Studi Kasus Gerakan Anti Batubara oleh LSM

advertisement
BAB III
METODOLOGI
3.1
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan pendekatan kualitatif. Bagi
peneliti kualitatif, realitas sosial adalah wujud bentukan (konstruksi) para subyek
penelitian yaitu tineliti (orang dalam) dan peneliti (Sitorus, 1998). Pendekatan
kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menghasilkan
data deskriptif yang berupa kata kata lisan atau tulisan dari manusia atau tentang
perilaku manusia yang dapat diamati (Taylor dan Bogdan dikutip Sitorus, 1998).
Data yang dihasilkan merupakan hasil pengamatan penulis terhadap frame
gerakan sosial yang terdapat pada LSM Greenpeace Asia Tenggara di Indonesia
serta proses pembentukan identitas kolektif pada LSM tersebut.
Strategi penelitian ini adalah studi kasus. Studi kasus adalah suatu
penelitian multi-metode pada aras mikro, lazimnya memadukan teknik
pengamatan, wawancara, dan analisis dokumen (Sitorus,1998). Kasus yang
diangkat pada penelitian ini adalah gerakan anti-batubara pada LSM Greenpeace
Asia Tenggara di Indonesia dalam membentuk identitas koletif sebagai aktifis
lingkungan. metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
triangulasi, yang menggunakan sejumlah metode dalam suatu penelitian.
3.2
Penentuan Subyek Penelitian dan Sumber Data
Penelitian dilaksanakan di LSM Greenpeace Asia Tenggara. LSM ini
berlokasi di Jalan Cimandiri No. 24, Cikini, Jakarta Pusat. LSM ini dipilih secara
purposive (sengaja). LSM ini dipilih sebagai objek penelitian karena Greenpeace
merupakan salah satu LSM di Indonesia yang menentang digunakannya batubara
sebagai bahan baku penghasil energi alternatif dan murah. Menurut LSM ini
anggapan batubara sebagai bahan baku energi yang murah adalah salah, karena
tidak sebanding dengan dampak negatif yang ditimbulkannya.
Sejak tahun 2009, Greenpeace bersama dengan LSM lingkungan lain
gencar menyuarakan aspirasinya melalui aksi yang selalu menarik perhatian
40
publik dalam menentang batubara, dan kemandirian mereka dalam menggalang
dana untuk modal mereka dalam menyalurkan aspirasi sehingga diasumsikan
bahwa LSM ini tidak mendapat pengaruh dari pihak-pihak luar serta memiliki
tantangan tersendiri dalam memenuhi dana operasional mereka. Selain itu di
Indonesia LSM ini memiliki voulenteer yang cukup besar, hingga tahun 2008
terhitung sekitar 17000 orang yang bergabung menjadi voulenteer Greenpeace
yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Berdasarkan hal tersebut terlihat
bahwa LSM Greenpeace memiliki tantangan organisasi yang cukup besar dalam
membangun kekuatan internal organisasi, memperkuat identitas kolektif
anggotanya dan menjaga keberlangsungan organisasinya di Indonesia.
Waktu penelitian ini dimulai dari akhir bulan Juli 2009 sampai dengan
pertengahan bulan september 2009. Selama itu pula peneliti melakukan magang di
kantor LSM Greenpeace Indonesia sebagai asisten Juru Kampanye Iklim dan
Energi yang fokus pada isu batubara, untuk mempermudah peneliti dalam
membina hubungan yang baik dengan subjek penelitian. Kurun waktu penelitian
yang dimaksud adalah waktu yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data
di lapangan.
Subjek dalam penelitian ini adalah frame anti-batubara berupa content
(cerita, ritual, bahasa, dan lambang materi) yang terdapat pada media komunikasi
LSM Greenpeace Asia Tenggara, dan informan.
Untuk mendukung data-data penelitian, peneliti juga mengumpulkan data
dari informan. Informan adalah pihak yang memberikan informasi mengenai
pihak lain dan lingkungannya (Sitorus, 1998). Penentuan informan dilakukan
secara purposive berdasarkan hasil pengamatan langsung, wawancara dengan
pihak LSM tersebut dan kemudahan akses. Informan penelitian ini adalah divisi
Organization Support dan Arie, divisi new media. Sedangkan responden dalam
penelitian ini terdiri dari lima orang yang berasal dari divisi yang berbeda yaitu
Juru Kampanye, divisi New Media, divisi DDC (Direct Dialogue Campaigner),
volunter, dan siswa GPU (Greenpeace University), yang diambil secara
purposive, karena faktor kemudahan akses dan kesediaan responden untuk
diwawancara. Wawancara ini bertujuan untuk mengetahui frame batubara dan
41
identitas kolektif yang melekat anggota Greenpaace pada empat anggota divisi
yang berbeda dan seorang siswa dari program Greenpeace University.
Framing yang diamati dalam penelitian ini difokuskan pada satu isu
tertentu saja yaitu isu batubara karena isu tersebut baru satu tahun dikampanyekan
Greenpeace Indonesia sehingga peneliti dapat melihat perbedaan dalam identitas
kolektif yang melekat pada diri responden dan kemudahan akses untuk
mendapatkan data-data terkait dengan isu batubara.
