BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) 2.1.1. Pengertian ISPA sering di salah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Istlah ISPA yang benar merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut di perkenalkan pada tahun 1984. Infeksi pada system pernapasan dideskripsikan sesuai dengan areanya, yaitu ISPA atas dan ISPA bawah. ISPA atas (upper airway), meliputi hidung dan faring. System pernapasan bawah meliputi bronkus, bronkeolus dan alveolus (Hartono dan Rahmawati H, 2012). Chang, Daly, Elliott (2010) ketika individu bernapas dan system pernapasan menyaring udara, terjadi pajanan dengan berbagai partikel iritatif dan agens penyebab infeksi yang terbawa di dalam udara yang dihirup. Infeksi saluran napas atas didominasi oleh infeksi ringan dan dapat ditangani di pusat pelayanan kesehatan primer (puskesmas). Infeksi saluran napas bawah dapat lebih kompleks dan mengubah pada fungsi sitem tubuh lain serta kondisi kesehatan individu secara keseluruhan. Menurut Depkes (2004) infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan istilah yang diadaptasi dari istilah bahasa inggris Acute Respiratory Infection (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsure penting yaitu infeksi, saluran pernapasan, dan akut. Dengan pengertian sebagai berikut: infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh 6 Universitas Sumatera Utara 7 manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah, dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai 14 hari. Batas hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dadapat berlangsung lebih dari 14 hari. Berdasarkan pengertian diatas, maka ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung 14 hari. Salurapn pernapasan yang dimaksud adalah organ mulai dari hidung sampai alveoli paru beserta organ adneksenya seperti sinus, ruang telinga tengah, dan pleura. 2.1.2 Etiologi 1. Agen penginfeksi Walaupun penyebab ISPA beraneka ragam namun penyebab terbanyak adalah infeksi virus dan bakteri. Penyebab infeksi ini dapat sendirian atau bersama-sama secara simultan. Penyebab ISPA akibat infeksi virus berkisar 90-95% terutama ISPA atas (Daulay, 1992) dalam (Kusetiarini, 2012). Universitas Sumatera Utara 8 Tabel 2.1.2.1 Agen Penyebab dalam Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Lankein, 1994 Depkes 2009, Widoyono, 2008 dan Kusetiarini, 2012) Bakteri • Streptococcus Pneumoniae • Haemophilus Influenzae • Boerdedella Pertussis • Mycoplasma Pneumoniae Virus Other Aspirasi • Measles • Pneumocystis • Makanan • RSV • Ascaris • Asap • Parainfluenzae 1- • Paragonimus kendaraa • Echinococcus n • Rhinviruses • Strongyloides bermotor • Adenoviruses • Fungi 3 • • Influenza Viruses (bahan • Enteroviruses bakar • Staphylococcus • Herpes Simplex aureus • Gram-negative BBM • Cytomegalovirus minyak) • Cairan amnion saat lahir rods • Chlamydiae • Rickettsiae 2. Umur Bayi umur di bawah 3 bulan mempunyai angka infeksi yang rendah, karena fungsi pelindung dari antibody keibuan. Infeksi meningkat pada umur 3-6 bulan, pada waktu ini antara hilangnya Universitas Sumatera Utara 9 antibody keibuan dan produksi antibody bayi itu sendiri. Sisa infeksi dari virus berkelanjutan pada waktu balita dan prasekolah. Pada waktu anakanak berumur 5 tahun, infeksi pernapasan yang disebabkan virus akan berkurang frekuensinya, tetapi pengaruh infeksi mycoplasma pneumonia dan grup A B-Hemolytic Streptococcus akan meningkat. Jumlah jaringan limfa meningkat seluruhnya pada masa anak-anak dan diketahui berulang-ulang meningkat kekebalan pada anak yang sedang tumbuh dewasa. Beberapa agen virus membuat sakit ringan pada anak yang lebih tua tetapi menyebabkan sakit yang hebat di system pernapasan bagian bawah. 3. Ukuran Ukuran anatomi mempengaruhi respon infeksi system pernapasan. Diameter saluran pernapasan terlalu kecil pada anak-anak akan menjadi sasaran radang selaput lendir dan peningkatan produksi sekresi. Disamping itu jarak antara struktur dalam system yang pendek pada anak-anak, walaupun organism bergerak dengan cepat ke bawah system pernapasan yang mencakup secara luas. Pembuluh eustachius relative pendek dan terbuka pada anak kecil dan anak muda yang membuat pathogen mdah untuk masuk ke telinga bagian tengah. 