LAMPIRAN 2: ARTIKEL ILMIAH MAKNA MUSIK KLASIK BAGI MAHASISWA PRODI SENI MUSIK FBS UNNES (Kusrina Widjajantie, dkk, 2012) Abstract Classical music, along with its development always has the essence of a musical art. Such a case, would lead to the emergence of a form or pattern specific adaptation strategies for students to enjoy classical music. In addition, in ways that are performed in the enjoyment of classical music as well as how to interpret classical music is also an issue that needs to be found to answer. If so, it is questionable how student activity among FBS Unnes Prodi Musical Arts in classical music. To enjoy classical music, art student of music do them: (1) watch live performances (live), namely a concert or recital, (2) listen to and enjoy music through a variety of media such as radio, television, internet and music recordings, for example download youtube, mp3, mp4, cassette tapes, CD, VCD, DVD, laser discs, and phonograph records, and (3) playing the composition musical classic using instruments under their control. Classical music as a necessity for students to have the meaning of entertainment, appreciative, expressive, knowledge / insight, religious, and lower secondary. Constraints faced by students of the art of music study program Unnes in classical music as follows: the lack of learning music theory, classical music student disinterest and lack of reading musical notes. Keywords: meaning, classical music. A. Pendahuluan Musik sangat dekat dengan kehidupan warga masyarakat sehari-hari. Setiap saat warga masyarakat selalu hadir dan bersinggungan dengan musik, baik di rumah, di jalan, di kantor, bahkan kembali ke rumah lagi selalu ditemani dengan musik. Kebutuhan akan musik di atas menunjukkan bahwa pemenuhan terhadap kebutuhan estetik merupakan bagian dari kebutuhan integratif manusia. Kebutuhan yang menunjukkan martabat manusia sebagai makhluk yang berakal pikiran, bermoral dan bercita rasa (Rohidi, 1993: 47). Kebutuhan hidup manusia dalam bermasyarakat sangat beragam dan bertingkattingkat. Salah satu kebutuhan tersebut adalah kebutuhan akan estetika atau kesenian. Kebutuhan estetika atau kesenian ini tidaklah berdiri sendiri melainkan menyatu atau terintegrasi ke dalam berbagai kebutuhan hidup lainnya (Triyanto, 1997: 70), termasuk dalam hal ini kebutuhan estetis mahasiswa terhadap musik klasik. Musik klasik, seiring dengan perkembangannya selalu mempunyai esensi dalam sebuah musik seni. Saat ini musik klasik tidak kalah pentingnya dengan musik popular. Beberapa komponis musik klasik mempunyai dan mewujudkan gagasan-gagasan untuk 27 mengaransemen karya-karyanya supaya menjadi lebih popular. Gaya dan format dalam bentuk penyajiannya menjadi lebih luas, dari teknik permainan, instrumen yang digunakan, dan musik style yang mereka pakai. Dengan demikian sekarang banyak aransemen musik klasik dengan menggunakan format band, dengan didukung teknologi digital yang semakin modern dan dikolaborasi dengan gaya-gaya musik pop, jazz dan rock. Bentuk komposisi musik seperti ini dibuat supaya pendengar lebih mudah menerima musik klasik dan lebih familier untuk didengarkan atau biasa disebut easy listening (Rizki HS, 2009: 117). Hal yang demikian, akan mengakibatkan timbulnya bentuk atau pola strategi adaptasi yang spesifik bagi mahasiswa dalam menikmati musik klasik. Di samping itu, cara-cara yang dilakukan dalam menikmati musik klasik serta bagaimana memaknai musik klasik juga menjadi masalah yang perlu ditemukan jawabannya. Jika demikian halnya, patut dipertanyakan bagaimana aktivitas mahasiswa di kalangan prodi Seni Musik FBS Unnes dalam bermusik klasik. Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, permasalahan yang muncul adalah: “Bagaimana aktivitas bermusik klasik yang dilakukan mahasiswa prodi Seni Musik FBS Unnes?”. Untuk mengkaji permasalahan tersebut dirumuskan satuan-satuan masalah yang saling terkait melalui pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: (1) Bagaimana cara mahasiswa prodi seni musik menikmati musik klasik?; (2) Bagaimana makna musik klasik bagi mahasiswa prodi seni musik?; (3) Kendala-kendala apa sajakah yang dihadapi mahasiswa dalam bermusik klasik? Tujuan penelitian adalah (1) ingin mengidentifikasi cara mahasiswa prodi seni musik menikmati musik klasik (2) ingin memahami dan menjelaskan makna musik klasik bagi mahasiswa prodi seni musik, (3) ingin mengidentifikasi dan menjelaskan kendala-kendala yang dihadapi mahasiswa dalam bermusik klasik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan strategi analisis model pengembangan deskripsi kasus. Lokasi penelitian adalah Kota Semarang. Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah dengan tahap reduksi data, penyajian data, dan penafsiran data (verifikasi/penarikan kesimpulan). B. Musik dan Masyarakat Masyarakat adalah kesatuan hidup yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama 28 (Koentjaraningrat, 1986: 146-147). Sebagai kesatuan kehidupan manusia, suatu masyarakat menempati suatu wilayah tertentu, hidup dalam dan menghadapi serta rangsangan-rangsangan dari lingkungan serta sumber daya alam sekitar. Dalam rangka menghadapi tantangan dan rangsangan lingkungan alam, anggota warga masyarakat tersebut secara dialektis mengembangkan kebudayaan dan sekaligus menggunakannya secara bersama sebagai pedoman strategi adaptasi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Triyanto, 1997: 70). Kesenian termasuk di dalamnya musik pada dasarnya merupakan salah satu kebutuhan manusia yang universal. Kehadirannya tidak hanya menjadi milik orang kaya atau orang yang serba kecukupan, tetapi juga menjadi kebutuhan orang miskin atau orang yang hidup dalam serba kekurangan (Rohidi, 1993: 111). Musik yang dikonsumsi masyarakat tersegmentasi seperti halnya masyarakat yang terbagi dalam beberapa lapisan. Sebagai implikasinya sering terdengar adanya terminologi “musik kelas bawah” dan “musik kelas atas” (Suprana, 1988 dalam Irawati, 1992: 41). Anggapan terhadap terjadinya segmentasi di kalangan komunitas penggemar musik tersebut juga diungkapkan oleh Remy Sylado (1991: 144-159) yang menyatakan bahwa, musik pop adalah cengeng, biasanya disukai oleh lapisan masyarakat yang mengalami kesulitan ekonomi, frustasi, atau biasa disebut dengan rakyat jelata yang tidak pernah sempat mendengarkan musik-musik mulia seperti musik milik J.S. Bach, Handel, Mozart atau Beethoven. Sedangkan sebaliknya, musik klasik dan semi klasik biasanya disukai oleh masyarakat dari lapisan sosial ekonomi kelas atas (lihat Piper dan Jabo, 1987: 11). Dari uraian tersebut dapatlah dipahami bahwa perilaku berkesenian dalam suatu kelompok masyarakat sangatlah terkait dengan berbagai faktor maupun berbagai aspek. Sehingga untuk memahaminya, khususnya yang menyangkut masalah perbedaan perilaku berkesenian yang teraktualisasi melalui preferensinya terhadap suatu jenis musik, maka diantaranya dapat dipahami dengan menggunakan teori kelas sosial. Selanjutnya Weber (dalam Sunarto, 1993: 112-113; Utomo, 2000: 14-15) berpendapat bahwa posisi seorang dalam masyarakat pada dasarnya didasarkan atas tiga dimensi pokok yakni dimensi kekayaan/ekonomi, dimensi kehormatan/status, dan dimensi kekuasaan. Dengan dimensi kekayaan/ekonomi dan dimensi kehormatan/status, maka seseorang yang berada dalam suatu kelompok kelas maupun status akan memiliki berbagai persamaan dalam hal peluang untuk menguasai persediaan barang, pengalaman hidup pribadi, gaya hidup (life style) 29 yang meliputi gaya konsumsi dan berbagai hak istimewa serta monopoli atas barang dan kesempatan ideal maupun material, termasuk bermusik klasik. C. Musik Klasik Menurut Frederich Blume, dkk (dalam Karl Edmund Prier, 1993: 76), musik klasik adalah karya seni musik, yang sempat mengintikan daya ekspresi dan bentuk bersejarah sedemikian hingga terciptalah suatu ekspresi yang meyakinkan dan dapat bertahan terus. Sedangkan arti dari musik itu pada dasarnya merupakan pernyataan isi hati manusia yang diungkapkan dalam bentuk bunyi yang teratur dengan melodi dan ritme, serta mempunyai unsur harmoni (keselarasan) yang indah (Sunarko, 1988). Secara umum unsur-unsur musik terdiri dari dinamika, harmoni, alat musik, meter, melodi, ritme, tempo dan timbre (warna suara). suara dalam musik. Dinamika adalah istilah untuk tingkatan keras-lembutnya Harmoni merujuk pada dua pengertian: (1) keselarasan nada dalam pembuatan chord (akor); (2) sistem keselarasan nada dalam akor yang mengatur alur akor. Alat musik atau instrumen merupakan penentu warna dari musik yang dikelompokkan menjadi alat musik bersenar (digesek atau dipetik), alat musik tiup kayu dan logam (umumnya kuningan), serta alat musik perkusif. Meter, adalah hasil dari efek periodik atau pengulangan getaran yang biasa disebut beat dalam musik. Melodi adalah serangkaian nada yang saling mengikuti satu sama lain yang diatur oleh satu prinsip dasar tertentu, membentuk ide abstrak yang dapat diingat. Ritme adalah penyusunan atau perangkaian panjang pendeknya nada yang jatuh tepat pada beat atau di antara beat yang dibentuk oleh meter. Tempo adalah kecepatan dalam musik yang diukur dari jumlah beat per menit. Terakhir, timbre adalah profil harmoni atau kualitas dari suatu sumber suara yang biasanya mempengaruhi mood dalam musik. Sedangkan arti klasik sendiri menurut ensiklopedi Indonesia ( Hassan Shadily, 1982; 1793 dalam Karl Edmund Prier, 1993; 76) adalah suatu karya cipta dari masa lampau yang bernilai seni dan berilmiah tinggi, berkadar keindahan dan tidak akan luntur sepanjang masa. Istilah ini dipakai tidak hanya pada seni musik, tetapi juga di seni rupa, seni tari, dan kesenian lainnya. Musik klasik sebagai salah satu jenis musik sebagaimana yang dimaksudkan dalam konteks ini adalah jenis musik yang pada mulanya berkembang di kalangan istana Eropa. Jenis musik ini menggunakan tangganada diatonis, yaitu sebuah tangganada yang 30 menggunakan aturan dasar, teori perbandingan nada yang dirintis oleh Phytagoras (582500SM). Selanjutnya pada tahun 1815 dikembangkan oleh temuan matematikus, Joseph Faurier. Bentuk karya musik klasik sepenuhnya matematik, baik dalam karya instrumental, vokal, individual maupun orkestra (Prier, 1991: 29; Koenigsberger dan Dorothi, 1979 dalam Parto, 1996: 85). Seiring perkembangan jaman, pada abad 18, manusia mengalami pencerahan (Aufklärung), yaitu lewat daya pikirnya mencapai pengertian diri baru yang makin dewasa dan bebas, kemudian muncullah cita-cita baru seperti martabat manusia dan kemerdekaan. Hal ini nampak dalam deklarasi hak asasi manusia di AS tahun 1776, dalam Revolusi Perancis tahun 1789 yang berisi berakhirnya sistem budak, keinginan untuk toleransi agama, menginginkan hal yang bersifat sekularisasi. Kebudayaan yang tadinya sedikit banyak dikembangkan sebagai seni untuk golongan elite terutama di istana, gedung opera dan di gereja katedral, tetapi kini makin didampingi dengan kebudayaan rakyat dengan musik rumah, salon, restoran. Semula pada jaman Barok kehidupan sedikit banyak berupa fasade (misalnya rambut palsu), dengan pernyataan yang berkelebihan (bombastis) dan dibuat-buat (artificial), kini timbul keinginan ke arah hidup sederhana dan alamiah. Awal era baru yang biasa disebut jaman klasik, terdapat selama abad 19, tahun 1750 (wafatnya J.S Bach). Menurut Ensiklopedi Musik, istilah tersebut memiliki empat pengertian yang baku, yaitu: 1. Karya-karya seni Yunani sebelum Masehi, mencakup sastra, drama, seni rupa, seni musik dan lain-lain; 2. Suatu periode dalam sejarah komposisi, yaitu jaman setelah Barok. Rokoko yang dimulai dengan karya Johan Stamitz dengan ciri penemuannya antara lain, crescendo dan diminuendo;; 3. Termasuk juga karya rock, yang berdasarkan hukumhukum obyektif laksmiwidya (estetik) dan dianggap mencapai tingkat mutu yang memuaskan; 4. Semua karya lama yang berangkat dari tradisi kraton, dan biasanya dipisahkan dengan kesenian tradisional yang tumbuh di daerah rural (Tambajong, 1992: 1). D. Perilaku Bermusik dalam Masyarakat Perilaku bermusik dalam konteks tindakan sosial sebagaimana diungkapkan oleh Silberman (1977: 75-76) adalah subyektif, agar tetap tidak mengabaikan segi-segi prinsipiil dari kehidupan sosial itu sendiri, maka perilaku berkesenian di kalangan penggemar musik klasik juga akan dipahami dan dijelaskan dengan menerangkan tujuan 31 dari masing-masing tindakan individu serta meneliti makna subyektif yang diberikan terhadap tindakan yang dilakukannya. Hal tersebut sebagaimana seperti dijelaskan pula oleh teori tindakan Weber yang menyebutkan bahwa tindakan seseorang pastilah memiliki makna atau arti subyektif bagi pelakunya (Ritzer, 1992: 44). Weber membagi bentuk tindakan sosial ke dalam empat macam tindakan, yakni: 1. Rasionalitas instrumental; 2. Rasionalitas yang berorientasi nilai; 3. Tindakan tradisional; 4. Tindakan afektif (Johnson, 1986: 219-222; Sunarto, 1993: 14-15). Tindakan rasional instrumental merupakan bentuk tindakan sosial yang sebelumnya melakukannya terlebih dahulu individu mempertimbangkan dan melakukan pilihannya secara sadar tentang tujuan maupun alat yang dipergunakan untuk mencapainya. Sedangkan tindakan rasionalitas yang berorientasi nilai adalah tindakan yang hanya menempatkan alat sebagai obyek pertimbangan maupun perhitungan yang sadar. Tujuan dari tindakan tersebut sudah ada dalam hubungannya dengan nilai-nilai akhir individu yang bersangkutan serta bersifat absolut. Tindakan tradisional sebagai bentuk tindakan sosial yang bersifat nonrasional, dalam teori ini dijelaskan sebagai tindakan yang dilakukan individu hanya karena kebiasaan tanpa refleksi yang sadar, serta tanpa perencanaan. Sedangkan tindakan afektif sebagai bentuk tindakan sosial yang terakhir, adalah bentuk tindakan individu yang ditandai oleh dominasi perasaan, emosi, serta tanpa adanya refleksi intelektual dan perencanaan yang sadar. Berkaitan dengan analisis terhadap masalah makna perilaku maupun makna tindakan yang dilakukan oleh seseorang, Herber Blumer, 1969; dalam Sunarto, 1993: 246). Dengan merujuk beberapa teori tersebut, maka proses pembentukan makna perilaku/tindakan terhadap musik klasik di mahasiswa prodi seni musik Unnes dapat digambarkan sebagai berikut : 32 PENGALAMAN MUSIK Fakta Sosial yang Berkaitan dengan Musik Individu Individu Makna Subyektif Makna Subyektif Individu Makna Subyektif (Modifikasi: Utomo, 2000) E. Pembahasan Program Studi Pendidikan Seni Musik pada Jurusan Pendidikan Seni Drama Tari dan Musik (PSDTM) Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Universitas Negeri Semarang (UNNES) merupakan satu-satunya lembaga pendidikan seni tari formal yang ada di Kota Semarang. Pada saat ini lembaga pendidikan tersebut beralamat di Kampus Universitas Negeri Semarang Jalan Sekaran Kecamatan Gunungpati Kota Semarang. Program Studi tersebut berdiri sejak tahun 1982 yang pada awalnya merupakan salah satu program studi pada Jurusan Pendidikan Seni Rupa dan Kerajinan Tangan Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Semarang yang beralamat di kampus lama Jl. Kelud Raya Semarang. 