individualiity menunjukkan adanya kerangka sosial yang fleksibel,
yaitu bahwa seseorang diharapkan dapat mengurus dirinya sendiri dan
keluarganya. Kebalikan dari budaya kerja individualistic adalah
kolektifistik yaitu adanya jaringan social yang ketat, dimana anggota
mengharapkan organisasi akan melindungi mereka sebagai imbalan atas
kesetiaan mereka . 2)Power distance yaitu menunjukkan seberapa jauh
suatu organisasi secara kolektif menerima kenyataan bahwa kekuasaan
didalam organisasi secara tidak merata. 3)Uncertainty evoidance, yaitu
suatu kondisi dimana anggota organisasi kelompok merasa terancam oleh
situasi yang tidak menentu dan berusaha menghindarinya . 4)Masculinity,
yaitu suatu keadaan dimana nilai yang dominant pada seseorang adalah
ketegasan yang diwujudkan dalam bentuk perhatian yang besar pada
perolehan uang dan kurang memperdulikan orang lain, kualitas hidup
atau masyarakat.
Budaya organisasi dan iklim organisasi akan melengkapi
kegiatan perusahaann, karena perusahaan akan sulit berkembang bila
perusahaan tidak memberi kesempatan pada orang dengan prestasi yang
diraih, tetapi sebaliknya organisasi akan sulit berkembang, jika
perusahaan tidak memberikan kesempatan kepada anggota untuk
berkembang serta memberikan kontraprestasi yang layak pada anggota
tersebut (Day, 1994; Schein, 1990), dengan demikian adanya hubungan
antara budaya orgnisasi dengan iklim organisasi, karena dengan
88
pembelajaran yang baik akan berakibat pada kenaikan kinerja yang lebih
baik.
B. Hubungan Kapabilitas Dengan Ketrampilan Dan
Pengetahuan Manajerial Yang Diperoleh Dari
Orientasi Pembelajaran
Menurut Augusty, Kapabilitas adalah proses yang berbasis
pada informasi, dapat bersifat tangibel dan intangibel yang bersifat
khas perusahaan sebagai hasil pengembangan dalam jangka panjang
melalui proses interaksi yang rumit dari berbagai sumber daya (Amit
&Schoemaker, 1993 dalam Augusty, 2006)
Menurut Gonzales et al (2004), menyarankan bahwa diperlukan
perspektif yang berorientasi pembelajaran untuk membantu seseorang
mengembangkan keterampilan dan kemampuan dalam program-program
pemasaran dewasa ini dan mencapai hasil yang diharapkan. Sebagaimana
Dailey dan Kim (2001) berpendapat bahwa pengembangan orientasi
pembelajaran adalah bermanfaat untuk memperbaiki pemahaman
tentang orientasi pemasaran, fokus pelanggan, orientasi persaingan dan
pendekatan team.
Berbicara mengenai orientasi pembelajaran, berarti organisasi
melakukan suatu kegiatan dengan mengawasi kinerja karyawan dan
mempelajari management learning melalui pendidikan (training dan
seminar) yang dibutuhkan untuk berinovasi, sehingga organisasi
memerlukan persetujuan dan sosialisasi bagi karyawan dan management
learning bagi organisasi. Salah satu pendekatan untuk mengembangkan
suatu orientasi pembelajaran yang baik adalah pembelajaran aktif
berbasis team yang berakar dalam prinsip pembelajaran kooperatif.
89
Pembelajaran kooperatif didasarkan pada ketergantungan positif,
interaksi tatap muka, akuntabilitas/ pertanggungjawaban individual,
keterampilan sosial, dan pemrosesan team (Johnson, Johnson, dan Smith,
1991).
Di samping itu, usaha bisnis memerlukan pembelajaran untuk
bersifat generatif dari biaya yang dikeluarkan, dan juga membutuhkan
suatu kemampuan pembelajaran yang adaptip, karena bagaimanapun
bisnis-bisnis
tidak
hanya
mengembangkan
dalam
ketrampilan
mempelajari pasar tapi juga pengalaman pembelajaran generatif dalam
mempelajari keuntungan di dalam pasar-pasar yang kompetitif
Keuntungan dengan pembelajaran generatif adalah tidak dibatasi
pada ikatan yang kaku dalam keberadaan mental model yang dilakukan.
Beberapa peneliti menyatakan bahwa pembelajaran generatif dapat
menunjukkan cara dalam mengadopsi mental model baru dengan
menyiapkan jalan/cara bagi terobosan teori yang digunakan.
C. Hubungan Ketrampilan, Inovasi Radical, Adaptabilitas Dengan Kinerja
Organisasi
mengembangkan
pemasar
dapat
serangkaian
menciptakan
ketrampilan
keunggulan
yang
terkait
untuk
dengan
perencanaan, negosiasi, dan orientasi konsumen yang mungkin dapat
memberikan keuntungan bagi peningkatan kinerja jangka panjang dan
kepuasan karyawan .
Dengan demikian ada hubungan secara positif antara orientasi
pembelajaran dengan performansi ketrampilan. Oleh karena itu diajukan
hipotesis sebagai berikut : Terdapat pengaruh positif antara orientasi
pembelajaran generatif berbasis pasar dengan ketrampilan
90
Organisasi pemasar dapat menciptakan keunggulan bersaing yang
berkelanjutan dengan menawarkan insentif bagi tenaga pemasar untuk
mengembangkan
serangkaian
ketrampilan
yang
terkait
dengan
perencanaan, negosiasi, dan orientasi konsumen yang mungkin dapat
memberikan keuntungan bagi peningkatan kinerja jangka panjang dan
kepuasan karyawan .
Pendekatan ketrampilan proses ialah pendekatan pembelajaran
yang bertujuan mengembangkan sejumlah kemampuan fisik dan mental
sebagai dasar untuk mengembangkan kemampuan yang lebih tinggi pada
diri seseorang. (Conny Semiawan dalam Oemar Hamalik, 2003
Kemampuan – kemampuan fisik dan mental tersebut pada dasarnya telah
dimiliki oleh siswa meskipun masih sederhana dan perlu dirangsang agar
menunjukkan jatidirinya.
Apabila tenaga pemasar memiliki pengetahuan yang lebih baik
akan pekerjaan, memiliki motivasi, keahlian, tanggung jawab dan
kemampuan yang lebih tinggi , maka hal ini akan menunjang peningkatan
inovasi kinerja
Inovasi radikal menghasilkan suatu produk yang banyak
menggunakan sejumlah pengetahuan teknis yang baru. Inovasi radikal
memiliki resiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan inovasi
inkremental.
Radical innovation adalah krusial dalam pertumbuhan perusahaan
dan ekonomi serta inovasi radikal secara bersamaan menggerakkan
pertumbuhan pasar sehingga perusahaan sukses serta tujuan ekonomi
tercapai (Landes , 1999), dengan demikian dalam melakukan inovasi
radical diperlukan sejumlah pengetahuan teknis dan ketrampilan yang
91
semakin tinggi untuk mengatasi resiko yang mungkin timbul, karena
teknologi yang semakin canggih
Dengan demikian ada hubungan secara positif antara ketrampilan
dengan inovasi radical. Oleh karena itu diajukan hipotesis sebagai
berikut: Terdapat pengaruh positif antara ketrampilan dengan inovasi
radikal
Oemar
ketrampilan
Hamalik
proses
(2003)
diartikan
dengan
sebagai
menggunakan
pendekatan
pendekatan
dalam
proses
pembelajaran yang menitik beratkan pada aktivitas dan kreativitas
seseorang untuk mengembangkan kemampuan fisik dan mental yang
sudah dimiliki ke tingkat yang lebih tinggi dalam memproses perolehan
belajarnya, sehingga akan dapat meningkatkan ketrampilan seseorang
Inovasi yang telah dilakukan oleh perusahaan dan berhasil, maka
perusahaan memberikan hadiah bagi seseorang yang berhasil melakukan
inovasi (Godin, 2002), akan tetapi input dari inovasi tidak secara otomatis
menuju pada pengembangan produk-produk baru (Act and Audretsch,
1987) atau perusahaan menjamin nilai keuangan begitu juga pemerintah
akan memberi nilai bagi perusahaan yang berhasil melakukan inovasi
(Von Hippel, 2005), kunci tantangan dari inovasi adalah mengubah
masukan-masukan ke dalam keluaran secara komersial berharga, karena
sebagian besar kegiatan belum dapat ditanggulangi oleh perusahaan
(Chandy et al, 2006, Hauser, Tellis and Griffin, 2007).
Inovasi inkremental sebagai inovasi yang memerlukan sedikit
perubahan dalam teknologi (Chandy dan Tellis, 1998), dengan
demikian
92
bila
perusahaan
melakukan
inovasi
memerlukan
ketrampilan, karena dalam ketrampilan membutuhkan aktivitas
dan kreativitas untuk dapat melakukan inovas i-inovasi baru
Dengan demikian ada hubungan secara positif antara ketrampilan
dengan inovasi . Oleh karena itu diajukan hipotesis sebagai berikut :
Terdapat
hubungan
positif
antara
ketrampilan
dengan
inovasi
incremental
Perusahaan melakukan experiment dengan berorientasi pada
inovasi, penjelasan ini sebagai tanda bahwa perusahaan memfokuskan
pada kegiatan internal (March, 1991). Penjelasan ini mengharapkan
perusahaan untuk memperbaiki kegiatan diperlukan dalam aktivitas
pembelajaran (Albert, 1989), akan tetapi perusahaan perlu kegiatan untuk
beradaptasi, karena adanya perubahan dalam perbaikan kondisi pasar,
sedangkan berorientasi pada pengetahuan menunjukkan apresiasi dan
keinginan untuk menerima ide-ide baru. aspek budaya organisasi ini telah
dikonseptulasikan sebagai langkah awal menuju inovasi.
Inovasi yang baik merupakan suatu kombinasi dari inovasi dan
manajemen inovasi (Ahmed, 1998; Adam et al, 2006), meskipun
munculnya inovasi merupakan kejadian yang membawa perubahan dan
mungkin akan berbeda dari perusahaan satu dengan perusahaan yang lain
Inovasi merupakan salah satu alat untuk mempertahankan
pertumbuhan dan mencapai kinerja bisnis (Cottam et al, 2001). Inovasi
juga merupakan elemen penting dalam persaingan dan inovasi menjadi
potensial dalam menjamin organisasi dimasa yang akan datang,
berdasarkan pernyataan diatasi menjelaskan bahwa inovasi merupakan
salah satu alat dalam mempertahankan pelanggan, sehingga memerlukan
adaptasi/penyesuaian dengan keinginan dan kebutuhan pelanggan
93
Dalam literatur menyatakan bahwa perusahan yang berinovasi
menunjukkan negara-negara dengan membandingkan input-input dari
inovasi seperti bagian penelitian dan pengembangan, pengetahuan
karyawan, dan yang memiliki keahlian (Archibugi and Coco, 2005).
Sebagian kecil penelitian berpendapat bahwa negara-negara yang
melakukan inovasi telah menguji secara formal hasil dari inovasi seperti
inovasi yang diperdagangkan dan penghargaan yang berupa keuangan
(Godin, 2002)
Dengan demikian ada hubungan secara positif antara inovasi
dengan adaptabilitas. Oleh karena itu diajukan hipotesis sebagai berikut :
Terdapat hubungan positif antara inovasi radikal dengan adaptabilitas.
Terdapat
hubungan
positif
antara
inovasi
incremental
dengan
adaptabilitas
Perusahaan untuk memperbaiki kegiatan diperlukan dalam
aktivitas pembelajaran (Albert, 1989), akan tetapi perusahaan perlu
kegiatan untuk beradaptasi, karena adanya perubahan dalam perbaikan
kondisi pasar, sedangkan berorientasi pada pengetahuan menunjukkan
apresiasi dan keinginan untuk menerima ide-ide baru. aspek budaya
organisasi ini telah dikonseptulasikan sebagai langkah awal menuju
inovasi.
Adaptabilitas menjelaskan bahwa perusahaan yang fleksibel adalah
yang dapat mengakomodasi perubahan dan perusahaan mempunyai
kemampuan untuk mencapai perubahan dengan pengembangan dan
penerapan ide-ide inovasi. Perusahaan yang mempunyai tujuan yang
flesikbel adalah berdasarkan team/kelompok yang sudah terstruktur
(Lemon dan Sahota, 2003), aturan strategis yang dinamis (Guan dan Ma,
94
2003) dan perusahaan mengadopsi komunikasi yang berasal dari formal
maupun non formal (Souitaris, 2002)
Penelitian Kotter dan Heskett (1992) mengkonfirmasi sekaligus
membuktikan bahwa budaya adaptif merupakan faktor penting dalam
upaya melahirkan inovasi suatu perusahaan. Mereka menemukan bahwa
budaya perusahaan yang memperhatikan konstituen seperti konsumen,
pelanggan, stakeholder, dan karyawan sebagai perusahaan yang memiliki
kinerja yang tinggi. Karakteristik lingkungan bisnis yang berubah sangat
cepat mensyaratkan perusahaan di kelola dengan profesional dan
mengaplikasi nilai dan strategi inovatif agar perusahaan berhasil
menciptakan dan menawarkan produk-produk baru (Budihardjo, 2003).
Dengan demikian ada hubungan secara positif antara adaptabilitas
dengan kinerja Oleh karena itu diajukan hipotesis sebagai berikut :
Terdapat hubungan positif antara adaptabilitas dengan Kinerja
Pembelajaran adaptif yang kurang potensial akan terjadi pada
seseorang atau organisasi dalam kontek keberadaan mental model
(Sinkula, 1994, Slater & Narver, 1995), jika keberadaan mental model
kurang baik, maka pembelajaran adaptif tidak dapat menuju pada
perbaikan yang optimal, yang pada akhirnya akan menganggu potensial
inovasi. Keuntungan adanya pembelajaran adaptif tidak dibatasi dengan
ikatan yang kaku dengan keberadaan mental model tersebut.
Untuk melaksanakan komunikasi yang baik dalam perusahaan
sangatlah perlu adanya jalinan pengertian, maksudnya adalah komunikasi
yang disampaikan oleh pihak yang satu dan diterima oleh pihak lain harus
jelas dan mudah dimengerti, dengan demikian kejelasan pemberian
95
informasi yang disampaikan akan dapat dilaksanakan sesuai dengan yang
diinginkan (George Strause Leonard Sayless, 1990).
Sharma dan Patterson (1999) mengungkapkan bahwa komunikasi
yang efektif dibangun dari suatu pertukaran informasi yang bermakna dan
berkelanjutan, begitu juga Anderson dan Narus, (1990), mengatakan
bahwa komunikasi adalah membagi pengertian dan informasi baik secara
formal maupun informal kepada pihak lain
Dalam
pembelajaran
adaptif
adalah
belajar
untung
mengembangkan saling pengertian antar karyawan, dan berusaha
membentuk tim belajar untuk mengatasi kesulitan serta belajar
menyesuaikan diri dengan keinginan pasar, ini semua memerlukan
komunikasi, sehingga komunikasi yang tercipta dapat meningkatkan
hubungan yang lebih baik antar karyawan,
Dengan demikian ada hubungan secara positif antara orientasi
pembelajaran dengan performansi ketrampilan. Oleh karena itu diajukan
hipotesis
sebagai
berikut
:
Terdapat
pengaruh
positif
antara
pembelajaran generatif berbasis pasar dengan komunikasi. Terdapat
pengaruh positif antara pembelajarn adaptif berbasis pemasaran dengan
kepercayaan
Menurut pendapat Thurau (2000) yang menyatakan bahwa
ketrampilan komunikasi memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap
keberhasilan marketing, oleh karena itu komunikasi sangat diperlukan ,
karena dengan komunikasi yang berjalan baik akan meningkatkan
seseorang untuk bekerja, sehingga akan memberi dampak pada kreativitas
dalam melakukan inovasi
96
Menurut Moorman et al (1993) menyatakan bahwa komunikasi
memperkuat rasa percaya, dengan membantu menyelesaikan perselisihan
dan menyamakan persepsi dan harapan, berdasarkan pendapat tersebut
dapat dijelaskan bahwa untuk membangun ide-ide kreativitas dibutuhkan
rasa prcaya pada diri seseorang, sehingga orang tersebut akan berpikir
tentang kreativitas yang muncul yang pada akhirnya akan mempengaruhi
pola pikir untuk melakukan inovasi baik dalam bentuk kreativitas
maupun proses kegiatan inovasi tersebut
Managemen
inovasi
organisasi
dapat
dikembangkan
dari
pengetahuan yang baik dari sistem managemen, karena pengetahuan
tentang sistem managemen yang baik akan memudahkan untuk
menangkap informasi baru dan dapat menginterpretasikan kedalam
perilaku organisasi (Chanal, 2004)
Dengan demikian ada hubungan secara positif antara komunikasi
dengan inovasi. Oleh karena itu diajukan hipotesis sebagai berikut :
ï‚·
Terdapat hubungan positif antara komunikasi dengan inovasi
radical
ï‚· Terdapat pengaruh positif antara komunikasi dengan
inovasi incremental
ï‚· Terdapat pengaruh positif antara kepercayaan dengan
inovasi incremental
ï‚· Terdapat pengaruh positif antara kepercayaan dengan inovasi
radical
Inovasi organisasi adalah penting untuk bersaing secara dinamis
dengan lingkungan bisnis yang berkembang (Dooley and Sulivan, 2003),
seperti diungkapkan oleh beberapa peneliti bahwa inivosi merupakan
salah satu alat untuk mempertahankan pertumbuhan dan mencapai kinerja
bisnis (Cottam et al, 2001). Inovasi juga merupakan elemen penting
dalam persaingan dan inovasi menjadi potensial dalam menjamin
97
organisasi dimasa yang akan datang
Menurut Slater dan Narver (1995) yang mengambil pendekatan
dalam bertindak dan merespon pasar dengan pengenalan gagasan dari
pelajaran organisasi, oleh karena itu perusahaan harus mempunyai
kemampuan untuk mengenalkan pelajaran (gagasan) dari organisasi,
dengan pelajaran organisasi diharapkan dapat meningkatkan kinerja
(Performance). Sedangkan Hurber
(1991)
menegaskan
pelajaran
pengorganisasian adalah sebagai pengetahuan yang baru terhadap hal-hal
yang potensial, yang dapat mempengaruhi tingkah laku.