4. Daya Tahan Kemampuan untuk menahan organism penyerang dipengaruhi banyak factor. Kekurangan system kebalan pada anak beresiko terinfeksi. Kondisi lain yang mengurangi daya tahan adalah malnutrisi, anemia, Universitas Sumatera Utara 10 kelelahan, dan tubuh yang menakutkan. Kondisi yang melmahkan pertahanan pada system pernapasan cenderung yang menginfeksi melibatkan alergi seperti: alergi rhinitis, asma, kelainan jantung yang disebabkan tersumbatnya paru-paru, dan cystic fibrosis. Partisipasi ari perawatan, khususnya jika pelaku perokok, juga meningkat kemungkinan infeksi (Blumer,1998). 5. Variasi Musim Banyaknya pathogen pada system pernapasan yang muncul dalam wabah selama bulan musim semi dan dingin, tetapi infeksi mycoplasma sering muncul pada musim gugur dan awal musim semi. Infeksi yang berkaitan dengan asma (seperti asma bronchitis) frekuensi banyak muncul selama cuaca dingin. Musim semi dan dingin adalah tipe “musim RSV”. 2.1.3 Klasifikasi Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) a. Berdasarkan Lokasi Anatomik Penyakit ISPA dapat dibagi dua berdasarkan lokasi anatominya, yaitu: ISPA atas (ISPaA) dan ISPA bawah (ISPaB). Contoh ISPA atas adalah batuk, pilek, pharingitis, sinusitis, flusalesma, sinusitis, dan lain-lain. ISPA bawah diantaranya Bronchiolitis dan pneumonia yang sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kematian. b. Berdasarkan Golongan Umur Berdasarkan golongan umur, ISPA dapat digolongkan kedalam 2 bagian, yaitu sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 11 1. Kelompok kurang dari 2 bulan, dibagi atas: pneumonia berat dan bukan pneumonia. Pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat, yaitu sebanyak 60 kali permenit atau lebih, atau adanya tarikan dinding dada yang kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam (severe chest indrawing), sedangkan bukan pneumonia bila tidak ditemukan tarikan dinding dada pada bagian bawah dan napas tidak cepat. 2. Kelompok umur 2 bulan sampai kurang 5 tahun dibagi atas: pneumonia berat, pneumonia, dan bukan pneumonia. Pneumonia berat bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik napas. Pneumonia didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran adanya napas cepat sesuai umur, yaitu 40 kali permenit atau lebih. Bukan pneumonia, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat. 2.1.4 Cara Penularan ISPA ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat ke saluran pernapasannya. Pada ISPA dikenal tiga cara penyebaran infeksi yaitu: 1. Melalui aerosol yang lembut, terutama oleh karena batuk 2. Melalui aerosol yang lebih kasar, terjadi waktu batuk dan bersin-bersin Universitas Sumatera Utara 12 3. Melalui kontak langsung/tidak langsung dari benda yang telah dicemari jasad renik (hand to hand transmission) Pada beberapa virus, transmissi diawali dengan penyebaran virus ke daerah sekitar terutama melalui bahan sekresi hidung. Dari beberapa penelitan klinik, laboratorium dan penelitian lapangan, diperoleh kesimpulan bahwa sebenarnya kontak hand to hand merupakan modus terbesar dibandingkan dengan cara penularan aerogen (yang semula banyak diduga sebagi penyebab utama) (Hood Alsagaff,2002). 2.1.5 Tanda Tanda Klinis Manifestasi klinis ISPA dapat berupa batuk, kesulitan bernafas, sakit tenggorokan, pilek, demam dan sakit telinga (Depkes RI, 1999). Menurut berat ringanya, ISPA dibagi menjadi 3 golongan,yaitu : 1. ISPA Ringan, dengan gejala yaitu: a. Batuk b. Serak, yaitu anak bersuara parau pa da waktu mengeluarkan suaranya , misalnya pada waktu berbicara atau menangis c. Pilek, yaitu mengeluarkan lendir dari hidung d. Demam, yaitu suhu badan anak lebih dari 37ºC. 2. ISPA Sedang Jika dijumpai gejala-gejala seperti ISPA ringan dan disertai dengan Gejala: a. Pernafasan lebih dari 50x/menit (anak umur kurang dari 1 tahun) dan lebih dari 40x/menit (anak umur lebih dari 1 tahun). Universitas Sumatera Utara 13 b. Suhu lebih dari 39ºC c. Tenggorokan berwarna merah d. Timbul bercak-bercak campak e. Telinga sakit atau mnegeluarkan nanah dari lubang telinga f. Pernafasan berbunyi 3. ISPA Berat Jika seorang anak dijumpai gejala -gejala seperti ISPA ringan atau sedang ditambah dengan gejala sebagai berikut: a. Bibir atau kulit membiru b. Pernafasan cuping hidung c. Anak tidak sadar atau kesadarannya menurun d. Bunyi nafas gargling, atau snoring e. Dijumpai adanya terraksi otot -otot bantu pernafasan, seperti intercostal, sternal, suprasternal f. Nadi cepat dan lemah > 160x/menit (anak umur < 1 tahun) g. Tenggorokan berwarna merah 2.1.6 Tanda- tanda Bahaya Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal. Bila sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu Universitas Sumatera Utara 14 diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan. Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, Wheezing, demam dan dingin. 2.1.7 Faktor Resiko Terjadinya ISPA 1. Faktor Lingkungan a. Pencemaran udara dalam rumah Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. b. Ventilasi Rumah Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. c. Kepadatan hunian rumah Kepadatan hunian rumah menurut keputusan menteri kesehatan nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah, satu orang minimal menempati luas rumah 8m2 (Maryunani, 2011). Universitas Sumatera Utara 15 d. Faktor Individu Anak 1. Umur anak Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden penyakit oleh virus melonjak pada bayi dan usia dini anak- anak. 2. Berat badan lahir Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai resiko kematian yang lebih besar dib andingkan dengan berat badan lahir normal,karena pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi. 3. Status Gizi Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan balita dengan gizi no rmal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. 4. Vitamin A Pemberian vitamin A yang dilakukan bersamaan dengan imunisasi akan menyebabkan peningkatan titer antibody yang spesifik dan tampaknya berada dalam nilai yang cukup tinggi. 5. Status imunisasi Sebagian besar kematian ISPA dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan Imunisasi campak dan pertusis. Universitas Sumatera Utara 16 e. Faktor Perilaku Peran aktif keluarga dalam menangani ISPA sangat penting karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari - hari di dalam masyarakat/keluarga. Hal ini perlu mendapat perhatian serius, karena penyakit ini banyak menyerang balita, sehingga ibu balita dan anggota keluarga yang sebagian besar dekat balita mengetahui dan terampil menangani penyakit ISPA ini ketika anaknya sakit (Maryunani, 2011). 2.1.8 Penatalaksanaan Kasus ISPA Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya kematian karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA) . Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA. Universitas Sumatera Utara 17 Penatalaksanaan ISPA meliputi tindakan sebagai berikut: 1. Pemeriksaan Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit anak dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada ibunya, melihat dan mendengarkan anak. Hal ini penting agar selama pemeriksaan anak tidak menangis (bila menangis akan meningkatkan frekuensi napas), untuk ini diusahakan agar anak tetap dipangku oleh ibunya. Menghitung napas dapat dilakukan tanpa membuka baju anak. Bila baju anak tebal, mungkin perlu membuka sedikit untuk melihat gerakan dada. Untuk melihat tarikan dada bagian bawah, baju anak harus dibuka sedikit. Tanpa pemeriksaan auskultasi dengan steteskop penyakit pneumonia dapat didiagnosa dan di klasifikasikan. 2. Pengobatan a. Pneumonia berat: dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotic parenteral, oksigen dan sebagainya. b. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain. c. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang Universitas Sumatera Utara 18 merugikan seperti kodein, dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotic (penisilin) selama 10 hari. Setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan perawatan khusus untuk pemer iksaan selanjutnya. d. Perawatan dirumah Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA. 1. Mengatasi panas (demam) Untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perl u air es). 