33 Pada awalnya program studi Pendidikan Seni Musik ini merupakan lembaga pendidikan program D2 dan D3. Namun karena adanya perubahan kebijakan pemerintah menyangkut peningkatan kualifikasi tenaga kependidikan di tingkat sekolah menengah, maka sejak tahun 1990 telah membuka program S1 (strata satu). Sejalan dengan adanya perubahan tuntutan kebutuhan masyarakat serta kebijakan dalam bidang pendidikan, maka pada saat ini Program Studi Pendidikan Seni Musik Jurusan Pendidikan Seni Drama Tari dan Musik Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang mempunyai visi sebagai program studi yang mampu mengembangkan pengajaran Seni Musik serta menghasilkan tenaga kependidikan yang profesional di bidang pengajaran musik serta dapat mandiri di masyarakat sesuai dengan bidangnya. Berkaitan dengan visi tersebut maka misinya adalah menghasilkan lulusan yang profesional di bidang pendidikan seni musik serta dapat hidup mandiri di masyarakat sesuai dengan bidangnya. Tujuannya adalah menciptakan sarjana pendidikan seni musik yang profesional dan mampu menghadapi tantangan jaman. Program Studi Pendidikan Seni Musik Jurusan PSDTM FBS UNNES memiliki 16 orang dosen tetap yang mengampu berbagai mata kuliah yang ada pada struktur program program studi pendidikan muaik tersebut. Dari sejumlah 16 orang dosen tersebut 3 orang merupakan dosen perempuan dan 13 orang lainnya laki-laki. Sedangkan jumlah mahasiswa pada setiap tahunnya tidak tetap, hal tersebut disebabkan karena selalu adanya perubahan berbagai kebijakan yang terkait dengan daya tampung mahasiswa pada setiap tahunnya. Sekilas tentang data mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Musik Jurusan PSDTM FBS UNNES dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : No. Tahun Jumlah Mahasiswa 1. 2008 56 2. 2009 86 3. 2010 88 4. 2011 90 5. 2012 110 Tabel: Kondisi jumlah mahasiswa Prodi Seni Musik FBS UNNES 34 Masyarakat program studi seni musik Unnes mayoritas berasal dari kota pesisir pantai utara, seperti Brebes, Tegal, Pemalang, Batang, Kendal, Semarang, Jepara, dan Pati. Masyarakat daerah pantura, terkenal dengan peminat musik yang keras seperti musik rock, musik dangdut koplo, yang berirama cepat. Begitu juga dengan mahasiswa prodi seni musik, yang menyukai musik rock, dan dangdut, tetapi ada juga mahasiswa prodi seni musik yang menyukai musik pop, yang dimainkan live. Ketertarikan mahasiswa prodi dengan musik pop dikarenakan musik pop terkenal dengan syair yang mudah dimengerti, dengan tema yang menyentuh hati, seperti percintaan. Semua musik yang mereka kenal adalah musik live yang ada di panggung terbuka, yang cenderung hingar bingar dan mengundang banyak orang. Bisa dikatakan kriteria musik di daerah mahasiswa tempati, jarang diperdengarkan dan mendengarkan musik klasik. Dalam pembelajaran di prodi musik Unnes, menekankan kepada mahasiswa untuk mempelajari musik klasik sebagai dasar pembelajaran musik untuk anak didik kelak. Dasar pembelajaran musik di Unnes menggunakan metode musik barat. Selain menerima ilmu melalui dosen mereka, mahasiswa juga dituntut untuk sering mengapresiasi musik klasik melalui acara konser musik klasik, acara musik klasik di televisi ataupun siaran radio tentang musik klasik. Hal ini ditekankan supaya mahasiswa menjadi terbiasa untuk mendengarkan musik klasik. F. Cara Menikmati Musik Klasik Dalam tradisi musik Barat (musik diatonis) atau dalam masyarakat kita sering disebut musik klasik, terdapat beberapa kategori literatur musik, antara lain seperti (1) orkes simfoni; (2) opera; (3) musik tarian; (4) art song; (5) musik religius (agamawi); dan ( 6) musik mutlak maupun musik programa (Bramantyo, t.t: 260-318 dan Neil 1998: 44-52, 179-182). Mahasiswa prodi seni musik Unnes dalam menikmati musik klasik melalui media-media rekaman musik yang ada, mp3 dan mp4 dengan cara men-download. Mahasiswa jarang membeli CD dan kaset dikarenakan harganya mahal untuk kantong mahasiswa, dan untuk sekarang kaset musik klasik sudah jarang dijual. Koleksi rekaman musik klasik hanya di jumpai di dua buah toko kaset, yakni toko Disc Tara 35 di pertokoan matahari Simpang Lima, serta toko kaset Bulletin di Jalan Pandanaran. Koleksi musik klasik ada hanya sebatas ber-cover bayi, artinya koleksi musik klasik yang beredar baik untuk bayi di dalam kandungan. Terbatasnya koleksi rekaman musik klasik di beberapa toko kaset tersebut menurut pengakuan salah seorang penjual kaset yang berhasil peneliti wawancarai adalah karena rekaman musik klasik menurutnya sangatlah jarang diminati oleh pembeli. Selain mendengar menggunakan alat seperti yang sudah disebutkan di atas, mahasiswa juga menyaksikan musik klasik secara live, seperti menyaksikan resital musik klasik, konser musik klasik, bahkan menyaksikan temannya sendiri memainkan musik klasik di kelas. Apabila mahasiswa sudah mampu untuk membaca not balok atau partitur, mahasiswa dapat menikmati musik klasik tersebut dengan memainkan lagu klasik sendiri menggunakan alat musik yang dikuasainya. Menurut mereka selain dapat merasakan, memperlancar ketrampilan, mahasiswa merasa bangga dengan permainannya. G. Makna Musik Klasik Dari beberapa hasil penelitian khususnya yang dilakukan terhadap mahasiswa Unnes, yang sebagian besar berasal dari pantura, yang merupakan penggemar musik dangdut dan musik rock, memberikan informasi bahwa menikmati musik pada dasarnya adalah merupakan kebutuhan (Rohidi, 1993: 104-105). Sebagai sebuah kebutuhan, musik bagi penggemarnya merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan sehari-harinya. Berbagai upaya dilakukan seseorang untuk dapat menikmati musik kesukaannya atau bahkan mempelajarinya dan mendalaminya. Di kalangan penggemar musik klasik mendengarkan / menikmati musik biasa dilakukan pada saat sedang dalam perjalanan (dengan menggunakan headset), sedang belajar (sebagai teman belajar), maupun pada saat suasana santai di rumah. Dalam pemilihan waktunya di antaranya bahkan ada yang melakukannya dengan cara menyediakan waktu secara khusus, misalnya ada yang biasa melakukannya ketika menjelang tidur, malam hari, maupun pagi hari sebelum berangkat ke kampus. 