UNIVERSITAS INDONESIA INTERAKSI NEUTRINO DENGAN ELEKTRON DI ATMOSFIR SUPERNOVA TESIS LISTIANA SATIAWATI 0906576561 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI MAGISTER FISIKA DEPOK APRIL 2011 Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 UNIVERSITAS INDONESIA INTERAKSI NEUTRINO DENGAN ELEKTRON DI ATMOSFIR SUPERNOVA TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains LISTIANA SATIAWATI 0906576561 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI MAGISTER FISIKA KEKHUSUSAN FISIKA MURNI DAN TERAPAN DEPOK APRIL 2011 Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama : Listiana Satiawati NPM : 0906576561 Tanda Tangan : Tanggal : ii Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 HALAMAN PENGESAHAN Tesis ini diajukan oleh : Nama NPM Program Studi : : : Listiana Satiawati, 0906576561, Magister Fisika, Judul Tesis : Interaksi Neutrino dengan Elektron di Atmosfir Supernova. Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Magister Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia DEWAN PENGUJI Pembimbing : Dr. Drs. Anto Sulaksono M.Si. (......................................) Penguji : Dr. Drs. Terry Mart (......................................) Penguji : Dr. rer. nat. Agus Salam S.Si., M.Si. (......................................) Penguji : Dr. Imam Fachruddin (......................................) Ditetapkan di Tanggal : Depok : 26 April 2011 iii Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 Kata Pengantar Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur kehadirat Alloh swt atas semua rohmat dan hidayahnya, sehingga saya dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Interaksi Neutrino dengan Elektron di Atmosfir Supernova” ini. Sholawat dan salam saya panjatkan kepada nabi Muhammad saw beserta keluarga dan sahabatnya. Dalam menyelesaikan tesis ini tentunya tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dorongan dan do’a dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada : • Yang saya hormati dosen pembimbing tesis : Bpk Dr. Drs. Anto Sulaksono M.Si. • Dosen-dosen penguji tesis : Bpk Dr. Drs. Terry Mart, Bpk Dr. rer. nat. Agus Salam S.Si., M.Si. dan Bpk Dr. Imam Fachruddin. • Dosen pembimbing akademik dan ketua sidang tesis : Bpk Dr. Drs. Dedi Suyanto. • Kakanda Ir. H. Prasetyo serta anak-anak, Ilmi Hayyu Dinna S.T., Ridho Abdillah dan Sulthon Abdurrosyid. • Ayahanda Soejatno, ibunda Sri Patmah serta saudara-saudara : mbak Yul, mbak Yanni, mas Agus dan dik Putra. • Bapak Suparman, bapak Samidi, mbak Ratna cs dan bapak Samroni. • Teman-teman seperjuangan: bu Sofie, bu Dina, pak Encu, pak Habib, pak Asmi, pak Agus j., pak Mufti, sdr Azis dll. Saya menyadari bahwa pengetahuan dan kemampuan saya masih sangat terbatas. Namun saya berharap tesis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Untuk itu, saya mengharapkan saran dan koreksi dari pembaca. iv Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 v Akhir kata, semoga Alloh swt berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tesis ini. Terimakasih Depok, 27 April 2011 Penulis Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama NPM : Listiana Satiawati : 0906576561 Program Studi Departemen Fakultas : Magister Fisika : Fisika : Ilmu Pasti Dan Ilmu Alam Jenis Karya : Tesis demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Interaksi Neutrino dengan Elektron di Atmosfir Supernova beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagi pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal :................... Yang menyatakan (Listiana Satiawati) vi Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 Abstrak Nama : Listiana Satiawati Program Studi Judul : Magister Fisika : Interaksi Neutrino dengan Elektron di Atmosfir Supernova Telah dihitung polarisasi, penampang lintang diferensial dan jalan bebas rata-rata pada interaksi neutrino-gas elektron dengan mempertimbangkan faktor bentuk elektromagnetik neutrino, untuk temperatur berhingga. Faktorfaktor yang dipertimbangkan pada perhitungan adalah retardasi, detail balans dan Pauli bloking serta anti partikel. Efek banyak benda masuk dalam perhitungan polarisasi melalui pendekatan korelasi fase random ( random phase approximation ) dan massa foton efektif. Hasil yang didapat digunakan untuk mempelajari interaksi neutrino dengan materi pada atmosfir supernova. Hasil penelitian ini menunjukkan seberapa besar pengaruh faktor-faktor temperatur, kerapatan elektron, momen dipol neutrino, jari-jari muatan neutrino, korelasi random phase approximation, massa foton efektif dan koreksi relativitas umum pada jalan bebas rata-rata neutrino pada atmosfir supernova. Kata kunci : xiv+125 halaman : Daftar Pustaka : neutrino, efek materi dan temperatur, atmosfir supernova. 21 gambar; 3 tabel 34 (1974-2011) vii Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 Abstract Name : Listiana Satiawati Program Study Title : : Magister Fisika Neutrino Interaction with Electron in Supernova Atmosphere The polarizations, differential cross section and mean free path of neutrinoelectron gas interaction have been calculated by taking into account the neutrino electromagnetic form factor, for finite temperature. The retarded, detailed balance, Pauli blocking and anti-particle factors have been also taken into account in the calculations. Many-body effects enter into polarizations calculations through random phase approximation correlation and photon effective mass. The results are used to study the interaction of neutrino with matter in supernova atmosphere. It has also shown how large the influence of temperature, electron density, neutrino moment dipole, neutrino charge radius, random phase approximation correlation, photon effective mass and general relativity correction in mean free path at supernova atmosphere. Keywords : neutrino, temperature and matter effect, supernova atmosphere. xiv+125 pages Bibliography : 21 pictures; 3 tables : 34 (1974-2011) viii Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 Daftar Isi Abstrak vii Daftar Isi viii Daftar Gambar xii Daftar Tabel xv 1 Pendahuluan 1.1 1 Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 2 Teori 4 2.1 Supernova . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4 2.2 Neutrino . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7 Masalah Neutrino Matahari ( Solar Neutrino Problem ) . 8 2.3 Neutrino Supernova . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 9 2.4 Interaksi Neutrino dan Elektron . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11 2.2.1 2.4.1 Hamburan Neutrino dan Elektron di Vakum . . . . . . 14 2.4.2 Hamburan Neutrino dan Elektron di Medium . . . . . 19 2.4.3 Jalan Bebas Rata-rata . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 31 3 Hasil dan Pembahasan 32 3.1 Pendekatan Respon Linier ( linear response ) . . . . . . . . . . . 32 3.2 Random Phase Approximation ( RPA ) dan Massa Foton Efektif ( MPE ) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 43 3.3 Aplikasi pada Atmosfir Supernova . . . . . . . . . . . . . . . . 45 4 Kesimpulan 50 ix Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 x Lampiran 52 A Hamburan Neutrino dengan Elektron di Vakum 53 A.1 Kontribusi Interaksi Lemah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 53 A.1.1 Tensor Elektron Interaksi Lemah . . . . . . . . . . . . . 53 A.1.2 Tensor Neutrino Interaksi Lemah . . . . . . . . . . . . . 56 A.2 Kontribusi Interaksi Elektromagnetik . . . . . . . . . . . . . . 57 A.2.1 Tensor Elektron Interaksi Elektromagnetik . . . . . . . 57 A.2.2 Tensor Neutrino Interaksi Elektromagnetik . . . . . . . 58 A.3 Kontribusi Interferensi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 58 A.3.1 Tensor Elektron Interferensi . . . . . . . . . . . . . . . . 59 A.3.2 Tensor Neutrino Interferensi . . . . . . . . . . . . . . . 60 B Polarisasi 61 B.1 Polarisasi Vektor ( Vector Polarization ) . . . . . . . . . . . . . . 67 B.1.1 Polarisasi Longitudinal ( Longitudinal Polarization ) . . . 70 B.1.2 Polarisasi Transversal (Tranverse Polarization) . . . . . . 77 B.2 Polarisasi Aksial (Axial Polarization) . . . . . . . . . . . . . . . . 82 B.3 Polarisasi Vektor-Aksial (Vector-Axial Polarization) . . . . . . . 84 C Pembuktian Fµν (p, p + q) = Fµν (p, p − q) 90 D Tensor Neutrino 92 D.1 Interaksi lemah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 92 D.2 Interaksi Elektromagnetik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 93 D.3 Interferensi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 94 E Kontraksi Bagian Vektor, Vektor-Aksial dan Aksial 96 E.1 Bagian Vektor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 96 E.2 Bagian Vektor-Aksial . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 97 E.3 Bagian Aksial . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 99 F Kontraksi Interaksi Lemah 101 F.1 Bagian Vektor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 101 F.2 Bagian Vektor-Aksial . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 104 F.3 Bagian Aksial . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 105 Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 xi F.4 Total Kontraksi Interaksi Lemah . . . . . . . . . . . . . . . . . 106 G Kontraksi Interaksi Elektromagnetik 107 H Kontraksi Interferensi 111 H.1 Bagian Vektor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 111 H.2 Bagian Vektor-Aksial . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 113 H.3 Total Kontraksi Interferensi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 114 I Random Phase Approximation (RPA) 115 I.1 Polarisasi Transversal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 115 I.2 Polarisasi Vektor-Aksial . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 116 I.3 Polarisasi Aksial . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 117 I.4 Polarisasi Longitudinal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 118 Daftar Acuan 122 Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 Daftar Gambar 2.1 Supernova dan bintang neutron (Nasa 2011). . . . . . . . . . . 4 2.2 Left handed neutrino dan right handed anti-neutrino. . . . . . 9 2.3 data dari referensi (Keil & Janka 2003). . . . . . . . . . . . . . . 10 2.4 Diagram Feynman untuk interaksi neutrino dengan elektron melalui (a) arus netral dan (b) arus bermuatan. . . . . . . . . . 16 2.5 Diaram Feynman untuk interaksi neutrino dengan elektron melalui interaksi elektromagnetik. . . . . . . . . . . . . . . . . 17 2.6 Distribusi partikel fermion untuk temperatur nol dan berhingga, dengan f(ǫ) adalah fungsi distribusi Fermi-Dirac, ǫ energi partikel, µ potensial kimia partikel dan T temperatur. . . . . . 21 3.1 Perbandingan polarisasi longitudinal ( ΠL ), transversal ( ΠT ), aksial ( ΠA ), dan vektor-aksial ( ΠV A ) untuk kerapatan elektron tetap tetapi dengan temperatur bervariasi. ( T1 = 0 MeV, µ1 = 50 MeV, T2 = 20 MeV, µ2 = 26.79 MeV, T3 = 40 MeV, µ3 = 7, 88 MeV, T4 = 60 MeV, µ4 = 3.52 MeV, Ev = 10 MeV, 3.2 |~q| = 5 MeV ). . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 33 Perbandingan penampang lintang diferensial interaksi lemah, elektromagnetik, interferensi dan total untuk T = 0 MeV. ( µ = 50MeV, |~q| = 5 MeV, Ev = 10 MeV, Rν = 5.10−6 MeV−1 , µν = 10−10 µB ). . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 34 3.3 Perbandingan penampang lintang diferensial interaksi lemah, elektromagnetik, interferensi dan total untuk T = 40 MeV. ( µ = 7, 88 MeV, |~q| = 5 MeV, Ev = 10 MeV, Rν = 5.10−6 MeV−1 , µν = 10−10 µB ). FDB : Faktor detailed balance, FPB : Faktor Pauli blocking. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 35 xii Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 xiii 3.4 Perbandingan penampang lintang diferensial ( T0 = 0 MeV, µ0 = 50 MeV, T1 = 20 MeV, µ1 = 26, 79 MeV, T2 = 40 MeV, µ2 = 7, 88 MeV, T3 = 60 MeV, µ3 = 3, 52 MeV, |~q| = 5 MeV, Ev = 10 MeV, Rν = 5.10−6 MeV−1 , µν = 10−10 µB ). . . . . . . . 37 3.5 Perbandingan penampang lintang diferensial ( T1 = 20 MeV, µ1 = 26, 79 MeV, T2 = 40 MeV, µ2 = 7.88 MeV, |~q| = 5 MeV, Ev = 10 MeV, Rν = 5.10−6 MeV−1 , µν1 = 10−10 µB , µν2 = 5.10−10 µB , µν3 = 10−9 µB ). . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 38 3.6 Perbandingan penampang lintang diferensial ( T = 20 MeV, µ = 26, 79 MeV, |~q| = 5 MeV, Ev = 10 MeV, µν = 10−10 µB , Rν1 = 10−9 MeV−1 , Rν2 = 10−11 MeV−1 , Rν3 = 10−12 MeV−1 ). . 39 3.7 Perbandingan tampang lintang dengan variasi kerapatan elektron ( ρ1 = 2112, 713 MeV3 , ρ2 = 8450, 852 MeV3 , ρ3 = 42254, 26 MeV3 , |~q| = 5 MeV, Ev = 10 MeV, Rν = 5.10−6 MeV−1 , µν = 10−10 µB ). . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 40 3.8 Jalan bebas rata-rata neutrino interaksi total terhadap kerapatan elektron dengan variasi temperatur dan energi neutrino datang ( T1 = 10 MeV, T2 = 15 MeV, T3 = 20 MeV, Ev1 = 5 MeV, Ev2 = 7, 5 MeV, Ev3 = 10 MeV, µν = 10−10 µB , Rν = 5.10−6 MeV−1 ). . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 41 3.9 Jalan bebas rata-rata neutrino interaksi total, lemah ( Weak ), lemah + elektromagnetik ( Weak + EM ), terhadap kerapatan elektron ( T = 10 MeV, Ev = 5 MeV, µν = 10−10 µB , Rν = 5.10−6 MeV−1 ). . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 42 3.10 Perbandingan penampang lintang diferensial untuk respon linier, random phase approximation dan massa foton efektif pada Ev = 10 MeV, Rν = 5.10−6 MeV−1 dan µν = 10−10 µB . . . 43 3.11 Perbandingan jalan bebas rata-rata untuk respon linier, random phase approximation dan massa foton efektif pada Ev = 10 MeV, Rν = 5.10−6 MeV−1 dan µν = 10−10 µB . . . . . . . . . . 44 3.12 Perbandingan jalan bebas rata-rata terhadap jari-jari atmosfir supernova untuk respon linier, random phase approximation dan massa foton efektif pada Ev = 5 MeV, Rν = 5.10−6 MeV−1 dan µν = 10−10 µB . Dengan data : RadiiNW dan RadiiGR. . . . 47 Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 xiv 3.13 Perbandingan jalan bebas rata-rata pada atmosfir supernova terhadap temperatur dan kerapatan elektron pada Ev = 5 MeV, Rν = 5.10−6 MeV−1 dan µν = 10−10 µB . . . . . . . . . . . . 48 3.14 Perbandingan jalan bebas rata-rata terhadap jari-jari atmosfir supernova dengan variasi momen dipol neutrino pada Ev = 5 MeV dan Rν = 0 MeV−1 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 48 3.15 Perbandingan jalan bebas rata-rata terhadap jari-jari atmosfir supernova dengan variasi jari-jari muatan neutrino pada Ev = 5 MeV dan µν = 10−10 µB . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 49 Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 Daftar Tabel 3.1 Tabel variasi kerapatan dan potensial kimia elektron. . . . . . 40 3.2 Data : RadiiGR (Keil 2003). . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 46 3.3 Data : RadiiNW (Keil 2003). . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 46 xv Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Interaksi neutrino pada materi panas dan termampatkan ( hot and dense matter) sangat relevan dalam penelitian tentang tingkah laku supernova dari bintang netron. Karena neutrino merupakan sumber informasi yang paling akurat untuk mempelajari mekanisme ledakan supernova (Reddy,S., et al. 1999, Keil 2003). Menurut Standard Model, neutrino adalah partikel yang tidak bermuatan dan tidak bermasa dan berinteraksi hanya dengan interaksi lemah. Tetapi pada kenyataannya, pengamatan experimen maupun sumber-sumber ruang angkasa menunjukkan bahwa neutrino mempunyai massa walaupun sangat kecil, yaitu lebih kecil dari 5.7 eV (Giunti & Kim 2007), mempunyai momen dipol (Daraktcvieva 2003), dan mempunyai jari-jari muatan (Nardi 2002). Sehingga hal ini mengindikasikan bahwa neutrino selain dapat berinteraksi dengan interaksi lemah (weak), juga diasumsikan dapat berinteraksi dengan interaksi elektromagnetik (electromagnetic), dan interferensi (interference) keduanya. Pada penelitian yang terdahulu (Caroline 2004, Parada 2004), sudah dihitung penampang lintang diferensial (differential cross section) dan jalan bebas rata-rata (mean free path) dengan koreksi faktor bentuk elektromagnetik (electromagnetic form factor) untuk berbagai variasi konstituen dari materi pada kasus temperatur nol. Pada tulisan ini, hasil-hasil tersebut akan dikembangkan untuk kasus 1 Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 2 temperatur berhingga, korelasi antar partikel dan massa photon di medium juga diperhitungkan. Untuk kasus temperatur berhingga, faktor retardasi harus ditambahkan pada tensor polarisasi partikel target: R ImΠR αβ → Παβ = tanh q0 × Παβ . 2T (1.1) Juga efek Pauli bloking yang mempengaruhi kemungkinan dari partikel keluar ( out going particle ) diperhitungkan. Efek ini secara signifikan menurunkan harga penampang lintang diferensial neutrino (Reddy,et al. 1999). Hal ini dapat dilihat juga pada gambar 3.3. Selain itu berdasarkan theorema fluktuasi-disipasi ( fluctuation-dissipation theorem ) yang menghendaki invariansi interaksi terhadap inversi ruang, faktor keseimbangan detail ( detailed balance factor ) juga perlu diperhitungkan (Reddy, Prakash, & Lattimer 1998, Horowitz & Wehrberger 1991). Jelas elektron adalah fermion maka pada perhitungan polarisasi elektron untuk temperatur berhingga pada kesetimbangan thermal, digunakan distribusi partikel Fermi-Dirac (Saito, Maruyama, & Soutome 1989, Reddy, Prakash, & Lattimer 1998). Kontribusi anti partikel penting untuk kasus elektron dan untuk kasus potensial kimia jauh lebih kecil dari pada temperatur ( µe ≪ T ), kondisi ini dipenuhi untuk elektron-elektron di supernova (Reddy, Prakash, & Lattimer 1998). Maka faktor ini juga diperhitungkan. Efek banyak benda ( many-body ) diakomodasi melalui polarisasi-polarisasi dari elektron. Ada 4 macam polarisasi yaitu: longitudinal, transversal, aksial dan vektor-aksial. Korelasi antar partikel dalam medium ( dalam hal ini elektron ) dihitung dengan random phase approximation ( RPA ), juga efek dari massa efektif foton ( pada interaksi elektromagnetik ) juga akan dibahas disini. Faktor-faktor ini akan mempengaruhi ke empat polarisasi tersebut. Efek kedua koreksi diatas akan dibahas lebih detail pada bab Teori. Sehingga pada tesis ini, kami akan mempelajari semua efek koreksi yang muncul pada penampang lintang hamburan neutrino dengan materi elektron dan jalan bebas rata-ratanya untuk T 6= 0. Baik berdasarkan asumsi elektron merupakan gas elektron ( pendekatan respon linier ), maupun ji- ka efek korelasi elektron berdasarkan pendekatan fase random ( RPA ), dan efek massa foton diperhitungkan. Kemudian kami mengaplikasikan perhi- Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 3 tungan numerik yang telah kami kembangkan, pada kasus materi di atmosfir supernova. Sistimatika tesis ini adalah, pada bab 2 akan dibahas tentang atmosfir supernova, formula tampang lintang diferensial, lintasan bebas rata-rata untuk arus netral dan arus bermuatan pada interaksi neutrino dengan elektron dengan koreksi faktor bentuk elektromagnetik dengan penambahan faktorfaktor retardasi, keseimbangan, Pauli bloking dan anti partikel. Kemudian dilanjutkan dengan penurunan persamaan RPA dari persamaan Dyson. Kemudian disajikan persamaan massa foton efektif. Sedangkan yang terakhir persamaan-persamaan tersebut dimasukkan kedalam persamaan jalan bebas rata-rata. Bab 3 berisi diskusi yang mengacu pada gambar yang telah dihasilkan dari perhitungan numerik, bab 4 berisi kesimpulan dan pada lampiran diberikan penjabaran analitik dari formula-formula yang digunakan pada tesis secara detail. Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 Bab 2 Teori 2.1 Supernova Gambar 2.1: Supernova dan bintang neutron (Nasa 2011). Supernova adalah ledakan yang bercahaya sangat terang memancar menyinari seluruh galaksi, selama beberapa minggu atau bulan sebelum akhirnya memudar. Selama interval waktu tersebut supernova dapat memancarkan energi sebanyak waktu hidup bintang. Ledakan itu memancarkan hampir semua material bintang dengan kecepatan hingga 30 000 km/s ( 10% dari 4 Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 5 kecepatan cahaya ), dengan perantara gelombang kejut ( shock wave ) menuju ke medium antar bintang sekitarnya. Gelombang kejut ini menyapu dan menyebarkan gas dan debu yang berupa besi dan elemen berat yang lain dan meninggalkan sisa supernova ( supernova remnant ). Bintang-bintang dengan minimal 9 × massa matahari berevolusi secara sempurna, yang nantinya disebut supernova tipe II. Pada inti bintang, hidrogen mengadakan fusi menjadi helium dan energi panas dilepaskan menciptakan tekanan luar yang menjaga inti dalam kesetimbangan hidrostatik dan mencegah kerutuhan. Adapun rantai reaksi pembentukan inti Hidrogen menjadi helium adalah (Parada 2004), 3 1 H + 1H → 2 H + e+ + ν, 2 H + 1H → 3 He + γ, He + 3 He → 4 He + 1 H + 1 H. Ketika suplay hidrogen ke inti habis, tekanan keluar tidak ada lagi. Maka inti mulai runtuh, menyebabkan kenaikan temperatur dan tekanan yang menjadi cukup besar untuk memicu helium untuk memulai siklus fusi karbon, menciptakan tekanan luar yang cukup untuk menghentikan keruntuhan. Inti mengembang dan sedikit mendingin, dengan suatu lapisan luar fusi hidrogen, dengan suatu pusat inti helium yang lebih panas dan tekanan lebih besar, unsur-unsur lain seperti magnesium, belerang, dan kalsium juga terbentuk. 4 He + 4 He → 8 Be + 4 He → 8 Be + γ, 12 C + γ, dan seterusnya, proses ini berlanjut beberapa kali, setiap kali inti runtuh, keruntuhan dihentikan oleh pengapian proses lebih lanjut yang menjadikan inti menjadi lebih besar dan tekanan dan suhu lebih tinggi. Setiap lapisan dicegah dari keruntuhan oleh panas dan tekanan keluar dari proses fusi pada lapisan berikutnya, setiap lapisan juga membakar lebih panas dan lebih cepat dari sebelumnya. Pembakaran terakhir adalah proses transformasi si- Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 6 likon menjadi besi. Bintang menjadi berlapis-lapis seperti bawang, dengan pembakaran lebih mudah melebur unsur yang terjadi pada kulit yang lebih besar. Jika bintang cukup besar, maka inti besi nikel pada akhirnya akan melebihi batas Chandrasekhar ( 1.38 massa matahari ), dimana pada titik ini mekanisme menjadi berubah. Inti runtuh kedalam dengan kecepatan mencapai 0,23 kecepatan cahaya, menghasilkan peningkatan tinggi pada suhu dan densitas. Inti runtuh ( collaps ) dan panas. Produknya disebut bintang proto-neutron. Melalui fotodisintegrasi, sinar gamma merombak besi menjadi inti helium dan neutron bebas, menyerap energi (Giunti & Chung 2007), γ + 56 Fe → 13α + 4n, menurunkan energi kinetik dan tekanan dari elektron. Sedangkan reaksi elektron capture dari inti adalah, e− + N (Z, A) → N (Z − 1, A) + νe , dan proton bebas, e− + p+ → n0 + νe , menghasilkan neutron dan neutrino elektron yang keluar dari inti. Neutrino pergi membawa energi panas, menyebabkan suatu bintang neutron terbentuk ( neutron akan menguap jika pendinginan ini tidak terjadi ). Neutrino panas dari semua flavour dalam jumlah yang sangat besar keluar dan merupakan output utama dalam peristiwa ini. Inti dalam akhirnya mencapai diameter sekitar 30 km, dan kepadatan sebanding dengan suatu inti atom dan keruntuhan lebih lanjut tiba-tiba dihentikan oleh interaksi gaya kuat dan degenerasi neutron. Kejatuhan materi, tiba-tiba berhenti, menghasilkan gelombang kejut yang menyebar keluar membawa neutrino dan sebagian besar komponen bintang. Tetapi hasil-hasil simulasi komputer saat ini menunjukkan bahwa gelombang kejut ini tidak secara langsung menyebabkan ledakan supernova. Ketika memasuki phase ini ada beberapa tahapan yang belum dapat dijelaskan, tentang bagaimana ledakan besar itu terjadi (Keil 2003). Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 7 Seperti sudah dijelaskan tadi, sesudah inti dari suatu bintang masif yang sudah tua berhenti menghasilkan energi dari fusi nuklir, akan mengalami keruntuhan gravitasi tidak hanya kedalam bentuk bintang neutron ( neutron star ) tetapi juga bisa kedalam bentuk lubang hitam ( black hole ) atau bintang kerdil putih ( white dwarf star ), bergantung seberapa besar ukuran bintang masif tersebut. Selain dari proses yang diatas masih ada lagi beberapa mekanisme evolusi bintang yang lain. Hal ini mengakibatkan supernova dapat dikatagorikan menjadi beberapa tipe seperti tipe Ib, Ic atau II. Semua ini masih dalam penelitian (Wikipedia 2010a). 2.2 Neutrino Berdasarkan model standar, neutrino adalah partikel elementer (partikel dasar), melaju dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya, muatan netral (tidak bermuatan), interaksi yang melibatkan neutrino dimediasi oleh interaksi lemah, oleh sebab itu neutrino sukar dideteksi dan mampu melewati jarak yang sangat jauh hampir tanpa hambatan. Mempunyai massa diam (rest mass) sangat kecil, tetapi tidak sama dengan nol, karena mempunyai massa, neutrino berinterakasi gravitasi dengan partikel masif yang lain, neutrino mempunyai spin setengah ( 12 ~ ) dan karena itu termasuk fermion. Neutrino dihasilkan sebagai suatu hasil dari peluruhan radioaktif atau reaksi nuklir seperti yang terjadi pada matahari, reaktor nuklir atau ketika sinar kosmik menumbuk atom. Tetapi kebanyakan neutrino yang mengenai bumi berasal dari matahari, setiap detik 65 milyar (6.5 × 1010 ) melewati tiap cm2 tegak lurus terhadap arah matahari. Ada 3 tipe atau flavour(rasa) dari neutrino, yakni neutrino elektron (νe ), neutrino muon (νµ ), dan neutrino tau (ντ ), yang masing-masing berhubungan dengan anti partikel dan disebut antineutrino (ν̄). Neutrino (atau antineutrino) elektron, dihasilkan ketika proton berubah menjadi neutron, atau sebaliknya, 2 bentuk dari peluruhan beta (β decay). Neutrino pertama kali dipostulatkan pada tahun 1930 oleh Wolfgang Pauli untuk menjaga konservasi atau kekekalan energi, momentum dan momentum angular(sudut) dalam peluruhan beta, yaitu peluruhan inti atom (yang kemuUniversitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 8 dian disebut nuetron) menjadi sebuah proton, sebuah elektron dan sebuah antineutrino: n0 → p+ + e− + ν̄e . Deteksi neutrino yang pertama kali dilakukan adalah ekperimen neutrino Cowan Reines. Neutrino dihasilkan dalam reaktor nuklir dengan peluruhan beta, kemudian ditembakkan ke proton menghasilkan neutron dan positron: νe + p+ → n0 + e+ , positron dengan cepat menemukan elektron dan saling menghilangkan (annihilation) satu sama lain. Kemudian kedua sinar gamma (γ ray) yang dihasilkan dapat dideteksi (Wikipedia 2010b). 2.2.1 Masalah Neutrino Matahari ( Solar Neutrino Problem ) Beberapa eksperimen menemukan bahwa jumlah neutrino elektron yang datang dari matahari adalah antara 1 2 dan 1 3 dari jumlah yang diprediksi oleh SSM ( Standard Solar Model ). Standard Model ( SM ) fisika partikel mengasumsikan bahwa neutrino tidak bermassa dan tidak dapat mengubah rasa atau flavour. Namun, jika neutrino memiliki massa mereka bisa mengubah flavour ( atau berosilasi antara flavour ). Mikheyev-Smirnov-Wolfenstein effect ( MSW effect ) menyatakan bahwa osilasi flavour dapat dimodifikasi ketika neutrino merambat melalui materi. Ini penting karena neutrino yang dipancarkan oleh fusi matahari melewati materi padat ( dense matter ) di inti matahari sebelum pada akhirnya mencapai detektor di bumi. Neutrino elektron yang dihasilkan matahari sebagian telah berubah menjadi flavour lain yang pada waktu itu belum bisa dideteksi dengan percobaan yang ada. Jadi penemuan osilasi flavour neutrino menunjukkan bahwa neutrino memiliki massa. Penemuan massa neutrino menguatkan adanya momen magnetik neutrino, walaupun kecil, dengan orde 10−19 satuan magneton Bohr ( µB ). Hal ini memberi kemungkinan neutrino melakukan interaksi elektromagnetik. Eksperimen yang dilakukan oleh CS Wu dari Universitas Colombia me- Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 9 momentum momentum spin Neutrino spin Anti-neutrino Gambar 2.2: Left handed neutrino dan right handed anti-neutrino. nunjukkan bahwa neutrino selalu left handed. Sifat left-handed dan righthanded disebut helicity. Helicity dari suatu partikel didefinisikan sebagai ms /s, atau komponen z dari spin dibagi besar ( magnitude ) spin tersebut. Menurut definisi, dalam kasus ini helicity - 21 untuk neutrino left-handed, dan helicity + 21 untuk anti neutrino right-handed. Jadi hanya left handed neutrino dan right handed anti-neutrino seperti terlihat pada gambar 2.2 yang dapat berinteraksi dengan lepton bermuatan (Halzen & Martin 1976). 2.3 Neutrino Supernova Neutrino dihasilkan dari mekanisme supernova tipe Ib, Ic dan II. Pada kasus ini density dari inti menjadi sangat tinggi (1017 kg/m3 ). Sehingga degenerasi elektron tidak cukup untuk mencegah proton dan elektron berkombinasi membentuk suatu neutron dan elektron neutrino. Sebagian besar energi yang dihasilkan supernova terpencar dalam bentuk ledakan neutrino. Bukti eksperimen pertama dari fenomena ini datang pada tahun 1987, ketika neutrino dari supernova 1987A terdeteksi. Karena begitu sedikitnya neutrino bereaksi dengan materi, diperkirakan emisi neutrino supernova membawa informasi tentang daerah terdalam ledakan. Sebagian besar cahaya yang tampak, berasal dari peluruhan radioaktif yang dihasilkan oleh gelombang kejut supernova. Disisi lain, neutrino melewati gas-gas ini dan menyediakan informasi tentang inti supernova. Pada tesis ini, kami meneliti sifat-sifat neutrino ketika berinteraksi dengan elektron. Partikel lain belum kami perhitungkan dalam tulisan ini, Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 10 misalkan interaksi dengan proton atau neutron. Oleh sebab itu didalam aplikasinya kami memilih data hasil simulasi dari atmosfir supernova, karena didaerah tersebut elektron lebih dominan daripada partikel lain. Gambar 2.3: data dari referensi (Keil & Janka 2003). Atmosfir bintang proto-neutron dikarakteristikkan dengan sifat radial dari temperatur [ T(r) ] dalam MeV, densitas massa nukleon [ ρ(r) ] dalam 1013 gram/cm3 dan jumlah ( fraksi ) elektron dalam nukleon [ Ye (r) ], lihat gambar 2.3. Karena massa neutron ≈ proton, maka densitas massa nukleon dap- at ditulis sebagai densitas dari jumlah neutron dan proton dikalikan massanya, ρ(r) = nn mn + np mp . Fraksi elektron tiap nukleon Ye (r) = np , nn + np didapatkan dari kerapatan neutron dan proton, dengan mengasumsikan di atmosfir supernova netral. Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 11 Potensial kimia neutron dan proton ( µn & µp ) didapatkan dari persamaan, nn,p (r) = = Z Z dǫ fn,p (ǫ, µn,p ) dǫ ǫ2 . 1 + exp( ǫ−µTn,p ) Potensial kimia elektron didapatkan dari relasi nB Ye = ne− − ne+ = Z dǫ[f (ǫ, µe ) − f (ǫ, −µe )]. Suku anti partikel muncul pada elektron tapi tidak pada nukleon karena me ≪ mn . Potensial kimia neutrino didapatkan dari µνe = µe + µp − µn . Sehingga dari informasi ini dan gambar 2.3 dapat diekstrak data-data radius ( r ) dalam kilometer, temperatur ( T ) dalam MeV, potensial kimia elektron ( µe ) dalam MeV dan potensial kimia neutrino ( µν ) dalam MeV, seperti terlihat pada tabel 3.2 dan 3.3. Kemudian data-data dimasukkan dalam perhitungan numerik yang telah kami buat. Hasilnya disajikan pada bab 3. Catatan : mulai dari sini, selanjutnya ada pergantian notasi dimana densitas jumlah partikel ne diganti ρe . 2.4 Interaksi Neutrino dan Elektron Untuk mempelajari interaksi antara neutrino dan elektron dipelajari tentang hamburan ( scattering ) antara kedua partikel ketika keduanya bertumbukan. Matriks transisi ( M ) memberikan semua informasi tentang hamburan.Dan M2 merupakan probabilitas mendapatkan keadaan akhir tertentu setelah proses interaksi. Probabilitas interaksi berbanding lurus dengan penampang lintang diferensial. Penampang lintang hamburan diferensial adalah jumlah partikel yang terhambur kedalam suatu sudut ruang per satuan Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 12 waktu dan persatuan flux partikel datang ( incident ). Menurut model standar, neutrino tidak memiliki sifat elektromagnetik. Sifat elektromagnetik neutrino muncul melalui koreksi radiasi yang memberikan ’besaran-besaran elektromagnetik’ yang merupakan fungsi massa neutrino. Jika besaran-besarn ini dibandingkan dengan beberapa prediksi dari astrophysics, kosmologi, dan model matahari tampak terlalu kecil. Oleh sebab itu pendekatan paling sederhana adalah dengan menambahkan suku-suku elektromagnetik fenomenologis pada formulasi hamburan neutrino-elektron. Maka didalam penelitian ini dihitung penampang lintang diferensial pada interaksi neutrino dengan gas elektron termampatkan dengan mempertimbangkan faktor bentuk elektromagnetik dari neutrino. Faktor bentuk suatu partikel adalah beberapa fungsi yang menggambarkan keadaan internal dari partikel tersebut. Sedangkan penampang lintang diferensial suatu partikel yang mempunyai faktor bentuk, dapat dinyatakan dσ dengan penampang lintang titik partikel dΩ dengan koreksi faktor titik bentuk f (q 2) dari partikel tersebut, dengan hubungan sebagai berikut: dσ dσ = |f (q 2 )|2 . dΩ dΩ titik (2.1) Suatu partikel netral dapat dikarakteristikkan sebagai suatu superposisi dari 2 distribusi muatan yang berbeda tanda. Sehingga faktor bentuk ( f (q 2 ) ) partikel netral, tidak sama dengan nol untuk q 6= 0 (Giunti & Studenikin 2009). Oleh sebab itu, meskipun tidak bermuatan ( netral ), neutrino mempunyai faktor bentuk. Sifat elektromagnetik neutrino Dirac ini digambarkan dengan 4 faktor bentuk yaitu Dirac, anapol, magnet dan listrik. Elemen matrik dari arus elektromagnetik antara keadaan awal vi dengan momentum ki dan keadaan akhir vj dengan momentum kj dari neutrino adalah, 2 hvjD (kj )|JµEM |viD (ki )i = i ū(k ′ ) ΓD µ (q )u(k). (2.2) Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 13 dimana, i f2ν (q 2 ) σ αβ qβ 2me qαqβ i +g1ν (q 2 ) g αβ − 2 γβ γ 5 − g2ν (q 2 ) σ αβ qβ γ 5 , q 2me 2 2 α ΓD µ (q ) = f1ν (q )γ − dan selanjutnya persamaan 2.2 menjadi, hvjD (kj )|JµEM |viD (ki )i = h Pµ i ′ µ µ 5 5 ū(k ) fmν γ + g1ν γ γ − (f2ν + i g2ν γ ) u(k), 2me (2.3) dengan k ′ = k + q, fmν = f1ν + (mν /me )f2ν , P µ = k µ + k ′µ = 2k µ − q µ , dan f1ν , g1ν , f2ν dan g2ν masing-masing adalah faktor bentuk Dirac, anapol, magnet dan listrik (Kerimov & Safin 1988, Nardi 2003). Radius muatan rata-rata neutrino dinyatakan dengan bentuk kedua dari ekspansi pada faktor bentuk neutrino f (q 2 ) dengan deret power terhadap q 2 (Giunti & Studenikin 2009), f (q 2) = f (0) + q 2 = 1 − q2 df (q 2) + .., dq 2 |q2 =0 untuk limit q2 → 0 hr 2 i + .., 6 maka radius muatan kuadrat neutrino adalah, hr 2i = −6 df (q 2 ) . dq 2 |q2 =0 Untuk faktor bentuk Dirac, didapatkan radius muatan vektor kuadrat neutrino, hrV2 i = −6 fmν (0). Untuk faktor bentuk anapol, didapatkan radius muatan vektor-aksial kuadrat Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 14 neutrino, hrA2 i = −6 g1ν (0). Atau bisa ditulis, 1 2 2 aq 6 1 2 2 = bq 6 fmν = g1ν maka, 2 2 + g1ν = fmν 1 4 1 4 4 (a + b4 )q 4 = R q 36 36 R adalah besaran yang bisa diamati. Menurut referensi (Giunti & Studenikin 2009) besar jari-jari muatan neutrino hR2 i = 10−34 cm2 . Jika dikonversikan untuk 1 cm = 5, 07 × 1010 MeV−1 , maka diperoleh R ≈ 10−6 MeV−1 . Dalam kasus faktor bentuk magnetik dan listrik untuk q 2 = 0 memberikan besaran momen statik ( diagonal ) neutrino dalam satuan magneton Bohr ( µB = e/2me ). Besar momen dipol magnetik statik: mν = f2ν (0) µB , besar momen dipol listrik statik : dν = g2ν (0) µB , 2 2 f2ν (0) + g2ν (0) = m 2 ν µB µ2ν ≡ , µ2B + d 2 ν µB , 1 2 2 (0) + g2ν (0)] 2 µB . µν = [f2ν (2.4) Menurut referensi (Vogel & Engel 1988) besar momen dipol neutrino adalah µνe ≈ 10−10 µB . 2.4.1 Hamburan Neutrino dan Elektron di Vakum Dengan mempergunakan suatu kopling empat-titik efektif ( an effective fourpoint coupling ) untuk interaksi Lagrangian yang relevan dari teory WeinbergSalam dalam bentuk interaksi arus-arus. Dan diasumsikan nilai-nilai dari momentum transfer jauh lebih kecil daripada massa boson-boson tera lemah ( the weak gauge bosons ) (Niembro, et al. 2001, Sulaksono, et al. 2006). Maka density Lagrangian untuk interaksi neutrino-elektron dari kontribusi Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 15 arus netral Z 0 dan arus bermuatan W ± adalah, GF 4πα Leint = √ ū(k ′ )ΓµW u(k) ū(p′ )JµW u(p) + 2 ū(k ′ )ΓµEM u(k) ū(p′ )JµEM u(p) q 2 {z } | {z } | MEM MW (2.5) Keterangan: e u(k) & ū(k ′ ) : elektron sebagai partikel target, : spinor neutrino sebelum dan sesudah interaksi, u(p) & ū(p′ ) ΓµW : spinor elektron sebelum dan sesudah interaksi, : arus neutrino interaksi lemah JµW = γµ (1 + γ 5 ), : arus elektron interaksi lemah = γµ (CV + CA γ 5 ), ΓµEM : arus neutrino interaksi elektromagnetik Pµ =fmν γ µ + g1ν γ µ γ 5 − (f2ν + ig2ν γ 5 ) , 2me : arus elektron interaksi elektromagnetik = γµ , JµEM CV : konstanta kopling vektor = 2 sin2 θW + 12 , CA : konstanta kopling aksial = 12 , θW : GF : α : sudut Weinberg (sin2 θW ≡ 0.223), konstanta kopling interaksi lemah = 1, 66 × 10−11 (MeV)−2 , konstanta struktur halus elektromagnetik 1 e2 ≃ . = 4π 137.036 Secara grafis pers (2.5) dapat disajikan dalam bentuk diagram Feynman seperti tampak pada gambar 2.4 dan 2.5. Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 16 Gambar 2.4: Diagram Feynman untuk interaksi neutrino dengan elektron melalui (a) arus netral dan (b) arus bermuatan. Interaksi Lemah Pada gambar (2.4), arti dari simbol berikut adalah : e&ν : spinor elektron & neutrino, pi & pf ki & kf Z0 & W ± : momentum elektron awal & akhir, : momentum neutrino awal & akhir, : mediator arus netral & arus bermuatan, t : waktu. Matrik transisi untuk interaksi lemah, MW = GF √ ū(k ′ )γ µ (1 + γ 5 )u(k) ū(p′ )γµ (CV + CA γ 5 )u(p) . {z }| {z } 2 | |{z} vertex 1 vertex 2 (2.6) propagator Bentuk verteks γ µ (1 + γ 5 ) menunjukkan pelanggaran kekekalan paritas ( parity consevation violation )(Halzen & Martin 1984). Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 17 Gambar 2.5: Diaram Feynman untuk interaksi neutrino dengan elektron melalui interaksi elektromagnetik. Interaksi Elektromagnetik Pada gambar (2.5), arti dari simbol berikut adalah e&ν pi & pf : spinor elektron & neutrino, : momentum elektron awal & akhir, ki & kf γ : momentum neutrino awal & akhir, : photon, t : waktu. Matrik transisi untuk interaksi elektromagnetik, MEM = 4πα ū(p′ )γµ u(p) 2 | {z } q |{z} vertex 2 propagator Pµ ū(k ′ )[fmν γ µ + g1ν γ µ γ 5 − (f2ν + ig2ν γ 5 ) ]u(k) . 2me | {z } (2.7) vertex 1 Penampang Lintang Diferensial Untuk menurunkan persamaan penampang lintang harus dihitung terlebih dahulu matrik transisi ( M ). Matrik transisi berisi informasi interaksi di dalam proses hamburan. Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 18 Kuadrat dari matrik transisi adalah probabilitas interaksi ( M2 ), merupakan probabilitas untuk mendapatkan suatu keadaan akhir setelah ber- lalunya proses interaksi. Probabilitas interaksi berbanding lurus dengan penampang lintang diferensial ( dσ ∝ M2 ). Matrik transisi total interaksi neutrino dan elektron adalah, Mtotal = MW + MEM . Probabilitas interaksi ( M2total ) adalah, M2total = (MW + MEM )2 , = (MW + MEM )(MW + MEM )∗ , = MW M∗W + MEM M∗EM + MW M∗EM + MEM M∗W , = M2W + M2EM + MW M∗EM + MEM M∗W , | {z } | {z } | {z } a c b dengan a adalah kontribusi interaksi lemah, b kontribusi interaksi elektromagnetik dan c adalah kontribusi interferensi interaksi lemah dan elektromagnetik. Masing-masing kontribusi dijabarkan pada lampiran A. Dan hasilnya adalah: Dari persamaan (A.1), (A.3) dan (A.7) didapatkan kontribusi interaksi lemah, G 2 F ) µν(W ) M2W = √ Le(W , µν Lν 2 dengan, ) Le(W = CV2 T r[(6 p′ + me )γµ (6 p + me )γν ], µν + 2CV CA T r[(6 p′ + me )γµ (6 p + me )γν γ 5 ], + 2CA2 T r[(6 p′ + me )γµ γ 5 (6 p + me )γν γ 5 ], dan, Lνµν(W ) = T r[(6 k ′ + mν )γ µ (1 + γ5)(6 k + mν )γ ν (1 + γ5)]. Dan dari persamaan (A.8), (A.9) dan (A.10) didapatkan kontribusi interaksi elektromagnetik, M2EM = 4πα 2 q2 ) µν(EM ) Lν , Le(EM µν Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 19 dengan ) Le(EM = T r[(6 p′ + me )γµ (6 p + me )γν ], µν dan n h µ i ) ′ µ µ 5 5 P Lµν(EM = T r (6 k + m )) f γ + g γ γ − (f + ig γ ) ν mν 1ν 2ν 2ν ν 2me h ν io P × (6 k + mν ) fmν γ ν + g1ν γ ν γ 5 − (f2ν + ig2ν γ 5 ) . 2me Serta dari persamaan (A.11), (A.13) dan (A.14) didapatkan kontribusi interferensi, MEM M∗W + MW M∗EM = 8GF πα e(IN T ) µν(IN T ) √ Lµν Lν , q2 2 dengan T) Le(IN = CV T r[(6 p′ + me )γµ + (6 p + me )γν ] µν + CA T r[(6 p′ + me )γµ γ 5 + (6 p + me )γν ], dan, T) Lµν(IN = T r[(6 k ′ + mν )γ µ (1 + γ 5 )(6 k + mν ) ν h Pµ i × fmν γ µ + g1ν γ µ γ 5 − (f2ν + ig2ν γ 5 ) . 2me Sehingga, penampang lintang diferensial dapat ditulis (Caroline 2004), dσ ∝ M2 ∝ M2W + M2EM + MW M∗EM + MEM M∗W G 2 4πα 2 ) µν(W ) ) µν(EM ) √F Le(W L + Le(EM ∝ Lν µν ν µν qµ2 2 8GF πα e(IN T ) µν(IN T ) √ Lµν + Lν . qµ2 2 (2.8) 2.4.2 Hamburan Neutrino dan Elektron di Medium Tensor elektron Leµν pada sub-bab yang lalu adalah untuk satu elektron ( di vakum ), untuk kasus elektron banyak/gas elektron ( di medium ) digunakan tensor polarisasi elektron Πeµν ( Leµν → Πeµν ) . Hamburan yang terjadi antara neutrino dengan gas elektron harus mem- Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 20 pertimbangkan gas elektron sebagai suatu sistem banyak benda. Tumbukan neutrino dengan satu elektron target dari gas elektron, menimbulkan interaksi dengan elektron-elektron disekitar elektron target. Semua kemungkinan keadaan dari interaksi disebut polarisasi. Dari persamaan (2.8) didapatkan persamaan penampang lintang diferensial hamburan neutrino-elektron di medium mampat pada temperatur berhingga, dengan penambahan beberapa faktor koreksi dan korelasi, 2 GF 1 d3 σ 1 Ev′ (W ) Im R(W ) √ Lµν Πµν =− ν V d2 ΩdEv′ 16π 2 Ev 2 2 4πα 8GF πα µν (IN T ) Im R(IN T ) µν (EM ) Im R(EM ) √ Lν + Lν Πµν Πµν + (qµ2 )′ (qµ2 )′ 2 h q i−1 n h E + q + µ i−1 o 0 v 0 ν × 1 − exp − × 1 − 1 + exp . (2.9) T T Keterangan: L&Π : W, EM & INT : tensor neutrino & tensor polarisasi elektron, interaksi lemah, elektromagnetik dan interferensi, Ev &Ev′ : µν : energi neutrino sebelum dan sesudah hamburan dalam MeV, potesial kimia neutrino dalam MeV, T q0 &qµ : : temperatur satuan MeV, transfer energi & momentum-empat dalam MeV, Im(R) Παβ = tanh q0 × ΠIm αβ 2T h q i 0 1 − exp − T n h E + q + µ i−1 o v 0 ν 1 − 1 + exp T : faktor retardasi, : faktor detailed balans, : faktor Pauli blocking. Ketiga faktor diatas diperhitungkan karena penelitian ini memperhitungkan temperatur yang berhingga. Sedangkan untuk perhitungan benda banyak korelasi RPA dan massa foton efektif juga diperhitungkan. Korelasi RPA ditunjukkan dengan penambahan tanda tilde pada notasi po- Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 21 larisasi Π → Π̃, dimana Π̃ = Π + △Π, dimana △Π adalah koreksi korelasi RPA. sedangkan koreksi massa foton efektif adalah, (qµ2 )′ = qµ2 + m2t (T, ρe ), (2.10) dimana lim m2t = 0, T,ρ→0 ( divakum ) dengan m2t adalah massa foton efektif yaitu yang terdapat pada persamaan (2.21). Selain yang tersebut diatas, faktor anti partikel pada persamaan polarisasi juga dipertimbangkan, terutama karena partikel target pada tulisan ini adalah elektron. Munculnya anti partikel terlihat pada persamaan (2.20). Penjabaran masing-masing faktor akan kami sajikan pada bagian berikutnya. Perbedaan distribusi partikel untuk temperatur berhingga dengan tempe- f( ) T>0 1 T=0 T = F Gambar 2.6: Distribusi partikel fermion untuk temperatur nol dan berhingga, dengan f(ǫ) adalah fungsi distribusi Fermi-Dirac, ǫ energi partikel, µ potensial kimia partikel dan T temperatur. ratur nol bisa dilihat pada gambar (2.6). Ketika temperatur nol (T = 0), partikel dalam keadaan dasar ( ground-state ). Partikel mengisi penuh setiap Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 22 keadaan, dan grafik berbentuk fungsi step, dimana harga potensial kimia partikel sama dengan energi Fermi, karena lim µ(T ) = ǫF . T →0 Ketika temperatur naik (T > 0) maka partikel mulai tereksitasi. Dan ketika temperatur mendekati tidak terhingga (T → ∞), partikel bergerak dan sebagian besar sudah lepas. Retardasi Ketika pada temperatur nol dan untuk energi transfer positip, maka polarisasi kausal ( causal polarization ) dan polarisasi retardasi adalah identik. Hal ini tidak berlaku dalam temperatur berhingga, karena (Reddy, Prakash & Lattimer 1998, Horowitz & Wehrberger 1991) q + (µ − µ ) 0 2 4 Im ΠC , 2T = Re ΠC , Im ΠR = tanh Re ΠR R dan C adalah untuk retardasi dan kausal. Label 2 dan 4 adalah keadaan awal dan akhir elektron, adalah keadaan kesetimbangan thermal pada temperatur T dan kesetimbangan kimia, dengan potensial kimia µ2 dan µ4 . Karena diasumsikan merupakan elektron bebas yang tidak berinteraksi satu sama lain, sehingga potensial kimia awal dan akhir sama µ2 = µ4 , (2.11) maka tensor polarisasi elektron retardasi adalah (Horowitz & Wehrberger 1991), Im ΠR = tanh Re ΠR q 0 2T C = Re Π . Im ΠC , (2.12) Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 23 Faktor Detailed Balance Hamiltonian dari problem-problem pada teori hamburan adalah invarian terhadap suatu perubahan tanda dari waktu, yaitu ketika waktu yang akan datang dan waktu lampau bisa ditukar ( time reversal ). Menggunakan sifat invarian dari Hamiltonian dengan suatu perubahan tanda dari waktu, didapatkan relasi umum yang berhubungan dengan probabilitas transisi dan penampang lintang untuk proses langsung ( direct ) maupun kebalikan ( inverse ). Detailed balance muncul pada sistem seperti ini, dan menunjukkan kesamaan probabilitas transisi (Davidov 1976). Faktor detailed balance adalah (Reddy, Prakash & Lattimer 1998) n h −q − (µ − µ ) io−1 0 2 4 fdb = 1 − exp , T menurut persamaan (2.11), maka h q i−1 0 . fdb = 1 − exp − T (2.13) Faktor Pauli Blocking Keadaan akhir dari partikel setelah proses hamburan ( out-going particle ) untuk fermion pada temperatur berhingga terbatasi oleh faktor degenerasi target yang disebut Pauli blocking. Faktor Pauli blocking didefinisikan (Reddy, Prakash & Lattimer 1998), fP b = [1 − f3 (E3 )], 3 adalah indeks untuk neutrino datang. Fungsi fi (Ei ) merupakan fungsi distribusi partikel pada kesetimbangan thermal diberikan oleh fungsi Fermi-Dirac h E − µ i−1 i i fi (Ei ) = 1 − exp , kT maka fP b h E − µ i−1 i i = 1 − 1 − exp . kT Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 24 Karena untuk density dan temperatur yang diteliti disini, adalah penting untuk melibatkan faktor Pauli blocking dalam perhitungan, agar hasil yang didapat mendekati kenyataan. Polarisasi Bentuk umum tensor polarisasi gas elektron ( Πeµν ) dari persamaan (2.9) adalah, ΠIm µν Z d3 p 1 f (Ep )[1 − f (Ep+q )] Fµν (p, p + q) =− (2π)2 8Ep Ep+q × {δ[q0 − (Ep+q − Ep )] + δ[q0 − (Ep − Ep+q )]}. (2.14) Penurunannya terdapat pada lampiran (B). Polarisasi dibagi menjadi 3 bagian yaitu, pertama bagian polarisasi vektor V VA ( ∼ Fµν ), yang kedua bagian polarisasi vektor-aksial ( ∼ Fµν ) dan yang A ketiga bagian polarisasi aksial( ∼ Fµν ). Polarisasi vektor terdiri dari dua komponen yang tidak saling bergantungan, yaitu polarisasi longitudinal ( ΠL ) dan polarisasi transversal ( ΠT ) (Chin 1977). Sedangkan bagian vektor-aksial menghasilkan polarisasi vektoraksial ( ΠV A ) dan bagian aksial menghasilkan polarisasi aksial ( ΠA ). Selanjutnya dihitung keempat tensor polarisasi gas elektron diatas yang diturunkan dari persamaan (2.14). 1. Polarisasi Longitudinal ΠIm L Z ∞ qµ2 1 1 = dEp [(Ep + q0 )2 − |~q|2 ] 3 2π|~q| e− 2 4 [F (Ep , Ep + q0 ) + F (Ep + q0 , Ep )]. (2.15) 2. Polarisasi transversal ΠIm T qµ2 = 4π|~q|3 Z h 1 2 1 2 m2e |~q|2 i dEp (Ep + q0 ) + |~q| + 2 4 qµ2 e− h i F (Ep , Ep + q0 ) + F (Ep + q0 , Ep ) . (2.16) ∞ Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 25 3. Polarisasi aksial ΠIm A m2e = (2π)2 Z ∞ dE [F (Ep , Ep + q0 ) + F (Ep + q0 , Ep )]. (2.17) e− 4. Polarisasi vektor-aksial ΠV A Z ∞ qµ2 = dEp (2Ep + q0 ) 8π|~q|3 e− ×[F (Ep , Ep + q0 ) + F (Ep + q0 , Ep )]. dengan 1 1 e− = − q0 + |~q| 2 2 s 1− (2.18) 4m2e , qµ2 penurunan persamaan-persamaan diatas bisa dilihat pada lampiran (B), yaitu persamaan (B.20), (B.25), (B.29) dan (B.35). Batas bawah integrasi ( e− ) muncul karena keterbatasan-keterbatasan kinematik ( kinematic restrictions ). Keterbatasan kinematik sistem elektron muncul karena elektron tidak sendiri, dan ketika ada neutrino datang/lewat maka elektron-elektron tersebut akan terpengaruh/bereaksi. Energi yang terkandung didalamnya disebut energi minimum elektron ( Epmin = z = e− ). Energi tersebut akan berharga nol untuk kasus satu elektron dan dengan kerangka sendiri. Karena neutrino dan elektron termasuk fermion, maka dipakai distribusi partikel Fermi-Dirac, untuk memudahkan manipulasi lebih menyenangkan jika kita definisikan F (E, E ∗ ) pada persamaan (2.15) - (2.18) (Saito, Maruyama & Soutome 1989,Reddy & Prakash 1996): F (E, E ∗) ≡ f+ (E)(1 − f+ (E ∗ )) + sf− (E)(1 − f− (E ∗ )), dengan f± (E) = 1 1 + eEβ∓α Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 26 dan s bisa berharga 1 atau -1, tergantung jenis polarisasinya. Sehingga F (E, E + q0 ) + F (E + q0 , E) = = f+ (E, β)[1 − f+ (E + q0 , β)] + sf− (E, β)[1 − f− (E + q0 , β)] + f+ (E + q0 , β)[1 − f+ (E, β)] + sf− (E + q0 , β)[1 − f− (E, β) = f+ (E, β)[1 − f+ (E + q0 , β)] + f+ (E + q0 , β)[1 − f+ (E, β)] + sf− (E, β)[1 − f− (E + q0 ), β] + sf− (E + q0 , β)[1 − f− (E, β)] = F+ (E, q0 ) + sF− (E + q0 , q0 ), maka, jika eEβ−α (1 + eβq0 ) , (1 + eEβ−α )(1 + e(E+q0 )β−α ) eEβ+α (1 + eβq0 ) F− (E + q0 , q0 ) = , (1 + eEβ+α )(1 + e(E+q0 )β+α ) F+ (E, q0 ) = (2.19) (2.20) persamaan (2.19) adalah partikel dan persamaan (2.20) adalah anti partikel. Untuk polarisasi longitudinal, transversal dan aksial s = 1 F (E, E + q0 ) + F (E + q0 , E) = F+ (E, q0 ) + F− (E, q0 ), untuk polarisasi vektor aksial s = −1 F (E, E + q0 ) + F (E + q0 , E) = F+ (E, q0 ) − F− (E, q0 ). Persamaan (2.15), (2.16), (2.17) dan (2.18) sesuai dengan hasil pada referensi (Saito, Maruyama & Soutome 1989, Horowitz & Wehrberger 1991, Reddy, Prakash & Lattimer 1998). Tensor Neutrino Lµν ν Kemudian kita akan melihat bentuk dari persamaan tensor neutrino, karena neutrino tidak mengalami polarisasi maka perhitungan tensor neutrino sama ketika berada di vakum dan di medium. Dan perhitungannya juga analog seperti pada kasus T = 0 MeV. Perhitungan tensor neutrino untuk interaksi lemah didapatkan dari per- Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 27 samaan (A.7), ) Lµν(W = 8[2k µ k ν − (k µ q ν + k ν q µ ) + g µν (k.q) − i ǫαµβν kα kβ′ ]. ν Penjabarannya bisa dilihat pada lampiran (D) dan persamaan (D.1). Perhitungan tensor neutrino untuk interaksi elektromagnetik didapatkan dari persamaan (A.10), ) 2 2 Lµν(EM = 4(fmν + g1ν )[2k µ k ν − (k µ q ν + k ν q µ ) ν + g µν (k.q)] − i 8fmν g1ν ǫαµβν kα kβ′ − 2 2 f2ν + g2ν (k.q)[4k µ k ν − 2(k µ q ν + k ν q µ ) + q µ q ν ]. 2 me Penjabarannya bisa dilihat pada lampiran (D) dan persamaan (D.2). Perhitungan tensor neutrino untuk interferensi antara interaksi lemah dan elektromagnetik didapatkan dari persamaan (A.14), T) Lµν(IN = 4(fmν + g1ν )[2k µ k ν − (k µ q ν + k ν q µ ) + g µν (k.q) ν − i ǫαµβν kα kβ′ . Penjabarannya bisa dilihat pada lampiran (D) dan persamaan (D.3). Sesudah menghitung tensor polarisasi elektron dan neutrino, kemudian dilanjutkan dengan perhitungan kontraksi keduanya. µν Kontraksi ΠIm µν Lν Total kontraksi untuk interaksi lemah, terdiri dari kontraksi bagian vektor, vektor-aksial dan aksial. Diketahui dari persamaan (A.3) dan (B.13), Im(W ) Lµν = −8 qµ2 (AW RW1 + RW2 + RW3 BW ), ν Πµν Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 28 dengan AW BW 2E(E − q0 ) + 21 qµ2 = , |~q|2 = 2E − q0 , RW1 = (CV2 + CA2 )(ΠL + ΠT ), RW2 = CV2 ΠT + CA2 (ΠT − ΠA ), RW3 = 2CV CA ΠV A , perhitungan terdapat pada lampiran (F), dan persamaan (F.5). Kontraksi interaksi elektromagnetik hanya terdiri dari bagian vektor saja. Penurunan kontraksi bagian vektor dapat dilihat pada persamaan (E.3) dan (E.4). Hasil jadi kontraksi interaksi elektromagnetik adalah, Im(EM ) Lµν = AEM REM1 − BEM REM2 , ν Πµν dengan, 2 2 a = 4(fmν + g1ν ), 2 2 f +g b = 2ν 2 2ν , me 2E(E − q0 ) + 12 qµ2 AW = , |~q|2 h 1 i AEM = (bqµ2 − a)AW + bqµ2 qµ2 , 2 1 bq 2 + a qµ2 , BEM = 2 µ REM1 = ΠL + ΠT , REM2 = ΠT , perhitungan terdapat pada lampiran (G), dan persamaan (G.1). 2 2 Perlu diketahui bahwa bentuk fmν + g1ν adalah merupakan jari-jari muatan 2 2 neutrino kuadrat, dan f2ν + g2ν adalah kuadrat dari momen dipol neutrino. Telah diketahui bahwa kontraksi untuk interferensi terdiri dari bagian Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 29 vektor dan bagian vektor-aksial, dapat dilihat pada persamaan (A.14) dan (B.13), Im(IN T ) Lµν = −4ã qµ2 (AIN T RIN T1 + RIN T2 + BIN T RIN T3 ), ν Πµν dengan ã = fmν + g1ν , 2E(E − q0 ) + 12 qµ2 AIN T = AW = , |~q|2 BIN T = BW = 2E − q0 , RIN T1 = CV (ΠL + ΠT ), RIN T2 = CV ΠT , RIN T3 = CA ΠV A . perhitungan terdapat pada lampiran (H), dan persamaan (H.4). Seperti dijelaskan diatas bahwa efek banyak benda mengakibatkan ada beberapa faktor harus dipertimbangkan, dalam tulisan ini faktor-faktor yang dipertimbangkan adalah massa foton efektif dan RPA. Massa Foton Efektif Pada saat terjadinya interaksi elektromagnetik, foton bertindak sebagai pembawa interaksi. Dan menurut standart model foton adalah partikel yang tidak bermassa. Tetapi karena pengaruh lingkungan gas elektron, ketika proses interaksi terjadi ternyata foton mempunyai massa efektif. Besar massa efektif foton tersebut adalah (Braaten & Segel 1993), m2t 4α = π Z ∞ 0 p2 dp [f+ (E) + f− (E)]. E (2.21) Random Phase Aproximation Selanjutnya kita pertimbangkan efek dari korelasi RPA relativistik pada tempertur berhingga. Penelitian neutrino mengekstraksi particle-hole dan pasangan partikel dan anti partikel. Pada materi yang termampatkan ( dense Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 30 matter ), ekstraksi ini dapat merambat melalui interaksi dari unsur-unsurnya (elektron-elektron) (Horowitz 1991a). RPA mengekpresikan propagator polarisasi sebagai suatu jumlah dari beberapa diagram Feynman, diagram-diagram ini adalah suatu himpunan bagian dari semua ring diagram, RPA mempertimbangkan beberapa particlehole yang disajikan secara bersama-sama ( simultan ) (Fetter & Walecka 1971). e yang RPA dihitung dengan menggantikan polarisasi Π dengan polarisasi Π didapat dari solusi persamaan Dyson. Pada tulisan ini, selain korelasi RPA pada temperatur berhingga dihitung juga korelasi pada temperatur nol untuk perbandingan. Selain dari pada itu, karena didalam penurunan RPA terdapat unsur propagator interaksi elektromagnetik, maka koreksi massa foton efektif sudah dipertimbangkan disini. Bentuk ekplisit dari korelasi RPA pada polarisasi-polarisasi adalah: Untuk polarisasi transversal didapatkan e T = − 1 χγ ΠI [2ΠR + χγ (ΠR2 + ΠI 2 )], Im δ Π T T T T ǫT Untuk polarisasi vektor-aksial didapatkan R I I R2 I2 e V A = 1 (−χγ )[(ΠIV A ΠR Im δ Π T + ΠV A ΠT ) + χγ ΠV A (ΠT + ΠT )], ǫT Untuk polarisasi aksial didapatkan e A = − 2 (1 + χγ ΠR )χγ ΠR ΠI + 1 χ2 ΠI (ΠR2 − ΠI 2 ), Im δ Π T VA VA VA ǫT ǫT γ T V A semuanya dengan, 2 2 2 I ǫT = (1 + χγ ΠR T ) + χγ ΠT . Untuk polarisasi longitudinal didapatkan dengan, e L = 1 χ̄γ ΠI [2ΠR − χ̄γ (ΠR2 + ΠI 2 )], Im δ Π L L L L ǫL 2 2 2 I ǫL = (1 − χ̄γ ΠR L ) + χ̄γ ΠL . Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 31 Penurunan persamaan-persamaan ini dapat dilihat pada lampiran I, yaitu persamaan (I.2), (I.3), (I.4) dan (I.6). 2.4.3 Jalan Bebas Rata-rata Jalan bebas rata-rata neutrino dalam tulisan ini adalah jarak terdekat dimana neutrino dapat berinteraksi dengan elektron, dan besarnya berban 1 ding terbalik dengan penampang lintang total ≡σ . λ Untuk perhitungan dipergunakan integral ganda dan sebagai variabel integrasi adalah momentum transfer ( |~q| ) dan energi transfer ( q0 ). Jalan bebas rata-rata ( λ ) sebagai fungsi dari energi awal neutrino ( Ev ) pada suatu kerapatan tertentu ditunjukkan dengan (Reddy, Prakash & Lattimer 1998, Niembro, R., et al. 2001, Sulaksono, Hutauruk & Mart 2005), 1 = λ(Ev ) Z 2Ev −q0 |q0 | d|~q| Z Ev −∞ dq0 |~q| d3 σ . 2π Ev′ Ev V d2 Ω′ dEv′ (2.22) Persamaan (2.22) identik dengan persamaan jalan bebas rata-rata ketika T = 0 MeV, tetapi dengan koreksi pada batas-batas integrasinya. Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 Bab 3 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan ditampilkan hasil perhitungan dan pembahasan dari penampang lintang diferensial dan jalan bebas rata-rata interaksi neutrino dengan materi yang tersusun dari elektron-elektron, untuk T 6= 0 MeV. Hasil perhitungan numerik akan disajikan dalam bentuk grafis kemudian hasilnya dianalisa. Secara garis besar analisa yang dilakukan meliputi : polarisasi longitudinal, transversal, aksial dan vektor aksial, tampang lintang diferensial dan jalan bebas rata-rata. Bab ini akan dibagi menjadi 3 sub bab, yaitu yang pertama hasil-hasil berdasarkan pendekatan respon linier ( LR ), kedua efek random phase approximation ( RPA ) dan massa foton efektif ( MPE ) pada penampang lintang diferensial dan jalan bebas rata-rata neutrino dimateri. Sedangkan yang terakhir, aplikasi perhitungan interaksi neutrino dengan materi elektron di atmosfir supernova juga akan dibahas. 3.1 Pendekatan Respon Linier ( linear response ) Yang dimaksud dengan pendekatan respon linier pada interaksi neutrino dengan materi elektron adalah elektron-elektron dimateri diasumsikan bebas atau tidak berkorelasi satu sama lain atau dengan kata lain korelasi RPA dan MPE karena medium diabaikan. Pertama akan dibahas pengaruh variasi energi transfer ( q0 ) terhadap keempat polarisasi ( ΠL , ΠT , ΠA dan ΠV A ), gambar 3.1 adalah bagian imaginer dari polarisasi gas elektron pada kerapatan yang tetap untuk tempe- 32 Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 2.0 VA (MeV) 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 - Im - Im 2 T(MeV ) 33 1.5 1.0 0.5 0.0 -1 0 1 2 3 4 5 6 q0 (MeV) 0.02 0.01 1000 - Im A Im 0.03 T1 T2 T3 T4 2 L(MeV ) 0.04 2 (MeV ) 0.05 -1 0 1 2 3 4 5 6 q0 (MeV) 0.0 800 600 400 200 0 -0.01 -1 0 1 2 3 4 5 6 q0 (MeV) -1 0 1 2 3 4 5 6 q0 (MeV) Gambar 3.1: Perbandingan polarisasi longitudinal ( ΠL ), transversal ( ΠT ), aksial ( ΠA ), dan vektor-aksial ( ΠV A ) untuk kerapatan elektron tetap tetapi dengan temperatur bervariasi. ( T1 = 0 MeV, µ1 = 50 MeV, T2 = 20 MeV, µ2 = 26.79 MeV, T3 = 40 MeV, µ3 = 7, 88 MeV, T4 = 60 MeV, µ4 = 3.52 MeV, Ev = 10 MeV, |~q| = 5 MeV ). Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 34 lemah elektromagnetik interferensi total 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 3 d /(Vd 2 ’ -9 dEv ) ( 10 /MeVcm) 0.35 0.0 -1 0 1 2 3 4 5 6 q0 (MeV) Gambar 3.2: Perbandingan penampang lintang diferensial interaksi lemah, elektromagnetik, interferensi dan total untuk T = 0 MeV. ( µ = 50MeV, |~q| = 5 MeV, Ev = 10 MeV, Rν = 5.10−6 MeV−1 , µν = 10−10 µB ). ratur yang berbeda. Pada polarisasi longitudinal ( ΠL ) dan transversal ( ΠT ), untuk temperatur rendah responnya turun tetapi pada temperatur tinggi responnya naik. Tetapi pada polarisasi vektor-aksial ( ΠV A ) responnya terus menurun dengan naiknya temperatur. Pada polarisasi aksial ( ΠA ) didapat tidak adanya perubahan yang signifikan terhadap kenaikan temperatur. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variasi temperatur hanya mempengaruhi polarisasi longitudinal, transversal dan vektor-aksial terhadap variasi energi transfer. Untuk perbandingan, pada gambar 3.2 disajikan penampang lintang diferensial untuk T = 0 MeV (Caroline 2004), tampak untuk Rν = 5.10−6 MeV−1 dan µν = 10−10 µB efek faktor bentuk elektromagnetik dari neutrino pada penampang lintang diferensial hamburan neutrino terhadap materi elektron tidak signifikan. Gambar 3.3 adalah penampang lintang diferensial neutrino ketika berinteraksi dengan gas elektron untuk temperatur T = 40 MeV, dibedakan Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 35 d /(Vd dEv ) ( 10 /MeVcm) 150 100 -9 100 ’ ’ -9 d /(Vd dEv ) ( 10 /MeVcm) 150 50 3 3 2 2 50 0 0 lemah dgn FDB & FPB EM dgn FDB & FPB INT dgn FDB & FPB total dgn FDB & FPB total tanpa FDB & FPB total dgn FDB tanpa FPB total dgn FDB & FPB -6 -4 -2 0 2 q0 (MeV) 4 6 -6 -4 -2 0 2 4 6 q0 (MeV) Gambar 3.3: Perbandingan penampang lintang diferensial interaksi lemah, elektromagnetik, interferensi dan total untuk T = 40 MeV. ( µ = 7, 88 MeV, |~q| = 5 MeV, Ev = 10 MeV, Rν = 5.10−6 MeV−1 , µν = 10−10 µB ). FDB : Faktor detailed balance, FPB : Faktor Pauli blocking. Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 36 untuk interaksi lemah , elektromagnetik dan interferensi . Untuk temperatur berhingga ( T > 0 MeV ), ada beberapa faktor harus dipertimbangkan yaitu faktor retardasi, Pauli blocking dan detail balans. Untuk bagian sebelah kiri gambar 3.3, garis ( hitam ) menunjukkan pengaruh faktor retardasi, garis titik-titik ( hijau ) menunjukkan pengaruh faktor detail balans dan garis putus-putus ( merah ) menunjukkan pengaruh faktor Pauli blocking. Tampak jelas faktor detail balans menaikkan besarnya penampang lintang diferensial, sedangkan faktor Pauli blocking menurunkan besarnya penampang lintang diferensial. Secara umum kedua faktor ini menaikkan besarnya harga penampang lintang diferensial. Sehingga jika temperatur naik maka penampang lintang diferensial hamburan neutrino elektron dimedium juga naik. Sedangkan bagian sebelah kanan gambar 3.3, diperlihatkan kontribusi dari masing-masing interaksi ( lemah, elektromagnetik dan interferensi ). Dapat dilihat bahwa interaksi lemah mempunyai kontribusi paling besar, ini sesuai dengan Standard Model bahwa interaksi neutrino didominasi interaksi lemah. Tetapi ternyata ada kontribusi lain yaitu interaksi elektromagnetik dan interferensi yang diakibatkan faktor bentuk elektromagnetik neutrino, meskipunpun pengaruhnya tidak sesignifikan interaksi lemah. Hal ini sesuai dengan apa yang diperoleh pada T = 0 MeV. Untuk gambar-gambar selanjutnya disajikan penampang lintang diferensial total saja, dimana faktor-faktor retardasi, Pauli blocking dan detailed balance sudah diperhitungkan. Gambar 3.4 menunjukkan penampang lintang diferensial neutrino dengan menvariasikan temperatur. Jelas terlihat penampang lintang diferensial hamburan neutrino elektron dimateri sangat sensitif terhadap kenaikan temperatur. Hal ini dikarenakan polarisasi longitudinal dan transversal yang memberikan kontribusi pada penampang lintang hamburan neutrino dengan materi elektron sangat sensitif terhadap kenaikan temperatur (gambar 3.1). Untuk aplikasi pada atmosfir supernova nanti akan dipakai temperatur maksimum 20 MeV atau sekitar 3.1011 K. Gambar 3.5 menunjukkan pengaruh variasi momen dipol neutrino ( µν ) Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 T0 T1 T2 T3 250 200 -9 dEv ) ( 10 /MeVcm) 37 ’ 150 50 3 d /(Vd 2 100 0 -6 -4 -2 0 2 4 6 q0 (MeV) Gambar 3.4: Perbandingan penampang lintang diferensial ( T0 = 0 MeV, µ0 = 50 MeV, T1 = 20 MeV, µ1 = 26, 79 MeV, T2 = 40 MeV, µ2 = 7, 88 MeV, T3 = 60 MeV, µ3 = 3, 52 MeV, |~q| = 5 MeV, Ev = 10 MeV, Rν = 5.10−6 MeV−1 , µν = 10−10 µB ). Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 38 T1, T1, T1, 250 2 3 1 2 3 200 -9 d /(Vd dEv ) ( 10 /MeVcm) 200 150 ’ 2 ’ 150 100 3 100 3 2 T2, T2, T2, 1 -9 d /(Vd dEv ) ( 10 /MeVcm) 250 50 50 0 0 -6 -4 -2 0 2 q0 (MeV) 4 6 -6 -4 -2 0 2 4 6 q0 (MeV) Gambar 3.5: Perbandingan penampang lintang diferensial ( T1 = 20 MeV, µ1 = 26, 79 MeV, T2 = 40 MeV, µ2 = 7.88 MeV, |~q| = 5 MeV, Ev = 10 MeV, Rν = 5.10−6 MeV−1 , µν1 = 10−10 µB , µν2 = 5.10−10 µB , µν3 = 10−9 µB ). Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 39 dengan satuan magneton Bohr ( µB ), untuk temperatur yang berbeda. Disini terlihat pengaruh momen dipol neutrino sangat signifikan baik untuk temperatur rendah maupun temperatur tinggi. Efek ini menjadi semakin besar jika temperatur materi naik. R R R 15 1 2 3 -9 dEv ) ( 10 /MeVcm) 20 5 3 d /(Vd 2 ’ 10 0 -6 -4 -2 0 2 4 6 q0 (MeV) Gambar 3.6: Perbandingan penampang lintang diferensial ( T = 20 MeV, µ = 26, 79 MeV, |~q| = 5 MeV, Ev = 10 MeV, µν = 10−10 µB , Rν1 = 10−9 MeV−1 , Rν2 = 10−11 MeV−1 , Rν3 = 10−12 MeV−1 ). Gambar 3.6 menunjukkan pengaruh variasi jari-jari muatan neutrino ( Rν ). Dari grafik terlihat penampang lintang diferensial neutrino tidak sensitif terhadap perubahan jari-jari muatan neutrino Rν . Sehingga dapat disimpulkan, pengaruh jari-jari muatan neutrino tidak memberikan efek yang signifikan terhadap penampang lintang, hal ini konsisten dengan apa yang didapat pada kasus T = 0 MeV (Caroline 2004). Gambar 3.7 membahas pengaruh kerapatan jumlah elektron (ρ) untuk temperatur berbeda lihat tabel 3.1 (keterangan : µ adalah potensial kimia elektron). Disini terlihat dengan jelas pengaruh kerapatan elektron sangat signifikan Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 40 300 300 1 1 2 d /(Vd dEv ) ( 10 /MeVcm) 3 250 T = 20 MeV T = 60 MeV 200 150 ’ 150 ’ 2 100 3 2 3 3 250 -9 200 -9 d /(Vd dEv ) ( 10 /MeVcm) 2 50 0 100 50 0 -6 -4 -2 0 2 4 q0 (MeV) 6 -6 -4 -2 0 2 4 6 q0 (MeV) Gambar 3.7: Perbandingan tampang lintang dengan variasi kerapatan elektron ( ρ1 = 2112, 713 MeV3 , ρ2 = 8450, 852 MeV3 , ρ3 = 42254, 26 MeV3 , |~q| = 5 MeV, Ev = 10 MeV, Rν = 5.10−6 MeV−1 , µν = 10−10 µB ). T (MeV) 20 20 20 60 60 60 ρ (MeV3 ) µ (MeV) 2112.713 15.6585 8450.852 42.1981 42254.260 91.6130 2112.713 1.7626 8450.852 7.0414 42254.260 34.1384 Tabel 3.1: Tabel variasi kerapatan dan potensial kimia elektron. Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 41 terutama justru untuk temperatur rendah pada penampang lintang diferensial hamburan neutrino terhadap materi elektron. 0.25 Ev1 Ev2 Ev3 0.1 0.15 6 T= 10 MeV (10 m) 0.15 6 (10 m) 0.2 T1 T2 T3 0.2 Ev= 5 MeV 0.1 0.05 0.05 0.0 0.0 0 1000 2000 3000 4000 5000 3 (MeV ) 0 2000 4000 6000 8000 10000 3 (MeV ) Gambar 3.8: Jalan bebas rata-rata neutrino interaksi total terhadap kerapatan elektron dengan variasi temperatur dan energi neutrino datang ( T1 = 10 MeV, T2 = 15 MeV, T3 = 20 MeV, Ev1 = 5 MeV, Ev2 = 7, 5 MeV, Ev3 = 10 MeV, µν = 10−10 µB , Rν = 5.10−6 MeV−1 ). Pada gambar 3.8 dan 3.9, jalan bebas rata-rata neutrino ketika berinteraksi dengan gas elektron sebagai fungsi kerapatan elektron diberikan. Sebelah kiri gambar 3.8 ditunjukan variasi energi neutrino datang sedangkan sebelah kanan sebagai variasi temperatur. Dari gambar-gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin besar energi neutrino datang dan temperatur, semakin kecil jalan bebas rata-ratanya. Hal ini dapat dimengerti, karena semakin besar energinya atau temperaturnya maka semakin sering neutrino berinteraksi dengan elektron sehingga penampang lintang total hamburannya naik. Padahal kita tahu jalan bebas rata-rata neutrino di materi berbanding terbalik dengan penampang lintang total. Kenyataan semakin besar temperaturnya semakin besar penampang lintang diferensial dapat dilihat pada gambar 3.4. Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 42 0.25 Weak Weak+EM Weak+EM+INT=Total 0.15 6 (10 m) 0.2 0.1 0.05 0.0 0 1000 2000 3000 4000 5000 3 (MeV ) Gambar 3.9: Jalan bebas rata-rata neutrino interaksi total, lemah ( Weak ), lemah + elektromagnetik ( Weak + EM ), terhadap kerapatan elektron ( T = 10 MeV, Ev = 5 MeV, µν = 10−10 µB , Rν = 5.10−6 MeV−1 ). Gambar 3.9 ditunjukkan pengaruh interaksi-interaksi lemah, elektromagnetik dan total Seperti yang kita harapkan tampak interaksi elektromagnetik dan interferensi tidak memberikan kontribusi yang signifikan terhdap jalan bebas rata-rata neutrino di materi elektron, meski temperaturnya tidak nol. Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 43 3.2 Random Phase Approximation ( RPA ) dan Massa Foton Efektif ( MPE ) Pada bagian ini akan dipelajari efek-efek dari korelasi RPA yang merupakan harga pendekatan pada polarisasi elektron ketika semua ring diagram, dalam diagram Feynman dipertimbangkan, dan faktor MPE karena efek medium, yang menyatakan bahwa ketika foton ( sebagai pembawa interaksi elektromagnetik ) berada dalam lingkungan gas elektron, maka foton tidak lagi bermasa nol. Hasilnya dibandingkan dengan perhitungannya yang hanya menggunakan pendekatan respon linier. MPE mempengaruhi besar propagator interaksi elektromagnetik, jadi selain mempengaruhi penampang lintang, lihat persamaan 2.10, MPE juga mempengaruhi RPA, karena didalam persamaan RPA terdapat juga propagator interaksi elektromagnetik, lihat persamaan I.1. 10 T= 0 MeV -9 0.25 -9 d /(Vd dEv ) ( 10 /MeVcm) 0.3 LR LR+RPA LR+MPE LR+RPA+MPE d /(Vd dEv ) ( 10 /MeVcm) LR LR+RPA LR+MPE LR+RPA+MPE 0.35 T= 10 MeV 6 ’ ’ 0.2 8 4 2 2 0.15 3 3 0.1 2 0.05 0.0 0 0 1 2 3 q0 (MeV) 4 5 -4 -2 0 2 4 q0 (MeV) Gambar 3.10: Perbandingan penampang lintang diferensial untuk respon linier, random phase approximation dan massa foton efektif pada Ev = 10 MeV, Rν = 5.10−6 MeV−1 dan µν = 10−10 µB . Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 44 Gambar 3.10 sebelah kiri ( T = 0 MeV ) memperlihatkan korelasi RPA menurunkan penampang lintang diferensial sampai sekitar 20 %, sedangkan gambar sebelah kanan ( T = 10 MeV ) korelasi RPA menurunkan penampang lintang hampir mencapai 80 % dari penampang lintang dihitung dengan pendekatan linier respon. Ini artinya korelasi RPA terhadap penampang lintang diferensial sangat signifikan untuk temperatur berhingga. Sedangkan pengaruh MPE tidak terlalu signifikan baik untuk T = 0 MeV maupun untuk T = 10 MeV dibandingkan efek RPA. Tetapi dengan naiknya temperatur efek MPE sedikit demi sedikit muncul. 9 0.25 LR LR+RPA LR+MPE LR+RPA+MPE 8 LR LR+RPA LR+MPE LR+RPA+MPE 0.2 T= 0 MeV T= 10 MeV 0.15 6 (10 m) 6 6 (10 m) 7 5 0.1 4 3 0.05 2 0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 3 (MeV ) 0 1000 2000 3000 4000 5000 3 (MeV ) Gambar 3.11: Perbandingan jalan bebas rata-rata untuk respon linier, random phase approximation dan massa foton efektif pada Ev = 10 MeV, Rν = 5.10−6 MeV−1 dan µν = 10−10 µB . Gambar 3.11 memperlihatkan efek korelasi RPA dan MPE dalam menaikkan jalan bebas rata-rata. Pengaruh MPE pada jalan bebas rata-rata neutrino tampak lebih nyata untuk T = 0 MeV dibandingkan T = 10 MeV, karena pada T lebih besar jalan bebas rata-rata neutrino menjadi lebih kecil. Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 45 3.3 Aplikasi pada Atmosfir Supernova Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa simulasi dari dinamika supernova yang ada saat ini cocok dengan tahapan-tahapan awal dari mekanisme supernova, tetapi tidak mampu menjelaskan ledakan supernova sehingga tampaknya masih ada beberapa fisika yang hilang yang perlu diselidiki (Keil 2003). Transport neutrino merupakan input yang sangat krusial dari simulasi dinamika supernova. Semua jenis neutrino dari berbagai flavour dipancarkan oleh bintang neutron yang terbentuk melalui ledakan supernova. Bahkan jika pada proses masih ada cukup kelimpahan proton, maka sebagian neutrino akan terperangkap dalam inti bintang. Hal ini terjadi jika jalan bebas rata-rata neutrino di bintang lebih pendek dibanding jari-jari bintang. Disisi lain efek dari propagasi neutrino melalui atmosfir supernova juga tidak dapat diabaikan pada simulasi mekanisme supernova yang realistik. Sehingga pada sub bab ini akan dipelajari dan dihitung jalan bebas rata-rata neutrino pada atmosfir supernova. Karena temperatur di atmosfir supernova tidak dapat dikatakan nol dan karena massa elektron cukup kecil dibandingkan massa proton dan neutron, maka efek RPA dan MPE mungkin tidak dapat diabaikan. Hal ini akan menjadi fokus pada sub bab ini. Harga temperatur dan kerapatan elektron sebagai fungsi jarak relatif terhadap permukaan inti supernova, diambil dari hasil simulasi Monte Carlo dari referensi (Keil 2003) baik berdasarkan pendekatan Newton maupun relativitas umum untuk perhitungan gravitasi pada supernova. Data dari referensi (Keil 2003) dapat dilihat pada tabel 3.2 untuk hasil yang berdasarkan relativitas umum dan tabel 3.3 untuk hasil yang berdasarkan pendekatan Newton, dimana r & T adalah radius dan temperatur atmosfir supernova dan µe & µν adalah potensial kimia elektron dan neutrino. Pada gambar 3.12 diberikan perbandingan jalan bebas rata-rata terhadap jari-jari atmosfir supernova, baik untuk pendekatan respon linier maupun memperhitungkan koreksi RPA dan MPE, baik untuk kasus Newton maupun relativitas umum. Jelas tampak korelasi RPA dan MPE tidak signifikan untuk kasus ini. Hal ini tampaknya dikarenakan terutama karena renggangnya kerapatan elektron pada atmosfir supernova selain tidak konstanUniversitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 46 r (Km) 20 30 40 50 60 70 80 90 100 T (MeV) µe (MeV) µν (MeV) 18.51 47.110 10.846 9.23 22.438 3.834 5.96 13.251 2.874 4.69 8.933 2.990 4.34 4.793 1.319 3.93 2.978 0.886 3.53 2.171 0.591 3.17 1.915 0.629 2.96 1.540 0.461 Tabel 3.2: Data : RadiiGR (Keil 2003). r (Km) 20 30 40 50 60 70 80 90 100 T (MeV) µe (MeV) µν (MeV) 15.99 52.231 15.393 7.10 20.493 2.891 4.24 12.077 3.185 3.79 5.052 0.886 3.50 2.477 0.614 3.03 1.606 0.628 2.64 1.278 0.748 2.29 1.085 0.810 2.06 0.947 0.865 Tabel 3.3: Data : RadiiNW (Keil 2003). Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 47 50 NW:LR NW:LR+RPA NW:LR+MPE NW:LR+RPA+MPE GR:LR GR:LR+RPA GR:LR+MPE GR:LR+RPA+MPE 30 6 (10 m) 40 NW 20 10 GR 0 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Radii (km) Gambar 3.12: Perbandingan jalan bebas rata-rata terhadap jari-jari atmosfir supernova untuk respon linier, random phase approximation dan massa foton efektif pada Ev = 5 MeV, Rν = 5.10−6 MeV−1 dan µν = 10−10 µB . Dengan data : RadiiNW dan RadiiGR. nya temperatur dan kerapatan elektron terhadap perubahan jari-jari atmosfir supernova. Dilain pihak tampak jelas bahwa koreksi relativitas umum sangat signifikan. Pada panel sebelah kanan gambar 3.13 diberikan jalan bebas rata-rata sebagai fungsi temperatur pada atmosfir supernova, sedangkan pada panel sebelah kiri diberikan jalan bebas rata-rata sebagai fungsi kerapatan elektron pada atmosfir supernova. Tampak efek korelasi RPA, MPE dan relativitas umum tidak memberikan efek yang nyata pada kasus-kasus ini. Pada gambar 3.14 diberikan efek momen dipol neutrino terhadap jalan bebas rata-rata neutrino pada atmosfir supernova. Jelas tampak bahwa jalan bebas rata-rata neutrino diatmosfir supernova cukup sensitif terhadap harga momen dipol neutrino. Sedangkan harga jari-jari muatan neutrino tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada jalan bebas rata-rata neutrino pada atmosfir supernova. Hal ini dapat dilihat pada gambar 3.15. Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 48 50 50 NW:LR NW:LR+RPA NW:LR+MPE NW:LR+RPA+MPE GR:LR GR:LR+RPA GR:LR+MPE GR:LR+RPA+MPE 40 NW:LR NW:LR+RPA NW:LR+MPE NW:LR+RPA+MPE GR:LR GR:LR+RPA GR:LR+MPE GR:LR+RPA+MPE 40 30 6 6 (10 m) (10 m) 30 20 20 10 10 0 0 1 2 10 5 2 1 2 10 Log temperatur (MeV) 3 10 10 4 10 3 Log (MeV ) Gambar 3.13: Perbandingan jalan bebas rata-rata pada atmosfir supernova terhadap temperatur dan kerapatan elektron pada Ev = 5 MeV, Rν = 5.10−6 MeV−1 dan µν = 10−10 µB . -10 14 =10 B -10 =2.10 B -10 =4.10 B 12 6 (10 m) 10 Data: RadiiGR 8 6 4 2 0 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Radii (km) Gambar 3.14: Perbandingan jalan bebas rata-rata terhadap jari-jari atmosfir supernova dengan variasi momen dipol neutrino pada Ev = 5 MeV dan Rν = 0 MeV−1 . Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 49 -9 -1 R =1.10 MeV -11 -1 R =1.10 MeV -12 -1 R =1.10 MeV 14 12 6 (10 m) 10 Data: RadiiGR 8 6 4 2 0 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Radii (km) Gambar 3.15: Perbandingan jalan bebas rata-rata terhadap jari-jari atmosfir supernova dengan variasi jari-jari muatan neutrino pada Ev = 5 MeV dan µν = 10−10 µB . Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 Bab 4 Kesimpulan Pada bab ini akan diberikan kesimpulan pada tesis ini. Pada pendekatan respon linier dapat kami simpulkan, pertama pada polarisasi, bahwa variasi temperatur terhadap energi transfer hanya mempengaruhi polarisasi longitudinal, transversal dan vektor-aksial. Untuk polarisasi aksial tidak ada perubahan signifikan terhadap perubahan temperatur. Kemudian untuk penampang lintang diferensial, faktor detail balance dan Pauli blocking menaikkan besarnya harga penampang lintang diferensial. Ditinjau dari segi interaksi, dapat disimpulkan bahwa interaksi lemah yang mempunyai kontribusi paling besar, ini sesuai dengan standar model, tetapi kontribusi elektromagnetik dan interfererensi tidak bisa diabaikan, walaupun pengaruhnya tidak sesignifikan interaksi lemah. Kemungkinan untuk pengembangan penelitian selanjutnya pengaruh interaksi akibat faktor bentuk ini bisa lebih diteliti dengan penambahan partikel, misal neutron dan proton ataupun partikel yang lain. Hal ini berguna untuk mempelajari interaksi neutrino dengan “core” dari supernova. Penampang lintang diferensial sangat sensitif terhadap kenaikan temperatur, hal ini sesuai dengan kesimpulan tentang polarisasi, kenaikan temperatur mempengaruhi ketiga polarisasi dari empat polarisasi yang ada. Pengaruh momen dipol sangat sensitif terhadap penampang lintang diferensial, efek ini menjadi semakin besar jika temperatur materi naik. Sebaliknya penampang lintang diferensial tidak sensitif terhadap perubahan jari-jari muatan, hal ini juga sama dengan yang diperoleh pada penelitian temperatur nol sebelumnya (Caroline 2004). 50 Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 51 Sedangkan untuk variasi kerapatan elektron, penampang lintang diferensial sangat sensitif terutama justru untuk temperatur yang rendah. Kemudian untuk jalan bebas rata-rata, seperti kita ketahui besaran ini berbanding terbalik dengan penampang lintang diferensial, maka dari hasil penelitian disimpulkan bahwa semakin besar temperatur dan energi neutrino datang semakin kecil jalan bebas rata-rata nutrino. Dan sama seperti penampang lintang diferensial, pengaruh interaksi lemah yang paling dominan dan interaksi yang lain yaitu elektromagntik dan interferensi tidak memberikan kontribusi yang cukup signifikan meski T 6= 0. Selanjutnya pengaruh korelasi RPA menurunkan penampang lintang diferensial untuk temperatur nol maupun berhingga. Penurunan ini sangat signifikan untuk temperatur berhingga. Sedangkan pengaruh MPE tidak terlalu signifikan baik untuk temperatur nol maupun berhingga bila dibandingkan dengan efek RPA. Tetapi dengan naiknya temperatur efek MPE sedikit demi sedikit mulai muncul. Efek korelasi RPA dan MPE menaikkan jalan bebas rata-rata. Pengaruh MPE pada jalan bebas rata-rata tampak lebih nyata untuk temperatur nol dibandingkan temperatur berhingga, karena pada temperatur lebih besar jalan bebas rata-rata menjadi lebih kecil. Untuk aplikasi pada atmosfir supernova, jalan bebas rata-rata neutrino dengan variasi jari-jari atmosfir supernova, tidak sensitif terhadap pengaruh korelasi RPA dan MPE, baik untuk perhitungan Newton maupun relativitas umum untuk melukiskan gravitasi pada supernova. Hal ini tampaknya dikarenakan terutama karena renggangnya kerapatan elektron pada atmosfir supernova. Selain itu disebabkan juga karena tidak konstannya temperatur dan kerapatan elektron terhadap perubahan jari-jari atmosfir supernova. Tetapi dilain pihak tampak jelas bahwa korelasi relativitas umum sangat signifikan efeknya. Untuk variasi temperatur dan kerapatan elektron terhadap jalan bebas ratarata neutrino, efek korelasi RPA, MPE dan relativitas umum tidak memberikan pengaruh yang nyata. Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 52 Akan tetapi jalan bebas rata-rata neutrino di atmosfir supernova cukup sensitif terhadap harga momen dipol neutrino. Dan sama dengan kesimpulan yang sebelumnya untuk kasus T konstan/µe konstan, harga jari-jari muatan neutrino tidak tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada jalan bebas rata-rata neutrino pada atmosfir supernova. Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 Lampiran A Hamburan Neutrino dengan Elektron di Vakum A.1 Kontribusi Interaksi Lemah Matrik transisi interaksi lemah dari gambar 2.4 adalah, GF MW = √ ū(p′ )γµ (CV + CA γ 5 )u(p) ū(k ′ )γ µ (1 + γ 5 )u(k), 2 G 2 F √ M2W = [ū(p′ )γµ (CV + CA γ 5 )u(p)]2 [ū(k ′ )γ µ (1 + γ 5 )u(k)]2, {z } {z }| 2 | e(W ) Lµν = G 2 F ) µν(W ) √ Le(W , µν Lν 2 µν(W ) Lν dengan e dan ν adalah elektron dan neutrino. A.1.1 Tensor Elektron Interaksi Lemah ) Le(W = [ū(p′ )γµ (CV + CA γ 5 )u(p)]2 , µν = [ū(p′ )γµ (CV + CA γ 5 )u(p)][ū(p′ )γν (CV + CA γ 5 )u(p)]∗, 53 Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 (A.1) 54 dengan ketentuan, ū = u† γ 0 , γ 0† = γ 0 , (γ 0 γµ )† = 㵆 γ 0† = 㵆 γ 0 = γ 0 㵆 , γ 5† = γ 5 . ) Le(W = [ū(p′ )γµ (CV + CA γ 5 )u(p)][u†(p′ )γ0 γν (CV + CA γ 5 )u(p)]† , µν = [u(p′)γµ (CV + CA γ 5 )u(p)][ū(p′ )γν† γ0† (CV + CA γ 5 )u† (p)], = [ū(p′ )γµ (CV + CA γ 5 )u(p)][u†(p)γ0 γν (CV + CA γ 5 )ū(p′ )], = [u(p′)γµ (CV + CA γ 5 )u(p)][ū(p)γν (CV + CA γ 5 )u(p′ )], kemudian dengan menggunakan Casimir trick (Halzen & Martin 1984, Kumerički 2001), unsur-unsurnya dijadikan komponen matrik, ) Le(W = µν X ūα (p′ )γµαβ (CV + CA γ 5 )uβ (p)ūγ (p)γνγδ (CV + CA γ 5 )uδ (p′ ), dan karena merupakan komponen matrik bukan komponen vektor, maka unsur-unsurnya bisa ditukar, ) Le(W = µν X uδ (p′ )ūα (p′ )γµαβ (CV + CA γ 5 )uβ (p)ūγ (p)γνγδ (CV + CA γ 5 ), dengan menggunakan completeness relations didapatkan, ) Le(W = µν ) Le(W µν = X X uδ (p′ )ūα (p′ ) γµαβ (CV + CA γ 5 ) uβ (p)ūγ (p) γνγδ (CV + CA γ 5 ), {z } | | {z } (6 p′ + me )δα ′ (6 p + me )βγ γµαβ (CV (6 p + me )βγ 5 + CA γ )(6 p + me )βγ γνγδ (CV + CA γ 5 ), dijadikan bentuk Trace, ) Le(W = T r(6 p′ + me )γµ (CV + CA γ 5 )(6 p + me )γν (CV + CA γ 5 ), (A.2) µν = T r(6 p′ + me )Jµe(W ) (CV + CA γ 5 )(6 p + me )Jνe(W ) , Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 55 dimana J e adalah vertex elektron interaksi lemah, Jµe(W ) = γµ (CV + CA γ 5 ), Jνe(W ) = γν (CV + CA γ 5 ). Kemudian persamaan (A.2) dapat ditulis, ) Le(W = CV2 T r[(6 p′ + me )γµ (6 p + me )γν ], µν + 2CV CA T r[(6 p′ + me )γµ (6 p + me )γν γ 5 ], + 2CA2 T r[(6 p′ + me )γµ γ 5 (6 p + me )γν γ 5 ], (A.3) dan, e(W ) Lµν = CV2 T r[(6 p′ + me )γµ (6 p + me )γν ], {z } | V (p′ , p) Fµν + 2CV CA T r[(6 p′ + me )γµ (6 p + me )γν γ 5 ], | {z } V A (p′ , p) Fµν + 2CA2 T r[(6 p′ + me )γµ γ 5 (6 p + me )γν γ 5 ] . | {z } A (p′ , p) Fµν dengan, bagian vektor: V Fµν (p′ , p) = T r[(6 p′ + me )γµ (6 p + me )γν ], (A.4) bagian vektor-aksial: VA ′ Fµν (p , p) = T r[(6 p′ + me )γµ (6 p + me )γν γ 5 ], (A.5) A Fµν (p′ , p) = T r[(6 p′ + me )γµ γ 5 (6 p + me )γν γ 5 ], (A.6) bagian aksial: dan p′ =p + q. Jadi bisa disimpulkan tensor elektron interaksi lemah terdiri dari bagian vektor, vektor-aksial dan aksial. Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 56 A.1.2 Tensor Neutrino Interaksi Lemah ) Lµν(W = [ū(k ′ )γ µ (1 + γ5)u(k)]2, ν = [ū(k ′ )γ µ (1 + γ5)u(k)][ū(k ′ )γ ν (1 + γ5)u(k)]∗ , = [ū(k ′ )γ µ (1 + γ5)u(k)][u†(k ′ )γ 0 γ ν (1 + γ5)u(k)]† . Dengan ketentuan yang sama seperti yang dipakai dibagian elektron maka didapatkan: ) Lµν(W = [ū(k ′ )γ µ (1 + γ5)u(k)][u(k ′)γ ν† γ 0 (1 + γ5)u† (k)], ν = [ū(k ′ )γ µ (1 + γ5)u(k)][u(k ′)γ 0 γ ν (1 + γ5)u† (k)], = [ū(k ′ )γ µ (1 + γ5)u(k)][u†(k)γ 0 γ ν (1 + γ5)u(k ′ )], = [ū(k ′ )γ µ (1 + γ5)u(k)][ū(k)γ ν (1 + γ5)u(k ′ )], X µ ν = ūα (k ′ )γαβ (1 + γ5)uβ (k)ūγ (k)γγδ (1 + γ5)uδ (k ′ ), X µ ν = uδ (k ′ )ūα (k ′ )γαβ (1 + γ5)uβ (k)ūγ (k)γγδ (1 + γ5), maka, ) Lµν(W = T r[(6 k ′ + mν )γ µ (1 + γ5)(6 k + mν )γ ν (1 + γ5)], ν (A.7) = T r[(6 k ′ + mν )Jνµ(W ) (6 k + mν )Jνν(W ) ], dimana Jν adalah vertex neutrino interaksi lemah, Jνµ(W ) = γ µ (1 + γ5), Jνν(W ) = γ ν (1 + γ5). Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 57 A.2 Kontribusi Interaksi Elektromagnetik Matrik transisi interaksi elektromagnetik dari gambar 2.5 adalah, MEM = 4πα ū(p′ )γµ u(p) q2 Pµ u(k)], × ū(k ′ )[fmν γ µ + g1ν γ µ γ 5 − (f2ν + ig2ν γ 5 ) 2me 4πα 2 h i2 ′ = ū(p )γµ u(p) q2 | {z } M2EM e(EM ) × = Lµν io2 h Pµ u(k) , ū(k ′ ) fmν γ µ + g1ν γ µ γ 5 − (f2ν + ig2ν γ 5 ) 2me | {z } n 4πα 2 q2 µν(EM ) Lν ) µν(EM ) Le(EM Lν . µν (A.8) A.2.1 Tensor Elektron Interaksi Elektromagnetik h i2 ū(p′ )γµ u(p) , h ih i = ū(p′ )γµ u(p) ū(p′ )γν u(p) ,∗ ) Le(EM = µν dengan penurunan yang sama dengan pada bagian interaksi lemah, akhirnya didapatkan, ) Le(EM = T r[(6 p′ + me )γµ (6 p + me )γν ], µν (A.9) = T r[(6 p′ + me )Jµe (6 p + me )Jνe ], dengan Jµe = γµ , Jνe = γν . Persamaan (A.9) dapat dituliskan, ) Le(EM = T r[(6 p′ + me )γµ (6 p + me )γν ] . µν | {z } V Fµν Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 58 Jadi bisa disimpulkan tensor elektron interaksi elektromagnetik terdiri dari bagian vektor saja. A.2.2 Tensor Neutrino Interaksi Elektromagnetik ) Lµν(EM ν io2 n h µ ′ µ µ 5 5 P u(k) = ū(k ) fmν γ + g1ν γ γ − (f2ν + ig2ν γ ) 2me n h io Pµ = ū(k ′ ) fmν γ µ + g1ν γ µ γ 5 − (f2ν + ig2ν γ 5 ) u(k) 2me n h io∗ ν ′ ν ν 5 5 P × ū(k ) fmν γ + g1ν γ γ − (f2ν + ig2ν γ ) u(k) 2me dengan penurunan yang sama dengan pada bagian interaksi lemah, akhirnya didapatkan, n h µ i ) ′ µ µ 5 5 P Lµν(EM = T r (6 k + m )) f γ + g γ γ − (f + ig γ ) ν mν 1ν 2ν 2ν ν 2me h ν io P × (6 k + mν ) fmν γ ν + g1ν γ ν γ 5 − (f2ν + ig2ν γ 5 ) ,(A.10) 2me atau ) Lµν(EM = T r[(6 k ′ + mν )Jνµ (6 k + mν )Jνν , ν dengan h Pµ i fmν γ µ + g1ν γ µ γ 5 − (f2ν + ig2ν γ 5 ) , 2me h ν i ν ν 5 5 P . = fmν γ + g1ν γ γ − (f2ν + ig2ν γ ) 2me Jνµ = Jνν A.3 Kontribusi Interferensi Matrik transisi interferensi dari persamaan (2.6) dan (2.7) adalah, MEM M∗W = 4πα ū(p′ )γµ u(p) q2 h i Pµ × ū(k ′ ) fmν γ µ + g1ν γ µ γ 5 − (f2ν + ig2ν γ 5 ) u(k) 2me hG i∗ F × √ ū(p′ )γµ (CV + CA γ 5 )u(p) ū(k ′ )γ µ (1 + γ 5 )u(k) . 2 Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 59 GF MW M∗EM = √ ū(p′ )γµ (CV + CA γ 5 )u(p) ū(k ′ )γ µ (1 + γ 5 )u(k) 2 n 4πα × ū(p′ )γµ u(p) q2 io∗ h Pµ . u(k) × ū(k ′ ) fmν γ µ + g1ν γ µ γ 5 − (f2ν + ig2ν γ 5 ) 2me Kedua faktor bisa dianggap sama, maka MEM M∗W + MW M∗EM = 4πα G h ih i∗ F ′ 5 ′ √ = 2 ū(p )γµ u(p) ū(p )γµ (CV + CA γ )u(p) q2 2 | {z } e(INT ) Lµν h in h io∗ Pµ × ū(k ′ )γ µ (1 + γ 5 )u(k) ū(k ′ ) fmν γ µ + g1ν γ µ γ 5 − (f2ν + ig2ν γ 5 ) , u(k) 2me | {z } µν(INT ) Lν = 8GF πα e(IN T ) µν(IN T ) √ Lµν Lν . q2 2 (A.11) A.3.1 Tensor Elektron Interferensi h ih i∗ T) ′ ′ 5 Le(IN = ū(p )γ u(p) ū(p )γ (C + C γ )u(p) µ µ V A µν dengan penurunan yang sama dengan pada bagian interaksi lemah, akhirnya didapatkan, T) Le(IN = T r[(6 p′ + me )γµ (CV + CA γ 5 )(6 p + me )γν ], µν (A.12) = T r[(6 p′ + me )Jµe (6 p + me )Jνe , dengan Jµe = γµ (CV + CA γ 5 ), Jνe = γν . Kemudian persamaan (A.12) dapat ditulis, T) Le(IN = CV T r[(6 p′ + me )γµ + (6 p + me )γν ] µν + CA T r[(6 p′ + me )γµ γ 5 + (6 p + me )γν ] (A.13) Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 60 dan, T) Le(IN = CV T r[(6 p′ + me )γµ + (6 p + me )γν ] µν | {z } V Fµν + CA T r[(6 p′ + me )γµ γ 5 + (6 p + me )γν ] . {z } | VA Fµν Jadi bisa disimpulkan tensor elektron interferensi terdiri dari bagian vektor dan vektor aksial. A.3.2 Tensor Neutrino Interferensi T) Lµν(IN ν h i ′ µ 5 = ū(k )γ (1 + γ )u(k) h µ i∗ ′ µ µ 5 5 P × ū(k ) fmν γ + g1ν γ γ − (f2ν + ig2ν γ ) , 2me dengan penurunan yang sama dengan pada bagian interaksi lemah, akhirnya didapatkan, T) Lµν(IN = T r[(6 k ′ + mν )γ µ (1 + γ 5 )(6 k + mν ) ν h µ i µ µ 5 5 P × fmν γ + g1ν γ γ − (f2ν + ig2ν γ ) , 2me = T r[(6 k ′ + mν )Jνµ (6 k + mν )Jνν , (A.14) dengan Jνµ = γ µ (1 + γ 5 ) h µ i ν µ µ 5 5 P Jν = fmν γ + g1ν γ γ − (f2ν + ig2ν γ ) . 2me Jadi penampang lintang diferensial dapat ditulis, dσ ∝ M2 ∝ M2W + M2EM + MW M∗EM + MEM M∗W G 2 4πα 2 F ) µν(W ) ) µν(EM ) √ ∝ Le(W L + Le(EM Lν µν ν µν 2 q 2 µ 8GF πα e(IN T ) µν(IN T ) √ Lµν + Lν . qµ2 2 (A.15) Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 Lampiran B Polarisasi Tensor polarisasi elektron dari persamaan (2.9) adalah (Horowitz & Wehrberger 1991): Πµν (q) = −i Z d4 p T r[G(p) Jµe G(p + q) Jνe ]. 4 2π (B.1) Dimana Jµe dan Jνe adalah verteks elektron dan propagator partikel target adalah, G(p) = GF (p) + GD (p), G(p + q) = GF (p + q) + GD (p + q). (B.2) GD adalah propagator yang bergantung pada kerapatan, yang mengakomodasi efek korelasi gas elektron. GF adalah propagator fermion standard. Jika persamaan (B.2) disubstitusi ke persamaan (B.1) maka akan menghasilkan: Z d4 p T r{[GF (p) + GD (p)] Jµe [GF (p + q) + GD (p + q)] Jνe ]} 2π 4 Z 4 dp = −i T r[GF (p) Jµe GF (p + q) Jνe + GF (p) Jµe GD (p + q) Jνe 2π 4 +GD (p) Jµe GF (p + q) Jνe + GD (p) Jµe GD (p + q) Jνe ]. Πµν (q) = −i 61 Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 62 Dengan pendekatan medan rata-rata, suku GF (p) Jµe GF (p + q) Jνe diabaikan karena kontribusinya kecil. Persamaan menjadi: Πµν (q) = −i Z d4 p 1 T r[ GD (p) Jµe GD (p + q) Jνe + GF (p) Jµe GD (p + q) Jνe 4 2π 2 1 + GD (p) Jµe GD (p + q) Jνe + GD (p) Jµe GF (p + q) Jνe ]. 2 Jika p = p − q, maka: Πµν (q) = −i Z d4 p 1 T r[ GD (p − q) Jµe GD (p) Jνe + GF (p − q) Jµe GD (p) Jνe 4 2π 2 1 + GD (p) Jµe GD (p + q) Jνe + GD (p) Jµe GF (p + q) Jνe ], 2 dengan menggunakan theorema Trace : T r(γµ γν γβ γσ ) = T r(γβ γν γµ γσ ), maka persamaan menjadi: Πµν (q) = −i Z 1 d4 p T r[ GD (p) Jµe GD (p − q) Jνe + GD (p) Jµe GF (p − q) Jνe 4 2π 2 1 + GD (p) Jµe GD (p + q) Jνe + GD (p) Jµe GF (p + q) Jνe ] 2Z d4 p 1 = −i T r[ GD (p) Jµe GD (p + q) Jνe + GD (p) Jµe GF (p + q) Jνe 4 2π 2 1 + GD (p) Jµe GD (p − q) Jνe + GD (p) Jµe GF (p − q) Jνe ]. (B.3) 2 Bentuk eksplisit dari propagator GD dan GF adalah: GD (p) GD (p ± q) GF (p) GF (p ± q) = gD (p)(6 p + me ), = gD (p ± q)(6 p± 6 q + me ), = gF (p)(6 p + me ), = gF (p ± q)(6 p± 6 q + me ). Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 63 Kemudian dimasukkan ke persamaan (B.3), hasilnya: Πµν (q) = −i Z d4 p 2π 4 1 × T r[ gD (p)(6 p + me ) Jµe gD (p + q)(6 p+ 6 q + me ) Jνe 2 + gD (p)(6 p + me ) Jµe gF (p + q)(6 p+ 6 q + me ) Jνe 1 + gD (p)(6 p + me ) Jµe gD (p − q)(6 p− 6 q + me ) Jνe 2 + gD (p)(6 p + me ) Jµe gF (p − q)(6 p− 6 q + me ) Jνe ], dan dikelompokkan serta diberi nama, Πµν (q) = −i Z d4 p 2π 4 1 ×{[ gD (p)gD (p + q) + gD (p)gF (p + q)] T r(6 p + me ) Jµe (6 p+ 6 q + me ) Jνe {z } |2 {z }| I(p, p + q) Fµν (p, p + q) 1 +{[ gD (p)gD (p − q) + gD (p)gF (p − q)] T r(6 p + me ) Jµe (6 p− 6 q + me ) Jνe }. {z } |2 {z }| I(p, p − q) Fµν (p, p − q) Sehingga dapat ditulis, Πµν (q) = −i Z d4 p [I(p, p + q)Fµν (p, p + q)] + [I(p, p − q)Fµν (p, p − q)] . (B.4) | {z } 2π 4 disingkat (q → −q) Sistimatika penurunan yang kami lakukan untuk polarisasi elektron adalah pertama kami lakukan penurunan untuk kasus T = 0 MeV, sedangkan generalisasi untuk kasus T 6= 0 MeV dilakukan dengan mengganti fungsi θ dengan distribusi Fermi-Dirac serta memperhitungkan adanya anti partikel (tidak muncul pada T = 0 MeV). Karena bentuk eksplisit propagator partikel target untuk T = 0 MeV adalah, Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 64 gD (p) = gD (p ± q) = gF (p) = gF (p ± q) = iπ δ(p0 − Ep ) θ(kF − |~p|), Ep iπ δ(p0 ± q0 − Ep±q ) θ(kF − |~p ± ~q|), Ep±q 1 , 2 p − m2e + iǫ 1 , 2 (p ± q) − m2e + iǫ dengan kF adalah momentum-4 elektron pada level Fermi, maka I(p, p ± q) pada T = 0 MeV dapat ditulis sebagai: π2 2Ep Ep ± q × δ(p0 − Ep ) θ(kF − |~p|) δ(p0 ± q0 − Ep±q ) θ(kF − |~p ± ~q|) iπ δ(p0 − Ep ) θ(kF − |~p|) . (B.5) + Ep (p ± q)2 − m2e + iǫ I(p, p ± q) = − Pendekatan limit ǫ mendekati nol digunakan untuk menghindari singularitas: (p ± q)2 P iπ 1 = − δ(p0 ± q0 − Ep±q ), 2 2 2 − me + iǫ (p ± q) − me 2Ep±q dengan P adalah Principle Value. Maka persamaan (B.5) dapat ditulis: π2 2Ep Ep ± q × δ(p0 − Ep ) θ(kF − |~p|) δ(p0 ± q0 − Ep±q ) θ(kF − |~p ± ~q|) iπ + δ(p0 − Ep ) θ(kF − |~p|) Ep P iπ × [ − δ(p0 ± q0 − Ep±q )]. (B.6) 2 2 (p ± q) − me 2Ep±q I(p, p ± q) = − Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 65 Persamaan (B.6) disubstitusikan kedalam persamaan (B.4), hasilnya Πµν (q) = × + × Z d4 p 2π 4 iπ 2 δ(p0 − Ep ) θ(kF − |~p|) δ(p0 + q0 − Ep+q ) θ(kF − |~p + ~q|) 2Ep Ep + q π P iπ δ(p0 − Ep ) θ(kF − |~p|) δ(p + q − E ) − 0 0 p+q Ep (p + q)2 − m2e 2Ep+q Fµν (p, p + q) + (q → −q). (B.7) (2) = Π(1) µν (q) + Πµν (q). Persamaan (B.7) dibagi menjadi 2 bagian, bagian real dan bagian imaginer, tetapi bagien real masih bisa dibagi lagi menjadi bagian real dan imaginer juga, maka bagian real dari persamaan (B.7) adalah, Π(1) µν (q) Z 4 dp π = 4 (2π) Ep P iπ × − δ(p0 + q0 − Ep+q ) 2 2 (p + q) − me 2Ep+q | {z } | {z } real imaginer × δ(p0 − Ep ) θ(kF − |~p|)Fµν (p, p + q) + (q → −q), (B.8) dan bagian imaginer adalah, Z iπ 2 d4 p = (2π)4 2Ep Ep+q × δ(p0 − Ep ) θ(kF − |~p|) δ(p0 + q0 − Ep+q ) θ(kF − |~p + ~q|) Π(2) µν (q) × Fµν (p, p + q) + (q → −q). (B.9) Kemudian persamaan (B.8) dibagi lagi menjadi bagian real dan imaginer, Re Π(1) µν (q) Im Z 4 π dp P = δ(p0 − Ep ) θ(kF − |~p|) (2π)4 Ep (p + q)2 − m2e × Fµν (p, p + q) + (q → −q). (B.10) Π(1) µν (q) Z π2 d4 p = − δ(p0 − Ep ) θ(kF − |~p|) (2π)4 2Ep Ep+q × δ(p0 + q0 − Ep+q )Fµν (p, p + q) + (q → −q). (B.11) Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 66 Maka imaginer total dari tensor polarisasi elektron didapatkan dengan menggabungkan persamaan (B.9) dengan persamaan (B.11), didapatkan: Z d4 p π2 = (2π)4 2Ep Ep+q × δ(p0 − Ep ) θ(kF − |~p|) δ(p0 + q0 − Ep+q ) θ(kF − |~p + ~q| − 1 ) ΠIm µν × Fµν (p, p + q) + (q → −q). Suku (q → −q) dikembalikan ke bentuk semula, ΠIm µν = × + × Z π2 d4 p δ(p0 − Ep ) θ(kF − |~p|) δ(p0 + q0 − Ep+q ) (2π)4 2Ep Ep+q θ(kF − |~p + ~q| − 1 )Fµν (p, p + q) Z d4 p π2 δ(p0 − Ep ) θ(kF − |~p|) δ(p0 + q0 − Ep−q ) (2π)4 2Ep Ep−q θ(kF − |~p − ~q| − 1 )Fµν (p, p − q). (B.12) Dengan menggunakan sifat fungsi θ ( theta / step function ): θ(−x) = 1 − θ(x), dan dari prinsip konservasi arus q µ Fµν = 0 yang membuktikan bahwa Fµν (p, p + q) = Fµν (p, p − q) (seperti terlihat pada lampiran C), serta dengan mengganti p → p+2q, maka dari persamaan (B.12) didapat tensor polarisasi elektron untuk T = 0 MeV adalah, ΠIm µν Z π2 d4 p = − δ(p0 − Ep ) θ(kF − |~p|) δ(p0 + q0 − Ep+q ) (2π)4 2Ep Ep+q × θ(|~p + ~q| − kF )Fµν (p, p + q). Modifikasi polarisasi untuk T 6= 0 MeV ( kasus temperatur berhingga ) adalah fungsi θ diganti fungsi distribusi Fermi-Dirac, dan efek anti partikel tidak dapat diabaikan (Saito, Maruyama & Soutome 1989, Horowitz & Wehrberger 1991, Reddy, Prakash & Lattimer 1998, Reddy,S.,et al.1999). Hal ini dilakukan dengan mengganti: θ(kF − |~p|) → f (Ep ), θ(|~p + ~q| − kF ) → [1 − f (Ep+q )], δ(Ep + q0 − Ep+q ) → {δ[q0 − (Ep+q − Ep )] + δ[q0 − (Ep − Ep+q )]}, Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 67 pada setiap polarisasi, dan karena d4 p = dp0 d3 p, serta Fungsi delta Dirac: Z dp0 δ(p0 − Ep ) = 1 dan p0 = Ep , maka maka didapat tensor polarisasi elektron untuk T 6= 0 MeV sebagai ΠIm µν Z 1 d3 p =− f (Ep )[1 − f (Ep+q )] Fµν (p, p + q) (2π)2 8Ep Ep+q × {δ[q0 − (Ep+q − Ep )] + δ[q0 − (Ep − Ep+q )]}. (B.13) B.1 Polarisasi Vektor ( Vector Polarization ) Untuk menghitung secara eksplisit polarisasai vektor ( yang kemudian dipakai untuk menghitung polarisasi longitudinal dan transversal ), diselidiki dahulu harga-harga yang tidak sama dengan nol. Dari persamaan (A.4) dihitung dengan menggunakan aljabar Trace: V Fµν (p, p + q) = T r[(6 p + me )γµ (6 p+ 6 q + me )γν ], = T r(6 pγµ 6 pγν + 6 pγµ 6 qγν + 6 pγµ me γν +me γµ 6 pγν + me γµ 6 qγν + me γµ me γν ), = T r(γα pα γµ γβ pβ γν + γα pα γµ γβ q β γν + γα pα γµ me γν +me γµ γα pα γν + me γµ γα q α γν + me γµ me γν ), = T r(γα γµ γβ γν )pα pβ + T r(γαγµ γβ γν )pα q β +me T r(γαγµ γν ) pα {z } | {z } | {z } | 2 1 =0 α α m2e +me T r(γµγα γν ) p + me T r(γµγα γν ) q + | {z } | {z } | =0 =0 T r(γµ γν ) . {z } 3 Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 68 Berdasarkan theorema Trace: T r(γµ γν ) = T r(γν γµ ) = 4gµν . T r(γα γµ γβ γν ) = 4(gαµ gβν + gαν gµβ − gαβ gµν ). T r(γµ.....