2. Mengatasi batuk Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh, diberikan tiga kali sehari. Universitas Sumatera Utara 19 3. Pemberian makanan Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit- sedikit tetapi berulang ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih - lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan. 4. Pemberian minuman Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita. 5. Lain- lain Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap. Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan. Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh. Dan untuk penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa kembali ke petugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang. Universitas Sumatera Utara 20 2.1.9 Pencegahan dan Pemberantasan ISPA Pencegahan dapat dilakukan dengan : 1. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik. 2. Imunisasi 3. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan. 4. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA. Pemberantasan yang dilakukan adalah : 1. Penyuluhan kesehatan yang terutama ditujukan pada para ibu 2. Pengelolaan kasus yang disempurnakan 3. Imunisasi 2.2 Konsep Imunisasi 2.2.1 Pengertian Imunisasi adalah suatu cara untuk memberikan kekebalan kepada seseorang secara aktif terhadap penyakit menular (Mansjoer, 2000). Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kesehatan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpapar antigen yang serupa tidak pernah terjadi penyakit (Ranuh dkk, 2001). Imunisasi merupakan reaksi antara antigen dan antibody yang dalam bidang ilmu immunologi merupakan kuman atau racun (Riyadi, 2009). Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu Ag, sehingga bila terpapar pada Ag yang serupa, tidak terjadi penyakit. Sistem imun Spesifik hanya dapat menghancurkan benda asing yang dikenal sebelumnya. Universitas Sumatera Utara 21 Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa imunisasi adalah usaha untuk meningkatkan kekebalan aktif seseorang terhadap suatu penyakit dengan memasukkan vaksin dalam tubuh bayi atau anak. Sedangkan imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar kekebalan di atas ambang perlindungan (Depkes,2005). Yang dimaksud dengan imunisasi dasar menurut Ranuh dkk (2001) adalah pemberian imunisasi BCG (1x), Hepatitis B (3x), DPT (3x), Polio (4x), dan campak (1x) sebelum bayi berusia 1 tahun. 2.2.2 Tujuan Imunisasi 1. Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang. 2. Untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit. 3. Untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu ( Hanum, 2010 ). 2.2.3 Manfaat Imunisasi 1. Untuk Anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan kemungkinan cacat atau kematian. 2. Untuk Keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orangtua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman. Universitas Sumatera Utara 22 3. Untuk Negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan Negara (Hanum, 2010). 2.2.4 Jenis-jenis Imunisasi 1. Imunisasi BCG (bacillus calmette-guerrin) Vaksinasi BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberculosis (TBC). Pemberian imunisasi BCG sebaiknya dilakukan pada bayi yang baru lahir sampai usia 12 bulan, tetapi imunisasi ini sebaiknya dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan. Imunisasi ini cukup diberikan satu kali saja. Bila pemberian imunisasi ini berhasil maka setelah beberapa minggu di tempat suntikan akan timbul benjolan kecil. Dengan cara pemberian imunisasi BCG adalah melalui intradermal dengan lokasi penyuntikan pada lengan kanan atas. 2. Imunisasi DPT Merupakan imunisasi yang diberikan untuk mencegah terjadinya penyakit difteri, pertusis dan tetanus. Pemberian imunisasi DPT sebanyak 3 kali yaitu pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan. Cara pemberian imunisasi melalui suntikanintar muskuler. Efek samping dari imunisasi ini hanya gejala-gejala ringan seperti sedikit demam dan rewel selama 12 hari, kemerahan agak nyeri dan pegal-pegal di daerah penyuntikan dan akan hilang sendiri dalam beberapa hari. Universitas Sumatera Utara 23 3. Imunisasi Polio Merupakan imunisasi yang diberikan untuk mencegah terjadinya penyakit polio yaitu penyakit radang yang menyerang saraf dan dapat mengakibatkan lumpuh kaki. Pemberian secara oral sebanyak 2 tetes dan di berikan 4 kali dengan interval 4 minggu. 