Keegan dan Turner, (2002) juga menjelaskan bahwa ide-ide
inovasi dalam managemen adalah penting dalam setiap kegiatan, karena
inovasi akan berpengaruh pada perubahan organisasi yang efektif,
sebagai tujuan dari perusahaan/organisasi tersebut
Perusahaan yang melakukan inovasi berusaha untuk lebih
baik/mempunyai nilai lebih dari pesaing , sehingga merupakan landasan
dari keunggulan bersaing, yaitu ditunjukkan dengan kinerja keuangan
yang lebih baik (Hunt, 1997).
Inovasi radikal adalah crusial kepada pertumbuhan dari perusahaan
dan ekonomi, inovasi radikal merupakan penggabungan beberapa pasar,
menciptakan produk baru, dan menghancurkan produk yang lama, inovasi
radikal dapat menggerakkan orang luar ke dalam suatu posisi
kepemimpinan industri serta inovasi radikal dapat membawa kegagalan
bagi pemimpin baik dari pemimpin yang tinggi sampai yang terendah
dalam melakukan inovasi (Chandy and Tellis, 2000; Srinivasan, Lilien,
and Rangaswamy, 2002; Utterback, 1994) Perusahaan yang terkemuka
dengan adanya inovasi radikal cenderung untuk mendominasi pasar dunia
98
dan untuk mempromosikan daya saing internasional dari ekonomi rumah
tangga mereka, dengan demikian inovasi radikal secara serempak sebagai
penggerak pertumbuhan pasar, dalam mencapai sukses perusahaan, dan
pertumbuhan ekonomi negara-negara ( Sood and Tellis, 2005)
Dengan demikian ada hubungan secara positif antara inovasi
dengan keunggulan bersaing. Oleh karena itu diajukan hipotesis sebagai
berikut :
Terdapat hubungan positif antara inovasi dengan keunggulan
bersaing
Keunggulan bersaing dapat dipahami dengan memandang
perusahaan secara keseluruhan. Keunggulan bersaing bersumber dari
aktivitas yang berlainan yang dilakukan oleh perusahaan dalam
mendesain,
memproduksi,
memasarkan,
menyerahkan,
dan
mendukung produknya (Porter, 1985)
Sumberdaya bisa bertahan dan tumbuh dalam waktu yang panjang
untuk mempertahankan keuntungan yang kompetitif, maka elemen
penting dari spesifikasi perusahaan atas kemampuannya, berasal dari
kegiatan apa saja yang mendukung perusahaan (Lippman & Rumelet
1982)
Perusahaan dalam akumulasi dan penyebaran sumberdaya adalah
untuk mengejar pertumbuhan, efek waktu, kompetisi dan lingkungan
eksternal dalam keefektifan sumberdaya. Kebenaran nilai dari strategi
managerial bagi perusahaan yang menyebutkan bukan hanya ketepatan
sumberdaya saja tapi juga akuisisi yang dinamis, perlengkapan dan
pengembangan serta sumberdaya baru untuk mengembangkan sumber
daya dengan keunggulan yang kompetitif (McGrath, McMillan and
99
Venkataraman 1995). Nilai sumberdaya bagi perusahaan adalah sebagai
fundamental dalam mengaplikasikan , dan perusahaan menyesuaikan
dengan lingkungan eksternal ( Black and Boal 1994) dan produk
organisasi menawarkan kompetisi superior melalui kemampuannya untuk
mengantisipasi aksi competitor (Slater 1996).
Ketahanan keuntungan yang kompetitif adalah kemampuan yang
dimiliki oleh perusahaan yang mempunyai mekanisme untuk sukses dan
lebih sukses lagi, apabila perusahaan melakukan kerja lembur yang
konsisten (Porter 1985). Perusahaan dengan kemampuan internal dan
kerjasamanya
dalam
implementasi
strategi
akan
menghasilkan
kesuksesan produksi (Reed and De Filippi 1990),
Menurut Black and Boal (1999) keunggulan perusahaan yang tidak
dapat ditiru yang berasal dari sumberdaya, maka merupakan kunci dari
keuntungan kompetitif yang bertahan.
Dengan demikian ada hubungan secara positif antara keunggulan
bersaing. dengan kinerja. Oleh karena itu diajukan hipotesis sebagai
berikut : Terdapat hubungan positif antara keunggulan bersaing dengan
inovasi
Menurut
Kivetz
(2004)
mengatakan
bahwa
bagaimana
mempertahankan pelanggan dievaluasi dalam perdagangan untuk
mencapai kemenangan mendapatkan suatu hadiah dalam suatu program
mempertahankan pelanggan yang dikeluarkan oleh perusahaan serta
memberikan hadiah bagi usaha yang memenuhi persyaratan dalam
mempertahankan pelanggan
Dengan demikian ada hubungan secara positif antara customer
retention dengan kinerja. Oleh karena itu diajukan hipotesis sebagai
100
berikut : Terdapat hubungan positif antara customer retention dengan
kinrja
Belajar
sebagai
sumber
pembelajaran
maka
perusahaan
mempunyai sesuatu dalam keunggulan bersaing atau sebagai sumber
keunggulan bersaing yang dilakukan secara terus-menerus, seperti Lukas
(1996), menyatakan bahwa adanya pembelajaran organisasi yang
dikembangkan dari beberapa peneliti, bahwa organisasi pembelajaran
sebagai kunci untuk kesuksesan organisasi dimasa yang akan datang
Pembelajaran adalah merupakan aturan yang penting dalam
inovasi, karena sejak awal manusia mempunyai kreativitas untuk dapat
meningkatkan kemampuan dan kapabilitas dalam inovasi organisasi akan
dapat meningkatkan kinerja perusahaan dengan pembelajaran yang terusmenerus. Organisasi memerlukan perluasan, pengembangan pengetahuan
, dan komunikasi, melalui proses pembelajaran yang terus-menerus ,
sehingga perusahaan dapat meningkatkan karyawan melalui pelatihan
dari pengalaman pembelajaran tersebut.
Dengan demikian ada hubungan secara positif antara orientasi
pembelajaran berbasis pasar dengan komunikasi. Oleh karena itu
diajukan hipotesis sebagai berikut : Terdapat hubungan positif antara
orientasi pembelajaran berbasis pasar dengan komunikasi
Menurut
Hawes,
Mass
&
Swan
(1989)
menggolongkan
kepercayaan sebagai kekuatan pengikat yang paling produktif, sedang
menurut
Ozanne
(1985)
menemukan
bahwa
dengan
tingginya
kepercayaan telah meningkatkan hubungan yang terjalin antara seseorang
dengan orang lain, sehingga akan dapat mempertahankan pelanggan
karyawan mempunyai latar belakang yang berbeda, sehingga karyawan
101
yang mempunyai keahlian dan profesional dalam bidang tertentu akan
didapatkan perusahaan, yang pada akhirnya perpaduan dari keahlian dan
profesional akan memudahkan perusahaan melakukan inovasi.
Suatu penentuan dalam kompetensi yang baru dalam perusahaan
adalah dirancang dan dievaluasi dengan suatu kemampuan dari
kepercayaan dan konsistensi serta tetap eksis dalam mencapai sasaran
/tujuan (Mc Grath, Mc Millan and Venkataraman, 1995)
Dengan demikian ada hubungan secara positif antara kepercayaan
dengan customer retention. Oleh karena itu diajukan hipotesis sebagai
berikut :Terdapat hubungan positif antara kepercayaan dengan customer
retention
Menurut Perin and Sampaio, (2003) memberi pendapat bahwa
perusahaan dengan tingkat tinggi dalam orientasi pembelajaran akan
mencakup karyawan dalam menghadapi tantangan yang permanent pada
aturan organisasi dengan demikian perusahaan perlu mengembangkan
informasi pasar serta kegiatan organisasi
Hawes, Mass dan Swan (1989) menggolongkan kepercayaan
sebagai kekuatan pengikat yang paling produktif, kemudian dalam
Ozanne (1985) mereka menemukan bahwa dengan tingginya kepercayaan
telah meningkatkan hubungan yang terjalin antara seseorang dengan
orang lain
Suatu penentuan dalam kompetensi yang baru dalam perusahaan
adalah dirancang dan dievaluasi dengan suatu kemampuan dari
kepercayaan dan konsistensi serta tetap eksis dalam mencapai sasaran
/tujuan (Mc Grath, Mc Millan and Venkataraman, 1995) serta
menunjukkan bahwa pembelajaran organisasi merupakan sasaran menuju
102
hasil yang lebih baik, jika perusahaan menggunakan strategic yang tepat
sebagai sasaran, maka perusahaan perlu suatu cara yang konsisten yaitu
dengan mengembangkan sumber daya yang sesuai dengan kemampuan
perusahaan. Dengan demikian kinerja hasil dapat diidentifikasi dengan
factor-faktor keberuntungan dalam jangka panjang, sehingga memberikan
landasan bagi perusahaan untuk mengelola sumber daya dalam
menciptakan keunggulan bersaing ( Hofer and Schendel, 1978 )
Dengan demikian ada hubungan secara positif antara orientasi
pembelajaran berbasis pasar dengan kepercayaan. Oleh karena itu
diajukan hipotesis sebagai berikut : Terdapat hubungan positif antara
orientasi pembelajaran berbasis pasar
Proses
kapabilitas
dimana
dengan kepercayaan
kepercayaan
didasarkan
atas
kemampuan seseorang dalam menyampaikan produk atau layanan yang
akan berpengaruh pada kredibilitas, sedangkan konsep dan kemajuan
organisasi dengan mekanisme yang baik akan mendukung sebagai dasar
keberlangsungan inovasi dalam memasuki organisasi yang semakin baik
(Tang, 1998; Chanal, 2004), dengan demikian perusahaan yang
memberikan kepercayaan pada seseorang akan menimbulkan kekuatan
pada diri seseorang untuk dapat mengembangkan kreativitas dalam
mengembangkan ide-ide yang dimiliki untuk melakukan inovasi bagi
organisasi.
Penelitian Pablo Javier Crespell, (2007), menyatakan bahwa
adanya kepercayaan pada kreativitas seseorang jangan dibatasi dan
berusaha menciptakan lingkungan pekerjaan yang kondusif akan
berdampak pada inovasi suatu perusahaan, dengan demikian akan
menciptakan iklim organisasi yang baik, sehingga iklim organisasi akan
103
berdampak pada kinerja, yaitu dengan cara-cara bagaimana industri
mengelola kegiatan yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja
dengan memperhatikan kegiatan pekerjaan yang berasal dari tingkatan
bawah
Dengan demikian ada hubungan secara positif antara kepercayaan
dengan inovasi. Oleh karena itu diajukan hipotesis sebagai berikut :
Terdapat hubungan positif antara kepercayaan dengan inovasi
Pendekatan ketrampilan proses dapat juga diartikan sebagai
pendekatan belajar mengajar yang mengarah pada pengembangan
kemampuan fisik, mental dan sosial yang mendasar sebagai penggerak
kemampuan yang lebih tinggi dalam diri individu, Menurut Moh.Uzer
Usman, (1993), hal ini bertujuan agar seseorang mampu memproses
informasi sehingga ditemukan hal-hal baru yang bermanfaat yang
bermanfaat baik berupa fakta, konsep, maupun penembangan sikap
Apabila tenaga pemasar memiliki pengetahan yang lebih baik
akan pekerjaan, memiliki motivasi, keahlian, tanggung jawab dan
kemampuan yang lebih tinggi , sehingga dapat mempertahankan
pelanggan, maka hal ini akan menunjang peningkatan kinerja
Dengan demikian ada hubungan secara positif antara ketrampilan
dengan customer retention. Oleh karena itu diajukan hipotesis sebagai
berikut : Terdapat hubungan positif antara ketrampilan dengan customer
retention
Dalam pasar persaingan memerlukan informasi yang jelas, karena
pelanggan menginginkan semua informasi tentang produk yang
selengkapnya, sehingga akan dapat diketahui ciri khas/keunikan yang
dimiliki oleh produk tersebut, misalya keunikan dalam bidang harga,
104
pelayanan, manfaat, tampilan, image, dan keunggulan lain yang dimiliki
oleh produk tersebut. Selain dari keunggulan ini ada unsur pengalaman
terhadap produk yang diinginkan oleh pelanggan, karena pengalaman
merupakan salah satu cara /tehnik untuk memutuskan pembelian,
sehingga pengalaman yang diterima pelanggan akan memberi kesan
menyenangi pada produk tersebut, berdasarkan pernyataan diatas bahwa
komunikasi sangat dibutuhkan oleh perusahaan, karena informasi yang
jelas dan lengkap merupakan salah satu faktor dalam mempertahankan
pelanggan/customer retention
Dengan demikian ada hubungan secara positif antara komunikasi
dengan customer retention. Oleh karena itu diajukan hipotesis sebagai
berikut : Terdapat hubungan positif antara komunikasi dengan customer
retention
Mulen and Lyles (1993) juga meyakinkan bahwa kontuinitas yang
berorientasi pada pembelajaran organisasi akan memperbaiki kegiatan
inovasi secara efisien dan efektif. Perusahaan harus menjamin bahwa
tenaga kerja dapat menyerap pengetahuan baru dan memelihara
pengetahuan secara internal dalam system manajemen yang lebih baik,
dengan demikian pengetahuan sebagai kunci dalam menghubungkan
pembelajaran organisasi dan aktivitas inovasi (Drucker, 1993)
Hurley and Hult (1998) mengingat kembali bahwa orientasi
pembelajaran sebagai langkah awal dalam menjelaskan budaya
perusahaan kedalam inovasi
Dengan demikian ada hubungan secara positif antara orientasi
pembelajaran berbasis pasar dengan inovasi. Oleh karena itu diajukan
105
hipotesis sebagai berikut : Terdapat hubungan positif antara orientasi
pembelajaran dengan inovasi
Menurut Slater dan Narver (1995) yang mengambil pendekatan
dalam bertindak dan merespon pasar dengan pengenalan gagasan dari
pelajaran organisasi, oleh karena itu perusahaan harus mempunyai
kemampuan untuk mengenalkan pelajaran (gagasan) dari organisasi,
dengan pelajaran organisasi diharapkan dapat meningkatkan kinerja
(Performance).
Perusahaan yang fleksibel adalah yang dapat mengakomodasi
perubahan dan perusahaan mempunyai kemampuan untuk mencapai
perubahan dengan pengembangan dan penerapan ide-ide inovasi.