36 Setelah melakukan wawancara, peneliti dapat mengasumsikan bahwa musik klasik sebagai sebuah kebutuhan, antara lain bermakna sebagai hiburan, apresiatif, ekspresif, wawasan atau pengetahuan, religius dan pendidikan. 1. Hiburan Sampai saat ini paham musik sebagai sebuah kebutuhan yang bermakna sebagai suatu kebutuhan yang bermakna hiburan masih berlaku di kalangan masyarakat luas (Pasaribu, 1986: 130; Sunarto, 1995:XV). Sebagai kebutuhan, karena kehadiran musik tidak pernah lepas dari kehidupan sehari-hari para penggemarnya. Dengan menikmati musik mereka akan mendapatkan kegembiraan, kesegaran rohani, memperoleh kepuasan, serta dapat memanfaatkannya sebagai pengisi waktu luang ataupun hobi. Salah satu mahasiswa prodi musik (wawancara: Lutfiana, 2012) menuturkan bahwa, “Musik klasik sangat saya butuhkan untuk hiburan diri saya sehari-hari’. Selanjutnya mahasiswa yang berbeda mengungkapkan bahwa dengan cara mendengarkan musik klasik, beban kehidupan menjadikannya lebih enjoy. Dengan demikian secara psikologis music klasik sangat mempengaruhi pikiran manusia (Wawancara: Kesowo, 2012). Hal yang sama diungkapkan olah Fadli bahwa: “Musik klasik bagi saya lebih dari sekedar hiburan, karena dengan mendengarkan musik akan menjadikan konsentrasi saya dalam belajar bisa lebih baik ... Bagi saya mendengarkan musik dapat diibaratkan seperti makan”. Apa yang diungkapkan oleh Fadli tersebut tampaknya juga terbukti melalui kepemilikkannya terhadap berbagai fasilitas untuk menikmati musik. Fadli merupakan penggemar musik klasik, ia memiliki dan mengkoleksi buku-buku klasik serta banyak rekaman musik klasik baik yang berupa pita kaset, mp3, mp4 dan CD. Fasilitas dan media tersebut di atas menjadikan permainan piano klasiknya pun bagus. Sebagai hiburan, musik klasik bagi mereka dianggap sebagai jenis musik yang berbobot serta serius baik dalam proses penciptaannya maupun ketika menikmatinya. Musik klasik karena bobotnya tersebut, penggemar musik klasik menganggap bahwa musik klasik merupakan musik yang tidak lekas membosankan atau bersifat abadi (sepanjang masa). 37 2. Apresiatif Di kalangan penggemar musik klasik menyatakan bahwa, ketika mendengarkan musik klasik selain melibatkan rasa senantiasa juga melibatkan rasio. Mendengarkan musik bagi mereka bukan hanya sebuah tindakan pasif ataupun hanya sekedar untuk mendapatkan kesenangan dari keindahan bunyi saja, namun demikian dengan reseptif serta senantiasa mengetahui untuk apa mendengarkan, berfikir, mencermati serta mencoba memahami musik yang didengarkannya. Berkaitan dengan hal tersebut maka mendengarkan musik klasik bagi mereka merupakan upaya apresiasi yang dalam melakukannya membutuhkan konsentrasi, keseriusan (tidak sambil lalu), serta kesadaran yang tajam tentang apa yang terjadi pada musik yang didengarkannya. Sebagai sarana berapresiasi khususnya terhadap karya-karya instrumentalnya mereka berpendapat bahwa musik klasik merupakan musik yang netral, dalam arti memberi kebebasan kepada penikmatnya untuk menafsirkan dan mengapresiasinya. Mereka tidak akan terpengaruh (digiring) oleh muatan syair seperti yang terjadi ketika mendengarkan musik-musik yang menggunakan penyanyi atau vokalis. Musik klasik menurut mereka juga merupakan musik yang berjiwa, mendalam serta memberikan ketenangan dan kesempatan kepada penikmatnya untuk melakukan penghayatan dan apresiasi pada dunia musik yang sesungguhnya. 3. Ekspresif Berekspresi estetik merupakan salah satu kebutuhan manusia yang tergolong ke dalam kebutuhan integratif. Kebutuhan ini muncul karena adanya dorongan dalam diri manusia yang secara hakiki senantiasa ingin merefleksikan keberadaannya sebagai makhluk yang bermoral, berakal dan berperasaan (Rohidi, 1993: 51). Musik sebagai sarana berekspresi karena dengan musik seseorang dapat mengekspresikan pikiran dan perasaannya baik melalui nada-nada yang diciptakannya atau melalui nada-nada yang dimainkannya. Berkaitan dengan hal tersebut, maka makna ekspresif musik klasik bagi para mahasiswa Unnes, karena selain mereka menikmati musik hanya dengan mendengarkan saja, ternyata juga mahasiswa seni musik Unnes menikmati musik klasik tersebut dengan cara memainkan langsung karya-karya musik 38 klasik yang ada. Di antaranya ada yang melakukan dengan menggunakan instrumen piano, biola, gitar dan flute. 