γν ) = 0. | {z } ganjil keterangan: 1. T r(γα γµ γβ γν )pα pβ = 4(gαµ gβν + gαν gµβ − gαβ gµν )pα pβ , = 4(gαµ pα gβν pβ + gαν pα gµβ pβ − gαβ pα gµν pβ ), = 4pµ pν + 4pν pµ − 4pβ pβ gµν , = 8pµ pν − 4p2 gµν . 2. T r(γαγµ γβ γν )pα q β = 4(gαµ pα gβν q β + gαν pα gµβ q β − gαβ pα gµν q β ), = 4pµ qν + 4pν qµ − 4pβ q β gµν , = 4pµ qν + 4pν qµ − 4p.qgµν . 3. m2e T r(γµγν ) = 4 m2e gµν , = 4 p2 gµν . Persamaan menjadi: V Fµν (p, p + q) = 4(2pµ pν + pµ qν + pν qµ − p.qgµν ). (B.14) Untuk memudahkan perhitungan, tanpa mengurangi keumuman, dipilih kerangka dimana salah satu sumbunya dihimpitkan: q ≡ (q0 , q1 , q2 , q3 ) p ≡ (p0 , p1 , p2 , p3 ) ≡ (q0 , |~q|,0,0), ≡ (E, px , py , pz ), dengan Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 69 px = py pz = = |~p| cos θ, |~p| sin θ cos ϕ, |~p| sin θ sin ϕ. Harga-harga metric tensor dalam notasi matrik adalah: gµν 1 0 0 0 0 −1 0 0 = 0 0 −1 0 0 0 0 −1 . Dan dengan menggunakan ketentuan integrasi fungsi ganjil, Z 2π sin ϕdϕ = 0, 0 Z 2π cos ϕdϕ = 0. 0 dan dari perhitungan trigonometri, cos 2ϕ = cos2 ϕ − sin2 ϕ, | {z } fs. ganjil cos2 ϕ = sin2 ϕ, V V digunakan untuk membuktikan F22 = F33 . V Kemudian dihitung Fµν untuk harga-harga µ dan ν dari 0 sampai 3, hasil yang didapatkan adalah: V F00 = 4(2E 2 + Eq0 + |~p||~q| cos θ), V V F10 = F01 = 4(2E|~p| cos θ + E|~q| + |~p|q0 cos θ, V F11 = 4(2|~p|2 cos2 θ + Eq0 + |~p||~q| cos θ), V F22 = 4(2|~p|2 sin2 θ cos2 ϕ + Eq0 + |~p||~q| cos θ), V F33 = 4(2|~p|2 sin2 θ sin2 ϕ + Eq0 + |~p||~q| cos θ). (B.15) Sedangkan, V V V V V V V V V V F02 = F03 = F12 = F13 = F20 = F21 = F23 = F30 = F31 = F32 = 0. Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 70 Dengan demikian, polarisasi vektor dapat ditulis dalam bentuk matriks sebagai berikut, Im ΠVµν Π00 Π01 0 0 Π10 Π11 0 0 = 0 0 Π22 0 0 0 0 Π33 . (B.16) B.1.1 Polarisasi Longitudinal ( Longitudinal Polarization ) Pada polarisasi vektor, secara umum berlaku hukum kekekalan arus q µ Πµν =0, maka konsekuensinya untuk harga-harga µ dan ν = 0, 1 adalah: q 0 Π00 + q 1 Π10 = 0 q 0 Π00 + |~q|Π10 = 0 Π10 = − q0 Π00 , |~q| q 0 Π01 + q 1 Π11 = 0 q 0 Π01 + |~q|Π11 = 0 Π11 = − q0 Π01 , |~q| Π10 = Π01 , q0 q0 Π00 , |~q| |~q| q2 = − 02 Π00 . |~q| Π11 = − Π11 Dengan menggunakan hubungan ΠL = Π00 − Π11 , maka diperoleh: ΠIm L qµ2 Im(V ) = − 2 Π00 . |~q| (B.17) Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 71 Dari persamaan (B.13) untuk bagian polarisasi vektor dan harga µ dan ν = 0 adalah, Z d3 p 1 V f (Ep )[1 − f (Ep+q )] F00 =− (p, p + q) (2π)2 8Ep Ep+q × {δ[q0 − (Ep+q − Ep )] + δ[q0 − (Ep − Ep+q )]}. Im(V ) Π00 Dipisah menjadi 2 masing-masing delta fuction: Im(V ) Π00 Z 1 d3 p V f (Ep )[1 − f (Ep+q )] F00 = − (p, p + q) (2π)2 8Ep Ep+q × δ[q0 − (Ep+q − Ep )], (B.18) dan ΠIm 00 (V Z d3 p 1 V )= − f (Ep )[1 − f (Ep+q )] F00 (p, p + q) 2 (2π) 8Ep Ep+q × δ[q0 − (Ep − Ep+q )]. (B.19) Perhitungan persamaan (B.18): Im(V ) Π00 1 =− (2π)2 Z d3 p V (p, p + q) f (Ep )[1 − f (Ep+q )] F00 8Ep Ep+q × δ[q0 − (Ep+q − Ep )], elemen volume: d3 p = −|~p|2 d|~p| dϕ d cos θ, x = cos θ, d3 p = −|~p|2 d|~p| dϕ dx. Karena integrand tidak tergantung ϕ, maka integrasi dϕ = 2π: d3 p = −2π| p~|2 d|~p| dx, jika g(x) ≡ q0 − Ep+q + Ep , maka: Im(V ) Π00 1 =− (2π) Z |~p|2 d|~p| dx V f (Ep )[1 − f (Ep+q )] F00 (p, p + q) δ[g(x)]. 8Ep Ep+q Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 72 Dan karena: 2 Ep+q = (~p + ~q)2 + m2e , maka: 1 g(x) = Ep + q0 − (|~p|2 + |~q|2 + 2|~p||~q|x + me ) 2 . Turunan g(x): dg(x) dx 1 1 = − (|~p|2 + |~q|2 + 2|~p||~q|x + me ) 2 2|~p||~q| 2 |~p||~q| . = − Ep+q g ′ (x) = Karena: g(x)|x=xi = 0, maka: Ep+q = Ep + q0 2 Ep+q = (Ep + q0 )2 = Ep2 + 2Ep q0 + q02 . Jadi: |~p|2 + |~q|2 + 2|~p||~q|xi + m2e = Ep2 + 2Ep q0 + q02 −Ep2 + me + |~p|2 + ~q|2 − q02 +2|~p||~q|xi = 2Ep q0 , {z } | {z } | 2 =−qµ =0 −qµ2 + 2|~p||~q|xi = 2Ep q0 xi 2Ep q0 + qµ2 = . 2|~p||~q| Fungsi delta Dirac: δ[g(x)] = δ(x − xi ) δ(x − xi ) = Ep+q , |g ′(x)|xi |~p||~q| maka: Im(V ) Π00 1 =− 2π Z |~p|2 d|~p|dx V (p, p + q) δ[g(x)]. f (Ep )[1 − f (Ep+q )] F00 8Ep Ep+q Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 73 Jika: f (Ep+q ) = f (Ep + q0 ), f (Ep )[1 − f (Ep+q )] = F (Ep , Ep+q ), f (Ep )[1 − f (Ep + q0 )] = F (Ep , Ep + q0 ), dan Ep2 = p2 + m2e , Ep dEp = pdp, maka: Im(V ) Π00 Z |~p|2 d|~p|dx δ(x − xi ) 1 V = − F (Ep , Ep + q0 ) F00 (p, p + q) Ep+q , 2π 8Ep Ep+q |~p||~q| Z 1 Ep dEp = − F (Ep , Ep + q0 ) F00 (p, p + q), 2π|~q| 8Ep Z 1 V = − dEp F (Ep , Ep + q0 ) F00 (p, p + q). 16π|~q| dari persamaan (B.14), V Fµν (p, p + q) = 4(2pµ pν + pµ qν + pν qµ − p.qgµν ), V F00 (p, p + q) = 4(2p0 p0 + p0 q0 + p0 q0 − p.qg00 ). Diketahui g00 = 1 dan untuk elektron p.q = − 12 qµ2 , maka: 1 V F00 (p, p + q) = 4(2Ep2 + 2Ep q0 + qµ2 ). 2 Maka Im(V ) Π00 = = = = Z 1 − 4π|~q| Z i − 2π|~q| Z 1 − 2π|~q| Z 1 − 2π|~q| 1 dEp (2Ep2 + 2Ep q0 + qµ2 ) F (Ep , Ep + q0 ), 2 1 dEp (Ep2 + Ep q0 + qµ2 ) F (Ep , Ep + q0 ), 4 1 1 dEp (Ep2 + Ep q0 + q02 − |~q|2 ) F (Ep , Ep + q0 ), 4 4 1 2 1 2 dEp [(Ep + q0 ) − |~q| ] F (Ep , Ep + q0 ). 2 4 Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 74 Dan dari persamaan (B.17), ΠIm L qµ2 Im(V ) = − 2 Π00 |~q| Z qµ2 1 2 1 2 = dE [(E + q0 ) − |~q| ] F (Ep , Ep + q0 ). p p 2π|~q|3 2 4 Perhitungan persamaan (B.19): Im(V ) Π00 1 =− (2π)2 Z d3 p V f (Ep )[1−f (Ep+q ] F00 (p, p+q) δ[q0 −(Ep −Ep+q )]. 8Ep Ep+q Penurunan seperti pada persamaan (B.18)tetapi untuk g(x) ≡ g0 −Ep +Ep+q , Im(V ) Π00 1 =− 2π Z |~p|2 d|~p|dx V f (Ep )[1 − f (Ep+q )] F00 (p, p + q) δ[g(x)]. 8Ep Ep+q 2 Karena Ep+q = (~p + ~q)2 + m2e , maka: 1 g(x) = −Ep + q0 + Ep+q = −Ep + q0 + [(~p + ~q)2 + m2e ] 2 1 = −Ep + q0 + [|~p|2 + |~q|2 + 2|~p||~q|x + m2e ] 2 . Turunan dari g(x) adalah g ′(x) = |~p||~q| dg(x) = , dx Ep+q dan g(x)|x=xi = 0, maka Ep+q = Ep − q0 2 Ep+q = (Ep − q0 )2 = Ep2 − 2Ep q0 + q02 . Jadi |~p|2 + |~q|2 + 2|~p||~q|xi + m2e = Ep2 − 2Ep q0 + q02 , −Ep2 + m2e + |~p| + |~q|2 − q02 +2|~p||~q|xi = −2Ep q0 , {z } | {z } | =0 2 = −qµ Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 75 −qµ2 + 2|~p||~q|xi = −2Ep q0 , xi = −2Ep q0 + qµ2 . 2|~p||~q| Fungsi delta Dirac: δ[g(x)] = δ(x − xi ) δ(x − xi ) = Ep+q . ′ |g (x)|xi |~p||~q| Maka: Im(V ) Π00 1 =− 2π Z |~p|2 d|~p|dx V f (Ep )[1 − f (Ep+q )] F00 (p, p + q) δ[g(x)], 8Ep Ep+q jika: f (Ep+q ) = f (Ep − q0 ), f (Ep )[1 − f (Ep+q )] = F (Ep , Ep+q ), f (Ep )[1 − f (Ep + q0 )] = F (Ep , Ep − q0 ), dan Ep2 = p2 + m2e , Ep dEp = pdp, maka: Im(V ) Π00 Z 1 |~p|2 d|~p|dx δ(x − xi ) V = − F (Ep , Ep − q0 ) F00 (p, p + q) Ep+q 2π 8Ep Ep+q |~p||~q| Z 1 Ep dEp V = − F (Ep , Ep − q0 ) F00 (p, p + q) 2π|~q| 8Ep Z 1 V = − dEp F (Ep , Ep − q0 ) F00 (p, p + q). 16π|~q| dari persamaan (B.14), V Fµν (p, p + q) = 4(2pµ pν + pµ qν + pν qµ − p.qgµν ), V F00 (p, p + q) = 4(2p0 p0 − p0 q0 − p0 q0 − p.qg00 ). Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 76 Diketahui g00 = 1 dan untuk elektron p.q = − 12 qµ2 , maka: 1 V F00 (p, p + q) = 4(2Ep2 − 2Ep q0 + qµ2 ). 2 Maka dengan cara seperti persamaan (B.18) Im(V ) Π00 1 =− 2π|~q| Z 1 1 dEp [(Ep − q0 )2 − |~q|2 ] F (Ep , Ep − q0 ). 2 4 Misalkan E + q0 = E ′ , dE = dE ′ , maka: 1 1 Ep − q0 = Ep′ + q0 − q0 , 2 2 1 = Ep′ + q0 , 2 substitusi kedalam integrasi: Im(V ) Π00 1 =− 2π|~q| Z 1 1 dEp′ [(Ep′ + q0 )2 − |~q|2 ] F (Ep′ + q0 , Ep′ ), 2 4 1 =− 2π|~q| Z 1 1 dEp [(Ep + q0 )2 − |~q|2 ] F (Ep + q0 , Ep ). 2 4 atau Im(V ) Π00 Dari persamaan (B.17), ΠIm L qµ2 Im(V ) = − 2 Π00 |~q| Z qµ2 1 2 1 2 = dE [(E + q0 ) − |~q| ] F (Ep + q0 , Ep ). p p 2π|~q|3 2 4 Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 77 Hasil penurunan persamaan (B.18) ditambah persamaan (B.19) adalah ΠIm L Z ∞ qµ2 1 1 = dEp [(Ep + q0 )2 − |~q|2 ] 3 2π|~q| e− 2 4 [F (Ep , Ep + q0 ) + F (Ep + q0 , Ep )]. (B.20) = ImΠL (q0 , q). dengan 1 1 e− = − q0 + |~q| 2 2 s 1− 4m2e qµ2 B.1.2 Polarisasi Transversal (Tranverse Polarization) Pada polarisasi transversal per definisi: Im(V ) ΠIm T = Π22 . (B.21) Dan dari persamaan (B.13) untuk bagian polarisasi vektor dan harga µ dan ν = 2 adalah, Im(V ) Π22 Z 1 d3 p V =− (p, p + q) f (Ep )[1 − f (Ep+q )] F22 (2π)2 8Ep Ep+q × {δ[q0 − (Ep+q − Ep )] + δ[q0 − (Ep − Ep+q )]}. Dipisah menjadi 2 masing-masing delta function: Im(V ) Π22 Z 1 d3 p V = − (p, p + q) f (Ep )[1 − f (Ep+q )] F22 (2π)2 8Ep Ep+q × δ[q0 − (Ep+q − Ep ], (B.22) dan Im(V ) Π22 Z 1 d3 p V = − f (Ep )[1 − f (Ep+q )] F22 (p, p + q) (2π)2 8Ep Ep+q × δ[q0 − (Ep − Ep+q )]. (B.23) Perhitungan persamaan (B.22): Dengan penurunan seperti pada polarisasi longitudinal yaitu persamaan Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 78 (B.18), maka persamaan (B.22) menjadi: Im(V ) Π22 1 =− 16π|~q| Z V dEp F (Ep , Ep + q0 ) F22 (p, p + q), dari persamaan (B.14), V Fµν (p, p + q) = 4(2pµ pν + pµ qν + pν qµ − p.qgµν ), V F22 (p, p + q) = 4(2p2 p2 + p2 q2 + p2 q2 − p.qg22 ). diketahui g22 = −1 dan untuk elektron p.q = − 12 qµ2 , maka: 1 V Fµν (p, p + q) = 4(2|~p|2 sin2 θ cos2 ϕ − qµ2 ), 2 dan Im(V ) Π22 1 =− 4π|~q| Z 1 dEp (2|~p|2 sin2 θ cos2 ϕ − qµ2 ) F (Ep , Ep + q0 ), 2 dimana 2 sin2 θ cos2 ϕ = sin2 θ(cos 2ϕ + 1), sin2 θ = 1 − cos2 θ, dan integrasi fungsi ganjil, Z 2π cos 2ϕ = 0. 0 Sehingga, Im(V ) Π22 1 =− 4π|~q| Z 1 dEp [|~p|2 (1 − cos2 θ) − qµ2 ] F (Ep , Ep + q0 ). 2 Dengan, |~p|.|~q| = |~p||~q| cos θ, 2 Ep+q = (|~p| + |~q|)2 + m2e = |~p|2 + 2|~p|.|~q| + |~q|2 + m2e , g(x) = p0 + q0 − Ep+q = 0, Ep+q = Ep + q0 , Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 79 2 2|~p|.|~q| = Ep+q − |~p|2 − |~q|2 − m2e , = (Ep + q0 )2 − |~p|2 − |~q|2 − m2e = Ep2 + 2Ep q0 + q02 − |~p|2 − |~q|2 − m2e , = 2Ep q0 + q02 − |~q|2 , = 2Ep q0 + qµ2 , 1 |~p|.|~q| = Ep q0 + qµ2 , 2 maka cos θ = Persamaan menjadi: Im(V ) Π22 1 =− 4π|~q| Z dEp Z n Ep q0 + 12 qµ2 . |~p||~q| h Ep q0 + 1 q 2 2 i 1 o 2 µ |~p| 1 − − qµ2 F (Ep , Ep + q0 ), |~p||~q| 2 2 h 4E 2 q 2 4E q q 2 qµ4 2 1 2 i p 0 µ p 0 dEp |~p|2 (1− + + − qµ F (Ep , Ep +q0 ), 4|~q|2 4|~q|2 4|~p|2 2 Z qµ4 2 1 2 Ep2 q02 Ep q0 qµ2 1 2 2 =− dEp Ep −me − 2 − − − qµ F (Ep , Ep +q0 ), 4π|~q| |~q| |~q|2 4|~p|2 2 Z h |~q|2 − q 2 Ep q0 q 2 i qµ4 1 µ 0 2 1 2 =− dEp Ep2 − − −m − q F (Ep , Ep +q0 ), e 4π|~q| |~q|2 |~q|2 4|~p|2 2 µ Z qµ2 1 2 1 2 m2e |~q|2 1 2 2 dE E + E q + q − |~q| + + |~q F (Ep , Ep + q0 ), = p p 0 p 4π|~q|3 4 0 4 qµ2 2 Z h qµ2 1 2 1 2 m2e |~q|2 i Im(V ) Π22 = dE (E + q0 ) + |~q| + F (Ep , Ep + q0 ). p p 4π|~q|3 2 4 qµ2 1 =− 4π|~q| Dari persamaan (B.21), Im(V ) ΠIm = Π22 T Z h qµ2 1 2 1 2 m2e |~q|2 i = dE (E + q0 ) + |~q| + F (Ep , Ep + q0 ). p p 4π|~q|3 2 4 qµ2 Perhitungan persamaan (B.23): Im(V ) Π22 Z 1 d3 p V = − f (Ep )[1 − f (Ep+q )] F22 (p, p + q) 2 (2π) 8Ep Ep+q ×δ[q0 − (Ep − Ep+q )]. (B.24) Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 80 Dengan penurunan seperti pada polarisasi longitudinal yaitu persamaan (B.19), maka persamaan (B.24) menjadi: Im(V ) Π22 1 =− 16π|~q| Z V dEp F (Ep , Ep − q0 ) F22 (p, p + q). Dari persamaan (B.14), V Fµν (p, p + q) = 4(2pµ pν + pµ qν + pν qµ − p.qgµν ), V F22 (p, p + q) = 4(2p2 p2 + p2 q2 + p2 q2 − p.qg22 ). Diketahui g22 = −1 dan untuk elektron p.q = − 12 qµ2 , maka, 1 V Fµν (p, p + q) = 4(2|~p|2 sin2 θ cos2 ϕ − qµ2 ), 2 dan Im(V ) Π22 1 =− 4π|~q| Z 1 dEp (2|~p|2 sin2 θ cos2 ϕ − qµ2 ) F (Ep , Ep − q0 ), 2 dan Im(V ) Π22 1 =− 4π|~q| Z 1 dEp [|~p|2 (1 − cos2 θ) − qµ2 ] F (Ep , Ep − q0 ), 2 dengan, |~p|.|~q| = |~p||~q| cos θ, 2 Ep+q = (|~p| + |~q|)2 + m2e = |~p|2 + 2|~p|.|~q| + |~q|2 + m2e , g(x) = −p0 + q0 + Ep+q = 0, Ep+q = Ep − q0 , 2 2|~p|.|~q| = Ep+q − |~p|2 − |~q|2 − m2e , = (Ep − q0 )2 − |~p|2 − |~q|2 − m2e , = Ep2 − 2Ep q0 + q02 − |~p|2 − |~q|2 − m2e , = −2Ep q0 + q02 − |~q|2 , = −2Ep q0 + qµ2 , 1 |~p|.|~q| = −Ep q0 + qµ2 , 2 Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 81 maka cos θ = Persamaan menjadi: Im(V ) Π22 1 =− 4π|~q| Z Z −Ep q0 + 12 qµ2 . |~p||~q| n h −Ep q0 + 1 q 2 2 i 1 o 2 2 µ dEp |~p| 1 − − qµ2 F (Ep , Ep − q0 ), |~p||~q| 2 h 4E 2 q 2 4Ep q0 q 2 qµ4 2 1 2 i p 0 µ − qµ F (Ep , Ep −q0 ), dEp |~p|2 (1− − + 4|~q|2 4|~q|2 4|~p|2 2 Z Ep2 q02 Ep q0 qµ2 qµ4 2 1 2 1 − qµ F (Ep , Ep +q0 ), =− dEp Ep2 −m2e − 2 − − 4π|~q| |~q| |~q|2 4|~p|2 2 Z h |~q|2 − q 2 Ep q0 q 2 i qµ4 1 µ 0 2 2 1 2 =− dEp Ep + − −me − qµ F (Ep , Ep −q0 ), 4π|~q| |~q|2 |~q|2 4|~p|2 2 Z qµ2 1 2 1 2 m2e |~q|2 2 dE E − E q + q + |~q| + F (Ep , Ep − q0 ), = p p 0 p 4π|~q|3 4 0 4 qµ2 Z h qµ2 1 2 1 2 m2e |~q|2 i Im(V ) Π22 = dEp (Ep − q0 ) + |~q| + F (Ep , Ep − q0 ). 4π|~q|3 2 4 qµ2 1 =− 4π|~q| Substitusi seperti pada polarisasi longitudinal yaitu persamaan (B.19) Im(V ) Π22 qµ2 = 4π|~q|3 Z dEp′ qµ2 = 4π|~q|3 Z h 1 1 m2 |~q|2 i dEp (Ep + q0 )2 + |~q|2 + e 2 F (Ep + q0 , Ep ). 2 4 qµ h 1 2 1 2 m2e |~q|2 i ′ F (Ep′ + q0 , Ep′ ), (Ep + q0 ) + |~q| + 2 2 4 qµ atau Im(V ) Π22 Dari persamaan (B.21), Im(V ) ΠIm = Π22 , T Z h qµ2 1 2 1 2 m2e |~q|2 i dEp (Ep + q0 ) + |~q| + F (Ep + q0 , Ep ). = 4π|~q|3 2 4 qµ2 Hasil penurunan persamaan (B.22) ditambah persamaan (B.23) adalah ΠIm T qµ2 = 4π|~q|3 Z h 1 2 1 2 m2e |~q|2 i dEp (Ep + q0 ) + |~q| + 2 4 qµ2 e− h i F (Ep , Ep + q0 ) + F (Ep + q0 , Ep ) . ∞ (B.25) = Im ΠT (q0 , q). Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 82 B.2 Polarisasi Aksial (Axial Polarization) Dari persamaan (B.13) untuk bagian aksial adalah: ΠIm(A) µν Z d3 p 1 A f (Ep )[1 − f (Ep+q )] Fµν (p, p + q) =− (2π)2 8Ep Ep+q × {δ[q0 − (Ep+q − Ep )] + δ[q0 − (Ep − Ep+q )]}. A Perhitungan Fµν (p, p + q). Dari persamaan (A.6), A Fµν (p, p + q) = T r[(6 p + me )γµ γ 5 (6 p+ 6 q + me )γν γ 5 ], = T r(6 pγµ γ 5 6 pγν γ 5 + 6 pγµ γ 5 6 qγν γ 5 + 6 pγµ γ 5 me γν γ 5 +me γµ γ 5 6 pγν γ 5 + me γµ γ 5 6 qγν γ 5 + me γµ γ 5 me γν γ 5 ), = T r(γαpα γµ γ 5 γβ pβ γν γ 5 + γα pα γµ γ 5 γβ q β γν γ 5 + γα pα γµ γ 5 me γν γ 5 +me γµ γ 5 γα pα γν γ 5 + me γµ γ 5 γα q α γν γ 5 + me γµ γ 5 me γν γ 5 ). Dari sifat matriks (γ 5 )2 = 1 dan theorema Trace seperti pada bagian longitudinal maka persamaan menjadi, A Fµν (p, p + q) = T r(γα γµ γβ γν )pα pβ + γα γµ γβ γν )pα q β − m2e T r(γµγν ), A Fµν (p, p + q) = 4(pµ pν + pν pµ − p2 gµν + pµ qν + pν qµ − p.qgµν ) − m2e (4gµν ), = 4(2pµ pν + pµ qν + pν qµ − p.q gµν − 2 m2e gµν ), dari persamaan (B.14), V Fµν (p, p + q) = 4(2pµ pν + pµ qν + pν qµ − p.q gµν ), maka: A V V Fµν (p, p + q) = Fµν − 8 m2e gµν = Fµν + FA gµν . FA = −8 m2e . Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 83 Persamaan polarisasi menjadi: ΠIm(A) µν Z 1 d3 p V (Fµν − 8 m2e gµν )f (Ep )[1 − f (Ep+q )] = − 2 (2π) 8Ep Ep+q × {δ[q0 − (Ep+q − Ep )] + δ[q0 − (Ep − Ep+q )]}, = ΠIm(v) + ΠA gµν . µν ΠIm A (B.26) Z 1 d3 p = m2e f (Ep )[1 − f (Ep+q )] 2 (2π) Ep Ep+q × {δ[q0 − (Ep+q − Ep )] + δ[q0 − (Ep − Ep+q )]}. Dipisah menjadi 2 masing-masing delta function: ΠIm A Z d3 p 1 m2e f (Ep )[1 − f (Ep+q )] = 2 (2π) Ep Ep+q × δ[q0 − (Ep+q − Ep )], (B.27) dan ΠIm A Z 1 d3 p = m2 f (Ep )[1 − f (Ep+q )] (2π)2 Ep Ep+q e × δ[q0 − (Ep − Ep+q )]. (B.28) Perhitungan persamaan (B.27): Dengan penurunan seperti pada polarisasi longitudinal yaitu persamaan (B.18), maka persamaan (B.27) menjadi: ΠIm A m2e = (2π)2 Z dE F (Ep , Ep + q0 ). Perhitungan persamaan (B.28): ΠIm A Z d3 p 1 = m2 f (Ep )[1 − f (Ep+q )] (2π)2 Ep Ep+q e × δ[q0 − (Ep − Ep+q )]. Dengan penurunan seperti pada polarisasi longitudinal yaitu persamaan (B.19), maka persamaan diatas menjadi: ΠIm A m2e = (2π)2 Z dE F (Ep − q0 , Ep ). Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 84 Dengan substitusi seperti pada polarisasi longitudinal juga, yaitu persamaan (B.19), maka ΠIm A m2e = (2π)2 Z dE F (Ep + q0 , Ep ). Hasil penurunan persamaan (B.27) ditambah persamaan (B.28) adalah ΠIm A Z ∞ m2e = dE [F (Ep , Ep + q0 ) + F (Ep + q0 , Ep )]. (2π)2 e− = Im ΠA (q0 , q). (B.29) B.3 Polarisasi Vektor-Aksial (Vector-Axial Polarization) Dan dari persamaan (B.13) untuk bagian vektor-aksial adalah, A) ΠIm(V µν Z d3 p 1 VA =− (p, p + q) f (Ep )[1 − f (Ep+q )] Fµν (2π)2 8Ep Ep+q × {δ[q0 − (Ep+q − Ep )] + δ[q0 − (Ep − Ep+q )]}. Dipisah menjadi 2 masing-masing delta function: A) ΠIm(V µν Z d3 p 1 VA = − f (Ep )[1 − f (Ep+q )] Fµν (p, p + q) (2π)2 8Ep Ep+q ×δ[q0 − (Ep+q − Ep ], (B.30) dan A) ΠIm(V µν Z 1 d3 p VA = − (p, p + q) f (Ep )[1 − f (Ep+q )] Fµν 2 (2π) 8Ep Ep+q ×δ[q0 − (Ep − Ep+q )]. (B.31) Perhitungan persamaan (B.30): Dengan penurunan seperti pada polarisasi longitudinal yaitu persamaan (B.18), maka persamaan (B.30) menjadi: A) ΠIm(V µν 1 = 16π|~q| Z VA dEp F (Ep , Ep + q0 ) Fµν (p, p + q). (B.32) Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 85 VA Perhitungan Fµν (p, p + q): menurut persamaan (A.5), 1 VA Fµν (p, p + q) = T r (6 p + me )γµ γ 5 (6 p+ 6 q + me )γν 2 1 +T r (6 p + me )γµ (6 p+ 6 q + me )γν γ 5 , 2 1 = T r (6 pγµ γ 5 6 pγν + 6 pγµ γ 5 6 qγν + 6 pγµ γ 5 me γν 2 +me γµ γ 5 6 pγν + me γµ γ 5 6 qγν + me γµ γ 5 me γν + 6 pγµ 6 pγν γ 5 + 6 pγµ 6 qγν γ 5 + 6 pγµ me γν γ 5 +me γµ 6 pγν γ 5 + me γµ 6 qγν γ 5 + me γµ me γν γ 5 ), 1 = T r (γα pα γµ γ 5 γβ pβ γν + γα pα γµ γ 5 γβ q β γν + γα pα γµ γ 5 me γν 2 +me γµ γ 5 γα pα γν + me γµ γ 5 γα q α γν + me γµ γ 5 me γν +γα pα γµ γβ pβ γν γ 5 + γα pα γµ γβ q β γν γ 5 + γα pα γµ me γν γ 5 +me γµ γα pα γν γ 5 + me γµ γα q α γν γ 5 + me γµ me γν γ 5 ). Dengan menggunakan theorema Trace: T r(γ5 γµ....... ) = 0 | {z } kurang dari 4 γµ γ5 = −γµ γ5 , maka VA Fµν (p, p + q) = T r(γ 5 γα γµ γβ γν )pα pβ + T r(γ 5 γα γµ γβ γν )pα q β , = T r(γ 5 γα γµ γβ γν )(pα pβ + pα q β ). dan theorema Trace lagi: T r(γ5 γµ γν γα γβ = 4iǫµναβ , maka: VA Fµν (p, p + q) = 4iǫαµβν (pα pβ + pα q β ), Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 86 atau VA Fµν (p, p + q) = −4iǫµναβ (pα pβ + pα q β ). Tensor levi-civita: 1 (ǫαµβν pα pβ + ǫβµαν pβ pα ), 2 1 = (ǫαµβν pα pβ − ǫαµβν pβ pα ), 2 1 = ǫαµβν (pα pβ − pβ pα ), 2 = 0. ǫαµβν pα pβ = Maka persamaan (B.32) menjadi: VA Fµν (p, p + q) = −4i ǫµναβ pα q β . (B.33) Kemudian diketahui, qµ = (q0 , q1 , q2 , q3 ), karena sumbu z dihimpitkan maka: qµ = (q0 , |~q|, 0, 0), dan pµ = (p0 , p1 , p2 , p3 ), = (p0 , |~p| cos θ, |~p| sin θ cos ϕ, |~p| sin θ sin ϕ), fungsi-fungsi ganjil: Z 2π sin ϕdϕ = 0, 0 Z 2π cos ϕdϕ = 0, 0 maka: pµ = (p0 , |~p| cos θ, 0, 0) = (Ep , |~p| cos θ, 0, 0). Karena, µ, ν, α, β tidak boleh ada yang sama Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 87 maka yang berharga tidak sama dengan nol adalah α = 1, β = 0 dan α = 0, β = 1, maka persamaan (B.33) menjadi, VA Fµν = −4i ǫµναβ pα q β = 4i ǫαµβν pα q β , = 4i ǫ1µ0ν p1 q 0 + 4i ǫ0µ1ν p0 q 1 , = 4i (ǫ1µ0ν p1 q 0 + ǫ0µ1ν p0 q 1 ), = 4i (ǫ1µ0ν |~p|q0 cos θ + ǫ0µ1ν Ep |~q|), = 4i (ǫ1µ0ν |~p|q0 cos θ − ǫ1µ0ν Ep |~q|), = 4i ǫ1µ0ν (|~p|q0 cos θ − Ep |~q|). Substitusi kedalam persamaan (B.32): A) ΠIm(V µν Z 1 = dEp 4i ǫ1µ0ν (|~p|q0 cos θ − Ep |~q|) F (Ep , Ep + q0 ), 16π|~q| Z i ǫ1µ0ν dEp (|~p|q0 cos θ − Ep |~q|) F (Ep , Ep + q0 ). = 4π|~q| Seperti pada polarisasi longitudinal yaitu persamaan (B.18), cos θ = A) ΠIm(V µν = = = = Z 1 16π|~q| Z i ǫ1µ0ν 4π|~q| Z i ǫ1µ0ν 8π|~q|2 Z i ǫ1µ0ν 8π|~q|2 Z i ǫ1µ0ν 8π|~q|2 2Ep q0 + qµ2 , 2|~p||~q| dEp 4i ǫ1µ0ν (|~p|q0 cos θ − Ep |~q|) F (Ep , Ep + q0 ), 2Ep q0 + qµ2 dEp [|~p|q0 ( ) − Ep |~q|] F (Ep , Ep + q0 ), 2|~p||~q| dEp (2Ep q02 + qµ2 q0 − 2Ep |~q|2 ) F (Ep , Ep + q0 ), dEp [2Ep (q02 − |~q|2 ) + qµ2 q0 ] F (Ep , Ep + q0 ), dEp (2Ep qµ2 + qµ2 q0 ) F (Ep , Ep + q0 ), h q2 Z i µ = i ǫ1µ0ν |~q| dEp (2Ep + q0 ) F (Ep , Ep + q0 ) . 8π|~q|3 = Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 88 Im(V A) Secara umum persamaan Πµν dapat ditulis sebagai, A) ΠIm(V = i ǫ1µ0ν |~q| ΠV A , µν dengan, ΠV A qµ2 = 8π|~q|3 Z dEp (2Ep + q0 ) F (Ep , Ep + q0 ). Perhitungan persamaan (B.31): A) ΠIm(V µν Z 1 d3 p VA = − f (Ep )[1 − f (Ep+q )] Fµν (p, p + q) (2π)2 8Ep Ep+q ×δ[q0 − (Ep − Ep+q )]. Dengan penurunan seperti pada polarisasi longitudinal yaitu persamaan (B.19) maka persamaan menjadi: A) ΠIm(V µν 1 = 16π|~q| Z VA dEp F (Ep , Ep − q0 ) Fµν (p, p + q), dan, VA Fµν = −4i ǫ1µ0ν (|~p|q0 cos θ + Ep |~q|), maka, A) ΠIm(V µν 1 =− 16π|~q| Z dEp [4i ǫ1µ0ν (|~p|q0 cos θ + Ep |~q|)] F (Ep , Ep − q0 ). Juga seperti pada polarisasi longitudinal persamaan (B.19), −2Ep q0 + qµ2 cos θ = , 2|~p||~q| A) ΠIm(V µν = = = = = Z h −2Ep q0 + q 2 i i ǫ1µ0ν µ − dEp |~p|q0 + Ep |~q| F (Ep , Ep − q0 ), 4π|~q| 2|~p||~q| Z i ǫ1µ0ν − dEp (−2Ep q02 + q0 qµ2 + 2Ep |~q|2 ) F (Ep , Ep − q0 ), 2 8π|~q| Z i ǫ1µ0ν dEp [−2Ep (q02 − |~q|2 ) + q0 qµ2 ] F (Ep , Ep − q0 ) − 2 8π|~q| Z i ǫ1µ0ν − dEp (−2Ep qµ2 + q0 qµ2 ) F (Ep , Ep − q0 ), 8π|~q|2 Z i ǫ1µ0ν qµ2 dEp (2Ep − q0 ) F (Ep , Ep − q0 ). 8π|~q|2 Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 89 Substitusi seperti pada polarisasi longitudinal yaitu persamman (B.19) A) ΠIm(V µν i ǫ1µ0ν qµ2 = 8π|~q|2 Z dEp′ (2Ep′ + q0 ) F (Ep′ + q0 , Ep′ ), atau A) ΠIm(V µν Z i ǫ1µ0ν qµ2 = 8π|~q|2 = i ǫ1µ0ν = i ǫ1µ0ν dEp (2Ep + q0 ) F (Ep + q0 , Ep ), i h q2 Z µ |~q| dEp (2Ep + q0 ) F (Ep + q0 , Ep ) , 8π|~q|3 |~q| ΠV A , Im(V A) Secara umum persamaan Πµν dapat ditulis sebagai, A) ΠIm(V (q) = ǫαµ0ν q α ΠV A µν dengan, ΠV A qµ2 = 8π|~q|3 Z (B.34) dEp (2Ep + q0 ) F (Ep + q0 , Ep ). Hasil penurunan persamaan (B.30) ditambah persamaan (B.31) adalah ΠV A Z ∞ qµ2 = dEp (2Ep + q0 ) 8π|~q|3 e− ×[F (Ep , Ep + q0 ) + F (Ep + q0 , Ep )]. (B.35) = Im ΠV A (q0 , q). Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 Lampiran C Pembuktian Fµν (p, p + q) = Fµν (p, p − q) Misal untuk bagian vektor digunakan persamaan (A.4): V Fµν (p, p + q) = T r[(6 p + me )γµ (6 p+ 6 q + me )γν ], = 4(2pµ pν + pµ qν + pν qµ − p.qgµν ). (C.1) Prinsip konservasi arus: q µ Fµν = 0, maka: V q µ Fµν (p, p + q) = 0, 4q µ (2pµ pν + pµ qν + pν qµ − p.qgµν ) = 0, 8p.qpν + 4p.qqν + 4q 2 pν − 4qν p.q = 0, 8p.qpν + 4q 2 pν = 0, 2p.q = −q 2 → p.q = − q2 2 dan −2 p.q = 1. q2 (C.2) Persamaan (C.2) disubstitusikan ke persamaan (C.1), diperoleh: V Fµν (p, p p.q q2 + q) = 4 2pµ pν − 2 2 (pµ qν + pν qµ ) + gµν . q 2 (C.3) Kemudian (p, p + q) diganti (p, p − q) juga pada persamaan (A.4): V Fµν (p, p − q) = T r[(6 p + me )γµ (6 p− 6 q + me )γν ], = 4(2pµ pν − pµ qν − pν qµ + p.qgµν ). 90 Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 (C.4) 91 Dengan menggunakan cara yang sama diperoleh: V q µ Fµν (p, p − q) = 0, 4q µ (2pµ pν − pµ qν − pν qµ + p.qgµν ) = 0, 8p.qpν − 4p.qqν − 4q 2 pν + 4qν p.q = 0, 8p.qpν − 4q 2 pν = 0, 2p.q = q 2 → p.q = q2 2 dan 2 p.q = 1. q2 (C.5) Juga persamaan (C.5) disubstitusikan ke persamaan (C.4), diperoleh: V Fµν (p, p p.q q2 + q) = 4 2pµ pν − 2 2 (pµ qν + pν qµ ) + gµν . q 2 (C.6) Tampak bahwa persamaan (C.3) sama dengan persamaan (C.6), sehingga dapat disimpulkan bahwa: Fµν (p, p + q) = Fµν (p, p − q). Untuk kontribusi yang lain ( vektor-aksial dan aksial ) dengan cara yang serupa akan diperoleh hasil yang sama. Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 Lampiran D Tensor Neutrino D.1 Interaksi lemah Perhitungan tensor neutrino untuk interaksi lemah didapatkan dari persamaan (A.7), ) Lµν(W = T r[(6 k + mν )γ µ (1 + γ 5 )(6 k ′ + mν )γ ν (1 + γ 5 )]. ν Massa neutrino dianggap nol ( mν ≈ 0 ), maka: ) Lµν(W = T r[6 k(γ µ + γ µ γ 5 ) 6 k ′ (γ ν + γ ν γ 5 )], ν = T r[6 kγ µ 6 k ′ γ ν ] + T r[6 kγ µ γ 5 6 k ′ γ ν ] + T r[6 kγ µ γ 5 6 k ′ γ ν γ 5 ] + T r[6 kγ µ 6 k ′ γ ν γ 5 ] = 2T r[6 kγ µ 6 k ′ γ ν ] + 2T r[6 kγ µ 6 k ′ γ ν γ 5 ], karena 6 k = kα γ α = k α γα , maka: Lνµν(W ) = 2kα kβ′ (T r[γ α γ µ γ β γ ν ] + T r[γ α γ µ γ β γ ν γ 5 ]). Dengan menggunakan theorema Trace: T r[γ µ γ ν γ ρ γ σ ] = 4[g µν g ρσ − g µρ g νσ + g µσ g νρ] T r[γ µ γ ν γ ρ γ σ γ 5 ] = T r[γ 5 γ µ γ ν γ ρ γ σ ] = −4i ǫµνρσ , 92 Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 93 persamaan menjadi: µ ) Lµν(W = 2kα kβ′ [4(g α g βν + g αν g βµ − g αβ g µν ) ν − 4i ǫαµβν ], karena kα g αµ = k µ dan k α k α ′ = k.k ′ , maka: Lνµν(W ) = 8[k µ k ν ′ + k ν k µ′ − g µν (k.k ′ ) − i ǫαµβν kα kβ′ ], dan karena k ν ′ = k ν − q ν , k.k ′ = −k.q dan k.k = k 2 = 0, maka didapatkan tensor neutrino interaksi lemah adalah, ) Lµν(W = 8[2k µ k ν − (k µ q ν + k ν q µ ) + g µν (k.q) − i ǫαµβν kα kβ′ ]. ν (D.1) D.2 Interaksi Elektromagnetik Perhitungan tensor neutrino untuk interaksi elektromagnetik didapatkan dari persamaan (A.10), ) Lµν(EM ν µ 5 5 Pµ = T r (6 k + mν ) fmν γ + g1ν γµ γ − (f2ν + ig2ν γ ) 2me ′ µ 5 5 Pν ×(6 k + mν ) fmν γ + g1ν γµ γ − (f2ν + ig2ν γ ) . 2me Massa neutrino dianggap nol ( mν ≈ 0 ), maka: ) Lµν(EM ν Pµ = T r 6 k fmν γ + g1ν γµ γ − (f2ν + ig2ν γ ) 2me ′ µ 5 5 Pν × 6 k fmν γ + g1ν γµ γ − (f2ν + ig2ν γ ) . 2me 5 µ 5 Dengan menggunakan theorema Trace: T r[γµ .....γν ] = 0 | {z } ganjil T r[γ5 γµ....... ] = 0, | {z } kurang dari 4 Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 94 maka persamaan menjadi, ) 2 2 Lµν(EM = fmν T r[6 kγ µ 6 k ′ γ ν ] + g1ν T r[6 kγ µ γ 5 6 k ′ γ ν γ 5 ] ν + fm νg1ν T r[6 kγ µ 6 k ′ γ ν γ 5 ] + fm νg1ν T r[6 kγ µ γ 5 6 k ′ γ ν ] µ ν µ ν ′ 2 P P 2 P P + f2ν T r[6 k 6 k ] − g2ν T r[6 kγ 5 6 k ′ γ 5 ] 2 2 4me 4me 2 2 µ ′ ν = (fmν + g1ν T r[6 kγ 6 k γ ] f 2 + g2 + 2ν 2 2ν P µ P ν T r[6 k 6 k ′ ] 4me + 2fmν g1ν T r[6 kγ µ 6 k ′ γ ν γ 5 ]. Dengan menggunakan P µ = 2k µ − q µ , ) 2 2 Lµν(EM = 4(fmν + g1ν )[2k µ k ν − (k µ q ν + k ν q µ ) ν + g µν (k.q)] − i 8fmν g1ν ǫαµβν kα kβ′ f 2 + g2 − 2ν 2 2ν 4(2k µ − q m u)(2k ν − q n u)(k.q), 4me maka didapatkan tensor neutrino interaksi elektromagnetik adalah, ) 2 2 Lµν(EM = 4(fmν + g1ν )[2k µ k ν − (k µ q ν + k ν q µ ) ν + g µν (k.q)] − i 8fmν g1ν ǫαµβν kα kβ′ 2 2 f2ν + g2ν (k.q)[4k µ k ν − 2(k µ q ν + k ν q µ ) + q µ q ν ]. − 2 me (D.2) D.3 Interferensi Perhitungan tensor neutrino untuk interferensi antara interaksi lemah dan elektromagnetik didapatkan dari persamaan (A.14), T) Lµν(IN ν = T r (6 k + mν )γ µ (1 + γ 5 )(6 k ′ + mν ) ν ν 5 5 Pν × fmν γ + g1ν γ γ − (f2ν + ig2ν γ ) . 2me Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 95 Massa neutrino dianggap nol ( mν ≈ 0 ), maka: T) Lµν(IN ν = T r 6 k(γ µ + γ µ γ 5 ) 6 k ′ ν ν 5 5 Pν . × fmν γ + g1ν γ γ − (f2ν + ig2ν γ ) 2me Dengan menggunakan theorema Trace seperti pada interaksi lemah dan elektromagnetik didapatkan, T) Lµν(IN = fmν T r[6 kγ µ 6 k ′ γ ν ] + g1ν T r[6 kγ µ γ 5 6 k ′ γ ν γ 5 ] ν + (fmν + g1ν )T r[γ 5 6 kγ µ 6 k ′ γ ν ], = (fmν + g1ν ){T r[6 kγ µ 6 k ′ γ ν ] + T r[γ 5 6 kγ µ 6 k ′ γ ν ]}, maka didapatkan tensor neutrino untuk interferensi adalah, T) Lµν(IN = 4(fmν + g1ν )[2k µ k ν − (k µ q ν + k ν q µ ) + g µν (k.q) ν − i ǫαµβν kα kβ′ . (D.3) Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 Lampiran E Kontraksi Bagian Vektor, Vektor-Aksial dan Aksial Untuk mempermudah perhitungan kontraksi interaksi lemah, elektromagnetik dan interferensi dihitung terlebih dahulu kontraksi bagian vektor, vektoraksial dan aksial. E.1 Bagian Vektor Dari matrik (B.16) diketahui suku-suku yang memberi kontribusi pada polarisasi yaitu: Π00 , Π01 , Π10 , Π11 , Π22 dan Π33 . Dengan demikian kontraksinya adalah: Im(V ) Lµν = L00 Π00 + L01 Π01 + L10 Π10 + L11 Π11 + L22 Π22 + L33 Π33 , (E.1) ν Πµν karena L01 = L10 , Π01 = Π10 , L22 = L33 dan Π22 = Π33 , maka Im(V ) Lµν = L00 Π00 + 2L10 Π10 + L11 Π11 + 2L22 Π22 . ν Πµν Juga untuk memudahkan perhitungan, tanpa mengurangi keumuman, dipilih kerangka dimana salah satu sumbunya dihimpitkan: q µ = (q 0 , q 1 , q 2 , q 3 ) = (q0 , |~q|, 0, 0), 96 Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 97 dan dari konservasi arus elektron q µ Πµν = 0, serta konservasi arus neutrino q µ Lµν = 0, didapatkan, q02 00 q02 11 = Π00 , L = 2 L , |~q|2 |~q| q0 q0 10 = − Π00 , L = − L00 , |~q| |~q| 2 qµ qµ2 = − 2 Π00 , LL = − 2 L00 , |~q| |~q| Π11 Π10 ΠL (E.2) dan dari definisi: ΠL = Π00 − Π11 , LL = L00 − L11 Π22 + Π33 L22 + L33 ΠT = , LT = , 2 2 (E.3) persamaan (E.1) menjadi, Im(V ) Lµν ν Πµν q04 q02 = 1 + 2 2 + 4 L00 Π00 + 2L22 Π22 , |~q| |~q| 2 q2 = 1 + 02 L00 Π00 + 2L22 Π22 , |~q| 2 qµ = − 2 L00 ΠL + 2LT ΠT |~q| Sehingga kontraksi bagian vektor adalah, Im(V ) Lµν =− ν Πµν qµ2 00 L ΠL + 2LT ΠT |~q|2 (E.4) atau Im(V ) Lµν = LL ΠL + 2LT ΠT ν Πµν E.2 Bagian Vektor-Aksial Dari persamaan (B.35) didapatkan: A) ΠIm(V (q) = ǫαµ0ν q α ΠV A . µν Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 98 Dan dipilih kerangka, q α = (q 0 , q 1, q 2 , q 3 ) = (q0 , |~q|, 0, 0), kemudian diselidiki harga-harga Π yang memberi kontribusi untuk, µ, ν = 0, .., 3 yaitu yang tidak ada faktor q 2 dan q 3 , dan tidak ada indeks yang sama, Π00 , Π01 , Π02 , Π03 , Π10 , Π11 , Π12 , Π13 , Π20 , Π21 , Π22 , Π30 , Π31 , Π33 = 0. Sedangkan, Im(V A) Π23 = iǫα203 q α ΠV A , = i(ǫ0203 q 0 +ǫ1203 q 1 + ǫ2203 q 2 + ǫ3203 q 3 )ΠV A , | {z } | {z } | {z } =0 =0 =0 1 = iǫ1203 q ΠV A , Im(V A) secara umum Π23 = iǫα203 q α ΠV A , dan Im(V A) Π32 = iǫα302 q α ΠV A , = i(ǫ0302 q 0 +ǫ1302 q 1 + ǫ2302 q 2 + ǫ3302 q 3 )ΠV A , | {z } | {z } | {z } =0 =0 1 1 =0 = iǫ1302 q ΠV A = −iǫ1203 q ΠV A , Im(V A) atau Π32 sehingga, = iǫα302 q α ΠV A = −iǫα203 q α ΠV A , Im(V A) Π23 Im(V A) = −Π32 , dan, Im(V A) Im(V A) Lµν = L23 Π23 ν Πµν Im(V A) + L32 Π32 , Maka kontraksi bagian vektor-aksial adalah, Im(V A) Im(V A) Lµν = (L23 − L32 )Π23 ν Πµν . (E.5) Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 99 E.3 Bagian Aksial Seperti pada persamaan (E.1) pada bagian vektor, bagian aksial yang memberi kontribusi adalah: Im(A) Lµν = L00 Π00 + L01 Π01 + L10 Π10 + L11 Π11 + L22 Π22 + L33 Π33 . (E.6) ν Πµν Dari persamaan (B.26) didapatkan, ) ΠIm(A) (q) = ΠIm(V (q) + gµν ΠA , µν µν dapat diperoleh, Im(V ) (q) + g00 = Π00 Im(V ) (q) + g01 = Π01 Im(V ) (q) + g10 = Π10 Im(V ) (q) + g11 = Π11 Im(V ) (q) + g22 = Π22 Im(V ) (q) + g33 = Π33 Im(A) (q) = Π00 Im(A) (q) = Π01 Im(A) (q) = Π10 Im(A) (q) = Π11 Im(A) (q) = Π22 Im(A) (q) = Π33 Π00 Π01 Π10 Π11 Π22 Π33 Im(V ) (q) + ΠA , Im(V ) (q), Im(V ) (q), Im(V ) (q) − ΠA , Im(V ) Im(V ) (q) − ΠA , (q) − ΠA . (E.7) Persamaan (E.7) disubstitusi kedalam persamaan (E.6), didapatkan: Im(A) Im(A) Lµν = L00 Π00 ν Πµν Im(A) + L01 Π01 Im(A) +L11 Π11 Im(V ) = L00 (Π00 Im(A) + L22 Π22 Im(V ) Im(V ) Im(V ) Im(V ) Im(V ) Im(V ) − ΠA ) + L33 (Π33 Im(V ) + L10 Π10 Im(V ) + L33 Π33 , + L10 Π10 Im(V ) − ΠA ) + L22 (Π22 + L01 Π01 Im(V ) +L22 Π22 Im(A) + L33 Π33 + ΠA ) + L01 Π01 +L11 (Π11 = L00 Π00 Im(A) + L10 Π10 Im(V ) − ΠA ), + L11 Π11 + (L00 − L11 − L22 − L33 ) ΠA , Im(V ) = Lµν + (L00 − L11 − L22 − L33 ) ΠA . ν Πµν (E.8) Dari persamaan (E.2) dan (E.3) diketahui, L22 + L33 → L22 + L33 = 2LT , 2 qµ q02 00 = L → L00 − L11 = − 2 L00 . 2 |~q| |~q| LT = L11 Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 100 Persamaan (E.8) menjadi, Im(A) Lµν ν Πµν = = + = qµ2 00 + (− 2 L − 2LT ) ΠA , |~q| qµ2 1 2 Im(V ) Lµν Π + − 8 2E(E − q ) + q 0 ν µν |~q|2 2 µ qµ2 1 2 2 8 2E(E − q ) + q + |~ q | ΠA , 0 |~q|2 2 µ qµ2 Im(V ) Lµν Π + 8|~q|2 ΠA , ν µν |~q|2 Im(V ) Lµν ν Πµν Sehingga kontraksi bagian aksial adalah, Im(A) Im(V ) Lµν = Lµν + 8qµ2 ΠA . ν Πµν ν Πµν (E.9) Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 Lampiran F Kontraksi Interaksi Lemah Total kontraksi untuk interaksi lemah, terdiri dari kontraksi bagian vektor, vektor-aksial dan aksial. Diketahui dari persamaan (A.3) dan (B.13) Im(W ) Im(V ) Im(V A) Im(A) Lµν = CV2 Lµν + 2CV CA Lµν + CA2 Lµν . ν Πµν ν Πµν ν Πµν ν Πµν (F.1) F.1 Bagian Vektor Kontraksi bagian vektor diketahui dari persamaan (E.3) dan (E.4), Im(V ) Lµν =− ν Πµν qµ2 00 L ΠL + 2LT ΠT , |~q|2 dengan LT = L22 + L33 . 2 Dengan menggunakan tensor neutrino interaksi lemah pada persamaan (D.1), ) Lµν(W = 8[2k µ k ν − (k µ q ν + k ν q µ ) + g µν (k.q) − i ǫαµβν kα kβ′ ]. ν Kemudian dihitung L00 dan LT , dengan ketentuan: kerangka yang dipakai adalah, (q 0 , q 1, q 2 , q 3 ) = (q0 , |~q|, 0, 0), (k 0 , k 1 , k 2 , k 3 ) = (E, |~k| cos θ, |~k| sin θ cos ϕ, |~k| sin θ sin ϕ), 101 Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 102 dan untuk neutrino 1 2 q , 2 µ Eq0 − 12 qµ2 2Eq0 − qµ2 = . cos θ = |~k||~q| 2|~k||~q| k.q = L00 = 8[2(k 0 k 0 − (k 0 q 0 + k 0 q 0 ) + g 00 k.q − iǫα0β0 kα kβ′ ], dengan g 00 = 1 dan ǫα0β0 = 0, maka 1 L00 = 8[2E 2 − 2Eq0 + qµ2 ], 2 1 2 = 8[2E(E − q0 ) + qµ ]. 2 Dan, L22 = 8(2k 2 k 2 − (k 2 q 2 + k 2 q 2 ) + g 22 )k.q − iǫα2β2 kα kβ′ , dengan q 3 = 0, g 22 = −1 dan ǫα2β2 = 0, maka L22 = 8[2(k 2 )2 − k.q]. L33 = 8[2k 3 k 3 − (k 3 q 3 + k 3 q 3 ) + g 33 k.q − iǫα3β3 kα kβ′ , dengan q 3 = 0, g 33 = −1 dan ǫα3β3 = 0, maka L33 = 8[2(k 3 )2 − k.q]. Sehingga, L22 + L33 , 2 = 8[(k 2 )2 + (k 3 )2 − k.q], 1 = 8 |~k|2 sin2 θ cos2 ϕ + |~k|2 sin2 θ sin2 ϕ) − qµ2 , 2 2 2 1 2 2 2 = 8 |~k| sin θ(cos ϕ + sin ϕ) − qµ , 2 LT = LT dengan sin2 θ(cos2 ϕ + sin2 ϕ) = sin2 θ = 1 − cos2 θ, maka n h Eq − 1 q 2 2 i 1 o 0 2 µ 2 ~ LT = 8 |k| 1 − − qµ2 , 2 |~k||~q| Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 103 karena kµ2 = k02 − |~k|2 , kµ2 = m2ν = 0 karena massa neutrino dianggap nol, maka |~k|2 = k02 = E 2 . Persamaan menjadi, qµ4 E 2 q02 Eq0 qµ2 1 2 2 = 8 E − + − − q , |~q|2 |~q|2 4|~q|2 2 µ E 2 q 2 Eq0 q 2 qµ4 1 2 µ µ + − − q , = 8 − |~q|2 |~q|2 4|~q|2 2 µ qµ2 2 1 2 1 2 = −8 2 E − Eq0 + qµ + |~q| , |~q| 4 2 2 h i qµ 1 = −4 2 2E(E − q0 ) + qµ2 + |~q|2 . |~q| 2 LT Dan, 2LT = −8 Dengan demikian maka, i qµ2 h 1 2 2 2E(E − q ) + q + |~ q | . 0 |~q|2 2 µ Im(V ) Lµν = ν Πµν i i qµ2 h qµ2 h 1 2 1 2 2 2 2E(E − q ) + q + |~ q | Π − 8 2E(E − q ) + q + |~ q | ΠT , 0 L 0 |~q|2 2 µ |~q|2 2 µ h 2E(E − q0 ) + 1 q 2 |~q|2 i 2E(E − q0 ) + 12 qµ2 2 µ 2 2 ΠL − 8qµ + 2 ΠT , = −8qµ 2 2 |~q| |~q| |~q| 1 2 2E(E − q0 ) + 2 qµ = −8qµ2 (ΠL + ΠT ) − 8qµ2 ΠT . |~q|2 | {z } = −8 = AW Sehingga bagian vektor kontraksi interaksi lemah adalah Im(V ) Lµν = −8qµ2 AW (ΠL + ΠT ) − 8qµ2 ΠT ν Πµν (F.2) Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 104 F.2 Bagian Vektor-Aksial Bagian vektor-aksial didapat dari persamaan (E.5), Im(V A) Im(V A) Lµν = L23 Π23 ν Πµν Im(V A) + L32 Π32 = (L23 − L32 )ΠV23A . Sama dengan bagian vektor, digunakan tensor neutrino interaksi lemah yaitu persamaan (D.1), ) Lµν(W = 8[2k µ k ν − (k µ q ν + k ν q µ ) + g µν (k.q) − i ǫαµβν kα kβ′ ]. ν Kemudian dihitung L23 dan L32 , L23 = 8[2k 2 k 3 − (k 2 q 3 + k 3 q 2 ) + g 23 k.q − i ǫα2β3 kα kβ′ ], L32 = 8[2k 3 k 2 − (k 3 q 2 + k 2 q 3 ) + g 32 k.q − i ǫα3β2 kα kβ′ ], karena g 23 = 0, g 32 = 0 dan q 2 = q 3 = 0, maka L23 = 8[2k 2 k 3 − i ǫα2β3 kα kβ′ ], L32 = 8[2k 3 k 2 − i ǫα3β2 kα kβ′ ]. Sehingga Im(V A) Lµν = (L23 − L32 )ΠV A , ν Πµν = 8[2k 2 k 3 − i ǫα2β3 kα kβ′ − (2k 3 k 2 − i ǫα3β2 kα kβ′ )] ΠV23A , = 8i kα kβ′ (−i ǫα2β3 + i ǫα3β2 kα kβ′ ) ΠV23A , = 8i kα kβ′ (ǫα3β2 + ǫα3β2 kα kβ′ ) ΠV23A , = 16i kα kβ′ ǫα3β2 ΠV23A , = 16i kα kβ′ ǫα3β2 (iǫ23α0 q α ΠV A ), dengan ketentuan, ǫ23α0 q α = ǫ23σ0 q σ , ǫ23αβ ǫ23σρ = gσα gρβ − gρα gσβ , Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 105 persamaan menjadi, Im(V A) Lµν = −16 q σ kα kβ′ ΠV A ǫα3β2 ǫ23σ0 , ν Πµν = −16 q σ kα kβ′ ΠV A ǫ23αβ ǫ23σ0 , = −16 q σ kα kβ′ ΠV A ǫ23αβ ǫ23σρ δρ0 , = −16 q σ kα kβ′ ΠV A (gσα gρβ − gρα gσβ )δρ0 , = −16 q σ (kα kρ′ ΠV A gσα − kρ kβ′ ΠV A gσβ )δρ0 , = −16 q σ (kσ kρ′ ΠV A − kρ kσ′ ΠV A )δρ0 , = −16 ΠV A (q σ kσ kρ′ − q σ kρ kσ′ )δρ0 , = −16 ΠV A (q.kkρ′ − q.k ′ kρ )δρ0 , = −16 ΠV A (q.kk0′ − q.k ′ k0 ), = −16 ΠV A [q.k(k0 − q0 ) − q.(k − q)k0], = −16 ΠV A (q.kk0 − q.kq0 − q.kk0 + q 2 k0 ), = −16 ΠV A (−q.kq0 + q 2 k0 ], qµ2 = −16 ΠV A (− q0 + qµ2 E), 2 Sehingga bagian vektor-aksial kontraksi interaksi lemah adalah, Im(V A) Lµν = −8 qµ2 (2E − q0 )ΠV A . ν Πµν (F.3) F.3 Bagian Aksial Telah diketahui dari persamaan (E.9), bagian aksial kontraksi interaksi lemah, Im(A) Im(V ) Lµν = Lµν + 8qµ2 ΠA . ν Πµν ν Πµν (F.4) Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 106 F.4 Total Kontraksi Interaksi Lemah Substitusi persamaan-persamaan (F.2), (F.3) dan (F.4) ke persamaan (F.1), menghasilkan: Im(W ) Im(V ) Im(V A) Im(A) Lµν = CV2 Lµν + 2CV CA Lµν + CA2 Lµν , ν Πµν ν Πµν ν Πµν ν Πµν Im(V ) = CV2 Lµν + 2CV CA [−8 qµ2 (2E − q0 )ΠV A ] ν Πµν Im(V ) + CA2 [Lµν + 8qµ2 ΠA ], ν Πµν Im(V ) = (CV2 + CA2 ) Lµν + 2CV CA [−8 qµ2 (2E − q0 )ΠV A ] ν Πµν + CA2 8qµ2 ΠA , Im(W ) Lµν = (CV2 + CA2 )[−8qµ2 AW (ΠL + ΠT ) − 8qµ2 ΠT ] ν Πµν + 2CV CA [−8 qµ2 (2E − q0 )ΠV A ] + CA2 8qµ2 ΠA , = −8 qµ2 [AW (CV2 + CA2 )(ΠL + ΠT ) + (CV2 + CA2 )ΠT + 2CV CA ΠV A (2E − q0 ) − CA2 ΠA ], = −8 qµ2 [AW (CV2 + CA2 )(ΠL + ΠT ) + CV2 ΠT + CA2 (ΠT − ΠA ) {z } | {z } | = RW1 = RW2 + 2CV CA ΠV A (2E − q0 )]. {z } | {z } | = RW3 = BW Jadi total kontraksi interaksi lemah adalah, Im(W ) Lµν = −8 qµ2 (AW RW1 + RW2 + RW3 BW ), ν Πµν (F.5) dengan 2E(E − q0 ) + 21 qµ2 , |~q|2 = 2E − q0 , AW = BW RW1 = (CV2 + CA2 )(ΠL + ΠT ), RW2 = CV2 ΠT + CA2 (ΠT − ΠA ), RW3 = 2CV CA ΠV A . Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 Lampiran G Kontraksi Interaksi Elektromagnetik Kontraksi interaksi elektromagnetik hanya terdiri dari bagian vektor saja. Kontraksi bagian vektor dapat dilihat pada persamaan (E.3) dan (E.4), Im(EM ) Im(V ) Lµν = Lµν =− ν Πµν ν Πµν , dengan LT = L22 + L33 . 2 qµ2 00 L ΠL + 2LT ΠT , |~q|2 Dengan menggunakan persamaan tensor neutrino interaksi elektromagnetik pada persamaan (D.2), maka diperoleh ) 2 2 Lµν(EM = 4(fmν + g1ν )[2k µ k ν − (k µ q ν + k ν q µ ) ν + g µν (k.q)] − i 8fmν g1ν ǫαµβν kα kβ′ − 2 2 f2ν + g2ν (k.q)[4k µ k ν − 2(k µ q ν + k ν q µ ) + q µ q ν ]. m2e Misalkan, 2 2 a = 4(fmν + g1ν ), 2 2 f +g b = 2ν 2 2ν , me 107 Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 108 Kemudian dihitung L00 , − qµ2 00 L ΠL , L22 , L33 dan L22 + L33 , |~q|2 L00 = a[2k 0 k 0 − (k 0 q 0 + k 0 q 0 ) + g 00 k.q] − 8i fmν g1ν ǫα0β0 kα kβ′ − b(k.q)[4k 0 k 0 − 2(k 0 q 0 + q 0 k 0 ) + q 0 q 0 ], 1 1 = a(2E 2 − 2Eq0 + qµ2 ) − bqµ2 (4E 2 − 4Eq0 + q02 ), 2 2 1 1 1 = a(2E 2 − 2Eq0 + qµ2 ) − bqµ2 (2E 2 − 2Eq0 + qµ2 ) − b|~q|2 qµ2 , 2 2 2 1 1 = −(bqµ2 − a)[2E(E − q0 ) + qµ2 ] − b|~q|2 qµ2 . 2 2 − qµ2 00 2E(E − q0 ) + 12 qµ2 1 2 2 2 2 L Π = [q (bq − a) + bqµ qµ ]ΠL , L µ µ |~q|2 |~q|2 2 | {z } = AW 1 = [(bqµ2 − a)AW + bqµ2 ]qµ2 ΠL . | {z 2 } = AEM L22 = a[2k 2 k 2 − (k 2 q 2 + k 2 q 2 ) + g 22 k.q] − 8i fmν g1ν ǫα2β2 kα kβ′ − b(k.q)[4k 2 k 2 − 2(k 2 q 2 + q 2 k 2 ) + q 2 q 2 ], 1 1 = a[2(k 2 )2 − qµ2 ] − bqµ2 [4(k 2 )2 ], 2 2 1 2 2 2 = a[2|~k| sin θ cos ϕ − qµ2 ] − bqµ2 (2|~k| sin2 θ cos2 ϕ), 2 1 2 2 2 = [2|~k| sin θ cos ϕ](a − bqµ2 ) − aqµ2 . 2 1 1 L33 = a[2(k 3 )2 − qµ2 ] − bqµ2 [4(k 3 )2 ], 2 2 1 = a[2|~k|2 sin2 θ sin2 ϕ − qµ2 ] − bqµ2 (2|~k|2 sin2 θ sin2 ϕ), 2 1 = [2|~k|2 sin2 θ sin2 ϕ](a − bqµ2 ) − aqµ2 . 2 L22 + L33 = (a − bqµ2 )[2|~k|2 sin2 θ(sin2 ϕ + cos2 ϕ)] − aqµ2 , = −(bqµ2 − a)[2|~k|2 (1 − cos2 θ)] − aqµ2 , h 2Eq0 − q 2 2 i µ = −(bqµ2 − a) 2|~k|2 − 2|~k|2 − aqµ2 , ~ 2|k||~q| Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 109 qµ4 4E 2 q02 4Eq0 qµ2 L22 + L33 = −(bqµ2 − a) 2E 2 − + − − aqµ2 , 2|~q|2 2|~q|2 2|~q|2 qµ2 qµ4 q2 2 2 µ = −(bqµ − a) − 2E + 2Eq0 2 − − aqµ2 , 2 2 |~q| |~q| 2|~q| 2 2E 2 2Eq qµ 0 = (bqµ2 − a)qµ2 − + − aqµ2 , 2 2 |~q| |~q| 2|~q|2 2E(E − q0 ) + 12 qµ2 2 2 = (bqµ − a)qµ −aqµ2 , 2 |~q| | {z } = AW h 1 2i 2 1 2 2 = (bqµ − a)AW + bqµ qµ − bqµ + a qµ2 , {z 2 } | 2 {z } | = AEM = BEM = AEM − BEM . Dan selanjutnya, qµ2 00 L ΠL + (L22 + L33 )ΠT , |~q|2 = AEM ΠL + (AEM − BEM )ΠT , Im(EM ) Lµν = − ν Πµν = AEM (ΠL + ΠT ) −BEM ΠT , |{z} | {z } = REM1 = REM2 Jadi kontraksi interaksi elektromagnetik adalah, Im(EM ) Lµν = AEM REM1 − BEM REM2 , ν Πµν (G.1) dengan, 2 2 a = 4(fmν + g1ν ), 2 2 f +g b = 2ν 2 2ν , me 2E(E − q0 ) + 12 qµ2 , AW = |~q|2 h 1 i AEM = (bqµ2 − a)AW + bqµ2 qµ2 , 2 1 BEM = bq 2 + a qµ2 , 2 µ REM1 = ΠL + ΠT , REM2 = ΠT . Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 110 Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 Lampiran H Kontraksi Interferensi Telah diketahui bahwa kontraksi untuk interferensi terdiri dari bagian vektor dan bagian vektor-aksial, dapat dilihat pada persamaan (A.14) dan (B.13), Im(IN T ) Im(V ) Im(V A) Lµν = CV Lµν + CA Lµν . ν Πµν ν Πµν ν Πµν (H.1) H.1 Bagian Vektor Kontraksi bagian vektor diketahui dari persamaan (E.3) dan (E.4), Im(V ) Lµν =− ν Πµν qµ2 00 L ΠL + 2LT ΠT , |~q|2 dengan LT = L22 + L33 . 2 Dengan menggunakan tensor neutrino untuk interferensi seperti pada persamaan (D.3), T) Lµν(IN = 4(fmν + g1ν )[2k µ k ν − (k µ q ν + k ν q µ ) + g µν (k.q) ν − i ǫαµβν kα kβ′ . Misalkan, ã = fmν + g1ν , 111 Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 112 Kemudian dihitung L00 , − qµ2 00 L ΠL , L22 , L33 dan L22 + L33 , |~q|2 L00 = 4ã[2k 0 k 0 − (k 0 q 0 + k 0 q 0 ) + g 00 k.q − iǫα0β0 kα kβ′ ], 1 = 4ã(2E 2 − 2Eq0 + qµ2 ), 2 1 2 = 4ã(2E(E − q0 ) + qµ ). 2 qµ2 00 2E(E − q0 ) + 12 qµ2 2 − 2 L ΠL = −4ã qµ ΠL , |~q| |~q|2 | {z } = −4ã = AINT = AW 2 qµ AIN T ΠL . L22 = 4ã[2k 2 k 2 − (k 2 q 2 + k 2 q 2 ) + g 22 k.q − iǫα2β2 kα kβ′ ], 1 1 = 4ã[2(k 2 )2 − qµ2 ] = 4ã(2|~k|2 sin2 θ cos2 ϕ − qµ2 ), 2 2 1 1 L33 = 4ã[2(k 3 )2 − qµ2 ] = 4ã(2|~k|2 sin2 θ sin2 ϕ − qµ2 ). 2 2 Dengan perhitungan yang sejenis dengan bagian vektor kontraksi interaksi lemah dan elektromagnetik, didapatkan: L22 + L33 = 4ã(2|~k|2 sin2 θ − qµ2 ), = 4ã[2|~k|2 (1 − cos2 θ) − qµ2 ], = 4ã[2|~k|2 (1 − cos2 θ) − qµ2 ], h 2Eq0 − q 2 2 i µ 2 2 2 = 4ã 2k − 2k − qµ , 2|~k||~q| 2E(E − q0 ) + 12 qµ2 2 = −4ã qµ +1, |~q|2 | {z } = −4ã = AINT = AW 2 qµ (AIN T + 1) Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 113 Kemudian dihitung, Im(V ) Lµν ν Πµν qµ2 00 = − 2 L ΠL + (L22 + L33 )ΠT , |~q| = −4ã qµ2 AIN T ΠL − 4ã qµ2 (AIN T + 1)ΠT , = −4ã qµ2 AIN T ΠL − 4ã qµ2 AIN T ΠT − 4ã qµ2 ΠT , = −4ã qµ2 AIN T (ΠL + ΠT ) − 4ã qµ2 ΠT . Sehingga bagian vektor kontraksi interferensi adalah, Im(V ) Lµν = −4ã qµ2 AIN T (ΠL + ΠT ) − 4ã qµ2 ΠT . ν Πµν (H.2) H.2 Bagian Vektor-Aksial Kontraksi bagian vektor-aksial didapat dari persamaan (E.5), Im(V A) Im(V A) Lµν = L23 Π23 ν Πµν Im(V A) + L32 Π32 = (L23 − L32 )ΠV23A . Dengan menggunakan tensor neutrino untuk interferensi seperti pada persamaan (D.3), T) Lµν(IN = 4(fmν + g1ν )[2k µ k ν − (k µ q ν + k ν q µ ) + g µν (k.q) ν − i ǫαµβν kα kβ′ . Misalkan, ã = fmν + g1ν , Im(V A) Dihitung Lµν ν Πµν , dengan perhitungan yang sejenis dengan bagian vektor- aksial interaksi lemah, L23 = 4ã(2k 2 k 3 − iǫα2β3 kα kβ′ ), L32 = 4ã(2k 3 k 2 − iǫα3β2 kα kβ′ ), L23 − L32 = 4iãkα kβ′ (−ǫα2β3 + ǫα3β2 ), Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 114 kontraksi bagian vektor-aksial didapat dari persamaan (E.5), dan polarisasi vektor-aksial didapat dari persamaan (B.34), Im(V A) Lµν = (L23 − L32 )ΠV23A , ν Πµν ΠV23A = iǫα203 q α ΠV A , sehingga bagian vektor-aksial kontraksi interferensi adalah, Im(V A) Lµν = −4ã qµ2 (2E − q0 )ΠV A , ν Πµν (H.3) H.3 Total Kontraksi Interferensi Total kontraksi interferensi didapatkan dengan mensubstitusi persamaan (H.2) dan (H.3) ke persamaan (H.1), Im(IN T ) Im(V ) Im(V A) Lµν = CV Lµν + CA Lµν , ν Πµν ν Πµν ν Πµν = CV [−4ã qµ2 AIN T (ΠL + ΠT ) − 4ã qµ2 ΠT ] +CA [−4ã qµ2 (2E − q0 )ΠV A ], = −4ã qµ2 [AIN T CV (ΠL + ΠT ) + CV ΠT + (2E − q0 ) CA ΠV A ]. | {z } | {z } | {z } | {z } =RINT1 =RINT2 =BINT =RINT3 Jadi total kontraksi interferensi adalah, Im(IN T ) Lµν = −4ã qµ2 (AIN T RIN T1 + RIN T2 + BIN T RIN T3 ), ν Πµν (H.4) dengan ã = fmν + g1ν , 2E(E − q0 ) + 12 qµ2 AIN T = AW = , |~q|2 BIN T = BW = 2E − q0 , RIN T1 = CV (ΠL + ΠT ), RIN T2 = CV ΠT , RIN T3 = CA ΠV A . Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 Lampiran I Random Phase Approximation (RPA) I.1 Polarisasi Transversal Persamaan Dyson untuk polarisasi transversal: dengan solusi: e T = ΠT + Π e T DT ΠT , Π eT = Π e T − ΠT = ΠT (1 − DT ΠT )−1 DT ΠT , δΠ = ΠT (1 + χγ ΠT )−1 (−χγ ΠT ), DT = −χγ , e2 χγ = − 2 , qµ Ditambahkan koreksi massa foton efektif maka − e2 e2 → − , qµ2 qµ2 + m2t 115 Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 (I.1) 116 dengan m2t adalah massa foton efektif seperti pada persamaan (2.21). eT = δΠ ΠT (1 + χγ ΠT )−1 (−χγ )ΠT , I −1 R I 2 = −χγ (1 + χγ ΠR T + i χγ ΠT ) (ΠT + i ΠT ) , 1 I R2 I2 R I = − χγ (1 + χγ ΠR T − i χγ ΠT )(ΠT − ΠT + i 2ΠT ΠT ), ǫT 1 i R2 I2 R I χγ (1 + χγ ΠR = − χγ (1 + χγ ΠR T )(ΠT − ΠT ) − T )(2ΠT ΠT ) ǫT ǫT 2 i 2 I R2 2 I2 − χ2γ ΠR χγ ΠT (ΠT − ΠIT ), T ΠT + ǫT ǫT dan eT = Im δ Π 1 R I 2 I R2 I2 [−2(1 + χγ ΠR T )χγ ΠT ΠT + χγ ΠT (ΠT − ΠT )]). ǫT Sehingga korelasi RPA untuk polarisasi transversal dapat ditulis, eT = − Im δ Π dengan, 1 R2 I2 χγ ΠIT [2ΠR T + χγ (ΠT + ΠT )], ǫT (I.2) 2 2 2 I ǫT = (1 + χγ ΠR T ) + χγ ΠT . I.2 Polarisasi Vektor-Aksial Persamaan Dyson untuk polarisasi vektor-aksial adalah dengan solusi eV A = δΠ e V A = ΠV A + Π e V A DT ΠT , Π e V A − ΠV A = ΠV A (1 − DT ΠT )−1 DT ΠT , Π ΠV A (1 + χγ ΠT )−1 (−χγ )ΠT , 1 I R I R I = (−χγ )(1 + χγ ΠR T − i χγ ΠT )[(ΠV A + i ΠV A )(ΠT + i ΠT )], ǫT 1 R R I I = (−χγ )(1 + χγ ΠR T )[(ΠV A ΠT − ΠV A ΠT ) ǫT R I R +i (ΠIV A ΠR T + ΠV A ΠT )](1 + χγ ΠT ) 1 R I I I R R I + χ2γ ΠIT [i (ΠR V A ΠT − ΠV A ΠT ) − (ΠV A ΠT + ΠV A ΠT )], ǫT = Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 117 dan, 1 I R R I (−χγ )(1 + χγ ΠR T )(ΠV A ΠT + ΠV A ΠT ) ǫT 1 2 I R R χγ ΠT (ΠV A ΠT − ΠIV A ΠIT ). + ǫT eV A = Im δ Π Sehingga korelasi RPA untuk polarisasi vektor-aksial dapat ditulis, e V A = 1 (−χγ )[(ΠI ΠR + ΠR ΠI ) + χγ ΠI (ΠR2 + ΠI 2 )], Im δ Π VA T VA T VA T T ǫT (I.3) dengan, 2 2 2 I ǫT = (1 + χγ ΠR T ) + χγ ΠT . I.3 Polarisasi Aksial persamaan Dyson untuk polarisasi aksial dengan solusi eA = δΠ = = e A = ΠA + ΠV A DT Π e V A, Π e A − ΠA = ΠV A DT Π e V A, Π ΠV A DT (1 − DT ΠT )−1 ΠV A , ΠV A (−χγ )(1 + χγ ΠT )−1 ΠV A , = −χγ Π2V A (1 + χγ ΠT )−1 , 1 I R2 I2 R I = − χγ (1 + χγ ΠR T − i χγ ΠT )(ΠV A − ΠV A + i 2ΠV A ΠV A ), ǫT 1 R2 I2 R I I = − χγ [(1 + χγ ΠR T )(ΠV A − ΠV A ) + 2χγ ΠV A ΠV A ΠT ǫT 2 I2 R R I + i(−χγ ΠIT (ΠR V A − ΠV A ) + 2(1 + χγ ΠT )ΠV A ΠV A )]. Sehingga korelasi RPA untuk polarisasi aksial dapat ditulis, e A = − 2 (1 + χγ ΠR )χγ ΠR ΠI + 1 χ2 ΠI (ΠR2 − ΠI 2 ), Im δ Π T VA VA VA ǫT ǫT γ T V A (I.4) dengan, 2 2 2 I ǫT = (1 + χγ ΠR T ) + χγ ΠT . Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 118 I.4 Polarisasi Longitudinal persamaan Dyson untuk polarisasi longitudinal e L = ΠL + Π e L DL ΠL , Π dengan solusi eL = Π e L − ΠL = ΠL (1 − DL ΠL )−1 DL ΠL , δΠ DL = −χ̃γ = − qµ2 qµ2 e2 e2 (χ ) = − (− ) = = χ̄γ , γ |~q|2 |~q|2 qµ2 |~q|2 Ditambahkan koreksi massa foton efektif maka bentuknya menjadi, − e2 e2 → − |~q|2 |~q|2 + m2t (I.5) dengan m2t adalah massa foton efektif seperti pada persamaan (2.21). eL = δΠ ΠL (1 − χ̄γ ΠL )−1 χ̄γ ΠL , I −1 R I 2 χ̄γ (1 − χ̄γ ΠR L − i χ̄γ ΠL ) (ΠL + iΠL ) , 1 I R2 I2 R I = χ̄γ (1 − χ̄γ ΠR L + i χ̄γ ΠL )(ΠL − ΠL + i 2ΠL ΠL ), ǫL 1 R2 I2 2 R I2 [χ̄γ (1 − χ̄γ ΠR = L )(ΠL − ΠL ) − χ̄γ ΠL ΠL ], ǫL 1 R I I R2 I2 + [i 2χ̄γ (1 − χ̄γ ΠR L )ΠL ΠL + i χ̄γ ΠL (ΠL − ΠL ), ǫL = dan e L = 1 [2χ̄γ (1 − χ̄γ ΠR )ΠR ΠI + χ̄γ ΠI (ΠR2 − ΠI 2 )] Im δ Π L L L L L L ǫL Sehingga korelasi RPA untuk polarisasi longitudinal dapat ditulis, dengan, eL = Im δ Π 1 R2 I2 χ̄γ ΠIL [2ΠR L − χ̄γ (ΠL + ΠL )], ǫL (I.6) 2 2 2 I ǫL = (1 − χ̄γ ΠR L ) + χ̄γ ΠL . Bentuk eksplisit dari komponen real dan imaginer polarisasi untuk temperatur nol didapat dari referensi (Lim & Horowitz 1989, Horowitz & Wehr- Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 119 berger 1991a) adalah, Re ΠL qµ2 h 2 1 2 kF + EF = k E − |~q| ln F F π 2 |~q|2 3 6 me 2 2 EF (3qµ2 + 4EF2 ) q0 q − 3|~q| + EF2 + 0 ln |α| − ln |β| 4|~q| 12 24|~q| i |~q2 | 2 2 2 2 + (2m + q )(4m − q ) Λ . e µ e µ 12qµ2 Re ΠT 1 h1 2q02 1 2 kF + EF = kF EF 1 + 2 + qµ ln 2π 2 3 |~q| 3 me 2 2 2 2 2 q0 qµ q0 + 3|~q| |~q| me + + + EF2 ln |α| 3 4|~q| 12 qµ2 EF |~q|4 − q04 m2e qµ2 EF2 − − ln |β| + |~q| 8|~q|2 2 6|~q|2 i 1 2 2 2 2 − (2me + qµ )(4me − qµ ) Λ . 6 Re ΠV A = qµ2 n me h 1 |~q|kF + q0 EF ln |α| 2 2 2|~q| me 2π |~q| 2 o q2 E 2 2 2 |~q| me µ F ln |β| . − + + 8 2 2qµ2 dengan, α = qµ4 − 4(q0 EF − |~q|kF )2 , qµ4 − 4(q0 EF + |~q|kF )2 (qµ2 + 2|~q|kF )2 − 4q02 EF2 , (qµ2 − 2|~q|kF )2 − 4q02 EF2 1 qµ4 EF − 4q0 m2e (q0 EF ln 4 Λ = 2ξ qµ EF − 4q0 m2e (q0 EF 1 qµ4 EF − 4q0 m2e (q0 EF ln 4 + 2ξ qµ EF − 4q0 m2e (q0 EF q ξ = qµ2 (qµ2 − 4m2e ). β = − |~q|kF ) − kF qµ2 ξ − |~q|kF ) + kF qµ2 ξ + |~q|kF ) − kF qµ2 ξ , + |~q|kF ) + kF qµ2 ξ Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 120 Dan, i qµ2 h qµ2 q0 2 1 3 2 3 (E − E) + (E − E ) + (E − E ) . F 2π|~q|3 4 2 F 3 F qµ4 q0 qµ2 2 1 h 2 qµ2 = me + + (E − E) + (E − E 2 ) F 4π|~q| 2 4|~q|2 2|~q|2 F i qµ2 3 3 (E − E ) . + 3|~q|2 F qµ2 = [q0 (EF − E) + (EF2 − E 2 )]. 8π|~q|3 m2e = (EF − E). 2π|~q| Im ΠL = Im ΠT Im ΠV A Im ΠA Untuk komponen polarisasi yang riel perhitungannya serupa, tetapi karena keterbatasan waktu kami hanya mengambil hasil yang diperoleh dari referensi (Horowitz & Wehrberger 1991b). Bentuk eksplisit dari komponen riel polarisasi untuk temperatur berhingga adalah, Re ΠL Z ∞ i 2qµ2 kdk h βEk −α −1 βEk +α −1 = (1 + e ) + (1 + e ) π 2 |~q|3 0 EK h i 1 2 1 1 2 1 × |~k||~q| − (EK − EK q0 + qµ2 )L(EK ) − (EK + EK q0 + qµ2 )L(−EK ) . 2 4 2 4 Re ΠT Z ∞ i 2 kdk h βEk −α −1 βEk +α −1 = (1 + e ) + (1 + e ) π 2 |~q|3 0 EK n1 i 1 1h 1 × |~k||~q|(q02 + |~q|2 ) − m2e |~q|2 + qµ2 (Ek − q0 )2 + qµ2 |~q|2 L(Ek ) 2 4 2 4 i o 1h 2 2 1 1 − me |~q| + qµ2 (Ek + q0 )2 + qµ2 |~q|2 L(−Ek ) . 4 2 4 Re ΠV A dengan, n −2m Z ∞ kdk h i qµ2 e βEk −α −1 βEk +α −1 = (1 + e ) − (1 + e ) 2|~q|2 me 2π 2 |~q| 0 Ek h io 1 1 × (Ek − q0 )L(Ek ) + (Ek + q0 )L(−Ek ) . 2 2 2xq − q 2 − 2|~k||~q| 0 µ L(x) = ln , 2 ~ 2xq0 − qµ + 2|k||~q| q Ek = m2e + ~k 2 . Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 121 Bentuk eksplisit dari komponen imaginer Polarisasi untuk temperatur berhingga didapat dari persamaan (B.17), (B.20), (B.21) dan (B.25): Im ΠL = Im ΠT = Im ΠV A = Im ΠA = Z ∞ qµ2 1 1 dE[(E + q0 )2 − |~q|2 ] × [F (E, E + q0 ) + F (E + q0 , E)]. 3 2π|~q| e− 2 4 Z ∞ 2 qµ 1 2 1 2 |~q|2 m2e dE[(E + q0 ) + |~q| + ] 4π|~q|3 e− 2 4 qµ2 ×[F (E, E + q0 ) + F (E + q0 , E)]. Z ∞ qµ2 dE[2E + q0 ] × [F (E, E + q0 ) − F (E + q0 , E)]. 8π|~q|3 e− Z ∞ m2e dE × [F (E, E + q0 ) + F (E + q0 , E)]. 2π|~q| e− Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 Daftar Acuan [1] Balantekin, A. B., Volpe, C., dan Welzel, J. (2007). Impact of the neutrino magnetic moment on supernova r-process nucleosynthesis. Journal of Cosmologi Astroparticle Physics 0709, 016. arXiv:0706.3023v1[astro-ph]. [2] Braaten, E., dan Segel, D. (1993). Neutrino energy loss from the plasma process at all temperatur and densities. Physical Review D 48,1478. arXiv: hep-ph/9302213v1. [3] Burrows, A., Reddy, S. dan Thompson, T. A. (2006). Neutrino opacities in nuclear matter. Nuclear Physics A777, 356. arXiv: astro-ph/0404432v1. [4] Caroline (2004). Efek faktor bentuk elektromagnetik neutrino pada interaksi neutrino dengan materi mampat. Tesis. Universitas Indonesia. Depok. [5] Chin, S. A. (1977). A Relativistic many-body theory of high density matter. Annals of physics 108, 301. [6] Daraktchieva, Z., et al. (2003). Limits on the neutrino magnetic moment from MUNU experiment. Physics Letter B564, 190. arXiv:hepex/030411v2. [7] Davidov, A. S. (1976). Quantum Mechanics. Oxford: Pergamon Press [8] Fetter, A. L., dan Walecka, J. D. (1971), Quantum theory of many-particle systems. New York: McGraw-Hill Book Company [9] Glandenning, N. K. (2000), Compact stars nuclear physics, particle physics, and general relativity. New York: Springer. [10] Giunti, C., dan Chung, W. K.(2007). Fundamentals of neutrino physics and astrophysics. New York: Oxford University Press. 122 Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 123 [11] Giunti, C., dan Studenikin, A. (2009). Neutrino electromagnetic properties. Physics Atom Nuclear 72 2089. arXiv:0812.3646v5. [12] Halzen, F., dan Martin, A.D . (1984). Quarks and Leptons: an introductory course in modern particle physics. New York: John Wiley & Sons. [13] Horowitz, C. J., dan Wehrberger, K. (1991a). Neutrino neutral current interactions in nuclear matter. Nuclear Physics A531, 665. [14] Horowitz, C. J., dan Wehrberger, K. (1991b). Neutrino neutral current interactions in hot dense matter. Physics Letter B266, 236. [15] Horowitz, C. J., dan Pérez-Garcı́a, M. A. (2003). Realistic neutrino opacities for supernova simulations with correlations and weak magnetism. Physical Review C 68, 025803. [16] Hutauruk, P. T. P. (2004). Lintasan bebas rata-rata neutrino di bintang neutron. Tesis. Universitas Indonesia. Depok. [17] Keil, M. T. (2003). Supernova neutrino spectra and applications to flavor oscillations. Dissertation. Institut für Theoretische Physik T30. Univ.-Prof. Dr. Manfred Lindner. München arXiv:astro-ph/0308228v1. [18] Keil, M. T., Raffelt, G. G., dan Janka, H. T. (2003). Monte Carlo study of supernova neutrino spectra formation. Astrophysics J590, 971. arXiv: astro-ph/0208035. [19] Kerimov, B. K., Safin, M. Ya., dan Nazih, H. (1988). Neutrino electromagnetic moments and elastic neutrino and reactor-antineutrino scattering at electrons. Izvestiya Akademii Nauk SSSR. Seriya Fizicheskaya 52, 136. [20] Kumerički, K. (2001). Feynman diagrams for beginners.Notes. University of Zagreb. Split. [21] Lim, K. dan Horowitz,C.J. (1989). Collective modes in a relativistic meson-nucleon system. Nuclear Physics A501, 729. Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 124 [22] Nardi, E. (2003). On the neutrino vector and axial vector charge radius. American Institut of Physics Conference Proceedings 670, 118. arXiv:hepph/0212266v1. [23] Nasa (2011). Cooling neutron star. Astronomy picture of the day, http://apod.nasa.gov/apod/ap 110305.html. [24] Niembro, R., et al. (2001). Neutrino cross section and mean free path in neutron star in the framework of the Dirac-Hartree-Fock approximation. Physical Review C 64, 055802. [25] Nuccioti, A. (2010). Neutrino mass calorimetric searches in the MARE experiment. Nuclear Physics B proceedings Supplement 00, 1. arXiv: 1012.2290v1 [hep-ex]. [26] Reddy, S., Prakash, M., dan Lattimer, J. M. (1998). Neutrino interactions in hot and dense matter. Physical Review D 58, 013009. [27] Reddy, S., dan Prakash, M. (1996). Neutrino scattering in a newly born neutron star. The Astrophysical Journal 478, 689. arXiv:astroph/9610115v2. [28] Reddy, S., et al. (1999). Effects of strong and electromagnetic correlations on neutrino interactions in dense matter. Physical Review C59, 2888. [29] Saito, K., Maruyama, T., dan Soutome, K. (1989). Collective modes in hot and dense matter. Physical Review C40, 407. [30] Sulaksono, A., Hutauruk, P. T. P., dan Mart, T. (2005). Isovector channel role of relativistic mean field models in the neutrino mean free path. Physical Review C72, 065801. arXiv:nucl-th/0512093v1. [31] Sulaksono, A., et al. (2006). Neutrino electromagnetic form factors effect on the Neutrino cross section in dense matter. Physical Review C73, 025803. arXiv:nucl-th/0601002v1. [32] Vogel, P., dan Engel, J., (1988). Neutrino electromagnetic form factor. Physical Review D39, 3378. Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011 125 [33] Wikipedia (2010a). Supernova. http//en.wikipedia.org/wiki/Supernova. [34] Wikipedia (2010b). Neutrino. http//en.wikipedia.org/wiki/Neutrino. Universitas Indonesia Interaksi neutrino..., Listiana Satiawati, FMIPA UI, 2011