Perusahaan yang mempunyai tujuan yang flesikbel adalah berdasarkan
team/kelompok yang sudah terstruktur (Lemon dan Sahota, 2003), aturan
strategis yang dinamis (Guan dan Ma, 2003) dan perusahaan mengadopsi
komunikasi yang berasal dari formal maupun non formal (Souitaris,
2002)
Apabila tenaga pemasar memiliki pengetahan yang lebih baik akan
pekerjaan, memiliki motivasi, keahlian, tanggung jawab dan kemampuan
yang lebih tinggi , maka hal ini akan menunjang peningkatan kinerja
Heidy, (2002) dalam penelitiannya adanya hubungan antara inovasi
dengan kinerja, kemudian Lee and Chang, (2006) mengatakan bahwa ideide
dalam
inovasi
direalisasikan
dalam
organisasi
,
sehingga
meningkatkan pekerjaan. Selanjutnya Pablo Javier Crespell, (2007) adanya
hubungan antara inovasi dengan kinerja pada industri kehutanan di
Amerika
106
Dengan demikian ada hubungan secara positif antara inovasi
dengan kinerja. Oleh karena itu diajukan hipotesis sebagai berikut :
Terdapat hubungan positif antara inovasi dengan kinerja
Orientasi pembelajaran merupakan proses akumulasi pengetahuan,
mengembangkan
pengetahuan,
pendidikan,
tehnologi
berdasar
pengalaman dan adanya keterbukaan, mengatasi resiko, mengembangkan
saling pengertian, meningkatkan ketrampilan, membangun visi, serta
penguasaan pribadi yang melandaskan pada kebutuhan dan keinginan
pasar. Konstruk yang digunakan untuk membangun variabel orientasi
pembelajaran berbasis pasar disajikan sebagai berikut :
Tabel
Indikator orientasi pembelajaran berbasis pasar
Variabel
Orientasi
pembelajaran
berbasis pasar
Indikator
Sumber
ï‚·
Pembelajaran berdasar Victor J GarciaMarales et al,
pengalaman (X1)
2007
ï‚·
Mampu mengatasi
Tien-Shang Lee,
resiko (X2)
2005
ï‚·
Mengembangkan
saling pengertian (X3)
ï‚·
Meningkatkan
ketrampilan (X4)
Ketrampilan merupakan kemampuan mengembangkan serangkaian
kegiatan yang terkait dengan perencanaan, negosiasi dan orientasi
konsumen (Challagala dan Shervani, 1996)
Tabel Indikator ketrampilan
Variabel
Ketrampilan
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
Kepercayaan
Indikator
Trampil merencanakan (X5)
Trampil bernegosiiasi (X6)
Trampil memenuhi keinginan
pelanggan (X7)
Trampil memberikan pilihan
yang terbaik bagi pelanggan
(X8)
merupakan
keyakinan
salah
satu
Sumber
Challagala &
Sherani, 1996
pihak
akan
107
terpenuhinya kebutuhan oleh pihak lain dimasa yang akan datang
(Anderson dan Weitz, 1989)
Tabel Indikator Kepercayaan
Variabel
kepercayaan
Indikator
Sumber
ï‚·
Keyakinan dalam memunuhi Anderson &
Weitz, 1989
keinginan pelanggan (X9)
ï‚·
Pandangan terhadap
Swan & Nelan,
kejujuran (X10)
1985
ï‚·
Membantu
Doney &
memperhitungkan biaya
Cannon, 1997
pembelian (X11)
ï‚·
Menjaga reputasi perusahaan
(X12)
Komunikasi merupakan informasi yang dirsampaikan oleh pihak
lain harus jelas dimengerti, dengan demikian kejelasan pemberian
informasi yang disampaikan akan dapat dilaksanakan sesuai yang
diinginkan (George Straese, 1990)
Tabel Indikator Komunikasi
Variabel
Komunikasi
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
Indikator
Perlunya memberikan
informasi yang jelas
(X13)
Informasi yang diberikan
sesuai perintah (X14)
Informasi yang diberikan
mudah dimengerti (X15)
Informasi yang diberikan
dapat dilaksanakan (X16)
Sumber
George
1990
Straese,
Inovasi merupakan proses kreatif yang melibatkan implementasi
gagasan yang ada untuk menciptakan solusi yang terbaik (Nasution,
2005)
Tabel Indikator Inovasi
Variabel
Inovasi
ï‚·
ï‚·
ï‚·
108
Indikator
Ide-ide inovatif (X17)
Penerimaan inovasi dalam
program (X18)
Kemahiran karyawan dalam
Sumber
Heidy
M.McLaughlin, 2002
ï‚·
mengatasi permasalahan (X19)
Menata perusahaan dengan
tepat (X20)
Adaptabilitas merupakan sistem-sistem nilai dan keyakinan yang
mendukung kapasitas organisasi dalam menerima, menginterprestasikan,
menterjemahkan signal-signal dari lingkungan kedalam perubahanperubahan kognitif, perilaku dan struktur internal sehingga kesempatan
perusahaan untuk bertahan hidup, bertumbuh dan berkembang (Denison
and Mishra, 1990)
Tabel Indikator Adaptabilitas
Variebel
Adaptabilitas
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
Indikator
Sumber
and
Kemampuan
untuk Denison
Mishra,
1990
memahami
kebutuhan
pelanggan (X21)
Kemampuan menanggapi
keluhan pelanggan (X22)
Kapasitas beradaptasi
dengan lingkungan (X23)
Saling mendukung antara
karyawan dalam
menciptakan ide produk
(X24)
109
BAB IV
FAKTOR KOMUNIKASI, KEPERCAYAAN, DAN
CUSTOMER RETENTION DALAM PEMASARAN
Pengertian komunikasi berasal dari bahasa latin “communis” atau
dalam bahasa Inggrisnya common yang berarti sama, dalam hal ini berarti
kita berusaha menyamakan pemikiran / persepsi dengan seseorang dalam
berkomunikasi. Pemikiran yang sama akan mengarah kepada pencapaian
tujuan yang sama pula, misalnya bersama-sama mempelajari suatu
pemberitaan, pendapat seseorang, artinya mengemukakan suatu pendapat
atau ide kita kepada seseorang yang kita ajak komunikasi tadi. Jadi
pengertian dari komunikasi dapat diartikan sebagai proses hubungan
untuk saling memahami pendapat satu sama lainnya (Soewardi
Poedjosapoetro, 1986).
Untuk melaksanakan komunikasi yang baik dalam perusahaan
sangatlah perlu adanya jalinan pengertian, maksudnya adalah komunikasi
yang disampaikan oleh pihak yang satu dan diterima oleh pihak lain harus
jelas dan mudah dimengerti, dengan demikian kejelasan pemberian
informasi yang disampaikan akan dapat dilaksanakan sesuai dengan yang
diinginkan (George Strause Leonard Sayless, 1990).
Komunikasi dapat didefinisikan sebagai proses penyampaian
informasi (George Strause Leonard Sayless, 1990). Dalam hal ini
pengirim bisa teman sejawat atau atasan yang mempunyai sesuatu yang
hendak disampaikan kepada orang lain mengenai informasi, instruktur,
pandangan atau berupa data.
110
A. Komunikasi
Pada prinsipnya proses komunikasi berawal dari sejak pengirim
berita menyampaikan pesannya kepada seseorang melalui suatu saluran
atau tanpa saluran dan si perima menafsirkan pesan tersebut untuk
bertindak sesuai dengan maksud dari pengirim tersebut.
Secara teknis dapat dikatakan bahwa proses komunikasi
melibatkan antara lain : (Basu Swastha DH, 1989).
1) Komunikator (sumber informasi),
2) Pesan yang hendak dikomunikasikan,
3) Saluran komunikasi
4) Komunikan (penerima informasi).
5) Reaksi (umpan balik).
Dalam proses komunikasi terdapat tahap-tahap dimana suatu
gagasan atau informasi dikirimkan dari sumber hingga gagasan atau
informasi tersebut dijalankan oleh yang menjadi sasaran komunikasi.
Tahap-tahap komunikasi tersebut adalah :
1) Tahap Sumber Informasi
Merupakan tahap pertama dalam suatu komunikasi yaitu
merupakan sumber penciptaan gagasan atau informasi
yang dilakukan oleh komunikator.
2) Tahap Pemberian Simbol
Dalam tahap ini, informasi disusun dalam serangkaian
bentuk symbol atau sandi. Simbol tersebut dapat
berbentuk kata-kata (lisan atau tulisan) gambar atau
tindakan.
3) Tahap Pengiriman
111
Pengiriman informasi yang telah disimbolkan tersebut
melalui saluran atau media komunikasi yang tersedia
dalam perusahaan.
4) Tahap Penerimaan
Penerimaan
informasi
ini
dapat
melalui
proses
mendengarkan, membaca atau mengamati tergantung
dari saluran dan media komunikasi yang digunakan
untuk mengirimkannya.
5) Tahap Tindakan
Tindakan yang dilakukan komunikasi sebagai respon
terhadap pesan-pesan yang diterima.
Dari pengertian diatas maka konsep komunikasi adalah
memberikan informasi dari komunikator kepada komunikan dengan
tujuan saling memahami pendapat satu sama lainnya,menyangkut
kegiatan antara lain : pemberian prosedur kerja, pemberian perintah dan
frekuensi pemberian perintah.
B. Kepercayaan
Menurut Sherwel, Conin & Bullard (1994) menyatakan bahwa
kepercayaan merupakan aspek paling kritis dalam suatu hubungan.
Kepercayaan didefinisikan dalam beberapa pertanyaan sebagai
berikut :
1. Keyakinan salah satu pihak bahwa kebutuhan akan terpenuhi
oleh pihak yang lain dimasa yang akan datang (Anderson &
Weitz, 1989)
112
2. Harapan salah satu pihak terhadap pihak lain dengan tingginya
hasrat
untuk
berkoordinasi,
memenuhi
tanggung
jawab,
menekankan pentingnya suatu hubungan (Dwyer et al, 1987)
3. Keyakinan salah satu pihak akan janji pihak lain dalam suatu
hubungan (Schurr & Ozanne, 1985)
4. Kepercayaan muncul ketika salah satu pihak memiliki keyakinan
terhadap reliabilitas dan integritas partner hubungan (Morgan &
Hult, 1994)
Menurut Swan & Nelan (1985) mengatakan bahwa indikator
yang dapat berpengaruh dalam membangun suatu kepercayaan
antara lain ;
1. kepribadian
2. pengalaman
3. karakter dan perilaku
4. citra perusahaan
5. pandangan terhadap kejujuran
Menurut Hawes, Mass & Swan (1989) menggolongkan
kepercayaan sebagai kekuatan pengikat yang paling produktif, sedang
menurut
Ozanne
(1985)
menemukan
bahwa
dengan
tingginya
kepercayaan telah meningkatkan hubungan yang terjalin antara seseorang
dengan orang lain.
Menurut
Doney
&
Cannon
(1997)
menjelaskan
bahwa
kepercayaan dibangun melalui proses-proses sebagai berikut :
1. Proses penghitungan dimana salah satu pihak menghitung
biaya dalam mempertahankan hubungan, jika biaya melebihi
keuntungan, maka kepercayaan tidak dapat dibangun
113
2. Proses prediksi dimana prediksi didasarkan pada kemampuan
untuk rmeramal pihak lain berdasarkan perilaku dimasa
lampau
3. Proses kapabilitas dimana kepercayaan didasarkan atas
kemampuan penjual dalam menyampaikan produk atau
layanan yang akan berpengaruh pada kredibilitas
4. Proses intensionalitas dimana pihak yang bekerja sama mulai
menggali motivasi dan tujuan pihak lain, dalam hal ini
pertukaran informasi menjadi hal penting
5. Proses transferring dimana mengidentifikasi sumber-sumber
yang dapat membangun kepercayaan pada pihak lain, contoh:
reputasi
Dari uraian diatas , maka dapat diajukan proposisi 1 sebagai berikut :
Proposisi 1 : tentang orientasi pembelajaran
Perusahaan yang beraktivitas dengan baik perlu
memfokuskan pada pembelajaran , karena pembelajaran
merupakan proses akumulasi pengetahuan,
mengembangkan pengetahuan, pendidikan, pengalaman,
dan tehnologi, dan terdapatnya unsur komitmen,
keterbukaan, mengembangkan visi sehingga akan
meningkatkan ketrampilan/skill, komunikasi, kepercayaan
dan budaya orientasi pasar dari para pemasar, yang pada
akhirnya meningkatkan inovasi, dimana dalam
pembelajaran memerlukan kapabilitas sumber daya
C. Customer Retention/Mempertahankan pelanggan
Customer retention merupakan ketidakcukupan perusahaan
dalam mengalokasi usaha mempertahankan pelanggan akan mempunyai
114
dampak yang lebih besar pada keuntungan jangka panjang, sehingga
dapat dibandingkan dengan ketidakcukupan alokasi dalam mengakuisisi
usaha. (Reichheld and Sasser, 1990)
Tabel Indikator Customer Retention
Variabel
Customer
retention
Indikator
Sumber
Tsung-Chi
ï‚· Kepuasaan pelanggan (X29)
Liu, 2007
ï‚· Pengembangan total
perusahaan memelihara
hubungan dengan pelanggan
dalam satu minggu (X30)
ï‚· Perusahaan dalam
memelihara hubungan
dengan pelanggan dalam satu
bulan (X31)
ï‚· Perusahaan dalam
memelihara hubungan
dengan pelanggan dalam satu
tahun (X32)
Kepentingan dalam mempertahankan pelanggan dan pekerjaan
yaitu bahwa perusahaan akan kehilangan simpatinya, dalam atikel yang
dipublikasikan oleh reichheld and Sasser (1990), yang mengatakan bahwa
ketidakcukupan dalam mengalokasi dalam usaha mempertahankan
pelanggan akan mempunyai dampak yang lebih besar pada keuntungan
jangka panjang, sehingga dapat dibandingkan dengan ketidakcukupan
alokasi dalam mengakuisisi usaha. Perusahaan juga akan melihat faktorfaktor kemungkinan dan biaya dalam kekuatan memprediksikan
keuntungan dimasa yang akan datang dalam mempertahankan pelanggan
dan usaha membangun hubungan (Malthouse and Blattberg, 2005)
Salah satu cara untuk mendorong pelanggan dalam pengambilan
keputusan jangka panjang dengan pendekatan mengembangkan produk
melalui program loyalitas pelanggan, menurut Lewis (2004) dengan
115
menunjukkan suatu program loyalitas pelanggan yang sukses dengan
mengembangkan distribusi yang seluas-luasnya dari produk tersebut,
sehingga pelanggan akan mudah untuk mendapatkan produk tersebut.
Pelanggan yang merespon suatu program loyalitas dari perusahaan akan
tergantung pada kemungkinan dan kepentingan pada hadiah yang
diberikan oleh perusahaan. Menurut Kivetz (2004) mengatakan bahwa
bagaimana pelanggan dievaluasi dalam perdagangan untuk mencapai
kemenangan mendapatkan suatu hadiah dalam suatu program loyalitas
pelanggan yang keluarkan oleh perusahaan serta memberikan hadiah bagi
usaha yang memenuhi persyaratan dalam mempertahankan loyalitas
pelanggan bagi karyawan
Para peneliti pemasaran mempunyai model dalam hubungan
dengan pelanggan, menurut Schmittlein dalam penelitiannya mengatakan
bahwa suatu model yang didasarkan pada jumlah dan waktu dari
transaksi
terdahulu
pada
pelanggan,
dengan
pendekatan
dalam
menghitung kemungkinan dari pelanggan tertentu yang terkait yang
masih aktif. Sedang menurut Bolton (1998) menganalisis panjangnya
hubungan pelanggan yang berkaitan dengan pelayanan/service yang
terus–menerus dari perusahaan, dan masih menurut Bolton (1998) hasil
penelitian menunjukkan bahwa peringkat kepuasan pelanggan mencapai
prioritas pada berbagai pengambilan keputusan untuk loyal atau tidak
loyal akan memberikan hubungan positif pada lamanya hubungan antara
kepuasan pelanggan dengan loyalitas pelanggan.
Dalam pasar persaingan memerlukan informasi yang jelas, karena
pelanggan menginginkan semua informasi tentang produk yang
selengkapnya, sehingga akan dapat diketahui ciri khas/keunikan yang
116
dimiliki oleh produk tersebut, misalya keunikan dalam bidang harga,
pelayanan, manfaat, tampilan, image, dan keunggulan lain yang dimiliki
oleh produk tersebut. Selain dari keunggulan ini ada unsur pengalaman
terhadap produk yang diinginkan oleh pelanggan, karena pengalaman
merupakan salah satu cara /tehnik untuk memutuskan pembelian,
sehingga pengalaman yang diterima pelanggan akan memberi kesan
menyenangi pada produk tersebut atau konsumen akan melakukan
pembelian ulang, yang kemudian dapat dinyatakan dengan konsumen
yang loyal pada produk atau jasa tersebut .
Dengan mengetahui konsumen yang loyal maka perusahaan harus
menggunakan suatu strategi agar dapat mempertahankan konsumen yang
loyal tersebut, sehingga kelangsungan perusahaan agar tetap terjaga
(Wernerfelt, 1991)
Dalam jangka panjang dengan beberapa situasi pemasaran
perlunya memperhatikan konsumen yang loyal, karena konsumen loyal
lebih penting daripada konsumen yang tidak loyal atau konsumen yang
sporadis dalam waktu tertentu saja melakukan pembelian, karena
kemungkinan
konsumen
melakukan
pembelian
dengan
barang
lain/barang substitusi (Rrichheld dan Sasser, 1990)
Dalam kepentingan lain informasi yang berkaitan dengan
hubungan pelanggan yaitu ditunjukkan dengan seringnya menawarkan
suatu produk kepada pelanggan dari perusahaan. Menurut Helsen and
Schmittein (1993) memberikan suatu model dimana dalam menawarkan
produk dengan meperhatikan penggunaan produk dengan harga yang
sesuai, promosi potongan harga dan waktu setelah pembelian. Dalam
penelitian berikutnya telah memberikan banyaknya sudut pandang dari
117
perilaku loyalitas pelanggan (Narayandas, 1998) dan akan berdampak
pada
karakteristik
seseorang
dalam
mempertahankan
pelanggan
(Bhattacharya, 1998; Mittal and Kamakura, 2001) . Sedang peneliti lain
menunjukkan bahwa kegiatan yang digunakan untuk masa yang akan
datang juga akan berpengaruh pada kegiatan untuk mempertahankan
pelanggan (Lemon et al.2002). Sebagian besar penelitian difokuskan
pada pertahanan pelanggan/customer retention dan tidak menjelaskan
kemungkinan munculnya kembali hubungan dengan berbagai pelanggan.