4. Wawasan atau Pengetahuan Wawasan maupun pengetahuan tentang musik ternyata merupakan hal yang sangat penting bagi mahasiswa seni musik Unnes. Dalam memaknai musik klasik, mahasiswa seni musik Unnes akan mendapatkan wawasan atau pengetahuan musik yang lebih banyak. Begitu pula sebalikny, dalam memaknai musik klasik, apabila kita tidak mempunyai dasar teori musik yang cukup, kita akan susah memaknai musik klasik. Selain sebagai seni mereka juga menganggap bahwa musik merupakan ilmu. Berbagai upaya dilakukan untuk mendapatkan wawasan dan pengetahuan tentang musik seperti mempelajari/mendalami musik, mengikuti seminar, mengkoleksi rekaman musik, partitur musik, membaca resensi musik dan beberapa literatur misalnya ensiklopedi musik dan sejarah musik. Sebelum memaknai musik klasik, mahasiswa seni musik Unnes disiapkan untuk mempelajari kritik musik, sosiologi musik, antropologi musik, filosofi musik, psikologi musik, matematik musik, terapi musik dan lain-lain. Selain mencari pengetahuan musik dari pendidikan formal yang dikurikulumkan oleh prodi seni musik Unnes, dalam memaknai musik klasik mahasiswa juga belajar melalui temannya, melalui orang tuanya, dengan mengikuti kursus, atau mempelajari/mendalaminya melalui sebuah sekolah musik, akademik musik maupun institut seni. Di antara mereka tidak ada yang mempelajari secara otodidak atau mempelajarinya sendiri. Hal tersebut dapat dipahami karena dalam proses belajar, musik klasik akan senantiasa berhadapan dengan berbgai kemampuan seperti membaca notasi, teori musik, teknik bermain musik, serta berbagai tahapan yang harus dilalui. 5. Religius Musik telah mengabdi pada kebutuhan-kebutuhan dan pemikiran-pemikiran agamawi manusia sejak dahulu. Beberapa musik yang paling hebat di dunia memiliki 39 tujuan agamawi dan dapat dinikmati makna artistiknya sama seperti makna religius yang terkandung di dalamnya (Bramantyo, tt:344). Berkaitan dengan makna tersebut, dari hasil wawancara diperoleh informasi bahwa meskipun di antara mahasiswa seni musik Unnes tidak secara langsung menempatkan musik klasik sebagai sebuah musik yang dimaksudkan untuk menciptakan atau menunjang pola sikap pemujaan, namun makna musik klasik sebagai bagian dari hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan religius tetap terlihat di antara mereka. Beberapa pernyataan penggemar musik klasik berikut ini memberikan gambaran tentang hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Violina (wawancara: 2012) bahwa: “Dengan mendengarkan musik bagi saya akan dapat menumbuhkan inspirasi, menciptakan keheningan ...., ketika berdoa disertai dengan mendengarkan musik yang bernuansa lembut maka akan bisa menjadikan saya lebih berkonsentrasi ke dalam suasana doa tersebut”. Hal yang sama diungkapkan Fransiskus (wawancara, 2012) bahwa, ketika ia mempelajari musik klasik khususnya karya Johann Sebastian Bach, ia selalu terbawa untuk bernyanyi lagu-lagu Gerejawi. Sa’dullah (wawancara, 2012) menuturkan bahwa musik klasik nuansa musikalnya hamper sama dengan music gerejawi. . 6. Pendidikan Pendidikan adalah sebuah proses di mana setiap individu dalam masyarakat akan mengenal, menyerap, mewarisi, dan memasukkan dalam dirinya segala unsurunsur kebudayaannya yang berupa nilai-nilai, kepercayaan, pengetahuan dan teknologi (Rohidi, 1994: 11). Berkaitan dengan hal tersebut beberapa pernyataan dari mahasiswa prodi seni musik Unnes memberikan informasi bahwa musik klasik bagi mereka di antaranya juga bermakna pendidikan. Hal tersebut khususnya terlihat di kalangan mereka yang senantiasa mencoba mensosialisasikan musik kegemarannya kepada anak-anaknya. Proses sosialisasi tersebut antara lain dilakukan dengan mengkondisikan anakanaknya dengan cara memutar musik-musik klasik yang dimulai sejak anaknya masih kecil, atau mengajarinya bermain musik, maupun memasukkan anaknya ke tempattempat kursus musik yang ada. Ada beberapa hal yang mendorong mereka 40 mengajarkan atau mengkursuskan musik klasik kepada anak-anaknya, antara lain I sebagai berikut : Musik klasik dianggap dasar dari segala jenis musik serta berbagai teknik permainan instrumen musik yang ada (khususnya yang bertangganada diatonis). Sehingga dengan belajar musik klasik mahasiswa berharap akan mempunyai kemampuan bermain instrumen musik, mengapresiasi musik, serta memiliki selera musik yang baik. Musik klasik dianggap sebagai musik yang dapat berpengaruh positif terhadap perkembangan otak serta kejiwaan anak. Dengan memiliki kemampuan bermain musik diharapkan mahasiswa memiliki kemampuan bergaul atau menjalin komunikasi dengan berbagai kalangan. Dengan mendalami dan menguasai musik klasik diharapkan bisa menjadi bekal ketrampilan bagi mahasiswa dikemudian hari. Pembentukan makna terhadap musik klasik oleh mahasiswa dipengaruhi oleh penafsiran atau motivasi dari masing-masing mahasiswa. Walaupun mahasiswa prodi seni musik Unnes berasal dari berbagai dari beberapa daerah, yang mempunyai lingkungan asal dan karakter musik asal yang berbeda, dan saat ini diasah di prodi seni musik Unnes, akan memberikan makna yang berbeda terhadap musik klasik. Berkaitan dengan masalah tindakan sosial seperti telah diuraikan pada bagian sebelumnya bahwa Weber membagi tindakan tersebut ke dalam empat tipe macam tindakan, yakni (1) tindakan yang diarahkan secara rasional guna tercapainya suatu tujuan (rasionality instrumental); (2) tindakan yang berorientasi pada suatu nilai (rasionalitas yang berorientasi nilai); (3) tindakan tradisional; (4) tindakan afektif (Sunarto, 1993: 14-15, 145 dan Johnson, 