4. Imunisasi Campak Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah penyakit campak. Frekuensi pemberian imunisasi campak adalah satu kali yaitu pada usia 9 bulan. Cara pemberian imunisasi campak melalui subkutan. 5. Imunisasi Hepatitis B Merupakan imunisasi yang digunakan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B yaitu penyakit infeksi yang merusak hati. Frekuensi pemberian imunisasi Hepatitis B sebanyak 3 kali dengan cara pemberian melalui intramuskuler. 2.2.5 Jadwal Imunisasi Berikut ini adalah Jadwal Imunisasi yang dianjurkan oleh Departemen Kesehatan (2007) sebagai bagian dari Pengembangan Program Imunisasi Nasional. Terdapat 2 jadwal yang dibedakan menurut tempat kelahiran anak, yaitu yang lahir di rumah dan yang lahir di rumah sakit atau rumah bersalin. Universitas Sumatera Utara 24 Tabel 2.2.5.1 Jadwal Imunisasi Nasional (Depkes) bagi bayi yang baru lahir di rumah Jadwal Umur Jenis Vaksin Tempat imunisasi Bayi Lahir di 0 – 7 hari HB 0 Rumah Rumah 1 bulan BCG, Polio 1 Posyandu 2 bulan DPT/HB1, Polio 2 Posyandu 3 bulan DPT/HB 2, Polio 3 Posyandu 4 bulan DPT/HB 3, Polio 4 Posyandu 9 bulan Campak Posyandu Tabel 2.2.5.2 Jadwal Imunisasi Nasional (Depkes) bagi bayi yang lahir RS/RSB Jadwal Umur Jenis Vaksin Tempat Imunisasi Bayi Lahir 0 bulan HB 0, BCG, Polio 1 di 2 bulan DPT/HB 1, Polio 2 RS/RB/Bidan RS/RB/Bidan/Posyandu RS/RB/Bi 3 bulan DPT/HB 2, Polio 3 RS/RB/Bidan/Posyandu dan 4 bulan DPT/HB 3, Polio 4 RS/RB/Bidan/Posyandu Praktek 9 bulan Campak RS/RB/Bidan/Posyandu Universitas Sumatera Utara 25 2.2.6 Kontraindikasi Penting sekali untuk memberi imunisasi semua anak, termasuk anak yang sakit dan kurang gizi, kecuali bila terdapat kontraindikasi. Adapun kontra-indikasi imunisasi, yakni: 1. Jangan beri BCG pada anak dengan infeksi HIV/AIDS simtomatis, tetapi beri imunisasi lainnya. 2. Beri semua imunisasi, termasuk BCG, pada anak dengan infeksi HIV asimtomatis. 3. Jangan beri imunisasi DPT-2 atau -3 pada anak yang kejang atau syok dalam jangka waktu 3 hari setelah imunisasi DPT sebelumnya. 4. Jangan beri DPT pada anak dengan kejang rekuren atau pada anak dengan penyakit syaraf aktif pada SSP. 5. Anak dengan diare yang seharusnya sudah waktunya menerima vaksin oral polio harus tetap diberi vaksin polio. Namun demikian, dosis ini tidak dicatat sebagai pemberian terjadwal. Buat catatan bahwa pemberian polio saat itu bersamaan dengan diare, sehingga petugas nanti akan memberikan dosis polio tambahan. 2.2.7 Status Imunisasi Sesuai dengan program organisasi kesehatan dunia WHO (Badan Kesehatan Dunia), pemerintah mewajibkan lima jenis imunisasi bagi anakanak, yang disebut Program Pengembangan Imunisasi (PPI). Sedangkan tujuh jenis lainnya dianjurkan untuk menambah daya tahan tubuh terhadap beberapa jenis penyakit. Universitas Sumatera Utara 26 Dalam pemberian imunisasi, anak harus dalam kondisi sehat. Imunisasi diberikan dengan memasukkan virus, bakteri, atau bagian dari bakteri ke dalam tubuh, dan kemudian menimbulkan antibodi (kekebalan). Untuk membentuk kekebalan yang tinggi, anak harus dalam kondisi fit. Anak yang sedang sakit, misalnya diare atau demam berdarah, badannya sedang memerangi penyakit. Jika dimasukkan kuman atau virus lain dalam imunisasi, maka tubuhnya akan bekerja sangat berat, sehingga kekebalan yang terbentuk tidak tinggi (Ranuh, 2005). Bayi dikatakan telah mendapatkan imunisasi lengkap jika bayi telah mendapatkan imunisasi yang meliputi imunisasi BCG (Bacillus ClameteGuerin), imunisasi DPT (difteri, pertusis, tetanus), imunisasi polio, imunisasi campak, dan imunisasi Hepatitis B. Saat ini telah diperkenalkan imunisasi kombinasi yang menggabungkan vaksin untuk beberapa penyakit, sehingga lebih praktis, ekonomis, dan mempersingkat kunjungan ke puskesmas, bidan, dokter, dan tenaga medis yang menyediakan imunisasi. Orang tua kini bisa mempersingkat jadwal imunisasi anak, yakni jika biasanya bayi harus diimunisasi tiga kali untuk vaksin DPT (dipteri, pertusis, tetanus) dan tiga kali untuk Hepatitis B (HB), maka vaksin kombinasi DPT-HB dapat mempersingkat(Ranuh, 2005). Universitas Sumatera Utara