Menurut Reinartz et al, (2004) dengan memberi contoh
menjelaskan operasinal dari tanda-tanda hubungan, mempertahankan
hubungan/relationship maintenance, tapi juga menjelaskan bagaimana
hubungan dapat dikenal lagi/akrab dalam jangka pendek, serta peneliti
lain Thomas et al , (2004) menyatakan bahwa sebaiknya pelanggan
memberi alamat sehingga akan mudah dicari, dan menurut Rust et al,
(2004) menunjukkan model proses mempertahankan pelanggan dan
mempengaruhi pelanggan
Komitmen berhubungan positif dengan customer retention/
mempertahankan pelanggan, dalam kaitannya dengan penelitian ini
dengan menghubungkan komitmen dengan perilaku seseorang seperti
menawarkan maksud dari pelanggan, selalu mendapatkan bahwa
komitmen berpengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan
118
BAB V
FAKTOR KEUNGGULAN BERSAING,
ADAPTABILITAS DAN KINERJA DALAM
PEMASARAN
A. Keunggulan Bersaing
Keunggulan
dilakukan
oleh
bersaing
perusahaan
merupakan
dalam
sumber
mendesain,
aktivitas
yang
memproduksi,
memasarkan, menyerahkan, dan mendukung produknya (Porter,
1985)
Dalam teori keunggulan bersaing yang berbasis sumber daya ,
modal fisik bukanlah merupakan modal fleksibel terhadap dinamisasi
pasar dan cenderung rentan terhadap proses peniruan yang dilakukan oleh
pesaing, sementara itu modal insani dan modal organisasional merupakan
modal yang melekat dalam individu maupun organisasi yang tidak mudah
ditiru oleh pesaing dan relatif fleksibel terhadap dinamisasi pasar.
Pengembangan kemampuan managemen untuk mengidentifikasi potensi
dan arah perubahan pasar, konsumen, atau justru menciptakan perubahan
didalam pasar (trend seller) menjadi sebuah kebutuhan pengembangan
manajemen untuk dapat menciptakan kemampuan dinamis manajemen
yang akan menjadi dasar pengembangan kemampuan perusahaan untuk
bersaing.
Pada perkembangan teori pengembangan kemampuan bersaing
dari organisasi bisnis, implementasi teori keunggulan bersaing berbasis
pasar (market deterministic approach) tidak dapat menjelaskan
119
bagaimana organisasi bisnis dapat berkembang dalam pasar yang
dinamis, karena basis pasar menggunakan asumsi bahwa pasar adalah
kondisi yang homogen. Keseimbangan pasar baru akan tercipta dari
kondisi ketidakseimbangan yang terjadi sebagai dampak dari perubahan
yang didalam pasar, artinya pasar tidak memiliki karakteristik yang
dinamis dan cenderung mencapai suatu titik keseimbangan baru yang
akan tercermin dari harga atau nilai ekonomi yang harus dikorbankan
oleh konsumen.
Teori keuggulan bersaing berbasis sumber daya kurang dapat
menjelaskan dinamisasi pasar yang terjadi, karena kalau menggunakan
asumsi pasar yang homogen maka kekuatan bersaing dari sebuah bisnis
adalah pada skala produksi yang ekonomis untuk menghasilkan nilai jual
yang dapat mengalahkan para pesaing dalam industri, sedangkan dalam
pasar yang heterogen kekuatan bersaing yang mendasarkan pada
pengetahuan produsen terhadap kebutuhan konsumen yang spesifik dan
kemampuan manajemen untuk mengeliminasi potensi peniruan dari
pesaing tetap saja tidak cukup untuk menjelaskan sebuah organisasi
bisnis tetap bertahan ataupun justru bangkrut walau kedua kemampuan
tersebut sudah dimiliki dan dikembangkan oleh perusahaan
Keunggulan bersaing dapat dipahami dengan memandang
perusahaan secara keseluruhan. Keunggulan bersaing bersumber dari
aktivitas yang berlainan yang dilakukan oleh perusahaan dalam
mendesain,
memproduksi,
memasarkan,
mendukung produknya (Porter, 1985)
120
menyerahkan,
dan
B. Kinerja
Kinerja merupakan pengukuran tingkat kerja meliputi : omzet
penjualan, jumlah pelanggan, keuntungan dan pertumbuhan penjualan
(Vos and Vos, 2000)
Sumber daya dan kapabilitas merupakan sumber utama bagi
keuntungan perusahaan. Dalam konsep manajemen fungsional untuk
menyatakan bahwa kinerja perusahaan tercermin pada berbagai
manajemen fungsional yang berfungsi baik dalam perusahaan (Augusty,
2006), yang secara fungsional kinerja perusahaan akantercermin sebagai
berikut:
1. Perusahaan yang berkinerja baik, akan tercermin dari baiknya
tingkat kinerja manajemen SDM yang ada, misal tingginya tingkat
produktivitas
SDM, tingkat kreativitas dan keinovatifan SDM
dalam perusahaan.
2.
Perusahaan yang berkinerja baik , akan terlihat dari baiknya tingkat
kinerja manajemen operasi produksi, misal tingginya tingkat
efisiensi proses bisnis
internal, karena tingginya mutu produk
dan mutu pelayanan yang menyertai produk yang dihasilkan,
tingginya tingkat kecepatan proses, tingginya tingkat akurasi proses
dan sebagain
3.
Perusahaan yang berkinerja baik akan berdampak pada tingginya
kinerja manajemen pemasaran , misalnya tingginya volumen
penjualan, tingginya market share, serta tingginya keuntungan
pemasarn.
4.
Perusahaan yang berkinerja baik akan terlihat pada pada tingginya
kinerja keuangan, misal ketersediaan dana, penggunaan dana yang
121
efisien dan efektif, yang nampak dalam berbagai rasio keuangan,
misal terdapat dalam berbagai rasio keungan antara lain : rasiorasio lakuiditas, aktivitas, solfabilitas, dan profitabilitas
Dengan demikian kinerja pemasaran merupakan konsep yang
penting untuk mengetahui prestasi pasar suatu produk. Setiap perusahaan
berkepentingan untuk mengetahui prestasi pasar dari produk-produknya,
sebagai cermin dari keberhasilan usahanya di dunia persaingan bisnis.
Oleh karena itulah strategi perusahaan akan selalu diarahkan untuk
menghasilkan kinerja pemasaran, seperti : volume penjualan dan tingkat
pertumbuhan penjualan, dan juga kinerja keuangan yang baik (Augusty,
2000).
Pelham, Alfred M (1997) mengemukakan bahwa kinerja
pemasaran dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu efektivitas perusahaan (firm
effectiveness), pertumbuhan/porsi (growth/share), dan kemampulabaan
(profitability). Sementara itu efektivitas outlet tersebut meliputi tiga hal
yaitu ; (1) kualitas dari suatu produk (relative producy quality) (2)
kesuksesan dari produk baru (new product success) (3) selalu
mempertahankan
pelanggan
(customer
retention).
Sedangkan
pertumbuhan/porsi juga terdiri dari tiga hal, meliputi : (1) kenaikan
penjualan (sales level) (2) rata-rata pertumbuhan (growth rate) (3) target
porsi pasar (target market share), dan kinerja perusahaan yang terakhir
adalah kemampulabaan yang meliputi tiga hal, yaitu ; (1) hasil
pengembalian atas equitas (return on equity) (2) keuntungan kotor (gross
margin) (3) tingkat pengembalian dalam investasi (return on invesment).
Oleh karena kegiatan pemasaran merupakan implementasi dari
strategi yang hasilnya juga akan dapat menjelaskan mengenai kualitas
122
strategi itu sendiri, maka ukuran yang sebaiknya digunakan adalah
ukuran yang bersifat activity based measure yang dapat menjelaskan
aktivitas-aktivitas pemasaran yang menghasilkan kinerja pemasaran
tersebut (Augusty, 2000). Dengan demikian kinerja yang dicapai dari
kegiatan pemasaran dapat diukur secara jelas, dan itu artinya juga akan
mampu
menggambarkan
bagaimana
strategi
yang
disusun
dan
dilaksanakan.
Heneman (1998) mengukur kinerja dengan tujuh dimensi, yaitu :
(1) total sales, (2) total sales/store, (3) new store size, (4) average store
size, (5) pre-tax profit growth rate, (6) market share, (7) expense/sales
growth ratio. Kinerja pemasaran sebuah organisasi, juga dapat diukur dari
volume penjualan, pertumbuhan pelanggan, pertumbuhan penjualan, dan
market share, demikian dinyatakan oleh Hopkins & Hopkins (Augusty,
1999). Sementara Johnson (1999), pada penelitiannya mengukur kinerja
suatu perusahaan dengan market share, pertumbuhan penjualan, dan
pentingnya hubungan antar mitra yang ternyata dimensi-dimensi tersebut
juga dapat untuk mengukur kinerja pemasaran. Pada penelitian-penelitian
yang lain kinerja pemasaran dapat diukur dari dimensi tersebut di atas
dengan ditambahkan kemampualabaan/profitabilitas.
Pada umumnya kinerja binsis merupakan suatu multi dimensi
konstruk hasil kegiatan (Venkatraman and Ramanujam, 1987 ), Rukert
and Walker (1987) juga menjelaskan kerangka kerja yang runtun dan
rapi, karena kinerja bisnis berusaha untuk mencapai kegiatan yang
efisien, efektif dan sesuai dengan kemampuan perusahaan. Efektivitas
perusahaan menunjukkan kesuksesan dari strategi bisnis yang berhadapan
dengan pesaing dalam melayani permintaan pasar. Pengukuran kinerja
123
dapat dilihat dari pertumbuhan penjualan, pangsa pasar. Sedang efisiensi
menandakan strategi bisnis yang berhasil dari sumber daya yang
digunakan dan ditentukan melalui rasio keuangan yaitu ; return on
investmen, efisiensi operasi yang merupakan karakteristik dengan
lingkungan yang sempit dari kegiatan dan ketertarikan dalam mengawasi
pengeluaran biaya melaui prosedur standard operasi (Hambrick, 1983).
Kemampuan perusahaan menunjukkan kaitan kinerja organisasi yang
sukses untuk menanggapi perubahan external dalam waktu ke waktu.
Kesuksesan produk baru dan atau pelayanan terhadap perubahan
lingkungan pada pelanggan , maka perusahaan memerlukan kemampuan
untuk beradaptasi dalam menghadapi pelayanan yang ditawarkan oleh
pesaing . Yang mana pekerjaan dan seterusnya dari kegatan perusahaan
dapat dipertanggung jawabkan baik buruknya pekerjaan yang telah
dilakukan dari pendekatan yang seimbang untuk mengukur kinerja
(Morgan et al, 2002)
Kinerja pasar didefinisikan sebagai usaha pengukuran tingkat
kinerja meliputi omzet penjualan, jumlah pelangan, keuntungan dan
pertumbuhan penjualan. (Voss dan Voss, 2000, p.69). Sedangkan Keats
et al, (1988, p.576) menyatakan bahwa kinerja pasar merupakan
kemampuan
organisasi
mentransformasi
diri
dalam
menghadapi
tantangan dari lingkungan dengan perspektif jangka panjang. Studi
empiris mengenai hubungan antara kreativitas strategi pemasaran dengan
organisasi pembelajaran dan kinerja pasar telah dilakukan oleh beberapa
peneliti misalnya Andrews, et al, (1996, p.174-187) yang meneliti
mengenai imaginasi pemasaran namun difokuskan pada pengaruh faktorfaktor terhadap kreativitas strategi pemasaran bagi produk dewasa
124
mengkaji beberapa dari anteseden kreativitas yang dibagi dalam tiga
faktor (Faktor motivasi, situasional dan pemasukan pemecahan masalah).
Selanjutnya dikatakan bahwa kreativitas akan mempengaruhi
kinerja pasar karena ia memberikan suatu mekanisme untuk diferensiasi.
Sedangkan Moorman dan Miner (1997, p.92-93) yang meneliti mengenai
pengaruh pengalaman organisasional dalam kinerja produk baru dan
kreativitas memberikan gambaran mengenai konsekuensi-konsekuensi
kreativitas pemasaran tetapi konsekuensi-konsekuensi tersebut tidak diuji,
sedangkan Nagle da Holden (dalam Menon, 1999) yang meneliti
mengenai strategi dan harga taktis yang merupakan penelitian pada
pengembangan produk baru. Hasil penelitiannya menemukan bahwa daya
temu produk berhubungan secara positif dengan kinerja profit.
Demikian pula dengan Menon, et al, (1999, p.31) penelitiannya
mengenai anteceden dan konsekuensi pembuatan strategi pemasaran
dengan mengajukan hipopenelitian bahwa kreativitas strategi pemasaran
akan berhubungan secara positif dengan pembelajaran organisai dan
kinerja pasar .
Kinerja organisasi atau kinerja perusahaan merupakan indikator
tingkat kesuksesan dalam mencapai tujuan perusahaan, karena kinerja
perusahaan yang baik akan menunjukkan kesuksesan dan efisiensi
perilaku perusahaan. Penelitian-penelitian yang menyangkut kinerja
perusahaan dengan menggunakan indikator profitabilitas, sedang Baily
(1997) mengukur kinerja perusahaan dengan berdasarkan dimensi busins
index, yang terdiri dari pertumbuhan penjualan, nilai aset dan
pertumbuhan karyawan. Kemudian Agarwal et al, (2003) yang mengukur
kinerja organisasi dengan menggunakan dua dimensi konstruk, yaitu
125
dimensi pertama adalah kinerja obyektif , yang meliputi kinerja keuangan
atau kinerja berdasarkan pemasaran seperti tingkat penggunaan,
profitabilitas dan market share, sedangkan dimensi konstruk kedua adalah
kinerja subyekif, dimana kinerja subyektif merupakan pengukuran kinerja
yang berdasarkan pada pengukuran terhadap pelanggan dan karyawan,
seperti kualitas pelayanan, kepuasan konsumen, dan kepuasan kerja
karyawan.
Organisasi dalam jangka panjang dalam mengelola bisnisnya harus
mengetahui dan membangun hubungan yang saling menguntungkan
dengan pembelinya, dengan menempatkan konsumen sebagai raja dalam
organisasi, yang berarti menunjukkan perusahaan ingin memberikan nilai
lebih kepada pelanggan dengan harapan memperoleh keunggulan
kompetitif jangka panjang, sehingga dapat memberikan keuntungan yang
superior (Day, 1994), sedang menurut Kohli dan Jaworski, (1990)
menyatakan bahwa karyawan yang puas akan memiliki komitmen
terhadap organisasi, kemudian menurut Hesket et al, (1994) mengatakan
bahwa profitabilitas dan pertumbuhan pendapatan diperoleh dari adanya
loyalitas konsumen, dengan loyalitas konsumen ini akan diciptakan
karyawan yang puas, sehingga mampu memberikan kepuasan kepada
pelanggan
Kinerja merupakan indikator-indikator keberhasilan kerja atau
prestasi kerja yang sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang atau
organisasi karena melaksanakan tugasnya dengan baik. Dalam mengukur
kinerja hendaknya tidak hanya menggunakan satu ukuran tunggal seperti
sebuah ukuran finansial yang banyak tidak mampu menjelaskan secara
nyata efektivitas organisasi secara umum, karena itu sebaiknya untuk
126
menggunakan dimensi ganda seperti dimensi-dimensi dari pertumbuhan,
efisiensi
Kinerja perusahaan merupakan faktor yang digunakan untuk
mengukur dampak dari sebuah strategi perusahaan, karena strategi
perusahaan selalu mengarahkan untuk menghasilkan kinerja baik kinerja
pemasaran (misal: volume penjualan, market share, tingkat pertumbuhan
penjualan) maupun kinerja keuangan misal ROA, dari indikator-indikator
ini ternyata masih belum dapat menjelaskan hal-hal yang bersifat
intangibel dan tidak tepat digunakan dalam menilai faktor keunggulan
bersaing (Bharadwaj, dkk, 1993, dalam Augusty, 2006)
Sedang
Shapiro and Weitz (1990) menyatakan bahwa kinerja
apat tercapai akan tergantung pada agresifitas seorang pegawai, karena
tingkat agresif yang nampak dari bagaimana aktifnya seorang pegawai
dapat mengidentifikasi pelanggan potensial, kemudian Churchil, Ford dan
Walker, (1990) mengatakan bahwa kinerja merupakan sebuah prestasi
yang dihasilkan oleh seorang pegawai, karena adanya interaksi antara
kemampuan dan berorientasi pada pasar
Penelitian Kotabe (1991) mengemukakan bahwa variable kinerja
meliputi :
1. Market share reaktif diukur dengan membandingkan antara volume
penjualan dengan volume penjualan pesaing terdekat.
2. Tingkat pertumbuhan penjualan yang diukur dari persentase kenaikan
penjualan.