1986: 219-222). Sehingga apabila hal tersebut dikaitkan dengan berbagai makna yang diberikan terhadap musik klasik di kalangan mahasiswa, maka dapat dijelaskan bahwa : a) Mahasiswa menempatkan musik klasik sebagai hiburan, sarana berekspresi maka dapat dikatakan melakukan tindakan afektif. Dengan tiper tindakan ini ketika mereka mendengarkan, menikmati, atau memainkan musik klasik lebih menempatkan perasaan atau emosi sebagai bagian yang dominan. b) Mahasiswa yang menempatkan musik klasik sebagai sarana untuk berapresiasi, menambah wawasan atau pengetahuan, sebagai sarana 41 pendidikan, maka dapat dikatakan bahwa mereka melakukan tindakan yang bertipe rasionalitas instrumental. Yakni suatu tindakan yang diarahkan secara rasional guna tercapainya suatu tujuan. Dalam tipe ini tindakan seseorang dalam mengkonsumsi musik klasik lebih mengedepankan pertimbangan rasionalitas, yakni dengan sadar mereka mempertimbangkan dan memilih segala sesuatu yang berhubungan dengan tujuan tindakan serta alat/instrumen yang dipergunakan untuk mencapainya. c) Di kalangan mahasiswa, musik klasik sebagai sarana religius, maka dalam teori ini mahasiswa telah melakukan tindakan rasionalitas yang berorientasi nilai. Dengan tindakan tersebut musik klasik sebagai alat hanya digunakan sebagai obyek pertimbangan dan perhitungan yang sadar. Sedangkan tujuan dari tindakan itu sudah ada dalam hubungannya dengan baginya. H. Kendala-kendala dalam bermusik klasik Dalam bermusik klasik, mahasiswa mengalami kendala-kendala dalam menikmati musik klasik. Dalam menikmati musik klasik, mahasiswa harus mengenal dulu dasar-dasar musik klasik. Menurut mereka yang semula hanya memdengarkan musik klasik merasa tenang, dan mengantuk, karena alunan musiknya harmonis, dan enak didengar. Seorang mahasiswa prodi seni musik, wajib untuk bermusik klasik, yang sangat penting untuk pembelajarannya dalam memainkan alat musik (piano, gitar, biola). Dalam hal ini mahasiswa harus mengalami proses mengenal, memainkan dan mengapresiasi. Tentunya ada kendala-kendala untuk mengalami proses ini, yaitu, dalam proses mengenal, mahasiswa paling tidak harus banyak mendengarkan musik klasik. Padahal harga kaset atau VCD musik klasik mahal. Yang kedua, dalam usaha mendengarkan musik klasik, mahasiswa harus mempunyai lingkungan pencinta musik klasik, karena lingkungan sangat mendukung dalam proses mendengarkan. Proses mendengarkan lebih ringan dibandingkan dengan proses memainkan, karena dalam proses memainkan, mahasiswa harus mengetahui notasi balok (umum), karena sebagian besar karya musik klasik dituangkan dalam partitur. Pada umumnya mahasiswa kurang dalam hal membaca partitur not balok. Hal ini sangat menghambat proses memainkan musik klasik. Faktor lingkungan pun juga ikut mendukung dalam 42 hal ini. Sebab apabila kita latihan di lingkungan yang bukan musik klasik, biasanya kurang cocok dengan suara latihan musik klasik. Etude-etude dalam latihan musik klasik, bagi yang tidak biasa mendengar akan sangat mengganggu. Yang ketiga, kita harus sering hunting partitur musik klasik. Proses apresiasi musik klasik sangatlah kompleks, tetapi sebelumnya kita harus mengetahui arti kata apresiasi yaitu menilai. Kompleks disini berarti selain mahasiswa harus sudah mempunyai dasar teori musik, mahasiswa juga harus cukup untuk bisa untuk memainkan alat musik. Musik klasik sangatlah penuh dengan teoriteori musik yang perlu dipelajari sebelumnya. Kendala-kendala yang ada di mahasiswa prodi seni musik Unnes tersebut di atas dapat dirangkum sebagai berikut: kurangnya belajar teori musik, ketidaktertarikan mahasiswa dengan musik klasik dan lemahnya dalam membaca not balok. Maka dari itu pengajar sering mengupayakan kepada mahasiswa untuk meningkatkan kualitas mahasiswa dengan cara : a. Memainkan etude sederhana, yang berguna untuk memperlancar jari, sekaligus melatih memainkan dinamika. b. Banyak mendengarkan lagu klasik yang berguna untuk membiasakan diri mendengarkan banyak lagu klasik. c. Mencari lagu klasik di internet, didengarkan, didownload dalam bentuk mp3 dan diprint partiturnya. Setelah itu baru mahasiswa tersebut latihan dengan partitur sambil dicocokkan suaranya dengan mp3 hasil download tersebut. d. Setiap akhir semester, mahasiswa piip piano menampilkan berbagai macam lagu klasik untuk ujian smesteran yang disaksikan teman-temannya. e. Selalu bertanya dengan teman atau dosen setiap ada partitur lagu klasik yang susah. f. Bermain lagu pop klasik yang sering dimainkan, atau sering didengarkan di mass media, untuk membiasakan mendengarkan musik klasik. g. Seseorang harus senang dengan musik klasik h. Seseorang harus mempunyai ilmu teori musik yang cukup tinggi i. Seseorang harus sering mendengarkan lagu klasik j. Seseorang harus mencari inspirasi 43 k. Dengan adanya upaya-upaya diatas, diharapkan mahasiswa dapat benar-benar menikmati musik klasik. I. Simpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan terhadap berbagai fakta empirik, beserta data, maupun informasi yang diperoleh dalam penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa musik klasik bagi mahasiswa prodi seni musik di Unnes merupakan musik yang jarang didengarkan