3.3
Teknik Pengumpulan Data
Metode yang dalam penelitian ini adalah metode triangulasi metodologi,
yang menggunakan sejumlah metode dalam suatu penelitian. Metode yang
digunakan adalah pengamatan berperanserta-terbatas, wawancara semi-terstruktur,
dan analisis dokumen. Sehingga menghasilkan data kualitatif yang terdiri dari
(Patton dikutip Sitorus, 1998) :
1. Hasil
pengamatan
:
uraian
(deskripsi)
rinci
mengenai
situasi,
kejadian/peristiwa, orang-orang, dan perilaku yang diamati secara langsung di
lapangan. Hasil pengamatan akan disajikan dalam bentuk catatan lapang
penulis selama penelitian, dengan menggunakan digital recorder dan digital
camera. Kegiatan yang diamati adalah kegiatan divisi DDC yang dilaksanakan
di pusat perbelanjaan Pondok Indah pada tanggal 15 September 2009, karena
kegiatan
ini
termasuk
salah
satu
ritual
LSM
Greenpeace
dalam
mensosialisasikan isu-isu yang mereka kampanyekan. Pada kegiatan ini,
peneliti berusaha mengakrabkan diri dengan subjek penelitian untuk membina
hubungan yang baik. Situasi ini membantu peneliti untuk mendapatkan
kepercayaan dan keterbukaan subjek penelitian dalam memperoleh data yang
diperlukan untuk menjawab perumusan masalah penelitian.
2. Hasil pembicaraan : kutipan langsung dari pernyataan orang-orang tentang
pengalaman, sikap, keyakinan dan pandangan mereka dalam wawancara semiterstruktur. Hasil pembicaraan yang dimaksud berupa tanggapan dan
pemaknaan mereka terhadap isu batubara, hal ini menunjukan frame batubara
dan identitas kolektif yang melekat pada subjek penelitian.
42
3. Bahan tertulis : petikan keseluruhan bagian dari dokumen berupa buku “Biaya
Sebenarnya Batubara”, booklet yang dibagikan pada supporter Greenpeace
dan movement document yang terdapat pada website resmi Greenpeace Asia
Tenggara Indonesia, dan transkrip rekaman.
Seluruh data yang dikumpulkan dari penelitian, akan dituangkan ke dalam
catatan harian yang berisi data kualitatif hasil pengamatan dan wawancara di
lapangan dalam bentuk uraian rinci maupun kutipan langsung (Sitorus, 1998).
Sedangkan dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan arsip-arsip mengenai
LSM Greenpeace maupun kegiatannya (movement document, slogan, dan booklet)
yang terdapat pada di kantor. Wawancara semi terstruktur dilakukan baik kepada
informan maupun responden yang mengacu pada panduan pertanyaan yang akan
menjawab perumusan masalah penelitian.
Penelitian ini memfokuskan diri untuk mengidentifikasi frame gerakan sosial
anti-batubara yang terdiri dari aggregate frame, consensus frame, dan collective
action yang terdapat pada LSM Greenpeace Asia Tenggara di Indonesia.
Kemudian melihat framing yang terdapat pada ritual dan lambang materi dalam
organisasi berupa buku “Biaya Sebenarnya Batubara”, Aksi langsung dan damai
Cilacap maupun Bali, kegiatan DDC, booklet, dan atribut pakaian anti-batubara,
kemudian mengidentifikasi elemen frame berupa isu utama, diagnosis, prognosis,
argumen pendukung dan simbol-simbol yang terdapat didalamnya. Terakhir,
menganalisa identitas koletif yang melekat pada diri subjek penelitian.
3.4
Teknik Analisis Data
Selama mengumpulkan data di lapangan, peneliti juga melakukan analisis
data. Semua data yang berhasil dikumpulkan kemudian diolah melalui tiga jalur
analisis data kualitatif, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan (Miles dan Huberman dikutip Sitorus, 1998). Teori yang digunakan
untuk menganalisis data yang terkumpul selama penelitian ini difokuskan kepada
frame gerakan sosial yang terdapat pada media komunikasi organisasi berupa
buku, booklet, dan movement document, serta mengetahui identitas kolektif
43
anggota LSM Greenpeace. Peneliti telah menentukan sikap terhadap cara
menganalisis hasil temuan di lapangan untuk membatasi agar tidak terjadi
kerancuan analisis.
Secara rinci, tahapan analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a) Reduksi data, merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data ”kasar” yang muncul
dari beberapa catatan tertulis di lapangan. Reduksi dalam proses pengumpulan
data mencakup kegiatan meringkas data yang ada di dalam catatan lapangan
kemudian dikaitkan dengan pertanyaan penelitian, membuat gugus-gugus
pembahasan dalam matriks kasar untuk mempermudah analisis. Reduksi
ditujukan untuk menajamkan, menggolongkan, mengeliminasi yang tidak
diperlukan serta mengorganisir data untuk memperoleh kesimpulan akhir.
b) Penyajian data, data yang telah direduksi kemudian disajikan dengan
penyusunan sekumpulan informasi berupa kategori sehingga memungkinkan
untuk penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data
dilakukan dalam bentuk: gambar, serta berbagai kutipan penjelasan dari
subjek penelitian.
c) Penarikan kesimpulan, dalam hal ini juga meliputi verifikasi atas kesimpulan
tersebut. Artinya, selama penelitian berlangsung dan sebelum merumuskan
kesimpulan akhir, peneliti melakukan proses lain yang berupaya meninjau
kembali berbagai data yang telah diperoleh, baik berupa tinjauan pada catatan
lapang berupa hasil wawancara maupun konfirmasi beragam temuan yang
telah disusun oleh peneliti. Setelah tahap ini selesai dilakukan, peneliti mulai
menyusun data akhir ke dalam bentuk skripsi.
Selama proses analisis dan penyajian data, penulis juga melakukan
penyempurnaan atau bahkan merevisi kerangka pemikiran yang disesuaikan
dengan keadaan saat penelitian dilakukan. Tujuannya adalah untuk membantu
penulis dalam menarik suatu kesimpulan yang mengarahkan pada kesimpulan
akhir.
44
Download