3. Kemampulabaan sebelum pajak, diukur dengan membandingkan
antara penghasilan bersih sebelum pajak dengan jumlah investasi
yang ditanamkan
127
Dalam pasar persaingan memerlukan informasi yang jelas, karena
pelanggan menginginkan semua informasi tentang produk yang
selengkapnya, sehingga akan dapat diketahui ciri khas/keunikan yang
dimiliki oleh produk tersebut, misalya keunikan dalam bidang harga,
pelayanan, manfaat, tampilan, image, dan keunggulan lain yang dimiliki
oleh produk tersebut. Selain dari keunggulan ini ada unsur pengalaman
terhadap produk yang diinginkan oleh pelanggan, karena pengalaman
merupakan salah satu cara /tehnik untuk memutuskan pembelian,
sehingga pengalaman yang diterima pelanggan akan memberi kesan
menyenangi pada produk tersebut atau konsumen akan melakukan
pembelian ulang, yang kemudian dapat dinyatakan dengan konsumen
yang loyal pada produk atau jasa tersebut .
C. Adaptabilitas
Konsep adaptabilitas menekankan pada sistem-sistem nilai dan
keyakinan yang mendukung kapasitas organisasi dalam menerima,
menginterprestasikan, menterjemahkan signal-signal dari lingkungan
kedalam perubahan-perubahan kognitif, perilaku dan struktur internal
sehingga kesempatan perusahaan untuk bertahan hidup, bertumbuh dan
berkembang (Denison and Mishra, 1990)
Ada tiga aspek dalam adaptabilitas yaitu :
1. Kemampuan untuk memahami (perceive) dan menanggapi lingkungan
eksternal
2. Kemampuan untuk menanggapi para pelanggan internal
3. Kapasitas untuk merestrukturisasi dan melakukan reinstitusionalisasi
sejumlah perangkat perilaku dan proses yang memungkinkan
128
adaptasi organisasi (Denison, 1990)
Dalam dimensi ini memiliki asumsi dasar bahwa sistem-sistem
terbuka merupakan kebutuhan bagi pengembangan pengetahuan dan
perubahan organisasi (Byrd, 1995), juga diyakini bahwa orang-orang
menempatkan diri sebagai bagian dari aliran pemakai/pemasok dan saling
mendukung dalam penciptaan nilai tambah bagi masyarakat dan
lingkungan.
Kesesuaian organisasi dengan faktor lingkungan yang dinamis dan
merupakan perubahan, karena kemampuan organisasi untuk menyesuikan
diri dengan perubahan adalah menunjukkan kesuksesan managemen
dalam melakukan inovasi. Sistem adaptabilitas menjelaskan bahwa
perusahaan yang fleksibel adalah yang dapat mengakomodasi perubahan
dan perusahaan mempunyai kemampuan untuk mencapai perubahan
dengan pengembangan dan penerapan ide-ide inovasi. Perusahaan yang
mempunyai tujuan yang flesikbel adalah berdasarkan team/kelompok
yang sudah terstruktur (Lemon dan Sahota, 2003), aturan strategis yang
dinamis (Guan dan Ma, 2003) dan perusahaan mengadopsi komunikasi
yang berasal dari formal maupun non formal (Souitaris, 2002). Ada
keyakinan bahwa semua unsur dengan sadar maju bersama-sama dalam
memajukan masyarakat (Wood, 1995), secara implisit, asumsi ini
mengandaikan asumsi lainnya yaitu pengakuan akan ketidakmampuan
untuk mengetahui dan mengerjakan sendiri berbagai hal (Byrd, 1995)
Menurut
Merril
&
Reid
(1981)
adaptabalitas
merupakan
kemampuan untuk melakukan perubahan internal sebagai respon terhadap
lingkungan pemasaran
129
BAB VI
FAKTOR LINGKUNGAN DAN KOMITMENT DALAM
PEMASARAN
A. Lingkungan
Doss, Lumpkin dan Covin (1997) menyimpulkan bahwa
lingkungan yang kuat dalam perumusan strategi. Sikap yang pasif akan
melemahkan kinerja, karena basis keunggulan kompetitive perusahaan,
struktur industri, dan standard kinerja produk tidak bisa bertahan lama
serta terus bertambah. Singkatnya oreintasi kewiraswastaan sangat
berguna untuk menghadapi linkungan-lingkungan usaha yang tidak pasti
dan terus berubah
Miller & Friesen (1984) mengemukakan bahwa perusahaan yang
memiliki orientasi kewiraswastaan lebih banyak mengadakan inovasiinovasi pasar produk, berani menjalankan usaha yang berisiko dan
memulai inovasi-inovasi yang proaktif, hal ini juga disampaikan oleh
Dess, Lumpkin & Covin (1997) yang menyatakan bahwa interaksi
hubungan antara orientasi wirausaha dengan strategi berpengaruh positif
terhadap kinerja bisnis dalam setiap organisasi
Lingkungan
persaingan
selalu
dianggap
sebagai
faktor
penghambat tingkat pertumbuhan industri. Meskipun parsa manajer
pemasaran tidak dapat mengendalikan faktor-faktor ini, mereka mungkin
dapat memilih strategi yang akan menghindari persaingan yang ketat,
atau apabila persaingan memang tidak dapat dihindari, mereka dapat
merencanakannya dengan baik, elemen lingkungan seharusnya dipelajari
130
secara lebih mendalam kerena kegagalan industri didalam persaingan
yang ketat, atau apabila mencapai pertumbuhan penjualan bersumber
dari ketidakmampuan pihak manajemen dalam dukungan dan komitmen
dari top manajemen sangat diperlukan bagi budaya organisasi
(Kohli & Jaworski, 1990)
Teori interdependi
menyatakan
bahwa keberhasilan
atau
kegagalan organisasi sangat tergantung kepada kemampuan organisasi
untuk menyesuikan dengan kekuatan lingkungan, seperti tingkat
persaingan, peraturan-peraturan yang berlaku (Caroll & Hannan,
1989).
Oleh
karena
organisasi
harus
menjalin
hubungan
kerjasama dan juga senantiasa memperhatikan tekanan lingkungan
Gates (1989). Berdasarkan uraian tersebut dapat dijelaskan
bahwa lingkungan bisnis senantiasa berubah, sehingga perusahaan
dituntut untuk senantiasa menyesuaikan kondisi internal dengan
lingkungannya. Banyak perusahaan yang gagal disebabkan karena
tidak mampu menyesuaikan dengan lingkungannya. Perusahaan
dengan derajat pembelajaran organisasional yang tinggi akan lebih
mampu menyesuaikan dengan lingkungannya dengan demikian maka
pembelajaran organisasional memiliki pengaruh terhadap adaptabilitas
organisasi.
Literatur-literatur manajemen menunjukkan bahwa perusahaan
menghadapi banyak jeins lingkungan yang harus disiasati menjadi
peluang dan tidak sekedar menjadi ancaman. Telaah terhadap
literatur yang ada menunjukkan bahwa lingkungan harus dihadapi
dan diredifinisi bagi kepentingan pengembangan strategi (Ferdinand,
2003). Dari uraian tersebut dapat dijelaskan bahwa keberhasilan
131
organisasi sangat tergantung kepada kemampuan organisasi untuk
menyesuiakan dengan lingkungannya sehingga organisasi yang tidak
mampu menyesuaikan dengan perubahan lingkungannya akan tergilas
oleh perubahan.
Pengetahuan tentang lingkungan pemasaran terdiri dari 2 area yang
pada umumnya diuji saat membangun analisis situasi dari rencana
pemasaran, yaitu lingkungan operasional dan lingkungan makro.
Lingkungan operasional terdiri dari penyalur, pesaing dan pelanggan
sedangkan lingkungan makro sendiri dari ekonomi, demografi, teknologi,
politik dan hukum.
Demikian pula dengan Miyake et al, (dalam Andrew et al, 1996 )
mengemukakan bahwa pengetahuan yang lebih besar akan lingkungan
pemasaran meningkatkan kemampuan manajer untuk menanyakan
pertanyaan yang benar.
Keragaman didasarkan atas pengetahuan dan fasilitas yang
digunakan sebagai kiasan papan loncatan untuk mencari pemecahan yang
kreatif (Tradif dan Stenberg, 1998). Manajer dengan keragaman
pendidikan dan atau pengalaman juga dilengkapi lebih baik dengan
kerangka permasalahan standard dalam cara yang baru
B. Komitmen
Komitmen menurut Young and Denise (1995) menggunakan istilah
komitmen
ekonomi
sebagai
pembeda
dalam
komitmen
dalam
berorganisasi. Dalam kontek berorganisasi , komitmen didefinisikan
sebagai kekuatan relatif individu dalam melibatkan dirinya dengan
organisasi (Mowday dalam Boyle,
132
1997). Lebih lanjut
Boyle
mengungkapkan bahwa komitmen dapat dikarakteristikkan dalam tiga
dimensi, yaitu :
1. keyakinan yang kuat akan misi dan tujuan organisasi
2. kemauan untuk berkorban demi tujuan organisasi
3. Memiliki keinginan untuk membina hubungan jangka panjang
dengan organisasi
Ketiga dimensi tersebut tidak hanya tampak dalam bentuk perilaku
yang nyata namun juga perlu tertanam dalam perasaan. Hal tersebut
didukung oleh pernyataan chonko (1986) yang mengemukakan bahwa
tiga karakteristik komitmen merupakan dimensi-dimensi perilaku dan
sikap. Sementara itu Mowdey dalam Boyle, (1997), mengatakan
komimen sejati tidak hanya tampak dalam perilaku nyata, namun
hendaknya benar-benar muncul dari kedalaman hati.
Model komitmen yang dikembangkan oleh Young dan Denize
(1995) terfokus pada hubungan jangka panjang antar partner hubungan,
dalam hal ini antara pembeli dan penjual. Dalam praktek pemasaran,
komitmen sering diwujudkan dengan derajat loyalitas maupun penjual
(Sriram and Mummalaneni, 1990)
Dalam pada itu Miller et al, (1996) yang menguji hubungan antara
perusahaan
dan
penyalur
dalam lingkungan
industri
komputer,
mengungkapkan bahwa komunikasi memiliki kaitan positip terhadap
meningkatnya komitmen penyalur terhadap perusahaan. Kemudian
Moorman et al (1992) mengungkapkan bahwa tingginya kualitas
interaksi akan berpengaruh positip terhadap tingkat komitmen suatu
hubungan
133
Kaitan antara efektivitas komunikasi dan komitmen terungkap dalam
penelitian yang dilakukan oleh Sharma dan Patterson (1999). Dalam
penelitian ditunjukkan bahwa komunikasi yang efektif merupakan hal
yang penting dalam suatu hubungan, mengingat dalam suatu interaksi
sering timbul resiko dan ketidakpastian.
Dengan demikian perlu dibangun suatu komunikasi yang efektif yang
mampu meningkatkan kepercayaan dan mengurangi resiko dalam
berinteraksi.
Orientasi pembelajaran dalam mengatasi resiko dapat tercipta
dengan
baik
sehingga
akan
meningkatkan
inovasi,
apabila
perusahaaan mendapat dukungan dari kepercayaan, komunikasi dan
ketrampilan dari para karyawan, begitu juga inovasi yang dilakukan
perusahaan akan dapat berkembang sehingga meningkatkan kinerja,
jika dapat mempertahankan keunggulan bersaing dan berusaha
bersikap adaptabilitas dengan adanya perubahan/turbulen, sehingga
perusahaan harus
dapat
retention
dukungan
melalui
mempertahankan pelanggan/customer
dari
kepercayaan,
komunikasi,
ketrampilan dan komitmen dari para karyawan, pada akhirnya
perusahaan akan dapat meningkatkan kinerja
134
BAB VII
PENUTUP
Ada beberapa hal yang bisa disimpulkan dari pemaparan teori di
atas, yaitu :
Ada hubungan positif antara orientasi pembelajaran dan performansi
usaha bisnis, pengaruh dari orientasi pembelajaran terhadap semua
pengukuran performansi adalah positif dan signifikan. Selanjutnya
adanya hubungan antara orientasi pembelajaran dengan inovasi pada
industri barang dan jasa. Begitu juga hasil penelitian Halit Keskin (2006)
terdapat hubungan antara orientasi pembelajaran dengan inovasi.
Kemudian yang dikemukakan oleh Tony Mc Guinnass (2005),
mengatakan
hasil
penelitian
adanya
hubungan
antara
orientasi
pembelajaran dengan inovasi, tetapi Heidy (2002) dalam penelitiannya
”Market orientation, Learning orientation, and Innovation capabilitas in
SMEs” menyatakan hasil penelitian menunjukkan terdapatnya penolakan
hipotesis hubungan antara orientasi pembelajaran dengan inovasi,
sehingga ada kontradiksi atas hubungan tersebut dari hasil hipotesis yang
diuji.
Inovasi diartikan sebagai terobosan yang terkait dengan produkproduk baru (Han et al, 1998). Organisasi yang melakukan inovasi perlu
dirancang dengan baik, karena organisasi yang telah melakukan
perubahan kegiatan pekerjaan lebih baik menjadi masalah yang menarik
saat sekarang (Hussher, 1980) . Strategi nilai inovasi bagi organisasi
dapat meningkatkann derajat inovasi dalam daya saing organisasi, oleh
135
karena itu perusahaan harus dapat melakukan inovasi, karena inovasi
merupakan kegiatan yang harus dilakukan oleh perusahaan baik para
pemimpin bisnis, manajemen, media masa dan pemerintah (Getz dan
Robinson, 2003). Dari latar belakang inilah variabel inovasi digunakan
oleh perusahaan, untuk mengetahui hubungan antar inovasi dengan
kinerja.
Organisasi
yang
melakukan
inovasi
memerlukan
ide-ide,
kepraktisan, metode atau proses produk, maupun peluang pasar, dengan
mana para manejer dalam melakukan pembaharuan /inovasi dari unit
kegiatan menuju pada unit kegiatan yang baru (Roger 1995 ; Nahria, and
Gulati, 1994 ). Sedang Kanter (1983) menyatakan bahwa organisasi yang
berinovasi sebagai proses implementasi pemecahan masalah baru, dengan
demikian organisasi yang terlibat dalam berperilaku inovasi, perlu
memperkenalkan sumber daya baru dari kepraktisan manajemen, atau
suatu perusahaan yang melakukan inovasi memerlukan perubahan yaitu
memperlakukan karyawan agar dapat mengembangkan kreativitas dalam
melakukan pekerjaan, sehingga memberi keuntungan yang signifikan
kepada individu, kelompok maupun organisasi
Dengan
adanya
inovasi
memerlukan
kapabilitas//kemampuan
perusahaan, dengan demikian adanya inovasi akan meningkatkan kinerja,
oleh karena itu perusahaan mempelajari hal-hal/kegiatan-kegiatan yang
baru, dan kegiatan baru ini harus dilakukan oleh semua anggota
organisasi agar lebih maju, tetapi tanpa adanya kemampuan, perusahaan
akan sulit untuk berkembang, sehingga kedepan perusahaan mempunyai
kemampuan yang lebih baik (Liebeskind, 1996), dengan demikian
perusahaan akan memberikan nilai lebih baik melalui produk yang
136
dihasilkan dengan memiliki keunggulan bersaing pada produknya , akan
tetapi banyak faktor yang dapat berpengaruh pada perkembangan
perusahaan yaitu misal perubahan lingkungan, karena perubahan
lingkungan akan memicu perusahaan untuk melakukan cara –cara yang
tepat dalam melakukan inovasi (Moorman and Miner, 1997)
137
DAFTAR PUSTAKA
Aaker, D.A, (1989), Managing assets and skill, The kilt to asustainable
competitive Advantage, California Management Review.
Achrol, Ravi, (1991), Evolution of the Marketing Organization : New
Form for
Turbulence Environments, Journal Marketing
Act , Zoltan and David Audretsch, 1987, Innovation, Market Sructure,
and Firm Size, Review of Economic and Statistics
Agarwal, S., Erramilli, K., Dev. (2003). Market Oriented and
Performance In Service Firms: Role Of Innovation. Journal Of
Services Marketing. Vol
17: NO 1
Aharoni, Yair, (1993), In Search of the Unique: Can Firm-Spesific
Advantage Be Evaluated , Journal of Management Studies
Akgun, Ali E, Lynn, Gary S, and Byne, John C (2006), Antecedents and
Consequences of
Unlearning
in
New
Product
Development Teams, Journal
of
Product
Innovation
Management
Aliaga,
O Alfredo,(2005), A Study of Innovative Human Resources
Development Practise in
Minnesota Companies, PhD
Dissertation University of
Minnesota,
Alberts, William (1989),”The Experience Curve Doctrine Reconsidered,”
Journal of
Marketing , 53 (July), 36-49.