oleh mahasiswa sebelum masuk ke Unnes. Setelah masuk ke Unnes, musik klasik mulai didengarkan oleh mahasiswa dengan alasan bahwa untuk memperkaya jenis musik yang dimiliki mereka yang selama ini jarang didengarkan. Sehingga musik klasik bermakna apresiatif bagi mahasiswa. Selain itu musik klasik mempunyai dasar teori untuk pembelajaran anak didik kelak waktu mahasiswa sudah mulai mengajar, sehingga mereka berusaha untuk mempelajari dan mendengarkan musik klasik. Musik klasik diperdengarkan pada mata kuliah pembelajaran alat musik, seperti piano, biola, gitar, flute, dan saxophone. Musik klasik dipakai untuk berlatih etude atau ketrampilan alat musik, biasanya memakai tulisan not balok. Sehingga bisa dikatakan bahwa musik klasik bermakna pendidikan bagi mahasiswa. Untuk menikmati musik klasik, mahasiswa menggunakan media seperti pita kaset, CD, VCD, you tube, MP3, MP4. Hal ini dilakukan karena jenis musik ini hanya sesekali muncul dalam pertunjukan (live) maupun dalam siaran radio dan televisi yang ada. Selain dengan cara-cara tersebut, mahasiswa melakukan dengan cara memainkan langsung karya-karya klasik dengan menggunakan instrumen musik yang dikuasainya. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi proses mahasiswa menyukai musik klasik, antara lain yakni: (1) keluarga dan orang tua; (2) lingkungan sosial; (3)proses pendidikan; (4) media massa. Musik klasik sebagai sebuah kebutuhan, bagi mahasiswa mempunyai makna hiburan, apresiatif, ekspresif, pengetahuan / wawasan, religius, dan pendikan. Kendala-kendala yang dihadapi mahasiswa prodi seni musik Unnes dalam bermusik klasik sebagai berikut: kurangnya belajar teori musik, ketidaktertarikan mahasiswa dengan musik klasik dan lemahnya dalam membaca not balok. Di kalangan mahasiswa, mempelajari musik klasik dan trampil dan bermain musik merupakan suatu keahlian yang bisa bermakna sebagai profesi. 44 DAFTAR PUSTAKA Irawati, I.R. 1992. “Musik Jazz dan Dangdut dalam Analisis Stratifikasi Sosial”. dalam Jurnal Sosiologi FISIP UI. Vol. 1. Johnson, D.P. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern jilid 1. Jakarta: PT. Gramedia. Koentjaraningrat. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Bina Aksara. Mack, D. 1995. Apresiasi Musik Populer. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara. Miles, M.B dan Huberman, A.M. 1992. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan oleh Tjetjep Rohendi Rohidi, Jakarta: UI Press. Oetomo. 1995. ”Penelitian Kualitatif”. Dalam Bagong Suyanto, dkk. Metode Penelitian Sosial. Surabaya: Airlangga Universiy Press. Parto, S. 1996. Musik Seni Barat dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Piper, S. dan Jabo, S. 1987. ”Musik Indonesia dari Tahun 1950-an hingga 1980-an”. dalam Prisma, No. 5, tahun XVI, Mei. Poloma, M.M. 1984. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: CV. Rajawali. Prier, K.E. 1991. Sejarah Musik Jilid 1. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi. ______,. 1993. Sejarah Musik Jilid 2. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi. Reed, H.O. dan Sidnell, R.G. 1978. The Materials of Music Composition. Philippines: Addison Wesley Publishing Company, Inc. Ritzer, G. 1992. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: Rajawali Press. Rizki HS, Irfanda. 2009. “Perkembangan Bentuk Penyajian dan Fungsi Eine Kleine Nachtmusik K.525 Karya Wolfgang Amadeus Mozart”. Harmonia Jurnal Pengetahuan dan Pemikiran Seni volume IX No.2 desember 2009 p.114-125. 45 Rohidi, Tjetjep Rohendi. 1993. “Ekspresi Seni Orang Miskin: Adaptasi Simbolik terhadap Kemiskinan”. Disertasi Doktor Bidang Antropologi Progran Pascasarjana Universitas Indonesia (tidak dipublikasikan). ______,. 1993. “Dangdut dan Orang Miskin: Analisis Kesenian dalam Perspektif Antropologi”. Media FPBS IKIP Semarang No.2 tahun XVI Juli 1993 p.4769. Shadily, H. 1992. Ensiklopedi Indonesia Jilid 3. Jakarta: Ictiar Baru-Van Hoeve. Silberman, Alphon. 1977. The Sosiology of Musik. USA: Greenwood Press. Sunarko, H. 1988. Seni Musik. Klaten:PT. Intan Pariwara. Sunarto, K. 1993. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Fakultas Ekonomi UI. Susanti, E.H. 1995. ”Penelitian Kualitatif”. Dalam Bagong Suyanto, dkk. Metode Penelitian Sosial. Surabaya: Airlangga Universiy Press. Sutopo, H.B.1990. ”Metode Penelitian Kualitatif”, Makalah disajikan ddi depan dosen Jurusan Teknologi Pendidikan dan Kejuruan FKIP UNS Surakarta, tanggal 21 Desember 1990. Sylado, R. 1991. “Musik Pop Indonesia: Suatu Kekebalan Sang Mengapa”. dalam Edi Sedyawati dan Supardi Djoko Damono. Seni dalam Masyarakat Indonesia (Bunga Rampai), Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Tambajong, J. 1992. Ensiklopedi Musik. Jakarta: PT Cipta Adi Pustaka. Triyanto. 1997. “Perubahan Kesenian dalam Perspektif Teori Sosiohistoris Siklus Ibnu Khaldun”. Media FPBS IKIP Semarang No.4 tahun XX Oktober 1997 p.69-84. Utomo, Udi. 2000. ”Musik Klasik dan Penggemarnya: Analisis Kesenian dalam Perspektif Sosiologi (Studi Kasus di Kota Semarang)”. Tesis pada Program Pascasarjana Unair Surabaya. Zeitlin, I.M. 1995. Memahami Kembali Sosiologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 46