Alford, B,Silver Laurence, S and Sean Dwiyer, (2006), Learning and
Performence Goal Oreintation of Salespeople Revisited :
The Role of
Performance– Approach&
Performance –
Advandance
Orientation , Journal os Personal & Sales
Management
Amit, Raphael & Schoemaker, Paul J.H, (1993), Strategic Asset and
Organozational Rent, Strategic Management Journal
139
Ana Cristina & Andy D Cosh, 2008, Effect of product Innovation and
Organizational Capabilities on Competitive Advantage:
Evidence from UK Small and Medium
Manufacturing
Enterprises, International Journal of Innovation Management
Anderson, Erin & Weitz A, 1989, Determinants of continuity in
conventional industrial channel dyads, Marketing Science
Anderson dan Narus, 1990, A Model Distributor Firm and Manufactur
Firm Working Patnership, Journal of Marketing
Andrews, Jonlee and Daniel C. Smith 1996, “In Search of the Marketing
Imagination
Factors Affecting the Creativity of Marketing
Programs for Mature Products”, Journal of Marketing
Research, 33 (May), 174-87.
Andreas Eppink, dalam Soerjono Soekanto, 1982, Sosiologi
pengantar,
Penyalur tunggal :CV Rajawali Jakarta
Suatu
Angelo Paladino, 2007, Investigating the Driver of Innovation and New
Product
Succes : A Comparison of
Strategic
Orientations, Product Development
and
Management
Association
Ansoff, (1965), Corporate Strategy, Mc Graw-Hill, New York
Appiah-Adu, K, and Singh, S, (1998), Customer orientation and
performance a study
of SMEs, Management Decision
Archibugi and Coco, 2005, Measuring Technological Capabalities at The
Country
Level: Asurvey and a Menu for Choice,
Research Policy
Arogan, D.W. Cravens, N.F Piercy & G.S.Low, 2000, The Innovation
Challenger of Proactive Cannibalisation and Discontinuous
Technology, Europen Business Review
Argyris C. & Schon D,(1978), Organizational Learning : A of Action
Perspetive
Reading MA: Addison Wesley
140
Arrow, K,J, (1962), The Economic Implication of Learning By Doing,
Review of
Economic Studies
Aubert dan Kelsey, (2000), The Illusion of Trust and Performance,
Scientific Series
of Cirano, 3: 1-13
Augusty T F. (2000), Manajemen Pemasaran : Sebuah Pendekatan
Strategik,
Program
Magister
Manajemen
Universitas Diponegoro.
___________, (2006), Metode Penelitian Manajemen, Pedoman
Penelitian untuk
Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi
Ilmu Manajemen
Avlonitis, G.J dan Gounaris, S.P (1994). Marketing Orientation And Its
Determinant: An
Empirical . European Journal Of
Marketing 33, 11/12, 1003-37.
Badger, I.C, Mangles, T, and Sadler-Smith, E, (2001), Organizational
Learning
styles competencies and learning system in
small, UK,
manufacturing firm, International Journal
of Operation & Production Management
Baker, William E, & Sinkula, James, (1999), The Synergistic Effect of
Market Orientation and Learning Orientation of Organizational
Performane,
Academy of
Marketing Science Journal
Bates & Khasawneh, 2005, Organization Learning Culture, Learning
Transfer
Climate and
Perceived Innovation Jordanian
Organization, International
Journal Of Training and
Development
Basu Swastha DH, 1989, Etika Komunikasi, Liberty, Yogyakarta
Breman dan Dalgic, 1998, The Learning Organization and market
Orientation : a Study of
Export Company in The
Nederland , in Ford, J.B. and
Honeycutt, ED, Developments
in Marketing Science
Barnet , D, 2002, Innovative Tecnology Transfer Framework Linked to
141
Trade for
Unido Action UNIDO Report, Vienna
Barney, J.B. (1986) Firm Resources And Sustained Competitive
Advantage.
Journal of management
Barney, JB , (1991), Firm Resource and Sustained Competitive
Advantege,
Journal of Management.
Bell, Whitwel, and Lukas, 2002, School of Thought in Organizational
Learning,
Journal o the academy of Marketing Science
Bedeian, A.G. (1986), Contemporary Chalenggers in the Study
Organizations, Journal of Management
of
Bettis ,R, and Prahalad,C.K, (1995), The Dominant logic retrospec and
extension,
Strategic Management Journal
Bharadwaj, Varadarajan dan et al (1993) ,Metode Penelitian Manajemen,
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Birley, 1989, The Strat-up , dalam Small Business and Entrepreunership
ed, P.Burn
and J Dewhust, London: Mc Milan
Black Janice A, & Boal, Kimberly, (1994), Strategic Resources: Traits,
Configurations and
Pats to Sustainable and Competitive
Advantage,
Strategic Managment
Blau, P, and Scott, W, (1962), Formal Organizations: A comparative
approach,
San
Fransisco: Chandler Publising
Bogner, William C, & Thomas, Howard, (1992), Core Competence and
Competitive
Advantage : A Model and Illustrative Evidence
from the
Praharmaceutical Industry, Working paper,
Champaign, IllionisUniversity
of
Illionis-UrbanaChampion, Presented at the Strategic
Managment
Society,
International Workshop in Belgium
Boyle,
142
B A, 1997, A Multi-dimensional perspective on salesperson
commitment, Journal of Business & Industrial Marketing
Budihardjo, Andreas, 2003, Peranan Budaya Perusahaan: Suatu
Pendekatan Sistemtik dalam mengelola perusahaan, Prasetyo
Mulyo Management Journal
Burgelman, R, (1983), Corporate Entrepreneurship and strategic
Management: Insight from Proses Study , Management
Science
Burns, Tom and G.M. Stalker (1961), The Management of Innovations.
London:
tavistock Publications.
Bryrd, 1995, Managing People to Promote Innovation,
Creativity and Innovation Management
Journal
Byrd, Marry. 1995. “Creating a Learning Organization by Accident”
dalam Sarita
Chawla & John Renesch (eds.), Learning
Organizations: Developing Cultures
for
Tomorrow’s
Workplace, hlm. 477-487. Oregon: Productivity Press.
Bruce Joyce dan Marsha Weil ,dalam Dedi Supriawan dan A. Benyamin
Surasega,
1990
Cainelli , G,R Coenen and M Savona, 2006, Innovation and Economic
performance
in Service: A Firm level Analysis , Cambrige ,
Journal of Economic
Calantone, R.J, Cavusgil, S.T, and
Zhao, Y, (2002), Learning
Orientation, Firm
Innovation Capability, and Firm
Performance , Industrial Marketing Management
Cameron and Quin, (1999), Diagnosing and Changing Organizational
Culture, Massachusetts: Addison Wesley
Cavaleri, Steven, A, (1994), Soft System Thingking: A Pre-Condition for
Organizational Learning , Human System Management
Carrol, G dan Hannan, M, 1989, On Using Institutional Theory in
Studying
Organization Population, America Sociological
Review
143
Catherine L. Wang, , 2008, Entrepreuneral Orientation, Learning
Orientation, and
Firm Performance, Entrepreunership
and Practise, Baylor University
Cemal Zehir, M Sule Eren, 2007, Field Research on Impact of some
Organiational Factors
on Corporate Entrepreneurship amd
Business Perforrmance in the Turkey Automotive
Industry, The Journal of American Academy of Business,
Cambrige
Chandy et al, 2006, From Invention to Innovation : Conversition Ability
of Product
Developmant, Journal of Marketing Research
Challagalla, Goutama N, dan Tasadduq A Servani, (1996), Dimensions
and Types of Supervisory Control : Effect Salesperson
Performance and Satisfaction, Journal of Marketing
Chandy and Tellis, 2000, Rajesh, et al, 2006, From Invention to
Innovation:
Conversion
Ability
in
Product
Development, Journal of Marketing
Chermin dan Nijhof, 2005, “Factors influencing knowledge creation and
innovation
in an organization, Journal of European
Industrial Training; 2005; 29, 2/3;
ABI/INFORM Global,
pg. 135.
Christensen, Clayton and Joseph Bower (1996), “Customer Power
Strategic
Investments,
and the Failure of Leading
Firms,” Strategic Management Journal,
Chruchil Jr, Gibert A., Neil M. Ford & Orville C. Walker Jr. (1983),
“Salesforce
Management: Planning, Implementation and
Control”, Irwin, Boston.
Cohen, Wesley & Levintal, Daniel, 1990, A Disruptive Technology
Reconsidered ; A
Critique
and Research Agenda,
Journal of Product Innovation Management
Cohen and Bailey, 1997, Absorptive Capacity, A New Perspective on
Learning and Innovation, Administrative Science Quartery
144
Collis, David J, 1991, Research –Based Analysis of Global Competience,
The Case
of The Bearing
Industry,
Strategic
Management Journal
Collis, David J, 1994, Research Note, How Valuable are Organizational
Capabilities,
Strategic Management Journal
Colon Gray, 2006, Absorptive capacity, Knowledge Management and
Innovation in Entrepreunerial Small Firm, International Journal
and Entrepreunerial Behaviour and Research
Cyert, Richard M, & March, James G, (1963), A Behavioral Theory of
The Firm
Englewood Cliffs, New Jersey : Prentice-Hal,
Inc Interpretation
System, Academy of Management
Review Interpretation System, Academy of Management Review
D.G Hoopes &Postel, 1999, Shared Knowledge, Glitches, and Product
Development Performance, Strategic Manajemen Journal
Damanpour, F. (1991). Organizational Innovation: A Meta-Analysis Of
Effects Of
Determinan And Moderator, Academy Of
Management Journal. 34 (3),
Danneels, Erwin, 2004, Disruptive Technology Reconsidered ; A
Critique and Research Agenda, Journal of Product
Innovation Management
Day, G.S. (1994). The Capabilities Of Market Driven Organization.
Journal Of
Marketing, Vol 58, October
Day, G. S, and Wensley, R. (1998) Assessing advantage: A framework
for
diagnosing
competitive superiority, Journal of
Marketing
Debra A. Laverie, et al, 2008, Developing A Learning Orientation : The
Role of
Team-based
Active Learning, Marketing
Education Review
Decarolis and Deeds, 1999, The Impact of Stock and Flow or
Organizational Knowledege on Firm Performance : An Empirical
145
Investigation of the
Management Journal
Biotechnologi
Industry,
Strategic
Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990. Strategi Belajar
Mengajar (Diktat Kuliah). Bandung: FPTK-IKIP Bandung.
DeGeus, A.P, (1988), Planning as Learning, Harvard Business Review,
Vol 66, March-April
Denison, Daniel. 1990a. Corporate Culture and Organizational
Effectiveness. NewYork: John Wiley & Sons.
Desphande, R, Farley, J.U, and Webster, F.E.J, (1993), Corporate
Culture, Customer Orientation, and Innovativeness, Journal of
Marketing
Detert, J, Schroeder,R, Mauriel, J, (2000), A framework for lingking
culture and
improvement initiatives in organization, The
Academy of
Management Review
Dickson, P,R, (1992), Toward of General, Theory of Competitive
Rationaly,
Journal of Marketing
Dickson, P,R, (1996) , The Static and Dynamic Mechanik of
Competition; A Comment on
Hunt
and
Morgan’s
Comparative Advantage Theory,,
Journal of Marketing
Dwyer, F, Robert, Schurr, Paul & Oh, Sejo, 1987, Developing buyerseller relationship , Journal of Marketing
Dodgson, Mark, (1993), Organizational Marketing : A Review of Some
Literaturs
Organizational Studies
Doney, Patricia & Cannon, Josep, 1997, An Examination of the nature of
trust in buyer-seller relationship, Journal of Marketing
Dougherty, D, (1992), A Practise-Centered Model of Organizational
Renewal
Throught
product Innovation, Strategic
Management Journal
Duncan and Moriarty, 1998, A Communication-based Marketing
146
model for
Marketing
Managing
Relationship,
Journal
of
Ellis , (2000), Sodalities and Foreign Market Country, Journal of
Intenasional
Bussines Studies ,Frans Seda, 1986,
El Sawry, Omar A, Gomes, Glenn M, & Gonzales, Manolete, V, (1986),
Preserving
Institusional Memory : The Management of
History as an Organizational Resource,
Academy
of
Management, Best Paper C
Proceeding
E.C Pearson, 1936, dalam Koentjaraningrat, Teori-teori Akulturasi,
Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia
Farrel,
M.A, (2000), Developing a market-oreinted Learning
Organization, Australian
Journal of Marketing
Farrel, Ma, (2002), Are Market Orientation and Learning Orientation
Necessary for
Superior Organizational Performance,
Journal of Market-Focused
Management
Farrel, Ma, (2008), Market Orientation, Learning Orientation, and
Organizational Performance
in International Join Venture,
Asia Pacifik Journal of Marketing
Ferdinand A, (2002), Structural
Pembelajaaran Manajemen
Semarang.
Equation Modelling dalam
Badan Penerbit Diponegoro
____________, 2005, Structural Equation Modelling dalam Penelitian
Manajemen, Badan Penerbit Diponegoro Semarang
____________,
2006), Metodologi Penelitian,
Universitas Diponegoro Semarang.
Badan Penerbit
Fiol, C.M, and Lyles, M.A, (1985), Organizational Learning, Academi Of
Managament Review
Fredric Kropp, 2006, Entrepreuneral, Market, Learning Oreintation and
Internationa
Entrepreneural Business venture Performance in
South African Firm,
International Marketing Review
147
Fukuyama, (1995), Bigge, M.I. & Shermis, S.S. (1999).
Learning Theories for Teachers. 6th Ed. New York: Longman.
Gana, Frans. (2003). Inovasi Organisasi Sebagai Basis Daya
Saing Bisnis
'Usahawan
No. 10 TH XXXII Oktober
2003. LM-FE IU.
Galdstein, D,L, (1984), Groups in context: a Model of task group
effectiveness, Administrative Science Quartery
Gary Aromdhana, 2009, Analisis Strategi Pengembangan usaha roti
PD Galuh Sari Bogor
Garvin, 1993, Building
A Learning Organization, Canada,
Harvard Business Review
Geoge Strause Leonard Sayless, 1992, Komunikasi, Organisasi,
Penerjemah Jakasil, Erlangga, Jakarta
Geoege D Kuh and Shouping HU, 2001, Learning Productivity at
Research
Universities, The Journal of Higher Education
Gephart, M.A, Marsick, V.J, Van Buren, M.E, and Spiro, M.S,
(1993), Learning
Organizations come Alive, Training
& Development
Get and Robinson, 2003, Measuring Organizational Performance in
the Absence of Obyective Measures : The Case of the
Privately-held Firm and Conglomerate Business Unit,
Strategic Management Journal
Geus A.P.D,( 1998), Why Some Companies live to tell about change,
The Journal
for Quality and Participation
Gidden, Anthony, ( 2001),
Pustaka Utama
Runway World , Jakarta: Gramedia
Glaser, Rashi, (1991), Marketing in an Information-Intensive
Environment: Straregic Implication of Knowledge as an
asset, Journal of marketing
148
Goeltom, 2006, Gary Aromdhana, 2009, Analisis
Pengembangan usaha roti PD Galuh Sari Bogor
Strategi
Godin, Benoit, 2002, The Rise of Innovation Surveys: Measuring a
Fuzzi Concept, Working paper, The Center of Innovation
Studies, Edmonton,
Canada
Goldsmith, et, al, (1997), Innovativeness and Price Sensitivity:
Managerial, Theoritical, and Methodological Issues, Journal
of Product and Brand Management
Goldsmith, R.E, ( 2001), Using the Domain Spesific Innovativeness
Scale to Identity Innovative Internet Consumer, Internet
Research Electronic Networking Application and Policy
Gonzales et al, 2004, Social Capital : Building and Effetive Learning
Environment in Marketing Classes, Marketing Education
Review
Guiltinan, J. P., and Paul, G. W. (1994) Marketing management
strategies and programs, (5th ed), New York: Mc.Graw Hill,
Inc.
Grant F.R.M, 1991 The Resource Co-based Theory of Competitive
for Strategy
Formulation,
California
Management
Review.
Gray, B.V. (1999). Science education in the developing world: Issues and
considerations. Jurnal of Research in Science Teaching, 36
Hadjimonalis, 2000, An Investig ion of Innovation Atecendent in Small
Firms in the
Contex of A Small Developing Country, Journal
of R&D Management,
Hair Jr et al, 2010, Multivariate Data Analysis, A Global Perspektif ,
Seven Edition, Boston Colombo San Fransisco New York
Halit Keskin, 2006, Market Orientation, Learning Orientation, and
Innovation
Capabilities
in SME, Eoropean Journal of
Innovation Management
149
Hamel, Gary dan Prahaland. C.K. (1990). The Core Competence of The
Corporation,
Harvad Business Review
Han, J.K., Kim, N. Dan Srivastava, R. (1998), Market Orientation
And Organizational Performance: Is Inivation A Missing
Ling?', Journal Of Marketing, Vol 62, October. pp. 30-45
Han et al, 1998. “ Market Orientation, Innovativeness, Product
Innovation and Performance in Small Firm”. Journal of Small
Bussiness Management Vol 42 NO.2.
Program
Magister
Manajemen . Universitas Diponegoro.
Hanny, 2005, Inovasi Organisasi: Konsep Dan Pengukuran. Usahawan
No. 09 Th XXXIV. September 2005.
Hardley, Fand Mavondo, 2000, The Relation betwen Learning
Oreintation,
Market
Orientation
amd
Organizational
Performance, Paper Presented at The Australian and New
Zealand, Marketing Academy Conference, Queensland,
Australia
Harrison dan Leitch, 2005, Entrepreneurial Learning: Researching the
Interface
between Learning and The Entrepreneurial
Context: Entrepreneurship Theory
and Practice
Harlow, Harry F, 1948, The Formation of Learning Sets, Midwestern
Psychological Association Meeting, St. Paul Minnesota
Harrison, 2000, dalam Supsiloani: Analisa Nilai Budaya Masyarakat Dan
Kaitannya
Dalam Pembangunan Wilayah Di Kecamatan
Raya Kabupaten Simalungun, 2008.
Hartanto (1995), dalam Nasution, Hanny, N. (2005). Inovasi Organisasi:
Konsep Dan
Pengukuran.
Usahawan No. 09 Th XXXIV.
September 2005.
Hashim, N.I, dan Wafa, S.A, 2002, Small and Medium Sized Enterprises
Hayek, Fredrick A (1978), Competition as a Discovery Procedure, In
New
Studies Philosopy, Politics, Economic and The History
150
of Ideas,Chicago,III,: University of Chicago Press
Hayek, Fredrick A (1935), Collectivist Economic Planning: Criticical
Studies on
The Possibilities of Socialisme, London;
Routledge
Heidi M. McLaughlin, 2002, “The Relationship Between Learning
Orientation.
Market Orientation and Innovation and Their
Effect on Organizatonal Performance”. School of Business and
Entrepreneurship Nova Southeasern University.
Hedberg,Bo, (1981), How Organization Learn and Un Learn, In P,c,
Nistrom
&W, H, Starbuks (Eds), Handbook of
Organizational Design, London:
Oxford Uneversity
Press
Heidjrachman dan Suad Husnan, 1998, Manajemen Personalia, BPFE,
Yogyakarta
Helen Salavou, 2005, Do Customer and Technology Orientation
Influence Product
Innovation in SMEs ?, Some New
Evidence from Greece, Journal of
Marketing Management
Heneman, 1998, dalam Aryani Matius Maun, 2002, Hubungan
Organisasi
Learning
Informasi Pasar dan Kinerja
Pasar, Journal Sains dan Technologi
Hesket, 1992, Corporate Culture and Perormance, The Free Press King
Hofer, Charles W, & Schendel, (1978) , Strategy Formulation:
Anallytical
Concept
West Publishing
Hofstede, Geert, 2001. Culture’s Consequences. Second Edition.
London: Sage Pub.
Hopkins & Hopkins, 1999, Strategic Planning, Financial Performance
Relationship in Bank, Strategic Management Journal
Howard J.Klein, Sunhee Lee, 2006, The Effect of Personality on
Learning : The Mediating Role of Goak Setting,
Human
Performance
151
Huber, G.P, 1991, Organizatinal Learning; The Contributing Proces and
Lieteratus,
Organizational Science
Hult, G.T.M, Hurley, R.F, and knight, G.A, (2004), Innovativeness its
Antecedent and Impact on business performance, Industrial
Marketing Management
Hunt, Shelby D, & Morgan M, (1996), The Resource-Advantage, Theory
of Competition Dynamic, Path Dependencies and Evolutionary
Dimension
Journal of Marketing
Hunt, Shelby D, & Morgan M, (1997), The Resource-Advantage and
Wealth of Nation Deveoping The Socio-Economic Research
Tradition, The Journal of Socio-Economic Marketing
Hurley and Hult, 1998, Inovation Market and Organizational Learning :
An
Integration and Empirical Examination, Journal
Marketing.
Husher, 1994, The Ques for The Competitive Learning Organization,
Management Decisin
I Gede Raka dan Willy, 1992, Faktor Internal dan Eksternal Organisasi
yang Mempengaruhi Tingkat Inovasi Suatu Perusahaan,
Forum Komunikasi.
J.Bessan
&J.
Buckingham,
1993,
Innovation
and
Or gani zational learning: The Case of Computer -aided
Production
Management,
British
Journal
of
Management, Jausari, 2006,
Joseph Luft dan Harry Ingham (1969), dalam Pannen, P. (2000).
Konstruktivisme
dalam pembelajaran, seni mengajar di
perguruan tinggi. Jakarta: PAU-PPI.
Universitas Terbuka.
James A Woff and Timothy L.Pett, 2006, Small Firm Performance
Modelling the Role of Product and Process Improvement,
Journal of Business Management
152
Jaworski, Bernard, & Kohli, (1988), Toward a Theory of Marketing
Control : Environmental Contex, Control Type, and
Consequences, Journal of Marketing
Jaworski, Bernard, & Kohli, (1990), Market Orientation: The Construk
Reserach
proposition, and Managerial
Implication,
Journal of Marketing
Jaworski, Bernard, & Kohli, (1992), Market Orientation: Anteseden and
Consequences Report , Report No. 92-104. Cambrige, MA:
Marketing Science Institute
Jaworski, Bernard, & Kohli, (1993), Market Orientation: Anteseden and
ConsequencesJournal of Marketing Science Institute
Jie Yang, 2008, Antecedents and consequences of Knowledge
Management Strategy:The case of Chinese high Technology
Firm, Production Planning and Control
Johnson, Johnson, dan Smith, 1991, Drivers and Outcomes of parent
Company Intervention in IJV Management: A Cross-Cultural
Comparison, Journal Of Business Research
Johson, Chonko dan Roberts 1999, Organizational Comitment in the
Sales Force, Journal of Personal Selling and Sales Management
Kambil, A, Eselius, ED. And Monteiro, K.A.,( 2000), Fast Fenturing the
quick way to strat web businness, Sloan Managment Review
Kanter, R.M, ( 1983), The Change Master: Innovation for Productivity in
the American Corporation, Simon and Schuster, New Yok, NY
Kandampully, Jay, 1998, Service Quality to Service Loyalty : A
Relationship Which Gross Beyond Cusomer Service, Journal of
Total Quality Management
Kaplan, R S and Norton, 1996, Translating Strategy into Action, The
Balanced (Harvard Business School Press, Boston, MA)
153
Katu, 1995, dalam Pannen, P. (2000). Konstruktivisme dalam
pembelajaran, seni
mengajar di perguruan tinggi. Jakarta:
PAU-PPI. Universitas Terbuka.
Kayhan Tajeddini, 2006, Examinimg the effect of Market orientation on
Innovativeness, Journal of Marketing Management
Keats, B.W., and Hitt, M.A., 1988, “A Casual Model of Linkages Among
Environmental Dimensions Macro Organization Characteristics.
Keillor,
Parker
dan Pettijohn,
2000, Relationship-Oriented
Characteristic and Individual Sales Person Performance,
Managers, Journal of Business and Industrial Marketing
Keegan, W. (1995) Manajemen pemasaran global, (terjemahan), edisi
revisi, jilid I, Jakarta: PREHALLINDO.
Kementrian Koperasi dan UKM, 2009, Peran Koperasi dan Usaha Kecil
dan Menengah dalam Pembangunan Nasional
Kim, IS and Arnold, 1993, Operational Manufacturing Strategy-an
Exploratory Study of Concept and Linkage, International
Journal of Nation Mid Productionand Management
Kim, E., dan Tadisina, S., 2003. Customer’s Initial Trust in E-Business:
How to Measure Customer’s Initial Trust, Proceedings of Ninth
Americas Conference on Information Systems, pp. 35-41.
King, 1990, The Modelling the Innovation process: an empirical of
approach
,Journal of Organizational & Occupational
Psychology
Kirzner, Israel M, (1979), Perception, Opportunity, and Profitability,
Chicago, III, University of Chicago Press
Kittcel, S, (1995), Corporate Culture, evironmental adaptation, an
innovation adoption: a Qualitative /Quantitative approach,
Journal of the Academy of Marketing Scienceni
Knox, S (2002). The Broadroom Agenda: Developing The Innovatif
Organisation. Corporate Governance, 2 (1), pp.27-36.
154
Kotha, S dan Nair.A, 1995, Strategy and Environment Determinants of
Performance Evidence from The Japanese Machine Tool
Industry, Strategic Management
Journal
Kotter and Hesket, 1992, Corporate Culture and Performance, New
York, The
Free Press
Lado, N, and Maydeo-Olivares, A, (2001), Exploring the link betwen
market orientation
and innovation in the European and US
Insurance
Markets,
International Marketing
Review
Lambin dalam Augusty, 2000, Manajemen Pemasaran : Sebuah
Pendekatan
Strategik, Program
Magister Manajemen
Universitas Diponegoro.
Langlois, 1995, Capabilities and Coherence in Firm and Markets, dalam
Montgomery, C,A,
(ed), Resourced-Based and Evolutionary
Theories of
the Firm: Toward a Synthesis, Boston: Kluwer
Landes, David, 1999, The Wealth and Poverty of Nation: Why Some Are
So Rich
and Some So Poor, New York
Lant, Theresa K., & Mezias, Stephan J. (1990), Managing Discontinuous
Change: A
Simulation Study of Organizational learning and
Entrepreneurship.
Strategic Management Journal,
11 147-179
Lawrence S.Silver, Sean Dwyer, and Bruce Alford, 2006, Learning and
Performance Goal Orientation of Salespeople Revisited : The
Role of Performance and Performance Avoidance
oreintation, Journal of Personal Selling and Sales Management
Lee, .J. dan D. Miller. 1996. "Strategy. Environment and Performance
in
TwoTechnological
Contexts:
Contingency
Theory in
Korea",Organization Studies, 17 (5) : 729
– 750.
Leonard-Barton, D, (1992), Core Capabilitas and Core Rigidities: A
Paradok In
Managing New Product
Development,
155
Strategic Management Journal
Levintal, Daniel A, & March, James G (1993), The Myopia of learning
Management Strategic Journal
Levitt, Barbara, &March, J.G. (1988), Organizational Learning, Annual
Review of
Sociology
LI and Calantone, 1998, Learning Orientation, Firm Innovation
Capability, and Firm
Performance , Industrial Marketing
Management
Liebeskond, Julia Porter, (1996), Knowledge, Strategy, and the Theory
of
TheFirm
Strategic Management Jornal, 17
(Winter Special Issue), 93-10
Lippman, S.A. & Rumelt, R.P. (1982), Un certain Inimitability, Bell
Journal of
Economic, 13, 418-38
Lucas, B.A dan Hutt (1996). The Effect Of Market Orientation On
Product
Innovation.
Journal Of Academy Of
Marketing Science, 28 (2).pp. 239-247.
Lumpkin dan Lichtenstein BB, 2005, The Role of Organzational
Learning in the
Opportunity- recognition
Process,
Entrepreneurship Theory & Practise
Luo, Yadong, 1999, Environmental Strategy –Performance Relation in
Small Business in China : A Case of Thownship and Village
Enterprise in Southern China , Journal of Business Management
Luthan S, F, 1995, Organizational Behaviour New York USA Mc GrowHill Inc
Mahoney, Yoseph T, (1993), The Management of Resources and
Resource of
Management, Journal of Business Research
33, 91-101
Martin Radenkers., 2005, “Corporate universities: driving force of
knowledge innovation”, Journal of Workplace Learning; 2005;
17, 1/2; ABI/INFORM Global,
156
Mark Antony Farrel, 2002, Are Market Orientation, and Learning
Orientation
Necessary
for
Superior
Organizationes
performance, Journal of MarketFocused Management
Mark Antony Farreel, Market Orientation, 2008, Learning Orientation
and
Organizational Performance in International join
Ventures, Asia Pasifik Journal of Marketing
Maslow, 1954, dalam Panji A, 2001, Psikologi Kerja, Rineka, Jakarta
Malthouse and Blattberg, 2005, dalam William E Baker and James M
Sinkula, 2007, Does
Market
Orientation
Facilitate
Balanced Innovation
Program An
Organizational
Learning Perpective,
Product Development and Management
Association
Matsuno, Ken, Mentzer, John T, Ozsomer, Aysegul, 2002, The effect of
entrepreneurial Proclivity and Market Orientatioan on Business
Performance, Journal of Marketing
Mascitelli, T.P, and Lyles, M.A, (2000), From Experience harnessing
tacit knowledge to achieve breakthrought innovation, Journal of
Product Innovation Management
Mavondo, (2005), Learning Orientation and
orientation, European Journal of Marketing
Market
McAdam, R.G. Armstrong Dan B Kelly (1998). Investigation Of
TheBetween
Total Quality And Innovation: A Research Study
Involving
Small Organizations. European Journal Of
Innovation Management,13.
Mayer, R.C., Davis, J. H., dan Schoorman, F. D., 1995. An Integratif
Model of
Organizational Trust, Academy of Management
Review, 30 (3): 709-734.
Mukherjee, A., dan Nath, P., 2003. A Model of Trust in Online
Relationship
Banking, International Journal of Bank
Marketing, 21 (1): 5-15.
157
M.Kreiser, Louisd, Marino, K Mark Weaver, 2002, Assessing t he
Psychometrick of the Entrepreunerial Orientation Scale:
A Multycountry Analysis, Entrepreunership Theory
McClelland, D. C. 1961. Thee Achieving Princeton, NJ: Van
Nostrand.
McGill, Michael E, & Slocum. John W, (1992), Management
Practise
In Learning, Organizational Dynamic
McCann, J.E., 1991, Pattern of Growth, Competitive Technology, and
Financial
Strategis young Ventures, Journal of Business
Venturing
Mc Kee & Conant, 1992, An Organizational Learning Approach to
Product
Innovation, Journal of Product Innovation
Managemet
Megginson, W.I. Byrd, M.J, Scott, C.R (fail Megginson,
L.C. (1994).
Sma -ll Business Management. Burr
Ridge, Illinois: Irwin.
Merrill & Reid, 1981, Mila Faila Sufa, (2006), Strategi Peningkatan
kerja perusahaan
sebagai upaya menjamin
Kepuasan
pelanggan
Menon, Anil, Sundar G. Bharadwaj, P Phani Tej Adidam and Steven W.
Edison, (1999), Antecedents and Consequences : of Marketing
Strategy Making : A
Model and
a test”, Journal of
Marketing, 18 April,
18-40.
Miller, Danny. 1991. "Stale in the Saddle: CEO Tenure and the
Match between Organization and Frivironment". Management
Science 37: 34 - 52.
Mila Faila Sufa, (2006), Strategi Peningkatan kerja perusahaan sebagai
upay menjamin Kepuasan pelanggan, Jurnal Ilmiah Teknik
Industri Vol.5, no 2
UMS
158
Mishra, S. N., K. Sharma and N. Sharma. 1984. Participation and
Development, NBO
Publisher’s Distributor. New Delhi.
Mohamed A.K. Mohamed, 2002 , Assesing determinants of
departemental Innovation
An
exploratory
multi-level
approach, Assessing Departemantal Innovation
Morgan, Robert M & Hunt Shelby D, 1994, The Commitment-trust
theory of Relationship Marketing, Journal of Marketing
Morgan, R.M. dan Minner (1997). The Commitment-trust theory of
Relationship Marketing . Journal of Marketing. Vol. 58. No.3,
pp.20-38.
Moorman, Christine & Miner, Anne S, (1997), The Impact of
Organization Memory on
New Product Prformance and
Creativity, Journal of Marketing
Research
Mullen, and Lyles,1993, Toward Improving management devolopment’s
contribution to organizational learning, Human Resouces
Planning
Mulhern, 1995, The SME Sector: A Broad Perspective, Journal of Small
Business
Management
Munandar AS, 2003, Learning Organization dan penerapannya dalam
dunia usaha , Makalah seminar Indusri Kolokium di Makasar
Murphy, G.B., et al., 1996, Measuring Performance in Entrepreneurship
Research,
Journal of Business Research
Murphy, G. B. dan Blessinger, A. A., 2003. Perceptions of No-name
Recognition
Business
to
Consumer
E-Commerce
Trustworthiness: The Effectiveness of Potential
Influence
Tactics, Journal
of High Technology Management
Research
Myers dan Marquis, 1969., Succesfull Industrial Innovation, Nation
Science
Foundation
Nasution, Hanny, N. (2005). Inovasi Organisasi: Konsep Dan
159
Pengukuran.
Usahawan No. 09 Th XXXIV. September 2005.
Narver, J, C, & Slater, S, F, (1990), The Effect of a Market Orientation
on
Business
Profitability, Journal of Marketing
Nelson, Richard R, & Winter, Sidney G, (1982), An Evolutionary
Theory of
Economic Change, Cambrige, Massachusetts;
Harvard University
Press
Nystrom, Harry, (1990), Organization Innovation, In West, Michael A
& Far, James L (ed), Innovation and Creativity at Work:
Psychological and Organization
Strategies, New york
Nonaka, Ikujiro, (1994), The
knowledge
Creation,
Dynamic Theory Organizational
Organiational Science
Notoatmodjo S,1997, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-prinsip Dasar,
Jakarta: PT
Rineka Cipta
Osterloh, M and Frey B, (2000) , Motivation, Knowldge transfer, and
Organizational form, Organ, Sei,
Ozanne, 1985, dalam Nasution, Hanny, N. (2005). Inovasi Organisasi:
Konsep Dan
Pengukuran. Usahawan No. 09 Th XXXIV.
September 2005.
Pablo Javier Crespell (2007), Organizational Climate and Innovativeness
in the Forest
Product Industry, A Dissertation, Oregan State
Uneversity
Pam Schiller & Tamera Bryant, 2002, dalam Jurnal Pendidikan, Vol.6,
No.2, September 2005,
Paparoidamis, 2005, dalam Pablo Javier Crespell (2007), Organizational
Climate and
Innovativeness in the Forest
Product
Industry, A Dissertation, Oregan State Uneversity
Pedler, dkk, dalam Dale M, 2003, Developing Management Skill
(terjemahan ) Jakarta, PT Gramedia
160
Pelham, Alfred M , 1997, Mediating Influences of The Relation Betwen
Market
Orientation and Profitability in Small Industries
Firms, Journal of Business
Research
Penrose, Edith Tilton, (1952), Biological Analogies In The Theory of
The
Firm, The
American Economic Review
Penrose, Edith Tilton, (1959), The Theory of the Growth of the Firm,
New York: John
Wiley & Sons, Inc
Pfefer, Jeffry & Salancik, Gerald R, (1978), The External Control of
Organizational New
Peter, .J. Paul. 1985. thirkelinq Management, Prentice Hall, New York
.Peteraf
M.A.
1993.
lie
cornerstones
of
competitive advantage:resource
based view".
Strategic Management Journal 14. 179-191
Porter, Michel, (1985), Competitive Adantage; New York: The Free
Press
Prahald, C, K, & Hamel, G, (1990), The Core Competence of the
Corporation, Harvard Business Review
Reichheld and Sasser (1990), Nasution, Hanny, N. (2005). Inovasi
Organisasi:
Konsep Dan Pengukuran. Usahawan No. 09 Th
XXXIV. September 2005.
Riegelsberger, J., Sasse, M. A., dan McCarthy, J. D., 2003. The
Researcer’s
Dilemma: Evaluating Trust in ComputerMediated Communication,
International Journal of
Human-Computer Studies, 58: 759-781.
Revati Subramaniam, 2005, A Multivariat Study of the relationship
between
Organizational
Learning,
Organizational
innovation and Organizational Climate in the Australian Hotel
Industri
Rianto, Y,dkk, 2004, Studi Dinamika Proses Teknologi Transfer di
Industri
Manufaktur, LIPI
161
Ricardo, D, (1817), Principles of Political Economy & Ta.xation, J,
Murray,
London and
Sustainable
Competitive
Advantage, Academy of Management Review
Rijamampianina, R, Abrat, R & February, Y, 2003, A Framework for
concentric
Diversification Trough Sustainable Competitive
Advantage, Management
Decision
Robert, P,Amit, (2003), The Dynamics of innovative activity and
Competitive: The
Case of Australian retail banking
Rogers, (1985), Diffusion of Innovation, New York : Free Pess
Romijin, H, and Albaladejo, M, (2002), Determinant of innovation
capabilitas in small electronic and software firm in southest
England, Research Policy
Rotharmael, Frank T, (2001), Incumbent Advantage Through Exploiting
Complementary Asset Via In terfirm Cooperation Strategic,
Management Journal
Ruekert, R.W, (1992), Developing a market orientation and
organizational Strategy perspective, International Journal of
Marketing
Rumelt, Richard P, & Wensley, Robin, (1981), In Search of The Market
Share Effect, Academy of Management Proceedings, K Chung,
edSheridan Press, Hanover
Rumelt, Richard P, & Wensley, Robin, (1984), Toward a Strategic
Theory ofThe Firm, In Competitive strategic Management,
Robert Lamb, ed, Prentice Hall, Englewood Cliffs
Schein, Edgar H, (1993), How Can Organization Learn Faster ? The
Challenge The of Entering the Green Room, Sloan
Management Review (Winter), 85-92
Schein (2004), Organizational Culture and Leadership , Jossey Bass
Schhendel, D, 1994, Introduction to Competitive Organizational
Behaviour, Toward
and Organizational Based Theory of
162
Competitive Advantage, Strategic
Management Journal
Schumpeter, JA. 1934, Theory of Econimic Development, Harvard
University Press,
Cambridge, MA
Schumpeter, JA, 1942, Capitalisme, Socialism, and Democrasy, Harper,
New York
Schurr, Paul & Ozanne, Julich, 1985, Influence on exchange Prosessor:
Buyer”s
Perception of a Seller”s Trustworthines and
Bargaining Toughness, Journal of
Consumer Research
Scarborough dan Zimmerer, 2000, Effective Small Business
Management, An
Entrepreneurial Approach, New Jersey,
Prentice Hall
Scott
and Einstein, 2001, Determinan of Innovatie
Behaviour: A Path Model of Individual Innovation
in the Workplace
Selnes, Fred, Jaworski, Bernad J, and Kohli, Aay K, 1997, Market
Orientation in USA, and Scabdanavian Companies, A CossCultural Study, Cambridge, MA,
Marketing
Science
Institute Report
Senge, Peter, 1990, The Leaders New Work, Building Learning
Organization, Sloan
Management Review
Senge, and Carted Goran, 2001, Inovating Our Way to Next Industrial
Revolution,
Sloan Management Review
Selo Soemardjan (1964), dalam Soerjono Soekanto (1982), Sosiologi
Suatu Pengantar, , Edisi baru kesatu , penerbit : CV Rajawali
Djakarta :
Shapiro, Bensonp, 1988, What The Hell is Marketing Orientied, Harvard
Busines Review
Sharma dan LaPlaca, 2005, The Impact of Communication Effectiveness
and Service
Quality on Relationship Commitment in
Consumer, Proffesional Service, Journal of Service Marketing
163
Shespeiord. David C, Ridnour Rick, E, and Lassk F.G, (2001), An
Exploratory
Assesment
of Sales Culture Variabel :
Strategic Implication within
The Banking Industry, Journal
of Personal & Sales Management
Sheth, Jagdish, 1976, Buyer-Seller Interaction : A Conceptual
Framework, Advances in Consumer Research
Sheth and Parvatiyar (1992), Toward a Theory of Business Alliance
Formation,
Scandinavian International Business Review
Sherwel, Conin & Bullard 1994, Relation Exchange in Service : an
Empirical
Investigation of on Going Customer Service –
Provider Relationship, International Journal of Service
Shipton et al. 2005, Organizational Learning- The key to Managemen
Inovation,
Sloan management review
Sinkula, J.M (1994), Market Information Processing and Organizational
Learning,
Journal of Markeing, 58 35-45
Sinkula, James M, Baker, William & Noordewier D (1997), A
Framework for Maket Based Organizational Learning :
Linking Values,
knowledge and Behavior, Journal of
Academy of Marketing Science. 25 (Fall), 305-318
Slater, Stanley F, (1995), Learning to Change, Business Horizons
(November/Desember), 13 .79-86
Slater, Stanley F(1996), The Challenge of Sustaining Competitive
Advantage,
Industrial Marketing Management, 25.79-86
Slater, Stanley CF & Narver, J.C. (1994) Does Competitive Environment
Moderate The MarketOrientation-Performance Relationship,
Journal of Marketing , 58 (januari ) 46-55
Slater, Stanley F & Naever, J. C (1995), Market Orientation : It’s only a
Star, Journal of Marketing (Juli ) 63-74
Slater, S.F.dan Narver, J.C. (1995), Market Orientation And The Learning
Organization
on Journal Of Marketing, Vol. 59, (July), Pp.
164
63-
74
Slater, Stanley F & Naever, J. C (1995), Market Orientation Isn’t
Enough: Build a Learning Organization, Report No, 94-103,
Cambridge, MA,
Marketing Science Institute Report
Sjaifudian, Haryadi, D dan Newspivati, 1995, Strategi dan Agenda
Pengembangan Usaha kecil, Bandung, Akatiga
Smallbone, David, (1995), The Survival, Grow and Support Need
Manufacturing SMEs In Poland
and The Baltic States:
Developing A Research Agenda, A
Paper Presented to a
Seminar at University of Lodz Poland
Sood and Tellis, 2005, Technological Evolution and Radial Innovation,
Journal of
Marketing
Spiro
dan Weitz, 1990,
Measurement and
Marketing Research
Adaptive Selling: Conceptualization
Nomiligical Validity, Journal of
Srinivasan, Lilien, and Rangaswamy, 2002, Technological Opportunism
and Radical
Technologi Adoption; An Application to E
Business, Journal of Marketing
Starbuck, William H, (1976), Organization and Their Enviroment, In
Handbook of
Industrial and Organizational Psychology,
MD, Dunette, ed,
New York; Rand McNally
Starbuck, William H, & Hedberg, Bo L,T, (1977), Saving An
Organizational From a Stagnating Environment. In Strategy
and Structure Equal Performance,Hans B, Thorelli,
ed,
Blooming: Indiana University Press
Stata,
1989, dalam Hurley and Hult, 1998, Inovation Market and
Organizational Learning : An Integration
and
Empirical
Examination, Journal of Marketing.
Sugiono, 1999, Metode Penelitian Bisnis, Penerbit CV Albeta Bandung
165
Soewardi Poedjosapoetro, 1986, Komunikasi Bisnis, Sinar Baru,
Bandung
Swan, John F E & Nolan, J, 1985, Gaining Customer Trust : a
conceptual guide for
the salesperson, Journal of Personal
Selling and Sales Management
Taylor, Paul W, “Introduction What is Morality” dalam Paul W. Taylor
(ed) Problems of Moral Philosophy an Introduction to Ethics
(California: Dickenson Publishing Company Inc., 1967, dalam
Soerjono Soekanto (1982), Sosiologi Suatu Pengantar, , Edisi
baru kesatu , penerbit : CV Rajawali Djakarta
Teece, David J, Pisano, Gary, & Shuen, Amy, (1997), Dynamic
Capabilities
Creative Actions in Organizations, Cameron
ford and Dennis Gioia, eds. Thousans Oaks, CA: Sage
Publications, 77-87.
Thomas M. Hult (1998), “Inovation, Market Orientation, and
Organizational Learning: An Integration and Empirical
Examination,” Journal of
Marketing, 62 (July), 42-54.
Tien-Shang Lee, (2005), The Effect of business operation mode on the
Market Orientation, LearningOrientation and innovativeness,
Industrial Management
Tippin and Sohi, 2003, It Competency and Firm Performance : Is
Organizational Learning a Missing Link, Strategic Management
Journal
Tjetjep Rohendi, 2002, dalam paparan Kemasan tradisional makanan
sunda bahasan dalam perpektif Antropologi Budaya, 2001
Tony Fu-Lay Yu, 2001, Toward a Capabiliti perspective of the Small
firm
Owner/Manager, International Journal of Management
Review
Tsai Wenpire, ( 2001) Knowledge Transfer in Organizational Net Work.
Effect of
Net
Work Position
and
Abserfative
Capacity on Business Unit
Innovation an Performance ,
166
Academy of Management Journal.
Tsung-Chi Liu, 2007, Customer Retention and Cross Buying in The
Banking Industry An Integration of Service Attribute,
Satisfaction and Trust, Journal of
Financial Marketing
Tushman, M.L, and Anderson, P, (1986), Technological discontinuities
and
Organizational Environments, Admintration
Thurau, 2000 , Introduction: Technologi, Organization & Innovaton,
Administrative Science Quarterly
Ulrich, D and Eppinger, 2000, A New Mandate for Human Resources ,
Harvard
Business Review
Utterback, 1994, Mastering the Dynamics of Innovation, Boston:
Harvard Business
Press
Van Maanen and Schein ( 1979), Toward a Theory of Organizational
Socialization, Research on Organizational Behaviour
Vanny, 2000, Pilihan Strategi Unggulan Perusahaan Industri Manufaktur
Kecil dan Menengah (IMKM) (Studi Kasus : Beberapa
Perusahaan IMKM di Jawa Timur), Usahawan, No. 07 TH
XXXI Juli
Venkatraman and Ramanujan, (1987), Measurement of Busines
Performance in Strategy Research, A Comparison of Approaches
Academy of Management
Review
Vesper, 1990, Ned Ventura Strategi, Englewood Cliffs, NJ, Prentice Hall
Victor J Garcia-Marales, Antonia Ruis-Moreno & Fransisco Javier
Llorens-Montes,
2007 , Effect of Technology Absorptive
Capacity and Technology Proacative
on
Organizational
Learning, Innovation, and Performance : An
Empirical
Examination, Technology Analysis and Strategic Management
Vollis, D Cooper, AC, Ginicno-Gaston, P-J dan Woo, C.Y, 1998, Initial
Human and Capital Financial Predictor of New Venture
Performance, Journal of Busines
167
Von Hippel, Eric, 2005, Democrating Innovation, Cambridge, MA : MIT
Press
Voss , G.B., and Voss Z.G., 2000, Strategy Orientation and Firm
Performance in an
Artistic
Environment,
Jounal
of
Marketing
Vossen, 1998, Relative Strength and Weaknesses of Small Firm in
Innovation,
International Small Business Journal,
Walker, Orville C. and Robert W. Ruekert (1987), “Marketings Role in
the
Implementation of Business Strategies: A Critical
Review and Conceptual Framework, Journal of Marketing
Wand ,D,Chin, H.O, and Lee Ahmed, (2003), Determinan of firm
innovation of Singapore, Technovation
Webster, 1992, The Changing Role of Marketing in the Corporation,
Journal of
Marketing
Weitz, Sujan dan Sujan, 1986, Knowledge, Motivation, and Adaptive
Behavior : A
Framework Importing Selling Effecttiveness ,
Journal of Marketing
Wernerfelt, Birger, (1984), A Resources-based View of the Firm,
Strategic
Management Journal
West, Michel A and Farr, James L, (1990), Innovation at Work, in West,
dalam Michael A and Farr, James L, (ed)
Welch, 2001, The Learning Organization : Lossing the Luggage in
Transit, Journal
of European Industrial Trainning
William Baker, James F Sinkula, 1999, Learning Orientation, Market
Orientation,
and Innovation, : Integrating and Extending
models of Organizational Performance, Journal of Market
Focused Management
William E Baker and James M Sinkula, 2007, Does Market Orientation
Facilitate Balanced Innovation Program
An Organizational
Learning Perpective,
Product Development and Management
168
Association
Wina Senjaya. 2008. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Prose
Pendidikan.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Wood, 1995, Orgizational Memory, Academey of Management Review
Wu& Wu, 2005, dalam Setiawan Sabana, 2007, Nilai Estetika pada
kemasan makanan tradisional Yogyakarta, ITB
Yap & Sounder, 1994(Vanny, 2002), Pilihan Strategi Unggulan
Perusahaan Industri
Manufaktur Kecil
dan Menengah
(IMKM) (Studi Kasus : Beberapa
Perusahaan IMKM di
Jawa Timur), Usahawan, No. 07 TH XXXI Juli
Zaltman, Gerald, 1973, Knowledge Utilization a Planned Sociall
Change, in
Knowledgee Sumiye Konoshima, eds. Boulder,
CO: The Westview
Zahra et al, 2000, dalam Yaqin, Nurul. 2003. Pengaruh Beberapa
Variabel Budaya
Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan
Pada PT. Petrokimia Gresik,
Tesis: Program Pascasarjana
Universitas Brawijaya. Tidak dipublikasikan.
169
BIODATA
Dr. Dra. Sulistiyani, MM, lahir di
Semarang 20-10-1963.
Pendidikan S1 Universitas 17 Agustus 1945 th.1991. Pendidikan S2 di
Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang th 2000. Kemudian
pendidikan doktoral pada Program Doktor ilmu Ekonomi Universitas
Diponegoro Semarang th 2012.
Menjadi dosen pada Fakultas Ekonomi Universitas 17 Agustus
1945 untuk matakuliah:1.
Manajemen Pemasaran; 2 Metodologi
Penelitian;3 Perilaku Pasar; dan 4 Seminar Pemasaran.
Penelitian yang sudah dilakukan antara lain : Kemampuan
Berinovasi dan kinerja UKM di kota Semarang - 2006; Kreativitas
Program Pemasaran dan Kinerja UKM di kota Semarang - 2006;
Pengembangan model Penilaian Kerja dosen PTS di kota Semarang 2007; Pengembangan model Kinerja Pemasaran melalui Orientasi
Pembelajaran dan Ketrampilan pada usaha mebel di Klaten - 2012.
Beberapa tulisan/ Artikel Ilmiah yang sudah dipublikasikan antara
lain : Pengembangan model Penilaian Kerja dosen PTS di kota Semarang,
2007 ; Pengaruh Kemampuan Manajerial, Kreatvitas Program Pemasaran
dan Kemampuan Berinovasi terhadap Kinerja UKM dikota Semarang,
2010 ;Pengembangan model Kinerja Pemasaran melalui Orientasi
Pembelajaran dan Ketrampilan pada usaha mebel di Klaten, 2013;
Pengaruh Orientasi Pasar dan Kreativitas Program Pemasaran Terhadap
Kinerja UKM di Semarang, 2013
170
Download